MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI DAN KEMANDIRIAN PESERTA KURSUS: Studi di LKP Pelita Massa Jawa Barat.

(1)

xi

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PENGESAHAN……… PERNYATAAN………. ABSTRAK……….. ABSTRACT……… KATA PENGANTAR……… UCAPAN TERIMA KASIH………... DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL………... DAFTAR BAGAN..…………...……… DAFTAR LAMPIRAN………... i ii iii iv v vii xi xiii xiv xv BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah……….

B.Identifikasi dan Perumusan Masalah……….... C.Pembatasan dan Perumusan Masalah………... D.Tujuan Penelitian………...

E. Definisi Operasional………..

F. Kegunaan Penelitian.……….………...

G.Kerangka Berpikir………..

H.Penelitian yang Relevan…...………. 1 8 10 12 13 15 16 18

BAB II KAJIAN TEORI

A.Hakekat Kursus………..

1. Pengertian Kursus………..

2. Jenis Kursus………...

3. Kurikulum Kursus………...

4. Unsur Kursus………...

B.Hakekat Pembelajaran ………...

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran………

2. Pengelolaan Pembelajaran……….

3. Pembelajaran Inovatif………

C.Hakekat Kompetensi………..

1. Pengertian Kompetensi……….

2. Kompetensi Kunci………...

3. Tingkatan Kompetensi………..

4. Desain Kompetensi………...

5. Standar Kompetensi Kursus………..

D.Hakekat Kemandirian ………...

1. Pengertian Kemandirian………

2. Karakteristik dan Ciri-Ciri Kemandirian……….. E. Hakekat Pendidikan Sepanjang Hayat….………. 1. Pengertian Belajar Sepanjang Hayat………. 2. Tujuan Belajar Sepanjang Hayat………...

22 22 24 25 26 34 34 39 43 56 56 58 59 60 63 64 64 66 69 69 71 73


(2)

xii

4. Sasaran Belajar Sepanjang Hayat……….. 5. Proses Belajar Sepanjang Hayat………

75

BAB III METODE PENELITIAN

A.Pendekatan dan Metode Penelitian……… B.Subjek dan Lokasi Penelitian………... C.Pengembangan Alat Penelitian……….. D.Penyusunan dan Ujicoba Alat Pengumpulan Data……… E. Langkah-langkah Kegiatan Penelitian…………...………

F. Teknik Analisis Data………..

78 80 83 90 93 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian………..

1. Kondisi Empirik Penyelenggaraan Program Kursus Menjahit di Jawa Barat……….. 2. Model Konseptual Pengelolaan Pembelajaran Keterampilan Menjahit

dalam Meningkatkan Kompetensi dan Kemandirian Peserta Kursus……… 3. Implementasi Model Pembelajaran Mandiri dalam Meningkatkan Kompetensi Peserta Kursus Menjahit……….. 4. Efektivitas Model Pembelajaran Kursus Menjahit Mandiri dalam

Meningkatkan Kompetensi dan Kemandirian Peserta Kursus………

B.Pembahasan ………...

1. Kondisi Empiris Penyelenggaraan Program Kursus Menjahit di Jawa Barat……….. 2. Model Konseptual Pengelolaan Pembelajaran Mandiri dalam

Meningkatkan Kompetensi dan Kemandirian Peserta Kursus Menjahit………. 3. Implementasi Model Pembelajaran Mandiri bagi dalam Meningkatkan Kompetensi dan Kemandirian Peserta Kursus………. 4. Efektivitas Model Pembelajaran Kursus Mandiri dalam

Meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus…………

103 104 115 188 215 222 224 230 240 248

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan………

B.Rekomendasi dan Keterbatasan Studi………...

253 255

DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN – LAMPIRAN……….. RIWAYAT HIDUP………

258 264 315


(3)

xiii

Tabel Hal

1.1 Jumlah jenis kursus berdasarkan yang terbanyak

diselenggarakan dan diminati oleh masyarakat………... 5

3.1 Lokasi penelitian……….. 81

3.2 Penyebaran subjek penelitian………... 82

3.3 Kisi-kisi instrumen pengungkap data pengelolaan pembelajaran (sebelum uji coba)……… 84

3.4 Kisi-kisi instrumen pengungkap data pengelolaan pembelajaran (sesudah ujicoba)……….. 85

3.5 Kisi-kisi alat pengungkap data penguasaan kompetensi menjahit ……….. 86

3.6 Kisi-kisi alat pengungkap data kemandirian peserta kursus (sebelum uji coba).……….. 87

3.7 Kisi-kisi alat pengungkap data kemandirian peserta kursus (sesudah uji coba)……… 88

4.1 Alokasi anggaran blockgrand di Provinsi Jawa Barat tahun 2009………. 108 4.2 Pekerjaan peserta kursus subsidi program………. 112

4.3 Latar pendidikan peserta kursus subsidi program………. 112

4.4 Gugus mata pelajaran………. 132

4.5 Hasil wawancara………. 148

4.6 Skenario pembelajaran……… 157

4.7 Model konseptual perencanaan yang di harapkan……… 180

4.8 Model konseptual pelaksanaan yang di harapkan………. 182

4.9 Model konseptual evaluasi yang di harapkan……… 184

4.10 Time schadule pembelajaran kursus mandiri……… 189

4.11 Kurikulum kursus menjahit LKP Pelita Massa……….. 190

4.12 Persentase standar kompetensi peserta kursus angkatan I dan II………. 211

4.13 One-sample kolmogorov-smirnov test... 216

4.14 Paired samples statistics sub hipotesis 2.1... 218

4.15 Paires samples test sub hipotesis 2.1... 218

4.16 Paired samples statistics sub hipotesis 2.2... 220


(4)

xiv

Bagan Hal

1.1 Alur penelitian……….. 18

2.1 Level perubahan belajar……….. 61

3.1 Alur pengembangan model………. 97

4.1 Jumlah peserta kursus di Jawa Barat menurut latar belakang

pendidikan tahun 2007……… 105

4.2 Perkembangan jumlah peserta kursus di LPK Pelita Massa... 110 4.3 Persentase peserta kursus menjahit LKP Pelita Massa

Menurut latar belakang pendidikan……… 110 4.4 Model konseptual pembelajaran ……….…….……….. 121 4.5 Siklus keterlibatan instruktur dan peserta kursus dalam

kegiatan pembelajaran mandiri……… 211 4.6 Model implementasi pembelajaran……….. 215


(5)

xv

Lampiran Hal

1. Pengelolaan model pembelajaran kursus………. 268

2. Uji kompetensi menjahit………... 270

3. Angket kemandirian peserta kursus………. 276

4. Pertanyaan wawancara (instruktur)………. 278

5. Pertanyaan wawancara (pengelola)………. 280

6. Pertanyaan wawancara (peserta kursus)………. 281

7. Standar kompetensi lulusan………. 283

8. Jadwal Pembelajaran Kursus Menjahit……… 287

9. Dokumentasi kegiatan pembelajaran kursus menjahit mandiri……….. 315


(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era persaingan global ini, trend pendidikan mengalami pergeseran orientasi yang menempatkan pembangunan manusia seutuhnya melalui pendidikan dan latihan dengan beragam jenis, jenjang, sifat dan bentuknya. Pendidikan manusia Indonesia seutuhnya diidealisasikan menjadi titik puncak tercapainya pendidikan nasional yang sampai saat ini menjadi dambaan bangsa Indonesia melalui berbagai kebijakan pendidikan yang ditetapkan oleh pemerintah baik pada jalur formal, nonformal maupun informal. Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dalam berbagai aspek kehidupan, merupakan suatu upaya untuk menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi dan efektifitas (Sa’ud, 2008: 1).

Upaya menghasilkan individu yang unggul terus diolah dalam menemukan formula yang tepat sehingga lembaga pendidikan dijadikan instrumen utama proses kemanusiaan dan pemanusiaan, yaitu menghargai dan memberi kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi, dimana keunggulan individu tidak lagi menjadi tolak ukur keberhasilan output suatu lulusan namun keunggulan partisipatoris menjadi dasar yang lebih kokoh dalam menghasilkan sumberdaya manusia yang unggul (Tilaar, 2003, 63).


(7)

Namun lembaga pendidikan juga seringkali dianggap memiliki andil yang besar dalam permasalahan kualitas pencari kerja ini. Megawangi (2007) menjelaskan strategi pendidikan di Indonesia mempersiapkan peserta didik untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi yang sebetulnya lebih tepat bagi individu yang mempunyai potensi akademik tinggi. Tantangannya adalah apakah penduduk mayoritas sudah dipersiapkan untuk dapat bekerja secara profesional sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi.

Merujuk pada pernyataan tersebut di atas berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2007 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka pengangguran terbuka berkurang menjadi 9,75 persen dibandingkan dengan periode Agustus 2006 yang besarnya 10,28 persen. Meskipun menurun, jumlah penganggur dari kalangan perguruan tinggi justru meningkat. Jika pada Agustus 2006 penganggur dari kalangan terdidik ini sebanyak 673.628 orang atau 6,16 persen, setengah tahun kemudian jumlah ini naik menjadi 740.206 atau 7,02 persen. Sedangkan berdasarkan data BPS Agustus 2009 jumlah penganggur terbuka tercatat sebanyak 8,96 juta orang (7,87%) dari total angkatan kerja sebanyak 113,83 juta orang (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010).

Fakta dan realitas di atas menurut Soedijarto (1997) menjadi landasan empiris dibutuhkannya pendidikan yang mampu membekali lulusan pendidikan umum dengan kemampuan khusus yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja yang terus berubah dan berkembang. Dalam kaitannya dengan kebutuhan ini peranan kursus kejuruan yang diselenggarakan oleh masyarakat sangatlah penting dan


(8)

strategis. Layanan pendidikan seperti ini disamping dibutuhkan bagi mereka yang baru menyelesaikan pendidikan umum juga diperlukan bagi mereka yang telah berada di dunia kerja tetapi perlu terus meningkatkan pengetahuan sesuai perkembangan teknologi dan informasi dimana mereka bekerja.

