LANDASAN TEORI Analisis Kualitas Drainase Terhadap Kerusakan Dini Perkerasan Lentur (Study Kasus Ruas Jalan Solo - Jogja Km 15+000 - Km 15+500).

(1)

BAB III LANDASAN TEORI A. Bagian-bagian Jalan

Jalan memiliki bagian-bagian yang sangat penting, bagian-bagian tersebut dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu bagian yang berguna untuk lalu lintas, bagian yang berguna untuk drainase jalan, bagian pelengkap jalan, dan bagian konstruksi jalan

Bagian yang beguna untuk lalu lintas terdiri dari:

1. Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian perkerasan jalan yang diperuntukan untuk lalu lintas kendaraan. Jalur lalu lintas terdiri dari beberapa lajur (lane) kendaraan. Jalur lalu lintas untuk satu arah minimal terdiri dari satu lajur lalu lintas.

2. Lajur lalu lintas, merupakan bagian paling menentukan lebar melintang jalan secara keseluruhan. Brsarnya lebar lajur lalu lintas dapat ditentukan dengan pengamatan secara langsung

3. Bahu jalan adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai: ruangan untuk berhenti, ruang untuk menghindar dalam keadaan darurat, memberikan kelenggangan pengemudi, pendukung konstruksi perkerasan jalan dari arah samping, ruang pembantu pada saat perbaikan dan pemeliharaan jalan, ruang melintas kendaraan patroli, ambulans, dll

4. Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas yang dikhususkan untuk pejalan kaki. Untuk keamanan pejalan kaki maka trotoar hatus di buat terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik berupa kerb. Kebutuhan trotoar tergantung dari volume lalu lintas pemakai jalan. 5. Median adalah jalur pemisah yang teletak ditengah jalan untuk membagi

jalan dalam masing-masing arah. Fungsi median antara lain sebagai daerah netral dimana pengemudi masih dapat mengontrol kendaraan pada saat darurat, menyediakan jarak yang cukup untuk membatasi kesialuan dari kendaraan lain yang belawanan arah, mengamankan kebebasan samping


(2)

dari masing-masing arah, menyediakan ruang untuk kanalisasi pertemuan pada jalan, menambah rasa kelegaan, kenyamanan, dan keindahan bagi pengguna jalan.

Bagian yang berguna untuk drainase jalan antara lain: 1. Saluran samping

2. Kemiringan melintang 3. Kemiringan melintang bahu 4. Kemiringan lereng

Bagian Pelengkap Jalan meliputi: 1. Kerb

2. Pengaman Tepi

Bagian konstruksi jalan meliputi: 1. Lapisan perkerasan jalan

2. Lapisan pondasi atas 3. Lapisan pondasi bawah 4. Lapisan tanah dasar

Daerah manfaat jalan (damaja) meliputi bagan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamanan. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan.

Daerah milik jalan (damija), merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dikuasai oleh pembina jalan dengan suatu hak tertentu. Biasanya pada jarak per satu km dipasang patok DMJ berwarna kuning. Sejalur tanah tertentu diluar daerah manfaat jalan tetapi didalam daerah milik jalan dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasaan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran daerah manfaat jalan dikemudian hari.

Daerah pengawasan jalan (dawasja) adalah sejalur tanah tertentu yang terletak diluar daerah milik jalan, yang penggunaannya diawasi oleh pembina jalan, dengan maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan konstruksi jalan. Dalam hai tidak cukup luasnya daerah milik jalan.


(3)

B. Penentuan Kondisi Perkerasan Dengan Metode PCI

Pavement Condition Index (PCI) adalah system penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat dan luas kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed). Adapu langkah-langkah untuk menghitung PCI sebagai berikut:

1. Menentukan density (kadar kerusakan)

Density didapat dari luas kerusakan dibagi dengan luas perkerasan jalan (tiap segmen) kemudiam dikalikan 100%. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut:

Density (%) = (luas kerusakan/luas tiap unit segmen) x 100% (3.1) 2. Mencari Deduct Value (DV)

Mencari deduct value yang berupa garis jenis-jenis kerusakan. Adapun cara untuk menentukan DV, yaitu dengan memasukan prosentase densitas pada grafik masing-masung jenis kerusakan kemudian menarik garis vertikal sampai memotong tingkat kerusakan (low, medium, high), selajutnya pada potongan tersebut ditarik garis horizontal dan akan didapat DV. Contoh Grafik deduct value untuk tipe kerusakan aligator cracking

dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(4)

