Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz Pada Pria Dewasa Madya Batak Toba di Gereja 'X' Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung. Sampel penelitian ini adalah 200 orang pria Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung dengan usia antara 35-65 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif.

Teori yang digunakan adalah value dari Schwartz (1990). Value pada penelitian ini terdiri atas 10 tipe value, yaitu value self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power, tradition, conformity, security, benevolence dan universalism.

Alat ukur yang digunakan adalah Portrait Value Quetionnaire (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz (1992). Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei.

Sementara data yang didapat berskala ordinal dan diolah dengan mencari mean, korelasi dan Smallest Space Analysis. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.

Berdasarkan pengolahan data, didapatkan content, structure, dan hierarchy value. Dalam content ada beberapa item value yang tidak berada pada regionnya, seperti dikatakan Schwartz (1990). Pada region univesalism value terdapat item conformity value. Pada region hedonism value terdapat item security dan stimulation value. Pada region conformity value terdapat item universalism value. Dalam power value terdapat item security value. Terakhir, pada region security value terdapat item conformity, power, universalism, tradition, dan benevolence value.

Pada structure teridentifikasi hubungan compatibilities sesuai dengan teori Schwartz, sementara hubungan conflict sangat kecil dan tidak significant, sehingga dapt diabaikan. Hierarchy value pada penelitian ini adalah security, conformity, universalism, benevolence, tradition, self-direction, achievement, stimulation, power dan hedonism value.

Saran bagi penelitian selanjutnya adalah melakukan penelitian lebih mendalam terhadap hubungan antara value Schwartz dengan faktor-faktor yang mempengaruhi value, seperti: memiliki teman sebaya Batak Toba dan tingkat pendidikan terakhir. Selain itu, bagi pria dewasa madya Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung dapat mengadakan pertemuan dalam rangka menyesuaikan values yang dimilikinya dengan perkembangan zaman agar tetap dapat beradaptasi.


(2)

Lembar Judul... i

Lembar Pengesahan ... ii

ABSTRAK... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR SKEMA DAN TABEL... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 11

1.3. Maksud dan Tujuan... 11

1.4. Kegunaan... 12

1.5. Kerangka Pikir ... 13

1.6. Asumsi ... 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Value... 22

3.4.1. Definisi Value... 22

3.4.1. Tipe-tipe Value... 22

3.4.1. Dinamika dan Struktur Value... 26


(3)

2.1.4.1. Latar Belakang Individu... 30

2.1.4.2. Latar Belakang Sosial ... 31

2.1.4.3. Sikap dan Perilaku... 33

2.1.4.4. Agama ... 34

3.4.1. Value dan Konsep-konsep Lain ... 34

3.4.1. Transmisi Value... 37

2.1.6.1. Akulturasi dan Enkulturasi... 38

2.1.6.2. Strategi-strategi Akulturasi ... 42

2.2. Budaya Batak Toba ... 44

2.2.1. Definisi Budaya... 43

2.2.2. Unsur-unsur Kebudayaan... 43

2.2.3. Dasar Hukum Batak Toba... 45

2.2.4. Karakteristik Pria Batak Toba... 47

2. 3. Tahap Perkembangan Dewasa Madya...49

2. 3. 1. Teori Perkembangan Psikososial dari Erik Erikson (Generativity vs Stagnation)...49

2. 3. 2. Perkembangan Kognitif.…………...52

2. 3. 3. Relasi Pernikahan dan Keluarga...52

2. 3. 3. 1. Pernikahan pada Usia Dewasa Madya...52

2. 3. 3. 2. Relasi dengan Orang Tua yang Lanjut Usia...55

2. 3. 3. 3. Relasi dengan Sibling...55

2. 3. 4. Pertemanan...56


(4)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian ... 59

3.2. Variable Penelitian dan Definisi Operational ... 60

3.3. Alat Ukur... 62

3.3.1 Kuesioner ... 62

3.3.2. Prosedur Pengisian ... 64

3.3.3. Sistem Penilaian ... 64

3.3.4. Data Penunjang ... 64

3.3.5. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 65

3.3.5.1 Valliditas Alat Ukur ... 64

3.3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 64

3.4. Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ... 66

3.4.1. Populasi Sasaran ... 65

3.4.2. Karakteristik Populasi ... 66

3.4.3. Teknik Sampling ... 67

3.5. Teknik Analisis ... 67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Responden ... 68

4.2. Hasil Penelitian ... 69


(5)

4.2.2. Structure... 72

4.2.3. Hierarchy... 73

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 74

4.3.1. Content... 74

4.3.2. Structure... 80

4.3.3. Hierarchy... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 90

5.2. Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA... 94

DAFTAR RUJUKAN... 95 LAMPIRAN


(6)

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Alat Ukur Schwartz’ Value Table 3.3. Validitas Alat Ukur

Tabel 3.4. Reliabilitas Alat Ukur Tabel 4.1. Tingkat Pendidikan Tabel 4.2. Tingkat Perekonomian

Tabel 4.3. Penghayatan Sebagai Orang Batak Toba Tabel 4.4. Penggunaan Bahasa Sehari-hari

Tabel 4.5. Penghayatan Terhadap Tradisi Batak Toba Tabel 4.6. Multidimensional Space

Tabel 4.7. Korelasi antar tipe value Tabel 4.8. Hierarchy


(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1. Kerangka Pikir Skema 2.1. Struktur Value Skema 2.2. Transmisi Value Skema 3. 1. Rancangan Penelitian


(8)

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Data Penunjang, Adat Yang masih dilakukan, Penghayatan Sebagai orang Batak Toba dan alasannya, Penghayatan Terhadap tradisi dan alasannya.

Lampiran 3 Memiliki Anggota Keluarga Batak Toba dan pengaruhnya, Memiliki Tetangga Batak Toba dan pengaruhnya, Memiliki Teman sebaya Batak Toba dan pengaruhnya.

Lampiran 4 Budaya Yang disimak/disaksikan dan Pengaruhnya Lampiran 5 Data Mentah.

Lampiran 6 Tabel frekuensi Anggota Keluarga Non Batak Toba, Tabel Frekuensi Tetangga Non Batak Toba, Tabel Frekuensi Teman sebaya Non Batak Toba, Tabel Frekuensi Informasi Budaya Yang disimak, Tabel Responden Yang Mencari Tahu Kebudayaan Lain. Lampiran 7 Hierarchy value berdasarkan Tingkat Pendidikan terakhir dan

Tingkat Perekonomian..

Lampiran 8 Hierarchy value berdasarkan Keberadaan teman sebaya Non Batak Toba dan Informasi Budaya yang disimak/disaksikan..

Lampiran 9 Hierarchy value berdasarkan Anggota Keluarga Non Batak toba dan Tetangga Non Batak Toba.


(10)

Saya dari Fakultas Psikologi Universitas Maranatha Bandung saat ini tengah mengadakan penelitian tentang “Nilai Budaya Batak Toba pada Pria dengan Latar Belakang Toba di gereja “X” di Bandung”.

Berkenaan dengan hal diatas, saya mohon bantuan Saudara untuk memberikan data dan informasi dengan cara mengisi kuesioner tentang nilai budaya dibawah ini.

Saudara diharapkan untuk mengisi questioner ini dengan sungguh-sungguh dan dengan diri saudara yang sebenar-benarnya tanpa pengaruh dari orang lain. Apapun jawaban saudara tidak ada yang salah. Semuanya benar. Identitas dan jawaban saudara akan dijamin kerahasiannya. Untuk itu saudara tidak perlu ragu untuk menjawab sesuai dengan keadaan diri saudara yang sebenar-benarnya.

Selamat mengisi dan tak lupa saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan saudara dalam membantu terlaksananya penelitian ini.

Hormat saya,


(11)

DATA INDIVIDU

Silahkan isi atau berikan tanda √ dalam kotak sesuai dengan jawaban Anda

Usia : ______________tahun

Pendidikan terakhir : □ Sekolah Dasar (SD)

□ Sekolah Menengah Pertama (SMP) □ Sekolah Menengah Umum (SMU) □ Diploma-3

□ Strata-1

□ Strata-2 / Strata-3 Status sosial ekonomi :

□ Atas

□ menengah atas □ menengah bawah □ bawah

4. Apakah Anda menghayati diri sebagai orang Batak Toba ?

□ Ya, alasannya _________________________________________________ _____________________________________________________________ □ Tidak, alasannya _______________________________________________ _____________________________________________________________

* Menghayati : - bangga dan mengakui diri sebagai orang Batak Toba - Menjalani nilai-nilai leluhur Batak Toba

- Melakukan kegiatan adat Batak Toba

Bahasa yang digunakan sehari-hari :

Batak Toba  Indonesia

Campuran (Batak Toba, Indonesia & Lain-lain___________)

Menurut saya menjalankan dan mengikuti tradisi budaya Batak Toba sebagai budaya leluhur saya :

Penting Kurang Penting Tidak Penting Alasan, _____________________________________________________________ ____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________


(12)

____________________________________________________________________ ____________________________________________________________________

Saya memiliki anggota keluarga yang bukan orang Batak Toba :

 Ya, hal tersebut mempengaruhi saya dalam hal ___________________________ _________________________________________________________________

Tidak

Saya memiliki tetangga yang bukan orang Batak Toba :

 Ya , hal tersebut mempengaruhi saya dalam hal __________________________ _________________________________________________________________

Tidak

Saya memiliki teman sebaya yang bukan orang Batak Toba :

 Ya , hal tersebut mempengaruhi saya dalam hal __________________________ _________________________________________________________________

Tidak

Melalui media massa, saya sering menyaksikan/menyimak acara/informasi yang berkaitan dengan :

Budaya Batak Toba

Budaya lain / budaya luar

Alasan, _____________________________________________________________ ____________________________________________________________________ Hal tersebut mempengaruhi saya dalam hal ________________________________


(13)

Kuesioner

Di sini terdapat gambaran-gambaran diri singkat yang diberikan seseorang terhadap dirinya sendiri. Silahkan baca setiap gambaran tersebut dan pikirkan seberapa banyak orang tersebut serupa atau tidak serupa dengan Anda. Berilah tanda X dalam kotak di sebelah kanan yang menunjukkan seberapa banyak gambaran tersebut serupa dengan Anda.

SEBERAPA BANYAK ANDA SERUPA DENGAN GAMBARAN INI?