Layanan pendidikan kursus kejuruan ini diwadahi oleh pemerintah sebagai pendidikan non formal, sebagaimana telah di atur pemerintah dalam Pembangunan Pendidikan Nasional melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU No 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat (1) ditegaskan bahwa “jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya”. Artinya ketiga jalur pendidikan tersebut merupakan satu kesatuan layanan pendidikan kepada masyarakat. Khusus berkaitan dengan jalur pendidikan nonformal ditegaskan pada pasal 26 ayat (1) bahwa “pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. Untuk itu pendidikan nonformal harus mampu menjalankan ketiga fungsi tersebut dalam rangka meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat yang tidak memiliki kesempatan mendapat pendidikan melalui jalur formal.

Satuan pendidikan non formal dalam upaya meningkatkan akses pendidikan tersebut dilaksanakan melalui kursus, pelatihan, PKBM, kelompok belajar dan satuan pendidikan sejenis yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 26 Poin 4 bahwa “Satuan


(9)

pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis”.

Pendidikan non formal informal, terbagi dalam berbagai bentuk entitas-entitas pendidikan dengan beragam pola, sasaran dan tujuan pendidikan, yang salah satu diantaranya adalah kursus. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 26 ayat 5 disebutkan bahwa “kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”. Untuk itu kursus dan pelatihan sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan diharapkan mampu mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan, serta pengembangan kepribadian profesional.

Tumbuh dan berkembangnya kursus di tengah-tengah masyarakat tidak terlepas dari tuntutan kebutuhan masyarakat dan/atau dunia kerja, hingga saat ini telah tercatat sebanyak 11.953 lembaga kursus yang telah memiliki nomer induk (Nilek) per 6 Januari 2010 (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010), sehingga dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan kursus berbasis pada demand driven atau market driven. Masyarakat dan pasarlah yang akan menentukan kapan suatu jenis kursus akan tumbuh dan berkembang dan kapan suatu jenis kursus tidak diminati lagi atau dibutuhkan oleh masyarakat atau dunia kerja.


(10)

Jumlah kursus dan jenis kursus yang begitu besar merupakan aset yang sangat penting dan strategis bagi Pemerintah dalam memeratakan dan memperluas akses masyarakat untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu, relevan, dan berdaya saing sehingga mereka mampu mengisi pasar kerja lokal, nasional, dan internasional. Dari jumlah tersebut yang paling banyak diselenggarakan dan diminati oleh masyarakat adalah jenis-jenis kursus sebagaimana dapat dilihat pada tabel 1.1

Tabel 1.1

Jumlah Jenis Kursus Berdasarkan Yang Terbanyak Diselenggarakan dan Diminati oleh Masyarakat

Sumber: Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2010)

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa perkembangan kursus pada tiga tahun berturut-turut mengalami perkembangan pasang surut. Namun secara stimulan 3 jenis kursus yaitu komputer, Bahasa Inggris dan menjahit tetap menjadi pilihan utama selama tiga tahun berturut-turut.

Terus berkembangnya kursus dalam berbagai jenis keterampilan yang ditawarkan ini diperkuat dengan adanya UU No. 17 tentang RPJPN 2005 - 2009

No. Jenis

Pendidikan/Kursus

Tahun/Jumlah

2003 2004 2005

1. Komputer 1.547 2.595 2.869

2. Akuntansi 282 406 352

3. Sekretaris 73 87 109

4. Tata Kecantikan Kulit 140 299 234

5. Bahasa Inggris 1.720 2.443 2.613

6. Bahasa Mandarin 109 200 193

7. Bahasa Jepang 98 114 137

8. Menjahit Pakaian 882 772 1.031

9. Tata Kecantikan

Rambut 316 545 508

10. Tata Rias Pengantin 203 292 334


(11)

yang menyatakan bahwa penyediaan pelayanan pendidikan sepanjang hayat sesuai perkembangan iptek perlu terus didorong untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penduduk Indonesia termasuk untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan bagi penduduk usia produktif yang jumlahnya semakin besar. Kursus sebagai bentuk pendidikan berkelanjutan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan, standar kompetensi, pengembangan sikap kewirausahaan, serta pengembangan kepribadian professional.

Selanjutnya ditegaskan lagi dalam PP Nomor 19 tahun 2005 pasal 6 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Satuan pendidikan nonformal dalam bentuk kursus dan lembaga pelatihan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang memuat pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan. Sehubungan dengan hal-hal di atas, pengembangan kurikulum kursus akan terus dilakukan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional.

Sebagai contoh untuk standar kompetensi yang dikembangkan pada program kursus menjahit harus mengacu kepada Kurikulum Berbasis Kompetensi Menjahit Pakaian/Tata Busana yang dikembangkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan dengan tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memahami prinsip-prinsip dasar dalam tata busana dan mengaplikasikannya secara praktis untuk para konsumen dalam rangka memenuhi kebutuhan industri busana .

Namun dibalik potensi pengembangan pendidikan kecakapan hidup pada program kursus, masih dijumpai adanya kendala dalam pengembangan


(12)

lulusannya, khususnya menyangkut kemampuan yang sesuai dengan standar dunia usaha. Sebagaimana dijelaskan oleh Tilaar (2003) yaitu: pertama, tidak optimalnya penyerapan lulusan kursus pada lapangan kerja yang ada yang mana masih ada lulusan kursus yang belum bekerja karena ketatnya persaingan di dunia industri. Kedua, kualifikasi lulusan kursus masih belum memenuhi standar industri, hal ini teridentifikasi pada saat peserta kursus mengikuti magang pada perusahaan-perusahaan mitra. Ketiga, belum terciptanya kemitraan antara lembaga kursus dan industri untuk menjembatani “gap” yang ada. Kemitraan yang terjalin pada saat ini belum mencapai suatu kondisi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dimana pihak industri masih merasa terbebani dengan adanya kegiatan magang dari peserta kursus sehingga tidak semua peserta kursus dapat mengikuti magang di perusahaan. Keempat, dibutuhkan biaya yang besar untuk memenuhi kompetensi yang ada. Kesadaran dan keinginan dari lembaga kursus untuk meningkatkan profesionalitas lembaganya masih tersandung oleh kendala dalam pembiayaan yang cukup besar.

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas memiliki dampak pada terjadi penurunan jumlah kursus yang cukup berarti dari tahun 2005 ke 2006 yang disebabkan karena kurangnya peminat pada lembaga-lembaga kursus tertentu yang berpengaruh pada keberlanjutan dari lembaga kursus tersebut (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010). Namun walaupun kelembagaan kursus mengalami penurunan jumlah yang signifikan, Pemerintah tetap memandang kursus dan pelatihan sebagai program yang strategis dalam upaya penanggulangan pengangguran melalui program pendidikan luar sekolah yang


(13)

dapat dilakukan melalui program pelayanan pendidikan dan pelatihan yang berorientasi kecakapan hidup (life skill) kepada kelompok masyarakat penggangguran agar memiliki kompetensi di bidang keterampilan tertentu.

Hal tersebut ditunjukan dengan disediakannya berbagai subsidi program kursus, seperti Kursus Kewirausahaan Kota (KWK), Kursus Kewirausahaan Desa (KWD), PKH Kerjasama SMK/Politeknik/BLK/Perguruan Tinggi, Kursus Para Profesi (KPP), Kelompok Usaha Pemuda Prosuktif, Kewirausahaan Pemuda Melalui Lembaga Kepemudaan, dan Kewirausahaan Bagian SP-3 (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2009).

Namun dalam pelaksanaannya pembelajaran program kursus bersubsidi masih mempergunakan pola pembelajaran dengan kurikulum, metode, dan strategi pembelajaran yang belum berorientasi pada penguasaan kompetensi peserta kursus sesuai dengan alokasi waktu subsidi program, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan para intruktur serta pengelola dalam mengelola program pelatihan menjahit bersubsidi.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Permasalahan yang muncul dalam penyelenggaraan pembelajaran kursus dapat diidentifikasi sebagai berikut yaitu:

1. Dibutuhkannya kurikulum yang menghasilkan kualifikasi profesional baru yang memperkenalkan budaya kerja seperti team work, kemampuan untuk membuat keputusan secara mandiri, berkomunikasi dalam


(14)

kelompok, kesadaran akan mutu sebagai kriteria, kerjasama dalam kelompok secara multifungsi dan sebagainya.

2. Lulusan kursus perlu memiliki kompetensi keterampilan yang membekali mereka untuk dapat bekerja setelah menyelesaikan pendidikannya.

3. Pembelajaran kursus perlu diarahkan pada pengembangan kemandirian belajar peserta kursus untuk dapat membentuk kesinambungan hidup peserta nantinya. Peserta kursus menjadi manusia pembelajar.

4. Kurikulum yang dikembangkan pada program short course/pelatihan yang merupakan program subsidi pemerintah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pembelajaran reguler pada kursus.

5. Pendidikan diarahkan kepada pembelajaran kelompok yang menghasilkan individu yang mampu melakukan kerjasama dan penghargaan terhadap sesama manusia serta siap untuk berkompetisi dalam era globalisasi yang memiliki ciri kebebasan, keterbukaan dan integrasi global.

Penelitian ini merancang model pembelajaran dalam program kursus mandiri yang ditunjukkan oleh peningkatan kompetensi peserta kursus dan kemandirian peserta kursus. Secara lebih spesifik model yang dirancang ini dikhususkan pada program pelatihan keterampilan menjahit yang diselenggarakan oleh lembaga kursus untuk warga masyarakat dengan berbagai prasyarat yang bertujuan untuk menghasilkan individu yang terampil sehingga dapat berdaya nantinya. Sehubungan dengan itu dalam penelitian ini dipertanyakan:


(15)

Bagaimanakah model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus?

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pelaksanaan program pelatihan keterampilan pada lembaga-lembaga kursus yang menjadi mitra Kementrian Pendidikan Nasional telah menjadi salah pendorong tercapainya upaya penanggulangan pengangguran pada wilayah pedesaan maupun perkotaan. Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan (2010) jumlah sasaran yang dijangkau sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 sebanyak 294.548 orang melalui 9.448 lembaga kursus. Di Jawa Barat sendiri pada tahun 2009 terdapat 1.792 lembaga kursus yang telah memiliki Nilek, kursus-kursus tersebut menyelenggarakan berbagai jenis keterampilan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.