3. Menjumlah TotalDeduct Value (TDV)

menjumlah total deduct value yang diperoleh pada suatu segmen jalan yang ditinjau sehingga diperoleh total deduct value (TDV)

4. Mencari Corrected Deduct Value

Untuk mendapatkan nilai Corrected Deduct Value (CDV), yaitu dengan memasukan angka yang diperoleh DV > 5 untuk perkerasan lapangan udara dan jalan tidak beraspal. Dan DV > 2 untuk jalan berpermukaan aspal. Mencari DV dengan melihat kurva koreksi dengan menjumlah niali potongan sesuai angka yang diperolehkan. Diambil niali DV yang terbesar. Grafik corrected deduct value dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Grafik Corrected Deduct Value

Sumber : Pavement Management for Airport, Roads & Parking Lots 5. Menghitung Pavement Condition Index

Nilai kondisi perkerasan (PCI) dengan menurangi seratus nilaimaksimum CDV yang diperoleh. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut:

PCI = 100 – CDV (3.2)

dengan:

PCI = nilai kondisi perkerasan CDV = Corrected Deduct Value

Nilai yang diperoleh tersebut dapat menunjukan kondisi perkerasan pada segmen yang ditinjau, apakah baik, sangat baik, atau bahkan buruk sekali dengan menggunakan parameter seperti Gambar 3.3.


(5)

6. Prioritas penanganan kerusakan

Untuk mengetahui nilai kondisi perkerasan keseluruhan (pada ruas jalan yang ditinjau) adalah dengan menjumlah semua nilai kondisi perkerasan pada tiap-tiap segmen dan membaginya dengan total jumlah segmen. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Rata-rata PCI untuk ruas jalan = PCI tiap segmen / jumlah segmen

Rata-rata PCI yang diperoleh kemudian dimasukan ke dalam paameter, seperti Gambar 3.3

Gambar 3.3 Indeks dan Kondisi Lapis Permukaan Jalan Sumber : Pavement Management for Airport, Roads & Parking Lots

C. Metode Rerata Aritmatik

Metode ini paling sederhana dalam perhitungan hujan curah hujan wilayah. Metode ini cocok untuk kawasaan dengan topografi rata atau datar. Alat penakar tersebut merata atau hampir merata, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan wilayah diperoleh dari persamaan berikut (Suripin, 2003):

P = ∑ (3.3)

dengan:

P = hujan wilayah (mm)

Pi = curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan i (mm) n = banyak pos penakar hujan


(6)

D. Analisis Frekuensi Data Hujan

Metode yang digunakan dalam analisis frekuensi adalah annual maximum serries. Menurut Triatmodjo (2008). Metode ini digunakan apabila data yang tersedia minimal 10 tahun data runtut waktu. Tipe ini adalah dengan memilih satu data maksimum setiap tahun. Dengan cara ini, data terbesar kedua dalan suatu tahun yang mungkin lebih besar dari data maksimum pada tahun yang lain tidak diperhitungkan.

Dengan menghitung parameter statistik seperti nilai rerata, standar deviasi, koefisien variasi, dan koefisien skewness dari data yang ada serta diikuti dengan uji statisti, maka distribusi probabilitas debit banjir yang sesuai dapat ditentukan.

Rumus-rumus statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi probabilitas tersebut adalah sebagai berikut:

Standard deviasi, Sd =

5 , 0 1 2 ) 1 (              

n X x n i i (3.4)

Koefisien skewnees, Cs =

3 1 3 ) 2 )( 1 (  

 n i i X x s n n n (3.5)

Koefisien variasi, Cv =

X S

(3.6)

Koefisien kurtosis, Ck =

4 1 4 2 ) 3 )( 2 )( 1 (   

 n i i X x S n n n n (3.7) dengan:

n = jumlah data Sd = standar deviasi X = nilai rata-rata xi = data ke-i

Untuk pemilihan ditribusi yang akan digunakan harus sesuai dengan parameter statistik pemilihan distribusi hujan pada Tabel 3.1


(7)

Tabel 3.1 Parameter Statistik Untuk Menentukan Jenis Distribusi

No Jenis Distribusi Persyaratan

1 Normal

3 0 % 44 , 95 ) 2 ( % 27 , 68 ) (       k s C C s x s x

2 Log Normal

3 3 16 15 6 0 3 2 4 6 8 3          v v v v s v v s C C C C C C C C

3 Gumbel Cs = 1,14

Ck = 5,4

4 Log Pearson III Selain dari nilai diatas

Sumber : Bambang Triatmodjo, 2008.