Sangat serupa dengan saya Serupa dengan saya Agak serupa dengan saya Sedikit serupa dengan saya Tidak serupa dengan saya Sama sekali tidak serupa dengan saya 1. Memikirkan ide-ide baru dan menjadi

kreatif merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia senang melakukan sesuatu dengan caranya sendiri yang orisinil.

□ □ □ □ □ □

2. Menjadi kaya merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia ingin memiliki banyak uang dan barang-barang yang mahal.

□ □ □ □ □ □

3. Dia pikir adalah suatu hal yang penting bahwa setiap orang di dunia diperlakukan sederajat.

Dia percaya bahwa setiap orang mesti mendapatkan kesempatan yang sama dalam hidup.

□ □ □ □ □ □

4. Menunjukkan kemampuan yang dia miliki merupakan sesuatu yang sangat penting baginya.

Dia ingin orang-orang mengagumi apa yang dia lakukan.

□ □ □ □ □ □

5. Hidup di lingkungan yang aman merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia menghindari hal-hal yang mungkin mengancam keselamatan dirinya.

□ □ □ □ □ □

6. Melakukan banyak hal yang berbeda dalam hidup merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia selalu mencari hal-hal baru untuk dicoba.


(14)

saya saya saya saya serupa denga

saya 7. Dia percaya bahwa orang-orang mesti

melakukan apa yang dikatakan kepada mereka.

Dia pikir orang-orang sebaiknya mengikuti aturan setiap saat, bahkan ketika tidak ada orang yang

mengawasi.

□ □ □ □ □ □

8. Mendengarkan orang-orang yang berbeda dengannya adalah sesuatu yang penting baginya.

Bahkan ketika dia tidak sependapat dengan mereka, dia tetap ingin memahami mereka.

□ □ □ □ □ □

9. Dia pikir merupakan sesuatu yang penting untuk tidak menginginkan lebih daripada yang dia miliki.

Dia percaya bahwa orang-orang mesti merasa puas dengan apa yang mereka miliki.

□ □ □ □ □ □

10. Dia mencari setiap kesempatan untuk bersenang-senang.

Melakukan sesuatu yang memberikan kesenangan bagi dia merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

11. Mengambil keputusan-keputusan sendiri mengenai apa yang dia lakukan merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia senang bebas untuk

merencanakan dan memilih kegiatan-kegiatan untuk dirinya sendiri.

□ □ □ □ □ □

12. Menolong orang-orang di sekitarnya merupakan sesuatu yang sangat penting baginya.

Dia ingin memperhatikan keadaan (fisik dan mental) mereka.

□ □ □ □ □ □

13. Menjadi sangat berhasil merupakan sesuatu yang penting baginya. Dia senang membuat orang lain terkesan padanya.


(15)

SEBERAPA BANYAK ANDA SERUPA DENGAN GAMBARAN INI?

Sangat serupa dengan saya Serupa dengan saya Agak serupa dengan saya Sedikit serupa dengan saya Tidak serupa dengan saya Sama sekali tidak serupa dengan saya 14. Keadaan negara yang aman

merupakan sesuatu yang sangat penting baginya.

Dia pikir negara harus waspada terhadap ancaman-ancaman yang berasal dari luar maupun dari dalam.

□ □ □ □ □ □

15. Dia senang mengambil resiko. Dia selalu mencari

petualangan-petualangan.

□ □ □ □ □ □

16. Selalu berperilaku sopan merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia ingin menghindari melakukan hal apapun yang dianggap salah oleh orang-orang.

□ □ □ □ □ □

17. Berkuasa dan mengatakan pada orang lain apa yang mesti mereka lakukan merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia ingin orang-orang melakukan apa yang dia katakan.

□ □ □ □ □ □

18. Setia kepada teman-temannya merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia ingin mengabdikan dirinya kepada orang-orang yang dekat dengannya.

□ □ □ □ □ □

19. Dia berkeyakinan kuat bahwa orang-orang mesti menjaga alam.

Merawat lingkungan hidup merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

20. Keyakinan agama adalah sesuatu yang penting baginya.

Dia berusaha kuat untuk melakukan kewajiban-kewajiban agamanya.

□ □ □ □ □ □

21. Barang-barang dalam keadaan teratur dan bersih merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia benar-benar tidak senang barang-barang berada dalam keadaan

berantakan.


(16)

saya saya saya saya serupa dengan saya 22. Tertarik pada banyak hal merupakan

sesuatu yang penting baginya. Dia senang menjadi ingin tahu dan mencoba memahami segala

sesuatunya.

□ □ □ □ □ □

23. Dia percaya bahwa semua penduduk dunia mesti hidup harmonis.

Meningkatkan kedamaian di antara semua kelompok di dunia merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

24. Berambisi adalah sesuatu yang penting baginya.

Dia ingin menunjukkan betapa mampunya dia.

□ □ □ □ □ □

25. Dia pikir melakukan hal-hal dengan cara tradisional merupakan cara yang terbaik.

Melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sudah saya pelajari merupakan

sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

26. Menikmati kesenangan-kesenangan hidup merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia suka memanjakan dirinya.

□ □ □ □ □ □

27. Memberikan suatu respon terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia mencoba untuk mendukung mereka yang dia kenal.

□ □ □ □ □ □

28. Dia percaya bahwa dia mesti selalu menunjukkan hormat kepada orang tuanya dan orang-orang tua.

Kepatuhan merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

29. Dia ingin semua orang diperlakukan secara adil, bahkan orang-orang yang tidak dia kenal.

Melindungi anggota masyarakat yang lemah merupakan sesuatu yang penting baginya.


(17)

SEBERAPA BANYAK ANDA SERUPA DENGAN GAMBARAN INI?

Sangat serupa dengan saya Serupa dengan saya Agak serupa dengan saya Sedikit serupa dengan saya Tidak serupa dengan saya Sama sekali tidak serupa dengan saya 30. Dia menyukai kejutan-kejutan.

Memiliki hidup yang menggairahkan merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

31. Dia berusaha keras untuk menghindari sakit.

Tetap sehat merupakan sesuatu yang sangat penting baginya.

□ □ □ □ □ □

32. Meraih sesuatu yang lebih baik merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia berusaha untuk melakukan sesuatu lebih baik daripada orang lain.

□ □ □ □ □ □

33. Memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia mencoba melihat sisi baik mereka dan tidak menyimpan dendam.

□ □ □ □ □ □

34. Mandiri merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia senang mengandalkan dirinya sendiri.

□ □ □ □ □ □

35. Memiliki pemerintahan yang stabil merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia khawatir akan pelaksanaan kestabilan masyarakat.

□ □ □ □ □ □

36. Bersikap sopan kepada orang lain setiap saat merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia mencoba untuk tidak

mengganggu atau menjengkelkan orang lain.

□ □ □ □ □ □

37. Dia benar-benar ingin menikmati hidup.

Bersenang-senang merupakan sesuatu yang penting baginya.

□ □ □ □ □ □

38. Rendah hati dan bersahaja merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia mencoba untuk tidak menarik perhatian orang lain pada dirinya.


(18)

saya saya saya saya serupa dengan saya 39. Dia selalu ingin menjadi orang yang

mengambil keputusan-keputusan.

Dia senang menjadi pemimpin.

□ □ □ □ □ □

40. Beradaptasi dan mencocokkan diri dengan alam merupakan sesuatu yang penting baginya.

Dia percaya bahwa orang-orang tidak boleh mengubah alam.


(19)

Tabel 2. Adat Yang Masih Dilakukan

No Tradisi yang dilakukan 1 Pesta adat perkawinan; Perkumpulan (arisan) keluarga satu kumpulan marga 2 Adat dalam pernikahan dan adat untuk orang yang meninggal

3 Pesta adat, Acara Bona Taon marga`

4 Adat istiadat dalam acara perkawinan; Adat istiadat bagi orang yg meninggal 5 Pesta adat perkawinan

6 Pesta Bona Taon 7 Pesta-pesta; Arisan

8 Acara adat kawin Batak, misalnya : marhusip sampai dengan acara adat kawinnya 9 Perkawinan

10 Pesta pernikahan putra/putri; Pesta marga-marga 11 Pesta pernikahan; Adat kematian; Kelahiran;dll. 12 Pesta adat pernikahan; Margondang.

13 Pesta perkawinan; Kumpulan marga.

14 Pesta adat perkawinan; Acara melahirkan; Acara orang meninggal;dll. 15 Pesta perkawinan; Pesta syukuran marga (Pesta Bona Taon).

16 Pesta adat Batak dalam perkawinan. 17 Pesta perkawinan.

18 Perkawinan 19 Pesta perkawinan.

20 Di acara pesta perkawinan .

21 Acara adat pernikahan; Pesta Tortor. 22

Upacara adat perkawinan; Upacara yang meninggal sesuai dengan status orang yang meninggal tsb; Upacara syukuran' dll.

23 Pernikahan; Orang meninggal.


(20)

27 Pesta perkawinan; Kematian; Kelahiran; Menaikkan tulang belulang leluhur; dll. 28 Menortor dan taritarian; Gondang Batak; Seruling bambu; dan sebagainya. 29 Acara adat pernikahan; Acara adat untuk yang meninggal dunia.

25 Pesta pernikahan; Syukuran. 30 Acara-acara Adat.

31 Pesta perkawinan; Orang meninggal. 32 Kesenian tradisional (musik dan lagu). 33 Arisan marga.

34

Pesta pernikahan (mangadati); Melihat orang meninggal dunia, dan mangapuli (memberi hiburan kepada keluarga yang ditinggalkan).

35 Tor-tor; Adat perkawinan; Adat memasuki rumah.

36 Menari tor-tor; Arisan keluarga Batak; Acara-acara Batak Lainnya. 37 Pesta adat.

38 Mengikuti adat pernikahan; Tahun baru (Pesta); dan mengikuti Pemakaman orang yang meninggal. 39 Seluruh yang menyangkut dengan adat Batak Toba.

40 Pesta pernikahan; Arisan marga; arisan parsahutaon; mangapuli;dll.

41 Mangulosi; Pesta adat; Mangapuli; Mamoholi; Martumpol; Memasuki rumah baru (Mangumpoi Jabu). 42 Acara adat Batak, dalam perkawinan; selamatan; dll.

