PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN Pengaruh Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Pada Bayi Usia 36-39 Minggu.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN

PADA BAYI USIA 36-39 MINGGU

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh : Tri Wahyu Wulandari

J 120 110 061

PROGRAM STUDI SI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN PADA BAYI USIA 36-39

MINGGU

Oleh:

Nama : Tri Wahyu Wulandari Nim : J 120.110.061

Telah Membaca Dan Mencermati Naskah Artikel Publikasi Ilmiah, Yang Merupakan Ringkasan Skripsi (Tugas Akhir) Dari Mahasiswa Tersebut

Surakarta, 30 Juli 2015


(3)

HALAMAN PESETUJUAN NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN PADA BAYI USIA 36-39 MINGGU

Oleh :

Nama : Tri Wahyu Wulandari NIM : J120110061

Telah Membaca dan Mencermati Naskah Publikasi Ilmiah, Yang Merupakan Ringkasan Skripsi (Tugas Akhir) dari Mahasiswa tersebut

Surakrta, 30 Juli 2015

Menyetujui Pembimbing Utama


(4)

ABSTRAK

PROGRAM STUDI SARJANA FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI, 09 MARET 2015 CONDROWATI / J120110058

“ANALISIS POLA JALAN LANJUT USIA TERHADAP RISIKO JATUH DI POSYANDU LANSIA WILAYAH SURAKARTA”

V BAB, 61 Halaman.

(Dibimbing Oleh: Umi Budi Rahayu, Sst.FT., S.Pd., M.Kes dan Yulisna Mutia Sari.Sst.FT., M.Sc(GRS))

Latar Belakang: Pada lansia terjadi perubahan pola jalan terkait dengan

pengurangan kehalusan gerakan, ukuran langkah menjadi terbatas, dan kecepatan berjalan berkurang. Hal ini berdampak pada peningkatan risiko jatuh terkait dengan pola jalan. Pola jalan lansia dapat dikategorikan berdasarkan lebar langkah, panjang langkah, dan kecepatan berjalan.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui pengaruh pola jalan lanjut usia berdasarkan lebar langkah, panjang langkah, dan kecepatan berjalan terhadap risiko jatuh di Posyandu Lansia Wilayah Surakarta.

Manfaat Penelitian: Dapat mengetahui lebar langkah, panjang langkah, dan kecepatan berjalan lanjut usia terhadap risiko jatuh di Posyandu Lansia Wilayah Surakarta.

Metode Penelitian: Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah observasional dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel secara Simple Random Sampling dengan kriteria insklusi dan eksklusi. Pengukuran pola jalan dengan menggunakan parameter lebar langkah, panjang langkah, dan kecepatan berjalan, sedangkan alat ukur risiko jatuh menggunakan Dynamic Gait Index. Analisis statistik menggunakan Chi-Square dengan degree of confident sebesar 95%.

Hasil Penelitian: Analisis statistik didapatkan hasil lebar langkah lansia diluar nilai standar signifikan akan meningkatkan risiko jatuh (p= 0,001 < 0,05), lansia yang memiliki panjang langkah diluar nilai standar tidak signifikan

meningkatkan risiko jatuh (p= 0,883 > 0,05), dan lansia yang memiliki kecepatan berjalan diluar nilai standar tidak signifikan meningkatkan risiko jatuh (p= 0,090 > 0,05).

Kesimpulan: Secara statistik lebar langkah yang signifikan mempengaruhi risiko jatuh. Panjang langkah tidak signifikan mempengaruhi risiko jatuh. Kecepatan berjalan tidak signifikan mempengaruhi risiko jatuh


(5)

ABSTRACT

STUDY PROGRAM OF PHYSIOTHERAPY UNDERGRADUATE HEALTH FACULTY MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF SURAKARTA MINITHESIS, MARCH 9th 2015 CONDROWATI/ J120110058

“THE ANALYSIS GAIT OF THE OLD TOWARDS THE RISK OF FALLING IN THE INTEGRATED POST SERVICE OF OLD IN SURAKARTA

REGION”

(Counseled by: Umi Budi Rahayu, Sst.FT., S.Pd., M.Kes and Yulisna Mutia Sari.Sst.FT., M.Sc(GRS))

Background: In old the change in the gait relation to the reduction in movement refinement, happened measurement of the step became limited, and the speed walking decreased. This had an impact on the increase in the risk of falling in relation to gait. The gait of the old could be categorized be base width, stride length, and speed walking.

