SELF DISCLOSURE PENGGUNA CYBERSEX KEPADA PEER GROUP MENGENAI PERILAKU SEKSUALNYA (STUDI PADA MAHASISWA DI KOTA PADANG).

SELF DISCLOSURE PENGGUNA CYBERSEX KEPADA PEER GROUP
MENGENAI PERILAKU SEKSUALNYA (STUDI PADA MAHASISWA DI
KOTA PADANG)

SKRIPSI

Oleh:

Aldina Meirianita
0910862041

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

ABSTRAK
SELF DISCLOSURE PENGGUNA CYBERSEX KEPADA PEER GROUP
MENGENAI PERILAKU SEKSUALNYA (STUDI PADA MAHASISWA DI
KOTA PADANG)

Oleh:
Aldina Meirianita
0910862041
Pembimbing:
Drs. Wahyu Pramono, M.Si
Yayuk Lestari, S.Sos, M.A
Penelitian ini membahas tentang proses tahapan perkembangan hubungan
pengguna cybersex kepada peer group dalam melakukan self disclosure dan
tujuan mereka melakukan self disclosure serta respon peer group terhadap
perilaku seksual yang dilakukan oleh pengguna cybersex. Self disclosure yang
dilakukan oleh pengguna cybersex menjadi suatu hal yang kompleks untuk
diungkapkan kepada orang lain. Kebanyakan pengguna cybersex cenderung
tertutup mengenai perilaku mereka. Hal ini disebabkan oleh kegiatan cybersex
yang dianggap sebagai hal yang sensitif serta melanggar nilai-nilai kesopanan dan
norma-norma sosial yang ada di masyarakat.
Penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teori penetrasi sosial (the
onion theory) yang menjelaskan bilamana harus melakukan self disclosure dalam
perkembangan hubungan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif deskriptif.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proses tahapan self

disclosure yang dilakukan pengguna cybersex kepada peer group melalui tahap
yang berbeda-beda. Namun perkembangan hubungan tetap dimulai dari tahapan
yang mengungkapkan informasi umum menuju tahapan yang lebih intim. Tujuan
pengguna cybersex melakukan self disclosure adalah untuk menjaga dan
meningkatkan hubungan antara pengguna cybersex dan peer group-nya.
Sedangkan respon yang diberikan peer group saat mengetahui perilaku pengguna
cybersex adalah terkejut, namun akhirnya mereka dapat menerima perilaku
pengguna cybersex karena cara pandang peer group dalam melihat perilaku
seksual yang dilakukan oleh pengguna cybersex.

Kata Kunci: Self Disclosure, Cybersex, Peer Group, The Onion Theory

i

ABSTRACT
SELF DISCLOSURE NETTER OF CYBERSEX TO PEER GROUP
REGARDING SEXUAL BEHAVIOUR (STUDY ON STUDENT UNIVERSITY
IN PADANG)
By:
Aldina Meirianita

0910862041
Supervisor:
Drs. Wahyu Pramono, M.Si
Yayuk Lestari, M.A
This study discuss about the developmental stages of relationship between netter
of cybersex to peer group when performing self disclosure and their goals in
doing self disclosure as well as peer group responses to the sexual behaviour
which is performed by cybersex netter. Self disclosure which is performed by
netter of cybersex becomes a complex matter to be disclosed to others. Most of
cybersex‟s users tend to be closed regarding their behaviour. This is due to
cybersex activities that are considered as a sensitive and violate the values of
decency and social norms that exist in society.
This study is analyzed by using social penetration theory (The Onion
Theory) that explains when to conduct self disclosure in relationship development.
The method of this study is descriptive qualitative method.
The result of this study indicates that stage of the process of self
disclosure which is made cybersex netter to peer group has through different and
various stages. However, the development of relationship remains starting from
revealing general information towards more intimated stage. The purpose of
cybersex netter perform self disclosure is to maintain and increase the

relationship between netter cybersex and peer group. Whereas the response which
is given by peer group when knowing cybersex netter behaviour is mainly
shocked, but finally they can receive cybersex netter behaviour because of peer
group perspective in viewing sexual behaviour of cybersex netter.

Keyword: Self Disclosure, Cybersex, Peer Group, the Onion Theory

ii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang
Perkembangan teknologi semakin pesat seiring dengan perkembangan
zaman, tak terkecuali teknologi internet yang semakin populer setiap harinya.
Teknologi yang semakin merambah ke segenap lapisan masyarakat di seluruh
belahan dunia ini memberikan banyak kemudahan bagi penggunanya. Segala
informasi dan kemudahan bisa diperoleh dalam waktu singkat, mulai dunia
informasi, dunia hiburan, termasuk ke dalam dunia seks dan pornografi. Mereka
yang mengakses produk seks ini tidak diketahui keberadaannya karena pada
dasarnya mengakses internet merupakan salah satu pengalaman yang sangat

pribadi bagi setiap orang. Bahkan netter (pengakses internet) seringkali
melakukannya secara diam-diam.
Cybersex merupakan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas seks
dengan menggunakan internet sebagai media (Asiku, 2005: 7). Keberadaan
cybersex ini secara tidak langsung dapat memuaskan fantasi seks seseorang tanpa
harus melakukan di dunia nyata. Kegiatan cybersex tidak hanya berarti menonton
film di situs porno. Kegiatannya bisa juga dengan mengunduh konten pornografi
(video, gambar, dan cerita). Berdasarkan observasi awal yang telah peneliti
lakukan, tidak hanya membuka situs porno, pengguna cybersex juga ada yang
saling berinteraksi di internet dengan orang lain untuk membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan seksualitas yang dapat membangkitkan gairah seksual