Lembaga kursus yang dapat mengajukan subsidi program ialah lembaga kursus yang telah memiliki Nilek. Nilek menjadi prasarat utama bagi lembaga kursus yang ingin mengajukan bantuan subsidi program pada Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan.

Pelita Massa sebagai salah satu LKP di Jawa Barat yang telah memiliki Nilek dan menjadi salah satu mitra Dinas Pendidikan dan Dinas Tenaga Kerja di Jawa Barat menyelenggarakan program pelatihan keterampilan menjahit dan otomotif bersubsidi. Hingga saat ini Pelita Massa telah meluluskan kurang lebih 10 angkatan pelatihan keterampilan. Pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan


(16)

pada program pelatihan tersebut dirancang sesuai dengan anggaran dan waktu penyelenggaraan yang ditetapkan.

Dari berbagai jenis pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh Lembaga Kursus Pelita Massa, setiap pelatihan memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan jenis program yang disubsidikan, prasyarat peserta kursus, jenis keterampilan yang harus diajarkan, waktu pelaksanaan, dan anggaran yang disediakan oleh lembaga mitra. Berdasarkan hasil kajian di lapangan diketahui bahwa rancangan kurikulum/program pada jenis pelatihan keterampilan yang memiliki jangka waktu yang tertentu dengan anggaran biaya yang berbeda memiliki kesulitan tersendiri dalam penyusunan program pembelajaran. Pihak pengelola kursus dan instruktur diharuskan merancang program pembelajaran yang berbeda dengan yang biasa mereka laksanakan pada pembelajaran kursus regular.

Sehingga diperlukan langkah-langkah dan pengembangan yang lebih baik guna mencapai hasil yang maksimal dalam hal isi dan atau materi program, pengelolaan pembelajaran, strategi pembelajaran, instruktur pembelajaran, dan karakteristik peserta kursus. Dengan demikian perumusan masalah penelitian ini secara umum adalah: Bagaimana model pembelajaran mandiri dapat meningkatkan kompetensi peserta kursus. Berdasarkan pada masalah umum penelitian, maka secara khusus masalah yang akan diteliti adalah:

1. Bagaimanakah kondisi empiris penyelenggaraan kursus menjahit di Jawa Barat?


(17)

pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus?

3. Bagaimana implementasi model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus?

4. Bagaimana efektivitas model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran mandiri yang dilaksanakan pada program kursus dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi dari peserta didik. Mengacu pada tujuan umum, maka tujuan studi ini secara terperinci adalah:

1. Memperoleh informasi deskripsi tentang penyelenggaraan kursus menjahit di Jawa Barat.

2. Mengembangkan rancangan model konseptual pembelajaran keterampilan melalui model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus.

3. Mendeskripsikan hasil implementasi model konseptual pembelajaran melalui model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus.

4. Memperoleh gambaran mengenai efektivitas model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus.


(18)

Dari keempat tujuan yang ditetapkan, pada akhirnya dapat menemukan sebuah model pembelajaran kursus yang dapat meningkatkan kompetensi peserta kursus yang difokuskan pada pembelajaran mandiri sebagai model pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah. Sehingga model yang dikembangkan dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran kursus sebagai salah satu program dalam pendidikan luar sekolah.

E. Definisi Operasional

1. Model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase, yang bersifat menyeluruh atau model adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa bagian atau sifat dari kehidupan sebenarnya (Simarmata, 1983: ix-x). Dengan kata lain model adalah pola, contoh, acuan, ragam dari sesuatu hal yang akan dihasilkan. Dalam uraian selanjutnya istilah “model” digunakan untuk menunjukkan pengertian yang pertama yaitu sebagai kerangka konseptual.

2. Pengelolaan pembelajaran adalah proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian sistem interaksi aktivitas belajar peserta didik dan pendidik yang melakukan tugas pengajaran dalam mencapai tujuan belajar peserta didik. Dalam program kursus yang dimaksud dengan peserta didik adalah peserta kursus dan pendidik adalah instruktur.


(19)

3. Pendidikan dalam arti sempit dapat diartikan sebagai suatu proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Lalu, ada pula "pembelajaran" yang berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.

4. Kursus adalah satuan pendidikan dalam pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 Ayat (5)).

5. Kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu (Keputusan Mendiknas No. 45 Tahun 2002 dalam Munthe, 2009: 27). Kompetensi juga didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah indikatornya yang dapat diukur dan diamati, kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara konstekstual (Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, 2010)

6. Kemandirian dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana individu yang memiliki inisiatif dalam merancang pembelajaran, melaksanakannya dan mengevaluasi pengalaman pembelajarannya (Merriam, 2006: 110).


(20)

Adapun pengertian kemandirian dalam penelitian ini merupakan kemandirian peserta pelatihan keterampilan yang merupakan output dari pembelajaran keterampilan yang diikutinya. Dimana setelah menyelesaikan pelatihan keterampilan peserta kursus akan mampu memahami potensi dirinya untuk mendorong menuju keberdayaan.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan keilmuan pendidikan luar sekolah khususnya dalam:

a. Pengelolaan kursus sebagai satuan dalam pendidikan luar sekolah b. Pengelolaan pembelajaran keterampilan dalam satuan pendidikan luar

sekolah.

c. Pembelajaran mandiri yang dikembangkan dalam program pendidikan luar sekolah.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian diharapkan memberikan kegunaan sebagai berikut:

a. Sebagai masukan dan alternatif bagi pengembangan program kursus bersubsidi.

b. Bagi lembaga-lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan kursus dan pelatihan (Direktorat Kursus dan Pelatihan,


(21)

P2PNFI, BPKB, SKB, Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten/Kota, LSM, PKBM) sebagai masukan dan alternatif dalam kegiatan penyelenggaraan dan pengembangan program kursus.

c. Pengelola dan penyelenggara program kursus dalam memberikan gambaran akan suatu model pembelajaran mandiri pada kursus menjahit. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman dan rambu-rambu dalam penyusunan program kursus menjahit sehingga dapat menghasilkan tenaga lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia usaha.

G. Kerangka Berpikir

Rumusan masalah yang dikemukakan, merupakan fokus penelitian yang diupayakan untuk menemukan solusinya melalui pengembangan model pembelajaran mandiri pada program kursus. Mengacu pada fokus penelitian ini adalah “bagaimana model pembelajaran kursus melalui pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus, maka alur pemikiran dalam penelitian ini, digambarkan berdasarkan permasalahan-permasalahan faktual serta konsep-konsep teoritis yang ada dan dikembangkan menjadi satu proses pembelajaran yang berdasar pada alur pembelajaran mandiri sebagai suatu sistem, konsep dan operasional pembelajaran orang dewasa dan proses pemandirian sebagai suatu dampak dari pembelajaran kursus. Kerangka pemikiran yang diperkirakan dapat dijadikan acuan penelitian digambarkan sebagai berikut:


(22)

1. Pengelolaan pembelajaran kursus menggunakan konsep-konsep pembelajaran mandiri sebagai bentuk pembelajaran partisipatif yang dapat menggiatkan semua peserta didik, strategi-strategi pembelajarannya ideal untuk kelas yang heterogen di mana peserta didik dapat bekerja kolaboratif untuk menyelesaikan masalah.

2. Pembelajaran mandiri merupakan suatu sistem pembelajaran yang berpengaruh pada (a) penguasaan kompetensi belajar peserta kursus (b) peningkatan kemandirian (d) peningkatan akses lulusan terhadap dunia usaha, (e) dampak terhadap kehidupan peserta kursus.

3. Kegiatan pembelajaran dikaji dengan konsep andragogi, yang mencakup konsep diri, pengalaman belajar, pengalaman berusaha, kesiapan belajar, orientasi belajar dan minat serta motivasi (Abdulhak, 1995)

4. Hasil dari pembelajaran kursus dengan pembelajaran mandiri adalah meningkatkan kemandirian dari peserta kursus yang ditandai oleh (a) munculnya rasa tanggung jawab, (b) memiliki etos kerja yang tinggi dan (c) disiplin dan berani mengambil resiko.

Secara skematis, kerangka pikir penelitian ini divisualisasikan pada bagan1.1


(23)

Bagan 1.1 Kerangka Berpikir

H. Penelitian yang Relevan

1. Model Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewiraswastaan bagi Wanita pada Lembaga Kursus (Anizar Ahmad / 979931)

Model ini dikembangkan berdasarkan siklus pengembangan kurikulum pendidikan luar sekolah pada umumnya yaitu (1) mengembangkan ide-ide dan konsep tentang kurikulum yang ingin diselenggarakan, (2) mengidentifikasi khalayak sasaran sehubungan dengan karakteristik dan latar sosialnya, (3) melakukan pengukuran kebutuhan atau masalah belajar, (4) merumuskan tujuan-tujuan belajar, (5) menyusun perencanaan atau design operasional kurikulum, (6) mengembangkan kurikulum dan memilih metode belajar serta material belajar, (7) melaksanakan pembelajaran dan (8) menyelenggarakan evaluasi


(24)

Dari studi kasus didapatkan data bahwa terdapat kecenderungan lembaga kursus mengalokasikan pendidikan kewiraswastaan pada kurikulum pengajaran namun belum memadai dan belum sepenuhnya teritegrasi dengan kurikulum belajar secara keseluruhan. Strategi pembelajaran pendidikan kewiraswastaan belum dilakukan secara memadai sebagaimana harapan para peserta kursus dan direkomendasikan para ahli pendidikan dan praktisi kewiraswastaan. Dari studi pengembangan dapat direkonstruksikan deskripsi model normatif kurikulum dan strategi pembelajaran pendidikan kewiraswastaan bagi wanita pada lembaga kursus.

