PTK Pelajaran Fisika Gratis bab 2

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR

DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Deskripsi Teoretis

1. Hakikat Fisika dan Hasil Belajar Fisika

Pada hakikatnya belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan latihan, dimana tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap , bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Menurut Winkel (1991) bahwa belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Jadi hasil belajar berbentuk perubahan perilaku yang terjadi setelah orang (individu) melakukan aktivitas belajar tertentu. Perubahan itu baik dalam kemampuan kognitif, psikomotor, maupun afektif yang akan nampak pada saat orang melakukan sesuatu.

Snelbecker (1974) menyebutkan bahwa perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar mempunyai karakteristik sebagai hasil interaksi aktif atau pengalaman individual dengan objek belajar dan perubahan itu bersifat menetap atau relatif permanen. Artinya perubahan yang terjadi adalah karena interaksi aktif individu dengan lingkungan atau hasil dari pengalamannya berinteraksi dengan objek


(2)

belajar, bukan karena proses pertumbuhan dan atau kematangan, serta perubahan itu bersifat relatif konstan yang berbekas. Hal ini selaras dengan konsep belajar yang dikemukakan oleh Wittig bahwa belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku organisme yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman (Gagne, 1977), maupun konsep belajar dari Gagne yang menyatakan bahwa belajar adalah perubahan dalam disposisi dan kapabilitas manusia yang bertahan dalam kurun waktu tertentu dan bukan merupakan hasil dari pross pertumbuhan. Perubahan perilaku hasil belajar dapat berarti berubah ke arah yang lebih baik ataupun ke arah yang lebih buruk.

Kalau mengacu pada taksonomi tujuan pendidikan, maka hasil belajar itu dapat berupa perubahan dalam hal kemampuan kognitif, psikomotorik, maupun dalam kemampuan afeksi, mengakibatkan terjadinya perubahan dalam pola perilaku maupun sikap manusia yang telah belajar. Hasil belajar tidak dapat diketahui secara langsung tanpa orang (yang telah belajar) melakukan sesuatu yang merupakan perwujudan (penampakan) dari kemampuan yang telah diperoleh dari belajarnya. Itu berarti bahawa perubahan perilaku yang terjadi disebut sebagai hasil belajar apabila pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai-nilai baru itu diperoleh setelah individu melakukan aktivitas belajar bukan yang telah dimiliki sebelum orang memasuki situasi pembelajaran. Hasil belajar dapat berupa kinerja yang ditampilkan seseorang setelah melakukan proses pembelajaran tertentu.


(3)

Perubahan kemampuan yang diakibatkan oleh pengalaman belajar, merupakan proses mental dan emosional untuk merespon perlakuan sehingga mampu menerapkan dan mengkomunikasikannya. Prinsip ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Winataputra (2001) bahwa belajar adalah suatu proses mental dan emosional atau proses berfikir dan merasakan. Selanjutnya Pidarta (1997) menekankan bahwa belajar adalah perubahan prilaku yang relatif permanent sebagai hasil pengalaman dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikannya kepada orang lain. Menurut Snelbecker (1984) mengatakan bahwa ciri-ciri tingkah laku yang diperoleh dari hasil belajar adalah: (a) terbentuknya tingkah laku baru berupa kemampuan actual maupun potensial, (b) kemampuan baru itu berlaku dalam waktu yang relative lama, dan (c) bahwa kemampuan baru itu diperoleh dari hasil usaha. Usaha untuk memperoleh kemampuan baru itu diperoleh lewat usaha belajar. Berarti bahwa perubahan tingkah laku dapat disebut sebagai hasil belajar yang diperoleh sebagai hasil usaha belajar untuk dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mendapatkan hasil belajar atau mutu yang maksimal sesuai dengan yang dituntut tujuan pembelajaran suatu mata pelajaran, tentunya mengacu pada karakteristik mata pelajaran tersebut. Demikian juga halnya, untuk memudahkan siswa dalam mempelajari fisika, maka guru harus dituntut untuk mampu


(4)

menggunakan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik bidang studi fisika.

Mata pelajaran fisika di SMU bertujuan untuk menggunakan fisika sebagai wahana untuk memahami konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya, serta mampu menerapkan konsep-konsep fisika dalam metode ilmiah yang melibatkan keterampilan proses untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hasi serta mengembangkan sikap dan nilai-nilai ilmiah. Dengan demikian pembelajaran fisika di SMU meliputi proses penanaman pemahaman konsep-konsep fisika, mengembangkan kemampuan pemahaman konsep untuk memecahkan masalah, mengembangkan kemampuan dan kemampuan melaksanakan eksperimen, mengembangkan sikap dan nilai-nilai ilmiah, mengembangkan minat dan motivasi, mengenalkan penggunakan fisika dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Proses belajar mengajar fisika sekurang-kurangnya meliputi pemberian informasi dan pemahaman konsep, mengerjakan soal-soal latihan serta melakukan percobaan di laboratorium. Namun demikian, proses belajar mengajar fisika yang sering ditemukan bukanlah usaha pemahaman konsep fisika, melainkan pemberian informasi mengenai gejala-gejala fisika dan rumus-rumusnya serta latihan cara menggunakan rumus-rumus tersebut. Oleh sebab itu siswa hanya terbiasa dengan menghafalkan rumus tanpa memahami maknanya.


(5)

2. Hakikat Model Pembelajaran Inkuiri

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang guru untuk membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diberikan diharapkan dapat mendewasakan siswa dari segi intelekualitasnya. Kedewasaan intelektualitas yang terbentuk akan dapat mempengaruhi tingkah laku, kepribadian, dan sikap ilmiah pada diri siswa.

Pembelajaran menurut Dimyanti dan Mudjiono (1999) adalah kegiatan guru yang secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Selanjutnya Knirk dan Gustafson (1986) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran tidak terjadi seketika, melainkan sudah melalui tahapan perancangan pembelajaran. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu siswa mempelajari ilmu pengetahuan dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.

Proses pembelajaran merupakan hal yang penting bagi seorang siswa. Untuk itu pembelajaran yang dilakukan harus diupayakan seoptimal mungkin agar mempunyai dampak terhadap siswa. Optimalisasi disini dipandang sebagai usaha untuk mengatasi


(6)

berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran. Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pembelajaran tentu diperlukan model-model pembelajaran yang dipandang mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan siswa. Model secara umum diartikan sebagi suatu tipe atau desain yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan (Komarudin, 2000). Lebih jauh Komarudin menyatakan bahwa kesimpulan para peneliti tentang model adalah : (1) suatu tipe atau desain, (2) suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati, (3) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan informasi-informasi yang dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa, (4) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, (5) suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, dan (6) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya. Dikaitkan dengan pembelajaran, pengertian model di atas dapat disimpulkankan sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran.


(7)

Nasution dan Surianto (1991) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan pola yang menerangkan suatu proses penyebutan dan suatu situasi lingkungan yang menyebabkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan khusus pada diri mereka. Senada dengan pendapat di atas Twelker (dalam Napitupulu, 2004) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Gagne dan Briggs (1974) menyebutkan model pembelajaran sebagai serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Sesuai dengan rumusan pengertian yang dikemukakan di atas, dapat dinyatakan bahwa ada empat karakteristik yang harus dimiliki oleh setiap model pembelajaran, yaitu: (1) berorientasi pada tujuan, (2) kondisi, (3) sistematik, (4) evaluasi dan revisi.

Bertolak dari uraian di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa untuk mencapai kemampuan sebagai hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan suatu model pembelajaran. Model tersebut disusun dengan memasukkan elemen-elemen seperti metode, teknik, materi, pentahapan, prosedur, organisasi dan lingkup. Model ini disusun sedemikian rupa sehingga merupakan suatu cara yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran.


(8)

Joyce dan Weil (1986) menggolongkan model-model pembelajaran ke dalam empat rumpun. Keempat rumpun model pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut: (1) rumpun model-model pemerosesan informasi, (2) rumpun model-model-model-model pribadi/individual, (3) rumpun model-model sosial, dan (4) rumpun model prilaku. Pengajaran sains pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemerosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pembelajaran pemerosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi. Menurut Downey (dalam Joice dan Weil, 1986) bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Esensi dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi teka-teki. Dengan demikian, hal itu dapat diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, dan jenis kondisi belajar.

Model-model pembelajaran dalam rumpun ini bertitik tolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi, yaitu yang merujuk pada cara-cara bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengorganisasi data, mengenali masalah, dan mencoba mencari solusinya, serta mengembangkan konsep-konsep dan bahasa untuk menangani masalah tersebut. Beberapa model pembelajaran dalam


(9)

rumpun ini berhubungan dengan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah, dengan demikian dalam belajar, siswa menekankan pada produktivitas berpikir. Sedangkan beberapa model pembelajaran lainnya berhubungan kemampuan intelektual secara umum, dan sebagian lagi menekankan pada konsep dan informasi yang berasal dari disiplin ilmu secara akademis.

Jenis-jenis model pembelajaran yang termasuk kedalam rumpun pemerosesan informasi, dalam Joice dan Weil (1986) adalah: (1) Model Pemerolehan Konsep, (2) Model Berpikir Induktif , (3) Model Latihan Inkuiri, (4) Model Pembelajaran Presentasi, (5) Model Memorisasi, (6) Model pemgembangan intelektual, (7) Model Inkuiri Biologi. Model pembelajaran latihan inkuiri menitikberatkan partisipasi aktif dari siswa sebagai peserta belajar dalam inkuiri ilmiah (Richard Schuman dalam Joyce dan Weil, 1986). Schuman (dalam Mappa dan Basleman, 1994) mengembangkan model penyelidikan ilmiahnya dengan menganalisis metode-metode yang digunakan tenaga–tenaga peneliti yang kreatif. Latihan inkuiri ini dirancang untuk mengajak siswa secara langsung dalam proses ilmiah dengan latihan-latihan yang diringkas melalui proses ilmiah ke dalam waktu yang relatif singkat (Indrawati, 1999).

Lebih lanjut Schuman menyatakan bahwa latihan inkuiri ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan


(10)

pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu mereka. Latihan inkuiri diawali dengan suatu “teka-teki” (puzzling event) (Richard Schuman, dalam Joyce dan Weil, 1986). Schuman percaya bahwa individu yang dihadapkan dengan situasi teka-teki akan termotivasi untuk mencari makna yang ada dari suatu peristiwa. Secara alamiah siswa berusaha untuk memahami lebih baik bagaimana menerapkan konsep-konsep tersebut kearah identifikasi sebab akibat. Untuk dapat memahami situasi teka-teki, siswa harus memahami kompleksitas pemikirannya dan memahami bagaimana merangkai data ke dalam konsep dan bagaimana menerapkan konsep tersebut ke arah identifikasi dari prinsip-prinsip sebab akibat. Menurut Mappa (1994) bahwa asumsi yang mendasari model ini adalah bahwa individu, apabila diberi teka-teki membutuhkan waktu untuk menyelidiki data yang menyelubungi teka-teki tersebut dan kemudian mengolah data bersama-sama menurut cara baru.

Menurut Schuman (dalam Mappa, 1994) mengemukakan bahwa siswa makin menyadari proses penyelidikan, untuk itu proses penyelidikan ini dapat diajarkan kepada mereka secara langsung. Lebih lanjut Schuman menyatakan proses dan strategi penyelidikan sebagai suatu aspek penting dari penyelidikan yang otonom. Selanjutnya juga disebutkan bahwa penting untuk menyampaikan kepada siswa sikap yang menyatakan bahwa semua pengetahuan bersifat sementara.


(11)

Schuman (dalam Indrawati, 1999) menyebutkan bahwa dengan model pembelajaran seperti ini, ia mengharapkan siswa untuk bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi kemudian siswa melakukan kegiatan, mencari jawaban, memproses data secara logis, sampai akhirnya siswa mengembangkan strategi pengembangan intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan mengapa suatu fenomena bisa terjadi.

Suharto (2003) menyebutkan tujuan atau kegunaan metode pembelajaran inkuiri antara laian adalah : (1) mengembangkan sikap dan keterampilan siswa untuk mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan yang objektif dan mandiri, (2) mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, (3) membina dan mengembangkan rasa ingin tahu penalaran dan cara berfikir objektif, baik secara indivisual maupun kelompok, (4) dapat menangkap matra kognitif maupun afektif.

Selanjutnya, model pembelajaran ini menuntut guru untuk melibatkan siswa untuk memulai inkuiri sedapat mungkin. Peran guru adalah menyeleksi atau menciptakan situasi masalah. Mewasiti prosedur inkuiri, memberikan respon terhadap inkuiri yang ditunjukkan siswa, membantu siswa memulai inkuiri, dan memfasilitasi diskusi siswa. Adapun faktor pendukung yang harus diperhatikan adalah penciptaan kondisi untuk memberikan bahan konfrontasi, guru harus memahami dan menguasai proses-proses dan


(12)

strategi berpikir, dan bahan-bahan yang menjadi sumber untuk memecahkan masalah.

Model pembelajaran latihan inkuiri ini memiliki lima fase sebagai sintaks pembelajarannya. Adapun kelima fase tersebut adalah: (1) guru menghadapkan siswa dengan masalah yang kemudian menjelaskan prosedur inkuiri serta menyajikan peristiwa yang membingungkan bagi siswanya, (2) siswa melakukan pengumpulan data untuk verifikasi yang selanjutnya siswa menemukan sifat objek dan kondisi menemukan terjadinya masalah, (3) siswa melakukan pengumpulan data dalam eksperimen kemudian siswa mengenali variabel-variabel yang relevan, merumuskan hipotesis dan mengujinya, (4) Siswa merumuskan penjelasan sehubungan dengan permasalahan yang dihadapkan pada siswa, (5) guru dan siswa bersama-sama menganalisis proses inkuiri agar selanjutnya dapat dikembangkan menjadi lebih efektif.

Dalam penggunaannya, model pembelajaran ini memiliki dampak pengajaran langsung dan dampak pengajaran pengiring yang dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini.


(13)

Gambar 1. Efek langsung dan Pengiring dari pembelajaran dengan menggunakan model latihan inkuiri. (Diadapatasi dari Indrawati, 1999, hal : 24. Model Model Pembelajaran IPA, Bandung. Dirjen Dikdasmen P3G IPA )

B. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan proses aktivitas mental yang berlangsung secara bertahap dan terarah kepada tujuan tertentu, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif permanen yang disebabkan latihan dan pengalaman. Dengan proses belajar, siswa akan mendapatkan perubahan dalam dirinya baik dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar, jika dalam dirinya sudah terjadi perubahan pada ke tiga hal pokok tersebut.

Keterampilan Proses sains

Strategi Untuk Penyelidikan Kreatif

Semangat berkreativitas

Kebebasan atau otonomi dalam belajar

MODEL LATIHAN

INKUIRI

Toleran terhadap pendapat yang berbeda

Menyadari bahwa pengetahuan itu bersifat

sementara

: Dampak pengajaran iringan

: Dampak pengajaran langsung langsung


(14)

Model pembelajaran merupakan suatu pola pendekatan menyeluruh yang digunakan untuk mendesain pengajaran. Model yang diterapkan oleh guru bertujuan untuk mempermudah proses belajar dalam diri siswa. Dalam pembelajarannnya, siswa diajak untuk memahami konsep-konsep abstrak untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam melakukan pembelajaran fisika, guru perlu merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran fisika.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran fisika adalah model pembelajaran latihan inkuiri yang dikembangkan oleh Richard Schuman. Model pembelajaran fisika yang sampai saat ini masih sering digunakan dalam pembelajaran fisika adalah model pembelajaran konvensional. Jika dibandingkan kedua model pembelajaran ini, ada beberapa aspek yang dapat ditinjau meliputi : (1) tujuan penggunaan model, (2) proses belajar, (3) peran guru, dan (4) peran siswa.

Pertama : Tujuan Penggunaan Model. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri, tujuan utamanya adalah siswa mampu menggunakan keterampilan proses sains dalam belajar seperti mengembangkan keterampilan-keterampilan yang bersifat intelektual dalam menemukan jawaban atas permasalahan yang berawal dari keingintahuan siswa. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang


(15)

diberikan oleh guru kemudian mengungkapkan kembali apa yang diperoleh dari informasi melalui respon dari pertanyaan guru. Kedua : Proses Belajar. Proses belajar dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri berlangsung dalam lima tahapan, yaitu : Guru menghadapkan siswa pada sejumlah permasalahan, pengumpulan data untuk verivikasi, pengumpulan data dalam eksperimen, merumuskan penjelasan, dan menganalisis inkuiri. Proses pembelajarannya berpusat kepada siswa (student centered), dan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa akan memperoleh kebermaknaan dalam belajar. Sedangkan proses belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, semua tahapan dilakukan oleh guru. Dari mulai merumuskan masalah , menyusun hipotesis, mencari bukti, membuktikan hipotesis, sampai merumuskan kesimpulan. Proses pembelajarannya berpusat kepada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan pembelajaran model ini kurang bermakna bagi siswa. Ketiga : Peran Guru. Peran guru dalam model pembelajaran latihan inkuiri adalah menjelaskan prosedur inkuiri, menciptakan suatu masalah, menjadi penilai prosedur inkuiri yang dilakukan oleh siswa dan meresponnya, membantu siswa dalam memulai inkuiri, serta menjadi nara sumber dalam kegiatan diskusi siswa. Sedangkan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, guru mengelola dan mempersiapkan bahan ajaran secara tuntas kemudian menyampaikan pelajaran secara utuh dan


(16)

menyeluruh dengan penyampaian secara verbal. Keempat : Peran Siswa. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri, siswa bertugas menemukan objek dari permasalahan “teka-teki” yang diajukan guru, mengenali masalah dari permasalahan yang diajukan, selanjutnya merumuskan hipotesis dari masalah, serta menguji berkenaan dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Sedangkan peran siswa dalam model pembelajaran konvensional, siswa menerima secara aktif informasi yang diberikan guru, merekam dan mencatat informasi tersebut dengan bahasanya sendiri serta menjawab pertanyaan yang diajukan guru serta manyatakan kembali ide pokok dari bahan pelajaran baik secara lisan maupun tulisan.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu bahwa “penerapan model pembelajaran latihan inkuiri akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa”.


(1)

Schuman (dalam Indrawati, 1999) menyebutkan bahwa dengan model pembelajaran seperti ini, ia mengharapkan siswa untuk bertanya mengapa suatu peristiwa terjadi kemudian siswa melakukan kegiatan, mencari jawaban, memproses data secara logis, sampai akhirnya siswa mengembangkan strategi pengembangan intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan mengapa suatu fenomena bisa terjadi.

Suharto (2003) menyebutkan tujuan atau kegunaan metode pembelajaran inkuiri antara laian adalah : (1) mengembangkan sikap dan keterampilan siswa untuk mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan yang objektif dan mandiri, (2) mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, (3) membina dan mengembangkan rasa ingin tahu penalaran dan cara berfikir objektif, baik secara indivisual maupun kelompok, (4) dapat menangkap matra kognitif maupun afektif.

Selanjutnya, model pembelajaran ini menuntut guru untuk melibatkan siswa untuk memulai inkuiri sedapat mungkin. Peran guru adalah menyeleksi atau menciptakan situasi masalah. Mewasiti prosedur inkuiri, memberikan respon terhadap inkuiri yang ditunjukkan siswa, membantu siswa memulai inkuiri, dan memfasilitasi diskusi siswa. Adapun faktor pendukung yang harus diperhatikan adalah penciptaan kondisi untuk memberikan bahan konfrontasi, guru harus memahami dan menguasai proses-proses dan


(2)

strategi berpikir, dan bahan-bahan yang menjadi sumber untuk memecahkan masalah.

Model pembelajaran latihan inkuiri ini memiliki lima fase sebagai sintaks pembelajarannya. Adapun kelima fase tersebut adalah: (1) guru menghadapkan siswa dengan masalah yang kemudian menjelaskan prosedur inkuiri serta menyajikan peristiwa yang membingungkan bagi siswanya, (2) siswa melakukan pengumpulan data untuk verifikasi yang selanjutnya siswa menemukan sifat objek dan kondisi menemukan terjadinya masalah, (3) siswa melakukan pengumpulan data dalam eksperimen kemudian siswa mengenali variabel-variabel yang relevan, merumuskan hipotesis dan mengujinya, (4) Siswa merumuskan penjelasan sehubungan dengan permasalahan yang dihadapkan pada siswa, (5) guru dan siswa bersama-sama menganalisis proses inkuiri agar selanjutnya dapat dikembangkan menjadi lebih efektif.

Dalam penggunaannya, model pembelajaran ini memiliki dampak pengajaran langsung dan dampak pengajaran pengiring yang dapat digambarkan seperti bagan di bawah ini.


(3)

Gambar 1. Efek langsung dan Pengiring dari pembelajaran dengan menggunakan model latihan inkuiri. (Diadapatasi dari Indrawati, 1999, hal : 24. Model Model Pembelajaran IPA, Bandung. Dirjen Dikdasmen P3G IPA )

B. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan proses aktivitas mental yang berlangsung secara bertahap dan terarah kepada tujuan tertentu, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif permanen yang disebabkan latihan dan pengalaman. Dengan proses belajar, siswa akan mendapatkan perubahan dalam dirinya baik dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotorik. Siswa dikatakan berhasil dalam belajar, jika dalam dirinya sudah terjadi perubahan pada ke tiga hal pokok tersebut.

Keterampilan Proses sains

Strategi Untuk Penyelidikan Kreatif

Semangat berkreativitas

Kebebasan atau otonomi dalam belajar

MODEL LATIHAN

INKUIRI

Toleran terhadap pendapat yang berbeda

Menyadari bahwa pengetahuan itu bersifat

sementara

: Dampak pengajaran iringan : Dampak pengajaran langsung langsung


(4)

Model pembelajaran merupakan suatu pola pendekatan menyeluruh yang digunakan untuk mendesain pengajaran. Model yang diterapkan oleh guru bertujuan untuk mempermudah proses belajar dalam diri siswa. Dalam pembelajarannnya, siswa diajak untuk memahami konsep-konsep abstrak untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam melakukan pembelajaran fisika, guru perlu merancang model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran fisika.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran fisika adalah model pembelajaran latihan inkuiri yang dikembangkan oleh Richard Schuman. Model pembelajaran fisika yang sampai saat ini masih sering digunakan dalam pembelajaran fisika adalah model pembelajaran konvensional. Jika dibandingkan kedua model pembelajaran ini, ada beberapa aspek yang dapat ditinjau meliputi : (1) tujuan penggunaan model, (2) proses belajar, (3) peran guru, dan (4) peran siswa.

Pertama : Tujuan Penggunaan Model. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri, tujuan utamanya adalah siswa mampu menggunakan keterampilan proses sains dalam belajar seperti mengembangkan keterampilan-keterampilan yang bersifat intelektual dalam menemukan jawaban atas permasalahan yang berawal dari keingintahuan siswa. Sedangkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional siswa diharapkan dapat menangkap dan mengingat informasi yang


(5)

diberikan oleh guru kemudian mengungkapkan kembali apa yang diperoleh dari informasi melalui respon dari pertanyaan guru. Kedua : Proses Belajar. Proses belajar dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri berlangsung dalam lima tahapan, yaitu : Guru menghadapkan siswa pada sejumlah permasalahan, pengumpulan data untuk verivikasi, pengumpulan data dalam eksperimen, merumuskan penjelasan, dan menganalisis inkuiri. Proses pembelajarannya berpusat kepada siswa (student centered), dan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa akan memperoleh kebermaknaan dalam belajar. Sedangkan proses belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, semua tahapan dilakukan oleh guru. Dari mulai merumuskan masalah , menyusun hipotesis, mencari bukti, membuktikan hipotesis, sampai merumuskan kesimpulan. Proses pembelajarannya berpusat kepada guru (teacher centered), sehingga menyebabkan pembelajaran model ini kurang bermakna bagi siswa. Ketiga : Peran Guru. Peran guru dalam model pembelajaran latihan inkuiri adalah menjelaskan prosedur inkuiri, menciptakan suatu masalah, menjadi penilai prosedur inkuiri yang dilakukan oleh siswa dan meresponnya, membantu siswa dalam memulai inkuiri, serta menjadi nara sumber dalam kegiatan diskusi siswa. Sedangkan dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konvensional, guru mengelola dan mempersiapkan bahan ajaran secara tuntas kemudian menyampaikan pelajaran secara utuh dan


(6)

menyeluruh dengan penyampaian secara verbal. Keempat : Peran Siswa. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran latihan inkuiri, siswa bertugas menemukan objek dari permasalahan “teka-teki” yang diajukan guru, mengenali masalah dari permasalahan yang diajukan, selanjutnya merumuskan hipotesis dari masalah, serta menguji berkenaan dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. Sedangkan peran siswa dalam model pembelajaran konvensional, siswa menerima secara aktif informasi yang diberikan guru, merekam dan mencatat informasi tersebut dengan bahasanya sendiri serta menjawab pertanyaan yang diajukan guru serta manyatakan kembali ide pokok dari bahan pelajaran baik secara lisan maupun tulisan.

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian pada kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu bahwa “penerapan model pembelajaran latihan inkuiri akan meningkatkan hasil belajar fisika siswa”.