TASAWUF ABAH DILLAH PENGASUH PONDOK PESANTREN WATU BODO UJUNGPANGKAH : RITUAL DAN AKTIFITAS SOSIAL.

(1)

TASAWUF ABAH DILLAH PENGASUH PONDOK

PESANTREN WATU BODO UJUNGPANGKAH

(Ritual dan Aktifitas Sosial)

Skripsi:

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

SHOFATUL KHIYAROH ANA E81211050

PRODI FILSAFAT AGAMA

JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(2)

TASAWUF ABAH DILLAH PENGASUH PONDOK

PESANTREN WATU BODO UJUNGPANGKAH

(Ritual dan Aktifitas Sosial)

Skripsi

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu persyaratan

Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Aqidah Filsafat

Oleh:

SHOFATUL KHIYAROH ANA E81211050

PRODI FILSAFAT AGAMA

JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2015


(3)

Yang bedanda taagan di bawah ini saya:

Nama NIM

Prograrn Studi

PERI\IYATAA}I KEASLIAN

: ShofutulKhiyarohAna

: E81211050

: Filsafat Agama

Dengan

ini

mmyatakan bahwa skripsi

ini

secara keseturuhan 'adalah hasit

penelitim dan karya sendiri, kecuali pada bagian-baglm yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, l5 Juli 2015

Yangmenyatakan,

Shofatul Khiyaroh Ana


(4)

-Nqu

NIM

Program Studi Judul

PERSETUJUAIiT PEMBIMBING

: Shofiitul Khiyaroh Ana

: E81211050 :Filsafat Agama

: TasawufAbah Dillah Pengasuh pondok pesantren Watu

Bodo Ujungpangkah (Ritual dan Aktifitas Sosial)

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabay4 04 Agustus 2016 Dosen Pe,mbimbing


(5)

PENGESAIIAN SKRIPSI

Skripsi oleh Shofatul Khiyaroh Ana ini telah dipertatrankan di depan Tim Penguji Skripsi

Surabaya,

0l

September 201 5

Mengesahkan

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Tim Penguji:

1019200901 1006

NIP.1 982041 5201 503 1001 n

,i/

N.rP. r96303271

Dr*I{r*trsno. M. A


(6)

ABSTRAK

“Tasawuf Abah Dillah Pengasuh Pondok Pesantren Watu Bodo Ujungpangkah (Ritual dan Aktifitas sosial)”. Penelitian ini mencoba untuk menjawab dari beberapa pertanyaan terkait dengan tasawuf Abah Dillah. Yang pertama adalah bagaimanakah perilaku tasawuf Abah Dillah. Kedua, apa sumber dari keyakinan dan perilaku tasawuf Abah Dillah. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu untuk meneliti obyek pada kondisi yang alamiyah. Sedangkan untuk menganalisisnya penulis menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu mendeskripsikan keadaan nyata yang sekarang ada pada obyek penelitian.

Dalam penelitian ini, menjelaskan bahwa tasawuf merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan yang bersifat duniawi dan akan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah SWT. Dimana tasawuf sendiri memiliki ciri-ciri seperti menambah latihan bathin, cinta kepada Allah, meninggalkan harta kekayaan yang bersifat duniawi dll. Dalam mencapai tingkat tertinggi dalam tasawuf terdapat beberapa tangga yang harus di lewati yaitu dalam istilahnya disebut maqam dalam tasawuf, yaitu taubah, wara’, zuhud, fakir, sabar,syukur, tawakkal dan ridla.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perilaku tasawuf Abah Dillah

adalah suatu perilakunya yang dianggap nyeleneh dari yang lain yaitu tidak pernah

memakai alas kaki, yang mana perilaku tersebut didasarkan pada AlQur’an surat

Tha>ha> ayat 11-12 dan beliau juga ingin menjalani hidupnya dengan segala

kesederhanaan yaitu tidak neko-neko. Perilaku beliau ini memberikan pengaruh

besar terhadap masyarkat yaitu pengaruh positif dalam bidang sosial, serta keagamaan dalam Wilayah tersebut dan sekitarnya


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Sampul Dalam ... ii

Abstrak ... iii

Persetujuan Pembimbing ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Pernyataan Keaslian ... vi

Halaman Motto ... vii

Halaman Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D.

Tujuan Masalah ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Kajian Pustaka ... 6

G. Metode Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Tasawuf ... 11


(8)

2. Sumber Ajaran Tasawuf ... 21

3. Maqam Dalam Tasawuf ... 25

B. Pengertian Dzikir ... 32

C. Ciri-ciri sufi ... 35

D. Ritual ... 38

E. Aktifitas Sosial ... 41

BAB III

TASAWUF, RITUAL DAN AKTIFITAS SOSIAL

ABAH DILLAH

A. Letak Geografis Obyek Penelitian ... 42

B. Biografi Abah Dillah ... 43

C. Tasawuf dalam pandangan Abah Dillah ... 45

D. Ritual ... 48

E. Aktifitas Sosial ... 54

BAB IV DOKTRIN TASAWUF A.Ajaran Abah Dillah ... 59

B. Perilaku Abah Dillah ... 62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSATAKA


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf dalam Islam mulai timbul sesudah Islam mempunyai hubungan dengan agama Kristen dan agama Hindu Budha. Dimana pada saat itu animisme merupakan kepercayaan pertama yang dianut oleh orang Indonesia. Islam sendiri datang tanpa kampanye, Islam datang secara damai, dari berkembangnya Islam inilah kemudian muncul para da’i-da’i yang merupakan gambaran pertama dari sebagai pengantar masuknya

tasawuf.1 Sebenarnya tasawuf ini sudah ada semenjak zaman Rasulullah

yang kemudian diikuti oleh para sahabatnya. Secara etimologi, kata

tasawuf berasal adari bahasa Arab yaitu tashawwafa, yatashawwafu,

tashawwafan.

Namun para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan kata

tasawuf berasal dari kata Shaff yang berarti barisan, dalam artian ini

menunjukkan kepada para muslim awal yang berdiri pada baris pertama dalam ibadah, seperti sholat, ataupun perang suci.

Adapun sebagian yang lainnnya yang meyakini bahwa kata sufisme

berasa dari kata Suffah yang berarti serambi masjid yang di tempati oleh

sebagian sahabat Rasulullah SAW. Adapun pendapat lain yang

1


(10)

2

mengatakan kata sufisme berasal dari kata Suf yang berarti bulu domba,

yang menunjukkan bahwa seseorang yang berminat untuk mendalami pengetahuan bathin tidaklah memperhatikan penampilan luar mereka dan sering kali hanya memakai pakaian satu sepanjang tahun yang terbuat dari

bulu domba.2

Tasawuf atau sufisme adalah satu cabang keilmuan dalam Islam atau secara keilmuan adalah hasil kebudayaan Islam yang lahir kemudian setelah Rasulullah wafat. Pada hakikatnya tasawuf dapat diartikan mencari

jalan untuk memperoleh kecintaan dan kesempurnaan rohani.3 Tasawuf

atau sufieme ini merupakan salah satu aspek esoterik Islam sekaligus perwujudan dari ihsan yang menyadari akan adanya komunikasi antara hmba dengan Tuhannya. Tasawuf merupakan jantung bagi pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dan kunci kesempurnaan amaliah.

Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Adapun tujuan dari tasawuf adalah menjalani hidup pada tingkat spiritual dengan cara membersihkan hati dan menggunakan semua indra dan pikiran di jalan

Allah.4

2

Syekh Fadhlallah Haeri, Dasar-Dasar Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003), 4

3

H. Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi & Tasawuf, (Solo: Ramadhani, 1990), 28

4


(11)

3

Tasawuf dalam Islam sendiri memiliki beberapa bagian yaitu, tasawuf klasik dan tasawuf modern. Tasawuf klasik adalah tasawuf yang dilakukan oleh para sufi dengan cara meninggalkan kenikmatan dunia dalam hidupnya dengan pola hidup yang sangat sederhana serta

menjauhkan diri dari keramaian duniawi untuk beruzlah dengan tujuan

mendekatkan diri kepada Allah hingga merasakan kedekatan yang sesungguhnya pada Tuhan Nya.

Pada beberapa waktu akhir-akhir ini muncul disiplin keilmuan bary yang disebut dengan tasawuf modern, yaitu ilmu tasawuf yang dilakukan oleh para sufi tanpa meninggalkan kesenangan atau kenikmatan duniawi, bahkan dalam tasawuf modern menekankan seorang sufi diwajibkan untuk membangun dunia ini sbagaimana tugas kita sebagai manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah di bumi, yang mempunyai tanggung jawab untuk memakmurkan bumi seisinya serta membebaskannya dari tangan-tangan atau perilaku orang yang tidak bertanggung jawab untuk merusak bumi ini serta menolong para manusia yang yang berbudi pekerti buruk untuk memperbaiki budi pekerti tersebut sesuai aturan hukum agama.

Dalam tasawuf terdapat sebuah aliran yang disebut dengan tasawuf amali, yaitu ilmu tasawuf yang menekankan pada amalan-amalan ibadah yang bertujuan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Seperti salah seorang kiai yang memiliki perilaku tasawuf, Dalam pengertian umumnya, kiai adalah figure yang berperan sebagai penyaring informasi dalam


(12)

4

memacu perubahan di dalam pondok pesantren dan masyarakat

sekitarnya.5

Fungsi seorang kiai tidak hanya sebagai ahli ilmu keagamaan, yang sikap dan tindakannya dijadikan rujukan masyarakat, melainkan juga menjadi pimpinan bagi masyarakat yang seringkali dimintai pertimbangan dalam menjaga stabilitas keamanan masyarakat. Seorang Kiai pada umumnya selain ahli ilmu juga orang yang selalu menjaga kesucian yaitu dengan kebersihan pada dirinya sendiri dan juga lingkungannya.

Namun, tidak semua kiai seperti itu, artinya tidak semua kiai selalu berpakaian rapi, bersih dan bagus. Akan tetapi terkadang ada pula kiai yang memakai baju kusut bahkan ada pula kiai yang berperilaku aneh. Semua itu tergantung pada keyakinan dan amalan yang sedang dijalankan oleh kiai tersebut dengan tujuan mengabdi kepada Allah, yaitu terdapat seorang kiai dalam sebuah pondok pesantren yang memiliki sebuah keunikan yang tidak dimiliki oleh kiai lain pada umumnya.