Pada akhir penelitian diperoleh temuan sebagai berikut: 1) pada program kursus yang diikuti wanita perlu pengalokasian pendidikan kewiraswastaan dan strategi pembelajaran yang diatur secara efektif, 2) calon peserta kursus wanita perlu memikirkan penggunaan kemampuan vokasional yang akan dipelajari dalam mengembangkan kemampuan mental dan motivasi serta kemampuan manajerial sebagai pekerja mandiri dan menempatkannya sebagai kebutuhan, 3) para penyelenggara kursus perlu memiliki sikap bahwa pendidikan kewiraswastaan merupakan komponen kurikulum pelengkap yang perlu dialokasikan dalam kurikulum kursus, 4) pengembangan kurikulum dan strategi pembelajaran pendidikan kewiraswastaan harus ditekankan pada tatanan sikap mental dan kemampuan praktisi kewiraswastaan bukan pada teori dan 5) pola pembelajaran pendidikan kewiraswastaan seharusnya diselenggarakan dengan pendekatan kelompok kecil pembelajaran partisipatif berorientasi lapangan dan berkelanjutan.


(25)

2. Model Pembelajaran Magang bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar (Studi pada Sentra Industri Kecil Rajutan dan Bordir di Daerah Priangan Timur) Oleh Mustofa Kamil.

Penelitian ini berangkat dari masalah belum berfungsinya program magang sebagai satuan pendidikan luar sekolah dalam meningkatkan kemandirian warga belajar (pemagang). Untuk itu diteliti bagaimana model program pembelajaran magang pada sentra industri kecii rajutan dan bordir yang didukung kurikulum dan pengelolaan pembelajaran menyatu dengan nilai-nilai budaya belajar bekeria dapat meningkatkan kemandirian warga belajar. Secara kuantitatif ada dua pertanyaan umum yang perlu diketahui jawabannya melalui studi empiris (1) berkaitan dengan studi model hipotesis hubungan antar variabel yang berpengaruh terhadap program pembelajaran magang dan kemandirian warga belajar. (2) berkaitan dengan efektivitas model konseptual kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang yang menyatu dengan nilai-nilai budaya belajar bekerja dapat meningkatkan kemandirian warga belajar.

Dengan permasalahan tersebut, penelitian tersebut bertujuan untuk menemukan sebuah model program pembelajaran magang dalam meningkatkan kemandirian warga belajar pada sentra industri kecil rajutan dan bordir dengan fokus kajian : (1) kurikulum pembelajaran magang, dan (2) pengelolaan pembelajaran magang.

Secara umum penelitian ini menyimpulkan pertama secara alamiah terbukti bahwa nilai-nilai budaya belajar bekerja secara signifikan berpengaruh kuat terhadap kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang. Tingginya pengaruh variable tersebut, ternyata berpengaruh positif pula terhadap tingginya


(26)

kontribusi kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang beserta sub-variabelnya baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap variabel kriterium kemandirian warga belajar. Kedua hasil penelitian eksperimen membuktikan secara empirik model kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang yang dikembangkan studi ini, terbukti efektif dalam meningkatkan kemandirian warga belajar.

Mengacu pada kesimpulan tersebut, model kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang yang dikembangkan studi ini secara fungsional memiliki landasan rasional (epistemology) dan memiliki kemanfaatan (aksiology) yang tinggi aplikabilitasnya. Sehingga pada kerangka substansial daya dukung dari hasil penelitian faktual, memberikan arah mendasar dalam penyusunan dan pengembangan konseptual model pembelajaran magang, melalui konseptualisasi model kurikulum dan pengelolaan pembelajaran magang pada sentra industri kecil rajutan dan bordir.


(27)

78 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini melakukan kajian pada pengembangan model pengelolaan pembelajaran mandiri pada program pelatihan menjahit yang diselenggarakan pada lembaga kursus. Adapun pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari setara level 1 dengan pengayaan materi sebagai upaya perubahan pada sikap peserta kursus. Penelitian dimulai dari pengembangan model yang bersifat konseptual sampai pada pengembangan model tentatif berdasarkan pada ujicoba model. Pengembangan model ini meliputi pengelolaan pembelajaran, dan tes kompetensi menjahit tingkat dasar. Pengelolaan pendidikan difokuskan pada pengembangan mutu pengelolaan pembelajaran (class room management) yang merupakan adaptasi dari pembelajaran mandiri. Sedangkan tes kompetensi difokuskan pada upaya adaptasi tes kompetensi menjahit level 1.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah research and development (penelitian dan pengembangan) Borg dan Gall (1989:782) menyatakan pendekatan ini didefinisikan sebagai ”a process used to develop and validate educational products”. Langkah-langkah yang ditempuh memperlihatkan rangkaian kajian temuan penelitian dari beberapa metode dan teknik pengumpulan data kemudian dikembangkan produk atau model. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat ganda yaitu untuk dapat mengembangkan model


(28)

pembelajaran mandiri dan di lain pihak dapat meningkatkan kemandirian lulusan kursus.

Langkah-langkah yang disarankan oleh Borg dan Gall (1989:784-785) adalah “(1) research and information collecting, (2) planning, (3) develop prelimanary form of product, (4) preliminary field testing, (5) main product revision, (6) main field testing, (7) operational product revision, (8) operational field testing, (9) final product revision, (10) dissemination and implementation”.

Produk atau yang selanjutnya disebut model pada hakekatnya adalah visualisasi dari suatu konsep. Visualisasi tersebut dirumuskan melalui aktivitas pemikiran tertentu untuk melakukan konkritisasi atas fenomena abstrak. Adanya konkritisasi memungkinkan seseorang atau sekelompok orang dapat bertindak berdasarkan pijakan pemikiran dari model tersebut. Dalam dunia rekayasa (engineering) model digunakan untuk keperluan interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem pengkajian. Dalam pendidikan luar sekolah model merupakan intrepetasi atas fenomena yang terjadi dalam penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah. Dengan model tersebut dirumuskan serangkaian kegiatan yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang untuk memperbaiki, meningkatkan atau mengembangkan penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah.

Pendekatan penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu studi eksplorasi dan pengembangan model. Langkah pertama adalah melakukan studi eksplorasi yang dimaksudkan untuk melakukan pemetaan masalah dan sumber daya pendukung yang berkenaan dengan pembelajaran mandiri sehingga


(29)

diperoleh fokus kajian yang hendak dipahami. Langkah kedua, melakukan pengembangan model, dimaksudkan menyusun model konseptual, kemudian dilakukan validasi teoritik oleh pakar yang relevan dan praktisi. Setelah dianggap memadai secara konseptual, model diujicobakan dalam kancah lapangan, dalam kaitan ini dengan kuasi eksperimen. Melalui proses dan pengamatan secara intensif diperoleh temuan-temuan bagi peningkatan kemandirian lulusan kursus sekaligus digunakan untuk merevisi model konseptual, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai model empirik, yaitu model yang layak terap didasarkan kondisi-kondisi atau syarat-syarat yang disarankan.

B. Subjek dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jawa Barat sebagai populasi penelitiannya. Selanjutnya pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang diambil dalam penetapan sampel adalah pertama, kursus yang menjadi lokasi penelitian adalah kursus yang menyelenggarakan pelatihan keterampilan produktif dengan berdasar bantuan dana dari subsidi APBN sebagai prasyarat dalam proses penelitian, kedua, memiliki cabang di beberapa kota di Jawa Barat untuk membantu kegiatan penelitian dimana 2 lokasi penelitian dijadikan sebagai kelompok kontrol, ketiga, memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan pelatihan bersubsidi, keempat, program subsidi diselenggarakan dalam kurun waktu 2009/2010.


(30)

Berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas maka selanjutnya ditetapkan LKP Pelita Massa sebagai sampel kursus di Jawa Barat. Berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut pertama, lembaga ini memiliki cabang di 4 kota di Jawa Barat yaitu Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kota Bogor dan Kabupaten Sumedang. Adapun berdasarkan izin dari pengelola, penelitian dapat dilakukan di Kabupaten Sumedang, Kota Bogor, dan Kota Bandung. Kedua LKP Pelita Massa telah menyelenggarakan program subsidi mulai tahun anggaran 2006/2007 baik yang berasal dari anggaran APBN maupun dana dekonsentrasi dari Departemen Tenaga Kerja maupun Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Tenaga Kerja dan Kementrian Pendidikan Nasional), ketiga pada saat dilakukan penelitian, akan dilakukan program pelatihan KWK dari Kementerian Pendidikan Nasional bagi 20 orang warga masyarakat pada bulan Juni 2009 dan pelatihan produktivitas dari Kementerian Tenaga Kerja pada bulan Oktober 2009.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas maka ditetapkanlah lokasi penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Lokasi Penelitian No. Kota/Kab Ijin Operasional Alamat

1 Kota Bogor 02204.4.1.0035.35 Jl.Perintis Kemerdekaan no.28 Bogor. Tlp.0251-8312378

2 Kota Bandung 022116.4.1.0093.35 Jl.Ibu Inggit Ganarsih No.43 Bandung. Tlp.022-5202113 4 Kab. Sumedang 022116.4.1.0048.35

/40

Dsn Cibitung Kaleer Rt 02/05 Ds Padasuka Sumedang.


(31)

Penyebaran subyek penelitian untuk setiap lokasi penelitian, disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.2

Penyebaran Subyek Penelitian

No. Kabupaten

/ Kota Pengelola Instruktur Peserta Kursus

1 Bandung 1 2 40

2 Bogor 1 2 20

3 Sumedang 1 2 20

Jumlah Sampel 3 6 80

Subjek penelitian tersebut di atas terbagi pada dua kategori, yakni subjek penelitian untuk pengembangan model pendidikan dan subjek penelitian untuk uji komparasi dalam eksperimen. Subjek penelitian ini adalah para pengelola kursus, instruktur, dan peserta kursus pelatihan menjahit di tiga kabupaten/kota yaitu Kabupaten Sumedang, Kota Bogor dan Kota Bandung.

Subyek penelitian di Kota Bandung terdiri dari 1 kelompok sebagai kelompok eksperimen dilakukan pada dua sesi pelatihan. Sedangkan dua kelompok lagi di Kabupaten Sumedang dan Kota Bogor menjadi kelompok kontrol. Meskipun ketiga kelompok tersebut berasal dari 3 wilayah yang berbeda namun memiliki karakteristik yang sama yaitu pertama jenis kelamin seluruh peserta adalah perempuan, kedua mereka tidak pernah atau belum pernah mengikuti pelatihan atau kursus menjahit sebelumnya, dan ketiga usia para peserta masuk pada kategori angkatan kerja produktif yaitu 15 – 45 tahun. Usia termuda dari peserta adalah 17 tahun dan usia yang tertua adalah 37 tahun.


