DANAU LAUT TAWAR DAN PERMASALAHANNYA

1
DANAU LAUT TAWAR DAN BEBERAPA PERMASALAHANNYA
Muchlisin Z.A1.2, Siti Azizah M.N2, Edi Rudi1 dan Nur Fadli1
1

Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 23111. 2Aquaculture Research Group,

Pusat Pengajian Sains Kajihayayat, Universiti Sains Malaysia, Penang 11800. Malaysia. Email:
muchlisinza@yahoo.com.

1. Gambaran Umum biodiversitas Danau Laut Tawar

Danau Laut Tawar memiliki arti penting bagi masyarakat Gayo, danau ini merupakan sumber
air bersih bagi masyarakat setempat, pertanian, industri dan perikanan. Dalam kaitan perikanan,
terdapat dua jenis aktifitas perikanan di danau ini yaitu, perikanan tangkap dan perikanan
budidaya.
Salah satu sumberdaya alam hayati yang penting di Danau Laut Tawar adalah ikan. Hasil
survey kami pada tahun 2007 lalu mendapati sekurang-kurangnya ada 11 jenis ikan di Danau Laut
Tawar yaitu depik (Rasbora tawarensis), kawan (Poropuntius tawarensis), peres (Osteochilus
kahayensis), lele dumbo (Calrias gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), mujair (Oreochromis
mossambicus), nila ( O. niloticus) buntok ( Xiphophorus helleri dan


X. maculates), bawal

(Ctenopharyngodon idella), gabus (Channa striata) (Muchlisin dan Siti Azizah, 2009).
Hasil pengamatan dan wawancara kami dengan nelayan diperoleh informasi bahwa selain
ikan-ikan yang telah disebutkan diatas, masih ada beberapa species lain yang terdapat di anakanak sungai sekeliling danau dan mungkin juga di dalam danau diantaranya adalah mud (Clarias
batrachus), pedih (Neolissochilus sp), gegaring (Tor sp), Monopterus albus (belut), dan betok
(Anabas testudineas). bado (Channa gachua). Expedisi tim Unsyiah baru-baru ini juga telah
mencatat empat jenis ikan lagi yang sebelumnya belum terdata yaitu sepat (Trichogaster
trichopterus), Betta spp (ikan laga), Trichopsis spp (ikan cupang), Homaloptera spp (ilie),
Sehingga total ikan air tawar yang hidup di kawasan ini menjadi lebih kurang 23 jenis.
Kami menduga jumlah ikan yang hidup di kawasan dataran tinggi Gayo mungkin lebih
banyak lagi mengingat masih banyak kawasan yang belum dieksplorasi. Saat ini kami juga sedang
melakukan ferifikasi terhadap ikan Eas (Rasbora sumatrana?) dan Relo (Rasbora argyrotaenia/
Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

2
R.lateristriata?), untuk memastikan apakah kedua ikan ini merupakan jenis yang berbeda dengan
depik, dengan mengunakan metode tradisional (morfometrik dan meristik) dan modern (DNA

sequences), sehingga nantinya bisa menjawab keraguan yang selama ini belum terpecahkan.
Kartamihardja et al., (1995) melaporkan bahwa terdapat 19 jenis plankton yang terdiri
dari 10 jenis fitoplankton dan 9 jenis zooplankton di Danau Laut Tawar, dimana Staurastrum dan
Peridinium (fitoplankton) dan Asplanchna (zooplankton) merupakan jenis-jenis yang dominan.
Bahkan dari laporan terakhir mengenai komunitas plankton di danau ini didapati sebanyak 46
jenis, dimana komunitas fitoplankton dari Kelas Clorophyceae lebih mendominasi (Anomimous,
2009). Sedangkan jenis benthos yang banyak ditemukan di Danau Laut Tawar adalah dari jenis
siput diantaranya adalah Bithynia sp, Tarebia sp dan Pleuracera sp (Kartamihardja et al., 1995),
Aelonemo sp (Annelida) (Anonimous, 2009). Bahkan tim peneliti kami dalam survey baru-baru
ini (Oktober-November 2009) mencatat ada enam species moluska yaitu; Thiara sp., Melanoides
tuberculata, Bellamya sumatraensis, Pomacea canaliculata, Corbicula javanica, Anodonta woodiana dan kami juga
mencatat sebanyak 23 jenis burung yang hidup dan mencari makan di DLT, jenis yang dominant antara lain;

Gallinula chloropus, Collocalia maxima, Egretta garzetta (Rudi, Fadli dan Muchlisin, 2009).