The Objective of Research: To know the influence of the gait of old be base width, stride length, and speed walking towards the risk of falling in the integrated post service of old in Surakarta Region.

The Benefit of Research: It could know base width, stride length, and speed walking of old towars the risk of falling in the integrated post service of old in Surakarta Region.

The Method of Research: The research kind in this research was observasional in the Cross Sectional research plan. Technically the taking of the sample in a manner Simple Random Sampling with criterian insklusion and eksklusion. The grating of gait by using wide parameters base width, stride length, and speed walking whereas the implement measured the risk of falling used Chi-Square with degree of confident of 95%.

Result of the Research: The analysis of statistics was obtained by result base width of old apart from the significant value of standard will increase risk of falling (p= 0,001 < 0,05), the old that had stride length apart from it’s not significant value of the standard increased risk of falling (p= 0,883 > 0,05), and

the old that had the speed walking apart from it’s not significant value of the

standard increased risk of falling (0,090 > 0,05).

Conclusion: Statistically, base width the significant influenced risk of falling. Stride length not significant influenced risk of falling. The speed walking not significant influenced the risk of falling.


(6)

PENDAHULUAN

Perkembangan motorik kasar anak usia 36-39 minggu, mempunyai kemampuan merangkak dengan tangan dan lututnya, menarik badan hingga berdiri dan berdiri menggunakan perabotan. Pada usia ini pemberian stimulasi motorik kasar sangat berperan penting, karena untuk mempersiapkan keseimbangan dan pengendalian postur tubuh. Selain itu hal yang paling penting ketika belajar adalah menstabilkan keseimbangan diatas satu kaki untuk mengayunkan kaki yang lain kedepan dan memindahkan berat tubuh sebagai tumpuan (Thelen, 2000 dalam Santrock, 2007). Dalam fase ini pemberian stimulasi motorik kasar dirasa tepat, karena stimulasi ini dapat mempersiapkan kekuatan otot, koordinasi dan keseimbangan yang diperlukan untuk fase selanjutnya. Menurut Sakarnadi 2014, fase berjalan berada pada usia 36-48 minggu. Terdapat 4 tahapan kemampuan berjalan bayi, yaitu merambat, ditataih, berdiri tanpa bantuan dan berjalan.

Berdasarkan latar belakang diatas dan pentingnya fase merangkak untuk tumbuh kembang bayi, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian “Pengaruh Stimulasi Assisted Crawling terhadap Kemampuan Merangkak pada Bayi Usia 16 –24 minggu”.

LANDASAN TEORI

Dalam konsep dasar pemikiran tumbuh kembang bayi terdapat beberapa istilah motor control, motor learning dan motor development. Motor control merupakan studi mengenai faktor-faktor fungsi saraf yang mempengaruhi gerak manusia. Fungsi saraf sangat berhubungan erat dengan sistem saraf, karena sistem


(7)

saraf merupakan bagian penting dalam memproduksi gerak manusia sebab sel-sel saraf yang merangsang otak untuk memproduksi gerak yang diinginkan (Ma’mun, 2000).

Menurut Mahendra (2006), motor learning merupakan serangkaian proses yang berkaitan dengan latihan atau pembekalan pengalaman yang akan menyebabkan perubahan dalam kemampuan individu untuk bisa menampilkan gerak yang terampil. Sedangkan Menurut Rosenbaum pada tahun 1991, yang menjelaskan bahwa motor development memiliki keterkaitan dengan studi-studi tentang reflex, dimana berbicara tentang refleks tidak lepas dari masalah motor kontrol. Teori tentang motor control dan motor learning merupakan bagian yang umum dari motor development. Sedangkan dalam suatu gerak yang dapat berubah seiring dengan kebiasaan yang terjadi secara berulang-ulang (dalam hal ini berupa latihan atau stimulasi) dalam keseharian bayi tidak lepas dari motor control dan motor learning ( Saputra, 2006 ).

Dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi, terdapat suatu peristiwa yang dialami yaitu masa percepatan dan masa perlambatan. Dengan pemberian stimulasi (rangsangan dari luar yang ada dilingkungan bayi dan balita) akan meningkatkan perkembangan bayi, salah satunya pada motorik kasar anak. Menurut Adolph motorik kasar merupakan keterampilan yang meliputi aktivitas otot besar seperti berguling, duduk, merangkak, berjalan dan berlari (Santrock, 2007).

Dalam hal ini, adanya pemberian stimulasi motorik yang diberikan (merupakan rangsangan dari luar yang ada dilingkungan bayi) untuk memberikan


(8)

bantuan suatu informasi yang baru berupa gerakan atau posisi berjalan, kemudian merangsang sensoris dari sendi – sendi di tubuh yang artinya telah disampaikan pesan untuk diterima lalu dipersepsi oleh otak dan stimulasi berupa latihan yang dilakukan secara berulang sebagai suatu proses pembelajaran sehingga menghasilkan suatu kemampuan dan kebiasaan serta maturitas motorik yang diperlukan untuk berjalan telah matang. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mengendalikan setiap gerakan yang dilakukan bayi. Semakin matangnya perkembangan sistem saraf otak yang mengatur otot memungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik bayi.

Stimulasi motorik kasar merupakan stimulasi yang diberikan kepada bayi (dari orang tua) untuk latihan kemampuan berjalan bayi, yaitu stimulasi berjalan dengan bantuan, stimulasi bermain bola, stimulasi membungkuk, stimulai berjalan sendiri dan stimulasi naik tangga (Sulistyawati, 2014).

Menuurut Sakarnadi pada tahun 2014, terdapat tahapan kemampuan berjalan pada bayi, yaitu merambat (dimana bayi akan memegang perabot rumah dan mengangkat badannya hingga berdiri. Kemudian beberapa saat bayi akan mencoba untuk beberapa langkah menggeserkan badannya), ditatih (tahapan bayi selanjutnya memasuki masa diaman bayi mulai memiliki kaki yang kuat untuk menahan berat badannya, sehingga bayi mampu berdiri dan mengayunkan langkah kakinya denga bantuan dipegang), berdiri tanpa bantuan (tahapan ini merupakan bagian terpenting dari berjalan. Jika bayi sudah bisa berdiri tanpa bantuan, berarti dia sudah memiliki keseimbangan yang bisa menjadi bekalnya


(9)

untuk berjalan), berdiri (Tahapan bayi berjalan memasuki masa matang dimana langkah kaki bayi mulai mantap dan bahkan menjadi ahli dalam berjalan. Pada masa itu, bayi mulai menunjukkan tanda ingin berjalan sendiri tanpa perlu bantuan dari ibu).

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini bertempat di Posyandu Flamboyan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2015. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 10 orang dengan 5 bayi sebagai kelompok perlakuan dan 5 bayi sebagai kelompok kontrol.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah stimulasi motorik kasar sedangkan variabel terikat adalah kemampuan berjalan pada bayi usia 36-39 minggu.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode dengan pre and post test with control group design. Responden terbagi menjadi 2 kelompok dengan 5 responden di kelompok perlakuan dan 5 responden di kelompok kontrol.

Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu, dengan rata – rata usia bayi mulai dari 36 minggu. Pengambilan data pertama adalah responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu orang tua responden mengisi informed concern. Peneliti membagi responden menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan, dengan diberikan stimulasi motorik kasar dan massage baby,


(10)

serta kelompok kontrol yang hanya diberikan massage baby saja dan pada perlakuan ke 12 dilakukan pengukuran akhir (post test).

Pada kelompok perlakuan sebelum diberikan latihan, orang tua responden akan diberikan tes kemampuan pemberian stimulasi motorik kasar. Setelah dinyatakan lulus dapat melakukan stimulasi dengan tepat, maka orang tua responden dapat memberikan latihan tersebut.

Tabel 4.1 Distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, panjang badan dan berat badan.