43 Pernikahan;dll. 44

Saya mengikutinya yang sesuai dengan agama saya, sebagai orang Kristen. Apabila tradisi itu menyimpang maka akan saya tinggalkan.

45 Berkunjung ke rumah keluarga terutama di atas partuturon (orang tua, abang/ kakak, hula-hula, tulang); Adat pernikahan. 46 Perkawinan; musayawarah adat.

47 Mangulosi; masuk rimah baru (sipir ni tondi). 48 Gondang/ musik.

49 Kegiatan-kegiatan adat Batak dan yang berkembang dengan budaya Batak. 50 Perkawinan; Memasuki rumah baru; dan adat kematian.


(21)

No Tradisi yang dilakukan 51 Pesta perkawinan.

52 Pesta; Arisan (acara budaya Batak) yang sesuai dengan iman Kristen. 53 Acara pesta perkawinan; Acara orang meninggal; Acara syukuran.

54 Adat Perkawinan orang Batak, baik itu di Toba maupun di kota (Bandung).

55 Menghadiri undangan pesta budaya/adat Batak, dan mempelajari budaya adat Batak. 56 Perkawinan anak/ boru; Acara kematian; Acara pangungkalan holi.

57 Acara perkawinan adat Batak; Acara adat waktu meninggal orang Batak; Acara syukuran memasuki rumah baru. 58 Budaya Batak.

59 Manortor; Persekutuan.

60 Pergaulan sehari-hari terhadap semua orang Batak; Somba marhula-hula, manat mardongan, elek marboru. 61 Tor-tor.

62 Dalam acara perkawinan (pangoli anak dan pangoli boru).

63 Adat pernikahan sesudah diberkati di gereja; Tradisi budaya suka dan duka; Arisan-arisan keluarga. 64 Tradisi Batak Toba.

65 Seluruh yang menyangkut dengan adat Batak Toba. 66 Pesta adat pernikahan.

67 Kelahiran; Perkawinan; Kematian. 68 Melakukan dan mengikuti adat Batak. 69 Adat, dll.

70 Yang berkaitan dengan sukacita seperti pernikahan; Yang berkaitan dengan dukacita seperti kematian. 71 Pesta adat; Ritual-ritual keluarga dan tradisi budaya Batak Toba.

72 Adat Batak Toba pada umumnya. 73 Batak Toba.

74 Pesta pernikahan Batak. 75 Kesenian Batak; Adat Batak.

76 Budaya Adat perkawinan Batak Toba; Budaya kelahiran dan kematian tradisi budaya Batak Toba. 77 Pesta perkawinan dari martumpol hingga pesta unjuk (pesta resmi).


(22)

78 tradisi Batak Toba.

79 Tor-tor Batak; jiarah ke makam nenek moyang.

80 Pernikahan; Syukuran; Kemalangan (yang meninggal); dan beribadah. 81 Upacara kelahiran; Perkawinan; Kematian.

82 Ya, biasanya di pernikahan orang Batak dan kesenian. 83 Pesta adat; Arisan keluarga/marga.

84 Upacara perkawinan; Upacara duka (kematian, musibah,dll). 85

Proses perkawinan (Marhusip, marhata sinamot, pesta unjuk/perkawinan); Mangompoi Jabu; Acara tradisi; Acara kematian

Sarimatua juga saormatua.

86 Pesta adat kawin; Pesta mangompoi (memasuki rumah).

87 Pesta pernikahan; Arisan keluarga; Memberi penghiburan ke keluarga yang berduka.

88 Perkawinan; Pasahaton Ulos Mula Gabe (ulos 7 Bulan yang hamil) pemberian marga; Orang meninggal. 89 Pesta adat; Acara pernikahan.

90 Pesta perkawinan.

91 Adat perkawinan; Dalam organisasi orang Batak yang ada hubungan dengan silsilah dan hubungan keluarga. 92 Adat istiadat Batak; Tor-tor Batak yang dapat menghibur insan manusia.

93 Pernikahan; Penguburan orang meninggal. 94 Perkawinan; Upacara kematian.

95 Pesta adat pernikahan; Adat kalau ada orang meninggal; Mangompoi Jabu (syukuran memasuki rumah baru). 96 Adat pernikahan Batak; Adat saat meninggal orang tua Batak.

97 Perkawinan adat Batak; Mangadati; Pasahat sulang-sulang; Adat mangalua; Mangompoi Jabu.

98 Adatnya; Arisan untuk mempererat persaudaraan. 99 Acara pernikahan; Acara kematian.

100 Pesta kawinan (menikah); Baptisan; Lahiran anak; Meninggal; Isi rumah baru;dll. 101 Pesta perkawinan; Mangapuli.


(23)

No Tradisi yang dilakukan

103 Adat perkawinan Batak Toba; Mangapuli; Mamoholi; Martumpol; Marhata Sinamot; Manortor.

104 Tortor dan adat-adat. 105 Acara adat perkawinan,

106 Arisan; Perkumpulan marga; Adat perkawinan. 107 Pesta adat; Adat Batak.

108 Mangadati; Manuruk-nuruk; Marhata Sinamot; Arisan;Mangapuli.

109 Upacara perkawinan; Upacara orang meninggal.

110 Upacara pernikahan; Pesta Bonataon dan pesta adat lainnya.

111 Pesta pernikahan orang Batak Toba; Upacara kematian orang Batak Toba. 112 Pernikahan; Kelahiran anak; Kematian.

113 Mangulosi; Manulangi.

114 Acara Adat.

115 Pernikahan; Kematian; Memasuki rumah baru.

116 Perkawinan; Kelahiran; Sidi; Syukuran rumah; Upacara kematian. 117 Arisan; Menghadiri perkumpulan marga.

118 Acara pernikahan; Kematian; Arisan.

119 Martumpol; Margondang; Mangapuli; Bonataon; Arisan marga. 120 Pesta pernikahan; adat-adat lainnya.

121 Kawinan.

122 Pernikahan; kelahiran anak. 123 Adat Batak Toba.

124 Mangokal Holi; Mangapuli; Arisan Parsahutaon; Sulang-sulang pahopu; Pernikahan adat Batak. 125

Acara pernikahan adat Batak; Arisan marga; Arisan parsahutaon; Marhata sinamot/Martuppol; dan acara pemakaman ala Batak.

126 Margondang; Mangokkal Holi.

127 Budaya dan adat.

128 Sering mengikuti acara adat Batak. 129 Acara adat.


(24)

131 Tor-tor.

132 Manortor/tor-tor.

133 Gondang di acara keluarga dan marga. 134 Pernikahan; Pemakaman.

135 Berbicara dengan bahasa Batak. 136 Jarang ikut.

137 Berbahasa Batak; Mengikuti adat Batak. 138 Tortor Batak; Gondang.

139 Pesta pernikahan; Pesta Bonataon.

140 Adat Batak Toba.

141 Saling mengasihi; Gotong royong. 142 Kematian; Pernikahan.

143 Pesta adat Pernikahan; Memasuki rumah baru. 144 Tarian Batak Toba (Tortor).

145

Bahasa Toba; Tata cara pelaksanaan adat perkawinan, prosesi yang meninggal atau acara duka; Memasuki rumah baru; Arisan; Tatakrama Adat Toba.

146 Hampir seminggu sekali makan 'B2 &B1; Menyetel lagu-lagu Batak dan lawak 'aman lopas'. 147 Perkawinan.

148 Tor-tor. 149

Acara pernikahan, baik acara pertunjukkan atau konser Batak Toba; Perkumpulan Batak Toba; Acara arisan dan organisasi yang lain.

150 Mengenal silsilah dan ikut dalam pesta berperan dalam Marhobas dari pihak parboru. 151 Pesta Mangadati (Pernikahan).

152 Dalam pernikahan; Kemalangan, kematian, dll. 153 Pesta pernikahan putra/putri.

154 Adat pernikahan; Adat kemalangan. 155 Pesta pernikahan; Syukuran rumah.


(25)

No Tradisi yang dilakukan 156 Pesta pernikahan; Adat kematian.

157 Pesta pernikahan; Acara pemakaman (Acara kematian) 158 Pernikahan; arisan-arisan.

159 Pada waktu pesta pernikahan. 160 Pernikahan.

161 Katekisasi (sidi), dll.

162 Dalam hal memanggil saudara-saudara saya. 163 Tidak ada.

164 Pesta perkawinan; Mangulosi.

165 Pernikahan; Orang yang meninggal. 166 Manortor.

167 Manortor.

168 Acara pernikahan; Acara dukacita; Acara pembuatan tugu; Acara memasuki rumah baru. 169 Arisan keluarga; Acara pernikahan.

170 Perkawinan anak; Mengumpulkan tulang belulang orang tua yang sudah meninggal dan dipindahkan kedalam tugu. 171

Saya sebagai ketua marag saya, tentu semua yang berhubungan dengan adat Batak saya ikuti (Perkawinan, kematian, lahir, dll).

172 Manulangi orang tua (menyuapi orang tua kita). 173 Perkawinan; Kematian.

174 Perkawinan; Kematian; Sidi; Baptis; dll.

175 Perkawinan dengan mengadati anggota keluarga yang dekat. 176 Pesta perkawinan anak/boru;Pesta Kematian.

177 Perkawinan; Kesenian.

178 Masuk Rumah; Lagi mengandung 7 bulan; Lahir; Sidi; Kawin; Meninggal,dll. 179 Acara pernikahan; Acara pemakaman.

180

Menghadiri acara perkawinan dengan menggunakan adat Batak Toba yang didalamnya terdapat Gondang (Pertunjukkan musik adat khas Batak Toba), dan tor-tor (tarian dengan iringan musik gondang).


(26)

184 Pesta adat Batak Toba dalam acara pernikahan. 185 Perkawinan.

186 Pernikahan adat Batak. 187 Pernikahan.

188 Baptis (menyampaikan ulos paroppa); Pasahat ulos mula gabe (nujuh bulanan); Pesta perkawinan; Kematian. 189 Mangirdak(Acara 7 bulanan); Pernikahan; Orang meninggal; Acara memasuki rumah baru.

190 Pesta perkawinan; Pesta hari natal. 191 Mamoholi; Mangapuli; Mebat; Pernikahan.

192 Tradisi adat perkawinan; Tradisi adat meninggal dunia. 193 Adat pernikahan Batak.

194 Adat untuk orang yang meninggal.

195 Mengikuti acara pernikahan yang beradat Batak Toba; Menghadiri perkumpulan satu marga. 196 Mangulosi; Manorto; Jambar.