Kiai tersebut adalah Abah Dillah yang memiliki keanehan dala kesehariannya, akan tetapi mampunmenjadi panutan bagi santri khususnya dan masyarakat sekelilingnya dalam beribadahnya kepada Allah SWT, dari itu penulis merasa terdorong untuk mengangkat fenomena ini sebagai sumber penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “TASAWUF ABAH DILLAH PENGASUH PONDOK PESANTREN WATU BODO UJUNGPANGKAH (Ritual dan Aktifitas Sosial).

5


(13)

5

B. Identifikasi Masalah

Dalam permasalahan yang akan diteliti, agar lebih jelas dan tidak melebar dan lebih fokus pada permasalahan maka dalam pembahasan ini penulis akan difokuskan pada seorang Kiai, yaitu Abah Dillah yang memiliki salah satu kebiasaan yang dianggap unik bagi masyarakat sekitar, dan sebuah pelajaran yang signifikansi bagi masyarakat dari sumbr ajaran dan keyakinannya.

C. Rumusan Masalah

Dari beberapa pernyataan yang tertulis dalam latar belakang tersebut dapat diuraikan beberapa rumusan masalah dengan beberapa pertanyaan mengenai masalah yang akan dikaji dalam peneltian ini yang nantinya akan menjadi jawaban dari kesimpulan, beberapa masalah tersebut telah dirumuskan oleh penulis dalam beberapa pertanyaan antara lain:

1. Apa sumber dari keyakinan dan perilaku tasawuf Abah Dillah?

2. Bagaimanakah perilaku tasawuf Abah Dillah?

D.

Tujuan Masalah

Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang tertulis tersebut, maka dapat diketahui beberapa tujuan dari penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:


(14)

6

1. Untuk mengetahui dasar ajaran dan perilaku tasawuf Abah Dillah bagi

masyarakat.

2. Untuk mengetahui prilaku tasawuf Abah Dillah.

E. Manfaat Penelitian

Permasalahan yang akan diteliti oleh penulis memiliki beberapa manfaat yang nantinya mampu memberikan pengetahuan dan informasi serta memberikan jawaban dari permasalahn tersebut, di antaranya adalah:

1. Mengetahui dasar ajaran dan perilaku tasawuf Abah Dillah bagi

masyarakat.

2. Memberikan penjelasan tentang perilaku tasawuf Abah Dillah.

F. Kajian Pustaka

Kajian tentang Abah Dillah telah dibahas oleh Jainul yang telah ditulis dalam bentuk skripsi. Dalam skripsi tersebut menjelaskan tentang pola kepemimpinan Abah Dillah. Sedangkan penulis akan menyajikan pembahsan yang berbeda tentang Abah Dillah, yaitu tentang ketasawufan beliau.

Salah satu kajian yang telah di tulis oleh Jainul tersebut berjudul H. Abdillah Anas Dan Pola Kepemimpinannya, (Studi Kasus Di Pondok Pesantren Watu Bodo Pangkah Kulon Ujungpangkah Gresik). Dalam skripsi tersebut berisi tentang model kepemimpinan dari seorang pemimpin yaitu H. Abdillah Anas tersebut, yang mana dalam karya


(15)

7

tersebut menjelaskan bahwa dalam menerapkan pelaksanaan

kepemimpinannya, H. Abdillah Anas menganut trilogy Tut Wuri Handayani yang di populerkan oleh Ki Hajar Dewantara. Yaitu sikap

dermawan, sederhana dan welas asih serta membela yang lemah menjadi

tolak ukur untuk mengembangkan pondok pesantren Watu Bodo tersebut. Dalam kepemimpinannya H. Abdillah Anas juga mengalami beberapa kendala dalam pelaksanaan kepemimpinannya. Akan tetapi kendala yang dirasakan tidak terlalu rumit dan tidak berpengaruh besar terhadapnya.

Adapun karya lain yang berbentuk artikel karya Mohammad Kamilus Zaman yang berjudul tentang Ilmu Tasawuf. Dalam karya tersebut menjelaskan bahwa tasawuf adalah salah satu studi Islam yang memusatkan pada pembersihan rohani manusia yang kemudian mampu

menciptakan akhlak mulia. Sumber dan kriteria tasawuf adalah Al-Qur’an

dan amalannya mencontohkan pada prilaku Nabi Muhammad SAW. Objek pembahasan dalam tasawuf adalah masalah dzat Allah dan kesucian hati, shofa’ dan musyahadah. Dalam tasawuf juga ada beberapa aliran yang

terdiri dari tasawuf amali yang didasarkan pada Al-Qur’an dan sunnah.

Tasawuf falsafi merupakan perpaduan antara pencapaian pencerahan mistikal dan pemaparan secara rasional filosofis.

G. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian memerlukan pola, cara atau metode dalam pemecahan sebuah permasalahan yang ada melalui pendekatan penelitian


(16)

8

yang memadai. Hal ini merupakan suatu tindakan yang penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti mengingat bagaimana peneliti mengarahkan penelitiannya dengan sumber data yang akan digunakan, sebagaimana dalam memecahkan msalah ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.

Penelitian kualitatif adalah suatu metode dalam penelitian yang diguanakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci dan teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi atau disebut dengan gabungan. Dan analisis data bersifat induktif serta hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna

daripada generalisasi.6

Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai kondisi keadaan nyata yang sekarang. Kemudian mengangkat pada bagian permukaan karakter atau gamabaran tentang kondisi ataupun situasi obyek

penelitian.7

Merupakan tujuan utama dari metode ini adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data untuk menguji hipotesis dan menjawab pertanyaan yang bersangkutan dengan permasalahan pada keadaan tersebut dan dalam waktu yang sedang berjalan saat penelitian dilakukan untuk menemukan dan memeriksa sebab dari permasalahan serta gejala dari fenomena tersebut. Kemudian untuk mengungkap

6

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012). 8.

7


(17)

9

permasalahan dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dengan bebrapa metode yang akan dilakukan, antara lain adalah:

1. Metode Pengumpulan Data

Sebagaimana telah diketahui bahwa penulisan suatu karya ilmiah harus merupakan hasil dari penyelidikan secara ilmiah. Untuk melaksanakan hal itu, maka dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa teknik antaran lain yaitu, wawancara dan observasi sebagaimana dilakukan oleh para peneliti biasanya.

Teknik wawancara merupakan sebuah tehnik pengumpulan data untuk menggali data sesua dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber atau informan. Sedangkan observasi adalah Observasi merupakan bagian dari tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian dan menulis secara sistematis sesuai dengan fenomena yang diamati. Observasi ini dilakukan oleh peneliti untuk melihat dan mengamati secara langsung segala sesuatu yang terjdi pada tempat penelitian tersebut

Setelah melakukan wawancara dan observasi perlu yang namanya studi kepustakaan, yaitu untuk mendukung data yang terkumpul dari hasil penelitian lapangan yang meliputi observasi dan wawancara. Data yang dihasilkan dari penelitian kepustakaan hanya dibutuhkan sebagai pelengkap, yang mana objek dari penelitian


(18)

10

kepustakaan tersebut adalah buku-buku, artikel, arsip dan dokumen resmi dari obyek penelitian lapangan.

2. Metode Analisi Data

Untuk menguraikan dan menyimpulkan permasalahan, maka selanjutnya yang dilakukan penulis adalah menganalisis data dengan mengumpulkan data yang nyata secara fakta dalam penelitian ini. Kemudian mendeskripsikan bahan yang sudah terkumpul sebagaimana penulisan karya ilmiah untuk dianalisis sehingga menghasilkan data yang tersusun dengan benar.


(19)

11

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A.Tasawuf

1. Pengertian Tasawuf

Tasawuf secara etimologis berasal dari bahasa Arab, yaitu

tashawwafa, yatashawwafu, tashawwufan. Selain dari kata tersebut ada

yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata shuf (فوص yang

artinya bulu domba), maksudnya adalah bahwa para penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia srta menjauhi pakaian sutra dan memakai kain dari bulu domba yang kasar atau yang disebut dengan kain wol kasar. Yang mana pada waktu itu memakai wol kasar adalah simbol

dari kesederhanaan.1 Kata shuf tersebut juga diartikan dengan selembar

bulu yang maksudnya bahwa para sufi dihadapan Tuhannya merasa dirinya hanya bagaikan selembar bulu yang terpisah dari kesatuannya yang

tidak memiliki arti apa-apa.2

Kata tasawuf juga berasal dari kata shaff (فص yaitu barisan),

makna shaff ini dinisbahkan kepada para jamaah yang selalu berada pada barisan terdepan ketika sholat, sebagaimana sholat yang berada di barisan pertama maka akan mendapat kemuliaan dan pahala. Maka dari itu, orang

1

Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2012), 4.

2

Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 9.


(20)

12

yang ketika sholat berada di barisan depan akan mendapatkan kemuliaan

serta pahala dari Allah SWT.3

Tasawuf juga berasal dari kata shafa (ءافص yaitu jernih, bersih

atau suci), makna tersebut sebagai nama dari mereka yang memilik hati yang bersih atau suci, maksudnya adalah bahwa mereka menyucikan dirinya di hadapan Allah SWT melalui latihan kerohanian yang amat dalam yaitu dengan melatih dirinya untuk menjauhi segala sifat dan sikap yang kotor sehingga mencapai pada kebersihan dan kesucian pada

hatinya.4

Adapun yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata

shuffah (ةفص yaitu serambi Masjid Nabawi yang ditmepati sebagian

sahabat Rasulullah). Makana tersebut dilatarbelakangi oleh sekelompok sahabat yang hidup zuhud dan konsentrasi beribadah kepada Allah SWT serta menimba ilmu bersama Rasulullah yang menghuni serambi Masjid Nabawi. Sekelompok sahabat tersebut adalah mereka yang ikut berpindah Rasulullah dari Mekah ke Madinah dengan keadaan mereka kehilangan harta dan dalam keadaan miskin tidak mempunyai apa-apa.

Sedangkan pengertian tasawuf secara terminologi terdapat beberapa pendapat berbeda yang telah dirumuskan oleh beberapa ahli, namun penulis hanya akan mengambil beberapa pendapat dari pendapat-pendapat para ahli tasawuf yang ada, yaitu sebagai berikut:

3

Amin, Ilmu Tasawuf, 3.

4


(21)

13

1) Syekh Abdul Qa>dir al-Jaila>ni> berpendapat tasawuf adalah

mensucikan hati dan melepaskan nafsu dari pangkalnya denngan khalawt, riya>dloh, taubah dan ikhlas.5

2) Al-Junaidi berpendapat bahwa tasawuf adalah membersihkan

hati dari yang mengganggu perasaan, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, menaburkan nasihat kepada semua manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal hakikat serta mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari’at.