E. Hujan Rencana

Berdasarkan nilai parameter statistik dari data yang ada dan setelah dipilh jenisdistribusi probabilitas hujan yang cocok sesuai hasil uji statistik, hujan rencana kemudian dihitung dengan rumus:

Rt = X + G . Sd (3.8)

dengan:

Rt = tinggi hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

X = tinggi hujan rerata (mm)

G = faktor frekuensi, merupakan fungsi jenis distribusi dan kala ulang

Sd = standar deviasi F. Debit Banjir Rencana

Untuk menghitung debit banjir dalam penelitian ini menggunakan metode rasional. Metode Rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan besar curah hujan. Dengan demikian maka laju pengaliran maksimum terjadi jika lama waktu hujan sam dengan waktu konsentrasi daerah alirannya.


(8)

Metode Rasional adalah suatu metode empiris dalam hidrologi. Rumus matematis metode ini adalah:

QT = 0,278.C.Cs.I.A (3.9)

dengan:

QT = debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas Durasi dan frekuensi tertentu (m3/detik)

I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah tangkapan (km2) Cs = Koefisien Tampungan

C = koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya diberikan pada Tabel 3.2

Dengan cara Log P earson Tipe III, dapat dicari curah hujan harian rencana untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 50 tahun.

Intensitas Hujan

Untuk mencari intensitas hujan dipakai curah hujan harian rencana dengan menggunakan Metode Mononobe, yaitu:

I =

3 / 2 24 24

24 

 

    

Tc R

(3.10) Dengan memasukan ke dalam Mononobe, curah hujan rencana dan waktu konsentrasi masing-masing saluran, maka intensitas hujan rencana masing-masing saluran dapat dibuat. Rumus waktu Konsentrasi (Tc) adalah sebagai berikut:

Tc = T0 + Td (3.11)

dengan:

T0 = Inlet Time (jam) Td = Conduit Time (jam)

Untuk Inlet Time dan Conduit Time dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

T0=

77 , 0

0 0

000325 ,

0

  

  

S L

(3.12)


(9)

Td = V L1 000278 , 0 (3.13) dengan:

L0 = Jarak menuju saluran (m) L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)

S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰) V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Tampungan

Untuk mendapatkan berapa besar koefisien tampungan dapat dilakukan dengan subtitusi Tc dan Td kedalam rumus berikut:

Td Tc Tc Cs   2 2 (3.14) atau V L V L S L V L S Lo Cs 1 1 77 , 0 0 0 1 77 , 0 0 00278 , 0 000278 , 0 000325 , 0 2 000278 , 0 000325 , 0 2                                     (3.15) dengan:

L0 = Jarak menuju saluaran (m) L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)

S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰) V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan merupakan suatu bilangan yang merupakan nilai perbandingan antara laju debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tataguna lahan, intensitas hujan, permeabilitas, dan kemampuan tanah menahan air (Asdak,2004). Nilai koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada Tabel 3.2.


(10)

Tabel 3.2 Koefisien Aliran (C)

Tipe daerah aliran C

Rerumputan

Tanah pasir, datar 2% 0,5-0,1

Tanah pasir, sedang 2-7% 0,1-0,15

Tanah pasir, curam 7% 0,15-0,20

Tanah gemuk, datar 2% 0,13-0,17

Tanah gemuk, sedang 2-7% 0,18-0,22

Tanah gemuk, curam 7% 0,25-0,35

Perdagangan

Daerah kota lama 0,75-0,95

Daerah pinggiran 0,50-0,70

Perumahan

Daerah single family 0,30-0,50

Multi unit terpisah 0,40-0,60

Multi unit tertutup 0,60-0,75

Sub urban 0,25-0,40

Daerah apartemen 0,50-0,70

Industri

Daerah ringan 0,50-0,80

Daerah berat 0,60-0,90

Taman, kuburan 0,10-0,25

Tempat bermain 0,20-0,35

Halaman kereta api 0,20-0,40

Daerah tidak dikerjakan 0,10-0,30

Jalan : beraspal 0,70-0,95

Beton 0,85-0,90

Batu 0,70-0,85

Atap 0,75-0,96

Sumber : Triatmodjo, 2008

G. Analisis Hidrolika Saluran

Perhitungan hidrolika saluran aliran dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Persegi panjang

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:


(11)

2 / 3 2 / 1 1

2

  

 