197 Perkawinan; Bona Taon; Mamboan Sipanganon Tu Tulang.

198 Mangulosi; Manortor; Perkawinan; Manulangi;Mangokal holi; Pamulihon Boru.

199 Manulangi; Mangulosi; Pamulihon Boru; Pamulihon Anak, Mangokkal holi; Mangopoi Jabu; Mammoholi.


(27)

Tabel 1.Keluarga Non Batak Toba Jumlah %

Ya 80 40%

Tidak 120 60%

Total 200 100%

Tabel 2. Teman Non Batak Toba Jumlah %

Ya 130 65%

Tidak 70 35%

Total 200 100%

Tabel 3.Tetangga Non Batak Toba Jumlah %

Ya 147 73,5%

Tidak 53 26,5%

Total 200 100%

Tabel 4.Media

Jumlah % Budaya Batak Toba 71 35,5%

Budaya Lain 92 46,0%

Budaya Batak Toba & Lain 37 18,5% Total 200 100%

Tabel 5. Responden Mencari Tahu Mengenai Budaya Lain

Jumlah % Mencari Tahu 128 64,0% Tidak mencari tahu 72 36,0% Total 200 100%


(28)

SMP SMA D3 S1 SMP SMA D3 S1 SMP SMA D3 S1

Security 1 1 1 1 4,44 5,20 5,18 5,10 0,135 0,135 0,227 0,197

Universalism 2 3 3 3 4,79 4,86 4,81 4,74 0,229 0,315 0,177 0,246

Conformity 3 2 2 2 4,78 4,93 4,88 4,95 0,704 0,671 0,595 0,504

Benevolence 4 4 4 4 4,48 4,69 4,61 4,65 0,347 0,125 0,379 0,126

Self Direction 5 6 7 5 4,44 4,24 3,90 4,50 0,475 0,519 0,433 0,395

Tradition 6 5 5 6 4,33 4,39 4,42 4,32 0,604 0,765 0,773 0,851

Stimulation 7 8 9 8 3,60 3,52 2,96 3,84 0,406 0,461 0,588 0,485

Achievement 8 7 6 7 4,59 4,14 4,07 4,25 0,677 0,742 0,811 0,619

Power 9 9 8 9 3,67 3,32 3,07 3,74 0,505 0,592 0,472 0,812

Hedonism 10 10 10 10 2,73 2,89 2,91 2,85 0,344 0,095 0,305 0,043

Hierarchy Berdasarkan Tingkat Perekonomian

Rank Mean Std. Dev

Value Menengah Atas

Menengah

Bawah Menengah Atas

Menengah Bawah

Menengah Atas

Menengah Bawah

Security 1 1 5,11 5,21 0,17 0,20

Conformity 2 2 4,91 4,94 0,55 0,62

Universalism 3 3 4,65 4,88 0,30 0,23

Benevolence 4 4 4,64 4,66 0,15 0,18

Self Direction 5 6 4,54 4,25 0,33 0,49

Achievement 6 7 4,51 4,10 0,52 0,76

Tradition 7 5 4,49 4,33 0,49 0,85

Power 8 9 3,70 3,37 0,79 0,58

Stimulation 9 8 3,63 3,53 0,39 0,49


(29)

Hierarchy Berdasarkan Keberadaan Teman Sebaya Non Batak

Value Rank Mean Std. Dev

Punya

Tidak

Punya Punya

Tidak

Punya Punya

Tidak Punya

Security 1 3 5,17 5,19 0,21 0,16

Conformity 2 4 4,97 4,85 0,59 0,66

Universalism 3 5 4,91 4,67 0,23 0,31

Benevolence 4 2 4,69 4,58 0,2 0,14

Tradition 5 1 4,35 4,37 0,81 0,74

Selfdirection 6 7 4,30 4,30 0,47 0-44

Achievement 7 6 4,12 4,29 0,69 0,71

Stimulation 8 8 3,55 3,53 0,46 0,48

Power 9 9 3,39 3,51 0,7 0,46


(30)

Buda ya Batak

Budaya Batak&Lain

Budaya Lain

Budaya Batak

Budaya Batak&Lain

Budaya Lain

Budaya Batak

Budaya

Batak&Lain Budaya Lain

Security 1 1 1 5,22 5,03 5,20 0,299 0,166 0,136

Conformity 2 3 2 5,02 4,75 4,92 0,550 0,632 0,655

Universalism 3 2 3 4,86 4,76 4,82 0,309 0,231 0,235

Benevolence 4 4 4 4,68 4,66 4,62 0,149 0,315 0,149

Tradition 5 5 5 4,48 4,36 4,26 0,660 0,781 0,870

Self Direction 6 7 6 4,48 4,13 4,23 0,367 0,659 0,445

Achievement 7 6 7 4,32 4,18 4,07 0,621 0,656 0,776

Stimulation 8 9 8 3,62 3,34 3,57 0,614 0,536 0,329

Power 9 8 9 3,62 3,37 3,32 0,587 0,877 0,524


(31)

Hierarchy Berdasarkan Anggota Keluarga Non Batak

Rank Mean

Std. Dev

Value

Punya

Tdk

Punya Punya

Tdk

Punya Punya

Tdk Punya

Security 1 1 5,21 5,16 0,17 0,22

Conformity 2 2 5,01 4,87 0,59 0,63

Universalism 3 3 4,93 4,75 0,32 0,24

Benevolence 4 4 4,68 2,63 0,29 0,09

SelfDirection 5 6 4,34 4,27 0,51 0,41

Tradition 6 5 4,33 4,38 0,85 0,75

Achievement 7 7 4,18 4,18 0,77 0,66

Power 8 9 3,46 3,42 0,61 0,63

Stimulation 9 8 3,45 3,61 0,49 0,46

Hedonism 10 10 2,65 3,00 0,22 0,05

Hierarchy Berdasarkan Tetangga Non Batak Toba

Rank Mean Std. Dev

Value

Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak

Security 1 1 5,19 5,15 0,18 0,24

Conformity 2 2 4,92 4,93 0,62 0,59

Universalism 3 3 4,87 4,69 0,25 0,38

Benevolence 4 4 4,67 4,60 0,23 0,04

Tradition 5 5 4,35 4,39 0,79 0,74

Selfdirection 6 6 4,31 4,27 0,45 0,47

Achievement 7 7 4,15 4,26 0,74 0,59

Stimulation 8 8 3,54 3,56 0,42 0,62

Power 9 9 3,40 3,52 0,68 0,43


(32)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

Indonesia yang merupakan negara kepulauan (terdiri atas 1700 pulau) dikenal dengan kebhinekaan agama, etnik, dan adat istiadat penduduknya. Sebut saja pulau Bali dengan etnik Bali, mayoritas beragama Hindu-Bali, dan dikenal oleh dunia sebagai masyarakat yang memiliki kekayaan budaya. Di pulau Sumatera, ada suku Batak yang memiliki kekayaan etnik tersendiri. Di pulau papua ada suku Asmat; di pulau Jawa ada suku Baduy; di pulau Kalimantan ada suku Dayak. Pulau-pulau dan kekayaan budaya di dalamnya, sebagaimana disebutkan di atas, hanyalah sebagian kecil dari keberagaman etnik di wilayah Indonesia ini. Indonesia dikenal sebagai negara yang paling heterogen di dunia, karena terdapat 520 adat istiadat berbeda-beda, sebagaimana suku bangsa (etnik) yang terdapat di sini. (Pdt. Dr. Farel Panjaitan, 2005 dalam Devotion).

Suku Batak Toba sebagai salah satu suku di Indonesia, mengagungkan kesadaran dan kebanggaan akan budaya Batak Toba (E.H. Tambunan, 1982). Suku ini tinggal di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara, atau tepatnya sebelah tenggara kota Medan, luas wilayah 1.060.530 Ha, termasuk danau Toba yang luasnya kira-kira 110.260 Ha dan luas daratannya 950.270 Ha. Tarutung adalah ibu kota kabupaten Tapanuli Utara, kota terbesar, dan sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Tapanuli Utara merupakan daerah udara sejuk, terutama daerah Siborong-borong. Hampir di seluruh daerah Toba turun hujan dengan teratur


(33)

tiap-2

tiap tahun, sehingga berdampak kepada tanahnya. Tidak heran jika wilayah Tapanuli Utara merupakan daerah pertanaian dengan hasil utama beras.

Seperti halnya suku lain, masyarakat Batak Toba memiliki kekhasan budayanya tersendiri yang membedakannya dengan suku-suku bangsa lainnya, selain nilai-nilai yang diyakini dan dianggap penting dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sistem kekerabatan orang Batak Toba adalah patrilineal (menurut garis keturunan ayah). Garis keturunan laki-laki diteruskan oleh anak laki-laki, dan menjadi punah kalau tidak ada lagi anak laki-laki yang dilahirkannya. Laki-laki itulah yang membentuk kelompok kekerabatan: perempuan menciptakan hubungan besan (affinal relationship) karena ia harus menikah dengan laki-laki dari kelompok patrilineal yang lain. Struktur kekerabatan yang bersifat patrilinel ini mempengaruhi seluruh kehidupan orang Batak Toba, misalnya meliputi sistem waris, perkawinan, sistem kepemilikan tanah dan pola tempat tinggal. Ketentuan pokok dalam hukum warisan adalah bahwa anak laki-laki merupakan pewaris harta peninggalan bapaknya. Dalam arti bahwa jika ada anak laki-laki, merekalah yang menjadi ahli waris harta peninggalan bapaknya. Memang dimungkinkan untuk memberikan sebagian harta warisan kepada affina, tetapi mereka bukanlah termasuk ahli waris. (J.C.Vergouwen dan Prof. Dr. T.O. Ihromi-Simatupang, 2004). Laki-laki dalam suku Batak pun mendapatkan julukan yang istimewa yaitu Anak Ni Raja (Anak Raja). Julukan ini menggambarkan bagaimana istimewanya laki-laki, dan laki-laki selalu mendapatkan hak istimewa, se-istimewa seorang ‘raja’.


(34)

Garis keturunan laki-laki pada orang Batak Toba disimbolkan dengan marga. Marga adalah kelompok kekerabatan menurut garis keturunan ayah (patrilineal). Selain harus mengetahui marganya sendiri seorang laki-laki Batak Toba, juga harus tahu Tarombo.