3) Syaikh Ibnu Ajibah mendefinisikan tasawuf sebagai ilmu yang

membawa seseorang agar bisa bersama dengan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyucian jiwa batin dan mempermanisnya dengan amal shaleh dan jalan tasawuf tersebut diawalai dengan ilmu, tengahnya amal dan akhirnya adalah karunia Ilahi.

4) H. M. Amin Syukur berpendapat bahwa tasawuf adalah latihan

dengan kesungguhan (riya>dloh muja>hadah) untuk

membersihkan, mempertinggi dan memeperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah sehingga segala perhatian hanya tertuju kepada Allah.

Banyaknya pendapat tentang definisi tasawuf yang telah dirumuskan oleh para ahli menyebabkan sulitnya mendefinisikan tasawuf

5


(22)

14

secara lengkap. Maka untuk mengetahui seseorang tersebut sufi atau sedang bertasawuf dapat di lihat dari beberapa ciri umum yang

dirumuskan oleh salah seorang peneliti tasawuf yaitu Abu Al-Wafa’ Al

-ganimi At-Taftazani dalam bukunya yang berjudul Madkhal Ila

at-Tasawwuf al-Islam yang menyebutkan lima ciri-ciri umum tasawuf, yaitu

sebagaimana yang dikutip oleh Permadi dalam buku pengantar ilmu tasawuf:

a) Memiliki nilai-nilai moral

b) Pemenuhan fana (sirna) dalam realisasi mutlak

c) Pengetahuan intuitif langsung

d) Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam

diri sufi karena tercapainya maqamat atau yang iasa disebut

maqam-aqam atau tingkatan, dan

e) Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya

mengandung pengertian harfiah dan tersirat. 6

Terlepas dari bebrapa pengertian tasawuf yang telah dirumuskan oleh para ahli tersebut, dalam pandangan secara umum tasawuf dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan seseorang untuk mensucikan dirinya dengan cara menjauhakan pengaruh kehidupan yang bersifat duniawi dan akan memusatkan seluruh perhatiannya kepada Allah.

Tasawuf juga merupakan sebuah upaya yang dilakukan manusia untuk memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada agama

6


(23)

15

dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Selain itu tasawuf juga merupakan rasa kepercayaan kepada Tuhan yang dapat mengarahkan jiwa agar selalu tertuju pada semua kegiatan yang dapat menghubungkan serta mendekatkan manusia dengan Tuhan.

Tasawuf merupakan cabang keilmuan Islam yang menekankan pada aspek spiritual dari Islam. Dilihat dari kaitannya dengan kemanusiaan, tasawuf lebih menekankan pada aspek kerohanian daripada aspek jasmani, dalam kaitannya dengan kehidupan tasawuf lebih menekankan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia, dan apabila di lihat kaitannya dengan pemahaman keagamaan tasawuf lebih menekankan

pada aspek esoterik dibandingklan aspek eksoterik.7

Tasawuf dikatakan lebih menekankan spiritualitas dalam berbagai aspek, karena para ahli tasawuf lebih memepercayai keutamaan sprit dibandingkan dengan keutamaan jasad, yaitu lebih mempercayai dunia spiritual dibandingkan dunia material. Para ahli mempercayai bahwa dunia spiritual lebih haikiki dan lebih nyata dibandingkan dengan dunia jasmani, hingga segala yang menjadi tujuan akhir atau yang kita sebut Tuhan juga bersifat spiritual. Sehingga para kaum sufi mengatakan bahwa Tuhan adalah satu-satunya raelitas yang sejati, dan hanya pada Tuhan mereka mengorientasikan seluruh jiwa mereka, karena Tuhanlah buah

7


(24)

16

kerinduan mereka dan kepada Tuhanlah mereka akan kembali untuk

selamanya.8

Dalam mengintensifkan spiritualitasnya, para sufi melakukan tazkiyat al-nafs yaitu penyucian diri yang merupakan usaha untuk mengatasi dari berbagai rintangan yang akan menghambat jalannya pertemuan dengan Allah, yang mana bisa berupa menahan diri dari hawa nafsu, syahwat dan amarah. Kemudian melakukan riyadhat al-nafs yaitu membersihkan diri dari sifat tercela, atau melakukan latihan jiwa seoerti

berpuasa, uzlah serta latihan jiwa yang lain.9

Dari banyaknya pengertian tasawuf tersebut, dapat di katakana bahwa tasawuf merupakan cabang imu yang menekankan dimensi rohani daripada materi, akhirat daripada dunia fana, dan bathin daripada lahir. Nilai spiritual seperti keikhlasan ibadah dan kerinduan kepada Allah merupakan tujuan pokok tasawuf. Para sufi berzuhud, menerima kepurusan Allah SWT dengan hati lapang dan berdzikir hingga mencapai

kesatuan wujud.10

Dari beberapa pernyataan tentang pengertian tasawuf tersebut, adapun tasawuf itu terbagi dalam tiga bagian, yaitu tasawuf akhlaki, tasawuf amali dan tasawuf falsafi. Namun perlu difahami, bahwa pembagian tasawuf ini hanya dalam bentuk kajian akademik, karena dari

8

Ibid, 2-3.

9

Ibid, 4-5.

10


(25)

17

ketiga bentuk tasawuf ini tidak dapat dipisahkan sebab praktik dari ketiga

tasawuf saling berkaitan.11

Tasawuf akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang di formulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat guna mencapai kebahagian yang optimum, manusia harus lebih dahulu yang mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ke tuhanan melaui pensucian jiwa dan raga yang bermula dari pembentukan pribadi yang

bermoral dan ber akhlak mulia, yang dalam ilmu tasawuf dikenal takhalli

(pengosongan diri dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiasi diri dengan

sifat-sifat terpuji), dan tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah

bersih seehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).

Kemudian yang dimaksud dengan tasawuf amali adalah suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan rohaniah dibandingkan teori. Yang mana dalam tasawuf amali tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menghapuskan segala sifat yang tercela serta mengahadp sepenuhnya

kepada Allah SWT dengan berbagai amaliah atau riya>dlahyang dilakukan,

seperti memperbanyak wirid serta amaliah-amilah lainnya.

Dikatakan bahwa tasawuf amali lebih menekankan pada nilai amaliah nya dibandingkan teori, bukan berarti tasawuf amali kosong dari teori, hanya saja bahwa dalam tasawuf amali sisi amal di dalamnya lebih

11


(26)

18

dominan. Dalam tasawuf amali lebih identik dengan thariqah yaitu sebagi wujud dari amalan yang telah dilakukan. Dalam tasawuf amali ini terdapat beberapa unsur yang di dalamnya terdiri dari beberapa praktik ibadah yang semata-mata hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Maksudnya, bahwa dalam tasawuf amali tidak hanya sekedar mengetahui tentang teori, akan tetapi langsung dpraktikkan dalam ibadahnya, sehingga dalam bertasawuf,seseorang lebih bisa merasakan tujuan tasawuf tersebut, yaitu kedekatan seorang hamba kepada yang Maha Kuasa.

Sedangkan yang dimaksud dengan tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajarannya memadukan antara visi mistis dan rasional sebagai penggagasnya. Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam Islam sejak abad VI Hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal dengan

berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga seorang filosof.12

Para tokoh tasawuf falsafi tidak hanya terpaku pada makna teks keagamaan saja, tetapi juga berupaya menembus makna batin yang terdalam dan dilengkapi dengan pengalaman metafisis. Dengan ini para penganutnya berusaha untuk memutuskan jarak yang terbentang antara hamba dengan Tuhan, sehingga merasa benar-benar menyatu dengan Tuhan.

Tasawuf falsafi memiliki karakteristik tersendiri, adapun karakteristik tasawuf falsafi secara umum mengandung kesamaran akibat banyaknya ungkapan dan istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh

12


(27)

19

mereka yang memahami ajaran tasawuf falsafi tersebut. Selanjutnya tasawuf falsafi ini tidak dapat dipandang sebagai filsafat karena ajaran dan

metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), dan tidak pula dapat dipandang

sebagai tasawuf dalam pengertian yang murni, karena ajarannya sering

diungkapkan dalam bahasa dan terminologi-terminologi filsafat.13

Mengenai lahirnya tasawuf, banyak pendapat yang berbeda. Akan tetapi tasawuf yang merupakan ilmu ajaran dalam Islam muncul sejak lahirnya Islam itu sendiri. Yang mana benih-benih tasawuf sudah mulai muncul sejak abad ke-I Hijriah yang banyak ditemui pada sifat dan prilaku Rasulullah yang kemudian diikuti oleh para sahabatnya. Gambaran sufi yang dapat dilihat padadiri Rasulullah adalah ketika beliau berkhalwat di Gua Hira. Ketika berada di Gua Hira Rasulullah hanya menghabiskan waktunya untuk bertafakur, beribadah serta menjalani hidupnya sebagai seorang zahid, dimana beliau menjauhi pola hidup dari kemewahan dunia, terkadang beliau hanya memakai pakaian yang tambal-tambalan serta di setiap malamnya selalu beribadah kepada Allah dengan melakukan sholat

malam dan memperbanyak membaca Al-Qur’an.

Dari situlah dapat dikatakan bahwa tasawuf bermula dari kehidupan zuhud. Hasan Basri adalah seorang zahid pertama dan terrmasyhur dalam sejarah tasawuf, yang mana Ia senantiasa meneladani sifat dan prilaku Rasulullah. Hasan Basri pertama muncul dengan

membawa ajaran khauf dan raja’, mempertebal rasa takut dan harap pada

13


(28)

20

Tuhan. Kemudian setelah hasan Basri muncullah guru-guru lain yang

dinamakan qari’ kemudian mengadakan perkumpulan gerakan hidup

kerohanian di kalangan kaum Muslim yang tertarik dalam bidang

tasawuf.14

Para ahli sejarah sepakat bahwa munculnya tasawuf yaitu pada abad ke II Hijriah. Dimana pada saat itu orang-orang sedang berusaha untuk meluruskan jalannya menuju pada Allah SWT dan takut kepada Allah dan menjauhi kemewahan hidup. Banyak cara yang dilakukan yaitu seperti dzikir, baik itu yang dilakukan secara tersembunyi maupun terbuka,

dan memperbanyak membaca Al-Qur’an serta beberapa sarana yang

dilakukan seperti zuhud. Adapun dari mereka yang shari-harinya melakukan sholat seakan-akan waktunya habis dipergunakan untuk terus beribadah, terutama sholat malam. Semenjak itu tasawuf mulai dikenal serta berkembang dan kemudian tersebar dan diajarkan kepada

orang-orang yang tertarik memepelajari tasawuf.15

Tasawuf ini merupakan ilmu yang pada akhirnya bertujuan untuk mencapai kedekatan antara seorang hamba dengan Allah dan ilmu tasawuf ini yang kemudian melahirkan praktik-praktik ketasawufannya yaitru seperti tarekat. Tarekat muncul sebagai sebuah implikasi dari tasawuf yang merupakan sebuah jalan oleh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah.