S nV Y

(3.16) dengan:

n = Koefisien Meanning

V = Kecepatan aliran (m/dt)

S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

As = 2Y2 (3.17)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.18)

atau

4 3 2 / 1 1

8 V

S n

Qs 

  

 

(3.19)

2. Trapesium

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 / 3 2 / 1 1

2

  

 

S nV Y

(3.20) dengan:

n = Koefisien Meanning

V = Kecepatan aliran (m/dt)

S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2

3 3

Y As 


(12)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.22)

atau

4 3 2 / 1 1

3 12

V S

V

Qs 

  

 

(3.23)

3. Penampang Segitiga

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 / 3 2 / 1 1

2 4

  

 

S nV Y

(3.24)

dengan:

n = Koefisien Meanning

V = Kecepatan aliran (m/dt)

S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

As = Y2 (3.25)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.26)

atau

4 3 2 / 1 1

8 V

S n

Qs 

  

 

(3.27) 4. Penampang Setengah Lingkaran

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:


(13)

2 / 3 2 / 1 1

2

  

 

S nV Y

(3.28) dengan:

n = Koefisien Meanning

V = Kecepatan aliran (m/dt)

S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2

2Y

As 

(3.29) Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.30)

atau

4 3 2 / 1 1

2 V

S n

Qs 

  

 


(1)

Metode Rasional adalah suatu metode empiris dalam hidrologi. Rumus matematis metode ini adalah:

QT = 0,278.C.Cs.I.A (3.9)

dengan:

QT = debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas Durasi dan frekuensi tertentu (m3/detik)

I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah tangkapan (km2) Cs = Koefisien Tampungan

C = koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya diberikan pada Tabel 3.2

Dengan cara Log P earson Tipe III, dapat dicari curah hujan harian rencana untuk periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 50 tahun.

Intensitas Hujan

Untuk mencari intensitas hujan dipakai curah hujan harian rencana dengan menggunakan Metode Mononobe, yaitu:

I =

3 / 2 24 24 24 

 

    

Tc R

(3.10) Dengan memasukan ke dalam Mononobe, curah hujan rencana dan waktu konsentrasi masing-masing saluran, maka intensitas hujan rencana masing-masing saluran dapat dibuat. Rumus waktu Konsentrasi (Tc) adalah sebagai berikut:

Tc = T0 + Td (3.11)

dengan:

T0 = Inlet Time (jam) Td = Conduit Time (jam)

Untuk Inlet Time dan Conduit Time dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

T0=

77 , 0

0 0 000325 ,

0

  

  

S L

(3.12)


(2)

Td = V L1 000278 , 0 (3.13) dengan:

L0 = Jarak menuju saluran (m) L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)

S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰) V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Tampungan

Untuk mendapatkan berapa besar koefisien tampungan dapat dilakukan dengan subtitusi Tc dan Td kedalam rumus berikut:

Td Tc Tc Cs   2 2 (3.14) atau V L V L S L V L S Lo Cs 1 1 77 , 0 0 0 1 77 , 0 0 00278 , 0 000278 , 0 000325 , 0 2 000278 , 0 000325 , 0 2                                     (3.15) dengan:

L0 = Jarak menuju saluaran (m) L1 = Jarak terjauh menuju outlet (m)

S0 = Kemiringan melintang menuju saluran (‰) V = Kecepatan aliran (m/dt)

Koefisien Limpasan

Koefisien limpasan merupakan suatu bilangan yang merupakan nilai perbandingan antara laju debit puncak dengan intensitas hujan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti laju infiltrasi, keadaan tataguna lahan, intensitas hujan, permeabilitas, dan kemampuan tanah menahan air (Asdak,2004). Nilai


(3)

Tabel 3.2 Koefisien Aliran (C)

Tipe daerah aliran C

Rerumputan

Tanah pasir, datar 2% 0,5-0,1 Tanah pasir, sedang 2-7% 0,1-0,15 Tanah pasir, curam 7% 0,15-0,20 Tanah gemuk, datar 2% 0,13-0,17 Tanah gemuk, sedang 2-7% 0,18-0,22 Tanah gemuk, curam 7% 0,25-0,35

Perdagangan

Daerah kota lama 0,75-0,95 Daerah pinggiran 0,50-0,70

Perumahan

Daerah single family 0,30-0,50 Multi unit terpisah 0,40-0,60 Multi unit tertutup 0,60-0,75

Sub urban 0,25-0,40

Daerah apartemen 0,50-0,70

Industri

Daerah ringan 0,50-0,80

Daerah berat 0,60-0,90

Taman, kuburan 0,10-0,25 Tempat bermain 0,20-0,35 Halaman kereta api 0,20-0,40 Daerah tidak dikerjakan 0,10-0,30 Jalan : beraspal 0,70-0,95

Beton 0,85-0,90

Batu 0,70-0,85

Atap 0,75-0,96

Sumber : Triatmodjo, 2008

G. Analisis Hidrolika Saluran

Perhitungan hidrolika saluran aliran dilakukan dengan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Persegi panjang

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:


(4)

2 / 3 2 / 1 1 2

  

 

S nV Y

(3.16) dengan:

n = Koefisien Meanning V = Kecepatan aliran (m/dt) S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

As = 2Y2 (3.17)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.18)

atau

4 3 2 / 1 1

8 V

S n

Qs 

  

 

(3.19)

2. Trapesium

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 / 3 2 / 1 1 2

  

 

S nV Y

(3.20) dengan:

n = Koefisien Meanning V = Kecepatan aliran (m/dt) S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 3 3

Y As 


(5)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.22)

atau

4 3 2 / 1 1 3 12

V S

V

Qs 

  

 

(3.23)

3. Penampang Segitiga

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 / 3 2 / 1 1 2 4

  

 

S nV Y

(3.24)

dengan:

n = Koefisien Meanning V = Kecepatan aliran (m/dt) S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

As = Y2 (3.25)

Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.26)

atau

4 3 2 / 1 1

8 V

S n

Qs 

  

 

(3.27)

4. Penampang Setengah Lingkaran

Menentukan kedalam saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:


(6)

2 / 3 2 / 1 1 2

  

 

S nV Y

(3.28) dengan:

n = Koefisien Meanning V = Kecepatan aliran (m/dt) S1 = Kemiringan dasar saluran (‰)

Menentukan luas penampang saluran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

2 2Y As 

(3.29) Menentukan debit saluran dapat dikakukan dengan rumus sebagai berikut:

Qs = As . V (3.30)

atau

4 3 2 / 1 1

2 V

S n

Qs 

  

 


Dokumen yang terkait

ANALISIS KINERJA JALAN PADA RUAS JALAN SOLO KM 8,8 SAMPAI KM 10 ANALISIS KINERJA JALAN PADA RUAS JALAN SOLO KM 8,8 SAMPAI KM 10.

0 2 18

PENDAHULUAN Analisis Kerusakan Jalan Dengan Metode PCI Kajian Ekonomis Dan Strategi Penanganannya (Studi Kasus Ruas Jalan Ponorogo – Pacitan KM 231+000 Sampai Dengan KM 246+000, KM 0+000 Di Surabaya).

1 11 4

PENDAHULUAN Analisis Kualitas Drainase Terhadap Kerusakan Dini Perkerasan Lentur (Study Kasus Ruas Jalan Solo - Jogja Km 15+000 - Km 15+500).

0 2 4

TINJAUAN PUSTAKA Analisis Kualitas Drainase Terhadap Kerusakan Dini Perkerasan Lentur (Study Kasus Ruas Jalan Solo - Jogja Km 15+000 - Km 15+500).

0 4 5

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis Kualitas Drainase Terhadap Kerusakan Dini Perkerasan Lentur (Study Kasus Ruas Jalan Solo - Jogja Km 15+000 - Km 15+500).

0 5 22

MANAJEMEN PEMELIHARAAN RUAS JALAN SOLO – SUKOHARJO (KM 03 + 000 - KM 14 + 000, 00+ 000 DARI SOLO).

0 0 21

ANALISA KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE PCI DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA Analisa Kerusakan Jalan Dengan Metode Pci Dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus Ruas Jalan Purwodadi – Solo Km 12+000 – Km 24+000).

0 1 19

PENDAHULUAN Analisa Kerusakan Jalan Dengan Metode Pci Dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus Ruas Jalan Purwodadi – Solo Km 12+000 – Km 24+000).

0 2 5

ANALISA KERUSAKAN JALAN DENGAN METODE PCI DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA Analisa Kerusakan Jalan Dengan Metode Pci Dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus Ruas Jalan Purwodadi – Solo Km 12+000 – Km 24+000).

0 1 15

PENGARUH DISTRIBUSI LALU LINTAS TERHADAP KERUSAKAN JALAN Pengaruh Distribusi Lalu Lintas Terhadap Kerusakan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan Ampel – Boyolali Km 0+000 – Km 10+000).

0 5 16