Perbandingan Hasil Pemeriksanaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glumeter dan Spektrofotometer Pada Penderita Diabetes Melitus Di Klinik Nirlaba Bandung.
iv
ABSTRAK
PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR
GLUKOSA DARAH SEWAKTU MENGGUNAKAN
GLUKOMETER DAN SPEKTROFOTOMETER
PADA PENDERITA DIABETES MELITUS
DI KLINIK NIRLABA BANDUNG
Fenny Mariady, 2013.
Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK
Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes
Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau keduanya. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita
DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan
spektrofotometer maupun glukometer. Baku emas pemeriksaan tersebut adalah
spektrofotometer, tetapi penggunaan glukometer lebih sederhana, oleh karena itu,
tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada
penderita DM di klinik nirlaba Bandung.
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik
dengan rancangan
cross-sectional dengan subjek 30 penderita DM yang diukur
kadar glukosa darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan
pada darah kapiler menggunakan glukometer. Perbandingan kedua hasil
pemeriksaan tersebut diuji dengan uji t berpasangan dengan
α
=0,05.
Hasil Rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer (236,03
mg/dl) lebih tinggi 21,76 mg/dl daripada rerata kadar glukosa darah sewaktu
menggunakan spektrofotometer (214,27 mg/dl) dengan p<0,05. Analisis
mendapatkan konversi kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer
harus dikurangi 9,2% agar mendekati hasil menggunakan spektrofotometer.
Simpulan Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan
glukometer lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita
DM di klinik nirlaba Bandung.
Kata Kunci : Kadar glukosa darah sewaktu, Glukometer, Spektrofotometer,
Diabetes Melitus
(2)
v
ABSTRACT
THE COMPARISON OF RANDOM BLOOD GLUCOSE LEVEL
USING GLUCOSE METER AND SPECTROPHOTOMETER
FROM DIABETES MELLITUS PATIENTS
IN NON-PROFIT CLINIC BANDUNG
Fenny Mariady, 2013.
1
stTutor : dr. Christine Sugiarto, SpPK
2
ndTutor : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes
Backgrounds Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases
characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin
action, or both. Diabetes Mellitus patients often verify their blood glucose level
using spectrophotometer or glucose meter. Although spectrophotometer yields a
more comprehensive result, the glucose meter is easier to operate, therefore, the
purpose of this research is to determine the differences between glucose meter
and spectrophotometer random blood glucose level measurements from DM
patients in non-profit clinic Bandung.
Methods A quantitative study with a cross-sectional design analysis is used in
this research and is complemented by observational studies. The subjects of this
research consist of 30 DM patients. The random blood glucose levels were
measured using glucose meter (capillary blood) and spectrophotometer (venous
blood). The measurements were statistically analyzed using paired t-test
(
α
=0,05).
Results The mean of the random blood glucose level using glucose meter
(236,03 mg/dl) is higher with a difference of 21,76 mg/dl than using
spectrophotometer (214,27 mg/dl) with p<0,05. In order to get result approaching
spectrophotometer, the random blood glucose level using glucose meter should be
subtracted by 9,2% based on statistical analysis results.
Conclusion Random blood glucose level measured from DM patients in
non-profit clinic Bandung using glucose meter is higher than spectrophotometer
measurements.
Keywords : Random blood glucose level, Glucose meter, Spectrophotometer,
Diabetes Mellitus
(3)
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
... ii
SURAT PERNYATAAN
... iii
ABSTRAK
... iv
ABSTRACT
... v
KATA PENGANTAR
... vi
DAFTAR ISI
... viii
DAFTAR TABEL
... xi
DAFTAR GAMBAR
... xii
DAFTAR LAMPIRAN
... xiii
BAB I PENDAHULUAN
... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
1.4.1 Manfaat Akademis ... 3
1.4.2 Manfaat Praktis ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ... 3
1.6 Hipotesis Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
... 6
2.1 Karbohidrat ... 6
2.2 Sekresi Hormon-hormon Pankreas yang
Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah ... 7
2.3 Diabetes Melitus ... 10
2.3.1 Definisi ... 10
2.3.2 Epidemiologi ... 10
(4)
ix
2.3.4 Faktor Risiko ... 12
2.3.5 Patofisiologi ... 13
2.3.6 Gejala Klinik ... 14
2.3.7 Kriteria Diagnosis ... 16
2.3.8 Komplikasi ... 16
2.3.8.1 Komplikasi Akut ... 16
2.3.8.2 Komplikasi Menahun ... 17
2.4 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 18
2.4.1 Metode Heksokinase pada Spektrofotometer ... 19
2.4.2 Metode Glukosa-oksidase Biosensor pada Glukometer ... 20
2.5 Perbedaan Kadar Glukosa Darah Arteri, Kapiler dan Vena ... 22
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
... 24
3.1 Subjek Penelitian ... 24
3.2 Bahan Pemeriksaan ... 24
3.3 Ukuran Sampel ... 24
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
3.4.1 Lokasi ... 25
3.4.2 Waktu ... 25
3.5 Metode Penelitian ... 25
3.5.1 Desain Penelitian ... 25
3.5.2 Data yang Diukur ... 25
3.5.3 Analisis Data ... 26
3.5.4 Uji Hipotesis ... 26
3.6 Definisi Operasional ... 26
3.7 Metode Pemeriksaan ... 26
3.7.1 Metode Heksokinase pada Spektrofotometer ... 26
3.7.1.1 Alat dan Bahan ... 26
3.7.1.2 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan dan
Prosedur Pemeriksaan ... 27
(5)
x
3.7.2.1 Alat dan Bahan ... 28
3.7.2.2 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan dan
Prosedur Pemeriksaan ... 28
3.8 Alur Penelitian ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
... 31
4.1 Hasil Penelitian ... 31
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 32
4.3 Pembahasan ... 32
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
... 35
5.1 Simpulan ... 35
5.2 Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA
... 36
LAMPIRAN
... 39
(6)
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sel-sel Pulau Langerhans dan Hormon yang Dihasilkan ... 8
Tabel 4.1 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer
(7)
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pankreas ... 8
Gambar 2.2 Akibat dari Defisiensi Insulin ... 14
Gambar 2.3 Gejala Klinik Diabetes Melitus ... 15
Gambar 2.4 Komplikasi Menahun Diabetes Melitus ... 18
Gambar 2.5 Prinsip Spektrofotometer ... 19
Gambar 2.6 Prinsip Metode Heksokinase ... 20
Gambar 2.7 Glukometer ... 20
Gambar 2.8 Prinsip Metode Glukosa-oksidase Biosensor ... 21
Gambar 2.9 Arteri, Kapiler, dan Vena ... 22
Gambar 2.10 Perbedaan Kadar Glukosa Darah Arteri dan Darah Vena
Saat Puasa dan Setelah Mengkonsumsi 100 gram Glukosa ... 23
(8)
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Informed Consent
... 39
Lampiran 2 Data Hasil Penelitian ... 40
Lampiran 3 Hasil Uji t Berpasangan ... 42
Lampiran 4 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 44
(9)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (American Diabetes Association, 2012). WHO memprediksikan adanya
peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang.
WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta
pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan 2-3 kali jumlah penderita DM pada tahun 2030 di Indonesia
(Wild, Roglic, Green, Sicree, & King, 2004).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi
terus-menerus untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko
terjadinya komplikasi menahun (American Diabetes Association, 2013).
Komplikasi akut DM meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan status
hiperglikemia hiperosmolar, sedangkan komplikasi menahun DM meliputi (1)
makroangiopati, seperti penyakit arteri perifer, penyakit kardiovaskuler, dan
penyakit serebrovaskuler, (2) mikroangiopati, seperti retinopati diabetik yang
berpotensi mengakibatkan hilangnya penglihatan dan nefropati diabetik yang
mengarah ke gagal ginjal, dan (3) neuropati, seperti neuropati perifer
yang
berisiko mengakibatkan ulkus kaki dan amputasi (PERKENI, 2011). Penderita
DM mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk terkena penyakit
kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit arteri perifer (American
Diabetes Association, 2012). Berdasarkan hal ini, DM dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi yang berbahaya jika tidak diterapi secara adekuat.
Komplikasi DM dapat memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya
manusia penderita DM sehingga sangat diperlukan tindakan untuk mencegah
komplikasi tersebut. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat
(10)
2
dicegah dengan cara mengendalikan kadar glukosa darah. Pengendalian kadar
glukosa darah dapat dicapai dengan terapi yang adekuat (PERKENI, 2011).
Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan
kadar glukosa darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan
spektrofotometer maupun glukometer. Spektrofotometer menggunakan bahan
pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer menggunakan bahan pemeriksaan
darah kapiler. Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena
dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa
darah sehingga alat ini dijadikan sebagai baku emas atau standar pemeriksaan
kadar glukosa darah. Glukometer dapat memberikan hasil yang lebih cepat, bahan
pemeriksaan yang dibutuhkan lebih sedikit, dan prosedur kerjanya lebih mudah
dibandingkan spektrofotometer. Glukometer lebih praktis untuk digunakan dan
sudah digunakan secara luas di rumah sakit, klinik rawat jalan, ruang gawat
darurat, ambulans, dan sebagai alat pemantau glukosa darah mandiri oleh
penderita DM (Tonyushkina & Nichols, 2009).
Menurut
American Diabetes Association (ADA), Pemantauan Glukosa Darah
Mandiri (PGDM) merupakan kunci dari program terapi penderita DM (American
Diabetes Association, 2013). Pemantauan Glukosa Darah Mandiri menggunakan
glukometer terutama dianjurkan bagi penderita DM yang mendapatkan terapi
insulin atau pemicu sekresi insulin agar penderita DM dapat menyesuaikan dosis
insulin yang dibutuhkan (PERKENI, 2011; American Diabetes Association,
2013). Meskipun glukometer bukan baku emas pemeriksaan kadar glukosa darah,
glukometer harus dapat memberikan hasil yang sesuai dengan baku emas agar
tidak terjadi kesalahan dalam menggambarkan kadar glukosa darah. Secara
berkala, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer perlu
dibandingkan dengan cara konvensional (PERKENI, 2011). Berdasarkan hal ini,
peneliti ingin mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di
klinik nirlaba Bandung.
(11)
3
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi masalah penelitian ini apakah
hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer
mempunyai perbedaan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik
nirlaba Bandung.
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di
klinik nirlaba Bandung.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademis
Untuk menambah pengetahuan tentang penggunaan glukometer sebagai alat
pemantau glukosa darah mandiri pada penderita DM dan spektrofotometer
sebagai baku emas pemeriksaan kadar glukosa darah.
1.4.2
Manfaat Praktis
Untuk mengetahui apakah hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
menggunakan
glukometer
menunjukkan
hasil
yang
sesuai
dengan
spektrofotometer sehingga dapat digunakan sebagai alat pemantau glukosa darah
mandiri oleh penderita DM.