14 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, Sufisme dan Tanggung Jawab Sosial Abad 21,

(Yogyakarta: Puataka Pelajar, Cet. II 2002), 30. 15


(29)

21

Tarekat secara harfiah berarti jalan sama dengan arti perkataan syariah, sabil, shirat, dan manhaj. Dalam hal ini yang dimaksud ialah jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan Ridha-Nya. secara etimologi berarti jalan, sedangkan menurut terminologi adalah jalan atau sistem

yang ditempuh untuk menuju keridloan Allah semata-mata.16

Tarekat yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satu

diantaranya adalah tarekat mu’tabarah, yaitu tarekat yang memiliki silsilah

yang sambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW. Sambungnya silsilah tersebut merupakan indikataor bahwa sebuah tarekat itu

mu’tabarah. Satu-satunya tarekat mu’tabarah yang didirikan oleh ulama

asli Indonesia adalah tarekat Qadariyah wa Naqsyabandiyah yang merupakan tarekat gabungan serupa dengan tarekat Sammaniyah. Pendiri

dari tarekat mu’tabarah ini adalah Ahmad Khatib Sambas dari

Kalimantan Barat.17

2. Sumber Ajaran Tasawuf

Setiap ilmu pengetahuan baik itu ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum, masing-masing memiliki sumber yang nantinya mampu dijadikan dasar kebenaran dari ilmu tersebut. Seperti dalam ilmu tasawuf, yang bersumber dari Islam dan tumbuh serta berkembang dengan perantara ajaran Islam, yaitu suatu inti dari ajaran dalam Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sumber ajaran tasawuf bermula dari ajaran agama Islam sendiri yaitu

16Hamzah Ya’qub,

Tingkat Ketenangan dan Kebahagiaan, (Jakarta: CV. Atisa, 1992), 38.

17

Sri Mulyati, Mengenal & memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 19.


(30)

22

Al-Qur’an dan Hadith , Banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an maupun Hadith yang menjelaskan tentang ajaran tasawuf, antara lain sebagai berikut:

a. Al-Qur’an

Sumber ajaran tasawuf bermula dari ajaran agama Islam

sendiri yaitu Al-Qur’an dan Hadith, sebagaimana dalam hukum

Islam Al-Qur;an sebagai sumber yang pertama. Al-Qur’an adalah

kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Dalam Al-Qur’an tersebut terdapat banyak pesan-pesan ajaran

Islam seperti, akidah, syari’at maupun akhlak. Selain itu Al-Qur’an juga merupakan hukum tertinggi dalam Islam yang wajib

ditaati, sebagaimana Al-Qur’an dijadikan sebagai sumber dari

segala ilmu pengetahuan.

Dalam Al-Qur’an banyak pelajaran serta pesan-pesan

yang dapat memeberikan motivasi bagi manusia untuk bersikap

zuhud di dunia. Terdapat dari beberapa ayat Al-Qur’an yang

menjelaskan tentang hakikat dunia, bahwa dunia ini adalah permainan, sedangkan akkhirat adalah alam yang kekal dan kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Sebagaimana Allah berfirman:

ِِ ٌرُ ثاَكَتَو ْمُكَْ يَ ب ٌرُخاَفَ تَو ٌةَيِزَو ٌوَََْو ٌبِعَل اَيْ نّدلا ُةاَيَْْا اَمَّأ اوُمَلْعا

اّرَفُِْم ُاَرَ تَ ف ُجيِهَي مُُ ُُتاَبَ ن َرامفُكْلا َبََْعَأ ٍثْيَغ ِلَثَمَك ِداْوأاَو ِلاَوْمأا

ٌباَذَع ِةَرِخآا َِِو ااماَطُح ُنوُكَي مُُ

اَمَو ٌناَوْضِرَو ِمّا َنِم ٌةَرِفْغَمَو ٌديِدَش


(31)

23

ِروُرُغْلا ُعاَتَم اِإ اَيْ نّدلا ُةاَيَْْا

.

اَهُضْرَع ٍةمَجَو ْمُكِّبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ََِإ اوُقِباَس

ُلْضَف َكِلَذ ِِلُسُرَو ِمِِّ اوَُمآ َنيِذملِل ْتمدِعُأ ِضْرأاَو ِءاَممسلا ِضْرَعَك

ِمّا

ِميِظَعْلا ِلْضَفْلا وُذ ُمّاَو ُءاَشَي ْنَم ِيِتْؤُ ي

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.”(Q. S al-Hadi>d: 20-21)18

Adapun ayat lain yang memotivasi manusia untuk hidup zuhud dan waspada akan sikap cinta dunia dan gemerlapnya.

Sesungguhnya orang yang membaca Al-Qur’an secara sungguh

-sungguh akan menjumpai ayat yang mampu membuka pintu dzikir,

introspeksi diri, dan beribadah. Allah berfirman:

ِقْلَخ ِِ َنوُرمكَفَ تَ يَو ْمِِِوُُج رَلَعَو اادوُعُ قَو ااماَيِق َمّا َنوُرُكْذَي َنيِذملا

ِراملا َباَذَع اَِقَف َكَناَحْبُس ِطَِ اَذَ َتْقَلَخ اَم اَم بَر ِضْرأاَو ِتاَواَممسلا

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”(Q.S a>li-‘Imra>n:

191).19

18al-Qur’a>n

, 57:20-21

19


(32)

24

b. Hadith

Hadith merupakan sumber ajaran tasawuf setelah Al-Qur’an, sebagaimana dalam hukum ajaran Islam. Sumber tasawuf juga dapat di lihat dalam kerangka hadith. Salah satu hadith yang menjelaskan tentang tasawuf dan menjadi sumber landasannya adalah :

Hadith qudsi yang di riwaytkan oleh Abu Hurairah :

ي ىداع نم لاق ه نإ م ه لوسر لاق لاق ةرير يْأ نع

تضرفا اِ يإ بحأ ئيشب ىدبع يإ برقتامو برِْ تنذادقف ايلو

ت ك تببحأ اذإف بحا ّح لفاو لِ يإ برقتي يدبع لازي امو يلع

م

لجرواِ شطبي لا ديو برِبي يذلا رِبو ب عمسي يذلا ع

ت د درتامو ن ذيعأ ىذاعتسا نئلو يطعأ ىلأس نإواِ رشم لا

ركأ َأو تولا ركي نمؤلا سفن نع يددرت لع اف َأ ئيش نع

تءاسم

“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda, bahwa Allah SWT berfirman, “Barang siapa memusuhi seseorang wali Ku, maka aku mengumumkan peperangan terhadapnya. Tidak ada sesuatu yang mendekatkan hamba Ku kepada Ku yang lebih Aku sukai daripada pengalaman yang Aku wajibkan atasnya. Kemudian hamba Ku yang senantiasa mendekatkan diri kepada Ku dengan melaksanakan amalan-amalan sunnah, maka Aku senantiasa mencintainya. Jika Aku telah cinta kepadanya, jadilah Aku pendengarnya yang dengannya ia mendengar, Aku penglihatannya yang dengannya ia mendengar, Aku tangannya yang dengannya ia memukul, dan Aku kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia memohon kepada Ku, Aku perkenankan permohonannya. Jika ia minta perlindungan ia Aku lindungi, dan jika ia mengulang-ulang sesuatu maka Aku adalah pelakunya, sebagaimana keraguan seorang mukmin yang membenci kematian, sementara Aku memebenci keburukan.”20

20


(33)

25

3. Maqam Dalam Tasawuf

a) Taubat

Taubat merupakan tingkatan pertama yang harus ditempuh para sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Taubat adalah

asal dari semua maqam, dan taubat yang dimaksud oleh para sufi

adalah taubat yang sebenarnya yang tidak akan membawa dosa itu

kembali. Secara bahasa taubat berarti kembali, meminta

pengampunan. Sedangkan dalam istilah sufi, yang dimaksud taubat adalah kembali dari segala perbuatan tercela menuju perbuatan terpuji sesuai dengan ketentuan agama.

Taubat sendiri memiliki tingkatan yaitu, pada tingkatan terendah adalah taubat yang menyangkut dosa yang pernah dilakukan oleh jasad ataupun anggota-anggota badan. Taubat pada tingkat menengah adalah taubat yang menyangkut pada pangkal dosa, seperti dengki, sombong, dan riya. Sedangkan pada tingkat yang lebih tinggi menyangkut taubat pada usaha untuk menjauhkangodaan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Dan pada tingkat akhir yaitu penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat memalingkan dari jalan

Allah.21 Taubat orang sufi adalah taubat yang dilakukan secara

sungguh-sungguh dan mengulanginya lagi.

Dari beberapa tingkatan taubat tersebut, ada pula beberapa syarat taubat yang harus dipenuhi oleh para kaum sufi, yang mana

21


(34)

26

sarat tersebut bertujuan agar taubat tersebut bisa dikatakan sah dan taubat tersebut dapat diterima, yaitu yang dikatakan oleh para ahli ushul dikalangan ahli sunnah, syarat taubat tersebut adalah:

1. Menyesali pelanggaran yang telah dilakukan

2. Meninggalkan secara langsung penyelewengan.

3. Memutuskan untuk tidak kembali pada kemaksiatan.22

b) Zuhud

Zuhud menurut bahasa adalah berawal dari kata zahada yang

artinya benci dan meninggalkan sesuatu.23 Sedangkan menurut istilah

bahwa zuhud adalah mengarahkan seluruh keinginan hanya kepada Allah SWT serta menyatukan kemauan kepada Nya dan hanya sibuk dengan Nya dibandingkan dengan kesibukan lainnya. sebagaimana

Al-Junayd berkata, zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan

mengososngkan hati dari kelatahan. Maksudnya bahwa seorang sufi tidak memiliki sesuatu yang berharga melainkan hanya Tuhan yang dirasakan dekat dengan dirinya.

