PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS, BERPIKIR LOGIS DAN SELF ESTEEM SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STRUKTURAL.
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh NANA SUHANA 1204665
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
Oleh Nana Suhana
S.Pd Universitas Terbuka, 2004
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan ( M.Pd. ) pada Program Studi Pendidikan Matematika
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Bandung
Nana Suhana 2014
Universitas Pendidikan Indonesia Maret 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang,
(3)
(4)
Nana Suhana (1204665) ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, dan
self esteem siswa yang mendapat model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan yang
mendapat pembelajaran secara konvensional. Desain penelitian ini adalah non equivalent pre-test
and post-test design . Populasi peneltian ini adalah seluruh siswa kelas VIII pada salah satu
SMP Negeri di Kab. Majalengka. Sampel penelitian adalah kelas VIII C dan VIII D yang dipilih secara purposive sampling dari enam kelas yang ada. Satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen, dan satu kelas lagi dijadikan sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data berupa soal tes kemampuan penalaran matematis, tes kemampuan berpikir logis, dan angket untuk mengungkap kemampuan self esteem siswa. Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data gain ternormalisasi kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, dan self esteem siswa pada kedua kelas sampel dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata dua populasi. Uji perbedaan rata-rata dua populasi dihitung dengan menggunakan Independent Sample-T-Test dan Uji Mann-Whitney dengan taraf signifikansi α = 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, dan self esteem siswa pada kelompok yang mendapat model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada kelompok yang mendapat pembelajaran secara konvensional.
Kata Kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe struktural, kemampuan penalaran matematis,
berpikir logis, dan self esteem.
(5)
The Improvement of Mathematical Reasoning Ability, Logical Thinking and Self-Esteem of Junior Secondary School Students through Cooperative Instructional Model
of the Structural Type Nana Suhana (1204665)
ABSTRACT
The research aimed to study the improvement of mathematical reasoning ability, logical thinking, and self-esteem among students who were treated with cooperative instructional model using the structural type and those treated with conventional instruction. The research employed non-equivalent pre-test and post-test design. The population was all seventh graders of one of state junior secondary schools in Majalengka Regency. In a purposive sampling, the seventh grade students of C and D classes were selected out of the six existing classes. One class was made the experimental class and the other was made the control class. The instruments used to collect data were in the forms of mathematical reasoning ability test, logical thinking ability test, and questionnaires to reveal students’ self-esteem. Data were analysed quantitatively. The quantitative analysis was conducted on the normalized gain data of mathematical reasoning ability, logical thinking and self-esteem of students in the sample of two classes using a difference test for two population means. The difference test was calculated using independent sample t-test and Mann-Whitney test with a level of significance α = 0.05. Research results showed that the improvement of mathematical reasoning ability, logical thinking, and self-esteem of the students treated with cooperative instructional model using the structural type was better than the improvement of those treated with conventional instruction.
Keywords: Cooperative instructional model of the structural type, mathematical reasoning ability, logical thinking, and self-esteem.
(6)
LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERNYATAAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GAMBAR...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian... D. Pentingnya Masalah dan Manfaat Penelitian... E. Definisi Operasional... BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kemampuan Penalaran Matematis... B. Berpikir Logis... C. Self- Esteem...
D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural... E. Pembelajaran Konvensional... F. Teori Belajar yang Mendukung... G. Penelitian Terdahulu yang Relevan... H. Kerangka Berpikir... I. Hipotesis Penelitian... BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian... B. Populasi dan Sampel Penelitian... C. Variabel Penelitian... D. Instrumen Penelitian... E. Prosedur Penelitian... F. Alur Penelitian...
i ii iii iv v vii x xii xiii 1 9 10 11 12 14 16 24 29 39 40 41 42 43 45 46 46 47 58 60
(7)
I. Teknik Analisa Data... J. Alur Pengolahan Data... BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN... 1. Kemampuan Penalaran Matematis...
a. Analisis Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematis... b. Analisis Data Postes Kemampuan Penalaran Matematis... c. Analisis Data N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis... 2. Kemampuan Berpikir Logis... a. Analisis Data Pretes Kemampuan Berpikir Logis... b. Analisis Data Postes Kemampuan Berpikir Logis... c. Analisis Data N-Gain Kemampuan Berpikir Logis...
3. Self-Esteem...
a. Analisis Data Preskala Self –Esteem...
b. Analisis Data Posskala Self –Esteem...
c. Analisis Data N-Gain Self–Esteem...
4. Lembar Observasi... B. Pembahasan atau Analisis Temuan...
1. Kemampuan Penalaran Matematis... 2. Kemampuan Berpikir Logis... 3. Self-Esteem...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... 61 71 72 75 75 78 80 83 83 85 88 91 91 93 95 97 101 102 104 106 109 110 112
(8)
LAMPIRAN B... LAMPIRAN C... LAMPIRAN D... LAMPIRAN E...
200 233 265 321
(9)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum pendidikan nasional dan dinilai cukup berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Menurut Sumarmo (2005), keterampilan matematis (doing math) dapat memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam pengembangan nalar, berpikir logis, sistematis, kritis, cermat dan bersikap terbuka dalam menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini berarti pendidikan matematika diyakini mampu mendorong dan memaksimalkan potensi seseorang sebagai calon sumber daya manusia yang handal, untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Senada dengan pendapat di atas Turmudi (2009) menyatakan bahwa penguasaan mata pelajaran matematika memudahkan siswa untuk melatih berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan inovatif yang difungsikan untuk mendukung pembentukan kompetensi matematis siswa, sehingga dengan belajar matematika siswa diharapkan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengembangkannya dalam bidang keahlian, sehingga menjadi manusia maju. Depdiknas (2006) menyusun Standar Isi (SI) mata pelajaran matematika yang ditujukan untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah, dengan tujuan agar siswa mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
(10)
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh;
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan rasa percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan di atas sesuai pula dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam National Council of Teachers of Mathematics (2000) meliputi lima kemampuan matematis yaitu (1) Komunikasi Matematis (Mathematical Comunnication); (2) Penalaran Matematis (Mathematical
Reasoning); (3) Pemecahan Masalah Matematis (Mathematical Problem Solving);
(4) Koneksi Matematis (Mathematical Connection); (5) Representasi Matematis (Mathematical Representation).
Sejalan dengan pernyataan di atas, Sumarmo (2005) menambahkan kelima kemampuan matematis di atas disebut daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematis (doing math). Keterampilan matematis berkaitan dengan karakteristik matematika yang dapat digolongkan ke dalam berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi. Aktifitas berpikir yang menyangkut tingkat rendah termasuk kegiatan melakukan operasi hitung sederhana, menerapkan rumus secara langsung, mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan aktifitas berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan memahami matematika secara lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun konjektur, menyelesaikan masalah (problem solving), berkomunikasi secara matematis dengan kegiatan intelektual lainnya. Oleh sebab itu, agar siswa memiliki keterampilan yang baik dalam pembelajaran matematika, tentunya lima kemampuan dasar matematika tersebut penting dimiliki siswa.