No Variabel (Usia)

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1. 36-37 minggu 5 100% 4 80%

2. 38-39 minggu 0 0% 1 20%

No Variabel (Jenis Kelamin)

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1. Laki – laki 3 60% 4 80%

2. Perempuan 2 40% 1 20%

No Variabel (Panjang Badan)

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1. 60 – 65 cm 1 20% 3 60%

2. 66 – 71 cm 4 80% 2 40%

3. 72 – 77 cm 0 0% 0 0%

No Variabel (Berat Badan)

Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase

1. 7,5 – 9 Kg 3 60% 1 20%

2. 9,1 – 10,6 Kg 2 40% 4 80%

a. Usia

Berdasarkan Tabel 4.1 tentang distribusi responden berdasarkan usia, menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan dari usia 36 – 39 minggu responden dengan usia minimum terdapat 3 orang (60%) dengan jumlah terbanyak yaitu usia


(11)

36 minggu, dan usia maksimum terdapat 2 orang (40%) dengan jumlah paling sedikit yaitu usia 37 minggu. Sedangkan pada kelompok kontrol dengan usia minimum terdapat 2 orang (40%) dengan jumlah terbanyak yaitu usia 36 minggu, dan usia maksimum terdapat 1 (20%) dengan jumlah paling sedikit yaitu usia 38 minggu.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan Tabel 4.1 tentang distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan jumlah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu 3 orang (60%) dan kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (80%). Sedangkan kelompok perlakuan jumlah responden berjenis kelamin perempuan yaitu 2 orang (40%) dan kelompok kontrol berjenis kelamin perempuan yaitu 1 orang (20%). Ini menunjukkan bahwa jumlah responden laki –laki lebih banyak dari pada jumlah responden perempuan baik dikelompok perlakuan maupun di kelompok kontrol.

c. Panjang Badan dan Berat Badan

Berdasarkan Tabel 4.1 tentang distribusi responden berdasarkan panjang badan, menunjukan bahwa pada seluruh jumlah responden rata – rata (mean) dari panjang badan yaitu 68,00 cm.

Pada tabel responden yang menjelaskan tentang berat badan menunjukan bahwa rata – rata (mean) dari jumlah berat keseluruhan responden yaitu 9,08 kg.


(12)

Hasil Kemampuan Berjalan Bayi Usia 36 – 39 Minggu

Berikut adalah grafik hasil atau post test responden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Tertera pada Grafik 4.2.

M er am b at M er am b at M e ra m b a t D it it a h D it it a h M e ra m b a t M e ra m b a t M e ra m b a t M e ra m b a t M e ra m b a t 35 36 37 38 39 40 41 42 43

Bayi A Bayi B Bayi C Bayi D Bayi E Bayi an. V Bayi an. W Bayi an. X Bayi an. Y Bayi An. Z U si a B ayi ( P er m in ggu ) Pre Test Post Test

Grafik 4.2 Grafik pre test dan post test responden pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol

Berdasarkan hasil Grafik 4.2 yang ditunjukkan diatas, pada hasil pre test dan post test baik kelompok perlakuan dan kelompok kontrol jumlah responden yang memiliki tahapan perkembangan berjalan pada nilai 4 (Berjalan) berjumlah 1 orang, pada nilai 3 (Berdiri tanpa bantuan) berjumlah 3 orang, pada nilai 2 (Dititiah) berjumlah 5 orang dan pada nilai 1 (Merambat) berjumlah 1 orang. 1. Nilai 4 (Berjalan)

Pada hasil penelitian ini, terdapat 1 responden yang memiliki tahapan berjalan pada nilai 4 (berjalan). Berjalan merupakan tahapan bayi yang


(13)

memasuki masa matang dimana langkah kaki bayi mulai mantap dan sempurna sehingga bayi semakin mandiri dan percaya diri dengan kemampuan barunya. Tahapan ini sudah memerlukan gerankan yang kompleks pada saat melakukannya, namun responden belum mampu berjalan dengan baik dan benar. Diperlukan kekuatan otot yang sudah kuat dan kontrol keseimbangan yang sudah lebih baik. Pada umumnya Bayi mulai belajar berjalan di atas usia 36-39 minggu. Ada yang sudah berjalan sebelum usia 12 bulan, ada pula yang baru berjalan pada usia 15 – 18 bulan.