Tarombo adalah silsilah, asal-usul menurut garis keturunan ayah. Dengan tarombo seorang Batak Toba mengetahui posisinya dalam marga. Bila orang Batak Toba berkenalan pertama kali, biasanya mereka saling tanya marga dan Tarombo. Hal tersebut dilakukan untuk saling mengetahui apakah mereka saling "mardongan sabutuha" (semarga) dengan panggilan "ampara" atau " marhula-hula" dengan panggilan "lae/tulang". Dengan tarombo, seseorang mengetahui apakah ia harus memanggil "Namboru" (adik perempuan ayah/bibi), "Amangboru",(suami dari adik ayah/Om), "Bapatua/Amanganggi/Amanguda" (abang/adik ayah), "Ito/boto" (kakak/adik), Pariban atau boru tulang (putri dari saudara laki laki ibu) yang dapat dijadikan istri, dan seterusnya.

Sistem kekerabatan orang Batak Toba menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam tiga posisi yang disebut Dalihan Na Tolu. Dalihan dapat diterjemahkan sebagai “tungku” dan “sahundulan” sebagai “posisi duduk”. Keduanya mengandung arti yang sama, tiga posisi penting dalam kekerabatan orang Batak, yaitu:hula hula atau tondong, yaitu kelompok orang orang yang posisinya “di atas”, yaitu keluarga marga pihak istri sehingga disebut somba somba marhula hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. Kedua, dongan tubu atau sanina, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya


(35)

4

“sejajar”, yaitu: teman/saudara semarga sehingga disebut manat mardongan tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan. Ketiga, boru, yaitu kelompok orang orang yang posisinya “di bawah”, yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut elek marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.

Dalihan Na Tolu bukanlah kasta karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut: ada saatnya menjadi Hula hula/Tondong, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada saatnya menjadi Boru. Dengan Dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang. Dalam sebuah acara adat, seorang Gubernur harus siap bekerja mencuci piring atau memasak untuk melayani keluarga pihak istri yang kebetulan seorang Camat. Itulah realitas kehidupan orang Batak yang sesungguhnya. Lebih tepat dikatakan bahwa Dalihan Na Tolu merupakan sistem demokrasi orang Batak karena sesungguhnya mengandung nilai nilai yang universal (www.silabanbrotherhood.com).

Sebagai dorongan semangat adat yang hidup dalam diri setiap rakyat Batak Toba, mereka senang menerima tamu di rumah. Mereka merasakan hikmah yang akan diterima dari sifat dan kebiasaan menerima tamu itu. Setiap tamu dari tempat lain harus diberi makan dahulu sebelum mereka pulang. Terutama pada pendatang yang tidak dikenal selalu diberi penghormatan dan penghargaan usaha menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan semangat adat itu memberi ciri khusus pada


(36)

rakyat sebagai masyarakat yang bermoral, dan sifat ini merupakan identitas bagi masyarakat Batak Toba (E.H. Tambunan, 1982)

Sifat-sifat kegotongroyongannya (Marsiadapari, Marsidapari, Marsirippa) tampak juga pada masyarakat Batak Toba kota. Mereka tetap terdorong untuk berkumpul menurut panggilan Dalihan Na Tolu itu. Mereka sama-sama mengawinkan anak dan menerima adat sesuai dengan pernikahan, dan membayar tuntutan adat sesuai dengan peraturan yang berlaku pada orang Batak Toba. Hukum adat yang melandasi hidup masyarakat Batak Toba mengatur tertib kehidupan mereka, baik ketika menghadapi masalah maupun ketika sedang bersukacita (E.H. Tambunan, 1982).

Kebiasaan makan daging sudah merupakan ciri orang Batak, karena pesta-pesta adat harus dijalankan di ‘atas’ makanan daging. Kesukaan minum tuak (semacam minuman keras yang dibuat dari air nira dan telah dicampur semacam kulit kayu, atau raru) dapat pula sebagai ciri yang mempersatukan individu dengan individu lainnya. Minum tuak secara berkelompok sambil memetik gitar sangat mengasyikkan, mereka mulai bernyanyi dan tema lagunya biasanya memuja tanah leluhurnya. Kebiasaan ini sudah mendarah daging dan merupakan bagian hidup rakyat, dan kadang-kadang seorang dikatakan kurang hubungan sosialnya kalau ia jarang bertemu dengan teman-temannya. Pertemuan semacam ini menjadi arena pergaulan sosial (E.H. Tambunan,1982).

Tampaknya modernisasi yang terjadi dalam segala segi hidup zaman ini tidak mengubahkan kebiasaan itu, karena orang–orang Batak Toba kota pun tetap berpedoman pada filsafat leluhur yang tertuang di atas landasan Dalihan Na Tolu


(37)

6

(E.H. Tambunan, 1982). Hal ini dapat dilihat dari kehidupan orang Batak Toba di kota Bandung yang sebagian besarnya beragama Kristen dan menjalankan kegiatan agamanya di sebuah Gereja dengan latar belakang Batak Toba yang memang merupakan perluasan Gereja yang sama dengan yang ada di daerah asal mereka. Pada Tahun 1930 berdirilah organisasi resmi Gereja tersebut

Dalam lembaga atau prananta adat, Dalihan Na Tolu merupakan nilai instrumentalis. Sementara itu dari segi hukum agama, Injil adalah hukum material. Dengan demikian dalam implementasinya, adat (Dalihan Na Tolu) adalah hukum acara atau hukum proses yang melaksanakan hukum material (Injil) itu, khususnya dalam melaksanakan upacara adat sukacita maupun adat dukacita yang berpegang pada Dalihan Na Tolu. Peranan Dalihan Na Tolu diharapkan akan semakin berkualitas di bawah pengaruh Gereja dan sebaliknya Gereja akan semakin besar dengan dukungan Dalihan Na Tolu. Dengan kata lain Gereja ini didirikan agar jemaatnya dapat memuji-muji Allah dengan cara orang Batak, bukan dengan cara bangsa Barat atau bangsa lain (Humala Simanjuntak, 2005). Hal ini dipraktikkan salah satunya dalam hal pemberian ulos. Ulos menurut hukum adat adalah lambang kehangatan, pemberian ulos pada saat acara keagamaan melambangkan kehangatan yang ingin dibagikan dari si pemberi kepada si penerima ulos. Untuk mendukung hal tersebut, orang Batak Toba selalu berusaha untuk meneruskan adat yang ada kepada generasi selanjutnya.

Adat Batak Toba mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan orang Batak Toba di Gereja ‘X’ di Bandung, termasuk sistem nilai/ value yang mereka pegang. Adat Batak Toba dapat dilihat dari value Schwartz yang merupakan


(38)

value universal. Menurut Schwartz (2001), value adalah sesuatu yang diyakini dan dianggap penting oleh individu dalam berpikir, merasakan dan bertingkah laku, yang dipilih untuk menjustifikasi tindakan-tindakan dan mengevaluasi orang-orang termasuk diri sendiri, orang lain, dan kejadian-kejadian. Values dari Schwartz terdiri atas self-direction, hedonism, achievement, power, stimulation, tradition, conformity, security, benevolence, dan universalism (Schwartz dan Bilsky, 1990). Value ini disebut sebagai value universal karena kesepuluh tipe value ini ditemukan di 60 (enam puluh) negara yang sudah diteliti. Kesepuluh tipe value ini juga kemungkinan akan terdapat pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja ‘X’ di Bandung dan tersusun dalam hierarchy berdasarkan derajat kepentingannya.

Value dapat diperoleh dari kontak yang terjadi dengan orang tua, pasangan hidup, juga sanak saudara, seperti kakek-nenek, paman-bibi, dan lainnya. Hubungan dengan saudara lainnya, seperti sepupu bahkan dengan teman, atasan dan tetangga baik yang termasuk suku Batak Toba ataupun di luar suku Batak Toba, juga memberi pengaruh pada value yang dimiliki seseorang. Begitu pula dengan pengaruh media massa yang makin memudahkan masuknya pengaruh dari budaya lain.

Pada penelitian ini, sampel yang akan diambil adalah pria Batak Toba dengan rentang usia 35-64 tahun, yang termasuk rentang usia dewasa madya, di Gereja ‘X’ di Bandung. Pria di Gereja tersebut memiliki hak yang lebih daripada perempuannya. Hal ini terlihat dari banyaknya kedudukan kepengurusan yang diisi oleh pria dibanding perempuan. Hal ini selaras dengan adat Batak Toba yang


(39)

8

mengambil garis keturunan dari pria, sehingga kaum pria lebih ‘diistimewakan’. Pria Batak Toba di Bandung tinggal dan berinteraksi dengan masyarakat budaya lain, seperti budaya Sunda dan Jawa.

Pria Batak Toba yang telah tinggal selama bertahun-tahun dapat mengalami perubahan nilai-nilai budaya, karena dipengaruhi oleh interaksi dengan budaya Sunda tersebut. Pria Batak Toba tidak lagi tinggal berkelompok bersama suku Batak Toba lainnya, hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kehidupannya tidak hanya berdasarkan adat Batak Toba, tetapi juga adat-adat lain yang ada di sekitar lingkungan hidup pria Batak Toba tersebut.

Telah dilakukan survei awal dengan memberikan kuesioner kepada 20 (dua puluh) orang pria dewasa madya yang berlatar belakang Batak Toba di Gereja ‘X’ di Bandung. Kuesioner ini berupa pernyataan-pernyataan mengenai apa yang dipegang teguh oleh mereka, dan apa yang dianggap penting. Responden diminta untuk memilih pernyataan mana saja yang sesuai dengan diri mereka.

