KEGIATAN LABORATORIUM BERBASIS INKUIRI PADA SUBMATERI POKOK SEL VOLTA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA SMA.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Definisi Operasional... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hakikat Pembelajaran ... 10

2.2. Pembelajaran yang Bermakna ... 11

2.3. Sains dan Pembelajaran Sains ... 13

2.4. Kegiatan Laboratorium ... 15

2.5. Pembelajaran Inkuiri ... 17

2.6. Literasi Sains ... 24

2.6.1. Pembelajaran Literasi Sains ... 27

2.6.2. Asesmen Literasi Sains ... 30

2.7. Materi Pembelajaran ... 37

2.7.1. Konteks Pembelajaran ... 37


(2)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian ... 48

3.2. Prosedur Penelitian ... 50

3.3. Subjek Penelitian ... 54

3.4. Instrumen Penelitian ... 54

3.4.1. Penyusunan Instrumen Penelitian ... 55

3.4.2. Validasi Instrumen Penelitian ... 58

3.5. Pengolahan Data ... 62

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif ... 62

3.5.2. Analisis Data Kualitatif ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Temuan Penelitian ... 66

4.1.1. Karakteristik Desain Pembelajaran ... 66

4.1.2. Keterlaksanaan Pembelajaran ... 72

4.1.3. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Terhadap Literasi Sains Siswa ... 88

4.2. Pembahasan Temuan ... 101

4.2.1. Karakteristik Desain Pembelajaran ... 101

4.2.2. Keterlaksanaan Pembelajaran ... 105

4.2.3. Pengaruh Implementasi Pembelajaran Terhadap Literasi Sains Siswa ... 119

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 129

5.2. Saran ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

LAMPIRAN-LAMPIRAN Lampiran A Perangkat Pembelajaran... 136


(3)

Lampiran C Validasi dan Judgment Soal ... 219 Lampiran D Pengolahan Data Skor Pretes dan Postes ... 225 Lampiran E Lain-lain ... 242


(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. Berdasarkan Permendiknas No 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, salah satu butir menyebutkan bahwa:

Pembelajaran kimia seharusnya dapat membuat siswa melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (Permendiknas, 2006a: 17).

Pembelajaran kimia yang baik adalah pembelajaran kimia yang memberikan makna bagi siswa. Kebermaknaan ini dapat terjadi jika siswa dapat menghubungkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah mereka miliki sebelumnya (Dahar, 1989: 54). Pengetahuan baru akan didapatkan terus-menerus seiring dengan bertambahnya pengalaman yang manusia peroleh dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Piaget dalam Dahar (1989: 39) bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya.Pengalaman yang didapatkan ini akan


(5)

merekonstruksi pemikiran manusia sehingga memunculkan pemahaman yang baru. Pembelajaran kimia yang kurang mengaitkan pembelajarannya dengan kehidupan sehari-hari siswa mengakibatkan pembelajaran tersebut jadi kurang bermakna bagi siswa, karena itu melalui pembelajaran yang dilakukan siswa harus bisa membuat hubungan yang bermakna antara pengalaman kehidupannya dengan pembelajaran sains di kelas.

Tingkat kebermaknaan yang optimal dalam pembelajaran sains bagi siswa dapat diperoleh jika siswa memiliki kemampuan literasi sains yang baik. Literasi sains didefinisikan sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta dalam rangka memahami alam semesta dan perubahannya akibat dari aktivitas manusia (OECD, 2001: 23). Menurut Hayat& Suhendra (2010: 314), literasi sains ini penting dikuasai oleh siswa dalam memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu, Nentwig (2002: 4) juga menyatakan bahwa literasi sains merupakan kapasitas yang harus dimiliki siswa untuk memahami dan membuat keputusan tentang dunia yang sebenarnya. Dalam laporan PISA 2000 diungkapkan bahwa seseorang yang literat sains harus memiliki pengetahuan dan pemahaman konsep sains fundamental, keterampilan melakukan proses, penyelidikan sains, serta menerapkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tersebut dalam berbagai konteks secara luas.

OECD-PISA(Organization for Economic Cooperation and Development -


(6)

organisasi internasional yang melakukan studi lintas negara secara berkala dalam memonitor capaian peserta didik untuk mengukur berbagai kemampuan literasi peserta didik, yaitu literasi membaca (reading literacy), literasi matematika (mathematics literacy), dan literasi sains (scientific literacy). Hasil studi PISA 2006 yang berfokus pada literasi sains mengungkapkan bahwa literasi sains siswa Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 57 negara peserta dengan skor PISA rata-rata 393. Pada studi sebelumnya, yaitu PISA 2000, literasi sains siswa Indonesia berada pada kelompok bawah dengan nilai rata-rata 395. Dengan demikian, pada tahun 2006 literasi sains siswa Indonesia ini justru mengalami penurunan pencapaian sebanyak 2 poin semenjak tahun 2000. Begitu pula dengan tingkat literasi sains PISA 2003 tidak ada perbedaan dengan PISA 2006, yaitu dengan skor 393. Pada PISA 2009, skor literasi sains siswa Indonesia justru turun sebanyak 10 poin menjadi 383 dibandingkan data PISA terakhir (OECD, 2010: 8). Hasil studi tersebut menjadi fakta alasan mengapa siswa kita sulit mendapatkan makna dari pembelajaran sains yang diberikan. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam menggunakan sains untuk memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi di lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan berbagai bidang lain yang sebenarnya membutuhkan pemahaman sains yang baik. Ini merupakan bahan evaluasi bagi kita bahwa sistem pendidikan kita perlu ditata ulang sehingga mampu merintis dan memantapkan kemajuan kehidupan yang lebih baik. Hal ini dapat dimulai dari mengatasi berbagai masalah dalam proses pembelajaran sains di kelas.

Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan proses pembelajaran sains yang efektif dan efisien untuk memperoleh hasil pembelajaran dengan mutu


(7)

dan kualitas terbaik. Mamlok dan Rannikmae (Holbrook, 2005: 8) berpendapat bahwa pembelajaran akan memperoleh hasil yang baik, jika pembelajaran tersebut bermakna bagi siswa. Dahar (1989: 57) pun berpendapat bahwa bila tidak ada makna yang dapat dibentuk, maka siswa tidak belajar apapun. Pembelajaran yang bermakna membuat siswa dapat menggunakan pengetahuan sains untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Holbrook (2005:9) bahwa pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa jika didalamnya melibatkan siswa dalam proses pemecahan masalah saintifik dan pengambilan keputusan sosio-saintifik. Untuk itu tipe pembelajaran yang harus diterapkan harus tipe pembelajaran yang berpusat pada siswa, diantaranya peer

discussion, peer teaching, problem based learning, team-based learning, dan inquiry-based learning (Brickman, 2009: 1).

Berbagai penelitian lain yang mendukung untuk memperoleh model pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa, seperti penelitian Basori (2010: 6), yaitu tentang kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Kemudian penelitian Iswari (2010: 6) yang menggunakan kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah untuk meningkatkan literasi sains siswa.Selain itu, penelitian Wenning (2011: 3) menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri merupakan cara yang sangat baik bagi siswa untuk memahami konten sains. Dalam penelitian Brickman (2009: 8) yang menerapkan pembelajaran inkuiri lab membuktikan bahwa siswa mengalami peningkatan kemampuan penyelidikan ilmiah dan literasi sains yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional.