1.5
Kerangka Pemikiran
Diabetes Melitus adalah suatu gangguan metabolisme dengan hiperglikemia
sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektivitas
biologis dari insulin, atau keduanya (Karam & Forsham, 1998). Insulin
(12)
4
merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta pankreas. Peningkatan sekresi
insulin terjadi dengan cepat setelah memakan makanan yang tinggi karbohidrat,
seperti glukosa, yang diabsorpsi ke dalam darah. Insulin akan menyebabkan
ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa yang cepat oleh hampir semua
jaringan tubuh, terutama oleh otot, jaringan adiposa, dan hati. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar glukosa di dalam darah. Gangguan sekresi insulin
atau berkurangnya efektivitas biologis dari insulin akan mengakibatkan
peningkatan kadar glukosa darah dan jika hal ini berlangsung terus, maka akan
menyebabkan hiperglikemia berat (Guyton & Hall, 2007).
Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer
maupun glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik.
Metode tersebut meliputi metode heksokinase, metode glukosa-oksidase, dan
metode glukosa-dehidrogenase (Sacks, 2006).
Spektrofotometer di laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase
yang merupakan standar metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa
dalam bahan pemeriksaan darah vena akan bereaksi dengan enzim heksokinase
dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan NADPH. Kadar NADPH yang
dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut
(Sacks, 2006).
Glukometer umumnya menggunakan metode glukosa-oksidase biosensor.
Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim
glukosa-oksidase yang ada pada strip tes. Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan
elektron yang akan ditangkap oleh elektroda yang ada pada glukometer.
Banyaknya elektron yang ditangkap sebanding dengan kadar glukosa pada bahan
pemeriksaan tersebut (Sacks, 2006).
Spektrofotometer dan glukometer menggunakan enzim yang berbeda untuk
memeriksa kadar glukosa darah. Meskipun enzim yang digunakan berbeda,
spektrofotometer dan glukometer menggambarkan kadar glukosa darah yang
sebanding dengan kadar glukosa darah pada bahan pemeriksaan yang digunakan,
yaitu darah vena untuk spektrofotometer dan darah kapiler untuk glukometer
(Sacks, 2006).
(13)
5
Darah kapiler hampir sama dengan darah arteri karena kadar glukosa dan
oksigennya yang lebih mirip dengan darah arteri dibandingkan dengan darah vena
(Somogyi, 1948; Rasaiah, 1985). Glukosa akan berdifusi melalui kapiler agar
dapat digunakan oleh sel tubuh sehingga kadar glukosa darah arteri yang
merupakan sumber kapiler seharusnya lebih tinggi daripada vena. Pada saat puasa,
kadar glukosa darah kapiler hanya 2-5 mg/dl lebih tinggi dibandingkan darah
vena, sedangkan pada saat
postprandial, kadar glukosa darah kapiler 20-70 mg/dl
(2%-50%) lebih tinggi dibandingkan darah vena (Sacks, 2006). Berdasarkan hal
ini, peneliti berpendapat bahwa pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
menggunakan glukometer dengan bahan pemeriksaan darah kapiler juga akan
menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pemeriksaan menggunakan
spektrofotometer dengan bahan pemeriksaan darah vena.
1.6
Hipotesis Penelitian
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer
lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik
nirlaba Bandung.
(14)
35
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer
lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik
nirlaba Bandung.
5.2
Saran
•
Glukometer dapat digunakan sebagai alat alternatif untuk pemeriksaan kadar
glukosa darah, tetapi hasil pemeriksaan menggunakan glukometer tidak selalu
dapat menjadi acuan, oleh karena itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
menggunakan glukometer harus dibandingkan dengan hasil spektrofotometer
secara berkala.
•
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu yang
mendekati spektrofotometer
,
hasil dari glukometer dikurangi 9,2%.
•
Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer sebaiknya memiliki acuan
tersendiri yang sesuai dengan jenis sampel yang digunakan yaitu darah kapiler.
(15)
45
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fenny Mariady
NRP
: 1010152
Tempat Tanggal Lahir
: Kisaran, 6 Februari 1993
Agama
: Buddha
Alamat
: Jl. Surya Sumantri No.34, Bandung
Riwayat Pendidikan
:
1998-2004
SD Diponegoro, Kisaran
2004-2007
SMP Diponegoro, Kisaran
2007-2010
SMA Diponegoro, Kisaran
2010-Sekarang
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha,
(16)
Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer
Pada Penderita Diabetes Melitus di Klinik Nirlaba Bandung
Fenny Mariady*,
Christine Sugiarto**, Lisawati Sadeli**
*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung
**Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung
ABSTRAK
Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah dengan menggunakan spektrofotometer maupun
glukometer. Baku emas pemeriksaan tersebut adalah spektrofotometer, tetapi
penggunaan glukometer lebih sederhana, oleh karena itu, tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan
rancangan cross-sectional dengan subjek 30 penderita DM yang diukur kadar glukosa
darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan pada darah kapiler menggunakan glukometer. Perbandingan kedua hasil pemeriksaan tersebut diuji dengan
uji t berpasangan dengan α=0,05.
Hasil Rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer (236,03 mg/dl)
lebih tinggi 21,76 mg/dl daripada rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan spektrofotometer (214,27 mg/dl) dengan p<0,05.
Simpulan Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer
lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.
Kata Kunci : Kadar glukosa darah sewaktu, Glukometer, Spektrofotometer, Diabetes Melitus
(17)
The Comparison of Random Blood Glucose Level Using Glucose
Meter And Spectrophotometer from Diabetes Mellitus Patients
in Non-profit Clinic Bandung
Fenny Mariady*,
Christine Sugiarto**, Lisawati Sadeli**
*Faculty of Medicine, Maranatha Christian University, Bandung
**Clinical Pathology Division of Faculty of Medicine, Maranatha Christian University, Bandung
Faculty of Medicine Maranatha Christian University
Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung
ABSTRACT
Backgrounds Diabetes Mellitus (DM) is a group of metabolic diseases characterized by hyperglycemia resulting from defects in insulin secretion, insulin action, or both. Diabetes Mellitus patients often verify their blood glucose level using spectrophotometer or glucose meter. Although spectrophotometer yields a more comprehensive result, the glucose meter is easier to operate, therefore, the purpose of this research is to determine the differences between glucose meter and spectrophotometer random blood glucose level measurements from DM patients in non-profit clinic Bandung.
Methods A quantitative study with a cross-sectional design analysis is used in this research and is complemented by observational studies. The subjects of this research consist of 30 DM patients. The random blood glucose levels were measured using glucose meter (capillary blood) and spectrophotometer (venous blood). The measurements were statistically analyzed using paired t-test (α=0,05).
Results The mean of the random blood glucose level using glucose meter (236,03 mg/dl) is higher with a difference of 21,76 mg/dl than using spectrophotometer (214,27 mg/dl) with p<0,05. Conclusion Random blood glucose level measured from DM patients in non-profit clinic Bandung using glucose meter is higher than spectrophotometer measurements.
(18)
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) adalah
suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya(1). WHO memprediksikan adanya peningkatan jumlah penderita DM yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksikan kenaikan jumlah penderita DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan 2-3 kali jumlah penderita DM pada tahun 2030 di Indonesia(2).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi terus-menerus untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi menahun(3). Komplikasi akut DM meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, dan status hiperglikemia hiperosmolar, sedangkan komplikasi menahun DM meliputi (1) makroangiopati, seperti penyakit arteri perifer, penyakit kardiovaskuler, dan penyakit serebrovaskuler, (2) mikroangiopati, seperti retinopati diabetik yang berpotensi mengakibatkan hilangnya penglihatan dan nefropati diabetik yang mengarah ke gagal ginjal, dan (3) neuropati, seperti neuropati perifer yang berisiko mengakibatkan ulkus kaki dan amputasi(4). Penderita DM mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskuler, penyakit serebrovaskuler, dan penyakit arteri perifer(1). Berdasarkan hal ini, DM dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang berbahaya jika tidak diterapi secara adekuat.
Komplikasi DM dapat memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia penderita DM sehingga sangat diperlukan tindakan untuk mencegah komplikasi tersebut. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi DM dapat dicegah dengan cara mengendalikan kadar glukosa darah. Pengendalian kadar glukosa darah dapat dicapai dengan terapi yang adekuat(4).
Pemeriksaan yang sering dilakukan pada penderita DM adalah pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan spektrofotometer maupun glukometer. Spektrofotometer menggunakan bahan pemeriksaan darah vena, sedangkan glukometer menggunakan bahan pemeriksaan darah kapiler. Spektrofotometer umum digunakan di laboratorium klinik karena dianggap sebagai alat yang paling tepat untuk menggambarkan kadar glukosa darah sehingga alat ini dijadikan sebagai baku emas atau standar pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukometer dapat memberikan hasil yang lebih cepat, bahan pemeriksaan yang dibutuhkan lebih sedikit, dan prosedur kerjanya lebih mudah dibandingkan spektrofotometer. Glukometer lebih praktis untuk digunakan dan sudah digunakan secara luas di rumah sakit, klinik rawat jalan, ruang gawat darurat, ambulans, dan sebagai alat pemantau glukosa darah mandiri oleh penderita DM(5).
Menurut American Diabetes Association (ADA), Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) merupakan kunci dari program terapi penderita DM(3). Pemantauan Glukosa Darah Mandiri
(19)
menggunakan glukometer terutama dianjurkan bagi penderita DM yang mendapatkan terapi insulin atau pemicu sekresi insulin agar penderita DM dapat menyesuaikan dosis insulin yang dibutuhkan(3),(4). Meskipun glukometer bukan baku emas pemeriksaan kadar glukosa darah, glukometer harus dapat memberikan hasil yang sesuai dengan baku emas agar tidak terjadi kesalahan dalam menggambarkan kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer perlu dibandingkan dengan cara konvensional(4). Berdasarkan hal ini, peneliti ingin mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung.
BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
Desain penelitian adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross-sectional. Data yang diukur adalah kadar glukosa darah sewaktu pada darah vena menggunakan spektrofotometer dan pada darah kapiler menggunakan glukometer. Definisi operational penelitian ini adalah penderita DM dengan kadar glukosa darah sewaktu > 140 mg/dl. Analisis data dengan uji t berpasangan dengan α=0.05.
Kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Data diolah menggunakan perangkat lunak komputer.
Alat :
• Modular P800 • Mikropipet • Rak sampel • Sample cup • Alat sentrifugasi
• Tabung berisi NaF dan C2K2O4
• Kapas dan alkohol 70% • Jarum dan spuit 3 cc • Torniquet
• Glukometer • Lanset
• Kapas dan alkohol 70% • Strip tes yang mengandung
enzim glukosa-oksidase Bahan :
• 2 cc darah vena • Reagen heksokinase
• Darah kapiler sampai memenuhi volume
Subjek penelitian:
Subjek penelitian adalah 30 orang penderita DM di klinik nirlaba Bandung yang bersedia untuk diambil darah vena dan darah kapilernya serta telah menandatangani informed consent. Kriteria inklusi :
• Penderita DM yang datang ke klinik nirlaba Bandung untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Kriteria ekslusi:
• Terdapat luka pada lokasi pengambilan bahan pemeriksaan, yaitu pada fossa cubiti dan pada ujung jari ke-2, 3, atau 4.
(20)
Prosedur Penelitian:
1. Subjek penelitian diberitahu tentang tujuan, manfaat, dan cara penelitian.
2. Subjek penelitian menandatangani informed consent.
3. Memilih lokasi pengambilan darah kapiler yaitu pada ujung jari 2, 3 atau ke-4.
4. Melakukan tindakan asepsis pada lokasi pengambilan darah kapiler dengan kapas beralkohol 70% dan ditunggu sampai kering.
5. Lokasi pengambilan darah kapiler ditusuk menggunakan lanset dan darah kapiler akan keluar. 6. Darah kapiler diteteskan
pada strip tes yang ada pada glukometer dan ditunggu hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktunya selama 10 detik.
7. Jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 140 mg/dl, maka dilanjutkan pengambilan darah vena. 8. Torniquet dipasang pada
lengan atas subjek penelitian dan subjek penelitian diminta untuk megepalkan tangannya.
9. Melakukan tindakan asepsis pada pembuluh darah vena yang akan diambil darahnya dengan kapas beralkohol 70% dan ditunggu sampai kering.
10. Pembuluh darah vena ditusuk dengan lembut dan jarum dimasukkan kurang lebih 15o terhadap lengan dengan lubang jarum menghadap ke atas.
11. Darah vena diambil sebanyak 2 cc sambil melepas torniquet dan subjek penelitian membuka kepalan tangannya.
12. Tempat penusukan ditekan dengan kapas beralkohol 70% kemudian ditutup dengan plester.
13. Bahan pemeriksaan darah vena dimasukkan ke dalam tabung yang berisi NaF dan C2K2O4, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15-20 menit.
14. Hasil sentrifugasi berupa plasma darah vena dimasukkan ke dalam sample cup dan dimasukkan ke dalam Modular P800.
15. Dilakukan input data pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu dan data pasien pada komputer. 16. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu akan ditampilkan pada layar komputer.
17. Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer dan spektrofotometer dianalisis secara statistik.
(21)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer pada Penderita DM di Klinik Nirlaba Bandung
N Rera ta (mg /dl) St.De viasi (SD) Uji t Gluko meter
30 236, 03 79,26 4 Spektr ofotom eter
30 214, 27
71,97 1
p=0, 000
Rerata kadar glukosa darah sewaktu yang menggunakan glukometer sebesar 236,03 mg/dl dengan SD = 79,264, sedangkan rerata kadar glukosa darah sewaktu yang menggunakan spektrofotometer sebesar 214,27 mg/dl dengan SD = 71,971. Berdasarkan hasil tersebut, rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi 21,76 mg/dl dibandingkan menggunakan spektrofotometer. Analisis dengan uji t berpasangan mendapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan bermakna antara hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung. DISKUSI
Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer maupun glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik. Metode tersebut meliputi metode heksokinase, metode
glukosa-oksidase, dan metode glukosa-dehidrogenase(6).
Spektrofotometer di laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase yang merupakan standar metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah vena akan bereaksi dengan enzim heksokinase dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan NADPH. Kadar NADPH yang dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).
Glukometer umumnya menggunakan metode glukosa-oksidase biosensor. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim glukosa-oksidase yang ada pada strip tes. Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan elektron yang akan ditangkap oleh elektroda yang ada pada glukometer. Banyaknya elektron yang ditangkap sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).
Spektrofotometer dan glukometer menggunakan enzim yang berbeda untuk memeriksa kadar glukosa darah. Meskipun enzim yang digunakan berbeda, spektrofotometer dan glukometer menggambarkan kadar glukosa darah yang sebanding dengan kadar glukosa darah pada bahan pemeriksaan yang digunakan, yaitu darah vena untuk spektrofotometer dan darah kapiler untuk glukometer(6).
Darah kapiler hampir sama dengan darah arteri karena kadar glukosa dan oksigennya yang lebih mirip dengan darah arteri dibandingkan dengan darah vena(7),(8). Glukosa akan berdifusi melalui kapiler agar dapat digunakan oleh sel tubuh sehingga
(22)
kadar glukosa darah arteri yang merupakan sumber kapiler seharusnya lebih tinggi daripada vena. Pada saat puasa, kadar glukosa darah kapiler hanya 2-5 mg/dl lebih tinggi dibandingkan darah vena, sedangkan pada saat postprandial, kadar glukosa darah kapiler 20-70 mg/dl (2%-50%) lebih tinggi dibandingkan darah vena(6). SIMPULAN
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi dibandingkan dengan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung. SARAN
Glukometer dapat digunakan
sebagai alat alternatif untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, tetapi hasil pemeriksaan menggunakan glukometer tidak selalu dapat menjadi acuan, oleh karena itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer harus dibandingkan dengan hasil spektrofotometer secara berkala.
Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer sebaiknya memiliki acuan tersendiri yang sesuai dengan jenis sampel yang digunakan yaitu darah kapiler.
Penggunaan glukometer harus sesuai dengan prosedur penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association.
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2012 January; 35(1): p. 64-71.
2. Wild S, Roglic G, Green A,
Sicree R, King H. Global
Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004 May; 27(5): p. 1047-1053.
3. American Diabetes Association.
Standards of Medical Care in Diabetes-2013. Diabetes Care. 2013 January; 36(1): p. 11-66.
4. PERKENI. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia; 2011.
5. Tonyushkina K, Nichols JH.
Glucose Meters: A Review of Technical Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and Technology. 2009 July 4; 3: p. 971-980.
6. Sacks DB. Carbohydrates. In
Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. USA: Elsevier Saunders; 2006. p. 837-901.
7. Somogyi M. Studies of
Arteriovenous Differences in Blood Sugar ; Effect of Alimentary Hyperglycemia on Rate of Extrahepatic Glucose Assimilation. The Journal of Biological Chemistry. 1948 January 26; 174: p. 189-200.
8. Rasaiah B. Self-monitoring of The
Blood Glucose Level : Potential Sources of Inaccuracy. Canadian Medical Association Journal. 1985 June 15; 132: p. 1357-1361.
(23)
(24)
36
DAFTAR PUSTAKA
ACON Diabetes Care United States. 2013. Retrieved August 9, 2013, from On
Call
Plus:
http://www.us.acondiabetescare.com/portals/0/Images/On-Call_Plus.jpg.
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care, 35 (1), 64-71.
American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in
Diabetes-2013. Diabetes Care, 36 (1), 11-66.
Bender, D. A. 2009. Carbohydrates of Physiologic Significance. In R. K. Murray,
V. W. Rodwell, K. M. Botham, P. J. Kennelly, P. A. Weil, & D. A. Bender,
Harper's Illustrated Biochemistry, 28
thEdition. Pp 113-120. Mc Graw Hill.
Click4Biology. 2011. Retrieved August 11, 2013, from Transport System:
http://www.click4biology.info/c4b/6/images/6.2/Network.jpg.
D'Orazio, P., & Meyerhoff, M. E. 2006. Electrochemistry and Chemical Sensors.
In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E. Bruns, TIETZ Textbook of Clinical
Chemistry and Molecular Diagnostics, 4
thEdition. Pp 93-120. USA:
Elsevier Saunders.
Eriksson, K. F., Fex, G., & Trell, E. 1983. Capillary-Venous Differences in Blood
Giucose Values during The Oral Glucose Tolerance Test. Clinical
Chemistry, 29 (5), 993-994.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Insulin, Glucagon, and Diabetes Mellitus. In A.
C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of Medical Physiology, 11
thEdition. Pp
961-977. Elsevier Saunders.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006) Metabolism of Carbohydrates and Formation
of Adenosine Triphosphate. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of
Medical Physiology, 11
thEdition. Pp 829-839. Elsevier Saunders.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Overview of the Circulation: Medical Physics
of Pressure, Flow, and Resistance. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook
of Medical Physiology, 11
thEdition. Pp 161-170. Elsevier Saunders.
Info About Diabetes. 2013. Retrieved August 4, 2013, from Symptoms of
Diabetes:
http://www.infoaboutdiabetes.com/wp-content/uploads/2013/09/symptoms-diagnosis-treatment.jpg.
(25)
37
Karam, J. H., & Forsham, P. H. 1998. Hormon-hormon Pankreas & Diabetes
Melitus. In F. S. Greenspan, & J. D. Baxter, Endokrinologi Dasar & Klinik
(C. Wijaya, R. F. Maulany, & S. Samsudin, Trans.), Edisi 4. Pp 742-827.
Jakarta: EGC.
Khan, M. I., & Weinstock, R. S. 2011. Carbohydrates. In R. A. McPherson, & M.
R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods, 22
ndEdition. Pp 210-225. Saunders Elsevier.
Kotwal, N., & Pandit, A. 2012. Variability of Capillary Blood Glucose
Monitoring Measured on Home Glucose Monitoring Devices. Indian
Journal of Endrocrinology and Metabolism, 16 (8), 248-251.
Kricka, L. J. 2006. Optical Techniques. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E.
Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry And Molecular Diagnostics,
4
thEdition. Pp 61-92. USA: Elsevier Saunders.
Maitra, A. 2010. The Endocrine System. In V. Kumar, A. K. Abbas, N. Fausto, &
J. C. Aster, Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 8
thEdition. Pp
1097-1164. Elsevier Saunders.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia. Indonesia.
Rasaiah, B. 1985. Self-monitoring of The Blood Glucose Level: Potential Sources
of Inaccuracy. Canadian Medical Association Journal, 132, 1357-1361.
Sacks, D. B. 2006. Carbohydrates. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E.
Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics,
4
thEdition. Pp 837-901. USA: Elsevier Saunders.
Sanford, K. W., & McPherson, R. A. 2011. Preanalysis. In R. A. McPherson, &
M. R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory
Methods, 22
ndEdition. Pp 24-36. Saunders Elsevier.
Sherwood, L. 2010. The Peripheral Endocrine Glands. In L. Sherwood, Human
Physiology From Cells to Systems, 7
thEdition. Pp 691-739. Canada:
Cengage Learning.
Somogyi, M. 1948. Studies of Arteriovenous Differences in Blood Sugar: Effect
of Alimentary Hyperglycemia on Rate of Extrahepatic Glucose
Assimilation. The Journal of Biological Chemistry, 174, 189-200.
(26)
38
Sunheimer, R. L., Threatte, G. A., Pincus, M. R., & Lifshitz, M. S. 2011. Analysis
: Principle of Instrumentation. In R. A. McPherson, & M. R. Pincus, Henry's
Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 22
ndEdition.