Berdasarkan survei awal didapatkan bahwa 12 orang responden menganggap tidak penting untuk mengendalikan tindakan agar menciptakan kebersamaan dengan orang sekitarnya. Kegiatan makan dan minum bersama yang merupakan salah satu wujud tingkah laku masyarakat Batak Toba agar menciptakan kebersamaan bahkan sudah tidak dilakukan lagi. Mereka menganggap bahwa makan daging dan minum tuak merupakan hal yang buruk untuk dilakukan, karena dapat mengakibatkan kesehatan memburuk. Terdapat juga responden yang menganggap kurang penting tetapi sering dilakukan. Hal ini terjadi karena makan daging dan minum tuak lebih merupakan kebiasaan,


(40)

daripada sebuah adat, selain itu dapat membantu melupakan permasalahan. Perkara apakah dengan makan daging dan minum tuak akan mempererat kebersamaan adalah bukan hal yang diperhitungkan lagi, karena pada dasarnya kegiatan makan daging dan minum tuak sering dilakukan sendiri, tidak bersama dengan teman-teman yang lain. Selain kegiatan makan dan minum, contoh lain adalah dengan tergabung dalam punguan marga. Punguan marga adalah perkumpulan dari tiap-tiap marga yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan yang dapat menggalang kebersamaan. Dalam punguan marga tiap orang Batak akan selalu dilibatkan dalam setiap acara yang diadakan, hal ini sudah jarang diikuti oleh orang Batak Toba di kota Bandung. Responden menganggap kegiatan-kegiatan dalam punguan marga terkadang terlalu merepotkan dan menghabiskan waktu. Hal ini menunjukkan bahwa mengutamakan pengendalian diri dalam berinteraksi dengan orang-orang terdekat (conformity value) sudah kurang dianggap penting lagi.

Selain itu didapatkan juga bahwa 10 responden sudah tidak menganggap penting untuk melakukan kegiatan tradisi Batak Toba lagi. Salah satu responden mengatakan bahwa dia tidak lagi memaksakan tradisi untuk dilakukan, misalnya saja ketika responden menikahkan anaknya, ada tiga tahap yang seharusnya dilakukan sebelum menikah. Akan tetapi karena panjangnya adat serta lamanya waktu pelaksanaan, maka responden hanya melakukan dua tahap saja. Responden juga mengatakan bahwa pengaruh anaknya yang tidak ingin melakukan adat tertentu telah mempengaruhi responden untuk setuju dan mengalah, yaitu dengan melewatkan beberapa tahap pernikahan. Responden yang lain mengatakan bahwa


(41)

10

untuk memilih pasangan hidup dari suku yang sama bukanlah hal yang penting lagi. Untuk meneruskan keturunan Batak Toba dengan mempertahakankan kesukuan bukanlah hal yang tepat. Keturunan Batak Toba dapat diteruskan dengan mengembangkan kesenian yang ada dan bukan dengan menutup diri. Pelaksanaan tradisi (tradition value) dapat tidak lagi dijalankan dengan utuh, ‘pemotongan’ dilakukan di beberapa sisi agar dapat diterima dan dilakukan oleh generasi penerus. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tradisi (tradition value) dan pengendalian diri dalam berinteraksi dengan orang terdekat (conformity value) saling bertentangan.

Sepuluh responden lainnya masih menganggap pelaksanaan tradisi sebagai hal yang penting. Responden menganggap tradisi sebagai hal yang tidak mungkin dapat terpisahkan dari diri orang Batak Toba. Walaupun tidak semua adat Batak Toba adalah baik, tetapi tetap menjalankan dan melestarikannya adalah hal yang wajib dilakukan. Responden menyatakan bahwa tradisi yang paling sering dijalankan adalah pemberian ulos pada saat pernikahan, arisan dan memberikan penghiburan bagi yang berdukacita.

Tiga belas orang responden menganggap kurang penting untuk memperhatikan kesejahteraan orang-orang sekitar. Kesibukan dan kurangnya komunikasi dijadikan alasan mengapa untuk memperhatikan orang sekitar menjadi hal yang kurang penting. Salah satu responden mengatakan kesejahteraan orang sekitarnya akan terjadi tanpa perlu campur tangan dirinya. Selain itu di zaman serba modern ini, untuk benar-benar memperhatikan kesejahteraan orang lain adalah hal yang sulit, responden merasa sudah terlalu banyak hal yang


(42)

dipikirkan, menambah keharusan memikirkan orang lain adalah hal yang sulit. Memberikan perhatian dan pertolongan bagi orang lain (benevolence value) menjadi hal yang kurang dianggap penting lagi, di kota besar seperti Bandung.

Oleh karena pria dewasa madya Batak Toba ini menunjukkan hasil yang beragam mengenai nilai-nilai budaya Batak Toba, maka peneliti ingin mengetahui values apa saja (content) yang terdapat pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja ‘X’ di Bandung, bagaimana keurutan derajat kepentingannya (hierarchy), dan apakah setiap values tersebut saling mendukung atau saling bertentangan (structure) berdasarkan value Schwartz?

1. 2 Identifikasi Masalah

Masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana gambaran value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja “X” di Bandung .

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tipe-tipe value Schwartz yang ada pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja “X” di Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui content, structure dan hierarachy value berdasarkan value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja “X” di Bandung.


(43)

12

1. 4. Kegunaan

I. 4. 1. Kegunaan Teoretis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi ilmu Psikologi Sosial, khususnya Psikologi Lintas Budaya mengenai values pada pria dewasa madya dengan latar belakang Batak Toba di Gereja “X” di kota Bandung.

2) Untuk memberikan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai values Batak Toba.

I. 4. 2. Kegunaan Praktis

1) Memberikan gambaran bagi pria dewasa madya Batak Toba di Gereja “X” di kota Bandung mengenai values yang mereka miliki yang berguna untuk pemahaman diri.

2) Memberikan gambaran bagi Gereja ‘X’ dalam rangka mengembangkan kegiatan bagi kaum pria/bapak sesuai dengan values yang dimiliki.

3) Memberikan masukan bagi pemuka adat Batak Toba tentang valuesdalam rangka mengembangkan kembali budaya Batak Toba.


(44)

1.5 Kerangka Pikir

Value merupakan belief yang dimiliki oleh pria dewasa madya Batak Toba di Gereja ‘X’ dalam menilai suatu situasi dan menentukan tindakan/perilakunya (Schwartz dan Bilsky, 1987: 2). Value didefinisikan sebagai belief mengenai hal yang diinginkan atau tidak. Belief diasumsikan memiliki komponen kognisi, afeksi dan behavioral. Maka value (atau belief mengenai hal yang diinginkan atau tidak) melibatkan pengetahuan (konasi) mengenai makna atau tujuan akhir yang dipertimbangkan sesuai keinginan, ini juga melibatkan derajat afeksi atau perasaaan, karena value tidak netral tapi dipengaruhi oleh perasaan seseorang dan menimbulkan afeksi ketika mendapat tantangan, dan juga melibatkan komponen perilaku, karena value juga dapat mengaktifkan serta mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku (Rokeach, 1973, dalam Feather,1975).

Value sendiri dapat dinamakan single value atau first order value type. Value dapat dibedakan atas 10 macam tipe value (Schwartz), yaitu:

Hedonism Value adalah sejauh belief mana pria dewasa madya Batak Toba mengutamakan untuk mendapatkan kesenangan.

Stimulation Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba mengutamakan pencarian stimulus yang bertujuan untuk mendapatkan tantangan dalam hidupnya.

Self-direction Value adalah sejauh mana beliefpria dewasa madya Batak Toba mengutamakan kebebasan beripikir dan bertindak dalam memilih, menciptakan dan mengeksplor.


(45)

14

Achievement Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba mengutamakan kompetensi dalam diri sesuai dengan standar lingkungan.  Power Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba

mengutamakan kekuasaan atas orang lain, pencapaian status sosial.

Security Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba menggambarkan betapa pentingnya rasa aman dalam diri maupun lingkungan.  Conformity Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba

mengutamakan pengendalian diri individu dalam interaksi sehari-hari dengan orang terdekat mereka

Tradition Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba mengutamakan cara bertingkah laku individu yang sesuai dengan lingkungan mereka dan simbol dari penerimaan atas adat istiadat yang mempengaruhi mereka

Benevolence Value adalah sejauh mana beliefpria dewasa madya Batak Toba mengutamakan perilaku untuk memperhatikan atau menolong orang lain dan mengutamakan kesejahteraan orang-orang di sekeliling mereka.

Universalism Value adalah sejauh mana belief pria dewasa madya Batak Toba mengutamakan penghargaan kepada seluruh orang di sekelilingnya bahkan alam sekitarnya.

Sepuluh tipe value tersebut dapat membentuk suatu kelompok berdasarkan kesamaan tujuan dalam setiap single value. Kelompok tersebut dinamakan second order value type (SOVT) yang terdiri atas openness to change (stimulation & self direction value) adalah belief yang mengutamakan motivasi untuk menguasai


(46)

orang lain atau lingkungan dan keterbukaan untuk berubah. SOVT conservation (conformity, tradition, security value) adalah belief yang mengutamakan pemeliharaan peraturan dan keselarasan hubungan serta menekankan pengendalian diri, self restraint dan kepatuhan. SOVT self-transcendence (universalism & benevolence value) adalah belief yang mengutamakan perhatian kepada orang lain dan lingkungan sekitar. SOVT self-enhancement (power dan achievement value) adalah belief yang mengutamakan perolehan atas superioritas dan penghargaan (Schwartz & Bilsky, 1990). Value pada pria dewasa madya Batak Toba ini akan ada yang saling berkesesuaian (compatibility) atau saling berlawanan (conflict) dan membentuk struktur korelasi antar single value.

Pada masing-masing SOVT, tipe-tipe value di dalamnya akan memiliki hubungan yang berkesesuaian, atau dapat dikatakan memiliki compatibilities karena letaknya yang bersebelahan. Sementara semakin bertambahnya jarak pada dimensi tersebut maka semakin berkurang compatibilities-nya dan semakin besar conflict. SOVT yang saling conflict adalah antara openness to change dan conservation; serta self-enhancement dan self-transcendence. Hubungan compatibilities dan conflict merupakan structure dari tipe-tipe value (Schwartz & Bilsky, 1990).

Values pada pria dewasa madya Batak Toba dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang turut mempengaruhi individu adalah usia, pendidikan, tempat tinggal, agama, dan jenis kelamin. Adapun faktor eskternal yang berpengaruh terdiri dari tiga tipe transmission yang berupa proses pada suatu kelompok budaya yang mengajarkan pembawaan perilaku yang sesuai


(47)

16

kepada para anggotanya, yaitu vertical transmission, oblique transmission, dan horisontal transmission. (Berry, 1999). Proses transmisi budaya tersebut dapat berasal dari budaya sendiri maupun berasal dari budaya lain.