(11)
Kemampuan matematis ini seringkali tidak terimplementasi dengan baik, sehingga siswa lebih condong hanya menghapal dan mengikuti prosedur yang sudah baku dalam menyelesaikan dan memecahkan masalah matematika tanpa menggunakan rasional berpikirnya. Proses tersebut berdampak terhadap proses berpikir siswa, sehingga siswa cenderung terlatih mengerjakan soal matematika yang sifatnya rutin secara prosedural daripada mengerjakan soal matematika yang sifatnya tidak rutin. Senada dengan pernyataan di atas, Sumarmo (2005) menemukan bahwa skor kemampuan siswa dalam penalaran matematika sangat rendah. Sedangkan Priatna (2003) menambahkan bahwa kesalahan yang dilakukan siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal-soal matematika disebabkan oleh kurangnya kemampuan penalaran terhadap kaidah dasar matematika. Hasil penelitiannya menunjukkan pencapaian skor untuk kemampuan penalaran hanya sekitar 49% dari skor ideal. Artinya kualitas kemampuan penalaran matematis masih belum memuaskan.
Pengembangan kemampuan berpikir, perlu mendapatkan perhatian yang serius, karena sejumlah hasil studi yang diungkapkan oleh Suryadi (2005) menunjukkan pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Studi
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 1999
yang dilakukan di 38 negara, antara lain menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematik siswa. Siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada persoalan yang menuntut kemampuan penalaran maupun pemecahan masalah (Suherman dkk., 2003)
Temuan tentang kemampuan matematis tidak hanya diungkapkan para peneliti nasional tetapi juga hasil penelitian internasional seperti Program for
International Students Assesment (PISA) tahun 2009 dan The Trends in InternationalMathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011. Hasil analisis PISA menunjukkan Indonesia memperoleh skor kemampuan matematis 391
(12)
hasil analisis TIMSS menunjukkan bahwa Indonesia memperoleh skor kemampuan matematis 397 (tahun 2007) dan 386 (tahun 2011) dengan rata-rata Internasional 500. Permasalahan yang diajukan dalam instrumen PISA dan TIMSS lebih mengacu pada pengetahuan, penerapan, penalaran dan berpikir logis. Kenyataan ini menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia masih mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya adalah masih kurangnya kemampuan matematis siswa Indonesia terutama dalam kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis. Pendapat tersebut didukung oleh hasil penelitian Isum dkk. (2012) yaitu kurangnya kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah kurangnya pemahaman awal pada mata pelajaran tersebut dan kurangnya persiapan siswa terhadap materi tersebut.
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Wahyudin (1999) yang menemukan empat kelemahan yang ada pada siswa, yaitu siswa kurang memliki:
1. Pengetahuan prasyarat yang baik.
2. Kemampuan untuk memahami dan menggali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang dibicarakan.
3. Kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau menggali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok bahasan tersebut.
4. Kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak) dan kurang memiliki kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis dalam persoalan atau soal-soal matematika.
Seseorang dengan kemampuan penalaran yang rendah akan selalu mengalami kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan terutama ketidakmampuannya dalam menghubungkan fakta dan bukti untuk sampai pada suatu kesimpulan. Pengembangan kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis menjadi esensial agar siswa mampu melakukan analisis sebelum membuat
(13)
keputusan, dan mampu membuat argumen untuk mempertahankan pendapatnya (Wahyudin, 1999)
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 merekomendasikan bahwa tujuan pembelajaran penalaran pada kelas 6-8 adalah agar siswa dapat: (1) menguji pola dan struktur untuk mendeteksi keteraturan; (2) merumuskan generalisasi dan konjektur hasil observasi keteraturan; (3) mengevaluasi konjektur; dan (4) membuat dan mengevaluasi argumen matematika. Pentingnya penalaran diungkapkan pula oleh Depdiknas (2002) bahwa “ Materi matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika “.
Sejalan dengan hal tersebut, Shadiq (2007) berpendapat bahwa seni bernalar sangat dibutuhkan di setiap segi dan sisi kehidupan ini agar setiap warga bangsa dapat menunjukkan dan menganalisis setiap masalah yang muncul secara jernih, dapat memecahkan masalah dengan tepat, serta dapat mengemukakan pendapat maupun idenya secara runtut dan logis. Salah satu tujuan terpenting dari pembelajaran matematika adalah mengajarkan siswa tentang penalaran matematis dan berpikir logis. Bila kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis tidak dikembangkan pada siswa, maka bagi siswa matematika hanya akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-contoh tanpa mengetahui maknanya (Ross dalam Rochmad, 2008). Hal yang sama dikemukakan oleh Tinggih (dalam Suherman, 2001) bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang dapat diperoleh dengan bernalar.
Berdasarkan uraian tersebut, kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis diperlukan oleh siswa agar siswa menguasai konsep matematika dengan benar dan dapat menganalisis masalah yang timbul sehingga dapat mempermudah dalam menyelesaikan masalah matematika maupun masalah dalam kehidupan sehari hari. Penalaran seseorang akan sangat tajam dalam berpikir dan akurat dalam mengambil keputusan. Selanjutnya Baroody (dalam Juariah, 2008) mengungkapkan ada empat alasan mengapa penalaran penting untuk matematika
(14)
dan kehidupan sehari-hari, yaitu: (1) the reasoning needed to do mathematics artinya penalaran diperlukan untuk mengerjakan matematika, ini berarti penalaran berperan penting dalam pengembangan dan aplikasi matematika; (2) the need for
reasoning in school mathematics artinya penalaran dibutuhkan dalam pelajaran
matematika di sekolah, hal ini terlihat jelas bahwa untuk menguasai konsep matematika dengan benar diperlukan penalaran dalam pembelajaran matematika; (3) reasoning involved in other content areas artinya keterampilan-keterampilan penalaran dapat diterapkan pada ilmu-ilmu lainnya, hal ini berarti bahwa penalaran dapat menunjang dalam pengembangan ilmu lainnya; (4) reasoning for
everyday life artinya penalaran berguna untuk kehidupan sehari-hari, ini berarti
penalaran berguna untuk mengatasi masalah kehidupan sehari-hari.
Selain kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis terdapat pula aspek afektif yang turut memberikan kontribusi terhadap keberhasilan seseorang dalam memahami matematika dengan baik. Aspek afektif tersebut adalah
self-esteem. Alhadad (2010) mengatakan bahwa self-esteem adalah penilaian seorang
individu tentang kemampuan, keberhasilan, kebermanfaatan dan kebaikan dirinya sendiri. Rahma (dalam Saputra dkk., 2012) menyebutkan contoh karakteristik konsep diri akademik positif (self-esteem dalam bidang akademik). Self-esteem yang positif, diantaranya: (1) Bangga terhadap yang diperbuatnya; (2) Menunjukkan tingkah laku yang mandiri; (3) Mempunyai rasa tanggung jawab; (4) Mempunyai toleransi terhadap frustasi; (5) Antusias terhadap tugas-tugas yang menantang; (6) Merasa mampu mempengaruhi orang lain. Sedangkan contoh
self-esteem yang negatif diantaranya: (1) Menghindar dari situasi yang menimbulkan
kecemasan; (2) Merendahkan kemampuan sendiri; (3) Merasakan bahwa orang lain tidak menghargainya;(4) Menyalahkan orang lain karena kelemahannya; (5) Mudah dipengaruhi oleh orang lain; (6) Mudah frustasi; (7) Merasa tidak mampu.
Keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah secara umum dapat merupakan ukuran dari berhasil atau tidaknya seorang siswa mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam pendidikan, keberhasilan seorang siswa memenuhi tuntutan tugas pembelajarannya dapat merupakan suatu kesuksesan.