(8)

Pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang mampu menempatkan peserta didik menjadi seorang ilmuwan yang berupaya untuk memahami alam sebagai aplikasi sains dan memberikan penjelasan akan apa yang mereka amati.Hampir 80% kegiatan laboratorium di Amerika menggunakan pembelajaran berbasis inkuiri. Menurut Whitehead (Gallet, 1998: 73), bahwa “...in order to

master knowledge, a student must participate in the pedagogical process...instead

of being a passive receiver”. Dalam inkuiri siswa diajak untuk berpikir sehingga

dapat membangun sikap produktif, analitis, dan kritis. Dengan berpikir maka peserta didik akan mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Pengalaman belajar yang didapatkan oleh peserta didik ini akan memberikan makna bagi kehidupan sehari-hari siswa nantinya.

Berkenaan dengan berbagai penelitian tersebut, peneliti mencoba untuk mengadopsi penelitian Brickman (2009: 8) yang mengangkat pembelajaran inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium dalam meningkatkan literasi sains siswa yang menghasilkan peningkatan literasi sains yang tidak signifikan dibandingkan pembelajaran konvensional. Desain kegiatan pembelajaran ini bertujuan untuk menyempurnakan gagasan Brickman (2009: 8) bahwa pembelajaran inkuiri bisa lebih baik dalam meningkatkan literasi sains dengan cari menjadikan pembelajaran inkuiri sebagai basis dari pembelajaran literasi sains.Literatur tentang pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium yang masih kurang pun menjadi pendukung dilakukannya penelitian ini.

Pentingnya literasi sainsini menyebabkan peneliti tertarik untuk


(9)

Sel Volta untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA.”Judul ini dipilih selain sebagai bentuk modifikasi juga untuk membuktikan bahwa model pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri memang bisa digunakan untuk meningkatkan literasi sains siswa. Submateri pokok sel volta diambil karena tuntutan dari standar kompetensi dan kompetensi dasarnya yang berkaitan dengan upaya peningkatan literasi sains siswa. Menurut Hayat & Suhendra (2010: 34), submateri pokok ini dapat dipilih karena dipandang memenuhi tiga prinsip dasar pemilihan konten PISA yaitu: “(1) konsep relevan dengan kondisi keseharian siswa.” Sel volta banyak terdapat di sekeliling siswa, seperti baterai, aki, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan hal yang umum mereka jumpai sehari-hari; “(2) konsep diperkirakan masih tetap relevan setidaknya untuk satu dasarwarsa ke depan.” Energi merupakan hal yang sangat dibutuhkan manusia sampai kapanpun dan kini sumber energi yang ada semakin lama semakin menipis. Sel volta dapat menjadi salah satu peluang sumber energi alternatif jika dapat dikembangkan oleh siswa dengan literasi sains yang baik;“(3) konsep berkaitan dengan kompetensi proses”, artinya pengetahuan tidak hanya mengutamakan daya ingat siswa dan mengaitkan informasi tertentu saja. Submateri pokok sel volta ini membutuhkan pemahaman proses yang baik dari siswa untuk mencapai kompetensi yang diinginkan.

1.2.Rumusan Masalah Penelitian

Terkait dengan penelitian ini ada beberapa permasalahan yang dapat diangkat dan dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah karakteristik kegiatan laboratorium berbasis inkuiri pada submateri pokok sel volta dalam meningkatkan literasi sains siswa?


(10)

2. Bagaimanakah keterlaksanaan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri yang dikembangkan pada submateri pokok sel volta dalam meningkatkan literasi sains siswa?

3. Bagaimana pengaruh desain pembelajaran baru pada submateri pokok sel volta terhadap peningkatan literasi sains siswa?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mendapatkan model pembelajaran yang sesuaipadasubmateri pokok sel volta dalam upaya meningkatkan literasi sains siswa.

2. Memperoleh informasi tentang keterlaksanaan kegiatan laboratorium berbasis inkuiri pada submateri pokok sel volta dalam peningkatan literasi sains siswa. 3. Memperoleh informasi tentang pengaruh modifikasi desain pembelajaran baru pada submateri pokok sel volta terhadap peningkatan literasi sains siswa.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis sebagai salah satu alternatif upaya perbaikan pembelajaran, antara lain:

1. Bagi siswa, dari penelitian ini diharapkan siswa bisa lebih termotivasi untuk belajar dan memahami submateri pokok sel volta.

2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan model pembelajaran yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan literasi sains siswa dalam pembelajaran kimia.

3. Bagi sekolah,penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan besar bagi literatur model pendidikan yang diterapkan disekolah, khususnya yang berkenaan dengan peningkatan literasi sains siswa sehingga kedepannya penelitian ini dapat membantu meningkatkan mutu dan kualitas sekolah itu sendiri.

4. Bagi peneliti, penelitian ini menjadi salah satu langkah awal peneliti untuk bisa mengembangkan penelitian selanjutnya, khususnya dalam upaya


(11)

pengembangan dunia pendidikan. Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi khasanah keilmuan yang turut serta menjadi komponen yang mengembangkan dunia pendidikan saat ini.

1.5.Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap judul penelitian ini, maka akan dijelaskan beberapa istilah yang dianggap penting dalam penelitian ini, yaitu:

1. Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membantu membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia yang terkait dengan sel volta.

2. Konten sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang merujuk kepada konsep-konsep kunci dalam sel volta yang diperlukan untuk memahami fenomena dan perubahan yang terjadi pada lingkungan yang terkait dengansel volta.

3. Proses sains adalah salah satu dimensi dari literasi sains yang mengandung pengertian proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti serta menerangkan kesimpulan berkaitan dengan sel volta.

4. Konteks aplikasi merupakan salah satu dimensi dari literasi sains yang merujuk padaberbagai situasi, keadaan atau wujud nyata dari penerapan prinsip kerja sel volta dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi lahan bagi aplikasi proses dan pemahaman konsep sains.

5. Sikap sains adalah salah satu aspek literasi sains yang diukur dalam penelitian ini yang lebih menekankan pada pengetahuan sikap mencakup inkuiri sains, rasa percaya diri sebagai seorang pebelajar sains, tertarik terhadap sains, dan bertanggung jawab terhadap sumber daya dan lingkungan.

6. Pembelajaran eksperimen merupakan pembelajaran yang menerapkan tahapan pembelajaran literasi sains menurut Nentwig (2002: 8) dengan


(12)

penambahan tahap pengambilan keputusan (decision making) berdasarkan Holbrook (1998: 14). Bentuk pembelajarannya berupa model pembelajaran literasi sains yang mengandung tahapan pembelajaran inkuiri sebagai pendekatan dalam bentuk kegiatan laboratorium,sehingga menjadi pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium.

7. Pembelajaran kontrol adalah pembelajaran inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium yang menggunakan tahapan pembelajaran inkuiri.


(13)

DAFTAR ISI

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7


(14)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan desain pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Penelitian ini terdiri dari kajian teoretik berupa studi literatur dan pengembangan desain pembelajaran yang dilanjutkan pada studi eksperimen berupa implementasi desain pembelajaran yang telah disusun.