Dari penjelasan zuhud tersebut bukan berarti zuhud itu

penolakan secara mutlak terhadap dunia. Akan tetapi yang

ditekaknkan dalam kehidupan zuhud adalah melepaskan diri atau

mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat menyebabkan seorang hamba tersebut lupa kepada Tuhan-Nya. Bahwasanya

22

Imam Al-Qusyairiy An-Nisabury Risalah Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 79.

23


(35)

27

kenikmatan hidup di dunia jangan sampai melupakan akhirat dan ibadah kepada Tuhan.

Dalam taswuf zuhud dapat dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu dilihat dari maksud dan penjelasan yang telah disebutkan diatas. Tiga tingkatan dalam tasawuf antara lain;

1. Tingkatan pertama merupakan tingkatan yang terendah yaitu,

menjauhkan dunia agar terhindar dari hukuman di akhirat.

2. Tingkatan yang kedua yaitu menjauhi dunia dengan

menimbang imbalan di akhirat.

3. Tingkatan ketiga yaitu, mengucilkan dunia bukan karena

takut atau karena berharap, akan tetapi karena kecintaannya kepada Allah semata. Dan orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memnadang segala sesuatu tidak memiliki

arti apa-apa melainkan Allah SWT.24

Apabila dikatakan sebagai sebuah tindakan atau kelakuan sesoranng untuk meninggalkan harta atau kekayaan serta

meninggalkan pakaian mewah dalam hidupnya adalah zuhud.

Tetapi hal tersebut terkadang dilakukan hanya untuk dijadikan motivasi untuk mendapatkan pujian dari orang lain agar dapat

dikatakan sebagai seorang zahid, maka disini Ibnu Mubarak

berkata: “seutama-utama zuhud adalah menyembunyikan zuhud

24


(36)

28

itu.” Karena orang hidup zuhud yang sebenarnya hanya dikenal

dari sifat yang ada pada dirinya. Terdapat pula ciri-ciri zuhud

adalah sebagai berikut:

1.Tidak merasa bangga terhadap sesuatu yang ada pada

dirinya dan tidak pula merasa sedih dikala kehilangan nikmat itu dari tangannya.

2.Tidak merasa gembira dan bangga mendengar pujian orang

dan tidak pula merasa bersedih atau marah jika mendapat celaan orang.

3.Selalu mengutamakan cintanya kepada Allah dan

mengurangi cintanya kepada dunia, karena cinta kepada Allah dan cinta kepada dunia tidak dapat disatukan laksana udara dan air dalam tempayan, kalau air

bertambah, maka udara berkurang dan sebaliknya.25

c) Fakir

Secara bahasa fakir adalah membutuhkan atau memerlukan, sedangkan dalam istilah sufi, fakir adalah seseorang yang telah mencapai akhir “lorong spiritual”. Fakir juga dapat dikatakan sebagai kekurangan harta dalam menjalani hidup di dunia. Fakir meruoakan sikap yang penting yang harus dimiliki oleh orang yang berjalan menuju Allah SWT. Al-Ghozali mengatakan bahwa fakir dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:

25


(37)

29

1. Fakir secara umum, yaitu hajat manusia kepada yang

menciptakan dan yang menjaga eksistensinya. Fakir dalam kategori ini adalah fakir seorang hamba kepada Tuhannya. Sikap seperti ini hukumnya wajib karena merupakan sebagian dari iman sebagai buah dari ma’rifat.

2. Fakir muqoyyad (terbatas), yaitu kepentingan yang

menyangkut kehidupan manusia, seperti uang yang belum dimiliki atau dengan kata lain kepentingan manusia yang

dapat dipenuhi oleh selain Allah.26

d) Sabar

Dalam terminologi tasawuf sabar berarti keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak berubah seberat apapun rintangan dan tantangan hidup yang dihadapi. Dalam ilmu tasawuf sabar adalah maqam yang harus dilalui sesudah maqam fakir.

Menurut Dzun Nuun sabar adalah menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela, sementara merasakan sakitnya penderitaan, dan sabar juga menampakkan ekayaan meskipun dalam kemiskinan dalam

kehidupan.27 Sedangkan menurut Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani,

sabar di bagi dalam tingkatan yaitu:

26

Ibid, 173

27

Imam Al-Qusyairiy An-Nisabury Risalah Qusyairiyah, Induk Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 210


(38)

30

1. As-shobru lillah, (sabar untuk Alllah), maksudnya adalah

keteguhan hati dalam melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.

2. As-shobru ma’allah (sabar bersama Allah), maksudnya yaitu

keteguuhan hati dalam menenrima segala keputusan dan tindakan Allah.

3. As-shobru ‘alallah (sabar atas Allah), maksudnya adalah

keteguhan hati dan kemantapan sikap dalam menghadapi apa yang di ijinkanNya, seperti berupa rizki dan kesulitan

hidup.28

e) Syukur

Syukur dalam tasawuf ialah menggunakan nikmat Allah unutk taat dan tidak menggunakannya untuk brbuat maksiat terhadap Nya. Syukur merupakan suatu pengetahuan yang mampu membangkitkan kesadarn terhadap diri seseorang bahwa satu-satunya pemberi nikmat adalah Allah dan rahmat Nya sangat luas.

f) Ridlha

Ridha kepada Tuhan dapat dikatakan sebagai Pohon dari segala pelajaran yang diterima dalam kehidupan. Menurut ahli

pendidikan, ridha bermula dari ‘atihifah yaitu perasaan halus. Ridha

dalam menerima segala ketentuan Dari Allah SWT, seperti ridha dalam menerima kekayaan, kemiskinan, umur yang panjang dan

28


(39)

31

pendek, badan sehat dan sakit, semua dapat dirasakan tanpa adanya perbedaan, karena ia telah ridha.

Menurut Dzun An-Nun, tanda-tanda orang yang telah ridha adalah:

a. Mempercayakan hasil usaha sebelum terjadi ketentuan.

b. Lenyapnya resah gelisah sesudah terjadi ketentuan.

c. Cinta yang bergelora di kala turnnya malapetaka.29

g) Tawakkal

Tawakkal yaitu menyerahkan segala perkara dan ikhtiar kepada Allah SWT serta berserah diri sepenuhnya kepada Nya hanya untuk mendapatkan manfaat dan menolak madlorot. Dalam ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai sikap bersandar dan memepercayakan diri kepada Allah SWT serta menggantungkan dirinya hanya kepada Allah SWT.

Adapun tawakkal menurut Al-Ghazali tawakkal terbagi dalam tiga tingkatan yaitu:

1. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat

seseorang menyerahkan perkaranya kepada pengacara yang sepenuhnya dipercayakan menanganinya menenangkannya.

2. Tawakkal atau menyerahkan diri kepada Allah, ibarat bayi

enyerahkan diri kepada ibunya.

29


(40)

32

3. Drajat tawakkal tertinggi, yaitu tawakkal atau menterahkan

diri sepenuhnya kepada Allah ibarat jenazah di tengah

petugas yang memandikannya.30

Tujuan dari seorang sufi adalah agar merasa dekat sedekat mungkin kepada Allah SWT dengan cara melewati

beberapa tingkatan atau maqam yang telah dijelaskan. Akan

tetapi dekat disini dapat dijelaskan dalam beberapa pengertian, terdapat tiga simbolis yang menerangkan tentang makna kedekatan antara makhluk dan Tuhannya yaitu, dekat dalam arti melihat dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hati, dekat dalam arti berjumpa dan berdialog dengan Tuhan dan

penyatuan antara manusia dengan Tuhan.31

B. Pengertian Dzikir

Menurut bahasa dzikir berarti mengingat atau menyebut. Adapun

yang dimaksud dengan dzikir menurut istilah adalah membasahi lidah

dengan ucapan-ucapan atau kalimat pujian kepada Allah SWT.32 Bahwa

dzikir merupakan salah satu rukun yang sangat penting dalam perjalanan menuju Allah, bahkan keberadaan dzikir merupakan sebuah tiang yang

berguna sebagai penyangga dalam kehidupan tasawuf.33

30

Ibid, 177

31

Rivay Siregar, Tasawuf Dari Sufisme Kalsik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 57

32

Ismail Nawawi, Risalah Dzikir & Do’a, Penerobos Tirai Rahasia Ilahi (Tinjauan Dari Sudut Aqidah, Fiqih dan Tasawuf), (Surabaya: Karya Agung, 2008), 104-105

33

Ismail Nawawi, Risalah Pembersih Jiwa, Terapi Perilaku Lahir & Batin Dalam Perspektif Tasawuf, (Surabaya: Karya Agung, 2008), 80


(41)

33

Dzikir yang baik adalah yang mencakup dua makna yang

terkkandung yaitu menyebut serta mengingat Allah SWT. Dzikir dengan hanya menyeut dengan lisan tanpa menghadirkan hati tetap bisa mendatangkan pahala, akan tetapi dzikir semacam ini berada pada tingkatan yang paling rendah.

Dzikir dengan lisan tanpa menghadirkan hati dan pikiran bisa saja

memberi pengaruh terhadap hati dan keimanan seseorang, tetapi pengaruhnya tidak sebesar dzikir yang dilakukan dengan menghadirkan hati. Paling baik adalah dzikir yang dilakukan dengan lisan sambil menghadirkan hati. Dalil-dalil yang mendasari rumusan definisi dzikir seperti pada penjelasan diatas adalah:

Surat Al-Imran ayat 173

ْمَُداَزَ ف ْمُْوَشْخاَف ْمُكَل اوُعَََ ْدَق َساملا منِإ ُساملا ُمََُ َلاَق َنيِذملا

ُليِكَوْلا َمْعِنَو ُمّا اَُ بْسَح اوُلاَقَو اَاَمِإ

Yang artinya: (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah

dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung."

Surat Al-Ahzab ayat 41


(42)

34

Yang artinya: Hai orang-orang yang beriman,

berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.

Dzikrullah adalah suatu ibadah yang sangat mulia dan begitu dianjurkan. Keutamaan dan nilai dari ibadah begitu besar dan beragam. Bahkan dapat disimppulkan bahwa sangat tidak sebanding antara upaya dan energi yang dikeluarkan untuk melakukan ibadah dzikir dengan keutamaan yang disediakan. Sesungguhnya dzikir merupakan bentuk ibadah yang sangat mudah, dimana dzikir tidak begiitu banyak memerlukan upaya dan pengorbanan besar. Adapun faedah-faedah dzikir adalah sebagai berikut:

1) Mengusir, mengalahkan dan menghancurkan setan..

2) Mendapat keridloan Allah.