2. Analisa Permasalahan Utama

Dari aspek perikanan, masalah yang paling krusial di Danau Laut Tawar saat ini adalah
turunnya produksi ikan. Fenomena turunnya produksi ikan di Danau Laut Tawar sebenarnya
adalah akumulasi dari berbagai permasalah yang terjadi selama ini khususnya dalam kurun 20

tahun terakhir.

Menurut data statistik yang ada, pada Tahun 2009 sekurang-kurangnya 225 orang nelayan
mengantungkan hidupnya dari hasil tangkapan ikan danau dan lebih kurang 150 orang lainnya
menjadikan danau ini sebagai tempat pembudidayaan ikan dalam karamba (DKP, 2009).
Pendapatan nelayan Danau Laut Tawar sangat bervariasi tergantung pada jumlah jaring yang
dimiliki dan musim. Namun demikian pada umumnya nelayan di danau laut tawar tergolong
sebagai nelayan tradisional dan berpendapatan rendah, yaitu rerata pendapatan kotor nelayan
adalah Rp51.000/ hari (Muchlisin, unpublished data).
Namun sayangnya, produksi ikan dari Danau Laut Tawar terus menurun dari tahun ke
tahun dan berdasarkan data statistik yang ada, penurunan produksi ikan dari Danau Laut Tawar

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

3
mencapai 83.5% selama dua decade terakhir, yaitu 455 ton di tahun 1988 (DKP Aceh, 1989)
menjadi hanya 74.5 ton di tahun 2008 (Bepeda Aceh Tengah) (Gambar 1).

Gambar 1. Trend produksi ikan dari DLT dalam kurun 20 Tahun terakhir

Sumber: * Laporan Tahunan Dinas Perikanan Tk I Propinsi Aceh (1989).
** Kartamihardja et al., (1994).
*** Laporan Tahunan Bappeda Aceh Tengah, (2007; 2009).

Fenomena yang sama juga terjadi bagi ikan depik, dimana hasil penelitian kami baru-baru
ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan (catch per unit effort) ikan depik turun dari rerata 1.17
kg/m2 unit jaring di era 1970an hanya menjadi 0.02 kg/m2 unit jaring di Tahun 2009 atau turun
drastis 98.3% selama kurun waktu tiga decade terakhir (Gambar 2).

y = -0.239x + 1.130
r² = 0.741
n = 113

Gambar 2. Trend CPUE ikan depik dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Data
dari wawancara dengan 113 nelayan DLT. Juli 2009.
Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

4


3. Analisa Beberapa Faktor Penyebab

Dari berbagai faktor penyebab yang ada, menurut pendapat kami ada 4 (empat) faktor
penting penyebab turunnya produksi ikan di Danau Lau Tawar, yaitu: (1) turunnya permukaan air
danau (decreasing of water level), (2) kehadiran species asing (presence of introduce species), (3)
aktifitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing practices), dan (3)
pencemaran (pollution).

a. Turunnya permukaan air DLT
Isu tentang fenomena turunnya permukaan air DLT telah lama didengungkan dan ditulis
dibeberapa media massa lokal, namun tidak ada data dan kajian yang akurat seberapa dalam air
danau turun setiap tahunnya. Secara kasat mata terlihat bahwa air DLT telah kurun lebih dari 1
meter bahkan dibeberapa lokasi hampir mencapai dua meter (Gambar 3).

Gambar 3.Beberapa bukti telah terjadi penurunan permukaan air DLT. Gambar kanan di
daerah Ujong Baro, Gambar kiri di daerah Tanyor Nunguk (Foto oleh Khalissuddin dan
Munawardi, September 2009).