Studi literatur yang dilakukan mengarah pada desain kegiatan laboratorium berbasis inkuiri dan desain pembelajaran literasi sains. Berdasarkan rujukan dari beberapa penelitian tentang pembelajaran literasi sains dan pembelajaran inkuiri terutama penelitian Brickman(2009: 8), maka dirancang suatu desain pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri.Hal ini dilakukan dengan harapan dapat lebih meningkatkan kemampuan literasi sains siswa SMA dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri pada submateri pokok sel volta.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain konterbalans (counterbalanced design). Desain ini dapat juga disebut desain rotasi, crossover, atau switchover. Desain ini digunakan untuk bisa membuktikan bahwa pengaruh peningkatan kemampuan literasi sains siswa berasal dari pembelajaran literasi sains,karena dalam penelitian sosial terdapat banyak faktor yang dapat membawa pada kesimpulan yang kurang tepat, apakah peningkatan literasi sains yang terjadi diakibatkan karena proses pembelajaranatau karena faktor lain, sepertisubjek penelitian atau kualitas pengelolaan kelas. Desain


(15)

konterbalans ini mengacu pada pendapat Ali (2011: 300) dengan tambahan pretes sehingga desain penelitian ini dapat digambarkan seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Penelitian Konterbalans

Kelompok Pretes Topik 1 Postes 1 Topik 2 Postes 2

Kelas A T XE T XC T

Kelas B T XC T XE T

Keterangan :

T = Tes berupa pretes, postes 1 dan postes 2

XE =Pembelajaran eksperimen berupa model pembelajaran literasi sains berbasis

inkuiri berdasarkan desain pembelajaran yang dirancang XC = Pembelajaran kontrol berupa model pembelajaran inkuiri

Terdapat dua jenis pembelajaran yang diberikan pada kedua kelas, yaitu pembelajaran eksperimen dan pembelajaran kontrol. Pembelajaran eksperimen menerapkan pembelajaran literasi sains berbentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Pembelajaran kontrol menerapkan pembelajaran inkuiri dalam bentuk kegiatan laboratorium. Dengan demikian kedua kelas menerima dua tipe pembelajaran di waktu yang berurutan. Setiap kali pembelajaran diakhiri dengan postes, sehingga terdapat satu kali pretes dan dua kali postes (postes 1 dan postes 2) untuk setiap kelas.Pada topik kedua, model pembelajaran di tukar (switchover) dengan pembelajaran di topik 1 diantara kelas A dan kelas B,sehingga pada topik 2, kelas A akan mengalami pembelajaran kontrol sedangkan kelas B akan mengalami pembelajaran eksperimen. Hasil yang diperoleh dari pembelajaran topik kedua ini diukur menggunakan postes 2.

Postesdiberikan untuk melihat sejauh mana perolehan hasil belajar (Gain) dan peningkatan literasi sainssiswa baik kelas A maupun kelas B. Ada tidaknya


(16)

pengaruh penerapan pembelajaran pada subjek penelitian, dilakukan uji statistik untuk mengetahui signifikansi antara skor rerata pretes dan postes.

3.2.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan analisis data.

Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan, peneliti melakukan beberapa hal sebagai berikut: a. Analisis standar isi mata pelajaran kimia

b. Studi literatur tentang kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah c. Studi literatur tentang pembelajaran literasi sains dan pendekatan inkuiri d. Analisis wacana berkaitan dengan submateri pokok sel volta

e. Merancang struktur materi pembelajaran

f. Menyesuaikan struktur materi pembelajaran dengan hasil analisis wacana mengenai submateri pokok sel volta yang sudah dibuat

g. Menyusun peta konsekuensi pembelajaran

h. Pengembangan model pembelajaran beserta perangkatnya, penyusunan skenario pembelajaran dan pembuatan instrumen penelitian

i. Validasi instrumen penelitian, uji coba model pada skala terbatas dan pengumpulan datayang dilanjutkan dengan serangkaian revisi dan penyempurnaan

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretes yang dilanjutkan dengan pemberian prekonsepsiberupa materi redoks yang pernah dipelajari di kelas 10 sebagai materi prasyarat dalam mempelajari materi sel volta. Setelah itu


(17)

pelaksanaan kegiatan pembelajaran di laboratorium berbasis inkuiri dengan submateri pokok sel volta sebanyak dua kali untuk setiap kelas. Diakhir setiap pembelajaran, masing-masing siswa diberikan postes untuk menguji peningkatan hasil belajar mereka.

Data mengenai keterlaksanaan pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri di SMA ini diperoleh melalui kegiatan observasi yang dilakukan oleh 3 orang yang bertindak sebagai observer. Observer pertama adalah guru kimia SMA, observer kedua dan ketiga adalah mahasiswa dan alumni suatu universitas negeri. Setiap observer menggunakan lembar observasi seperti yang terdapat pada Lampiran B.5, B.6, B.7, dan B.8. Hal-hal yang diamati dalam pembelajaran ini berkaitan dengan kegiatan siswa pada setiap tahap pembelajaran, serta tingkat keaktifan siswa dalam bentuk diskusi antar sesama dan guru.

Pelaksanaan tahap ini dilakukan mulai tanggal 21 April 2012 – 1 Mei 2012. Jadwal pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pelaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Pertemuan

ke Hari/Tanggal Waktu Kegiatan

1 Sabtu, 21April 2012 Permohonan ijin kepada pihak sekolah 2 Senin, 23April 2012 2 x 40

menit

Pretes, pembagian kelompok, prekonsepsi

3 Selasa, 24April 2012 2 x 40 menit

Pretes, pembagian kelompok, prekonsepsi

4 Rabu, 25April 2012 2 x 40 menit

Kelas A, Pembelajaran topik 1, Postes 1

5 Sabtu, 28 April 2012 2 x 40 menit

Kelas B, Pembelajaran topik 1, Postes 1

6 Senin, 30 April 2012 3 x 40 menit

Kelas B, Pembelajaran topik 2, Postes 2, pembagian angket, wawancara 7 Selasa, 1 Mei 2012 3 x 40

menit

Kelas A, Pembelajaran topik 2, Postes 2, pembagian angket, wawancara


(18)

Sebelum memasuki pembelajaran di topik 1, masing-masing kelas diberikan tes awal (pretes) dan dilanjutkan dengan pemberian materi redoks yang pernah mereka dapatkan di kelas 10 semester 2 sebagai prekonsepsi dan prasyarat untuk masuk ke materi sel volta. Pada kelas A, pretes diberikan 5 hari sebelum pembelajaran, sedangkan pada kelas B diberikan sehari sebelum pembelajaran disesuaikan dengan jadwal pembelajaran yang telah ditetapkan sekolah. Pretes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada submateri pokok sel volta. Setelah itu, siswa ditugaskan untuk mengisi lembar evaluasi tentang materi redoks yang telah diberikan sebagai bahan evaluasi, lalu dikumpulkan pada pertemuan berikutnya pada pembelajaran di topik 1.

Tahap Analisis Data

Pada tahap akhir ini, secara garis besar peneliti melakukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Pengorganisasian data b. Pengolahan data

c. Penganalisisan semua hasil pengolahan data d. Pembahasan hasil penelitian

e. Penarikan kesimpulan dan saran

Gambar 3.1 merupakan alur penelitian yang menggambarkan proses pelaksanaan penelitian.


(19)

Gambar 3.1. Alur Penelitian

Pengisian angket

Analisis data

Laporan dan Kesimpulan Wawancara Analisis Standar Isi

Mata Pelajaran Kimia Studi literatur pembelajaranliterasi sains

Studi literatur kegiatan laboratorium berbasis pemecahan masalah

Studi literatur pendekatan inkuiri

Penyusunan instrumen Perbaikan

Judgment validitas instrumen

Uji coba instrumen skala terbatas

Redesain pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri

Analisis wacana

Pembuatan struktur materi pembelajaran

Pembuatan peta konsekuensi pembelajaran

Kelas A Penentuan kelas A dan kelas B Kelas B

Pretes

Postes 2

Pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri

Pembelajaran berbasis inkuiri Postes 1

Observasi

Pretes

Postes 2 Pembelajaran berbasis inkuiri

Pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri


(20)

3.3.Subjek Penelitian

Subjek yang diambil adalah siswa kelas XI, suatu SMANegeri di kota Bandung. Kelas XI dipilih berdasarkan metode purposive sampling. Alasan pemilihan subjek karena belum pernah melakukan pembelajaran pada submateri pokok yang diteliti, yaitu sel volta.