(32)

C. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah pengelolaan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi dan hasil pengukuran kemandirian peserta kursus. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari responden, informan, dan pengamatan langsung selama penelitian. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan menggunakan kuesioner kepada informan, dan responden. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan adalah berbagai data yang berfungsi melengkapi data primer, yang telah diolah dengan cara tertentu dan tersedia pada lembaga-lembaga formal dan nonformal. Data tersebut berwujud dokumen laporan data statistik yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini secara rinci dikemukakan sebagai berikut.

1. Alat Pengungkap Data Pengelolaan Pembelajaran Mandiri

Pengelolaan pembelajaran kursus menjahit mandiri diungkap melalui: (1) perencanaan, yakni identifikasi masalah riil di lapangan, melakukan analisa strategi pemecahan masalah, dan membimbing peserta kursus dalam melakukan perencanaan; (2) pelaksanaan, mencakup: membimbing peserta kursus menyelesaikan tugas yang telah didesain pada tahap sebelumnya, membimbing peserta kursus melakukan pengujian produk pakaian, dan membimbing peserta kursus presentasi antar kelompok; dan (3) evaluasi, yaitu evaluasi proses dan hasil pengelolaaan pembelajaran kursus menjahit mandiri.


(33)

Alat pengungkap data ini dikembangkan dalam bentuk pernyataan dan empat pilihan jawaban pada masing-masing item. Kisi-kisi bentuk awal adalah sebagai berikut.

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Data Pengelolaan Pembelajaran (sebelum uji coba)

Aspek Indikator No. Item

1. Perencanaan Identifikasi pada masalah riil di lapangan

1 1

Melakukan analisa strategi pemecahan masalah (solving)

2,3,4 3

Membimbing peserta kursus

melakukan perencanaan (designing)

5 1

2. Pelaksanaan Membimbing peserta kursus menyelesaikan tugas yang telah didesain pada tahap sebelumnya (producing/creating)

1,5,6,7 4

Membimbing peserta kursus melakukan pengujian produk (evaluating).

2 1

Membimbing peserta kursus presentasi antar kelompok (sharing

3,4 2

3. Evaluasi Proses 1,2,4,6,8 5

Produk 3,7,8 3

JUMLAH 20

Sebelum digunakan, alat ini dikenakan uji validitas dan reliabilitas terhadap 20 orang sebelum digunakan dalam menjaring data penelitian. Uji validitas dalam hal ini menggunakan teknik korelasi item-total dengan rumus korelasi Spearman, sedangkan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha Cronbach. Kedua analisis statistik tersebut dilakukan dengan bantuan software SPSS 12.


(34)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah item yang terpilih sebanyak 17 item, sedangkan sisanya (3 item) dinyatakan tidak valid. Instrumen penelitian tersebut memiliki indeks reliabilitas yang memadai. Secara lengkap uraian proses dan hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Berikut disajikan kisi-kisi pengungkap data tentang pengelolaan pembelajaran sesudah uji coba.

Tabel 3.4.

Kisi-kisi Instrumen Pengungkap Data Pengelolaan Pembelajaran (sesudah ujicoba)

Aspek Indikator No. Item

1. Perencanaan Identifikasi pada masalah riil di lapangan

1 1

Melakukan analisa strategi pemecahan masalah (solving)

3,4 2

Membimbing peserta kursus

melakukan perencanaan (designing)

- 0

2. Pelaksanaan Membimbing peserta kursus menyelesaikan tugas yang telah didesain pada tahap sebelumnya (producing/creating)

1,5,6,7 4

Membimbing peserta kursus melakukan pengujian produk (evaluating).

2 1

Membimbing peserta kursus presentasi antar kelompok (sharing

3,4 2

3. Evaluasi Proses 1,2,4,6,8 5

Produk 3,5 2

JUMLAH 17

2. Alat Pengungkap Data Kompetensi Peserta Kursus

Pengukuran kompetensi peserta kursus diukur berdasarkan 3 dimensi dalam kompetensi yaitu 1) pengetahuan, dalam dimensi ini pengetahuan peserta kursus diukur berdasarkan penguasaan pada (a) melaksanakan prosedur


(35)

keselamatan kerja, (b) menjahit dengan alat tangan, (c) menjahit dengan mesin 1 dan (d) melakukan penyetrikaan. 2) keterampilan adalah dimensi yang mengukur kemampuan peserta kursus dalam mempraktekan hasil pembelajaran yang diukur melalui (a) proses pembuatan baju dan (b) hasil baju yang dibuat.

Berikut disajikan kisi-kisi pengungkap data tentang kompetensi menjahit level 1 sesudah uji coba.

Tabel 3.5.

Kisi-kisi Alat Pengungkap Data Penguasaan Kompetensi Menjahit Level 1

Dimensi Indikator No. Item

1.Pengetahuan Melaksanakan prosedur keselamatan kerja

1, 2, 3, 4, 13, 24, 43, 45

8 Menjahit dengan alat tangan 5, 6, 7, 8, 9,

10, 11, 12, 25, 26, 28, 29, 37, 39, 42, 48, 49

17

Menjahit dengan Mesin 1 14, 15, 16, 17, 18, 21, 23, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 38, 40, 41, 44, 46, 47, 50

21

Melakukan Penyetrikaan 19, 20, 36 3 2. Keterampilan Pembuatan Pakaian (Proses) Bagian 1 1 Pembuatan Pakaian (Prodak) Bagian 2 1

Jumlah 46

3. Alat Pengungkap Data Kemandirian Peserta Kursus

Kemandirian merupakan dimensi ketiga yang mengukur perubahan perilaku dari peserta kursus yang ditinjau dari aspek (a) afektif yaitu perubahan pola berpikir secara umum (b) percaya diri, (c) orientasi pada tugas, (d)


(36)

pengambilan resiko, (e) kepemimpinan, (f) keorisinilan (g) orientasi ke depan. Kisi-kisi alat pengungkap data ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.6

Kisi-kisi Alat Pengungkap Data Kemandirian Peserta Kursus (sebelum uji coba)

Dimensi Indikator No. Item

Kemandirian 1. Afektif 1, 2, 3, 4 4

2. Percaya diri 5,6 2

3. Orientasi tugas 7,8,9,10 4

4. Pengambilan resiko 11 1

5. Kepemimpinan 12,13 2

6. Keorisinilan 14,15,16,17,18 5 7. Orientasi ke depan 19,20 2

JUMLAH 20

Sebelum digunakan, alat ini dikenakan uji validitas dan reliabilitas terhadap 20 orang sebelum digunakan dalam menjaring data penelitian. Uji validitas dalam hal ini menggunakan teknik korelasi item-total dengan rumus korelasi Spearman, sedangkan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha Cronbach. Kedua analisis statistik tersebut dilakukan dengan bantuan software SPSS 12.

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah item yang terpilih sebanyak 17 item, sedangkan sisanya (3 item) dinyatakan tidak valid. Instrumen penelitian tersebut memiliki indeks reliabilitas yang memadai. Secara lengkap uraian proses dan hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran.

Berikut disajikan kisi-kisi pengungkap data tentang kemandirian sesudah uji coba.


(37)

Tabel 3.7

Kisi-kisi Alat Pengungkap Data Kemandirian Peserta Kursus (sesudah uji coba)

Dimensi Indikator No. Item

Kemandirian 1. Afektif 1, 2, 3, 4 4

2. Percaya diri 5,6 2

3. Orientasi tugas 7,9,10 3

4. Pengambilan resiko 11 1

5. Kepemimpinan 13 1

6. Keorisinilan 14,15,16,17,18 5

7. Orientasi ke depan 19 1

JUMLAH 17

4. Jenis Alat Pengumpul Data yang Digunakan

Dalam penelitian ini jenis alat pengumpul data yang digunakan memiliki kefungsian yang berbeda, mengingat subjek penelitian memiliki tugas dan peran yang berbeda di dalam program kursus. Alat pengumpul data tersebut meliputi: (1) Alat pengumpul data yang berupa studi dokumen; (2) Alat pengumpul data yang berbentuk pedoman wawancara; (3) Alat pengumpul data yang berbentuk pedoman observasi. Ketiga alat pengumpul data tersebut digunakan untuk menjaring dan merekam kondisi pembelajaran kursus mandiri yang dilaksanakan, interaksi antara peserta kursus dan interaksi antara peserta kursus dan instruktur. (4) Alat pengumpul data yang berupa angket dan tes untuk melihat hasil belajar peserta kursus. Masing-masing alat pengumpul data disajikan berikut ini :

a. Wawancara. Wawancara dilakukan pada beberapa pihak yang memiliki pengaruh langsung dengan penyusunan program kursus yaitu

1) Lembaga kursus yaitu pemilik lembaga dan instruktur program yang memberikan informasi mengenai program pembelajaran yang telah dipakai


(38)

dan model program pembelajaran mandiri yang diujicobakan di lembaganya.

2) Peserta kursus yang memberikan informasi mengenai hambatan yang dialami oleh peserta dalam mengikuti program pembelajaran mandiri serta saran untuk perbaikan program pembelajaran tersebut.

3) Lulusan kursus yang telah bekerja dan belum bekerja untuk mengetahui berbagai kendala atau hambatan yang dihadapi dalam bekerja atau hingga mereka belum bekerja. Serta kemampuan yang telah dimiliki oleh lulusan yang harus terus dipelihara untuk menjaga kelangsungan kinerja lulusan kursus selanjutnya.