1

mereka. Interaksi tersebut ada yang dengan cara chatting yang berisi kata-kata
erotis ataupun dengan melakukan live video1 dengan menggunakan webcam
hingga mereka dapat melihat dan mendengar apa yang dilakukan pasangan
chatting mereka.
Kegiatan cybersex dengan cara chatting ini ada yang dilakukan dengan
pasangan mereka sendiri dan ada pula yang melakukannya dengan orang yang

baru saja mereka kenal melalui chatting tersebut. Mereka juga ada yang
melakukannya dengan sukarela hanya untuk sekedar mencari kesenangan. Bahkan
sebagian dari mereka ada yang melakukan live video dengan orang yang mau
dibayar untuk melakukan suatu aksi yang dapat membangkitkan gairah seksual.
Berdasarkan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

berbagai

media,

menunjukkan bahwa sebagian besar pengakses internet mengaku pernah
mengunjungi situs porno (Asiku, 2005: 7). Dari hasil observasi awal dan

penelitian yang peneliti lakukan berbagai alasan yang menyebabkan mereka
mengunjungai situs porno tersebut, seperti karena ingin tahu, coba-coba, diajak
teman, untuk sekedar hiburan, iseng dan lain sebagainya. Sejak tahun 2005,
Indonesia masuk dalam 10 negara yang paling banyak mengakses situs porno.
Tahun 2005, Indonesia berada di posisi ketujuh, tahun 2007 di posisi kelima, dan
tahun 2009 di posisi ketiga. Peringkat Indonesia cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya pengguna internet. Kepala Humas dan Pusat Informasi
Kementerian Kominfo, Gatot S Dewa Broto, mengungkapkan pada tahun 2012

1

Live video: kegiatan melihat video secara langsung dengan menggunakan jaringan internet

2

Indonesia menjadi negara pengakses situs pornografi tertinggi di dunia
(surabayapost, 2012).
Di kota Padang sendiri, keberadaan pengguna cybersex sudah banyak
terjadi, terutama dikalangan mahasiswa. Namun kapan dan dimana mereka
melakukannya tidak diketahui karena mengakses internet merupakan kegiatan

yang pribadi dilakukan oleh setiap orang. Apalagi sejak perkembangan teknologi
internet yang memudahkan setiap orang untuk mengakses internet kapanpun dan
dimanapun dengan menggunakan laptop yang terkoneksi dengan internet atau
dengan melalui Hp (handphone) yang mempunyai aplikasi untuk mengakses
internet. Berdasarkan hasil temuan peneliti, para pengguna cybersex ini ada yang
hanya sekedar coba-coba hingga yang telah sampai pada tahap kecanduan.
Mereka yang sampai pada tahap kecanduan ini hampir setiap hari mengakses
cybersex. Jika mereka tidak mengakses cybersex, mereka merasa ada yang kurang
dan gelisah.
Keberadaan mereka tidak diketahui karena kegiatan ini dilakukan oleh
para pelakunya dengan cara sembunyi-sembunyi. Pengguna cybersex juga tidak
banyak yang terbuka mengenai kebiasaan mereka yang melakukan kegiatan
tersebut kepada orang lain. Hal ini terkait dengan perilaku seksual mereka yang
dianggap tabu dan menyimpang. Keberadaan cybersex dianggap telah jauh
melampaui sifat alamiah seksual manusia. Dimana sebelum ada internet manusia
mengenal seks sebatas hubungan intim nyata, bersentuhan fisik. Setelah ada
internet, orang bisa berhubungan intim tanpa harus bersentuhan.

3


Perilaku pengguna cybersex yang tertutup mengenai kebiasaan mereka
ini juga berkaitan dengan masyarakat Indonesia, yang merupakan masyarakat
Timur, dianggap sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi norma
kesusilaan. Aktivitas seksual, termasuk kegiatan cybersex, dianggap sebagai hal
yang sensitif serta melanggar nilai-nilai kesopanan dan norma-norma sosial yang
ada di masyarakat. Bahkan, oleh semua agama kehidupan seks dianggap sebagai
suatu hal yang paling rawan dalam ruang sosial serta memberi hukuman bagi
siapa saja yang melanggarnya (Bungin, 2005: xi).
Kegiatan cybersex yang mereka lakukan tentunya merupakan suatu hal
pribadi untuk diketahui oleh orang lain. Namun setiap manusia membutuhkan
interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Hal inilah yang menyebabkan adanya
pengungkapan diri yang dilakukan oleh para pengguna cybersex kepada orang
lain. Beberapa diantara mereka, pengguna cybersex, melakukan pengungkapan
diri (self disclosure) tentang kegiatan yang mereka lakukan kepada teman terdekat
atau kelompok sebaya (peer group) yang bukan pengguna cybersex.
Pemilihan pengungkapan diri kepada peer group juga dilatarbelakangi
oleh sifat peer group yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadi
mereka, para pengguna cybersex, untuk dapat disukai dan diterima oleh peer
group. Peer group di sini bisa berasal dari teman sekolah/satu perkuliahan atau
bisa juga dari teman-teman perkumpulan yang dekat dengan tempat tinggal,