(15)
Keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang sebagai suatu pengalaman belajar. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan perubahan
self-esteem siswa berupa perubahan tingkah laku, tingkat pengetahuan atau
pemahaman terhadap sesuatu ataupun tingkat keterampilannya. Diperlukan
self-esteem yang positif terhadap pelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan
pembelajarannya dan mencapai prestasi belajar maksimal.
Penyelesaian untuk masalah ini terletak pada pemilihan model pembelajaran yang tepat. Salah satu aspek penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau model-model pembelajaran yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Wahyudin, 2008).
Khusus tentang model pembelajaran, tidak jarang model pembelajaran yang digunakan diperkirakan akan meningkatkan atau menurunkan kualitas faktor-faktor internal dari pembelajaran itu sendiri. Pemilihan model pembelajaran yang tepat dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar sehingga pada akhirnya akan berdampak positif pada prestasi belajar siswa dan tujuan-tujuan pembelajarannya akan tercapai.
Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kriteria di atas adalah model pembelajaran kooperatif. Slavin (2009) menjelaskan model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan setting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi nara sumber bagi teman yang lain. Sejalan dengan penjelasan Slavin, Davidson dan Kroll (dalam Asma, 2006) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai kegiatan yang berlangsung di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.
(16)
Persoalannya adalah bagaimana seorang guru dapat menanamkan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan self-esteem kepada siswa. Aktifitas pembelajaran dengan model pembelajaran yang bukan semata-mata menyangkut kegiatan guru mengajar akan tetapi lebih menitikberatkan pada aktifitas belajar siswa, membantu siswa jika ada kesulitan atau membimbingnya untuk memperoleh suatu kesimpulan yang benar dan disukai siswa.
Model pembelajaran kooperatif mengharuskan siswa untuk mengkonstruksi/membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pola pikir siswa. Dengan model pembelajaran ini siswa dibiasakan untuk berinteraksi dan berdiskusi dalam menyelesaikan persoalan matematika.
Model pembelajaran kooperatif yang tergolong interaktif, di antaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe struktural. Model pembelajaran kooperatif tipe struktural adalah model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Kagan pada tahun 1990 yang di dalamnya berisi struktur-struktur yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan oleh Kagan sebagai alternatif untuk struktur kelas yang lebih tradisional, seperti resitasi, bahwa guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada seluruh siswa dalam kelas dan siswa memberikan jawaban setelah mengangkat tangan dan dipanggil namanya. Struktur Kagan mengharuskan siswa untuk bekerja secara interdependen di kelompok-kelompok kecil dan ditandai oleh penghargaan (reward) kooperatif dan bukan penghargaan (reward) individual. Sebagian struktur memiliki tujuan untuk meningkatkan perolehan isi akademis oleh siswa; struktur-struktur lainnya dirancang untuk mengajarkan berbagai keterampilan kelompok atau sosial. Model pembelajaran kooperatif tipe struktural memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Tujuan kognitif, informasi akademik sederhana; (2) Tujuan sosial, keterampilan kelompok dan sosial; (3) Struktur tim, bervariasi berdua, bertiga, kelompok dengan 4-6 anggota; (4) Pemilihan topik pelajaran, biasanya guru; (5) Tugas utama, siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, sosial dan kognitif; (6) Asesmen/Penilaian, bervariasi; (7) Rekognisi/Pengakuan, bervariasi (Rusman, 2010: 240-243).
(17)
Terdapat empat tahap kegiatan guru yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran kooperatif, termasuk di dalamnya model pembelajaran kooperatif tipe struktural, yaitu (1) Pembentukan kelompok; (2) Penyiapan bahan ajar; (3) Penilaian hasil belajar; (4) Penilaian proses belajar, kualitas kerja/aktifitas anggota dan kelompok (Sumarmo, 2013).
Model pembelajaran kooperatif tipe struktural juga memberikan kontribusi dalam meningkatkan self-esteem siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe struktural yang mengkondisikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar kecil akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih berinteraksi siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungannya selama pembelajaran berlangsung. Salbiah (2003) menyatakan konsep diri akademis positif (self-esteem akademis positif) individu dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Self-esteem yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Interaksi dalam hubungan kelompok dapat berdampak positif bagi siswa dalam pencapaian kemandirian dirinya yang mencakup: pengetahuan diri, pemahaman diri, penerimaan diri dan pengambilan keputusan (Irawan, 2010). Model pembelajaran kooperatif tipe struktural memungkinkan self-esteem siswa menjadi berkembang dan lebih baik.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penulis melakukan penelitian yang berjudul”Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis, Berpikir Logis Dan
Self-Esteem Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Struktural”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan landasan masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah “apakah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan self esteem siswa SMP”. Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka secara spesifik penelitian difokuskan pada jawaban atas pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut ini:
(18)
1. Apakah kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
2. Apakah kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
3. Apakah self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
4. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
5. Apakah peningkatan kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
6. Apakah peningkatan self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe stuktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional?
7. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe stuktural?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian untuk mengkaji: 1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.
2. Kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.
(19)
3. Self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.
4. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.
5. Peningkatan kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional.
6. Peningkatan self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensioanal.
7. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural.
D. Pentingnya Masalah dan Manfaat Penelitian
Permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis siswa penting untuk diteliti, karena kemampuan tersebut merupakan bagian dari tujuan utama pendidikan nasional dan sesuai dengan kurikulum pendidikan nasional yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Kemampuan tersebut merupakan bagian dari proses berpikir matematika tingkat tinggi yang diperlukan siswa dalam era globalisasi dan sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Terdapat suatu kekhawatiran bahwa siswa akan terjebak dalam situasi yang mendorong mereka untuk menjadi seorang penjawab soal yang handal tetapi bukan seorang problem solver. Secara tidak langsung, jika mereka dilatih sedini mungkin untuk terus menggunakan kemampuan berpikir dalam memahami dan mengatasi permasalahan serta mampu menerapkan penalaran matematis dan berpikir logis dalam setiap sisi kehidupan, maka tidak mustahil mereka akan terbiasa menjadi seorang problem solver yang handal.
(20)
Kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis pada proses pembelajaran selayaknya menjadi perhatian penting. Tetapi, pada faktanya seringkali hal ini terlupakan atau bahkan dilupakan, karena padatnya beban kurikulum yang tidak sesuai dengan alokasi waktu yang disediakan. Implikasinya pada tingkat kedalaman tertentu penalaran matematis dan berpikir logis berimbas pada rendahnya kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis dan akan berdampak pula pada rendahnya keyakinan terhadap kemampuan diri
(self-esteem) siswa. Oleh karena itu, penelitian yang terkait dengan kedua kemampuan
matematik tersebut dan aspek psikologisnya yaitu self-esteem ini menjadi penting untuk dikaji/diteliti dalam proses pembelajaran. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun manfaat diadakannya penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa, model pembelajaran kooperatif tipe struktural diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan
self-esteem siswa.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan variasi model pembelajaran matematika untuk diaplikasikan dan dikembangkan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan
self-esteem siswa.
3. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam rangka mengembangkan kemampuan matematis lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai model
pembelajaran kooperatif tipe struktural yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan self-esteem siswa. 5. Bagi pemegang kebijakan dan para stakeholder dapat dijadikan sebagai saran
dan masukan untuk penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan pada penelitian ini, maka perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
(21)
1. Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan dalam proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Adapun indikator yang mewakili kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini adalah: (a) memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan, (b) memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola yang ada, (c) generalisasi, yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.