Melalui wawancara ini dilakukan tanya jawab secara sistematik dengan berdasar pada tujuan penelitian yang dilakukan langsung kepada subyek penelitian dan informan yang terdiri dari orang-orang yang dianggap mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan kursus serta hasil nyata dari profesionalitas lulusan kursus di masyarakat.

b. Observasi. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain untuk memperoleh data informasi tentang kondisi subyek penelitian dan lokasi pelaksanaan pembelajaran kursus seperti: kondisi kelas, penggunaan waktu, media dan sarana belajar seperti peralatan menjahit dan mesin-mesin yang mendukung proses pembelajaran. Adapun hal-hal yang diobservasi dari tempat kursus antara lain status kepemilikan usaha, bangunan fisik, alat belajar dan sebagainya. Observasi dilakukan dengan cara mengamati,


(39)

mendengarkan dan bahkan merasakan apa yang dialami oleh peserta kursus menjahit.

c. Angket untuk peserta kursus berbentuk tanggapan berskala tentang komponen pengelolaan pembelajaran dan kemandirian.

d. Sedangkan tes untuk mengungkap penguasaan kompetensi menjahit level 1 yang teraktualisasikan dalam tes teori dan prakek. Tes kompetensi ini mempergunakan tes yang terstandar yang disusun dari Lembaga Sertifikasi Menjahit.

e. Studi Dokumentasi. Untuk melengkapi empat teknik yang telah dikemukakan di atas, maka dalam pengumpulan data ini dipergunakan pula teknik studi dokumenter, hal ini dilakukan untuk melacak berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan program kursus dan dokumen-dokumen yang dimiliki lembaga kursus. Tujuan dari studi dokumentasi ini untuk mendapatkan data-data bukti fisik yang berupa informasi tertulis yang berkaitan dengan penelitian ini. Dokumentasi yang diteliti berupa bahan tertulis atau laporan yang menyangkut data peserta, kondisi secara keseluruhan mengenai program kursus menjahit Pelita Massa, termasuk instruktur yang bekerja di lembaga tersebut.

D. Penyusunan dan Ujicoba Alat Pengumpul Data

1. Alat Pengumpul Data yang Diujicobakan dan yang Tidak Diujicobakan

Kelima jenis alat pengumpul data yang dikembangkan tidak semuanya diujicobakan di lapangan artinya uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara


(40)

berbeda dari kelima bentuk tersebut. Untuk alat pengumpul data yang berbentuk studi dokumen, wawancara, dan observasi, uji validitas dilakukan pada validitas teoritik dan empirik. Untuk alat pengumpul data yang berbentuk angket dengan tanggapan berskala, uji validitas dan reliabilitas dilakukan secara empirik dengan uji statistik.

2. Tempat dan Waktu

Ujicoba alat pengumpul data penelitian dilakukan di wilayah Kota Bandung dilaksanakan pada peserta reguler yang dijadikan wilayah penelitian eksperimen. Dipilihnya wilayah Kota Bandung dengan pertimbangan wilayah penelitian eksperimen supaya tetap tidak terkontaminasi oleh kegiatan ujicoba.

Pertimbangan dipilihnya peserta kursus reguler di LKP Pelita Massa Kota Bandung, yakni di Kota Bandung merupakan daerah perkotaan. Karakteristik itu dipilih karena memiliki perbedaan dengan karakteristik yang ada di wilayah penelitian eksperimen dilihat dari pergaulan dan kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan ujicoba alat pengumpul data, dilakukan secara LPK Pelita Massa Kota Bandung mulai bulan September 2009.

3. Penyelenggaraan Ujicoba Alat Pengumpul Data

Kegiatan ujicoba alat pengumpul data, peneliti hanya bekerjasama dengan pengelola kursus karena sebelumnya telah menjalin kerjasama sehingga peneliti tidak mengalami kendala. Pihak pengelola sangat mendukung kegiatan penelitian karena diharapan akan membantu kemajuan dari kursus yang diselenggarakan.


(41)

Prosedur yang ditempuh dalam proses pengumpulan data penelitian ini adalah: (1) membuka pertemuan dengan salam dan perkenalan singkat, (2) menyampaikan maksud dan tujuan pengisian instrumen penelitian, (3) mengecek presensi peserta, (4) membagikan instrumen lengkap dengan lembar jawaban, (5) memberikan penjelasan berkenaan dengan cara pengisian lembara jawaban setiap instrumen penelitian, (6) memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya, (7) mengumpulkan lembar jawaban dan instrumen penelitian, (8) menutup pertemuan dan menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan dan kesediaan responden menjawab setiap butir pernyataan instrumen penelitian, dan (9) lembar jawaban peserta kemudian diperiksa kelengkapannya satu-persatu.

4. Hasil Ujicoba Alat Pengumpul Data Validitas dan Reliabilitas

Pertama, data yang bersifat kualitatif pengolahan dilakukan dengan cara merekam dan mendeskripsikan data yang diperoleh secara sistematis. Kedua, data yang bersifat kuantitatif, pengolahan dilakukan melalui prosedur standar dengan pengolahan data kuantitatif dengan melakukan editing, coding, scoring, dan tabulating (Kamil, 2002). Selanjutnya dilakukan juga untuk melihat tingkat “keterbacaan” ketersediaan data di lapangan, juga melihat validitas dan reliabilitasnya.

Jika hasil ujicoba itu ditemukan rumusan pertanyaan/pernyataan yang tidak dapat dipahami atau kurang jelas, maka rumusan diperbaiki sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman responden. Uji validitas instrumen untuk mengetahui “ketepatan” data yang diperoleh dengan instrumen tersebut.


(42)

Sedangkan uji reliabilitas instrumen untuk mengetahui “keajegan” instrumen (Anastasi dan Urbina, 1997 dalam Kamil 2002).

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk instrumen yang berbentuk skala, dengan sistem pengujian melalui tes statistika dengan bantuan program SPSS for windows. Uji validitas dalam hal ini menggunakan teknik korelasi item-total dengan rumus korelasi Spearman, sedangkan uji reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach.

E. Langkah-Langkah Kegiatan Penelitian 1. Prosedur Penelitian

Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan (research and development) maka prosedur penelitian yang ditempuh sebagai berikut:

a. Melakukan studi pendahuluan, diantaranya kajian kepustakaan, data-data sekunder dan laporan-laporan penyelenggaraan pembelajaran mandiri serta pengamatan secara umum terhadap berbagai permasalahan dan kebutuhan dalam pembelajaran kursus menjahit di lapangan. Selanjutnya disusun dalam satu draft disain penelitian untuk kemudian didiskusikan dengan rekan-rekan satu angkatan mahasiswa S3 Program Studi PLS.

b. Mengembangkan desain penelitian desertasi berdasarkan kerangka pemikiran yang diperoleh dari langkah pertama. Kemudian desain diseminarkan di hadapan dosen pembina, dan direvisi sesuai saran-saran yang disampaikan dalam seminar.


(43)

c. Mengembangkan instrumen identifikasi untuk melaksanakan studi eksplorasi. Instrumen yang dibuat terdiri dari (a) pedoman wawancara untuk lembaga kursus menjahit di kota Bandung, (b) pedoman wawancara untuk perusahan menjahit atau bengkel (c) pedoman wawancara untuk peserta kursus menjahit, (d) pedoman wawancara untuk lulusan kursus menjahit yang telah bekerja, dan (e) pedoman wawancara untuk dinas/lembaga terkait. Instrumen yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan dan direvisi atas masukan dosen pembimbing.

d. Melakukan studi ekplorasi kegiatan pembelajaran kursus menjahit yang diselenggarakan oleh kursus menjahit yang ada di Kota Bandung. Lembaga kursus yang menjadi lokasi penelitian adalah LPK Pelita Massa. Kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat, dan kantor Dinas Tenaga Kerja. Hasil studi eksplorasi selanjutnya dianalisis, disusun laporannya dan dikonsultasikan kepada dosen pembimbing.

e. Mengembangkan model program pembelajaran mandiri yang menjalin kemitraan antara lembaga kursus dengan pihak industri. Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan model konseptual ini adalah;

1) mengolah dan mendeskripsikan temuan studi eksplorasi

2) menelaah berbagai laporan latihan berbasis kompetensi yang diselenggarakan oleh Diklusepora, Disnaker maupun yang dilaksanakan oleh masyarakat.

3) mengkaji teori-teori dan konsep yang hendak dijadikan acuan dalam melakukan pengembangan model kepustakaan dan dokumen.


(44)

4) menyusun draft model konseptual.

5) melakukan diskusi terbatas dengan disnaker, lembaga kursus, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan pihak industri.

6) merevisi draft model konseptual berdasarkan masukan dari praktisi dan pembina program pendidikan luar sekolah.

f. Melakukan validasi model konseptual kepada para pakar, pengembang program PLS dan penyelenggara yang relevan dengan pengembangan model pembelajaran mandiri yang dikembangkan. Pihak-pihak yang memvalidasi model selain dosen pembimbing, lembaga kursus, disnaker dan dinas pendidikan

g. Merevisi model konseptual berdasarkan masukan dari pakar dan penyelenggara. Revisi yang dilakukan antara lain berkenaan dengan cakupan dan relevansi isi model dengan praktis penyelenggaraan pembelajaran kursus di lapangan.

h. Melakukan ujicoba model konseptual dalam kancah yang sesungguhnya. i. Melakukan penghalusan model. Dalam tahap ini terdiri atas dua kegiatan

utama yaitu: (a) melakukan pengolahan dan analisa data temuan, dan (b) revisi dan formulasi model. Pada kegiatan pengolahan dan analisis data temuan, datanya diperoleh dari hasil posttest, catatan lapangan, focus group discussion, dokumentasi dan wawancara, baik data yang sifatnya kualitatif maupun kuantitatif.


(45)

j. Menyusun laporan penelitian menjadi naskah desertasi. Naskah desertasi disusun sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah, saran-saran dosen pembimbing dan penguji pada sidang ujian.

Secara keseluruhan terdapat sepuluh langkah kegiatan penelitian dan pengembangan yang sejalan dengan penyusunan laporan studi dari Bab I sampai dengan Bab IV. Langkah pertama merupakan pijakan dasar dalam mengelaborasi gagasan dan perenungan terhadap masalah yang akan diteliti. Pada langkah kedua merupakan formulasi gagasan dalam sebuah naskah desain. Langkah ketiga dan keempat merupakan rangkaian kegiatan menemukan dan mendalami masalah yang hendak diteliti melalui studi eksplorasi.

Langkah kelima, keenam dan tujuh adalah langkah pengembangan model konseptual program pembelajaran mandiri yang ditempuh melalui kajian dari praktisi, pembina program dan pakar yang relevan dengan topik yang dikaji. Langkah kedelapan dan kesembilan merupakan ajang ujicoba (perlakuan) terhadap model konseptual yang akan dikembangkan. Proses ini berlangsung secara intensif di lapangan untuk menguji efektifitas model. Terakhir adalah langkah kesepuluh menuangkan temuan penelitian ke dalam naskah laporan penelitian.