2. Nilai 3 (Berdiri Tanpa Bantuan)

Dari grafik 4.2 yang ditunjukkan diatas, terdapat 3 responden yang berada pada tahapan ini. Dengan jumlah 2 orang dari kelompok perlakuan dan 1 orang dari kelompok kontrol. Berdiri tanpa bantuan adalah tahapan berjalan dimana keseimbangan bayi untuk memasuki fase berjalan pada fase ini sangat baik. Tungkai, punggung dan lengan mampu untuk menjaga postur dan melebarkan kakinya seperti posisi kuda-kuda dengan kedua tangan mengarah kedepan saat berdiri mandiri. Umumya usia bayi yang berada di tahapan ini adalah usia 40–44 minggu. Pada tahapan ini keadaan seluruh kekuatan otot dan kontrol keseimbangan sudah semakin baik, seiring dengan bertambahnya usia. 3. Nilai 2 (Dititah)

Jumlah responden yang memiliki nilai post test 2 berjumlah 5 orang. Dengan jumlah 2 orang dari kelompok perlakuan dan 3 orang dari kelompok kontrol. Dititah merupakan tahapan berjalan bayi dimana bayi belum mampu menapak kaki dengan sempurna dan belum mampu menjaga keseimbangan


(14)

dengan baik saat ingin melangkah. Pada umumnya usia bayi pada tahapan ini adalah usia 36 minggu.

4. Nilai 1 (Merambat)

Jumlah responden yang memiliki nilai post test 1 terdapat 1 orang dari kelompok kontrol. Merambat merupakan tahapan kemampuan berjalan bayi dengan kemampuan menarik badan hingga posisi berdiri dengan bantuan perabotan, kemudian saat memindahkan badan dari posisi bediri bayi hanya mampu berjalan kesamping dan bayi belum mampu berdiri tegap, kaki masih terlihat sedikit menekuk serta posisi jari-jari kaki masih menekuk. Umumnya usia bayi pada tahapan merambat yaitu usia 32 minggu.

Dari beberapa teori dan data-data yang telah di paparkan, maka dapat dijelaskan bahwa semakin banyak stimulasi yang dilakukan orang tua responden di rumah, ditambah massage baby yang dilakukan secara rutin serta stimulasi motorik kasar untuk stimulasi berjalan yang ditujukan untuk persiapan dan penguatan otot – otot tubuh responden, maka semakin cepat perkembangan kemampuan berjalan bayi sesuai dengan kemampuan perkembangan usianya.

Dengan kurangnya stimulasi yang dilakukan orang tua responden di rumah, walaupun hanya dengan massage baby saja setiap 1 minggu sekali tanpa stimulasi, maka perkembangan kemampuan merangkak bayi akan lebih lambat dari pada yang diberikan tambahan stimulasi tumbuh kembang setelah massage baby.


(15)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

a. Ada pengaruh stimulasi motorik kasar terhadap kemampuan berjalan pada bayi usia 36-39 minggu.

b. Pada usia 36-39 minggu tahapan merangkak bayi berada di tahapan 2 (ditatih).

c. Semakin sering stimulasi yang dilakukan orang tua bayi, ditambah massage baby serta stimulasi tumbuh kembang yang rutin, maka akan semakin cepat dan optimal pertumbuhan dan perkembangan motorik dan sensorik bayi yang sesuai dengan usianya.

d. Apabila kurangnya stimulasi yang dilakukan orang tua bayi, maka pertumbuhan dan perkembangan kemampuan berjalan bayi akan lambat dan kurang optimal dibandingkan dengan bayi yang di stimulasi secara rutin. Saran

a. Bagi Orang Tua Bayi

Agar orang tua melakukan stimulasi tumbuh kembang berupa stimulasi motorik kasar setiap hari selama kurang lebih 15 menit sampai bayi usia 48 minggu.

b. Bagi Fisioterapis

Pada saat melakukan massage baby agar fisioterapis menambahkan stimulasi untuk tumbuh kembang bayi dan untuk usia 36-48 minggu dapat diberikan stimulasi motorik kasar.