3.4.Instrumen Penelitian

Sebelum instrumen dirancang, terlebih dahulu dilakukan analisis soal-soal standar PISA internasional yang dimulai dari tahun 2000 hingga tahun 2009 pada setiap periode penilaian PISA yang berlangsung 3 tahun sekali. Analisis soal PISA ini dilakukan untuk menyesuaikan indikator-indikator aspek kompetensi PISA dengan instrumen yang dibuat.

Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengukur literasi sains disusun dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice).Empat hal yang akan diukur dengan instrumen ini yaitu pemahaman konsep (konten) sains, proses/ kompetensi sains, konteks aplikasi sains, dan sikap sains. Soal-soal yang berkaitan dengan konsep (konten) memuat pertanyaan-pertanyaan formal berkenaan dengan materi teoretis yang diajarkan disekolah. Dalam mengukur proses sains, PISA menetapkan tiga aspek dari komponen proses/ kompetensi sains dalam penilaian literasi sains, yaknimengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah (OECD, 2009: 126). Soal-soal yang berkaitan dengan konteks aplikasi sains, memuat pertanyaan seperti apa sel volta dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa instrumen pendukunglain yang digunakan yaitupedoman observasi,angket, dan pedoman wawancara.


(21)

Secara rinci instrumen penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.Instrumen Utama dan Instrumen Pendukung Penelitian

No Instrumen Deskripsi Instrumen Target

1 Tes Pilihan Ganda Jumlah soal yang digunakan adalah 25butir. Pilihan yang diberikan berjumlah 5 buah (A, B, C, D, dan E) dengan 4 buah sebagai

distraktor. Tes ini diberikan dalam bentuk pretes, postes 1, dan postes 2.

Mengukur

kemampuan literasi sains siswa, berupa aspek konten, proses, konteks, dan sikap sains

2 Lembar Observasi Lembar observasi berisi pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kegiatan pembelajaran di kelas dan juga menggambarkan tingkat aktivitas siswa selama pembelajaran.

Lembar observasi ini disusun dalam bentuk checklist Mengukur tingkat aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan juga tingkat keterlaksanaan pembelajaran

3 Angket (skala Likert)

Jumlah pernyataan yang diberikan sebanyak 40 butir. Berisi

pernyataan positif dan negatif. Angket diberikan kepada siswa setelah postes 2 atau setelah kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan. Angket disusun dalam bentuk rating scale.

Mengukur tingkat ketertarikan siswa terhadap beberapa komponen dalam pembelajaran

4 Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur untuk memperjelas jawaban siswa yang ambigu serta tanggapan mereka terhadap pembelajaran. Wawancara dilakukan pada saat pembelajaran sedang belangsung dan setelah pembelajaran.

Mengukur berbagai hal berkaitan dengan pembelajaran secara lebih mendalam

3.4.1. Penyusunan Instrumen Penelitian

a. Tes Pilihan Ganda

Tes pilihan gandaberupa kumpulan butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa dalam aspek konten, konteks, proses dan sikap sains siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Jumlah soal yang


(22)

disusun sebanyak 25 butir soal pilihan ganda. Kisi-kisi soal yang diberikan dipaparkan pada Tabel 3.4dan Tabel 3.5.

Tabel 3.4.Kisi-kisi Soal Literasi Sains Berdasarkan Aspek Proses/ Kompetensi Sains

No Aspek PISA No

Soal

Konten Kompetensi Konteks

1 Elektrokimia Menjelaskan fenomena ilmiah Baterai 1 2 Elektrokimia Menjelaskan fenomena ilmiah Sel aki 11 3 Elektrokimia Menjelaskan fenomena ilmiah Sel surya 14 4 Elektrokimia Mengidentifikasi isu ilmiah Fuel cell 15 5 Reaksi redoks Menjelaskan fenomena ilmiah Baterai 2 6 Reaksi redoks Menggunakan bukti ilmiah Baterai 4 7 Reaksi redoks Menggunakan bukti ilmiah Sel aki 8 8 Reaksi redoks Menjelaskan fenomena ilmiah Sel aki 10 9 Reaksi redoks Menggunakan bukti ilmiah Fuel cell 16 10 Beda potensial sel Menggunakan bukti ilmiah Baterai 3 11 Beda potensial sel Menjelaskan fenomena ilmiah tubuh mahluk hidup 22 12 Beda potensial sel Mengidentifikasi isu ilmiah tubuh mahluk hidup 24 13 Beda potensial sel Mengidentifikasi isu ilmiah Baterai lemon 18 14 Potensial elektroda standar Menggunakan bukti ilmiah Baterai 5 15 Potensial elektroda standar Menggunakan bukti ilmiah Sel aki 9 16 Potensial elektroda standar Menggunakan bukti ilmiah Baterai lemon 19 17 Reaksi redoks spontan Menjelaskan fenomena ilmiah Sel aki 13 18 Larutan elektrolit Mengidentifikasi isu ilmiah tubuh mahluk hidup 20 19 Larutan elektrolit Menjelaskan fenomena ilmiah tubuh mahluk hidup 21 20 Larutan elektrolit Menjelaskan fenomena ilmiah tubuh mahluk hidup 23

Tabel 3.5. Kisi-kisi Soal Literasi Sains Berdasarkan Aspek Sikap Sains

No Aspek PISA No

Soal

Konten Sikap Konteks

1 Elektrokimia Menunjukkan rasa tanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan

Baterai 6

2 Elektrokimia Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan akibat perilaku manusia

Fuel cell 17

3 Reaksi redoks Menunjukkan kepedulian pada dampak lingkungan akibat perilaku manusia

Baterai 7

4 Reaksi redoks Menunjukkan rasa tanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan

Sel aki 12

5 Beda potensial sel

Menunjukkan rasa tanggung jawab secara personal untuk memelihara lingkungan

tubuh mahluk hidup 25

b. Lembar Observasi Pembelajaran

Lembar observasi pembelajaran dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen pendukung yang berfungsi untuk mengukur tingkat aktivitas siswa selama proses pembelajaran serta mengukur tingkat keterlaksanaan proses


(23)

pembelajaran. Lembar observasi yang dirancang berupa: (1) lembar observasi kegiatan pembelajaran yang menggambarkan tingkat aktivitas siswa selama pembelajaran; (2) lembar observasi kinerja siswa dalam kegiatan laboratorium yang menggambarkan tingkat aktivitas siswa dalam kegiatan laboratorium; dan (3) lembar observasi peneliti yang menggambarkan tingkat keterlaksanaan proses pembelajaran. Lembar observasi ini disusun dalam bentuk checklist.

c. Angket Sikap Terhadap Pembelajaran

Angket dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen pendukung yang berfungsi untuk mengukur tingkat ketertarikan siswa terhadap berbagai komponen terkait dengan proses pembelajaran. Angket disusun berdasarkan skala Likert dalam bentuk rating scale. Pernyataan dalam angket berjumlah 40 butir yang terdiri atas 20 pernyataan positif dan 20 pernyataan negatif. Pernyataan-pernyataan tersebut memuat sikap siswa terhadap kegiatan laboratorium berbasis inkuiri yang dilakukan. Kisi-kisi angket yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran dan hasil rangkumannya seperti Tabel 3.6.