Proses yang berasal dari budaya Batak Toba sendiri dikatakan sebagai enkulturasi dan sosialisasi. Enkulturasi merupakan proses yang mempertalikan individu dengan latar belakang budaya mereka, sedangkan sosialisasi adalah proses pembentukkan individu dengan sengaja melalui cara-cara pengajaran, seperti : pola asuh orang tua. Proses yang berasal dari luar budaya Batak Toba dikatakan sebagai akulturasi dan resosialisasi. Akulturasi menunjuk pada perubahan budaya dan psikologis karena perjumpaan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan perilaku berbeda, sedangkan resosialisasi adalah proses pembelajaran kembali.

Vertical transmission merupakan transmisi yang melibatkan pewarisan ciri-ciri budaya dari orang tua ke anak-cucu yang diwariskan oleh orang tua dan juga melalui interaksi atau sosialisasi khusus dalam kehidupan sehari-hari dengan orang tua, seperti pola asuh. Pria dewasa madya Batak Toba di kota Bandung, merupakan masyarakat Batak Toba yang merantau pada usia dewasa awal. Pada saat itu pewarisan ciri-ciri budaya dari orang tua ke anak belum diberikan secara lengkap. Akan tetapi ketika pria Batak Toba ini sampai di Kota Bandung, mereka dengan segera bergabung dalam perkumpulan orang Batak Toba. Hal ini membuat mereka mendapatkan kembali pewarisan ciri-ciri budaya, yang sebelumnya didapatkan secara tidak utuh dari orang tua mereka.


(48)

Selain itu pria Batak Toba yang sedang berada di usia usia dewasa madya yaitu 35 sampai 64 tahun, menurut Erikson akan mengalami generativity vs stagnation. Pada fase genertivity dewasa madya akan melakukan sesuatu untuk meninggalkan ‘warisan’ dirinya bagi generasi penerusnya. Salah satunya cultural generativity, yaitu membangun, merenovasi dan melestarikan beberapa aspek budaya. Dalam hal ini nampak jelas bagaimana usia dewasa madya memiliki tugas untuk mempertahankan kebudayaannya dengan ‘meneruskannya’ kepada generasai selanjutnya, sehingga gambaran bahwa nilai-nilai kebudayaan yang ada tidak hanya dipegang teguh, namun juga diterapkan dalam kehidupannya, sebagai contoh nyata bagi generasi penerusnya. Hal ini akan mempengaruhi tradition value pada pria dewasa madya Batak Toba.

Pria dewasa madya Batak Toba di kota Bandung ini adalah anggota dari Gereja ‘X’. Keterlibatan seseorang dalam suatu agama memiliki hubungan positif dengan tradition value (Huismans, 1994; Roccas & Schwartz, 1995; Schwartz & Huismans, 1995). Selain itu responden yang beragama Kristen Protestan memiliki ajaran utama untuk saling mengasihi sesama manusia, seperti yang tertulis dalam ALkitab Lukas 12 : 31, “31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.". Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki ‘kewajiban’ untuk memperhatikan semua orang tanpa memandang perbedaan apapun. Hal ini berkaitan dengan universalism value.

Hal lain yang mempengaruhi adalah tempat tinggal. Pria dewasa madya Batak Toba yang berada di kota besar seperti Bandung, harus dapat mengikuti


(49)

18

perkembangan zaman dan beradaptasi dengan lingkungannya, tanpa meninggalkan identitasnya sebagai orang Batak Toba. Pria dewasa madya Batak Toba tetap mempertahankan ciri-ciri Batak Tobanya, namun juga tetap membuka diri terhadap perubahan zaman dan informasi baru. Dikatakan bahwa penduduk daerah urban akan memperlihatkan lebih pentingnya self-direction dan stimulation value (Cha, 1994; Georgas, 1993; Mishra, 1994, dalam International Encyclopedia of The Social Science, 1998).

Laki-laki akan lebih menganggap penting self-direction, stimulation, hedonism, achievement, dan power value (Prince-Gibson & Schwartz, 1994, dalam International Encyclopedia of The Social Science, 1998). Perbedaan tersebut diprediksi dari sosialisasi dan pengalaman peran tipe jenis kelamin. Latar belakang pendidikan turut berpengaruh dalam proses ini. Dikatakan bahwa faktor pendidikan yang tinggi mempunyai hubungan yang positif dengan self-direction value (Kohn, 1996 dan rekan Schonbach, Schooler & Slomezsynski , 1990 dalam Berry, 1996).

Oblique transmission yaitu transmisi yang berasal dari orang dewasa lain dari kebudayaan Batak Toba (kebudayaan sendiri) dan transmisi dari orang dewasa lain yang berasal dari kebudayaan yang lain. Transmisi dari orang dewasa yang berasal dari kebudayaan Batak Toba akan terbentuk melalui proses enkulturasi dan juga melalui sosialisasi. Pria dewasa madya Batak Toba di Gereja ‘X’ di Bandung sering melakukan kegiatan bersama dalam satu perkumpulan (punguan). Perkumpulan ini memiliki waktu pertemuan yang rutin, dan perhelatan apapun yang dilaksanakan anggotanya (sukacita maupun dukacita) selalu


(50)

dirembukkan dalam perkumpulan ini. Hal ini akan mempengaruhi tradition value dan conformity value. Sedangkan transmisi melalui orang dewasa lain yang berasal dari kebudayaan lain (kebudayaan Sunda, khususnya) maka akan terbentuk melalui proses akulturasi dan resosialisasi, yaitu pemberian pengaruh oleh kebudayaan lain melalui tetangga, teman kerja, dan kerabat non-Batak Toba kepada pria dewasa madya Batak Toba

Media massa yang terus berkembang akhir-akhir ini juga telah memberikan pengaruh yang cukup besar kepada pria dewasa madya Batak Toba. Munculnya saluran-saluran televisi daerah yang menampilkan kebudayaan-kebudayaan Sunda dan kurangnya media massa yang membahas mengenai kebudayaan Batak Toba, akan mempengaruhi derajat kepentingan universalism value dan tradition value.

Sifat transmisi yang ketiga adalah horizontal transmission, yaitu pemindahan value yang terjadi melalui enkulturasi dan sosialisasi dengan teman sebaya, maupun hasil dari akulturasi dengan teman sebaya dari budaya lain dan resosialisasi khusus dengan mereka (Berry, 1992). Pria dewasa madya Batak Toba di Bandung setiap hari melakukan interaksi dengan tetangga non-Batak Toba. Interaksi yang sudah dilakukan bertahun-tahun ini akan mempengaruhi universalism dan benevolence value. Oleh karena sampel yang diambil adalah pria Batak Toba usia dewasa madya, maka terdapat transmisi dari bawah, yaitu dari anak-anaknya ataupun cucunya, yang tidak terlalu besar, namun memberi pengaruh.


(51)

20

Secara skematis, kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :

BUDAYA BATAK TOBA BUDAYA LAIN

(Enkulturasi) (Akulturasi)

Oblique transmission

Skema 1. 1. Kerangka pikir Oblique transmission

 Kerabat

 Tetangga

 Teman kerja

 Media massa

Vertical transmission

Orang tua

Oblique transmission  Kerabat

 Teman kerja

 Tetangga

 Media massa

Value Schwartz pada pria dewasa madya

dengan latar belakang Batak

Toba di Gereja “X” di Bandung Horizontal transmission

 Tetangga

 Teman kerja

 Pasangan hidup

VALUESelf-DirectionStimulationHedonismAchievementPowerSecurityConformityTraditionBenevolence  Universalism Horizontal transmission  Tetangga

 Teman kerja

Faktor Internal Usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, tempat tinggal, Hierarchy Oblique transmission  Kerabat  Tetangga

 Teman kerja

 Media massa

Oblique transmission  Kerabat

 Tetangga

 Teman kerja

 Media massa


(52)

Asumsi :

 Karakteristik budaya akan mempengaruhi derajat keyakinan se individu terhadap value.

Value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba di Gereja ’X’ di Bandung diperoleh dari proses transmisi, yaitu vertical transmision, oblique transmision, horisontal transmision dan fakor internal.

Value Schwartz yang dianggap penting oleh pria dewasa madya Batak Toba adalah self-direction, stimulation, hedonism, achievement, tradition, conformity, power value, dan universalism value.


(53)

90

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh melalui pengolahan data Schwartz’s Value pada 200 pria dewasa madya yang berlatar belakang budaya Batak Toba di Gereja ‘X’ di Kota Bandung, disimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini pada content teridentifikasi 10 tipe value, yaitu self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power, conformity, security, tradition, benevolence, dan universalism value.

2. Dalam content ada beberapa item value yang tidak berada pada regionnya. Pada region univesalism value terdapat item conformity value. Pada region hedonism value terdapat item security dan stimulation value. Pada region conformity value terdapat item universalism value. Dalam power value terdapat item security value. Terakhir, pada region security value terdapat item conformity, power, universalism, tradition, dan benevolence value.

3. Pada structure terdapat hubungan compatibilities antara tipe-tipe value di dalam Second Order Value Type, yaitu openness to change (self-direction dan stimulation value), conservation (security, conformity, dan tradition value), self-enhancement (achievement, power dan hedonism value), dan self-transcendence (benevolence dan universalism value). Hubungan compatibilities ini sesuai dengan teori Schwartz.


(54)

4. Jika dilihat dari tipe setiap value, hanya dua pasang tipe value yang conflict. Hedonism dan security value serta security dan power, namun hubungan conflict keduanya sangat kecil dan tidak significant. Hal ini tidak sesuai dengan teori Schwartz.

5. Hierarchy value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba adalah security, conformity, universalism, benevolence, tradition, self-direction, achievement, stimulation, power dan hedonism value.

6. Status sosial ekonomi berkaitan dengan tradition value. Pada responden dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke atas tradition value berada pada peringkat ketujuh, sedangkan pada responden dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah value tersebut berada pada peringkat kelima.

7. Keberadaan teman sebaya non Batak Toba berkaitan dengan beberapa value pada responden, yaitu :

 Pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba conformity valuenya berada pada peringkat keempat, sedangkan pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat kedua,

 pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba security valuenya berada pada peringkat ketiga, sedangkan pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat pertama,

 pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba universalism valuenya berada pada peringkat kelima, sedangkan


(55)

92

pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat ketiga.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Penelitian Lanjutan

 Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih mendalam terhadap hubungan antara value Schwartz dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan value, seperti: memiliki teman sebaya Batak Toba, status ekonomi dan tingkat pendidikan terakhir.