2. Kemampuan berpikir logis adalah kemampuan berpikir menurut pola tertentu atau inferensi logis atau prinsip-prinsip logika untuk memperoleh suatu kesimpulan. Adapun indikator yang mewakili kemampuan berpikir logis dalam penelitian ini adalah (a) memperkirakan secara logis, (b) mengamati data secara logis, (c) menyelesaikan soal secara logis, (d) menarik kesimpulan secara logis.
3. Self-esteem adalah penilaian seorang individu tentang kemampuan,
keberhasilan, kebermanfaatan dan kebaikan dirinya sendiri.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural adalah model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Kagan (1990) yang di dalamnya berisi struktur-struktur yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Tujuan kognitif, informasi akademik sederhana; (2) Tujuan sosial, keterampilan kelompok dan sosial; (3) Struktur tim, bervariasi berdua, bertiga, kelompok dengan 4-6 anggota; (4) Pemilihan topik pelajaran, biasanya guru; (5) Tugas utama, siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, sosial dan kognitif; (6) Asesmen/Penilaian, bervariasi; (7) Rekognisi/Pengakuan, bervariasi.
5. Pembelajaran secara konvensional adalah pembelajaran yang mengikuti alur kegiatan pembelajaran yang telah terbiasa dilakukan/dilaksanakan oleh guru yang mengajar sebelumnya pada kelas yang dijadikan sampel penelitian sebagai kelas kontrol pada sekolah yang dijadikan tempat/lokasi/obyek penelitian.
(22)
(23)
Nana Suhana, 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental atau eksperimen semu yang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen (kelas perlakuan) kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dan kelompok kontrol (kelas pembanding) adalah kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Desain penelitian ini digunakan karena kelas sudah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak terhadap siswa. Apabila dilakukan pembentukan kelas baru memiliki potensi mengganggu jadwal pelajaran dan mengganggu efektivitas pembelajaran yang sedang berjalan.
Untuk mengetahui adanya perbedaan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis terhadap pembelajaran matematika dilakukan penelitian dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen (Ruseffendi, 2005: 52) berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Kelas Kontrol : O O
Keterangan:
O : Pre-test atau Post-test
X : Model pembelajaran kooperatif tipe struktural : Subjek tidak dikelompokkan secara acak
Kedua kelompok diberikan pretes terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan. Setelah diberi perlakuan, kedua kelompok diberikan kembali postes untuk pengukuran. Tujuan diberikan pretes adalah untuk melihat kemampuan awal siswa kedua kelompok.
Penelitian ini melibatkan variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
(24)
tipe struktural sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, dan self-esteem.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa salah satu SMP Negeri di Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat tahun pelajaran 2013-2014. Pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari tahap operasi konkret ke operasi formal sehingga sesuai untuk diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural. Sampel penelitiannya adalah siswa kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat tahun pelajaran 2013-2014. Penelitian berjalan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan.
Penentuan sampel penelitian dilakukan dengan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu. Berdasarkan pertimbangan guru yang ada di sekolah yang bersangkutan dipilih 2 kelas dari 6 kelas yang ada. Kemudian dari kedua kelas yang telah dipilih, satu kelas diberikan perlakuan yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe struktural, dan satu kelas yang lain diberi pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol.
C. Variabel Penelitian.
Penelitian ini mengkaji penerapan pembelajaran matematika di kelas VIII SMP dengan model pembelajaran kooperatif tipe struktural untuk melihat pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan self-esteem siswa. Penelitian ini juga membandingkan perlakuan antara model pembelajaran kooperatif tipe strukural dan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan uraian di atas, maka variabel penelitian melibatkan dua jenis variabel yakni variabel bebas yaitu model pembelajaran kooperatif tipe struktural dan pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikat yaitu kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, dan self-esteem.
(25)
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga instrumen yang terdiri dari tes kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dan angket untuk mengungkap self-esteem siswa.
1. Tes Kemampuan Penalaran Matematis Dan Tes Berpikir Logis
Tes yang digunakan berbentuk uraian sebanyak 7 butir soal, yang terdiri dari 3 butir soal untuk tes kemampuan penalaran matematis dan 4 butir soal untuk tes kemampuan berpikir logis. Instrumen ini dijadikan satu set soal yanng digunakan dalam penelitian. Penyajian soal tes berbentuk uraian tujuannya adalah untuk melihat proses penyelesaian jawaban siswa sehingga diketahui sampai sejauh mana kemampuan siswa tersebut mampu menyelesaikan soal-soal penalaran matematis dan berpikir logis. Penyusunan tes diawali dengan membuat kisi-kisi, penyusunan soal berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun disertai dengan kunci jawaban, dan dilengkapi dengan pedoman pemberian skor tiap butir soal. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi tentang relasi, fungsi dan grafiknya. Oleh karena itu instrumen yang disusun dalam penelitian ini adalah mengenai materi relasi, fungsi dan grafiknya. Sebelum digunakan, sebelumnya instrumen yang disusun diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukarannya.
Tabel 3.1
Kriteria Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis
Skor Kriteria
4 3 2 1
Dapat menjawab benar semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar
Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar
(26)
0
penalaran atau menarik kesimpulan salah Tidak ada jawaban
Tabel 3.2
Kriteria Pemberian Skor Berpikir Logis
Skor Kriteria
4
3 2 1 0
Dapat menjawab benar semua aspek pertanyaan tentang berpikir logis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap
Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang berpikir logis dan dijawab dengan benar
Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang berpikir logis dan dijawab dengan benar
Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang berpikir logis atau menarik kesimpulan salah
Tidak ada jawaban
Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 merupakan kriteria penilaian model Cai, Lane dan Jakabcsin (Nasution, 2011) yang digunakan untuk mengetahui skor yang didapat siswa dalam tes kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis. Hasil pengukurannya diuraikan berikut ini:
a. Analisis Validitas Tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen (Arikunto, 2010: 211). Validitas instrumen diketahui dari hasil pemikiran dan hasil pengamatan. dari hasil tersebut akan diperoleh validitas teoritik dan validitas empirik.
1) Validitas Teoritik
Validitas teoritik untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan teori dan aturan yang ada. Pertimbangan terhadap soal tes kemampuan berpikir logis yang berkenaan dengan validitas isi, validitas konstruk, dan validitas muka diberikan oleh ahli.
(27)
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan (Suherman, 2001: 131). Validitas isi dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Apakah soal pada instrumen penelitian sesuai atau tidak dengan indikator.
Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir. Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya sehingga testi tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal.
Sebelum digunakan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis, bepikir logis siswa tersebut diuji validitas isi dan validitas mukanya oleh beberapa orang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Pendidikan Matematika UPI, yaitu 2 orang mahasiswa S2 serta guru matematika di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat tahun pelajaan 2013-2014 yang kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Validitas soal yang dinilai oleh validator adalah meliputi validitas muka (face validity) dan validitas isi (content validity). Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman dkk., 2003). Sedangkan validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang diajukan, yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai tes tersebut merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai, termasuk kesesuaian antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa kelas VIII, kesesuaian materi dan tujuan yang ingin dicapai.
Untuk mengukur kecukupan waktu siswa dalam menjawab soal tes ini, peneliti juga mengujicobakan soal-soal ini kepada kelompok terbatas yang sudah pernah memperoleh materi ini. Data yang diperoleh dari tes kemampuan
(28)
penalaran matematis, berpikir logis ini dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran.
2) Validitas Empirik
Validitas empirik adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu. Kriteria ini digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi produk momen dengan menggunakan angka kasar (Arikunto, 2010: 213) yaitu:
r
xy– Keterangan :
rxy = Koefisian validitas X = Skor tiap butir soal Y = Skor total N = Jumlah subyek
Suherman ( 2001: 136) mengklasifikasi interpretasi koefisien validitas sebagai berikut:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisian Validitas
Koefisien Validitas Interpretasi 0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi 0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah
rxy≤ 0,00 Sangat rendah
Selanjutnya uji validitas tiap item instrumen dilakukan dengan membandingkan dengan nilai kritis (nilai tabel). Tiap item tes dikatakan valid apabila pada taraf signifikasi didapat . Untuk
(29)
pengujian signifikansi koefisien korelasi pada penelitian ini digunakan uji t sesuai pendapat Sudjana (2005) dengan rumus sebagai berikut:
t = Keterangan:
: koefisien korelasi product moment pearson n : banyaknya siswa
Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka, kemudian soal tes kemampuan berpikir logis matematis tersebut dujicobakan secara empiris. Tujuan uji coba empiris ini adalah untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas butir soal tes.
Hasil analisis validitas untuk butir soal tes kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis dapat dilihat pada Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4
Data Hasil Analisis Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir Logis
Tes Kemampuan Penalaran Matematis No.
Soal Validitas Interpretasi
Signifikansi
1 0,61 Tinggi Signifikan
2 0,65 Tinggi Signifikan
3 0,79 Tinggi Sangat Signifikan
Tes Kemampuan Berpikir Logis No.
Soal Validitas Interpretasi
Signifikansi
4 0,77 Tinggi Sangat Signifikan
5 0,84 Sangat Tinggi Sangat Signifikan
6 0,69 Tinggi Signifikan
7 0,62 Tinggi Signifikan
1) Analisis Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama (Arikunto, 2010: 221). Suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang
(30)
sama. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus
Alpha (Arikunto, 2010: 239).
Keterangan:
r11 = reliabilitas instrumen ∑ i2
= jumlah varians skor tiap–tiap item t2
= varians total n = banyaknya soal
Suherman (2001: 156) mengklasifikasi interpretasi koefisien reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Besarnya nilai rxy Interpretasi 0,80 < r11≤ 1,00 Sangat tinggi 0,60 < r11≤ 0,80 Tinggi 0,40 < r11≤ 0,60 Cukup 0,20 < r11≤ 0,40 Rendah
r11≤ 0,20 Sangat rendah
Untuk mengetahui instrumen yang digunakan reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach.
α = reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir pernyataan. Σ Si2
= jumlah varian butiran St2 = Varian total
(31)
Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien reliabilitas untuk butir soal tes kemampuan penalaran matematis adalah 0,46, artinya butir soal tes tersebut termasuk pada klasifikasi cukup reliabel, sehingga soal dapat digunakan dalam penelitian. Sedangkan nilai koefisien reliabilitas untuk soal tes kemampuan berpikir logis adalah 0,68 (klasifikasi reliabilitas tinggi) artinya butir soal tes kemampuan berpikir logis tersebut juga dapat digunakan dalam penelitian.
2) Analisis Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal tes (Arikunto, 2006: 207). Tingkat kesukaran untuk soal uraian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Surapranata, 2009: 12).
Keterangan:
TK = Tingkat Kesukaran
= Banyaknya peserta tes yang menjawab benar pada soal tersebut = Skor maksimum yang ada pada pedoman penskoran
N = Jumlah peserta tes
Suherman (2001: 170) mengklasifikasi interpretasi tingkat kesukaran soal sebagai berikut:
Tabel 3.6
Klasifikasi Tingkat Kesukaran
Besarnya TK Interpretasi
TK = 0,00 Soal Sangat Sukar 0,00 < TK ≤ 0,30 Soal Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Soal Sedang 0,70 < TK < 1,00 Soal Mudah
TK = 1,00 Soal Sangat Mudah
Hasil analisis tingkat kesukaran untuk soal tes kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:
(32)
Data Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir logis
Tes Kemampuan Penalaran Matematis No.
Soal
Tingkat Kesukaran Interpretasi Signifikansi
1 0,85 Mudah Signifikan
2 0,43 Sedang Signifikan
3 0,59 Sedang Sangat Signifikan
Tes Kemampuan Berpikir Logis No.
Soal
Tingkat Kesukaran Interpretasi Signifikansi
4 0,55 Sedang Sangat Signifikan
5 0,70 Sedang Sangat signifikan
6 0,70 Sedang Signifikan
7 0,49 Sedang Signifikan
3) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah butir soal tes adalah kemampuan butir soal itu untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Suherman, 2001: 175). Daya pembeda item dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya angka indeks diskriminasi item. Rumus yang digunakan untuk menentukan daya pembeda (Surapranata, 2009: 31) adalah :
Keterangan:
DP = Daya pembeda
= Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok atas
= Jumlah peserta tes yang menjawab benar pada kelompok bawah n = Jumlah peserta tes
Suherman (2001: 161) mengklasifikasi interpretasi daya pembeda soal sebagai berikut:
Tabel 3.8
(33)
Kriteria Daya Pembeda Interpretasi DP ≤ 0,00 Sangat Jelek 0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Hasil analisis daya pembeda butir soal tes kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:
Tabel 3.9
Data Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir Logis
Tes Kemampuan Penalaran Matematis No.
Soal
Daya Pembeda Interpretasi Signifikansi
1 0,30 Cukup Signifikan
2 0,20 Jelek Signifikan
3 0,28 Cukup Sangat Signifikan
Tes Kemampuan Berpikir Logis No.
Soal
Daya Pembeda Interpretasi Signifikansi
4 0,75 Sangat Baik Sangat signifikan
5 0,80 Sangat Baik Sangat Signifikan
6 0,68 Baik Signifikan
7 0,33 Cukup Signifikan
Setelah dilakukan analisis terhadap hasil uji coba, dua soal pada tes kemampuan penalaran matematis yaitu soal no 1 dan 2 harus direvisi pertanyaannya dan diujicobakan kembali karena soal belum sesuai dengan indikator
(34)
soal yang akan diukur. Demikian pula untuk soal pada tes kemampuan berpikir logis yaitu soal no 4 harus direvisi pula pertanyaannya dan diujicobakan kembali karena soal belum sesuai dengan indikator soal yang akan diukur. Sedangkan untuk soal-soal yang lainnya yaitu soal no 3 pada soal tes kemampuan penalaran matematis dan soal no 5, 6 dan 7 pada soal tes kemampuan berpikir logis sudah sesuai dengan indikator soal yang akan diukur. Kemudian, soal-soal tersebut dijadikan satu set soal yang digunakan pada pretes dan postes. Soal-soal tersebut digunakan dalam penelitian dan dapat dilihat pada lampiran A.5.
2. Skala Self-Esteem Siswa Tentang Matematika
Skala self-esteem digunakan untuk mengukur keyakinan siswa terhadap kemampuannya melakukan tindakan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas berbentuk soal kemampuan penalaran matematis, berpikir logis dengan berhasil. Adapun indikator dari self-esteem pada penelitian ini adalah (1) Bangga terhadap apa yang diperbuatnya; (2) Menunjukan tingkah laku yang mandiri; (3) Mempunyai rasa tanggung jawab; (4) Antusias terhadap tugas-tugas.
Untuk pengujian validitas skala self-esteem digunakan uji validitas isi (content validity). Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-esteem dilakukan oleh dosen pembimbing dan pakar self-esteem. Berorientasi pada validitas konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi terhadap bentuk format yang digunakan.
Skala self-esteem matematis ini memuat pernyataan-pernyataan menyangkut keyakinan terhadap kemampuan diri dan sikap mengenai kemampuan diri. Butir pernyataan self-esteem matematis terdiri atas sejumlah item, setiap item memiliki empat pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Pilihan jawaban netral (ragu-ragu) tidak digunakan untuk menghindari jawaban aman dan mendorong siswa untuk
(35)
melakukan keberpihakan jawaban. Skala ini diberikan kepada siswa sesudah pelaksanaan pembelajaran.
Sebelum instrumen ini digunakan, dilakukan uji coba empiris dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan uji coba terbatas pada siswa dalam satu kelas di luar sampel penelitian. Tujuan dari uji coba ini adalah untuk mengetahui tingkat
self-esteem, keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah
pernyataan-pernyataan dari skala self-esteem matematis dapat dipahami oleh siswa. Dari hasil uji coba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua pernyataan dapat dipahami dengan baik oleh siswa.
Setelah instrumen skala self-esteem matematis dinyatakan layak digunakan, kemudian dilakukan uji coba tahap kedua pada siswa. Tujuan uji coba untuk mengetahui validitas setiap item pernyataan dan sekaligus untuk menghitung bobot setiap pilihan (SS, S, TS, STS) dari setiap pernyataan. Dengan menggunakan metode ini bobot setiap pilihan (SS, S, TS, STS) dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa.
a. Analisis Validitas Skala Self-Esteem Matematis
Perhitungan validitas butir item pernyataan menggunakan Software
Statistical Passage Social Science (SPSS) versi 21 for Windows. Untuk validitas
butir item pernyataan digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson, yaitu korelasi setiap butir item pernyataan dengan skor total. Hasil validitas dan ketepatan skala self-esteem dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.4.
Tabel 3.10
Validitas dan Ketepatan Skala Self-Esteem No. Validitas Ketepatan Keterangan
1 Cukup Tepat Dipakai
2 Sangat Tinggi Tepat Dipakai 3 Sangat Rendah Tepat Direvisi
4 Tinggi Tepat Dipakai
5 Cukup Tepat Dipakai
(36)
7 Cukup Tepat Dipakai
8 Cukup Tepat Dipakai
9 Sangat Rendah Tepat Direvisi
10 Rendah Tepat Dipakai
11 Rendah Tepat Dipakai
12 Tinggi Tepat Dipakai
13 Rendah Tepat Dipakai
14 Rendah Tepat Dipakai
15 Cukup Tepat Dipakai
16 Rendah Tepat Dipakai
17 Sangat Rendah Tepat Direvisi
18 Rendah Tepat Dipakai
19 Rendah Tepat Dipakai
20 Rendah Tepat Dipakai
21 Tinggi Tepat Dipakai
22 Cukup Tepat Dipakai
23 Rendah Tepat Dipakai
24 Rendah Tepat Dipakai
25 Rendah Tepat Dipakai
26 Sangat Rendah Tidak tepat Direvisi
27 Rendah Tepat Dipakai
28 Rendah Tepat Dipakai
29 Rendah Tidak tepat Direvisi
30 Rendah Tepat Dipakai
b. Analisis Reliabilitas Skala Self-Esteem Matematis
Instrumen yang digunakan apakah reliabel atau tidak maka dilakukan pengujian reliabilitas dengan rumus alpha-croncbach berbantuan Software
Statistical Passage Social Science (SPSS) versi 21 for Windows. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa nilai reliabilitas adalah 0,70. Artinya nilai reliabilitas termasuk klasifikasi tinggi. Perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.4.
E. Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
(37)
pembelajaran matematika di SMP.
b. Melakukan observasi ke lokasi penelitian/sekolah.
c. Menetapkan pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian. d. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar
penelitian.
e. Membuat instrumen penelitian.
f. Judgement instrumen penelitian mengenai RPP dan bahan ajar penelitian
oleh dosen pembimbing.
g. Melakukan uji coba instrumen penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebanyak 3 butir soal tes kemampuan penalaran matematis dan 4 butir soal untuk tes kemampuan bepikir logis.
b. Melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol. c. Selama pembelajaran berlangsung diamati dengan menggunakan lembar
observasi aktifitas guru dan siswa.
d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
e. Memberikan angket skala self-esteem pada siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap Pembuatan Laporan
Kegiatan pada tahapan ini adalah yang terakhir dilakukan, yaitu mengolah dan menganalisis data yang diperoleh dari tahapan sebelumnya, serta membuat laporan hasil penelitian.
(38)
F. Alur Penelitian
Penentuan Sampel & Pretes
Mengidentifikasi Masalah, Merumuskan Masalah, Kajian Teoritik
Penyusunan, Validasi, Uji Coba Instrumen & Perbaikan Instrumen
(39)
Diagram 3.1 Alur Penelitian
G. Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika dengan aktivitas eksplorasi untuk kelompok-kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku di lapangan yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Isi bahan ajar memuat materi-materi matematika untuk kelas VIII semester I yaitu materi tentang relasi, fungsi dan grafiknya dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe struktural yang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis siswa. Pokok bahasan dipilih berdasarkan alokasi waktu yang telah disusun
Kelas Kontrol: Pembelajaran Konvensional
Postes
Kelas Eksperimen: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Struktural
Observasi, Skala sikap
Pengolahan Data
Analisis data
(40)
oleh guru peneliti. Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa memuat soal latihan menyangkut materi-materi yang telah disampaikan.
H. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes kemampuan penalaran matematis, berpikir logis, skala self-esteem, dan lembar observasi. Data yang berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis siswa dikumpulkan melalui pre-test dan post-test, data yang berkaitan dengan
self-esteem siswa dikumpulkan melalui penyebaran angket skala self-self-esteem siswa
sedangkan data mengenai aktivitas pembelajaran dikumpulkan melalui lembar observasi untuk guru dan siswa.
I. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Pengolahan terhadap data yang telah dikumpulkan, dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Analisis Data Kualitatif
Data-data kualitatif diperoleh melalui kualitatif skala self-esteem dan lembar observasi untuk guru dan siswa. Analisis tiap indikator skala self-esteem diolah secara deskriptif dan hasilnya dianalisis melalui laporan penulisan essay yang menyimpulkan kriteria, karakteristik serta proses yang terjadi dalam pembelajaran. Sedangkan lembar observasi untuk guru dan siswa digunakan untuk mengetahui sampai sejauh mana interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan siswa dengan lingkungan belajarnya.
2. Analisis Data Kuantitatif
Data-data kuantitatif diperoleh dalam bentuk hasil uji instrumen, data
pre-test, post-pre-test, N-gain, serta skala sef-esteem siswa. Data hasil uji coba instrumen
diolah dengan Software Anates untuk memperoleh validitas, reliabilitas, daya pembeda serta tingkat kesukaran. Sedangkan data hasil penelitian berupa
(41)
Excel 2010 dan Software Statistical Passage Social Science (SPSS) Versi 21 for Windows.
a. Data Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir Logis.
Hasil tes kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis digunakan untuk menelaah peningkatan kemampuan penalaran matematis dan berpikir logis siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selanjutnya dilakukan pengolahan data pada siswa yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dan pembelajaran secara konvensional.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data yang diperoleh, dalam penelitian ini adalah
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov terhadap data dari kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) untuk mengetahui apakah data-data yang akan diolah berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dengan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: 1) Jika , maka H0 ditolak.
2) Jika , maka H0 diterima.
2. Uji Homogenitas
Apabila kedua kelompok berdistribusi normal, selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas varians kedua kelompok dengan menggunakan uji Levene.
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat perbedaan varians antara kedua kelompok sampel.
H1: Terdapat perbedaan varians antara kedua kelompok sampel. Dengan kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(42)
1) Jika , maka H0 ditolak. 2) Jika , maka H0 diterima.
3. Uji Perbedaan Rata-Rata Skor Pretes
Apabila data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t, dengan tujuan untuk menguji hipotesis penelitian. Apabila data kedua kelompok berdistribusi normal akan tetapi tidak homogen, pengujian perbedaan rata-rata dilakukan dengan uji-t’. akan tetapi apabila salah satu data atau kedua data kelompok berdistribusi tidak normal, maka dilanjutkan dengan uji stastistik non-parametrik menggunakan uji Mann Whitney. Taraf signifikansi dalam uji perbedaan rata-rata kemampuan awal adalah
Analisis dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal penalaran matematis dan berpikir logis serta self-esteem awal. Pengujian rata-rata terhadap skor pretes dilakukan karena peneliti mengharapkan kedua kelas memiliki kemampuan penalaran dan berpikir logis maupun self-esteem yang sama.
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1
Ho : µ1 = µ2
“Tidak terdapat perbedaan skor pretes kemampuan penalaran matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
Ha : µ1 ≠ µ2
“Terdapat perbedaan skor pretes kemampuan penalaran matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”. Keterangan:
(43)
µ1 : Rata-rata skor pretes kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor pretes kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol)
Hipotesis 2
Ho : µ1 = µ2
“Tidak terdapat perbedaan skor pretes kemampuan berpikir logis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
Ha : µ1 ≠ µ2
“Terdapat perbedaan skor pretes kemampuan berpikir logis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”. Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor pretes kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor pretes kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Hipotesis 3
(44)
“Tidak terdapat perbedaan skor preskala self-esteem antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”. Ha : µ1 ≠ µ2
“Terdapat perbedaan skor preskala self-esteem antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”. Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor preskala self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor preskala self-esteem siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Jika , maka H0 ditolak. 2) Jika , maka H0 diterima
4. Uji Perbedaan Rata-rata Skor Postes
Telah dijelaskan sebelumnya, jika kemampuan awal siswa kedua kelas sama, maka peningkatan dapat dilihat dari perhitungan skor postes. Apabila data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t, dengan tujuan untuk menguji hipotesis penelitian. Apabila data kedua kelompok berdistribusi normal akan tetapi tidak homogen, pengujian perbedaan rata-rata dilakukan dengan uji-t’. Akan tetapi apabila salah satu data atau kedua data kelompok berdistribusi tidak normal, maka dilanjutkan dengan uji stastistik non-parametrik menggunakan uji Mann
Whitney. Taraf signifikansi dalam uji perbedaan rata-rata kemampuan akhir
adalah
(45)
Hipotesis 1
2 1
:
o
H
“Kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya konvensional”.
2 1
:
a
H
“Kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya konvensional”.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor postes kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen).
µ2 : Rata-rata skor posteskemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Hipotesis 2
2 1
:
o
H
“Kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
2 1
:
a
H
“Kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
(46)
Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor posteskemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor posteskemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Hipotesis 3
2 1
:
o
H
“Self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
2 1
:
a
H
“Self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor posskala self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen).
µ2 : Rata-rata skor posskala self-esteem siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Kriteria pengujian (Uyanto, 2009) adalah sebagai berikut:
1) Jika , maka H0 ditolak. 2) Jika , maka H0 diterima.
(47)
Kualitas peningkatan kemampuan setelah masing-masing kelas diberikan perlakuan dapat dilihat dengan melakukan analisis data gain ternormalisasi. Rumus gain ternormalisasi menurut Hake (1998) adalah
Hasil perhitungan N-gain diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.11
Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Besarnya N-gain (g) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi 0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1
2 1
:
o
H
“Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
2 1
:
a
H
“Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
(48)
µ1 : Rata-rata skor gain kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen).
µ2 : Rata-rata skor gain kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Hipotesis 2 2 1 : o H
“Peningkatan kemampuan komunkasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”. 2 1 : a H
“Peningkatan kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor gain kemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor gainkemampuan berpikir logis siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol).
Hipotesis 3 2 1 : o H
“Peningkatan self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe struktural sama dengan siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
2 1
:
a
(49)
“Peningkatan self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe struktural lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya secara konvensional”.
Keterangan:
µ1 : Rata-rata skor gain self-esteem siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe struktural (kelas eksperimen)
µ2 : Rata-rata skor gain self-esteem siswa yang pembelajarannya secara konvensional (kelas kontrol)
Dengan kriteria pengujiannya (Uyanto, 2009) adalah sebagai berikut: 1) Jika , maka H0 ditolak. 2) Jika , maka H0 diterima.
b. Data hasil skala sef-esteem
Data hasil skala self-esteem agar dapat diolah dan dianalisis, maka data ordinal yang diperoleh dari hasil skala self-esteem diubah terlebih dahulu menjadi data interval dengan menggunakan Method of Successive Interval (MSI). Menurut Al Rasyid (dalam Sundayana, 2010), langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Menentukan frekuensi jawaban setiap pilihan jawaban. b) Menghitung proporsi dari setiap jumlah frekuensi c) Menentukan nilai proporsi kumulatif.
d) Menentukan luas z tabel.
e) Menentukan nilai tinggi densitas untuk setiap nilai z. f) Menentukan scale value (interval rata-rata) dengan rumus:
Scale
g) Menghitung skor (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban dengan rumus:
(50)
J. Alur Pengolahan Data
Data Data
Uji
Normalitas
Uji
Homogenitas Tidak Normal
Tidak Homogen
Homogen Normal
Pretes Posttes
N-Gain
Pretes Posttes
N-Gain
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Uji Mann-Whitney
Uji Parametrik (Uji t’)
(51)
Diagram 3.2 Alur Pengolahan Data
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
________.(2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi. Cetakan 14. Jakarta: Rineka Cipta.
Asma, N. (2006). Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.
Alhadad Fadillah, S. (2010). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis Dan Self-Esteem Siswa SMP Melalui Pembelajaran Open-Ended.Tesis pada SPS UPI Bandung : Tidak Dipublikasikan.
Anggraeni dan Turmudi. (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Model Reciprocal Teaching. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didactica. Vol.1,No.1, 83-98, Juli 2012: APMI-FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Baroody, A. J. (1993). Problem Solving, Reasoning, And Communicating, (K-8): Helping Children Think Mathematically. New York: Merrill As Imprint Of Macmillan Plublishing Company.
Bani. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. Edisi Khusus,No.1, 1-8, Agustus 2011: Universitas Pendidikan Ganesha Bali: Tersedia.
Buhaerah. (2011). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Jurnal Gamatika. Vol.II, No.1, 52-61, Nopember 2011: STAIN Parepare: Tersedia.
Clowes, G. (2001). The Essential 5: A Starting Point forKaganCooperative Learning.[ online ]. Tersedia: http: //www.t2tuk.co.uk/donwnloads/ The%20Essential%205.pdf. [ 19 Juni 2013 ]
Depdiknas. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
(2)
_________. (2006). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta. Depdiknas.
_________. (2006). Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Model Silabus Mata Pelajaran SMP/MTs. Jakarta: BP. Cipta Jaya.
Dahar, W. R. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Hake, R.R. (1998). ”Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses”. American Journal of Physics. Vol. 66, No. 1.
Herdian. (2010). Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. [Online]. Tersedia : http://herdy07.wordpress.com/2010/05/27/kemampuan-berpikir-kreatif-siswa/. Diakses pada tanggal 20 Juni 2013.
Hadayani, Isnaini. (2011). Penggunaan Model Method Dalam Pembelajaran Pecahan Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self-Efficacy Siswa Sekolah Dasar (Studi Kuasi-Eksperimen pada Siswa Salah Satu SD Negeri di Jakarta Utara). Tesis pada SPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.
Huda, Miftahul. (2011) Cooperative Learning. Metode, Teknik Struktur dan Model Penerapan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Irawan, E. (2010). Efektivitas Teknik Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Konsep Diri Remaja (Studi Pre- Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMK Yapema Gadingrejo Lampung). Tesis pada SPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.
Isum dkk. (2012). Pembelajaran Matematika Dengan Model Core Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didactica. Vol.1, No.1, 60-68, Juli 2012: APMI-FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Jacob, C. (2003). Pemecahan Masalah, Penalaran Logis, Berpikir Kritis Dan Pengkomunikasian. FPMIPA UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Juariah. (2008). Upaya Meningkatkan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Proses. Tesis pada SPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan
(3)
Langrehr, J. (2003). Teaching Children Thinking Skills. Jakarta: PT.Gramedia.
Lohman, D.F. & Lakin, J.M. (2009). Reasoning And
Intelligence[Online]..Tersedia:http://faculty.education.uiowa.edu/dlohman /pdf/Reasoning%20 and%20 lakin%20102709.pdf. [ Juni 2011 ]
Matlin, M.W. (1998). Cognition. Philadelpia: Harcourt Brace College Publisher. Mukhayat, T. (2004). Mengembangkan Metode Belajar Yang Baik Pada Anak.
Yogyakarta. FPMIPA UGM.
Miliyawati. (2012). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Self-Efficacy Matematis Siswa SMA Dengan Menggunakan Pendekatan Investigasi. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didactica.Vol.1, No.1, 75-82, Juli 2012: APMI-FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Nasution, S.L. (2011). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif Dengan Model Advance Organizer Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama: Suatu Studi Eksperimen Pada Salah Satu SMP Negeri di Jakarta. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
National Council of Theachers of Mathematics (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, Virginia: NCTM.
Poedjawijatma. (1992). Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa
Kelas 3 SLTPN di Kota Bandung. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Ruseffendi, H. E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA.Bandung : Tarsito.
_______________. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Rochmad. (2008). Penggunaan Pola Pikir Induktif-Deduktif dalam Pembelajaran Matematika Beracuan Kostruktivisme. [Online]. Tersedia: http://rochmad-
(4)
Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran. Bandung : PT. Mulia Mandiri Pers. Rohmah. (2013). Pendekatan Brainstorming Teknik Round-Robin Untuk
Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis Dan Self-Awareness Siswa SMP. Tesis pada SPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.
Salbiah. (2003). Konsep Diri. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU. Tidak Dipublikasikan.
Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi standar Proses. Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Goup.
Saranson, (1993). Abnormal Pyshicology: The Problem of Mal- Adaptive Behavior. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice (seconded.). Boston: Allyn and Bacon.
_________. (2006). Educational Psycologi : Theory and Pratice. London: Pearson Education.
_________. (2009). Cooperative Learning. Teori, Riset Dan Praktik. Bandung: Penebit Nusa Media Ujung Berung.
Suryasumantri. (1996). Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Shadiq,F.(2007). Penalaran Mengapa Penting Dipelajari?
(http://fadjar3p.wordpress.com/2007/08/penalaran-mengapa-penting-dipelajari/). Diakses pada tanggal 20 Juni 2013.
Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI Bandung.
Suherman dkk. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Individual Textbook. Bandung: FMIPA UPI Bandung.
Santrock, J. W. (2004). Educational Psycologi, Second Edition. Mc Graw. Hill Company.
Suryadi,D.(2005).Penggunaan Pendekatan Pembelajaran TidakLangsung serta Pendekatan Gabungan Langsung Dan Tidak Langsung Dalam Rangka
(5)
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sumarmo, U. (2005). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
___________. (2010). Berpikir Dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa Dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
___________, dkk. (2012). Kemampuan Dan Disposisi Berpikir Logis, Kritis Dan Kreatif Matematik. (Eksperimen Terhadap Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Strategi Think-Talk-Write). Jurnal Pengajaran MIPA. FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
___________. (2013). Berpikir Dan Disposisi Matematik Serta Pembelajarannya [ Kumpulan Makalah ]. Jurusan Pendidikan Matematika. FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Supranata, S. (2009). Analisis, Validitas, Reliabilitas dan Interpretasi Hasil Tes,Implementasi Kurikulum 2004. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya. Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung : Tarsito.
Syah, M. (2005). Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Subana. (2005). Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV. Pustaka Setia. Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV. Alphabeta
_______ . (2006). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.
Subakti,J. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMU Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Sundayana, R. (2010). Statistika Penelitian Pendidikan. Garut: STKIP Garut Press.
Saragih,Sehatta (2011). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Dan Kelompok Kecil Untuk Meningkatkan Kemampuan
(6)
Keruangan, Berpikir Logis Dan Sikap Positif Terhadap Matematika Siswa Kelas VIII. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan. Syaiful. (2011). Peningkatan Kemampuan Berpikir Logis,Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis,Dan Sikap Siswa Terhadap Matematika Melalui Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik. Disertasi pada SPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Saputra dkk. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Anchored Instruction Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Dan Self-Concept Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Sigma Didactica. Vol.1, No.1, 8-16, Juli 2012 : APMI-FPMIPA UPI Bandung: Tersedia. Suparno. (1997). Pembelajaran Konstruktivis. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Turmudi. (2009). Landasan Filsafat Dan Teori Pembelajaran Matematika Berparadigma Eksploratif Dan Investigatif. Jakarta : PT. Leusar Cita Pustaka.
Trianto. (2009).Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.
Usdiyana dkk. (2009). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Logis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Matematika Realisttik. Jurnal Pengajaran MIPA, Vol.13, No.1, 1-14, April 2009: FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Uyanto (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS.Yogyakarta : Graha Ilmu. Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika Dan
Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada PPS IKIP Bandung: Tidak Dipublikasikan.
________. (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran. Jurusan Pendidikan Matematika. FPMIPA UPI Bandung: Tersedia.
Yuniarti, Y. (2007). Meningkatkan Kemampuan Penalaran Dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Inkuiri. Tesis pada PPS UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.