Tabel 3.6. Indikator Angket Siswa

No Indikator No. Pernyataan

1 Ketertarikan terhadap pelajaran kimia 1, 2 2 Kemenarikan tahap kontak 3, 4 3 Ketertarikan terhadap permasalahan yang

diangkat

5, 6

4 Ketertarikan terhadap pembelajaran 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14

5 Ketertarikan terhadap kegiatan diskusi 15, 16, 17, 18 6 Ketertarikan belajar dalam kelompok 19, 20

Melalui angket ini bisa didapatkan data mengenai tanggapan siswa terhadap kegiatan laboratorium yang dilakukan, termasuk kesulitan-kesulitan yang dialami siswa pada kelas A dan kelas B. Tanggapan siswa dinyatakan dalam skala sikap: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Kurang Setuju (KS), dan Tidak Setuju (TS),


(24)

dengan skor masing-masing secara berurutan 4, 3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif, dan skor 1, 2, 3, dan 4 untuk pernyataan negatif.

d. Pedoman Wawancara

Pedomen wawancara dalam penelitian ini berperan sebagai instrumen pendukung. Wawancara atau sering juga disebut dengan interviewatau kuesioner lisan adalah suatu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2010). Salah satu tujuan wawancara menurut Sugiyono (2011: 137) adalah untuk mengetahui berbagai hal dari responden secara lebih mendalam.

Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara yang tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2011: 137). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang perlu ditanyakan. Pedoman wawancara yang telah disusun dapat dilihat pada Lampiran.

3.4.2. Validasi Instrumen Penelitian

Instrumen untuk mengukur literasi sains yang telah dibuat, kemudian dilakukan judgmentvaliditas instrumen oleh ahli. Ahli yang dimaksud di sini merupakan salah satu dosen jurusan kimia yang memahami tentang konten (isi) dan konstruksi soal yang baik. Beberapa hal yang menjadi penilaian yaitu keterkaitan indikator dengan butir soal, keterkaitan soal dengan kunci jawabannya, serta konstruksi penggunaan kata dan bahasa dari butir soal. Instrumen hasil judgment ahli tersebut kemudian dilakukan serangkaian revisi dan penyempurnaan untuk selanjutnya dilakukan uji coba skala terbatas.


(25)

Pengujian validitas instrumen skala terbatas dilakukan terhadap siswa kelas XII yang sudah pernah mendapatkan materi pokok sel volta. Uji coba soal ini dilakukan pada 69 orang siswa kelas XII di salah satu SMA di Garut. Analisis kemudian dilakukan terhadap hasil uji coba instrumen skala terbatas. Analisis terhadap instrumen penelitian yang telah disusun terdiri atas uji validitas, uji reliabilitas, analisis tingkat kesukaran soal dan analisis daya pembeda. Analisis validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengkaji kemampuan soal untuk mengukur apa yang ingin diukur dan keajegan pertanyaan tes.Menganalisis tingkat kesukaran soal artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya, sehingga diperoleh soal-soal yang termasuk kategori mudah, sedang atau sukar. Sedangkan menganalisis daya pembeda artinya mengkaji soal-soal tes dari segi kesanggupan tes tersebut untuk membedakan siswa yang termasuk kategori rendah dan kategori tinggi berdasarkan prestasinya.

a. Uji Validitas

Menghitung validitas item butir soal dengan menggunakan program

Anates V4 Program. Hasil uji validitas instrumen ini dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Menurut Arikunto (2010: 64), kriteria validitas item butir soal yang digunakan adalah sebagai berikut:

0,80 < rxy ≤ 1,00 = sangat tinggi

0,60 < rxy ≤ 0,80 = tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 = cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 = rendah


(26)

b. Uji Reliabilitas

Menghitung reliabilitas seluruh soal tes menggunakan program Anates V4

Program.Berdasarkan uji coba skala terbatas ini diperoleh hasil reliabilitas

sebesar 0,91 yang tergolong pada derajat keterandalan sangat tinggi. Kriteria reliabilitas suatu tes adalah sebagai berikut:

0,00 – 0,20 = hampir tidak ada

0,21 – 0,40 = derajat keterandalan rendah 0,41 – 0,60 = derajat keterandalan sedang 0,61 – 0,80 = derajat keterandalan tinggi

0,81 – 1,00 = derajat keterandalan sangat tinggi c. Tingkat Kesukaran

Menghitung tingkat kesukaran soal yaitu bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal menggunakan Anates V4 Program. Hasil uji tingkat kesukaran soal ini dapat dilihat pada Tabel 3.7. Kriteria indeks kesukaran soal yang digunakan adalah sebagai berikut:

P = 0,00 : soal terlalu sukar 0,00 < D ≤ 0,30 : soal sukar

0,30 < D ≤ 0,70 : soal sedang 0,70 < D ≤ 1,00 : soal mudah

P = 1,00 : soal sangat mudah d. Daya Pembeda

Menghitung daya pembeda bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana butir soal mampu membedakan siswa yang menguasai materi dan siswa yang


(27)

tidak menguasai materi.Hal ini juga dilakukan dengan Anates V4 Program. Kriteria daya pembeda soal adalah sebagai berikut:

0,00 – 0,20 = kurang baik 0,21 – 0,40 = cukup 0,41 – 0,70 = baik

0,71 – 1,00 = sangat baik

Secara keseluruhan hasil analisis uji coba soal skala terbatas berdasarkan daya pembeda, tingkat kesukaran, dan validitasnya dirangkum dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal No Pokok Uji Daya Pembeda (%) Tingkat Kesukaran (%) Validitas Tindak Lanjut Skor Kesimpulan

1 21,05 17,14 0,207 Tidak Valid Tidak digunakan

2 52,63 58,57 0,421 Valid Digunakan

3 100,00 55,71 0,828 Valid Digunakan

4 84,21 55,71 0,667 Valid Digunakan

5 100,00 50,00 0,839 Valid Digunakan

6 5,26 27,14 0,124 Tidak Valid Tidak digunakan

7 73,68 65,71 0,605 Valid Digunakan

8 68,42 52,86 0,529 Valid Digunakan

9 31,58 35,71 0,331 Tidak Valid Tidak digunakan

10 84,21 54,29 0,669 Valid Digunakan

11 78,95 31,43 0,608 Valid Digunakan

12 15,79 84,29 0,213 Tidak Valid Tidak digunakan

13 100,00 48,57 0,675 Valid Digunakan

14 84,21 38,57 0,628 Valid Digunakan

15 73,68 45,71 0,639 Valid Digunakan

16 84,21 72,86 0,689 Valid Digunakan

17 47,37 62,86 0,429 Valid Digunakan

18 89,47 47,14 0,672 Valid Digunakan

19 89,47 45,71 0,690 Valid Digunakan

20 42,11 17,14 0,492 Valid Digunakan

21 31,58 64,29 0,271 Tidak Valid Tidak digunakan

22 63,16 67,14 0,473 Valid Digunakan

23 84,21 57,14 0,648 Valid Digunakan

24 78,95 65,71 0,650 Valid Digunakan

25 78,95 40,00 0,620 Valid Digunakan


(28)

3.5.Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan berdasarkan jenis data yang diperoleh melalui instrumen yang digunakan. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar dalam bentuk skor atau nilai yang merupakan data utama yang digunakan dalam menguji hipotesis, sedangkan data kualitatif merupakan data pendukung yang dianalisis dengan cara deskriptif.