(16)

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini menjadikan evidence based theory untuk stimulasi tumbuh kembang bayi dan pengembangan keilmuan fisioterapi pediatric.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian lebih lanjut mengenai stimulasi tumbuh kembang bayi agar penelitian yang akan datang dapat lebih baik lagi.


(17)

DAFTAR PUSTAKA

Governor, M Jodi Rell. 2005. Connecticut’s Guidelines for the Development of Infant and Toddler Early Learning. Connecticut Departement of Social Services

Harvey, Lisa. 2010. Final report for Ageing Disability and Home Care Department of Human Services. Diakses 2 Februari 2015.

www.physiotherapyexercises.com

Kholifah, Siti Nur. 2014. Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu di Kelurahan kemayoran Surabaya. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan Vol.1 No. 1

Mahendra, Agus. 2006. Teori Belajar Motorik. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Terbuka. Diakses tanggal 20 Mei 2015

http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/1963082 41989031-AGUS_MAHENDRA/Kumpulan_makalah_bahan_penataran( Agus_Mahendra)/Teori_Belajar_Motorik.pdf

Ma’mun, Amung,.dkk. 1999/2000. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Nadiyah. 2014. Perbandingan Status Gizi Balita, Data SUSENAS 2005 Berdasarkan Rujukan Harvard, NCHS, CDC dan Standar WHO. Universitas Esa Unggul. Diakses tanggal 27 juni 2014.

http://www.esaunggul.ac.id/article/perbandingan-status-gizi-balita-data-s usenas-2005-berdasarkan-rujuka%20n-harvard-nchs-cdc-dan-standar-wh o/

Sakarnadi, Anni. 2014. Tahapan Perkembangan Bayi Umur 7-14 Bulan. Diakses

tanggal 11 Mei 2015.

http://duniasehat.com/2014/03/30/tahapan-perkembangan-bayi-umur-7-1 2-bulan/

Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti. 2007. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Saputra, Yudha M dan Mahendra, Agus. 2006. Perkembangan dan belajar motorik. Departemen Pendidikan Nasional Universitas terbuka.

Shelov, Steven,.dkk. 2009. Caring for Your Baby and Young Child Birth to Age 5. American Academy of Pediatics and bright Future


(18)

Tiar, Asmu. 2010. Peran Motor Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Motorik Sepak Bola. Diakses 23 Februari 2015.

https://www.academia.edu/6654607/PERANAN_MOTOR_LEARNING _ALAM_MENINGKATKAN_KETERAMPILAN_MOTORIK_SEPAK BOLA

Sulistyawati, Ari. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Salemba Medika. Jakarta Waspada, Edi. 2010. Fisioterapi Pediatri II. Surakarta: UMS

Wijayanti, R. 2006. Dampak Penggunaan Modul Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Keluarga dalam Menstimulasi tumbuh Kembang Bayi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). Volume 1, Nomer 2


(1)

memasuki masa matang dimana langkah kaki bayi mulai mantap dan sempurna sehingga bayi semakin mandiri dan percaya diri dengan kemampuan barunya. Tahapan ini sudah memerlukan gerankan yang kompleks pada saat melakukannya, namun responden belum mampu berjalan dengan baik dan benar. Diperlukan kekuatan otot yang sudah kuat dan kontrol keseimbangan yang sudah lebih baik. Pada umumnya Bayi mulai belajar berjalan di atas usia 36-39 minggu. Ada yang sudah berjalan sebelum usia 12 bulan, ada pula yang baru berjalan pada usia 15 – 18 bulan.