Adapun alur pengembangan model dalam penelitian ini, dijelaskan dalam bagan berikut ini:


(46)

Bagan 3.1

Alur Pengembangan Model

2. Rancangan Studi Eksperimen

Untuk menguji efektivitas model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus. Desain eksperimen dalam studi ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kelompok ekperimen (E) = R X O2

Kelompok kontrol (C) = R O4

Dalam studi eksperimen ini setiap lembaga kursus secara acak pesertanya dibagi ke dalam dua kelompok, masing-masing sebagai kelompok eksperimen (E) dan kelompok kontrol (C). Kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran mandiri (X) sedangkan kelompok kontrol pembelajarannya tidak menggunakan pembelajaran mandiri.

Eksperimen yang dilakukan mempergunakan desain true experiment. (Sugiyono, 2008:76). Bentuk dari desain true experiment yang dipergunakan adalah post test only control design. Bentuk ini dipilih berdasarkan asumsi bahwa


(47)

seluruh peserta kursus belum memiliki keterampilan menjahit, sehingga dikategorikan tidak berpengetahuan dan keterampilan dasar menjahit. Pengetahuan dan keterampilan menjahit peserta kursus baru dapat diukur setelah mereka menyelesaikan pembelajaran kursus selama 3 bulan.

Kelompok eksperimen yang dikenakan perlakuan pembelajaran mandiri adalah peserta kursus pada LKP Pelita Massa Jl. Ibu Inggit Ginarsih No. 52 Kota Bandung yang dilaksanakan mulai September 2009 hingga Maret 2010. Adapun kelompok kontrol adalah peserta kursus menjahit di LKP Pelita Massa Kabupaten Sumedang dan Kota Bogor dengan waktu pengambilan angket dan hasil tes dilakukan pada bulan November 2009.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dipilah ke dalam analisis data dalam rangka pengembangan model dan analisis data dalam rangka uji efektivitas model. Analisis data dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara, dilakukan melalui analsis logis. Data kualitatif antara lain berkaitan dengan pengembangan model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus.

Untuk menghindari subjektivitas dan bias terhadap data yang dikumpulkan dari hasil amatan dan wawancara, maka digunakan kriteria tertentu untuk memeriksa keabsahannya. Kriteria ini mengacu kepada pendapat Sugiyono (2008:269-277) yang mencakup empat hal yaitu credibility, transferbility, auditability dan confirmability.


(48)

1. Creadibility atau derajat kepercayaan (kredibilitas). Ini sebagai pengganti konsep validitas internal dalam pendekatan kuantitatif. Teknik untuk menentukan kredibilitas dalam penelitian kualitatif dapat ditempuh melalui: a. memperpanjang masa amatan selama penelitian dengan melakukan

wawancara pada peserta kursus dan instruktur, adapun pengamatan difokuskan pada kegiatan pembelajaran;

b. pengkajian dan analisis akan pada dokumen hasil kegiatan pelatihan subsidi program kursus menjahit yang dilaksanakan mulai tahun 2006; c. triangulasi yaitu melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dalam

hal ini adalah pengelola program, instruktur kursus dan peserta kursus dan mempergunakan teknik yang berbeda yaitu wawancara, angket dan observasi;

d. mendiskusikan dengan para pihak yang kompeten yang dalam hal ini adalah praktisi dalam hal ini adalah sekretaris Lembaga Uji Kompetensi Menjahit dan pakar dan ahli dibidang pembelajaran pendidikan luar sekolah;

e. memakai referensi, dalam hal ini peneliti mempergunakan referensi terbaru baik dalam kajian konseptual untuk pembelajaran maupun dalam aturan dan kebijakan dalam penyelenggaraan program keterampilan menjahit ;

f. melakukan member check yaitu kesepakatan akan data yang dianalis bersama intruktur, pengelola dan warga belajar.


(49)

2. Transferability atau daya keteralihan. Dalam pengembangan model pembelajaran mandiri daya keteralihan untuk dapat dipergunakan pada lembaga kursus lain yang ingin mengembangkan pembelajaran serupa pada pelatihan subsidi yang diselenggarakannya dilakukan dengan memberikan gambaran yang rinci, jelas dan sistematis pada model implementasi sehingga diharapkan akan mampu memberikan kejelasan bagi pembacanya.

3. Depenability. Ini merupakan konsep reliabilitas dalam riset kuantitatif. Dalam menjaga nilai keterandalan dalam penelitian ini maka peneliti melakukan kegiatan bimbingan yang intensif bersama pembimbing dalam menentukan fokus masalah, penentuan sumber data, analisis, uji keabsahan data hingga dalam pembuatan kesimpulan. Semua itu didokumentasikan untuk menjaga apabila diperlukan adanya “audit trail” sebagai penyatuan dependabilitas dan komfirmabilitas.

4. Comfirmability atau daya kepenguatan. Objektivitas pada penelitian ini dilakukan melalui ujian-ujian yang diikuti oleh peneliti sebagai bagian kulminasi dari penyelesaian studi di S3.

Dalam pada itu, analisis data kualitatif merupakan proses penyusunan, simplifikasi data ke dalam formula yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasi. Analisis data dalam penelitian ini melalui langkah yang sangat penting dalam suatu penelitian, yaitu

1. peneliti melakukan kegiatan mengolah data yang terkumpul melalui pengamatan, wawancara maupun studi dokumentasi, dan mulai sejak awal hingga akhir pengumpulan data.


(50)

2. Reduksi data yaitu menelaah kembali seluruh catatan lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi. 3. Display data, yaitu merangkum data/informasi pokok, kemudian disusun

di dalam bentuk yang lebih sistematis dan deskriptif, sehingga memudahkan dalam mencari tema sentral sesuai fokus atau rumusan permasalahan penelitian dan memudahkan dalam memberi makna.

4. Verifikasi dan kesimpulan, yaitu kegiatan penelitian dalam melakukan pencarian makna dari data yang lebih teliti dan dibuat suatu kesimpulan yang transparan dan akurat.

Sementara itu, untuk proses analisis data kuantitatif ditempuh langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, verifikasi data penelitian dengan tujuan untuk memilahkan antara data yang memadai dengan yang tidak memadai untuk diolah. Verifikasi ini didasarkan atas kelengkapan jawaban dan kewajaran jawaban. Jawaban yang tidak lengkap -- dalam arti ada butir penyataan yang tidak dijawab – dan jawaban yang tidak wajar, misalnya jawabannya sama untuk semua butir pernyataan atau jawabannya mengikuti pola tertentu, tidak diikutsertakan dalam pengolahan data lebih lanjut. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa semua data yang masuk semuanya memadai untuk diolah lebih lanjut

Kedua, menghitung skor setiap responden untuk setiap komponen yang diperlukan dalam pengujian hipotesis berkenaan dengan uji komparatif. Hasilnya kemudian disajikan dalam tabel induk data penelitian.


(51)

Ketiga, melakukan analisis data untuk menguji efektivitas model. Untuk keperluan ini diuji melalui pengujian hipotesis. Hipotesis diuji dengan menggunakan statistika berupa pair sample test. Keseluruhan proses perhitungannya dilakukan dengan menggunakan paket program SPSS for Windows.


(52)

253 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Penelitian mengenai model pembelajaran kursus ini telah mencapai tujuan, yakni menghasilkan pengembangan model pembelajaran mandiri dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus menjahit pada program kursus bersubsidi. Peningkatan kompetensi dan kemandirian tersebut teraktualisasi melalui penambahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang secara kolaboratif.

Merujuk kepada proses dan kepada produk akhir tersebut, penelitian ini telah menghasilkan beberapa temuan empirik yaitu :

1. Kondisi empiris penyelenggaraan program kursus menjahit di Jawa Barat. Dalam penyelenggaraannya kursus berfungsi menjembatani pendidikan formal dan dunia kerja. Setiap tahunnya pemerintah menyediakan anggaran baik dalam alokasi APBN maupun dana dekonsentrasi bagi program kursus dan lembaga pelatihan. Berbagai kebijakan dan aturan ditetapkan oleh pemerintah dalam upaya melakukan penataan dan pengorganisasiaan kursus menjadi lembaga yang lebih profesional seperti penetapan nomor induk lembaga dan perubahan kurikulum menjadi kurikulum berbasis kompetensi. Penetapan model pembelajaran mandiri berdasarkan pertimbangan akan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi sebagai berikut: pertama, efektivitas model pembelajaran ditinjau dari capaian atau penguasaan kompetensi pembelajaran


(53)

keterampilan berdasar pada kurikulum berbasis kompetensi ditinjau dari pencapaian pengetahuan maupun keterampilan dalam pembuatan pakaian. Kedua, kebermaknaan model pembelajaran mandiri dalam kursus menjahit dikembangkan agar peserta kursus memiliki motivasi belajar dan berusaha dalam memberdayakan diri dan lingkungannya. Ketiga, kesesuaian model pembelajaran mandiri dalam kursus menjahit dapat menjadi solusi bagi penyelenggara kursus sebagai implementator di lapangan dan pemerintah sebagai pemberi subsidi program dalam menyelenggarakan kursus bersubsidi yang profesional dan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

2. Model konseptual pembelajaran kursus menjahit yang telah divalidasi dalam meningkatkan kompetensi dan kemandirian peserta kursus dilakukan secara kolaboratif yang dikembangkan melalui penyempurnaan model pembelajaran kursus pada umumnya, antara lain adanya kerangka acuan yang disusun dalam bentuk analisis kebutuhan belajar diperkaya dan dipertajam dengan misi dan tujuan program kursus serta pengkondisian implementasi model di lapangan yang mencakup penerapan model pembelajaran mandiri yang melibatkan berbagai pihak. Hasil analisis kualitas model yang dilakukan secara sistemik menyimpulkan bahwa pengembangan model pembelajaran kursus menjahit mandiri telah menghasilkan hubungan yang tepat antar komponen model yakni: rasional model, tujuan, kurikulum, peserta kursus, instruktur, bahan ajar, media, dan evaluasi pembelajaran.