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif Menghitung Skor dan Nilai Siswa

Analisis data kuantitatif yang dilakukan meliputi analisis data pretes, postes 1, dan postes 2. Data pengetahuan awal siswa pada submateri pokok sel volta diperoleh melalui tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) yang berupa postes 1 dan postes 2 untuk melihat perolehan hasil belajar yang digunakan pada setiap akhir topik pembelajaran. Pengolahan data hasil tes ini bertujuan untuk mengetahui perolehan hasil belajar berupa penguasaan konten, proses,konteks, dan sikap sains yang dimiliki siswa sebelum dan sesudah pembelajaran yang dilakukan pada kelas A dan kelas B melalui pembelajaran eksperimen dan pembelajaran kontrol. Analisis data diuji secara statistika dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memberikan skor tiap lembar jawaban siswa yang sesuai dengan kunci jawaban

b. Menghitung skor mentah dari setiap jawaban pretes, postes 1, dan postes 2 c. Mengubah skor menjadi nilai dalam bentuk persentase dengan cara:


(29)

d. Menghitung nilai rata-rata keseluruhan yang diperoleh siswa

Nilai rata-rata = � �

Menilai tingkat penguasaan semua aspek literasi sains siswa berdasarkan kategori kemampuan diperlihatkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Tafsiran Kategori Kemampuan

Nilai (%) Kategori Kemampuan

81 – 100 Sangat baik

61 – 80 Baik

41 – 60 Cukup

21 – 40 Kurang

0 – 20 Sangat kurang

Mengolah Gain Ternormalisasi (<g>)

Menentukan peningkatan kemampuan literasi sains siswa dengan cara menghitung persentase gain ternormalisasi(<g>) pada aspek literasi sains secara keseluruhan serta persentase <g> pada setiap aspek literasi sains (konten, proses, konteks, dan sikap) untuk keseluruhan siswa. Tahap pertama analisis dilakukan pengelompokkan soal-soal ke dalam aspek-aspek literasi sains. Tahap kedua menentukan nilai pretes, postes 1, dan postes 2, pada setiap aspek. Setelah itu ditentukan <g> setiap aspek literasi sains dari pembelajaran di topik pertama dan pembelajaran di topik kedua untuk kelas A dan kelas B. Kemudian digunakan rumus menurut Hake (1999: 1) dalam bentuk persen sebagai berikut:

<g> = −

100%

Kategori Gain ternormalisasi menurut Hake (1999: 1) adalah sebagai berikut:


(30)

30 < (<g>) <70 = sedang (<g>) <30 = rendah

Hake menggunakan rata-rata gain ternormalisasi (<g>) untuk menggantikan uji ANCOVA yang seringkali digunakan oleh beberapa peneliti (Hake, 1999: 2). Menurut Hake (1999: 2) gain ternormalisasi dapat digunakan untuk memperoleh kesimpulan kasar efisiensi penerapan pembelajaran pada populasi terhadap suatu variabel terikat. Dalam penelitian ini, data <g> yang diperoleh dari masing-masing pembelajaran dibandingkan untuk melihat perbedaan peningkatannya, yaitu <g> untuk kelas A topik 1 yang menggunakan pembelajaran eksperimen dibandingkan dengan kelas B topik 1 yang menggunakan pembelajaran kontrol. Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan perbedaan <g>pada setiap pembelajaran di topik 1 kemudian diperkuat oleh perbandingan <g> dari setiap pembelajaran di topik 2, yaitu kelas B yang menggunakan pembelajaran eksperimen dengan kelas A yang menggunakan pembelajaran kontrol.

Mengolah Data Angket

Angket digunakan untuk menganalisis tanggapan siswa terhadap kegiatan laboratorium berbasis inkuiri yang dilakukan. Analisis data dilakukan dengan menghitung persentase masing-masing jawaban siswa untuk setiap pernyataan. Angket tanggapan siswa dipersentasekan dengan menggunakan rumus:

Persentase = ( )

(�)

× 100%

Persentase yang diperoleh kemudian ditafsirkan dalam bentuk kalimat sebagai berikut:


(31)

1 – 25% = sebagian kecil 26 – 49% = hampir setengahnya 50% = setengahnya

51 – 75% = sebagian besar 76 – 99% = pada umumnya 100% = seluruhnya

3.5.2. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif yang dilakukan adalah analisis data hasil wawancara yang diperoleh dari perwakilan masing-masing kelompok kerja secara acak. Hasil wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa dan pendapat siswa mengenai pembelajaran yang dilakukan pada kelas dengan pembelajaran eksperimen yaitu pembelajaran literasi sains dalam bentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri. Selain itu hasil wawancara juga digunakan untuk memperoleh data tentang pemahaman siswa akan hasil pembelajaran yang tidak terungkap secara tertulis.


(32)

DAFTAR ISI

3.1. Desain Penelitian 48 3.2. Prosedur Penelitian 50 3.3. Subjek Penelitian 54 3.4. Instrumen Penelitian 54

3.4.1. Penyusunan Instrumen Penelitian 55 3.4.2. Validasi Instrumen Penelitian 58 3.5. Pengolahan Data 62

3.5.1. Analisis Data Kuantitatif 62 3.5.2. Analisis Data Kualitatif 65


(33)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Desain Penelitian Konterbalans ... 49

Tabel 3.2. Pelaksanaan Penerapan Model Pembelajaran ... 51

Tabel 3.3. Instrumen Utama dan Instrumen Pendukung Penelitian ... 55

Tabel 3.4. Kisi-kisi Soal Literasi Sains Berdasarkan Aspek Proses/ Kompetensi Sains .. 56

Tabel 3.5. Kisi-kisi Soal Literasi Sains Berdasarkan Aspek Sikap Sains ... 56

Tabel 3.6. Indikator Angket Siswa... 57

Tabel 3.7. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal ... 61


(34)

DAFTAR GAMBAR


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Karakteristik desain pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan proses pengembangan desain pembelajaran yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan literasi sains siswa dari aspek konsep sains, proses sains, konteks aplikasi sains dan sikap sains siswa,yaitu dibangun

berdasarkan struktur materi pembelajaran dalam merancang eksplanasi

konten pada pembelajaran, dibangun berdasarkan peta konsekuensi pembelajaran sebagai landasan desain pembelajaran yang dapat membangun kemampuan literasi sains siswa, berorientasi pada konteks nyata yang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, berorientasi dalam membangun sikap dan kesadaran siswa terhadap lingkungan, berorientasi dalam membangun sikap inkuiri siswa, serta bertujuan untuk membuktikan bahwa pembelajaran literasi sains berbasis inkuiri lebih baik dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dalam meningkatkan kemampuan literasi sains siswa. Semua unsur-unsur ini tertuang di dalam RPP dan perangkatnya. Desain yang dikembangkan diharapkan menjadi langkah utama untuk menciptakan jiwa-jiwa literat sains yang inovatif dan kreatif.

2. Dari beberapa tahapan pembelajaran yang dilakukan dalam kegiatan laboratorium berbasis inkuiri ini, secara umum siswa terlihat lebih aktif


(36)

dalam tahap kuriositi dan tahap elaborasi. Hal ini bisa terlihat dari keaktifan siswa dalam mengajukan berbagai komentar berdasarkan permasalahan yang diangkat. Pada tahap elaborasi siswa sangat aktif dalam bertanya dan mengkonfirmasi pemahaman selama kegiatan laboratorium berlangsung. Hal ini sangat wajar terjadi karena siswa merasa butuh untuk memenuhi rasa keingintahuan mereka.

3. Berdasarkan data hasil penelitian yang didapatkan diperoleh kesimpulan bahwa secara garis besar pembelajaran literasi sains berbentuk kegiatan laboratorium berbasis inkuiri yang diterapkan berhasil meningkatkan kemampuan literasi sains siswa baik aspek konten sains, proses sains, konteks aplikasi sains dan sikap sains. Hal ini bisa diketahui dari persentase<g> pembelajaran eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan pembelajaran kontrol, yaitu pada topik 1 pembelajaran eksperimen di kelas A sebesar 55,51% dan pembelajaran kontrol di kelas B sebesar 16,13%, sedangkan pada topik 2 pembelajaran eksperimen di kelas Bsebesar 34,07%dan pembelajaran kontrol di kelas Asebesar 11,93%.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan disertai hasil temuan yang diperoleh, maka terdapat beberapa hal yang menjadi saran agar penelitian berikutnya bisa lebih baik, yaitu:

1. Waktu penelitian sangat terbatas, hal ini yang mungkin menyebabkan peningkatan dari hasil penelitian tidak signifikan.

2. Pada penelitian ini rata-rata hasil belajar yang diperoleh masih dalam kategori cukup. Hal ini kemungkinan karena durasi pembelajaran yang


(37)

sempit sehingga perkembangan jiwa inkuiri pada siswa tidak terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk perbaikan selanjutnya agar dapat diterapkan waktu pembelajaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan inkuiri siswa secara perlahan dan bertahap.


(38)

DAFTAR ISI

5.1. Kesimpulan ... 129


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Akhyani, A. (2008). Model Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Berbasis Inkuiri

Laboratorium Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Arifin, M. (2000). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, UPI.

Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi revisi XI). Jakarta: Bumi Aksara.

Ali, M. (2011). Memahami Riset dan Perilaku Sosial. Bandung: CV Pustaka Cendekia Utama Asniar. (2012). Efektivitas Software Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected untuk

Meningkatkan Literasi Sains Siswa Kelas VIII pada Tema Rokok dan Kesehatan.

Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Awaludin, Z. (2009). Sel Bahan Bakar Solusi Energi Masa Depan. [online]. Tersedia: www.chem-is-try.org.

Basori, H. (2010). Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada

Pembelajaran Konsep Pembiasan Cahaya untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Tesis Jurusan Pendidikan IPA

Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Brickman, P. et al. (2009). “Effects of Inquiry-based Learning on Students‟ Science Literacy Skills and Confidence”. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 3, (2), 1-22.

Bybee, R., et al. (2009a).“PISA 2006: An Assessment of Scientific Literacy.”Journal of Research in Science Teaching. 46, (8), 865 – 883.

Bybee, R. W. (2009b). Program for Internasional Student Assessment (PISA) 2006 and Scientific Literacy: A Perspective for Science Education Leaders. National Science Education Leadership Association: Science Educator.

Beyer, B. K. (1971).Inquiry In The Social Study Classroom. Merill publishing company. Chang, R. (2000). Essential Chemistry: A Core Text for General Chemistry. America:

McGraw-Hill Companies.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional. Jakarta: Puspendik.


(40)

pada Konsep Sistem Respirasi. Tesis Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi

Biologi SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Gallet, C. (1998). “Problem-solving Teaching in the Chemistry Laboratory: Leaving the Cooks ...”.Journal Chemical Education. 75, (1), 72-77.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. [12 April 2012]. Hayat, B. & Suhendra Y. (2010). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Hernani, et al. (2009). Membelajarkan Konsep Sains-Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Jurnal Pengajaran MIPA. 13, (1), 71-93.

Holbrook, J. (1998). “A Resource Book for Teachers of Science Subjects.” UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant.” Chemical Education

International. 6, (1), 1–12.

Holbrook, J., & Miia R. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy.”International Journal of Environmental & Science Education. 4, (3), 275-288.

Holbrook, J. (2011). Enhancing Scientific and Technological Literacy (STL): A Major Focus

for Science Teaching at School.

Hondou, T., Tsutomu S., &Shozo S. (2011). “What are the Limits of Validity in Science? New Lab Class to Improve Scientific Literacy of Humanities Students”. Journal of Physics Education. 5, (2), 348 – 351.

Iriany. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi Informasi

pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS

UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Iswari, Y. D. (2010). Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi

Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Plato Learning: Indiana University.

Marhadi, M. A. (2011). Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Struktur Konten untuk

Meningkatkan Kemampuan Eksplanasi Pedagogik dan Penguasaan Konsep Kinetika Kimia. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Miladi, S. D. (2010). Larutan elektrolit dan non elektrolit. [online]. Tersedia: http://sahri.ohlog.com/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.cat3416.html.


(41)

Mudzakir, A., et al. (2007). “The Influence of Social Issue-Based Chemistry Teaching in Acid

Base Topic on High School Students’ Scientific Literacy.” Seminar Proceeding of the

First International Seminar of Science Education, Science Education Programme Graduate School, Indonesia Unversity of Education (UPI)

Nentwig, P. et al. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium Internasional IPN-YSEG Oktober 2002, Keil Jerman.

OECD. (2001). Knowledge and Skills for Life: First Results from the OECD Programme for

International Student Assessment (PISA) 2000. USA: OECD-PISA.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework: Key Competencies in Reading,

Mathematics, and Science. USA: OECD-PISA.

OECD. (2010). PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do – Student Performance in Reading, Mathematics and Science. USA: OECD-PISA.

Parning & Horale. (2002). Kimia 3A. Jakarta : Yudistira.

Permendiknas. (2006a). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23

Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Dirjen Pendidikan Dasar&Menengah

Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Permendiknas. (2006b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22

Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Dirjen Pendidikan Dasar&Menengah Direktorat Pendidikan

Menengah Umum.

Ratna.et al. (2009). Sel Elektrokimia. [online]. Tersedia : http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/prinsip-prinsip-dan-konsep-sel-volta. [11 Desember 2009].

Shwartz.et al. (2005).“The Importance of Involving High-School Chemistry Teacher in The Process of Defining The Operational Meaning of „Chemical Literacy‟”.International Journal of Science Education. 27, (3), 323 – 344.

Shwartz.et al. (2006). “The Use of Scientific Literacy Taxonomy for Assessing The Development of Chemical Literacy Among High-School Student.”Journal of

Chemistry Education Research and Practice: 7, (4), 203 – 225.

Siregar, E.,& Hartini N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.


(42)

Viyanti.(2009). Penggunaan Asesmen Kinerja Pada Praktikum Fluida Berbasis Inkuiri

Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Dan Penguasaan Konsep Siswa SMA.

Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Walter, E. (2008). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary: Third Edition. Cambridge University Press.

Wenning, C.J. (2011). “Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses”. Journal

Physics Teacher Education Online. 6, (2), 2-8.

Widyastuti, R. (2010). Asesmen & Instrumen untuk Melakukan Asesmen dalam Bimbingan

Konseling.[online]. Tersedia:

http://blog.unila.ac.id/ratnawidiastuti/2010/11/12/asesmen-instrumen-untuk-melakukan-asesmen-dalam-bimbingan-konseling/comment-page-1/#comment-207 [12 November 2010].

Witdarmono, H. (2010). “Literasi Memenangi Kehidupan.”Harian Kompas. (23 November

2010).

UNESCO. (1996). Beyond “Learning To Live together” The Key To Education For Sustainable Development. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education.


(1)

Aditya Rakhmawan, 2012

Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Sub Materi Pokok Sel Volta Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sempit sehingga perkembangan jiwa inkuiri pada siswa tidak terjadi secara bertahap. Oleh karena itu, penulis menyarankan untuk perbaikan selanjutnya agar dapat diterapkan waktu pembelajaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan inkuiri siswa secara perlahan dan bertahap.


(2)

DAFTAR ISI

5.1. Kesimpulan ... 129 5.2. Saran ... 130


(3)

Aditya Rakhmawan, 2012

Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Sub Materi Pokok Sel Volta Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Akhyani, A. (2008). Model Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Berbasis Inkuiri

Laboratorium Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI

Bandung: tidak diterbitkan.

Arifin, M. (2000). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA, UPI.

Arikunto, S. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi revisi XI). Jakarta: Bumi Aksara.

Ali, M. (2011). Memahami Riset dan Perilaku Sosial. Bandung: CV Pustaka Cendekia Utama Asniar. (2012). Efektivitas Software Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected untuk

Meningkatkan Literasi Sains Siswa Kelas VIII pada Tema Rokok dan Kesehatan.

Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Awaludin, Z. (2009). Sel Bahan Bakar Solusi Energi Masa Depan. [online]. Tersedia: www.chem-is-try.org.

Basori, H. (2010). Model Kegiatan Laboratorium Berbasis Problem Solving pada

Pembelajaran Konsep Pembiasan Cahaya untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Pemahaman Konsep Siswa SMP. Tesis Jurusan Pendidikan IPA

Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Brickman, P. et al. (2009). “Effects of Inquiry-based Learning on Students‟ Science Literacy

Skills and Confidence”. International Journal for the Scholarship of Teaching and Learning. 3, (2), 1-22.

Bybee, R., et al. (2009a).“PISA 2006: An Assessment of Scientific Literacy.”Journal of Research in Science Teaching. 46, (8), 865 – 883.

Bybee, R. W. (2009b). Program for Internasional Student Assessment (PISA) 2006 and Scientific Literacy: A Perspective for Science Education Leaders. National Science Education Leadership Association: Science Educator.

Beyer, B. K. (1971).Inquiry In The Social Study Classroom. Merill publishing company.

Chang, R. (2000). Essential Chemistry: A Core Text for General Chemistry. America: McGraw-Hill Companies.

Dahar, R. W. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional. Jakarta: Puspendik.

Firgiawan, D. (2010). Kegiatan Laboratorium Guided dan Semi Guided untuk Meningkatkan


(4)

pada Konsep Sistem Respirasi. Tesis Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi

Biologi SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Gallet, C. (1998). “Problem-solving Teaching in the Chemistry Laboratory: Leaving the Cooks ...”.Journal Chemical Education. 75, (1), 72-77.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia:

http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. [12 April 2012]. Hayat, B. & Suhendra Y. (2010). Benchmark Internasional Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Hernani, et al. (2009). Membelajarkan Konsep Sains-Kimia dari Perspektif Sosial untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP. Jurnal Pengajaran MIPA. 13, (1), 71-93.

Holbrook, J. (1998). “A Resource Book for Teachers of Science Subjects.” UNESCO.

Holbrook, J. (2005). “Making Chemistry Teaching Relevant.” Chemical Education

International. 6, (1), 1–12.

Holbrook, J., & Miia R. (2009). “The Meaning of Scientific Literacy.”International Journal of Environmental & Science Education. 4, (3), 275-288.

Holbrook, J. (2011). Enhancing Scientific and Technological Literacy (STL): A Major Focus

for Science Teaching at School.

Hondou, T., Tsutomu S., &Shozo S. (2011). “What are the Limits of Validity in Science?

New Lab Class to Improve Scientific Literacy of Humanities Students”. Journal of

Physics Education. 5, (2), 348 – 351.

Iriany. (2009). Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Berbasis Teknologi Informasi

pada Konsep Laju Reaksi untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains dan Berpikir Kreatif Siswa SMU. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS

UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Iswari, Y. D. (2010). Kegiatan Laboratorium Berbasis Pemecahan Masalah Pada Materi

Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Kimia SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Plato Learning: Indiana University.

Marhadi, M. A. (2011). Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Struktur Konten untuk

Meningkatkan Kemampuan Eksplanasi Pedagogik dan Penguasaan Konsep Kinetika Kimia. Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak

diterbitkan.

Miladi, S. D. (2010). Larutan elektrolit dan non elektrolit. [online]. Tersedia: http://sahri.ohlog.com/larutan-elektrolit-dan-non-elektrolit.cat3416.html.


(5)

Aditya Rakhmawan, 2012

Kegiatan Laboratorium Berbasis Inkuiri Pada Sub Materi Pokok Sel Volta Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Mudzakir, A., et al. (2007). “The Influence of Social Issue-Based Chemistry Teaching in Acid

Base Topic on High School Students’ Scientific Literacy.” Seminar Proceeding of the First International Seminar of Science Education, Science Education Programme Graduate School, Indonesia Unversity of Education (UPI)

Nentwig, P. et al. (2002). “Chemie im Context-From situated learning in relevant contexts to

a systematic development of basic chemical concepts”. Makalah Simposium

Internasional IPN-YSEG Oktober 2002, Keil Jerman.

OECD. (2001). Knowledge and Skills for Life: First Results from the OECD Programme for

International Student Assessment (PISA) 2000. USA: OECD-PISA.

OECD. (2009). PISA 2009 Assessment Framework: Key Competencies in Reading,

Mathematics, and Science. USA: OECD-PISA.

OECD. (2010). PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do – Student Performance

in Reading, Mathematics and Science. USA: OECD-PISA.

Parning & Horale. (2002). Kimia 3A. Jakarta : Yudistira.

Permendiknas. (2006a). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23

Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Dirjen Pendidikan Dasar&Menengah

Direktorat Pendidikan Menengah Umum.

Permendiknas. (2006b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22

Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Dirjen Pendidikan Dasar. Dirjen Pendidikan Dasar&Menengah Direktorat Pendidikan

Menengah Umum.

Ratna.et al. (2009). Sel Elektrokimia. [online]. Tersedia :

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/prinsip-prinsip-dan-konsep-sel-volta. [11

Desember 2009].

Shwartz.et al. (2005).“The Importance of Involving High-School Chemistry Teacher in The

Process of Defining The Operational Meaning of „Chemical Literacy‟”.International

Journal of Science Education. 27, (3), 323 – 344.

Shwartz.et al. (2006). “The Use of Scientific Literacy Taxonomy for Assessing The

Development of Chemical Literacy Among High-School Student.”Journal of

Chemistry Education Research and Practice: 7, (4), 203 – 225.

Siregar, E.,& Hartini N. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan

R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Trianto. (2007). Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.


(6)

Viyanti.(2009). Penggunaan Asesmen Kinerja Pada Praktikum Fluida Berbasis Inkuiri

Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Dan Penguasaan Konsep Siswa SMA.

Tesis Jurusan Pendidikan IPA Konsentrasi Fisika SPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Walter, E. (2008). Cambridge Advanced Learner’s Dictionary: Third Edition. Cambridge

University Press.

Wenning, C.J. (2011). “Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses”. Journal

Physics Teacher Education Online. 6, (2), 2-8.

Widyastuti, R. (2010). Asesmen & Instrumen untuk Melakukan Asesmen dalam Bimbingan

Konseling.[online]. Tersedia:

http://blog.unila.ac.id/ratnawidiastuti/2010/11/12/asesmen-instrumen-untuk-melakukan-asesmen-dalam-bimbingan-konseling/comment-page-1/#comment-207 [12 November 2010].

Witdarmono, H. (2010). “Literasi Memenangi Kehidupan.”Harian Kompas. (23 November

2010).

UNESCO. (1996). Beyond “Learning To Live together” The Key To Education For

Sustainable Development. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education.