2. Nilai 3 (Berdiri Tanpa Bantuan)

Dari grafik 4.2 yang ditunjukkan diatas, terdapat 3 responden yang berada pada tahapan ini. Dengan jumlah 2 orang dari kelompok perlakuan dan 1 orang dari kelompok kontrol. Berdiri tanpa bantuan adalah tahapan berjalan dimana keseimbangan bayi untuk memasuki fase berjalan pada fase ini sangat baik. Tungkai, punggung dan lengan mampu untuk menjaga postur dan melebarkan kakinya seperti posisi kuda-kuda dengan kedua tangan mengarah kedepan saat berdiri mandiri. Umumya usia bayi yang berada di tahapan ini adalah usia 40–44 minggu. Pada tahapan ini keadaan seluruh kekuatan otot dan kontrol keseimbangan sudah semakin baik, seiring dengan bertambahnya usia. 3. Nilai 2 (Dititah)

Jumlah responden yang memiliki nilai post test 2 berjumlah 5 orang. Dengan jumlah 2 orang dari kelompok perlakuan dan 3 orang dari kelompok kontrol. Dititah merupakan tahapan berjalan bayi dimana bayi belum mampu menapak kaki dengan sempurna dan belum mampu menjaga keseimbangan


(2)

dengan baik saat ingin melangkah. Pada umumnya usia bayi pada tahapan ini adalah usia 36 minggu.

4. Nilai 1 (Merambat)

Jumlah responden yang memiliki nilai post test 1 terdapat 1 orang dari kelompok kontrol. Merambat merupakan tahapan kemampuan berjalan bayi dengan kemampuan menarik badan hingga posisi berdiri dengan bantuan perabotan, kemudian saat memindahkan badan dari posisi bediri bayi hanya mampu berjalan kesamping dan bayi belum mampu berdiri tegap, kaki masih terlihat sedikit menekuk serta posisi jari-jari kaki masih menekuk. Umumnya usia bayi pada tahapan merambat yaitu usia 32 minggu.

Dari beberapa teori dan data-data yang telah di paparkan, maka dapat dijelaskan bahwa semakin banyak stimulasi yang dilakukan orang tua responden di rumah, ditambah massage baby yang dilakukan secara rutin serta stimulasi motorik kasar untuk stimulasi berjalan yang ditujukan untuk persiapan dan penguatan otot – otot tubuh responden, maka semakin cepat perkembangan kemampuan berjalan bayi sesuai dengan kemampuan perkembangan usianya.

Dengan kurangnya stimulasi yang dilakukan orang tua responden di rumah, walaupun hanya dengan massage baby saja setiap 1 minggu sekali tanpa stimulasi, maka perkembangan kemampuan merangkak bayi akan lebih lambat dari pada yang diberikan tambahan stimulasi tumbuh kembang setelah massage baby.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

a. Ada pengaruh stimulasi motorik kasar terhadap kemampuan berjalan pada bayi usia 36-39 minggu.

b. Pada usia 36-39 minggu tahapan merangkak bayi berada di tahapan 2 (ditatih).

c. Semakin sering stimulasi yang dilakukan orang tua bayi, ditambah massage baby serta stimulasi tumbuh kembang yang rutin, maka akan semakin cepat dan optimal pertumbuhan dan perkembangan motorik dan sensorik bayi yang sesuai dengan usianya.

d. Apabila kurangnya stimulasi yang dilakukan orang tua bayi, maka pertumbuhan dan perkembangan kemampuan berjalan bayi akan lambat dan kurang optimal dibandingkan dengan bayi yang di stimulasi secara rutin. Saran

a. Bagi Orang Tua Bayi

Agar orang tua melakukan stimulasi tumbuh kembang berupa stimulasi motorik kasar setiap hari selama kurang lebih 15 menit sampai bayi usia 48 minggu.

b. Bagi Fisioterapis

Pada saat melakukan massage baby agar fisioterapis menambahkan stimulasi untuk tumbuh kembang bayi dan untuk usia 36-48 minggu dapat diberikan stimulasi motorik kasar.


(4)

c. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini menjadikan evidence based theory untuk stimulasi tumbuh kembang bayi dan pengembangan keilmuan fisioterapi pediatric.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi acuan penelitian lebih lanjut mengenai stimulasi tumbuh kembang bayi agar penelitian yang akan datang dapat lebih baik lagi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Governor, M Jodi Rell. 2005. Connecticut’s Guidelines for the Development of Infant and Toddler Early Learning. Connecticut Departement of Social Services

Harvey, Lisa. 2010. Final report for Ageing Disability and Home Care Department of Human Services. Diakses 2 Februari 2015. www.physiotherapyexercises.com

Kholifah, Siti Nur. 2014. Perkembangan Motorik Kasar Bayi Melalui Stimulasi Ibu di Kelurahan kemayoran Surabaya. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan Vol.1 No. 1

Mahendra, Agus. 2006. Teori Belajar Motorik. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Terbuka. Diakses tanggal 20 Mei 2015 http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._OLAHRAGA/1963082 41989031-AGUS_MAHENDRA/Kumpulan_makalah_bahan_penataran( Agus_Mahendra)/Teori_Belajar_Motorik.pdf

Ma’mun, Amung,.dkk. 1999/2000. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Nadiyah. 2014. Perbandingan Status Gizi Balita, Data SUSENAS 2005 Berdasarkan Rujukan Harvard, NCHS, CDC dan Standar WHO. Universitas Esa Unggul. Diakses tanggal 27 juni 2014. http://www.esaunggul.ac.id/article/perbandingan-status-gizi-balita-data-s usenas-2005-berdasarkan-rujuka%20n-harvard-nchs-cdc-dan-standar-wh o/

Sakarnadi, Anni. 2014. Tahapan Perkembangan Bayi Umur 7-14 Bulan. Diakses

tanggal 11 Mei 2015.

http://duniasehat.com/2014/03/30/tahapan-perkembangan-bayi-umur-7-1 2-bulan/

Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Terjemahan oleh Mila Rachmawati dan Anna Kuswanti. 2007. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Saputra, Yudha M dan Mahendra, Agus. 2006. Perkembangan dan belajar motorik. Departemen Pendidikan Nasional Universitas terbuka.

Shelov, Steven,.dkk. 2009. Caring for Your Baby and Young Child Birth to Age 5. American Academy of Pediatics and bright Future


(6)

Tiar, Asmu. 2010. Peran Motor Learning dalam Meningkatkan Keterampilan Motorik Sepak Bola. Diakses 23 Februari 2015. https://www.academia.edu/6654607/PERANAN_MOTOR_LEARNING _ALAM_MENINGKATKAN_KETERAMPILAN_MOTORIK_SEPAK BOLA

Sulistyawati, Ari. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Salemba Medika. Jakarta Waspada, Edi. 2010. Fisioterapi Pediatri II. Surakarta: UMS

Wijayanti, R. 2006. Dampak Penggunaan Modul Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Keluarga dalam Menstimulasi tumbuh Kembang Bayi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). Volume 1, Nomer 2


Dokumen yang terkait

Hubungan Pemberian Stimulasi Dengan Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 1-5 Tahun di Gampong Rantau Panyang Barat Kecamatan Meureubo Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014

5 74 101

PENGARUH STIMULASI BERMAIN BOLA TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN BAYI USIA 40-48 MINGGU Pengaruh Stimulasi Bermain Bola terhadap Kemampuan Berjalan Bayi Usia 40-48 Minggu.

0 2 15

PENGARUH STIMULASI BERMAIN BOLA TERHADAP KEMAMPUAN BERJALAN BAYI USIA 40-48 MINGGU Pengaruh Stimulasi Bermain Bola terhadap Kemampuan Berjalan Bayi Usia 40-48 Minggu.

0 4 17

PENDAHULUAN Pengaruh Stimulasi Bermain Bola terhadap Kemampuan Berjalan Bayi Usia 40-48 Minggu.

0 2 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN ORANG TUA TENTANG PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Orang Tua Tentang Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Anak.

0 3 16

PENDAHULUAN Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Orang Tua Tentang Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Anak.

0 3 5

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN ORANG TUA TENTANG PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR TERHADAP Hubungan Pengetahuan, Sikap, Dan Tindakan Orang Tua Tentang Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Anak.

0 2 14

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI MOTORIK KASAR Pengaruh Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Pada Bayi Usia 36-39 Minggu.

0 2 17

PENDAHULUAN Pengaruh Pemberian Stimulasi Motorik Kasar Terhadap Kemampuan Berjalan Pada Bayi Usia 36-39 Minggu.

1 3 4

Pengaruh Pemberian Stimulasi Perkembangan Motorik Kasar Dan Motorik Halus Terhadap Perkembangan Bayi Usia 3-6 Bulan cover

1 1 9