2. Guna Laksana

 Bagi pria dewasa madya Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung agar dapat saling berdiskusi untuk mengerti values apa yang sebaiknya dipertahankan dan dikembangkan, dan values apa yang dalam pelaksanaan kesehariannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan kota Bandung.

 Bagi pemimpin dan majelis Gereja ‘X’ dapat membentuk atau mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang didalamnya terdapat unsur budaya Batak Toba. Dalam rangka menunjukkan kepada pria dewasa madya Batak Toba adat apa yang sesuai dengan agama Kristen dan apa yang tidak.


(56)

 Bagi pemuka adat Batak Toba dapat menggalakkan kembali acara-acara kebudayaan Batak toba yang sesuai dengan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan lingkungan kota Bandung.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W., Poortinga, Y. H., Segall, M. H., & Dasen, P. R. 1999. Psikologi

Lintas-Budaya: Riset dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Dacey, J. S., Travers, J. S. 2002. Human Developmen : Across the Life-Span. 5th Edition. New York : McGraw-Hill.

E. H.Tambunan. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan

Kebudayaannya.Bandung: Tarsito.

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi

II-Agustus 2007. Bandung : Universitas Kristen Maranata.

Feather, N. T. 1975. Values in Education and Society. New York : Free Press. Graziano, Anthony. M & Michael L Raulin. c2000. Research Methods. Boston :

Allyn and Bacon.

International Encyclopedia of The Social Science. 1998. Vol. 15-17.

Humala Simanjuntak, SH. 2005. Dalihan Na Tolu : Nilai-nilai Budaya yang Hidup ; Sebuah Warisan bagi Generasi Muda. Jakarta : O. C. Kaligis & Associates.

J.C Vergowen. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta : LkiS.

Koentjaraningrat. 1791. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jogjakarta : Djambatan.

Oishi, Shigehiro, Schimmack, U., Diener, E., Suh, E. M. 1998. The Measurement

of Values and Individualism-Collectivism. Personality and Social

Psychology Bulletin. Vol 24. No. 11. November 1998.

Rasyid, Harun Al. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Bandung : Program Pascasarjana Unpad

Rokeach, M. 1968. Beliefs, Attitudes and Values. San Francisco : Jossey Bass. Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in Content and Structure of Values :

Theoretical Advances and Empirical Tests in 20 Countries. Vol. 25.


(58)

---. 2001. Value Hierarchies across Culture Taking a Similar Perspective.

Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No. 3. May 2001.

---, Harris, M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross-Cultural Validity of The Theory of Basic Human Values with A Different Method of Measurement. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No. 5. September 2001.


(59)

DAFTAR RUJUKAN

Alkitab

Arpin. 30 September 2006. Budaya Daerah : Batak. Marsiadapari = Marsidapari

= Marsirippa Sama Dengan Gotong Royong (online).

(http://www.pintunet.com/produk.php?vproduk_id=budayabatak&vpid=1907, 20 maret 2007)

L.Siahaan-Br Simangunsong (Personal Communication) Majalah Devotion. No. 07. Februari 2005.

Saba, Kanaga. 18 Mei 2006. Artikel Habatakon, Artikel Lepas. Kosmologi

Masyarakat Batak (online). ( http://www.silaban.net/aggregator.php, 20

Maret 2007)

Sariarum, Wulan. 2005. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Value Pada Siswa SMA

Katolik “X” di Bandung. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Silaban, Saut P. 23 Mei 2006. Artikel Habatakon. Dalihan Na Tolu Sumber Hukum Adat Batak (online). ( http://www.silaban.net/aggregator.php, 20 Maret 2007)

Simbolon, Ernest. Januari 2004. Danau Toba. Save Toba Lake (online).

(www.tripod.com, 15 april 2008) St. B. Siahaan (Personal Communication)

(http://students.ukdw.ac.id/%7E22012539/main.htm, 20 Maret 2007)

Tiara Dewi, Yvonne. 2006. Survey Mengenai Value Schwartz Pada Suku Jawa di

Kabupaten Bantul (Suatu Studi Pada Guru SMAN di Kabupaten Bantul).

Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Z, Errol. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz Pada Siswa/i Dengan

Latar Belakang Budaya Sunda di SMA “X” Kecamatan Pacet. Universitas


(1)

Universitas Kristen Maranatha 91

4. Jika dilihat dari tipe setiap value, hanya dua pasang tipe value yang conflict. Hedonism dan security value serta security dan power, namun hubungan conflict keduanya sangat kecil dan tidak significant. Hal ini tidak sesuai dengan teori Schwartz.

5. Hierarchy value Schwartz pada pria dewasa madya Batak Toba adalah security, conformity, universalism, benevolence, tradition, self-direction, achievement, stimulation, power dan hedonism value.

6. Status sosial ekonomi berkaitan dengan tradition value. Pada responden dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke atas tradition value berada pada peringkat ketujuh, sedangkan pada responden dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah value tersebut berada pada peringkat kelima.

7. Keberadaan teman sebaya non Batak Toba berkaitan dengan beberapa value pada responden, yaitu :

 Pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba conformity valuenya berada pada peringkat keempat, sedangkan pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat kedua,

 pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba security valuenya berada pada peringkat ketiga, sedangkan pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat pertama,

 pada pria dewasa madya yang tidak memiliki teman sebaya non Batak Toba universalism valuenya berada pada peringkat kelima, sedangkan


(2)

Universitas Kristen Maranatha pada pria dewasa madya yang memiliki teman sebaya non Batak Toba berada pada peringkat ketiga.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu :

1. Penelitian Lanjutan

 Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih mendalam terhadap hubungan antara value Schwartz dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan value, seperti: memiliki teman sebaya Batak Toba, status ekonomi dan tingkat pendidikan terakhir.

2. Guna Laksana

 Bagi pria dewasa madya Batak Toba di gereja ‘X’ di Bandung agar dapat saling berdiskusi untuk mengerti values apa yang sebaiknya dipertahankan dan dikembangkan, dan values apa yang dalam pelaksanaan kesehariannya disesuaikan dengan keadaan lingkungan kota Bandung.

 Bagi pemimpin dan majelis Gereja ‘X’ dapat membentuk atau mengadakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang didalamnya terdapat unsur budaya Batak Toba. Dalam rangka menunjukkan kepada pria dewasa madya Batak Toba adat apa yang sesuai dengan agama Kristen dan apa yang tidak.


(3)

Universitas Kristen Maranatha 93

 Bagi pemuka adat Batak Toba dapat menggalakkan kembali acara-acara kebudayaan Batak toba yang sesuai dengan dengan perkembangan zaman dan sesuai dengan lingkungan kota Bandung.


(4)

Universitas Kristen Maranatha 95

Lintas-Budaya: Riset dan Aplikasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Dacey, J. S., Travers, J. S. 2002. Human Developmen : Across the Life-Span. 5th

Edition. New York : McGraw-Hill.

E. H.Tambunan. 1982. Sekelumit Mengenai Masyarakat Batak Toba Dan Kebudayaannya.Bandung: Tarsito.

Fakultas Psikologi. 2007. Panduan Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi II-Agustus 2007. Bandung : Universitas Kristen Maranata.

Feather, N. T. 1975. Values in Education and Society. New York : Free Press. Graziano, Anthony. M & Michael L Raulin. c2000. Research Methods. Boston :

Allyn and Bacon.

International Encyclopedia of The Social Science. 1998. Vol. 15-17.

Humala Simanjuntak, SH. 2005. Dalihan Na Tolu : Nilai-nilai Budaya yang Hidup ; Sebuah Warisan bagi Generasi Muda. Jakarta : O. C. Kaligis & Associates.

J.C Vergowen. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta : LkiS.

Koentjaraningrat. 1791. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jogjakarta : Djambatan.

Oishi, Shigehiro, Schimmack, U., Diener, E., Suh, E. M. 1998. The Measurement of Values and Individualism-Collectivism. Personality and Social Psychology Bulletin. Vol 24. No. 11. November 1998.

Rasyid, Harun Al. Teknik Penarikan Sampel dan Penyusunan Skala. Bandung : Program Pascasarjana Unpad

Rokeach, M. 1968. Beliefs, Attitudes and Values. San Francisco : Jossey Bass. Schwartz, Shalom H. 1990. Universal in Content and Structure of Values :

Theoretical Advances and Empirical Tests in 20 Countries. Vol. 25. Orlando, FL : Academic Press.


(5)

Universitas Kristen Maranatha 96

---. 2001. Value Hierarchies across Culture Taking a Similar Perspective. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No. 3. May 2001.

---, Harris, M., Owens, V., & Burgess, S. 2001. Extending The Cross-Cultural Validity of The Theory of Basic Human Values with A Different Method of Measurement. Journal of Cross Cultural Psychology. Vol 32. No. 5. September 2001.


(6)

Universitas Kristen Maranatha 97

Arpin. 30 September 2006. Budaya Daerah : Batak. Marsiadapari = Marsidapari = Marsirippa Sama Dengan Gotong Royong (online).

(http://www.pintunet.com/produk.php?vproduk_id=budayabatak&vpid=1907, 20 maret 2007)

L.Siahaan-Br Simangunsong (Personal Communication) Majalah Devotion. No. 07. Februari 2005.

Saba, Kanaga. 18 Mei 2006. Artikel Habatakon, Artikel Lepas. Kosmologi Masyarakat Batak (online). ( http://www.silaban.net/aggregator.php, 20 Maret 2007)

Sariarum, Wulan. 2005. Suatu Studi Deskriptif Mengenai Value Pada Siswa SMA Katolik “X” di Bandung. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Silaban, Saut P. 23 Mei 2006. Artikel Habatakon. Dalihan Na Tolu Sumber Hukum Adat Batak (online). ( http://www.silaban.net/aggregator.php, 20 Maret 2007)

Simbolon, Ernest. Januari 2004. Danau Toba. Save Toba Lake (online). (www.tripod.com, 15 april 2008)

St. B. Siahaan (Personal Communication)

(http://students.ukdw.ac.id/%7E22012539/main.htm, 20 Maret 2007)

Tiara Dewi, Yvonne. 2006. Survey Mengenai Value Schwartz Pada Suku Jawa di Kabupaten Bantul (Suatu Studi Pada Guru SMAN di Kabupaten Bantul). Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Z, Errol. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Value Schwartz Pada Siswa/i Dengan Latar Belakang Budaya Sunda di SMA “X” Kecamatan Pacet. Universitas Kristen Maranatha Bandung.