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009


5

Turunnya air DLT kemungkinan disebabkan oleh kerusakan hutan (deforestasi) di daerah
tangkapan air danau dan pemanasan global. Kerusakan hutan akibat penebangan baik yang
bersifat legal maupun ilegal memberikan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan terutama
perairan. Secara umum kerusakan hutan Aceh diprediksi telah mencapai 80% lebih. Data terakhir
dari Grenomics, seluas 200.000 ha hutan Aceh rusak selama kurun tiga tahun terakhir (Serambi
Indonesia, 26 Oktober 2009).
Kerusakan hutan akan mengakibatkan erosi sehingga bahan-bahan tersuspensi dalam air
meningkat mengakibatkan penetrasi sinar mata hari ke dalam air berkurang dan menggangu
proses fotosentesis, dan seterusnya mengurangi produktifitas primer perairan serta menganggu
aktifitas makan ikan (Meager and Batty, 2007), kerusakan hutan juga akan berdampak pada
kekeringan, berkurangnya debit air di musim kemarau dan sebaliknya banjir di musim penghujan
dan seterusnya menyebabkan habitat ikan rusak, dampaknya akhirnya adalah populasi ikan
semakin berkurang dan bahkan jenis-jenis tertentu terancam hilang atau punah.
Pemanasan global (global warming)

mungkin turut menyumbang kepada fenomena


turunnya permukaan air DLT. Suhu rata-rata udara di kawasan Tekengon dan sekitarnya diklaim
oleh masyarakat semakin panas, suasana malam hari di Kota Takengon tidak lagi terlalu dingin
dibandingkan dengan sepuluh atau lima tahun silam (Personal komunikasi dengan penduduk Kota
Takengon).
Penurunan permukaan air DLT telah menyebabkan beberapa sungai kecil di sekeliling
danau kering dan beberapa kawasan pinggir danau menjadi daratan. Sungai-sungai kecil yang
mengalir ke DLT khususnya di beberapa kawasan bagian utara danau adalah spawning ground
bagi ikan depik dan kawasan pinggir danau yang bervegetasi dan berbatu merupakan kawasan
penting bagi larva-larva ikan sebagai nursery, feeding dan protecting ground bagi hampir semua
jenis ikan. Menurut Beck et al.,( 2001) dan Gillanders et al., (2003) bahwa juvenile ikan hidup
pada kawasan littoral danau dekat dengan pantai, kawasan ini menyediakan cukup makanan dan
perlindungan bagi juvenile ikan yang sedang tumbuh cepat.
Menurut Usman (58 Tahun), Sekretaris Badan Lantak (sejenis organisasi seperti Panglima
Laot) bahwa terdapat lebih dari seratusan dedeseun pada kurun tahun 1970an sampai 1980an,
jumlah ini berkurang menjadi 48 dedeseun pada tahun 2006. Hasil pengamatan kami pada tahun
2007 terdapat 4 dedeseun yang aktif dan pengamatan kami terakhir pada Juli 2009 hanya satu
dedeseun saja yang aktif.
Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009