seperti tetangga atau teman satu kos. Di dalam peer group mereka akan melihat
bahwa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik. Menurut

4

Santrock (2007: 55) salah satu fungsi peer group adalah sebagai sarana untuk
melakukan perbandingan sosial dan sumber informasi mengenai dunia di luar
keluarga.
Self disclosure merupakan hal yang penting dalam suatu hubungan dan
secara fisik karena self disclosure dapat meningkatkan komunikasi yang efektif
dan melindungi tubuh dari stres (DeVito, 1999: 84-85). Self disclosure yang
mereka lakukan tidak langsung terjadi dalam satu waktu, tetapi mereka
melakukannya secara bertahap seiring perkembangan hubungan mereka dengan
peer group. Mereka melakukan self disclosure diawali dengan mengungkapkan
hal-hal pribadi yang biasa diketahui oleh orang banyak/umum sampai hal-hal
pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain.
Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan, pengguna cybersex
yang melakukan self disclosure kepada teman (peer group) mereka saling terbuka
satu sama lainnya. Komunikasi interpersonal yang mereka lakukan pun sangat
intens. Mereka memberi bentuk rasa hormat dan kepercayaan kepada peer group

dengan saling memberikan informasi pribadi. Terkadang mereka juga sering
membicarakan membahas masalah sex tanpa ada rasa malu. Pengguna cybersex
pun tidak merasa risih dan malu untuk mengungkapkan bagaimana kegiatan
cybersex yang mereka lakukan.
Pengguna cybersex yang melakukan self disclosure di tengah normanorma yang ada di masyarakat mempunyai tujuan dan alasan mengapa mereka
melakukan self disclosure. Teman (peergroup) yang seperti apa yang mereka pilih

5

untuk menjadi tempat mereka melakukan self disclosure serta respon peer group
terhadap self disclosure yang dilakukan pengguna cybersex. Proses dan tahapan
self disclosure yang mereka lakukan pun akan menjadi suatu hal yang menarik
untuk diteliti. Perilaku cybersex sendiri merupakan suatu fenomena yang baru dan
marak menjadi topik perbincangan dalam perkembangan teknologi internet. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti fenomena self
disclosure yang dilakukan oleh pengguna cybersex secara mendalam dengan judul
penelitian “Self Disclosure Pengguna Cybersex kepada Peer Group Mengenai
Perilaku Seksualnya (Studi pada Mahasiswa di Kota Padang)”.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana proses tahapan perkembangan hubungan pengguna
cybersex dengan peer group dalam melakukan self disclosure?
2. Apa tujuan pengguna cybersex melakukan self disclosure?
3. Bagaimana respon peer group terhadap perilaku seksual yang
dilakukan pengguna cybersex?

6

1.3. Tujuan penelitian
Berdasarkan

latar

belakang dan

rumusan

masalah

yang telah

disampaikan, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan proses tahapan perkembangan hubungan
pengguna cybersex dengan peer group dalam melakukan self
disclosure.
2. Untuk mendeskripsikan tujuan pengguna cybersex melakukan self
disclosure.
3. Untuk mendeskripsikan respon peer group terhadap perilaku seksual
yang dilakukan pengguna cybersex.
1.4. Manfaat Penelitian
1.

Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu komunikasi,

terutama komunikasi interpersonal mengenai self disclosure. Melalui self
disclosure seseorang dapat terbuka mengenai dirinya sendiri kepada orang lain,
sehingga meningkatkan mental yang sehat bagi dirinya. Pengertian yang baik
mengenai self disclosure dalam komunikasi interpersonal akan menjadikan
komunikasi yang efektif.
2.

Manfaat praktis
Bagi pengguna cybersex terutama pengguna yang melakukan self

disclosure merupakan hal yang tidak mudah. Mengingat hal ini masih dianggap
perilaku yang tabu dan menyimpang oleh masyarakat. Melalui penelitian ini,

7

diharapkan berguna untuk pengguna cybersex agar dapat melakukan self
disclosure sehingga terjalin hubungan persahabatan yang lebih terbuka dan
semakin mendalam. Serta peer group dapat memberikan nasehat atau arahan
kepada pengguna cybersex agar tidak lebih terjerumus pada perilaku seksual
menyimpang tersebut.

8