3) Menghilangkan rasa susah dan kegelisahan hati.

4) Membuat hati menjadi senang, gembira, dan tenang.

5) Dapat menghapus dan menghilangkan dosa-dosa.

6) Dapat menyelamatkan seseorang dari kepayahan di hari kiamat.

7) Dzikir meruupakan tanaman di surga.34

Adapun metode dalam berdzikir yang sangat beragam, dimana antara satu tarekat dengan tarekat yang lainnya, sesuai dengan teknik yang diciptakan oleh syaikh pendiri tarekat masing-masing. Diantara keanekaragaman berdzikir adalah sebagai berikut:

34

Shaleh bin Ghanim al Sadlan, Do’a Dzikir Qouli dan Fi’li (ucapan dan tindakan), (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 3


(43)

35

a. Berdzikir, duduk tafakkur di situ tempat atau ruangan yang

gelap seorang diri dalam keadaan yang tidak boleh kenyang, karena puasa adalah salah satu pintu masuk kedalam situasi ini.

b. Beratib, bersama-sama berdzikir dengan dzikir Laa Ilaaha

Illallah sesudah mencapai klimaknya badan dapat jatuh dan

disaat itu mereka dalam keadaan jadzab.

c. Bermusik, membaca wirid-wirid atau syair-syair dengan diiringi

rebana.

d. Menari sambil berdzikir juga diiringi tarian dengan kaifat yang

khusus tarian menurut dzikir, seperti contoh tari sufi.

e. Bernafas, dengan mengatur nafas juga diiringi dengan berdzikir

dan mereka berusaha menyedikitkan nafas namun

memperbanyak dzikir.

f.Bersenam, menyebut Laa Ilaaha Illallah sambil berdiri, yaitu

bersenam secara teratur.35

C. Ciri-Ciri Sufi

Sufi adalah sebutan bagi orang yang mempraktekkan ilmu tasawuf dalam kehidupannya. Sebagaimana telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa tasawuf adalah sebuah metode atau cara yang dilakukan oleh seseorang dalam menuju jalan untuk mendekatkan

35


(44)

36

diri kepada Allah, serta menghambakan hidupnya semata-mata hanya untuk Allah SWT.

Dalam tasawuf terdiri dari beberapa amalan atau perilaku yang dilakukan untuk mencapai kedekatan serta penglihatan bathin kepada Allah, yang mana dalam kajian tasawuf kedekatan tersebut dinamakan ma’rifatullah. Perjalannan mendekatkan diri kepada Allah tersebut diantara salah satunya adalah melalui dzikir, baik itu yang dilakukan secara perorangan ataupun berjamaah yang biasanya disebut dengan tarekat. Dimana setiap tarekat tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda di setiap masing-masing kelompok. Dalam tasawuf atau tarekat atau yang disebut dengan sufi yaitu orang yang melakukan tasawuf tersebut memiliki beberapa ciri, seperti ciri-ciri dhahir maupun bathin. Diantaranya adalah:

a. Ciri dhahir

1. Cara berpakaian yang tergolong sederhana, sebagaimana

sufi klasik pada zaman dahulu yaitu memakai pakaian

yang kasar yang terbuat dari kain wol.36

2. Meninggalkan harta kekayaan duniawi.

3. Pendekatan praktis (lahir) dan visioner (batin) terhadap

kesatuan wujud.

4. Seruan untuk menyembah Tuhan.

36


(45)

37

5. Keterlibatan dalam sebuah pekerjaan, menghindati

kemalasan dan pengangguran.

6. Pelayanan kepada sesama dan mencintai umat manusia.

7. Tidak melawan perlakuakn buruk.

8. Kesopanan spiritual.

9. Toleransi Agama.

10.Kebebasan, kedermawanan dan pelepasan diri dari dunia.

11.Sikap baik kepada binatang.

12.Aksentuasi dimensi dalam dari sayriat atas dimensi luar.37

a. Ciri bathin

1. Cinta kepada Allah, merupakan salah satu simbol yang

disukai para kaum sufi untuk menyatakan kedekatannya dengan Tuhan, dan cinta Tuhan adalah bahwa mereka menjadi fokus pada satu arah yaitu hanya memusatkan

konsentrasi dirinya hanya kepada Tuhan semata.38

2. Zuhud, yang dimaksud zuhud dalam kalangan sufi bukan

berarti penolakan secara mutlak terhadap dunia, akan tetapi yang dimaksud adalah melepaskan diri atau mengosongkan hati dari pengaruh dunia yang dapat

membuat orang lupa kepada Tuhannya.39

37

Leonard Lewisohn, warisan sufi, 1-20

38

Leonard Lewishon, Warisan Sufi, Sufisme Persia Klasik Dari Permulaan Hingga Rumi,

(Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002), 4.

39


(46)

38

3. Menambah latihan bathin (dzikir), yang merupakan

sebuah jalan sejati tasawuf, yang mana di dalamnya orang berbeda-beda dalam derajatnya, yang telah diperintahkan

dalam Al-Qur’an, dzikir telah diajarkan kepada para

sahabat dalam bentuk khusus yang kemudian menjadi inti

disiplin tasawuf.40

D.Ritual

Dalam wawasan keagamaan dikenal dengan sebuah perilaku yang dilakukan oleh masyarakat baik secara individu maupun kelompok. Perilaku tersebut dikenal dengan ritual. Ritual merupakan suatu tindakan hyang memeperoleh hubungan pelaku dengan objek yang suci serta memepererat solidaritas kelompok yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Sedangkan ritual dilihat dari segi sosiologis yaitu perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berbeda dengan kelakuan sehari-hari, baik cara melakukannya maupun makna yang terkandung di dalamnya.

Adapun pengertian lain mengenai ritual yaitu yang di kemukakan oleh Winnick sebagaimana berikut “a sector or series of acts, usually involving religion or magic, with the sequence established by tradition, they often stem from the daily life”. Maksud ritual dari pernyataan tersebut adalah seperangkat tindakan yang selalu melibatkan agama atau magic, yang dimantapakan melalui tradisi. Ritual tidaklah sama persis

40


(47)

39

dengan sebuah pemujaan, karena ritual merupakan sebuah tindakan yang

bersifat keseharian. 41

Adapun konsep ritual yang berada dibawah naungan Islam dapat disamakan dengan praktik ibadah, yang mana kata ibadah tersebut mengandung arti menghambakan diri kepada Tuhan. Dimana semua gama mengenal ritual, karena setiap agama memiliki ajaran tentang hal yang sacral. Ritual merupakan tindakan yang memeperkokoh hubungan pelaku dengan obyek yang suci, dan memeperkuat solidaritas kelompok

yang menimbulkan rasa aman dan kuat mental.42

Dari pengertian ritual yang telah dijelaskan diatas, adapun ritual tersebut dilihat dari segi tujuan dan cara. Yang pertama yaitu dari segi tujuan, bahwa ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan, dan ada pula ritual yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan rahmat. Yang ke dua yaitu dari segi cara, bahwa ritual dilihat dari segi cara dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu individual dan kolektif. Sebagian ritual ada yang dilakukan secara perorangan bahkan ada yang dilakukan dengan cara mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa dan yoga.

Selain ritual keagamaan yang dilakukan secara indivual, adapun ritual yang dilakukan secara kolektif yaitu seperti, khotbah, sholat

41

Nur Syam, Islam Pesisir, (Yogyakarta: LKiS, 2005), 17-18.

42

Atang Abd Hakim – Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 125-127.


(48)

40

berjamaah dan haji. Beberapa contoh tersebut merupakan ritual yang dilakukan dalam agama Islam. Yang mana ritual yang dilakukan semata-mata hanya menyembah kepada Tuhan, tidak berarti ritual yang dilakukan dengan perbuatan musyrik atau meniadakan Tuhan.

Sedangkan dalam konteks pemikiran George Homans

menunjukkan antara ritual dan kecemasan. Menurut Homans, ritual lahir berawal dari kecemasan. Dari segi tindakannya ia membagi kecemasan

menjadi kecemasan yang bersifat “sangat” yang ia sebut dengan

kecemasan primer, dan kecemasan yang biasa yang ia sebut dengan kecemasan yang bersifat skunder. Selanjutnya Homans menjelaskan bahwa kecemasan primer melahirkan ritual primer dan kecemasan skunder melahirkan ritual skunder.

Ritual primer sebagai upacara yang bertujuan mengatasi kecemasan meskipun tidak langsung berpengaruh terhadap tercapainya tujuan, dan ritual skunder sebagai penyucian untuk kompensasi

kemungkinan kekeliruan atau kekurangan dalam ritual primer.43

Dari pengertian serta konsep ritual yang telah terpaparkan diatas, yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah ritual yang dilakukan secara individual dengan cara banyak waktu untuk menyendiri dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tidak meninggalkan

43


(49)

41

kegiatan sehari-hari lainnya dengan aktifitas-aktifitas sebagai makhluk sosial bermasyarakat.

E.Aktivitas Sosial

Aktivitas adalah sebuah kegiatan maupun keaktifan44, yang mana

kegiatan ataupun keaktifan tersebut dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas dalam kehidupan tersebut memiliki banyak macam dan cara sesuai dengan kebutuhan yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sedangkan yang dimaksud dengan sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan

dengan masyarakat.45

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas sosial adalah sebuah kegiatan atau perilaku yang suka

memeperhatikan kepentingan umum, seperti suka menolong,

mendahulukan kepentingan umum, dermawan dan sebagainya. Jadi dapat disingkat lagi bahwa aktivitas sosial adalah suatu kegiatan yang berkaitan dengan masyarakat umum.

44

Kamisa, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Kartika, 1997), 23.

45

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 1093.


(50)

42

BAB III

TASAWUF, RITUAL DAN AKTIFITAS SOSIAL ABAH

DILLAH

A. Letak Geografis Obyek Penelitian

Yang dimaksud dengan letak geografis obyek penelitian adalah gambaran umum tentang letak dan kondisi pada tempat penelitian tersebut, yang mana dalam penelitian ini penulis mengambil sebuah obyek penelitian di Pondok Pesantren Watu Bodo dengan pengasuh pondok pesantren tersebut sebagai obyek primer. Yang mana pondok pesantren watu Bodo tersebut terletakt di daerah Ujungpangkah, tepatnya pada desa Pangkah Kulon.

Pondok Pesantren Watu Bodo ini di dirikan pada tahun 1991 di dusun Tegal Sari Desa Pangkah Kulon Ujungpangkah oleh H. Abdillah Anas. Yang mana pada saat itu yaitu saat penelitian berlangsung lahannya masih berupa bebatuan cadas yang terletak di sebelah selatan dan sebelah uatara dan timur pondok pesantren tersebut merupakan bentangan luas perkebunan milik masyarakat setempat. Karena banyaknya batu-batuan besar yang terdapat diantara sisi-sisi pondok tersebut maka pondok tersebut diberikan nama Pondok Pesantren Watu Bodo, makna yang tersirat dari penamaan tersebut adalah perkumpulan orang-orang yang selalu berkembang dan semakin kuat.


(51)

43

B. Biografi Abah Dillah

Nama lengkap dari Abah Dillah adalah H. Abdillah Anas bin H. Anwar Kholil (Afid) bin H. Ghufron (Dahlan) bin Tafsiranom bin Sayid Mahali bin Sayid Abdur Rahman as Sambasi. Abah Dillah adalah dilahirkan di Pangkah Wetang Ujungpangkah Gresik pada tanggal 10 Juni 1962 tepatnya di dusun Krajan. Ibunya bernama Hj. Maisaroh dan ayahnya bernama H. Anwar Kholil. Abah Dillah merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Beliau berasal dari keluarga yang sederhana, dengan didikan agama yang keras sehingga mampu memebentuk karakter seorang

Abah Dillah menjadi manuisa yang bermoral tinggi.1

Sejak kecil Abah Dillah sudah memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan saudara yang lainnya, yaitu kecerdasannya, sikap keberanian dan juga keterampilan praktis yaitu seperti berdagang, yang mana pada saat itu berdagang merupakan bagian besar dari mata pencaharian masyarakat Ujungpangkah. Perkembangan karakternya kini semakin terlihat dari upaya-upaya yang dilakukannya. Dimana ia selalu berupaya dalam mengembangkan berbagai bidang seperti dalam bidang keagamaan kepada para santri dengan segala kemampuannya serta dalam mengemban tugas yang dibebankan kepadanya.

Terwujudnya karakter yang sedemikian tidak berarti bahwa Abah Dillah telah menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi

1


(52)

44

sebagaimana pada zaman sekarang. Pada masa belajarnya dulu Abah Dillah tidak tamat dalam pendidikan formalnya meskipun itu dalam tingkatan pertengahan atau Madrasah Tsanawiyah,, akan tetapi Abah Dillah telah menejaljahi berbagai pondok pesanter yang ada di Jawa Timur bahkan sampai ke Jawa tengah untuk belajar mendalami agama yang bertujuan agar bisa mendekatkan diri kepada allah hinga merasa sedekat mungkin.

Sepulangnya dari menjajaki berbagai pesantren, ia kemudian perlahan mampu mendirikan sebuah pondok pesantren yang mana pondok Tersebut ialah Pondok Pesantren Watu Bodo yang dikelolahnya sendirian dengan beberapa santri yang ikut belajar di pondok tersebut. Nama pondok pesantren Watu Bodo ini bukan berarti batu yang bodoh seperti anggapan masyarakat pada umumnya, melainkan maknanya adalah dikatakan “watu” karena pada sekitar pondok tersebut terdapat batu besar yang keras, dan tidak sedikit orang yang datang ke pondok tersebut adalah orang-orang yang berhati keras serta iman yang lemah. Sedangkan “bodo” adalah dari istilah jawa yaitu ramai, yang dimaknai suci atau fitrah, seperti orang jawa

mengatakan hari raya adala bodo yang dalam istilahnya adalah kembali ke

fitri.2

2


(53)

45

C. Tasawuf dalam pandangan Abah Dillah

Tasawuf merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang bagaimana mendekatkan diri kepada Allah. Dalam pandangan Abah Dillah tasawuf diartikan sebagai suatu perjalanan yang disebut dengan semedi atau bertafakkuur. Tasawuf juga diartikan sebagai perjalanan dalam nikmatnya menikmati hidup, seperti ketika berada di suatu tempat yang sangat ramai dan penuh kemewahan tidak pernah merasa ramai dan mewah, dan apabila sedang menyendiri seperti sedang bertafakkur atau sedang berdiam di dalam masjid atau tempat tertentu juga tidak merasakan kesepian. Artinya bahwa bahwa hidup ini sangat sederhana dan biasa-biasa saja dimanapun kita berada, yaitu dengan satu tujuan yaitu untuk mengabdi kepada Allah SWT.

Dari pernyataan yang dijelaskan Abah Dillah tentang tasawuf menurut pandangannya tersebut, kemudian beliau mencontohkan tasawuf itu seperti: ketika seorang manusia itu diberikan nikmat oleh Allah SWT misalnya berupa suami atau istri yang cantik atau suami yang tampan, akan tetapi ia selalu merasakan biasa-biasa saja,artinya bahwa semua itu di nikmati dengan penuh kesederhanaan dan kembali lagi kepada Allah SWT

yaitu

ه ه ا

.

Artinya bahwa jangan sampai kita menikmati nikmat

yang telah diberikan kepada kita dengan menuhankan nikma tersebut yaitu jika istri terlalu cantik maka terlalu dimanjakan atau berlebihan dalam


(54)

46

memanjakan seorang anak itu tidak boleh, karena semua hanya titipan dan sebaiknya menyikapi semua itu dengan kesederhanaan.

Adapun contoh lain yaitu, apabila seseorang diberikan rizki yang lebih maka ia tetap merasakan biasa-biasa saja dan tetap dirasakan sebagai nikmat yang sederhana, dan apabila kita diberikan kemiskinan di dunia juga tetap merasakan biasa-biasa saja tanpa mengeluh dengan semua yang

diberikan, karena semua adalah kembali kepada

ه ه ا

.

3

Dan begitupun tasawuf bukan berarti orang yang harus berdiam diri terus menerus untuk mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi seseorang yang berjiwa sufi tersebut apabila ia berada di tempat manapun selalu merasa dekat dengan Allah dengan segala kesederhanaan dalam hidupnya. Dari beberapa penjelasan Aabah Dillah tentang tasawuf tersebut, adapun perilaku ataupun ciri-ciri Abah Dillah yang merupakan karakteristiknya yitu berbeda dengan lainnya, diantaranya tidak memakai alas kaki.

Alasan yang dikemukakan oleh seorang Abah Dillah tidak memakai alas kaki adalah sangat singkat, yaitu bahwa Abah Dillah tidak

ingin berpola hidup yang neko-neko, beliau mengatakan bahwa kebiasaan

yang seperti itu adalah bagian kesederhanaan dalam hidupnya, karena menurutnya Islam itu mengajarkan kesederhanaan. Selain alasan tersebut, beliau juga mengatakan bahwa beliau tidak memakai alas kaki karena mengatakan bahwa seisi bumi ini adalah suci, terkecuali jika memang

3


(55)

47

benar-benar terlihat najis maka harus dihindari. Semua yang terdapat di Bumi ini dianggap suci karena najis pun terdiri dari beberapa macam, jika

najis itu tidak nampak atau ‘ainiyahnya ataupun mugholadloh dan

mukhofafah, maka semuanya itu dianggap suci.

Sebuah prilaku yang dirasa cukup aneh dan tidak biasanya dilakukan oleh para kiai pada umumnya. Akan tetapi hal tersebut bisa menjadi sebuah pelajaran penting dan memberikan manfaat bagi para santri khususnya dan para masyarakat sekitarnya yaitu, mereka mengetahui bahwa tujuan manusia hidup adalah mendekatkan diri kepada Allah. Bukan berarti bahwa para santri atau masyarakkat tersebut mengikuti Abah Dillah tidak memakai alas kaki, tapi mereka jadi lebih mengerti dari tujuan hidup di dunia ini.

Dimana ia mengatakan bumi ini suci adalah berdasarkan pada

cerita kisah Nabi Musa a.s ketika menerima wahyu di bukit Thuwa, yang

mana pada saat itu sebelum Nabi Musa menginjakkan kaki di lembah tersebut beliau mendapatkan perintah yaitu seruan untuk melepaskan alas kakinya, karena sesungguhnya bumi ini suci. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat T}a>ha> ayat 11-12:

ِداَوْلِِ َكمنِإ َكْيَلْعَ ن ْعَلْخاَف َكّبَر َََأ ِِِّإ ،رَسوُم ََ َيِدوُن اَ َتَأ اممَلَ ف

.ىاوُط ِسمدَقُمْلا

Maka ketika ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: "Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tinggalkanlah kedua


(56)

48

terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa(Q.

S. T}a>ha> 11-12).4

Ciri lain pada diri Abah Dillah yaitu selalu mengenakan pakaian hitam terutama pada saat melakukan ritual tarekatnya. Alasan berpakaian tersebut sebagaimana dalam cara berpakaiannya adalah Abah Dillah berpakaian hitam ini meneladani sikap dari Sunan Kali Jaga yang merasa

bahwa dirinya masih penuh dengan dosa.5

Dan pakaian hitam ini merupakan pakaian yang netral, artinya semua bisa bergabung tanpa memilih antara yang satu dan yang lain. Kemudian ia juga suka berambut panjang, seperti berbaju hitam, bahwa rambut panjang baginya adalah salah satu cara untuk melatih kesabaran yaitu dimulai dengan merawat dirinya sendiri, karena baginya berambut panjang tidaklah mudah, melainkan penuh kesabaran dalam merawatnya,

seperti mebersihkan dan menyisirnya.6

D. Ritual

a) Wirid

Wirid yang dilakukan Abah Dillah adalah wirid yang sama dengan apa yang kita lakukan sehari-hari, tanpa perbedaan dan tanpa ke khusususan seperti yang di bayangakan oleh banyak orang yang

tidak tahu akan sosok beliau.

4al-Qur’a>n, 20:11-12. 5

H. Abdillah Annas, Wawancara, Pangkah Kulon, 25 Maret 2015.

6


(57)

49

b) Sholat

Sholat pun tidak ada perbedaan antara sholat kita dengan sholatnya Abah Dillah, akan tetapi kembali lagi kepada keyakinan kita masing-masing karena apa yang dilakukan beliau benar maka ya benar bagi beliau akan tetapi jika menurut keyakinan kita salah maka salah apa yang dilakukan beliau, akan tetapi pada dasarnya apa yang beliau lakukan adalah sama dengan apa yang lakukan baik gerakan, bahkan bacaanya pun sama apa yang kita baca.

c) Dzikir

Dalam tasawuf, dzikir merupakan saka guru tarekat. Dalam hal

ini Al-Ghazali mengatakan: “dzikir adalah rukun yang paling kokoh

bagi menuju jalan kepada Allah yang Maha Tinggi”. Seseorang tidak

akan sampai pada ma’rifatullah kecuali dengan melakukan ibadah

kepada Allah seperti melakukan dzikir terus menerus.

Dzikrullah adalah suatu ibadah yang sangat mulia dan begitu dianjurkan. Keutamaan dan nilai dari ibadah begitu besar dan beragam. Bahkan dapat disimpulkan bahwa sangat tidak sebanding antara upaya dan energi yang dikeluarkan untuk melakukan ibadah dzikir dengan keutamaan yang disediakan. Sesungguhnya dzikir merupakan bentuk ibadah yang sangat mudah, dimana dzikir tidak begiitu banyak memerlukan upaya dan pengorbanan besar. Adapun faedah-faedah dzikir adalah sebagai berikut:


(58)

50

1) Mengusir, mengalahkan dan menghancurkan setan

2) Mendapat keridloan Allah.

3) Menghilangkan rasa susah dan kegelisahan hati.

4) Membuat hati menjadi senang, gembira, dan tenang.

5) Dapat menghapus dan menghilangkan dosa-dosa.

6) Dapat menyelamatkan seseorang dari kepayahan di hari

kiamat.

7) Dzikir merupakan tanaman di surga.7

Dzikrullah adalah suatu ibadah yang sangat mulia, dan itu pula yang dilakukan oleh Abah Dillah dengan santrinya, tidak ada perbedaan antara dzikir kita dengan dzikir Abah Dillah baik dari segi ucapan, pelafalan bahkan tulisan-tulisan itu juga sering kita baca baik

ketika sholat, ketika kita berdo’a, semunya sama akan tetapi setiap

dzikir mempunyai tujuan yang sama yakni mendekatkan kita terhadap sang khaliq atau sang pencipta yakni Allah SWT.

Dzikir yang dilakukan oleh Abah Dillah dan santrinya di lakukan secara terus menerus atau setiap waktu tetapi ada sebuah ritual khusus yang dilakukan beliau dengan santrinya yakni beliau melakukan istighosah bersama santrinya dan warga sesetikitar pada setiap bulan dan di tepatkan pada malam sebelas pada setiap bulan hijriyah dan itu dilakuan sudah berlangsung lama, pada saat itu semua

7

Shaleh bin Ghanim al Sadlan, Do’a Dzikir Qouli dan Fi’li (ucapan dan tindakan), (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 3


(59)

51

baik santri pondok atau masyarakat sekitar semua berbondong-bondong untuk melakukan kegiatan tersebut itu pun juga bukan dari warga sekitar saja, akan tetapi ada juga orang yang luar daerah datang untuk menghadiri acara istighosah tersebut padahal sebelumnya tidak ada yang memberitahu atau memberi pengumuman, mungkin karena kahrisma beliau lah yang menuntun orang-orang yang di luar daerah luar kecamatan ujung pangkah untuk ikut andil dan berdzikir bersama beliau.

Adapun bacaan dziikir yang selalu digunakan oleh Abah Dillah dan santrinya adlah sebagai berikut:

ظع ه غ س

ظع ع ه ب ا ا حا

س ع ص

د س أ ع د

ه

صب ع س

خ ئ

ه ك ص ح

غ غ ه

ح ك ه ا ه ا

ح ب ح

ث غ س ك


(60)

52

ك ع ه سح

سب

ح ح ه

ع ب

س ف

هب ج ف ف ك

ه ضف س

ا س إ ب ك ه ك ه ك ه

ف ع ص ف

ا

ح ب صح

ف أب ء س ع عف ب

ظع ع ه ب ا ا حا ف ف

س ح ح ح س ش

ج

س ع ع ع

س

هاإ

س ا هء ش ه سب

هاإ ء س ف ص ا هء ش ه سب

هاإ ء ب ف ص ا هء ش ه سب

هاإ ع ف ص ا هء ش ه سب

هاإ

ء عأ ف ص ا هء ش ه سب

ه ف ع ك هء ش ه سب

ه ب ا ا حا هء ش ه سب


(61)

53

ع

عض

أ

ع س

ب ج

ئ خ ه سب ف ع

Ada yang menarik dari apa yang dilakukan Abah Dillah dan santrinya dan pasti semua orang berbondong-bondong datang ke pondok untuk mengikuti kegiatan istigosah tersebut yakni bertepatan dengan maulid Nabi Muhammad SAW semua warga sekitar dan bahkan di luar daerah semua datang untuk menghadiri acara tersebut, tidak tertutup kemungkinan semua kiai datang untuk menghadiri acara tersebut bahkan bukan hanya itu orang yang selevel menteri ada juga yang datang pada acara tersebut.

Abah Dillah juga pernah mendatangkan seorang penyanyi kawakan yakni Iwan Fals, itu merupakan bentuk kepedulian beliau terhadap pemuda sekaligus mengajak warga sekitar dan daerah yang lain untuk melakukan dzikir bersama, selain itu beliau juga merangkul pemuda-pemuda daerah sekitar untuk menyerukan berdzikir bersama dan sekaligus memberikan pesan pesan moral terhadap pemuda-pemuda sekitar dengan menyerukan lagu-lagu Iwan Fals, karena pada saat itu yang datang bukan hanya dari daerah sekitar saja akan tetapi bahkan ada pula yang dari Surabaya dan sekitarnya, karena kita tahu bahwasanya penggemar Iwan Fals adalah pemuda-pemuda dan bahkan orang tua dan anak-anak juga.

Itulah bentuk dzikir yang dilakukan Aba Dillah dan santrinya, selain mengajak kebaikan beliau juga secara tidak langsung


(1)

64

Selain ayat Al-Qur’an tersebut, terdapat pula hadith yang menjelaskan tentang kezuhudan, salah satu hadits tersebut adalah sebagai berikut:

م ه لوسر سلج لاق ه يردخا ديعس يأ نع

نإ لاقف لوح ا سلجو ا لا رلع

يع قفتم اهت يزو ايندلا ةر ز نم مكيلع حتفي ام يدعب نم مكيلع فاخأ اِ

Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu „anhu , katanya: “Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam duduk di atas mimbar dan kita duduk di sekitarnya, lalu beliau Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya – yakni bahwa meluapnya kekayaan pada ummat Muhammad inilah yang amat ditakutkan, sebab dapat merusakkan agama jikalau tidak waspada mengendalikannya.” (Muttafaq’alaih)


(2)

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tasawuf Abdillah Annas atau yang biasa dipanggil Abah Dillah adalah sebagai berikut:

1. Dari perilaku Abah Dillah yang mencerminkan ketasawufan tersebut yang menjadi sumber dari apa yang telah dilakukannya sebagai sumber yang diyakini adalah Al-Qur’an dan hadits Nabi yang telah dicerminkan pada perilaku keseharian dalam kehidupan beliau yang termasuk dalam kategori tasawuf, yaitu pada Al-Qur’an surat T}a>ha> ayat 11-12.

2. Perilaku Abah Dillah mencerminkan sikap kezuhudan yang merupakan ciri tasawuf, hal tersebut dapat dilihat dari beberapa contoh kehidupan seperti beliau tidak pernah memakai alas kaki kemanapun beliau pergi. Akan tetapi tidak memakai alas kaki tersebut bukan tanpa alasan, melainkan karena kesederhanaan hidup yang ia jalani. Bahwasanya, perilaku tasawuf Abah Dillah tersebut termasuk tarekat ghoiru mu’tabarah.

B. Saran

Hasil akhir dari penelitian di atas belum bisa dianggap sebagai penelitian yang sempurna. Mungkin masih terdapat hal-hal yang


(3)

66

Maka penulis menyarankan agar penelitian yang selanjutnya bisa lebih baik dan lebih lengkap dari penulisan penelitian ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul, Munir, IlmuTasawuf. Jakarta: Amzah, 2012.

An-Nisabury, Imam Al-Qusyairiy,RisalahQusyairiyah,

IndukIlmuTasawuf.Surabaya: RisalahGusti, 1996.

Anwar, Rosihon, IlmuTasawuf. Bnadung: CV PustakaSetia, 2004.

Armando, Nina M., Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT IchtiarBaru Van Hoeve, 2005.

Asmaran, PengantarStudiTasawuf. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 1996.

Atjeh, H. Aboebakar, PengantarSejarah Sufi &Tasawuf.Solo: Ramadhani, 1990.

Barmawie, Umare, SistematikaTasawuf. Solo: Ramadani, 1994.

Bungin, Burhan, MetodePenelitianKuantitatif. Jakarta: Kencana, 2011.

Chittick,William C., Tasawuf Di Mata Kaum Sufi. Bandung: Mizan, 2002.

Gulen, Fathullah,Kunci-kunciRahasia Sufi. Jakarta: Srigunting, 2010.

Haeri, SyekhFadhlallah, Dasar-DasarTasawuf. Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003.

Hakim,AtangAbd, – Mubarok, Jaih,MetodologiStudi Islam.Bandung: PT RemajaRosdakarya, 2009.


(5)

Kartanegara, Mulyadi, MenyelamiLubukTasawuf. Jakarta: PenerbitErlangga, 2006.

Lewishon, Leonard,Warisan Sufi, Sufisme Persia Klasik Dari PermulaanHingga

Rumi. Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2002.

Nawawi, Ismail, RisalahDzikir&Do’a, PenerobosTiraiRahasiaIlahi (Tinjauan

Dari SudutAqidah, FiqihdanTasawuf). Surabaya: KaryaAgung,

2008.

Permadi, PengantarIlmuTasawuf. Jakarta: RinekaCipta, Cet.2, 2004.

PusatBahasaDepartemenPendidikanNasional, KamusBesarBahasa Indonesia, (Jakarta: BalaiPustaka, 2003), 1093

alSadlan, Shaleh bin Ghanim, Do’aDzikirQoulidanFi’li (ucapandantindakan). Yogyakarta: MitraPustaka, 2004.

Siregar, Rivay,Tasawuf Dari SufismeKalsikKe Neo-Sufisme. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2002.

Sugiyono, MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

Sukamto, KepemimpinanKiaiDalamPesantren. Jakarta: LP3ES, 1999.


(6)

Flanzheis, AkhlakulKaramah,http://falnzheis.blogspot.com/2009/10/28/Tasawuf (Senin, 03 Juli 2015, 09.15).

H. AbdillahAnnas, Wawancara. PangkahKulon, 25 Maret 2015.

Yusuf, Wawancara. PangkahKulon, 12 Mei 2015.