6

b. Kehadiran spesies asing
Selain disebabkan oleh kerusakan lingkungan, penurunan populasi ikan depik mungkin
juga disebabkan oleh kehadiran ikan-ikan asing hasil introduksi baik yang tidak disengaja maupun
disengaja untuk tujuan diversifikasi jenis ikan budidaya, pengontrolan vector penyakit, ataupun
untuk tujuan hobbi (ikan hias).
Hasil penelitian kami beberapa waktu lalu mendapati sekurang-kurang ada tujuh species
ikan asing yang diintroduksi baik secara sengaja maupun tidak ke Danau Laut Tawar. Speciesspecies tersebut adalah Clarias gariepinus (lele dumbo), Cyprinus carpio (ikan mas),
Oreochromis mossambicus (mujair), O. niloticus (nila), plati pedang atau buntok (Xiphophorus
helleri) dan, grass carp atau bawal (Ctenopharyngodon idella). Ikan sapu kaca (Hiposarcus
pardalis) dilaporkan oleh neyalan juga telah ada di danau ini. Bahkan pada tanggal 28 Oktober
2009 lalu pemerintah setempat telah melakukan introduksi ikan bandeng (Chanos chanos) ke
Danau Laut Tawar.
Introduksi ikan asing ke perairan Indonesia umumnya dan Aceh khususnya telah terjadi
sejak lama, sebagai contoh ikan mujair (Oreochromis mossambicus) yaitu salah satu spesies ikan
yang penyebarannya sangat luas, sejatinya adalah ikan asli Afrika. Ikan ini dijumpai di perairan
Aceh sejak lama, namun tidak ada catatan pasti sejak bila ikan ini di introduksi ke Aceh., namun
demikian kami memprediksi ikan mujair pertama kali introduksi ke Aceh antara tahun 1957/1957
oleh seorang nelayan yang bernama Raja Ilang dan pertama kalinya diintroduksi ke Danau Laut

Tawar (Personal komunikasi dengan neyalan Danau Laut Tawar). Sedangan ikan nila
(Oreochromis niloticus) menurut catatan yang ada secara “resmi” pertama kali di introduce ke
DLT pada Tahun 2003 (Table 1).
Dari catatan yang ada, di Indonesia, ikan mujair pertama kali ditemukan sekitar Tahun
1936 atau 1939 (ada dua versi tahun pertama ditemukan) di muara Sungai Blitar, Jawa Timur oleh
Bapak Moedjair, namun tidak diketahui siapa yang mengintroduksikannya (Anonimous, 2009),
oleh karena itu ikan ini lebih dikenal dengan sebutan ikan mujair.
Ikan mujair dan nila telah diintroduksi ke lebih 90 negara, 15 negara diantaranya telah
melaporkan dampak negativenya terhadap ecologi (Casal, 2006), dan bahkan ikan mujair dan ikan
mas telah dicap sebagai top 100 of the world’s worst invasive alien species (GISP, 2004).

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

7
Tabel. 1. Jenis, tahun dan jumlah ikan yang restocking di Danau Laut Tawar
No
1
2
3


Nama Ikan
Nila
Mas
Bandeng

2003
100.000
100.000
-

2004
40.000
10.000
-

2005
50.000
-


Tahun
2006
50.000
-

2007
50.000
20.000
-

2008
170.000
-

2009
50.000
35.000

Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Aceh Tengah dan BBI Toweren

Secara umum, introduksi ikan asing ke suatu perairan akan membawa dampak negatif bagi
ikan asli setempat (native) baik secara langsung maupun tidak langsung yang pada akhirnya akan
menyebabkan populasi ikan asli setempat turun dan bahkan punah. (Saunders et al., 2002), hal ini
disebabkan karena terjadinya pemangsaan terhadap ikan lokal (Nicola et al., 1996), kompetesi
dalam mendapatkan makanan dan pemanfaatan habitat (Alcaraz and Garcia-Bethou, 2007),
kegagalan untuk mendapatkan pasangan (Seehausen et al. 1997), meningkatkan peluang
penyebaran patogen penyebab penyakit pada ikan bahkan manusia (FAO, 2005), terjadinya kawin
silang yang tidak diharapkan dengan species lokal Almodovar et al., 2006) yang menyebabkan
hilangnya gen-gen pembawa sifat unggul, misalnya ketahanan terhadap penyakit dll.
Sebagai ilustrasi, introduksi ikan redbreast sunfish (Lepomis auritus) ke beberapa danau di
Italia telah menyebabkan populasi ikan asli setempat Alburnus alburnus berkurang drastis dan
populasinya digantikan oleh ikan pendatang tersebut, dan introduksi ikan trout Salmo trutta ke
perairan New Zealand juga menyebabkan populasi ikan endemic New Zealand grayling
(Protoctes oxyrhynchus) turun drastis (Wargasasmita, 2002).

Lebih lanjut Strecker (2006)

melaporkan bahwa populasi ikan Cyprinodon sp and Gambusia sexradiata di Laguna
Chichancanab, Mexico menurun tajam setelah terjadinya invasi oleh ikan Astyanax fasciatus and
Oreochromis (African cichlid), bahkan Cyprinodon simus yang hidup disana dilaporkan sangat
sukar dijumpai dan prediksi telah pupus.
Suatu fenomena yang sangat terkenal yang terjadi di Danau Victoria dan Danau Kyoga
yang terletak di bagian timur Afrika, peristiwa ini didokumentasi dengan baik dan menarik
perhatian para saintis. Jumlah species dan kelimpahan ikan lokal menurun drastis setelah
introduksi ikan nile perch (Lates niloticus) di kedua danau tersebut. Akibatnya sangat buruk,
menyebabkan produksi perikanan di Nyanza Gulf, Kenya kolaps pada Tahun 1985. Seluruh
nelayan menerima dampak buruk dari peristiwa ini akibat kehilangan mata pencaharian dan
terpaksa dipindah dari teluk tersebut (Barlow and Lisle, 1987).

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

8
c. Aktifitas penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan
Penggunaan jaring insang dengan mata jaring yang kecil dan aktifitas penangkapan
dengan dedeseun sepanjang tahun diduga turut menyumbang kepada berkurangnya populasi ikan
depik di DLT.
Wawancara kami dengan para nelayan diperoleh informasi bahwa pada kurun 1970an
sampai 1980an sebagian besar nelayan hanya mengunakan alat penangkapan tradisional berupa
penyangkulan dan dedesen, kedua alat ini hanya beroperasi pada musim penghujan saja, dan
hanya beberapa orang nelayan yang memiliki modal besar saja yang memiliki jaring. Pada awal
1990an situasi ini mulai berubah sejak mulai diperkenalkannya jaring insang buatan pabrik
dengan harga murah, dapat dibeli oleh siapa saja dan sangat mudah memperolehnya. Akibatnya
adalah hampir semua nelayan beralih ke jaring insang bahkan dengan ukuran mata jaring kecil
(1.4 cm), dan depik ditangkap sepanjang tahun dan mungkin telah mengakibatkan kelebihan
tangkap (over fishing).
Pemerintah Daerah Aceh Tengah telah menerbitkan Perda No. 5 Tahun 1999 tentang
pengelolaan sumberdaya perikanan, sayangnya implementasi dari Perda ini masih sangat lemah
dan bahkan pada beberapa poin perlu direvisi, misalnya aturan penggunaaan mata jaring minimal
1.5 cm dinilai sudah tidak sesuai dan perlu ditinjau ulang.

d. Pencemaran
Isu pencemaran DLT telah lama dibangkitkan, namun sejauh ini belum ada tindakan yang
komprehensif untuk mengatasinya. Beberapa penyebab pencemaran yang telah diidentifikasi
diantaranya adalah; pembuangan limbah rumah tangga, hotel dan resort ke DLT tanpa didahului
oleh proses pengolahan limbah; aktifitas pertanian di sekeliling DLT yang menggunakan berbagai
jenis bahan kimia seperti pupuk, pestisida, herbisida dan fungisida, akan tercuci dan terbawa
masuk ke dalam DLT khususnya pada musim penghujan; aktiftas perikanan budidaya dengan
aplikasi pakan dengan kandungan protein tinggi (pelet komersil) diduga ikut menyumbang bahan
pencemar ke DLT.
Pembukaan akses jalan lingkar DLT walaupun secara ekonomi berdampak positif namun
secara ekologi telah turut menyumbang kepada kerusakan ekologi DLT. Pembukaan jalan lingkar
telah telah diikuti oleh pesatnya pertumbuhan sektor wisata seperti kehadiran resort dan cottage
khususnya di sepanjang pantai Utara, yang telah kami identifikasi sebagai kawasan yang paling
banyak terdapat spawning ground ikan depik.
Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

9
Dari sektor perikanan khususnya, alih usaha dari perikanan tangkap ke perikanan budidaya
kami nilai suatu tindakan yang positif, namun sayangnya peningkatan perikanan budidaya ini
justru terjadi pada budidaya karamba jaring apung (KJA) di DLT, bukan budidaya kolam. Sebagai
ilustrasi jumlah KJA meningkat tajam dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, sebagai contoh
terdapat 16 keramba apung pada Tahun 2006, meningkat menjadi 143 keramba pada Tahun 2008
(atau meningkat 794% !), dibandingkan dengan peningkatan budidaya kolam seluas 46.9 ha naik
menjadi 56.7 ha (meningkat 21%) pada periode yang sama (Bappeda Aceh Tengah, 2006; 2009).
Dan ironisnya lagi sebagian besar ikan peliharaan adalah ikan hasil introduksi dari luar Aceh dan
bahkan luar Indonesia. Selain itu pula pengembangan kapasitas nelayan dinilai juga masih kurang.
Pengembangan usaha budidaya ikan dengan intensitas pemberian pakan buatan yang
tinggi tanpa diiringi dengan manejemen kualitas air yang baik akan berdampak buruk pada
kondisi air danau dan seterusnya memberi dampak negatif terhadap populasi ikan di danau.
Secara teoritis, hanya 10% dari total luas danau dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya yang
bersifat ramah lingkungan. Selain mempertimbangkan luasan, lokasi penempatan juga penting
diperhatikan agar limbah dari kegiatan budidaya ini tidak memcemari sumber air danau. Oleh
karena kajian kelayakan usaha secara ekologis dan ekonomis penting dilakukan sebelum izin
usaha diberikan. Pemerintah Daerah setempat perlu benar-benar pro aktif dan selektif dalam
pemberian izin usaha baik usaha perikanan maupun usaha-usaha lainnya yang berdampak
langsung dan tidak langsung terhadap danau, misalnya hotel, restoran dan resort atau cottage.

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

10
4. Beberapa Hasil Kajian Terkini Tentang Ikan Depik
Beberapa seri penelitian terhadap populasi ikan depik di DLT telah berhasil kami lakukan
dan hasilnya sedang dalam proses publikasi, namun demikian beberapa informasi penting ingin
kami kongsikan disini.

a. Kajian distribusi dan produksi ikan depik.
Hasil kajian kami mendapati bahwa ikan depik berdistribusi secara luas di DLT. Dari
berbagai faktor yang diukur (kedalaman, jarak dari pantai, suhu, oksigen dan kecerahan)
menunjukkan bahwa kedalaman air memainkan peranan yang sangat penting dalam distribusi ikan
depik di DLT.
Faktor kedalaman air dan jarak dari pantai menunjukkan hubungan yang negatif dengan
hasil tangkapan (CPUE), namun berhubungan positif dengan ukuran ikan. Artinya bahwa hasil
tangkapan akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman dan jarak dari pantai, namun
sebaliknya ukuran ikan akan meningkat seiring dengan peningkatan kedalaman dan jarak dari
pantai.
Sementara itu suhu air menunjukkan hubungan yang positif dengan hasil tangkapan,
namun hubungan yang negatif dengan ukuran ikan yang tertangkap. Artinya bahwa hasil
tangkapan akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan sebaliknya ukuran ikan yang
tertangkap akan semakin mengecil dengan peningkatan suhu. Oksigen terlarut dan turbiditi tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terhadap hasil tangkapan maupun ukuran ikan.
Kesimpulannya adalah adalah ikan-ikan yang berukuran relative kecil banyak terdapat di
perairan yang dangkal dan dekat dengan pantai, sementara ikan-ikan yang lebih besar lebih
memilih perairan yang lebih dalam dan jauh dari pantai.

b. Kajian variasi morphometrik, truss network, meristic and genetic ikan depik, eas dan relo
(group Rasboras).
Kajian morphometric, truss network dan meristic sudah selesai dilakukan, namun kajian
analysis DNA sequences sedang berjalan, sehingga belum dapat diambil suatu kesimpulan.

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

11
c. Kajian hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan depik
Hasil kajian kami mendapati bahwa ikan betina berukuran lebih besar dibandingkan
dengan jantan. Pertumbuhan alami ikan depik menunjukkan pola alometrik negatif, dimana
pertumbuhan panjangnya tidak sebanding dengan pertambahan berat, artinya panjang betambah
lebih cepat dibandingkan dengan berat. Dari nilai faktor kondisi yang diperoleh menunjukkan
bahwa perairan DLT masih cukup mendukung kehidupan ikan depik.

d. Kajian biologi reproduksi ikan depik
Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa ikan depik tergolong pada group
synchronous spawner atau fractional multiple spawners, ikan-ikan yang tergolong dalam group ini
dapat memijah beberapa kali dalam setahun. Berdasarkan hasil pengamatan nilai GSI diketahui
puncak pemijahan ikan depik terjadi sebanyak 3 kali dalam setahun yaitu pada bulan September,
Desember dan Maret, dimana bulan September adalah puncak pemijahan yang tertingginya.
Ratio kelamin menunjukkan bahwa ikan betina lebih dominant jumlahnya dibandingkan dengan
jantan, namun demikian ikan jantan matang kelamin lebih awal. Total fecundity rerata adalah
3715 telur pada setiap sepasang gonad, sedangkan nilai relative fecunditasnya adalah 518 telur/
gram berat badan induk. Frekuensi pemijahannya terjadi setiap 2 sampai 11 hari sekali.

e. Kajian kebiasaan makanan
Hasil analisis isi lambung dan bentuk alat-alat pencernaan menunjukkan bahwa ikan depik
tergolong sebagai fitoplankton feeder, terdapat kurang lebih 48 jenis fitoplankton yang dimakan
oleh ikan depik, yang paling dominant adalah jenis-jenis diatom dan alga (Chloropycea).

5. Rekomendasi
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa populasi ikan depik telah menurun drastis
dalam kurun waktu 3 dekade terakhir, penurunan yang sangat signifikan terjadi pada kurun
1990an. Dalam upaya untuk meningkatkan kembali populasi ikan depik dapat disusun
perencanaan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Beberapa rekomendasi yang mungkin
dapat dipertimbangkan dalah:

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

12
TINDAKAN SEGERA:
a. Moratorium fishing (termasuk dedeseun dan jaring), dengan pilihan sbb:
-

Larangan menangkap total untuk selamanya

-

Larangan menangkap total berjangka (1-3 Tahun)

-

Larangan menangkap mengikut waktu, misalnya pada masa pemijahan etc.

-

Larangan menangkap total, namun dengan pengecualian waktu dan alat tangkap
tertentu.

b. Livelihood alternatif bagi nelayan: Perkuat sektor perkebunan (friendly agriculture livelihood)

TINDAKAN SUSULAN:

-

Merevisi Perda No. 5 tahun 1998, khususnya yang mengatur tentang pengunaan mata
jaring dll. Dan menerapkannya secara konsisten (law enforcement).

-

Mengevaluasi ulang tata kota dan tata guna lahan

-

Penguatan kelembagan nelayan (Badan Lantak) baik secara financial maupun kapasitas

-

Membentuk suatu badan Research and Development (R&D) DLT pada salah satu instansi
pemerintah (misalnya Bapedalda)

-

Penetapan kawasan reservat

-

Reboisasi hutan

-

Penguatan kapasitas nelayan dan petani

-

Dukungan SDM dan Finansial yang mencukupi

Daftar Pustaka
Alcaraz, C. & E. Garcia-Berthou. 2007. Food of an endangered cyprinodont (Aphanius iberus):
ontogenetic diet shift and prey electivity. Environmental Biology of Fishes, 78: 193–207.
Almodovar, A., G.G. Nicola, B. Elvira and J.L. Garcia-Marin. 2006. Introgression variability
among Iberian brown trout Evolutionary Significant Units: the influence of local
management and environmental features. Freshwater Biology, 51: 1175–1187.
Barlow, C.G and Lisle, A (1987) Biology of the nile perch Lates niloticus (Pisces:
Centropomidae) with reference to its proposed role as a sport fish in Australia. Biological
Conservation 39:269-289.
Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

13
Bapeda Aceh Tengah. 2009. Aceh Tengah dalam angka. Badan Perencanaan Pembangunan
Kabupaten Aceh Tengah.
Beck, M. W., Heck Jr., K. L., Able., K. W., Childers, D. L., Eggleston, D. B., Gillanders, B. M.,
Halpern, B., Hays, C. G., Hoshino, K., Minello, T. J., Orth, R. J., Sheridan, P. F. and
Weinstein, M. P. 2001. The identification, conservation, and management of estuarine and
marine nurseries for fish and invertebrates. BioScience 51: 633-641.
Casal, C.M.V. 2006. Global documentation of fish introductions: the growing crisis and
recommendations for action. Biological Invasions 8: 3–11.
CBSG. 2003. Conservation Assessment and Management Plan for Sumatran Threatened Species:
Final Report. IUCN SSC Conservation Breeding Specialist Group, Apple Valley, MN,
USA.
Rudi, E., N. Fadli, dan Muchlisin Z.A. 2009. Profil Danau Laut Tawar. Universitas Syiah Kuala
(In preparation).
FAO (2005). International mechanism for the control and responsible use of alien species in
aquatic ecosystem. Report of an ad hoc expert consultation 27-30 August 2003,
Xishuangbanna, People’s Republic of China.198pp.
Gillanders, B. M., Able, K. W., Brown, J. A., Eggleston, D. B. and Sheridan, P. F. (2003).
Evidence of connectivity between juvenile and adult habitats for mobile marine fauna: an
important component of nurseries. Marine Ecology Progress Series, 247: 281-295.
IUCN (1990). IUCN red list of threatened animal. IUCN, Gland and Cambridge.
Kartamihardja, E.S., H. Satria and A.S. Sarnita. 1995. Limnologi dan potensi produksi ikan danau
laut tawar, Aceh Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1(3): 11-25.
Muchlisin Z.A. 2008. Ikan Air Tawar di Nanggroe Aceh Darussalam dan Kawasan Ekosistim
Leuser. Univeritas Syiah Kuala – Universiti Sains Malaysis – Paneco.
Muchlisin Z.A and M.N. Siti Azizah. 2009. Diversity and distribution of freshwater fishes in
Aceh waters, northern Sumatera, Indonesia. International Journal of Zoological Research,
5(2): 62-79.
Muchlisin Z.A. 2009. Biodiversity of freshwater fishes in Aceh Indonesia with emphasis study on
the biogeography of depik (Rasbora tawarensis) an endemic and threatened fish in Lake
Laut Tawar. Ph.D thesis Universiti Sains Malaysia (in preparation).
Muchlisin Z.A. 2008. Ikan depik yang terancam punah. Bulletin Leuser,6(17): 9-12

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009

14
Nicola, G.G., Almodo var, A. and Elvira, B. 1996. The diet of introduced largemouth bass,
Micropterus salmoides, in the Natural Park of the Ruidera Lakes, central Spain. Polskie
Archiwum Hydrobiologii, 43: 179–184.
Saunder, D. L. Meeuwig, J. J. and Vincent, C. J (2002). Freshwater protected area: strategies for
conservation. Conservation Biology 16:30-41.
Seehausen, O. Witten, F. Katunzi , E.F. Smits, J and Bouton, N (1997). Pattern of the remnant
cichlid fauna in southern lake Victoria. Conservation Biology 11: 890-904.
Serambi Indonesia. 2009. http://www.serambinews.com/news/aceh-pecahkan-rekor-pengrusakanhutan. Tanggal akses 26 Oktober 2009.
Sorensen, P.W and Hoye, T.R. 2007. A critical review of the discovery and application of a
migratory pheromone in an invasive fish, the sea lamprey Petromyzon marinus L. Fish
Biology 71: 100-114.
Wargasasmita, S (2002). Ikan air tawar Sumatera yang terancam punah. Jurnal Iktiologi Indonesia
2 (2):41-49.

Dipresentasikan pada Workshop Selamatkan Danau Laut Tawar,
Takengon 21-22 November 2009