Mas Mansur Ketua PP Muhammadiyah Termuda

Mas Mansur Ketua PP Muhammadiyah Termuda
Hasil Protes Angkatan Muda Muhammadiyah
Ketua Pimpinan Pusat (baca Pengurus Besar) Muhammadiyah yang keempat adalah Kiai Haji
Mas Mansur dari Surabaya. Ia menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada usia 41
tahun. Ini merupakan usia Ketua PP Muhammadiyah termuda, hingga saat inipun belum ada
yang menyainginya. (lihat tabel). Usia muda ternyata tidak menghalangi untuk memimpin
Muhammadiyah, di dalam masanya banyak terobosan yang ia lakukan.
Tabel Usia Ketua PP Muhammadiyah Saat Dikukuhkan
No

Nama Ketua PP

Tanggal Lahir

Tahun
Usia
Diangkat
Diangkat
1.
KHA Dahlan
1868

1912
44 Tahun
2.
KH Ibrahim
7 Mei 1874
1923
49 Tahun
3.
KH Hisyam
10 November 1883 1934
51 Tahun
4.
KH Mas Mansur
25 Juni 1896
1937
41 Tahun
5.
Ki Bagus Hadikusuma
1900
1942 (1944) 42 (44) Thn

6
Buya AR Sutan Mansur
15 Desember 1895 1953
58 Tahun
7
KH Yunus Anis
3 Mei 1903
1959
56 Tahun
8.
KH Ahmad Badawi
5 Februari 1902
1962
60 Tahun
9.
KH Faqih Usman
2 Maret 1904
1968
64 Tahun
10. KH AR Fachruddin

14 Februari 1916
1968 (1971) 52 (55) Thn
11. KH A Azhar Basyir MA
21 November 1928 1990
62 Tahun
12. Prof Dr HM Amien Rais MA 26 April 1944
1994 (1995) 50 (51) Thn
13. Prof Dr HA Syafii Maarif
31 Mei 1935
1998 (2000) 63 (65) Thn
Keterangan Tabel: angka dalam kurung adalah angka tahun atau usia Ketua saat dikukuhkan
dalam Muktamar (Kongres Muhammadiyah), sedangkan angka sebelumnya menunjukkan tahun
atau usia saat ia menjabat karena kekosongan Ketua periode sebelumnya..
Ia sendiri kenal Muhammadiyah langsung dari pendirinya (KHA Dahlan) yang sering menginap
di rumahnya saat bertabligh di Surabaya, resmi menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun
1921 (saat KHA Dahlan masih hidup). Aktivitas Mas Mansur dalam Muhammadiyah membawa
angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan.
Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap. Hal ini terlihat dari
jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian
menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika

Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943.
Mas Mansur dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres
Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat
sebelum Mas Mansur terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana yang
berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap kebijakan
Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu mengutamakan pendidikan, yaitu hanya mengurusi
persoalan sekolah-sekolah Muhammadiyah, tetapi melupakan bidang tabligh (penyiaran agama
Islam). Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus Besar
Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua, yaitu KH Hisyam (Ketua Pengurus Besar),

KH Mukjtar (Wakil Ketua), dan KH Syuja’ sebagai Ketua Majelis PKO (Pertolongan
Kesedjahteraan Oemoem).
Situasi bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Yogyakarta pada tahun
1937, ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada tiga tokoh tua
tersebut. Kelompok muda di lingkungan Muhammadiyah semakin kecewa . Namun setelah
terjadi dialog, ketiga tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri.
Setelah mereka mundur lewat musyawarah, Ki Bagus Hadikusuma diusulkan untuk menjadi
Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia menolak. Kiai Hadjid juga menolak ketika ia
dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Perhatian pun diarahkan
kepada Mas Mansur (Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur). Pada mulanya Mas Mansur

menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah.
Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar
Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan
demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah,
bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode
Mas Mansur juga banyak didominasi oleh Angkatan Muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas
dan progresif.
Terpilihnya Mas Mansur sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah meniscayakan untuk
pindah ke Yogyakarta bersama keluarganya. Untuk menopang kehidupannya, Muhammadiyah
tidak memberikan gaji, melainkan ia diberi tugas sebagai guru di Madrasah Mualimin
Muhammadiyah, sehingga ia mendapatkan penghasilan dari sekolah tersebut. Sebagai Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, Mas Mansur juga bertindak disiplin dalam berorganisasi.
Sidang-sidang Pengurus Besar Muhammadiyah selalu diadakan tepat pada waktunya. Demikian
juga dengan para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah. Berbeda dengan Pengurus Besar
Muhammadiyah sebelumnya yang seringkali menyelesaikan persoalan Muhammadiyah di
rumahnya masing-masing, Mas Mansur selalu menekankan bahwa kebiasaan seperti itu tidak
baik bagi disiplin organisasi, karena Pengurus Besar Muhammadiyah telah memiliki kantor
sendiri beserta segenap karyawan dan perlengkapannya. Namun ia tetap bersedia untuk
menerima silaturahmi para tamu Muhammadiyah dari daerah-daerah itu di rumahnya untuk

urusan yang tidak berkaitan dengan Muhammadiyah.(eff)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2004