Pp 37-57. Saunders Elsevier.
Tang, Z., Lee, J. H., Louie, R. F., & Kost, G. J. 2000. Effects of Different
Hematocrit Levels on Glucose Measurements With Handheld Meters for
Point-of-Care Testing. Archive of Pathology and Laboratory Medicine, 124
(8), 1135-1140.
Tonyushkina, K., & Nichols, J. H. 2009. Glucose Meters: A Review of Technical
Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and
Technology, 3, 971-980.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. 2009. The Endocrine System. In G. J. Tortora, &
B. Derrickson, Principle of Anatomy And Physiology, 12
thEdition. Pp
642-688. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. 2004. Global Prevalence of
Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes
Care, 27 (5), 1047-1053.
(1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 Perbandingan Hasil Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Menggunakan Glukometer dan Spektrofotometer pada Penderita DM di Klinik Nirlaba Bandung
N Rera
ta (mg /dl) St.De viasi (SD) Uji t Gluko meter
30 236, 03 79,26 4 Spektr ofotom eter
30 214, 27
71,97 1
p=0, 000
Rerata kadar glukosa darah sewaktu yang menggunakan glukometer sebesar 236,03 mg/dl dengan SD = 79,264, sedangkan rerata kadar glukosa darah sewaktu
yang menggunakan
spektrofotometer sebesar 214,27 mg/dl dengan SD = 71,971. Berdasarkan hasil tersebut, rerata kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi 21,76 mg/dl dibandingkan menggunakan spektrofotometer. Analisis dengan uji t berpasangan mendapatkan nilai p=0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan bermakna antara hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer dan spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung. DISKUSI
Kadar glukosa darah dapat diperiksa dengan menggunakan spektrofotometer maupun glukometer. Kedua alat tersebut menggunakan metode secara enzimatik. Metode tersebut meliputi metode heksokinase, metode
glukosa-oksidase, dan metode glukosa-dehidrogenase(6).
Spektrofotometer di laboratorium klinik menggunakan metode heksokinase yang merupakan standar metode pemeriksaan kadar glukosa darah. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah vena akan bereaksi dengan enzim heksokinase dan dari reaksi enzimatik tersebut akan dihasilkan NADPH. Kadar NADPH yang dihasilkan sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).
Glukometer umumnya menggunakan metode glukosa-oksidase biosensor. Glukosa dalam bahan pemeriksaan darah kapiler akan bereaksi dengan enzim glukosa-oksidase yang ada pada strip tes. Reaksi enzimatik tersebut menghasilkan elektron yang akan ditangkap oleh elektroda yang ada pada glukometer. Banyaknya elektron yang ditangkap sebanding dengan kadar glukosa pada bahan pemeriksaan tersebut(6).
Spektrofotometer dan glukometer menggunakan enzim yang berbeda untuk memeriksa kadar glukosa darah. Meskipun enzim yang
digunakan berbeda,
spektrofotometer dan glukometer menggambarkan kadar glukosa darah yang sebanding dengan kadar glukosa darah pada bahan pemeriksaan yang digunakan, yaitu darah vena untuk spektrofotometer dan darah kapiler untuk glukometer(6).
Darah kapiler hampir sama dengan darah arteri karena kadar glukosa dan oksigennya yang lebih mirip dengan darah arteri dibandingkan dengan darah vena(7),(8). Glukosa akan berdifusi
melalui kapiler agar dapat digunakan oleh sel tubuh sehingga
(2)
kadar glukosa darah arteri yang merupakan sumber kapiler seharusnya lebih tinggi daripada vena. Pada saat puasa, kadar glukosa darah kapiler hanya 2-5 mg/dl lebih tinggi dibandingkan darah vena, sedangkan pada saat postprandial, kadar glukosa darah kapiler 20-70 mg/dl (2%-50%) lebih tinggi dibandingkan darah vena(6).
SIMPULAN
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu menggunakan glukometer lebih tinggi
dibandingkan dengan
spektrofotometer pada penderita DM di klinik nirlaba Bandung. SARAN
Glukometer dapat digunakan sebagai alat alternatif untuk pemeriksaan kadar glukosa darah, tetapi hasil pemeriksaan menggunakan glukometer tidak selalu dapat menjadi acuan, oleh karena itu, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah menggunakan glukometer harus dibandingkan dengan hasil spektrofotometer secara berkala.
Hasil pemeriksaan menggunakan glukometer sebaiknya memiliki acuan tersendiri yang sesuai dengan jenis sampel yang digunakan yaitu darah kapiler.
Penggunaan glukometer harus sesuai dengan prosedur penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association.
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 2012 January; 35(1): p. 64-71.
2. Wild S, Roglic G, Green A,
Sicree R, King H. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care. 2004 May; 27(5): p. 1047-1053.
3. American Diabetes Association.
Standards of Medical Care in Diabetes-2013. Diabetes Care. 2013 January; 36(1): p. 11-66.
4. PERKENI. Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia Indonesia; 2011.
5. Tonyushkina K, Nichols JH.
Glucose Meters: A Review of Technical Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and Technology. 2009 July 4; 3: p. 971-980.
6. Sacks DB. Carbohydrates. In
Burtis CA, Ashwood ER, Bruns DE. TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. USA: Elsevier Saunders; 2006. p. 837-901.
7. Somogyi M. Studies of
Arteriovenous Differences in Blood Sugar ; Effect of Alimentary Hyperglycemia on Rate of Extrahepatic Glucose Assimilation. The Journal of Biological Chemistry. 1948 January 26; 174: p. 189-200.
8. Rasaiah B. Self-monitoring of The
Blood Glucose Level : Potential Sources of Inaccuracy. Canadian Medical Association Journal. 1985 June 15; 132: p. 1357-1361.
(3)
(4)
36
DAFTAR PUSTAKA
ACON Diabetes Care United States. 2013. Retrieved August 9, 2013, from On Call Plus: http://www.us.acondiabetescare.com/portals/0/Images/On-Call_Plus.jpg.
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 35 (1), 64-71.
American Diabetes Association. 2013. Standards of Medical Care in Diabetes-2013. Diabetes Care, 36 (1), 11-66.
Bender, D. A. 2009. Carbohydrates of Physiologic Significance. In R. K. Murray, V. W. Rodwell, K. M. Botham, P. J. Kennelly, P. A. Weil, & D. A. Bender, Harper's Illustrated Biochemistry, 28th Edition. Pp 113-120. Mc Graw Hill. Click4Biology. 2011. Retrieved August 11, 2013, from Transport System:
http://www.click4biology.info/c4b/6/images/6.2/Network.jpg.
D'Orazio, P., & Meyerhoff, M. E. 2006. Electrochemistry and Chemical Sensors. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E. Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th Edition. Pp 93-120. USA: Elsevier Saunders.
Eriksson, K. F., Fex, G., & Trell, E. 1983. Capillary-Venous Differences in Blood Giucose Values during The Oral Glucose Tolerance Test. Clinical Chemistry, 29 (5), 993-994.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Insulin, Glucagon, and Diabetes Mellitus. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Pp 961-977. Elsevier Saunders.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006) Metabolism of Carbohydrates and Formation of Adenosine Triphosphate. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Pp 829-839. Elsevier Saunders.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. 2006. Overview of the Circulation: Medical Physics of Pressure, Flow, and Resistance. In A. C. Guyton, & J. E. Hall, Textbook of Medical Physiology, 11th Edition. Pp 161-170. Elsevier Saunders.
Info About Diabetes. 2013. Retrieved August 4, 2013, from Symptoms of Diabetes: http://www.infoaboutdiabetes.com/wp-content/uploads/2013/09/symptoms-diagnosis-treatment.jpg.
(5)
37
Karam, J. H., & Forsham, P. H. 1998. Hormon-hormon Pankreas & Diabetes Melitus. In F. S. Greenspan, & J. D. Baxter, Endokrinologi Dasar & Klinik (C. Wijaya, R. F. Maulany, & S. Samsudin, Trans.), Edisi 4. Pp 742-827. Jakarta: EGC.
Khan, M. I., & Weinstock, R. S. 2011. Carbohydrates. In R. A. McPherson, & M. R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 22nd Edition. Pp 210-225. Saunders Elsevier.
Kotwal, N., & Pandit, A. 2012. Variability of Capillary Blood Glucose Monitoring Measured on Home Glucose Monitoring Devices. Indian Journal of Endrocrinology and Metabolism, 16 (8), 248-251.
Kricka, L. J. 2006. Optical Techniques. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E. Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry And Molecular Diagnostics, 4th Edition. Pp 61-92. USA: Elsevier Saunders.
Maitra, A. 2010. The Endocrine System. In V. Kumar, A. K. Abbas, N. Fausto, & J. C. Aster, Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th Edition. Pp 1097-1164. Elsevier Saunders.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Indonesia.
Rasaiah, B. 1985. Self-monitoring of The Blood Glucose Level: Potential Sources of Inaccuracy. Canadian Medical Association Journal, 132, 1357-1361. Sacks, D. B. 2006. Carbohydrates. In C. A. Burtis, E. R. Ashwood, & D. E.
Bruns, TIETZ Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics, 4th Edition. Pp 837-901. USA: Elsevier Saunders.
Sanford, K. W., & McPherson, R. A. 2011. Preanalysis. In R. A. McPherson, & M. R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 22nd Edition. Pp 24-36. Saunders Elsevier.
Sherwood, L. 2010. The Peripheral Endocrine Glands. In L. Sherwood, Human Physiology From Cells to Systems, 7th Edition. Pp 691-739. Canada: Cengage Learning.
Somogyi, M. 1948. Studies of Arteriovenous Differences in Blood Sugar: Effect of Alimentary Hyperglycemia on Rate of Extrahepatic Glucose Assimilation. The Journal of Biological Chemistry, 174, 189-200.
(6)
38
Sunheimer, R. L., Threatte, G. A., Pincus, M. R., & Lifshitz, M. S. 2011. Analysis : Principle of Instrumentation. In R. A. McPherson, & M. R. Pincus, Henry's Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods, 22nd Edition. Pp 37-57. Saunders Elsevier.
Tang, Z., Lee, J. H., Louie, R. F., & Kost, G. J. 2000. Effects of Different Hematocrit Levels on Glucose Measurements With Handheld Meters for Point-of-Care Testing. Archive of Pathology and Laboratory Medicine, 124 (8), 1135-1140.
Tonyushkina, K., & Nichols, J. H. 2009. Glucose Meters: A Review of Technical Challenges to Obtaining Accurate Results. Journal of Diabetes Science and Technology, 3, 971-980.
Tortora, G. J., & Derrickson, B. 2009. The Endocrine System. In G. J. Tortora, & B. Derrickson, Principle of Anatomy And Physiology, 12th Edition. Pp 642-688. USA: John Wiley & Sons, Inc.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., & King, H. 2004. Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and Projections for 2030. Diabetes Care, 27 (5), 1047-1053.