3. Implementasi model konseptual pembelajaran mandiri pada program pelatihan diselenggarakan dalam pengelolaan pembelajaran dimulai dari tahapan


(1)

258

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Strategi Membangun Motivasi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung: Andira

Ahmad, A. (2002). Model Kurikulum dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Kewiraswastaan bagi Wanita Pada Lembaga Kursus. Disertasi Program Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan

Amir,M. T. (2009). Inovasi pendidikan melalui problem based learning: bagaimana pendidikan memberdayakan pemelajar di era pengetahuan. Jakarta: Pradana Media Grup.

Andono. (2003). SKN Busana: “Custom-Made”. [Online]. Tersedia: http://media.diknas.go.id/media/document/3871.pdf. [akses: 12 April 2010]

Arends, R. I. (2008). Learning To Teach Balajar Untuk Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Borg, W.R.&Gall, M.D. (1989). Educational Research: An Introduction (5th Ed). New

York & London: Longman, Inc.

Coombs, P. H. dan Ahmed, M. (1984), Attacking Rural Property : HowNonformai Education Can Help. ICED : Essex. Bahama, O.P.& Bhatnagar, O.P.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup (Life Skill) Pendidikan Non Formal. Jakarta: Dirjen Diklusepa.

________________. (2007). Model Kompetensi Pengelola Kursus Wirausaha. Bandung: Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BP-PLSP) Regional II Jayagiri.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan. (2006). Kurikulum Berbasis Kompetensi Menjahit Pakaian/Tata Busana. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal.

_________________. (2009). Kursus Keterampilan Kreatif. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal.

_________________. (2009). Menjahit Pakaian (Berbasis Kompetensi). Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal


(2)

_________________. (2010). Bantuan Operasional Lembaga Kursus dan Kelembagaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Pendidikan Nonformal dan Informal.

________________. (2010). Lembaga Pembinaan Kursus dan Kelembagaan. [Online]. Tersedia: http://www.infokursus.net. [akses: 12 April 2010]. Gardner, H. (1991). The Unschooled Mind: How Children Think and How

Schools Should Teach. New York: BasicBooks.

Havighurst, R.J. (1961). The Nature and Values of Meaningful Free-time Activity. In R. W. Kleemeier (Ed), Aging and Leisure. New York: Oxford University Press

International Organization for Standardization. (2009). Learning Service for Non-Formal Education and Training – Basic Requirements for Service

Provider. [Online]. Tersedia:

http://shop.bsigroup.com/en/ProductDetail/?pid=000000000030196441. [akses: 12 April 2010]

Johnson & Johnson. (2001). Cooperative Learning Strategies. [Online]. Tersedia: www.clcre.com/pages/cl.html. [akses: 12 April 2010].

Kamil, M. (2002). Model Pembelajaran Magang Bagi Peningkatan Kemandirian Warga Belajar. Disertasi Program Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 45 Tahun 2002

Khamdi, W. (2005). Pembelajaran Berbasis Proyek. [Online]. Tersedia: http://www.snapdrive.net/files/571708/Buku%20II%20PjBL%20Final.pdf. [akses: 12 April 2010]

_________. (2007). Pembelajaran Berbasis Proyek: Model Potensial untuk Peningkatan Mutu Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://lubisgrafura.wordpress.com/2007/09/23/pembelajaran-berbasis-proyek-model-potensial-untuk-peningkatan-mutu-pembelajaran/. [akses: 12 April 2010]

_________. (2008). Project-Based Learning: Pendekatan Pembelajaran Inovatif. [Online]. Tersedia: www.snapdrive.net/files/571708/PBL-TEORETIK-TARAKAN.doc. [akses: 12 April 2010]


(3)

Kusumah, I. H. (2009). Implikasi Pendidikan Sepanjang ayat Terhadap Belajar Sepanjang Hayat dalam Pendidikan Luar Sekolah. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu. [akses: 12 April 2010]

Markam, T. et al. (2009). Hand Book: Project Based Learning-second edition. [Online].

Tersedia:https://share.nthls.com/NetworkResources/documentlibrary.nsf/0/ 253f866a18d1261b88257452004e4d55/$FILE/a-front.pdf. [akses: 12 April 2010]

Megawangi, R. (2007). Membangun SDM Indonesia Melalui Pendidikan Holistik

Berbasis Karakter. [Online]. Tersedia:

http://keyanaku.blogspot.com/2007_09_23_archive.html. [akses: 17 Oktober 2009]

Meriam, S. B. et al. (2006). Learning in Adulthood: A Comprehensive Guide. United States of America: Third Edition

Muhamad, N. (1994). Cooperatif Learning in the Sciense Classroom. Mc Graw Hill: Glencue

Mujiman, H. (2009). Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Munthe, B. ( 2009). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani Mu’tadin, Z. (2002). Kemandirian sebagai Kebutuhan Psikologis Bagi Remaja.

[Online]. Tersedia: http://www.

//daffodilmuslimah.multiply.com/journal/item/162/Kemandirian_Sebagai_ Kebutuhan_Psikologis_Pada_Remaja_ . [akses: 23 November 2009]. Nasution, S. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2008 tentang Uji

Kompetensi Bagi Peserta Didik Kursus dan Pelatihan Dari Satuan Pendidikan Nonformal atau Warga Masyarakat yang Belajar Mandiri. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Poerwadarminta, WJS. (1984). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ravitz, J. (2009). Summarizing findings and Looking Ahead to a New Generation

of PBL Research. [Online].

Tersedia:http://docs.lib.purdue.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1088&cont ext=ijpb. [akses: 12 April 2010]


(4)

Sagala, S. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Slavin, R.E. (1985). An Introduction to Cooperative Learning Research, Leraning to Cooperate, Cooperate to Learn. New York & London: Plenum Press Santyasa, I W. (2003). Pembelajaran fisika berbasis keterampilan berpikir

sebagai alternatif implementasi KBK. Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran, 22-23 Agustus 2003, Di Hotel Inna Garuda Yogyakarta.

__________. (2004). Seminar dan Lokakarya: Desain Pembelajaran Berbasis

Model SOI. [Online]. Tersedia:

http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files/PEMBELAJARAN_MOD EL_SOI.pdf. [akses: 12 April 2010]

__________. (2005). Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. [Online]. Tersedia: http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files/PEMBELAJARAN_INOV ATIF_1.pdf. [akses: 12 April 2010]

__________. (2006). Pembelajaran Inovatif: Model Kolaboratif, Basis Proyek,

dan Orientasi NOS. [Online]. Tersedia:

http://www.freewebs.com/santyasa/PDF_Files/COLLABORATIVE_MOD EL__PROJECT_BASED__DAN_ORIENTASI_NOS.pdf. [akses: 12 April 2010]

Setiawati, T. (2005). Optimalisasi Pembelajaran Manajemen Usaha Boga Melalui Pendekatan Magang. [Online]. Tersedia: http://pkk.upi.edu/invotec_40-48.pdf. [akses: 12 April 2010]

Simarmata, DJ. A. (1983). Operations Research Sebuah Pengantar Teknik-teknik Optimasi Dari Sistem Operasional. Jakarta: PT. Gramedia

Sobri, A. et al. (2005). Pelajaran Memotong dan Menjahit Pakaian Wanita dan Anak Tingkat Dasar. Bandung: Pelita Massa

Soedijarto. (1997). Memanfaatkan Kinerja Sistem Pendidikan Nasional dalam Menyiapkan Manusia Indonesia Memasuki Abad Ke-21.

Soetomo, S. et al. (1988). Pengembangan Kursus. Kerjasama Universitas Terbuka dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda dan Olah Raga

Sudjana S, D. (2004). Pendidikan Nonformal (Wawasan, Sejarah Perkembangan, Filsafat & Teori Pendukung, serta Asas). Bandung: Falah Production.


(5)

_________. (2004). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah Production. _________. (2005). Metoda dan Teknik Pembelajaran Pertisipatif. Bandung:

Falah Production.

_________. (2008). Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Rosda

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suherman. (2008). Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta Sukyadi, D. et al. (2007). Kewirausahaan. Bandung: Basen Press

Suprijanto. (2008). Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung: Bumi Aksara

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar: Konsep Kebijakan dan Implementasi. Bandung: Widya Aksara Press

Suryana, E. (2009). Menumbuhkan Budaya Belajar Munuju Kemandirian Berusaha. [Online]. Tersedia: http://www.fkip-

uninus.org/index.php/artikel-fkip-uninus-bandung/arsip-artikel/77-menumbuhkan-budaya-belajar-menuju-kemandirian-berusaha. [akses: 07 Juni 2009].

Syafaruddin. (2005). Manajemen lembaga pendidikan Islam, Cetakan I.Jakarta: Ciputat Press

Syaodih, N. (1993). Pengembangan Kemandirian: Suatu tinjauan kurikuler

Psikologis. Pidato Pengukuhan Guru Besar Pada IKIP Bandung: tidak

diterbitkan.

Taufik Amir, M. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Thomas, J. W. (2000). A Review Of Research On Project – Based Learning.

[Online]. Tersedia:

http://www.bobpearlman.org/BestPractices/PBL_Research.pdf. [akses: 12 April 2010]

Thomas, J.W dan Mergendoller, J. (2000). Managing Project Based Learning: Principles from the Field. [Online]. Tersedia:


(6)

http://www.bie.org/research/study/principles_from_the_field. [akses: 12 April 2010]

Tilaar, H.A.R. (1998). Manajemen Pendidikan Nasional: Kajian Pendidikan Masa Depan. Bandung: Remaja Rosdakarya

___________. (2000). Sistem Penyelenggaraan Pendidikan dan Integrasi Bangsa. Jakarta: Lembaga Managemen, Universitas Negeri Jakarta

___________. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

___________. (2003). Kekuasaan dan Pendidikan (Suatu Tinjauan dari Perspektif Kultural). Magelang: Indonesia Tera

___________. (2004). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: kencana

Trisnamansyah, S. (2003). Filsafat, Teori dan Konsep Dasar PLS. Diktat Kuliah. Bandung: PPS UPI.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003

Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 tentang RPJPN Tahun 2005 - 2009 Uno, H.B. ( 2008). Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar