PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN MENGELOLA PKBM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENGELOLA DALAM MENGELOLA PKBM MANDIRI DI JAWA TIMUR.

(1)

Dalam Mengelola PKBM Mandiri di Jawa Timur.

PKBM merupakan lembaga dan wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, karena kondisinya yang tidak memadai, maka tidak bisa memberikan layanan yang maksimal. Pengelola sebagai decision maker dalam pengelolaan lembaga, pengelola wajib memiliki dan menguasai kompetensi. Penelitian dilaksanakan di Jawa Timur, kepada pengelola PKBM dengan pengembangan model pelatihan mengelola PKBM.Tujuanya adalah mengetahui kondisi pengelolaan, pelaksanaan pelatihan, dan kompetensi pengelola PKBM saat ini,; menyusun model pelatihan konseptual; ujicoba model konseptual; implementasi model; dan mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur. Metode yang dikembangkan adalah R & D (Research and Development) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Teknik purposive random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan Uji t (uji beda) untuk mengukur kompetensi pengelola dan Uji korelasi untuk mengukur efektivitas model pelatihan. Hasil temuan penelitian ini adalah kondisi pengelolaan PKBM yang bersifat konvensional dan fungsional; pelaksanaan pelatihan saat ini bersifat top down; kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini cukup, maka solusinya adalah pelatihan; menghasilkan model pelatihan konseptual; melakukan ujicoba model konseptual; berhasil melakukan implementasi model; dan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM efektif untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. Rekomendasi: Jurusan pendidikan luar sekolah dapat menjadikan PKBM sebagai suatu solusi bagi lulusan untuk beraktivitas; Dirjen PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, diharapkan terus memperkuat eksistensi PKBM; dan Penelitian lebih lanjut, agar melengkapi responden dalam teamwork (ketua, sekretaris, dan tutor), model dan instrumen yang lebih terinci.

Kata kunci: model, pelatihan, kompetensi, mengelola.


(2)

Development of Training Models CLC Managing Competence To Improve Self Is In Managing CLC in East Java.

CLC is a container service agencies and community learning needs, because the condition is not sufficient, so it can not be optimal in providing services to the community. Is the dicision makers in managing institutions, managers are required to have and master the competencies. The purpose was to determine the conditions proposed to manage CLC, knowing the current implementation of training, competency management know CLC; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and the effectiveness of the training model in managing independent CLC. The method developed is the R & D (Research and Development) with qualitative and quantitative approaches. Purposive random sampling technique. Data collection techniques used were tests, observations, interviews, and documentation. Data analysis used the t test (different test) to measure the competence of managers and correlation test to measure the effectiveness of the training model. The findings of this study is managing CLC current condition, are conventional and functional; execution of the current training is top down; conditions CLC management competency assessment category is currently still insufficient, then the solution is training; construct conceptual models of training; trial of conceptual models; implementation models, and models manage CLC effective training to improve the competence of managers in managing independent CLC. Recommendation: apply the principles of lifelong learning beyond the condition of CLC management competencies; education courses outside school can make the CLC as a solution for graduates to move; DG PAUDNI, PNFI & NB, PNFI, CLC is expected to continue to strengthen its existence, and further research, in order to development of more models, and detailed instruments.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Penelitian

Tujuan Pembangunan Nasional Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya dan menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu sektor penggerak untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk menusia yang berkualitas, mandiri, kreatif, inovatif dan mempunyai kemampuan untuk mengolah potensi yang ada dalam masyarakat untuk mengembangkan dirinya, meningkatkan taraf hidupnya, dan masyarakat disekelilingnya. Sesuai dengan tiga pilar strategi pembangunan yang telah di canangkan oleh Presiden Republik Indonesia tahun 2009-2014 yaitu: pemberdayaan (empowerment), kewirausahaan (entrepreneurship) dan pengembangan ekonomi kreatif.

Era globalisasi dan modernisasi pembangunan di Indonesia melahirkan tuntutan, bahwa: Pertama, adanya sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki integritas kepribadian, pemikiran, dan keterampilan. Kedua, adanya perluasan, dan pemerataan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha (KBU), magang, beasiswa, dan lain-lain. Ketiga, pentingnya pendidikan luar sekolah yang menaruh perhatian di bidang keterampilan yang terintegrasikan dengan permintaan pasar global. Berarti adanya sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan akses, dan pemerataan pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan luar sekolah pada pembekalan keterampilan (Tjiptoherijanto, 1997: 28).

Sumberdaya manusia Indonesia, laki-laki, maupun perempuan diharapkan dapat mengaktualisasikan potensi diri secara optimal, dan melakukan pengolahan potensi sumberdaya alam sekitarnya. Mengingat jumlah pengangguran Indonesia mencapai 40,1 juta dari berbagai karakteristik; 34,6% merupakan pengangguran kelompok usia produktif, realitas tersebut jika tidak dicarikan alternatif pemecahannya akan menyisakan konflik dan gejolak social


(4)

yang tanpa ujung. Upaya dalam pengembangan dan menindaklanjuti program-program bidang tenaga kerja, dan bidang pendidikan secara sinergis menyelenggarakan program kecakapan hidup / life Skills.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) diakui dalam Undang-Undang Republik Indonesia, tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. Berarti secara yuridis formal, bahwa PKBM memiliki dasar hukum yang kuat untuk beroperasi di masyarakat. Masyarakat tidak harus merasa khawatir, apabila berkomitmen untuk mendirikan PKBM. Hal ini diimplementasikan dengan adanya bantuan dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi PKBM. Walaupun jumlah dana bantuan yang disediakan oleh pemerintah sangat terbatas, namun itu semua merupakan suatu dana pancingan sebagai kebijakan yang harus diambil oleh masyarakat dalam mendirikan PKBM.

Secara historis, PKBM yang dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1998, merupakan lembaga yang diadopsi dari tradisi budaya belajar masyarakat Jepang yang melembaga dalam bentuk Kominkan. Kominkan adalah sebuah institusi masyarakat yang tumbuh secara akar rumput (dari, oleh, untuk masyarakat) sesuai dengan kultur keswadayaan masyarakat Jepang. Kouminkan berkembang sejak era “Restorasi Meiji” hingga saat ini. Bahkan berdasarkan beberapa riset para pakar pendidikan Jepang, dan para pakar pendidikan Barat, kominkan bukan hanya menjadi salah satu icon Jepang yang handal dalam mendinamisasi proses dan mutu pendidikan orang Jepang, akan tetapi kominkan dapat memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan belajar orang Jepang, baik sebelum, selama, dan sesudah pendidikan formal. Model ini telah diadopsi oleh beberapa negara Asean dan Barat dengan penamaan yang berbeda-beda. Indonesia mengadop model ini dengan nama PKBM (Pusat kegiatan belajar masyarakat).

Kominkan (PKBM atau CLC) merupakan model atau lembaga relatif baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, yang diadopsi dari masyarakat Jepang melalui pendekatan top down. Langsung diambil oleh pemerintah, sehingga secara empirik PKBM ini tumbuh bagaikan cendawan di musim


(5)

penghujan. Apalagi dalam proses mendirikan PKBM diikuti dengan pemberian bantuan dana rintisan dan insentif yang cukup besar dan dengan jangkauan sangat luas. Dalam perjalanan waktu, perkembangan dan kemajuan yang dicapai PKBM sangat beragam sekali. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh beberapa sebab, antara lain: (1) motif pendirian PKBM semata-mata bertujuan untuk mendapatkan dana bantuan dari pemerintah saja; (2) komitmen yang lemah, sehingga tidak kunjung muncul jiwa voluntirisme para pengelola PKBM; (3) kemampuan mengelola yang tidak kunjung memadai, meskipun telah dilakukan pelatihan-pelatihan oleh pemerintah. Hal ini diduga menjadi faktor penghambat kemampuan dalam mengelola PKBM mandiri.

Ukuran sukses pelaksanaan program di masyarakat sebagai dampak dari investasi pemerintah, adalah berkembangnya pengetahuan, keterampilan dan sikap masyarakat untuk mandiri, baik dengan bekerja pada orang lain, maupun membuka usaha secara mandiri. Secara spesifik, pendidikan kecakapan hidup (life skills) yang dikembangkan melalui jalur pendidikan nonformal memiliki sasaran peserta didik yang berasal dari warga masyarakat yang membutuhkan keterampilan untuk bekerja, khususnya masyarakat miskin, tidak sekolah, menganggur, dengan menitikberatkan pada pendidikan dan pelatihan keterampilan (vocational) sesuai dengan kebutuhan pasar, dunia usaha dan dunia industri, serta potensi-potensi lokal yang layak untuk dikembangkan menjadi usaha-usaha ekonomi kreatif, dan produktif.

PKBM sebagai lembaga, maupun sebagai pendekatan pendidikan luar sekolah yang diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat, dan tuntutan pasar kerja, serta tersedianya sumber-sumber pendukung lainnya, seperti potensi lokal, dan sumber daya manusia yang terdapat di masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan kualitas, dan taraf hidup masyarakat melalui kegiatan usaha ekonomi produktif sebagai penumbuhkembang kemandirian perekonomian pada peserta didik. PKBM adalah suatu wadah berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat diarahkan pada pemberdayaan potensi lokal untuk menggerakkan pembangunan di bidang sosial, ekonomi,


(6)

dan budaya. Tujuan PKBM adalah memperluas kesempatan warga masyarakat, terutama masyarakat yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental agar terjadi perubahan pola pikir (mindset) yang diperlukan untuk perubahan tingkah laku dalam upaya mengembangkan potensi diri, dan bekerja mencari nafkah. Perubahan pola pikir yang terjadi pada masyarakat itulah diharapkan mampu menggerakkan mereka untuk bertingkah laku atau berusaha dalam memenuhi kebutuhan belajarnya secara mandiri (Ruchijat, 2006: 34).

PKBM merupakan sarana untuk mengintensifkan, dan

mengkoordinasikan berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat. Pelaksanaan pembelajaran terpusat di berbagai tempat, status mengelola dan pemilikan adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Masyarakat merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab terhadap program pendidikan yang diselenggarakannya, bahkan sebagai lembaga yang sangat diharapkan kehadiran dan keberadaannya di masyarakat lingkungan sekitarnya. Partisipasi masyarakat sebagai kunci keberhasilan suatu program pada lembaga kemasyarakatan.

PKBM sebagai salah satu lembaga sosial kemasyarakatan, dan wadah yang berfungsi sebagai pusat belajar bagi masyarakat untuk mengembangkan potensi diri, maupun potensi alam lokal, menjadikan keunggulan lokal. PKBM berada di tingkat kecamatan, bahkan kelurahan sebagai basis bagi masyarakat dalam melakukan berbagai kegiatan belajar. Diharapkan PKBM mampu mengembangkan potensi lokal masyarakat, sehingga lembaga, maupun masyarakat menjadi berkembang dan berdaya. Berdaya berarti memiliki kemampuan mengembangkan dirinya sendiri dengan bekal wawasan, sikap, keterampilan, serta pengetahuan melalui pelatihan, pendampingan, dan pembinaan. Pemberdayaan sebagai strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi, social dan transformasi budaya. Partisipasi masyarakat dipercaya sebagai sarana yang sangat efektif untuk menjangkau masyarakat miskin melalui upaya membangkitkan semangat hidup untuk dapat menolong diri sendiri, dengan melakukan perubahan mendasar, hingga menyentuh perubahan pola pikir (mindset), agar terjadi perubahan tingkah laku


(7)

pada diri mereka. Kemiskinan itu terjadi dikarenakan mereka terjebak oleh filosofi hidup mereka, sehingga terbelenggu oleh mindset-nya sendiri. Kondisi yang terbelenggu inilah yang harus dibuka oleh pengembang program-program kemasyarakatan.

Kondisi PKBM sampai saat ini dari hasil pengamatan di lapangan masih banyak yang memprihatinkan, karena tidak sedikit dengan kondisi matisuri antara hidup dan mati, kondisi tidak mengalami perkembangan (stagnan), kondisi “on of” (mengandalkan bantuan dana dari pemerintah). Adanya kegiatan, apabila memperoleh dana bantuan, dan sebaliknya tidak adanya kegiatan, apabila tidak mendapatkan dana bantuan. Pada hal dana bantuan tersebut dalam satu tahun hanya sekali. Kondisi ini tentunya sangat menyedihkan, karena dimiliki oleh sekitar 30% PKBM, dari 802 PKBM di Jawa Timur. Pengelola kurang memiliki visi, misi, dan komitmen yang kuat dalam pengembangan organisasi, karena terbatasnya wawasan pengelola, terutama dalam mengelola organisasi dan mengelola pembelajaran pada orang dewasa, serta penguasaan kompetensi pengelola. Pengelola kurang melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki potensi untuk terlibat dalam sosialisasi program dan lembaga ke masyarakat. PKBM tidak memiliki data base tentang kebutuhan belajar sasaran didik masyarakat sekitarnya. Bahkan tidak dikenal di lingkungan sekitar PKBM tersebut, sehingga pembelajaran tidak dapat berjalan berkelanjutan dalam memenuhi kebutuhan belajar masyarakat. Belum memiliki visi pengembangan potensi lokal daerah dan masyarakat sekitarnya. PKBM sebagai lembaga belum membangun jaringan dengan mitra kerja dunia usaha dan dunia industri, bahkan instansi terkait, belum mampu mengupayakan produk atau jasa yang menjadi unggulan sebagai penopang pendanaan utama dalam memberi layanan kepada masyarakat. PKBM harus berperan dan berfungsi sosial dan ekonomi, agar sebagai wadah belajar bagi masyarakat dapat diwujudkan oleh PKBM.

Prinsip yang dikembangkan pada PKBM adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Prinsip tersebut sampai saat ini, berarti PKBM belum mampu menjalankannya, karena disinyalir mengelola PKBM masih bersifat tradisional


(8)

dan sangat konvensional. PKBM belum mampu menjalankan fungsinya sebagai lembaga, maupun sebagai wadah untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat, dalam mewujudkan masyarakat berdaya dan gemar belajar. Oleh karena itu penelitian ini menjadi penting dan strategis untuk dilakukan, dengan harapan dapat meningkatkan kompetensi pengelola berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kemudian akan mengarah terjadinya perubahan pola pikir, dan tingkah laku pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri untuk melayani kebutuhan belajar masyarakat.

PKBM sebagai lembaga strategis bagi pendidikan nonformal harus senantiasa dibangun, dibina, dan dikembangkan, sehingga lembaga tersebut benar-benar dapat menjalankan peran dan fungsinya di masyarakat. Sejak tahun 1998 PKBM memiliki akses yang luas, meliputi; bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan kesehatan. Bidang kajian inilah dijadikan program-program untuk melayani dan pemenuhan kebutuhan belajar masyarakat, yang tentunya melalui identifikasi secara intensif, bertahap, dan terus menerus. Dengan demikian program yang dikembangkan akan berkelanjutan berdasarkan kebutuhan belajar masyarakat. Pemerintah memang telah juga melakukan pembinaan dengan pemberian pelatihan, namun pelaksanaan pelatihan sangat terbatas dan hanya sekali dalam satu tahun, serta tidak mampu melibatkan semua pengelola PKBM. Kondisi PKBM antara kenyataan, dan harapan, masih terjadi kesenjangan yang sangat tajam. Kesenjangan ini harus dilakukan pembenahan dan perbaikan dalam mengelola PKBM agar dapat menjalankan fungsi dan peran yang strategis di masyarakat, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaatnya. Dengan kondisi masyarakat kita yang masih membangun, sangat membutuhkan kehadiran PKBM mandiri dengan pengelola berkompetensi yang selalu berkembang, dan meningkat dalam mengelola program-programnya.

Mengelola PKBM yang ada saat ini yang masih bersifat tradisional atau konvensional dapat memunculkan permasalahan tersendiri, baik karena faktor internal, maupun faktor eksternal PKBM, termasuk kondisi tiap PKBM yang sangat bervariasi. Pengkategorian PKBM secara tegas belum ada, namun


(9)

secara umum kategori itu dapat diamati di lapangan terutama dalam mengelola dan penyelenggaraan program-programnya, baik program reguler, maupun program non reguler. Setiap daerah memiliki Forum Komunikasi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (FK-PKBM), namun selama ini kurang dapat berjalan dengan efektif. Peranan Forum tersebut sangat penting, dan sangat diharapkan dalam membina, dan mendampingi PKBM yang ada, sebagai partner dari pemerintah daerah dalam membina dan memfasilitasi perkembangan PKBM. Forum harus diupayakan mampu menjalankan fungsinya dalam membina dan mengembangkan PKBM, terutama PKBM yang masih mengalami masalah-masalah dalam perkembangannya.

Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi yang ada di Indonesia, yang terdiri dari 38 kota / kabupaten. Pemerintah Daerah Jawa Timur melalui Bidang Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Budaya (PNFI&NB) memiliki komitmen tinggi terhadap keberadaan dan perkembangan PKBM. Dalam dua tahun terakhir telah menyelenggarakan pelatihan bagi pengelola PKBM secara bertahap dan secara bergantian pada setiap tahunnya. Kegiatan pelatihan ini dinamai Orientasi Teknis bagi pengelola PKBM. Tiap tahun hanya dapat melakukan pelatihan sebanyak dua sampai empat angkatan dengan melibatkan 50 orang pengelola PKBM setiap angkatan, sehingga setiap tahun hanya dapat melatih 100 sampai 200 pengelola PKBM. Penyelenggaraan pelatihan tahun 2010 hanya 3 (tiga) angkatan, dan tahun 2011 dengan 4 (empat) angkatan. Materi pelatihan yang dikembangkan dalam Orientasi Teknis itu, meliputi: kebijakan PNFI, program PNFI &NB berbasis kewirausahaan, manajemen PKBM, revitalisasi PKBM, pemasaran produk dan HAKI, aplikasi pendidikan kecakapan hidup untuk pemberdayaan masyarakat, dan etos kerja dalam mengelola keuangan. Pelaksanaan Orintasi Teknis tersebut melibatkan nara sumber dari Perguruan tinggi, lembaga mitra, praktisi, dan bidang PNFI & NB sendiri. Metode yang digunakan untuk menambah pengetahuan dan membentuk sikap para pengelola PKBM adalah ceramah dan tanya jawab, diskusi, dan penugasan. Dilaksanakan di suatu tempat selama tiga hari. Hasil yang dicapai masih terbatas pada penambahan


(10)

pengetahuan mengenai materi yang diberikan oleh nara sumber kepada peserta, sharing dan silahturahmi antar pengelola, belum diupayakan secara lebih intensif. Belum diupayakan terjadi saling membelajarkan antar pengelola orang dewasa yang melakukan kegiatan bersama-sama.

Dalam pelatihan tersebut belum melakukan langkah-langkah pelatihan yang seharusnya, terutama analisis kebutuhan. Demikian juga belum ada produk yang dihasilkan oleh peserta pelatihan, belum terfokus, masih bersifat umum. Peserta pelatihan dapat mengikuti dengan mendengarkan paparan nara sumber dan sedikit waktu diskusi setiap di akhir pemaparan. Workshop belum dikembangkan untuk menghasilkan produk bagi pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri.

Oleh karena itu peneliti mengembangkan model pelatihan ini menjadi lebih komprehenship dan lengkap agar peningkatan kompetensi pengelola PKBM mampu mempersiapkan mengelola PKBM mandiri, dengan memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi setiap pengelola PKBM secara praktek. Kompetensi pengelola PKBM yang akan diberikan pada pelatihan, meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi manajerial. Standar minimal manajemen PKBM dan kewirausahaan. Analisis kebutuhan dalam suatu pelatihan pendidikan nonformal merupakan suatu keharusan untuk dilakukan, agar pelatihan mampu memecahkan masalah peserta didik. Keterlibatan peserta didik sejak awal sangat penting agar mereka diharapkan dapat memecahkan masalahnya sendiri, karena mereka adalah orang dewasa, dengan dibantu oleh pelatih dalam mengkoordinasikan dengan pengetahuan akademik, serta pengalaman. Prinsip pembelajaran orang dewasa yang digunakan, sehingga peserta didik menjadi objek sekaligus subyek dalam pelatihan.

Hasil analisis kebutuhan tersebut dijadikan dasar untuk menyusun langkah pelatihan selanjutnya; seperti menyusun materi pelatihan, tujuan pelatihan, metode pelatihan, strategi pelatihan, media pelatihan, instruktur pelatihan, dan eveluasi pelatihan.


(11)

Tabel: 1.1.

PKBM dalam Analisis SWOT

No. SWOT Kondisi Empiris

1. Strength (Kekuatan)

a. Jumlah PKBM di seluruh Indonesia hampir mencapai 10.000 lembaga.

b.Adanya success story sejumlah PKBM „terbukti‟ mampu mengatasi kebodohan, kemiskinan, dan membangun kesetiakawanan.

c. Adanya success story sejumlah alumni PKBM yang „berhasil‟, memanfaatkan keterampilan untuk dijadikan mata pencaharian.

d.Adanya sebagian anggota masyarakat yang telah „menikmati‟ kehadiran PKBM di tengah-tengah masyarakat.

e. PKBM mampu mengakomodasikan berbagai program belajar yang dibutuhkan masyarakat secara simultan. f. PKBM sebagai lembaga dan wahana pendidikan

nonformal yang fleksibel, dengan 3 dimensi kegiatan, yaitu pembelajaran, usaha, dan pengembangan masyarakat.

g. PKBM diakui dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, sebagai satuan pendidikan nonformal. h.PKBM tumbuh dalam berbagai latar belakang

komunitas, maka PKBM sebagai generic model untuk mengatasi berbagai permasalahan masyarakat.

i. PKBM telah dikenal luas di Negara-negara Asia Pasifik, khususnya Jepang telah memberi impact yang besar bagi kemajuan masyarakatnya.

j. Adanya bantuan dana dari pemerintah pusat, maupun daerah untuk mendukung eksistensi PKBM.

k.Adanya Forum PKBM di setiap provinsi dan di sejumlah besar Kabupaten/Kota di Indonesia dan sudah dimulainya jaringan PKBM Asia Pasifik.

2. Weakness atau

Kelemahan

a.PKBM belum dikenal luas oleh masyarakat dan birokrasi pemerintah, baik secara konseptual, program atau kiprahnya, dan potensi yang dimilikinya;

b.PKBM secara umum sangat terbatas pada kelembagaan, personalia, sarana dan prasarana, sistem manajemen dan kepemimpinan yang masih lemah;


(12)

c.Adanya PKBM yang berdiri dengan motivasi utama agar memperoleh dana bantuan dari pemerintah untuk kepentingan pribadi, sehingga kurang perduli terhadap pelaksanaan dan mutu program yang menimbulkan citra yang negatif bagi PKBM;

d.Belum terbukanya pemerintah dalam menyalurkan dan mendistribusikan anggaran, khususnya yang terkait dengan PKBM;

e.Usia PKBM yang masih muda, sehingga masih sangat terbatas kader-kader yang militan untuk memajukan PKBM;

f. Stakeholder umumnya masih memandang sebelah mata terhadap keberadaan pendidikan nonformal dan masih men‟dewa‟kan pendidikan formal, sehingga belajar di PKBM belum menjadi pilihan masyarakat.

3. Opportunity atau

Peluang

a. Banyaknya permasalahan dan masih rendahnya mutu pendidikan formal, sehingga pendidikan nonformal menjadi alternative, melalui PKBM bagi masa depan pendidikan;

b. Adanya tiga dimensi kegiatan PKBM, yang menarik partisipasi masyarakat dan dukungan lembaga-lembaga donor lain yang lebih luas;

c. Adanya komitmen global dalam MDGs (Millenium Development Goals) yang implementasinya di tingkat akar rumput, yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;

d. Adanya komitmen global tentang Education For All dan Life long Learning yang sebagian besar merupakan ruang cakupan PKBM;

e. Berbagai isu-isu global, yang implementasinya dapat dilakukan melalui pendekatan PKBM;

f. Berbagai isu nasional, dapat diimplementasikan melalui pendekatan PKBM;

g. Menurunnya kepercayaan lembaga-lembaga donor internasional dalam menyalurkan dana bantuannya terhadap pembangunan masyarakat melalui birokrasi pemerintah memungkinkan penyalurannya dilakukan melalui PKBM;

h. Banyaknya lembaga-lembaga lokal, nasional, dan internasional yang memberikan kepedulian terhadap


(13)

persoalan-persoalan pendidikan, kemiskinan, dan pengembangan masyarakat, sebagai cakupan program PKBM;

i. Adanya kebijakan pemerintah agar BUMN mengalokasikan sebagian keuntungannya bagi dana pengembangan masyarakat, yang dapat menggunakan pendekatan PKBM;

j. Adanya sejumlah perusahaan menengah, maupun besar yang memiliki kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) dan mengalokasikan dana secara konsisten untuk itu, bisa didampingi melalui PKBM; k. Adanya sejumlah besar perguruan tinggi yang memiliki

sejumlah besar mahasiswa yang membutuhkan bentuk-bentuk pengabdian masyarakat, PKBM dapat menjadi wahana pengabdian tersebut;

l. Adanya sejumlah Jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), dan Himpunan Mahasiswa Jurusan PLS, serta berbagai organisasi mahasiswa yang memberikan kepedulian besar bagi pembangunan, PKBM dapat menjadi alternatif;

m.Potensi demografi, geografi, budaya dan sumberdaya ekonomi Indonesia membuka munculnya peluang usaha yang dapat digarap oleh PKBM;

n. Kerjasama antar negara-negara Asia Pasifik maupun dengan Negara lain memungkinkan peluang

pengembangan usaha, pembelajaran dan

pengembangan masyarakat bagi PKBM;

o. Adanya amanat konstitusi Negara Republik Indonesia untuk memberikan prioritas kepada pembangunan pendidikan dengan mengalokasikan anggaran yang cukup besar, di mana ruang pendidikan nonformal selama ini masih belum tergarap dengan sewajarnya; p. Adanya komitmen Perserikatan Bangsa Bangsa untuk

menetapkan dasawarsa Education for Sustainability Development, dimana PKBM dapat menjadi agen pelaksananya;

q. PKBM dapat dijadikan alternatif yang kuat dalam mengentas kemiskinan masyarakat, karena PKBM merupakan lembaga yang strategis, apabila kelembagaan PKBM itu kuat dan tangguh, dan


(14)

didukung oleh kebijakan program-program PNFI berbasis kewirausahaan.

4. Threat (Ancaman)

a. Adanya potensi konflik di antara berbagai lembaga yang bertanggung jawab untuk membina dan mengembangkan PKBM, dapat menimbulkan usaha-usaha kontra produktif bagi gerakan untuk memajukan PKBM;

b. Dapat muncul adanya sinisme sebagian anggota masyarakat terhadap PKBM, jika melihat perilaku beberapa oknum pembina, pengelola dan pelaksana PKBM yang memanfaatkan PKBM untuk mengambil dana bantuan pemerintah ataupun dari pihak donor lain untuk keuntungan pribadi semata.

c. Adanya beberapa oknum yang merasa „terancam‟ akan adanya gerakan PKBM yang murni dan kuat, sehingga membuat langkah-langkah „perlawanan‟ yang dapat menghambat gerak maju PKBM agar oknum-oknum tersebut tidak kehilangan „keuntungan‟ dari „manipulasi‟ dan KKN proyek PKBM;

d. Manajerial dan leadership pengelola PKBM yang lemah, menyebabkan lemahnya kelembagaan PKBM, sehingga kurang dipercaya oleh pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah yang lebih besar.

Sumber: Forum Komunikasi PKBM (FK-PKBM) Nasional, 2008: 25. Dari kondisi seperti di atas, dibutuhkan pengembangan dan pembinaan melalui pelatihan kompetensi yang intensif bagi pengelola-pengelola PKBM. Pelatihan akan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memperbaiki kondisi PKBM secara bertahap dan komprehensif. Perbaikan dimulai dari perubahan pola pikir para pengelola, pengembangan organisasi (manajerial dan leadership), pengembangan kerjasama dan persaingan, manajemen mutu terpadu dan manajemen belajar, manajemen strategis, sampai dengan pengembangan program-program belajar yang berbasis kebutuhan belajar masyarakat. Apabila hal ini sampai tidak dilakukan atau berlarut-larut, dikhawatirkan kondisi ini akan menjadi bertambah terpuruk. PKBM sebagai lembaga strategis dalam pendidikan nonformal untuk mengembangkan


(15)

program-programnya di masyarakat. Program-program tersebut diharapkan dapat menggerakkan partisipasi masyarakat untuk mencetak kader-kader yang dapat berperan aktif dalam pembangunan masyarakat, sehingga mampu mengurangi terjadinya kesenjangan di masyarakat.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Setiap penyusunan program pendidikan luar sekolah selalu diawali dengan melakukan kegiatan penting yaitu identifikasi kebutuhan dan sumber belajar. Kurikulum dan program pendidikan luar sekolah selalu disusun dari bawah (bottom up) ke atas (top down), bukan sebaliknya. Peserta didik sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran. Kegiatan identifikasi kebutuhan sangat menentukan keberhasilan suatu program pendidikan luar sekolah. Keberhasilan dalam melakukan identifikasi kebutuhan, berarti sebagian keberhasilan program telah dapat diraih, maka sangat penting dilakukan kegiatan identifikasi kebutuhan secara mendalam dan menyeluruh terkait dengan sasaran program pembelajaran dan sasaran didik.

Identifikasi kebutuhan awal dilakukan pada PKBM di Jawa Timur, ditemukan permasalahan-permasalahan dalam mengelola PKBM, mengapa PKBM tidak beranjak dari sejak berdirinya, mengapa lembaga PKBM tidak nampak perkembanganya, seperti stagnan, sehingga secara kelembagaan PKBM nampak lemah dan tidak berdaya.

Beberapa permasalahan yang ditemukan di lapangan dari pengamatan peneliti dalam mengelola PKBM, antara lain: 1) PKBM sebagai lembaga maupun wadah belum menjadi wahana pembelajaran masyarakat, masih kental mejadi kebutuhan lembaga pemerintah; 2) pengelola PKBM masih bersifat umum saja, belum mengarah pada penguasaan konsep pendidikan nonformal yang berorintasi pada pendidikan orang dewasa, dan memiliki kompetensi pengelola; 3) PKBM sangat tergantung pada dana bantuan pemerintah, belum menunjukkan kemandirian dalam mengelola lembaga; 4) kondisi PKBM masih lemah, belum menunjukkan perkembangan yang memadai dengan komitmen pengelola agar lembaga memiliki roh; 5) belum nampak adanya pendampingan dalam setiap program yang dikembangkan; 6) program dikembangkan atas dasar kebutuhan PKBM, bukan atas dasar kebutuhan belajar masyarakat, karena belum melakukan identifikasi kebutuhan secara intensif; 7) program


(16)

masih bersifat proyek, belum berlangsung secara berkesinambungan dan belum mengacu pada kebutuhan masyarakat dalam data base; 8) belum nampak adanya kerjasama antar PKBM, dan memfungsikan FK-PKBM dalam menjalankan lembaga; 9) tenaga pengelola PKBM kurang mendapatkan pelatihan, terutama berkaitan dengan pendidikan nonformal dan andragogi, sehingga mengelola PKBM secara tradisional; 10) belum adanya tenaga ahli atau nara sumber yang mendampingi PKBM dalam menjalankan fungsinya; 11) belum nampak upaya yang keras untuk memberdayakan masyarakat dan menjadikan masyarakat gemar belajar; 12) kurang dikembangkan adanya program maupun produk unggulan yang dapat dikerjasamakan dengan Du/Di, karena program PKBM belum fokus; 13) program PKBM sangat kental dari pemerintah, belum mampu melaksanakan prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat; dan 14) PKBM sangat tergantung pada program pemerintah yang kemampuanya sangat terbatas, belum adanya keterlibatan tokoh masyarakat, tenaga akademisi, FK-PKBM, dan Dunia usaha / Dunia industri, dalam memperkuat kelembagaan PKBM.

KESENJANGAN

PEMECAHAN MASALAH

Gambar: 1.1. Proses Menentukan Kebutuhan Belajar. Sumber: Pemikiran Peneliti.

-Tidak/Kurang berkembang -Kondisi On OFF

-Program bila ada dana -sangat tergantung pada bantuan pemerintah. -Pengelola kurang paham Pembelajaran PLS (POD), -Komitmen berdirinya Meraih dana/tadak jelas -pengelola kurang menguasai manajemen kelembagaan

-Tidak bermitra

-Komitmen pendirian unt masyarakat gemar belajar -melayani kebutuhan bela jar masyarakat.

-mandiri dan berkembang -Pengelola memahami pembelajaran PLS (POD) -Pengelola menguasai kompetensi & manajemen

-Program lintas sektoral -Bertujuan melayani masya -menjalin mitra kerja dg instsnsi& lembaga terkait

PELATIHAN KOMPETENSI PENGELOLA PKBM KEBUTUHAN BELAJAR DAN

PERMASALAHAN

KONDISI PKBM SAAT INI KONDISI PKBM HARAPAN

MENGELOLA PKBM MANDIRI


(17)

C.Rumusan Masalah Penelitian

Dari hasil identifikasi terangkum permasalahan dalam mengelola PKBM di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan penelitian dibatasi pada peningkatan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. Perkembangan suatu organisasi atau lembaga, lebih-lebih perkembangan organisasi kemasyarakatan atau organisasi sosial, pengelola memegang peranan yang sangat penting dan dominan dalam memajukan lembaga. Pengembangan kelembagaan dan program-program untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang sangat komplek. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat. Hal ini dapat berasal dari komitmen pengelola, pengetahuan pengelola, keterampilan pengelola, wawasan, serta pola pikir pengelola. Oleh karena itu pengelola PKBM harus memiliki kemampuan manajerial, dan leadership, sehingga menjadi sasaran utama dalam membenahi pengelolaan untuk penguatan kelembagaan dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model pelatihan yang dikembangkan sebagai variabel dalam penelitian ini adalah model pelatihan berbasis kompetensi dan meningkatkan kemampuan pengelola dalam pengelolaan PKBM mandiri. Model pelatihan berbasis kompetensi merupakan proses pembelajaran bagi pengelola PKBM dalam upaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam mengelola PKBM mandiri. Sedangkan meningkatkan kemampuan pengelola adalah suatu upaya pembelajaran mengenai standar minimal kompetensi pengelola PKBM dalam pengelolaan PKBM mandiri. Kompetensi pengelola terdiri dari kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi manajerial. Pengelola diharapkan memiliki wawasan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sehingga mampu memperkuat komitmen, dan merubah pola pikir mereka untuk memperkuat kelembagaan PKBM agar menjadi lebih kuat dan tangguh dalam mengelola PKBM mandiri. Kompetensi yang dimiliki dan mampu mengimplementasikan dalam mengelola PKBM mandiri menjadi tujuan penelitian. Hal ini dijadikan dasar dalam rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:


(18)

1. Bagaimanakah kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur ?

2. Bagaimanakah pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur ?

3. Bagaimanakah kondisi kompetensi pengelola saat ini dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur ?

4. Bagaimanakah model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ? 5. Bagaimanakah implementasi model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ? 6. Bagaimanakah efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri ? D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas dapat dirumuskan tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini, baik secara umum maupun khusus, sebagai berikut:

1. Tujuan Umum:

Dalam penelitian ini secara umum, tujuan peneltian yang diharapkan dapat dicapai adalah menghasilkan pengembangan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri di Wilayah Jawa Timur.

2. Tujuan Khusus:

a. Mengetahui kondisi pengelolaan PKBM saat ini dalam mengelola PKBM Mandiri di Jawa Timur.

b. Mengetahui pelaksanaan pelatihan saat ini untuk meningkatkan kompetensi pengelola PKBM di Jawa Timur.

c. Mengetahui kondisi kompetensi pengelola PKBM saat ini dalam mengelola PKBM mandiri di Jawa Timur.

d. Menyusun model konseptual pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.


(19)

e. Mengimplementasikan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. f. Mengetahui efektivitas model pelatihan mengelola PKBM untuk

meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri. E.Manfaat Penelitian

Dalam setiap aktivitas sudah pasti berharap ada manfaat yang diperolehnya. Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, baik secara kelembagaan, maupun program, organisasi, kelompok ataupun perorangan untuk meningkatkan kompetensi pengelola PKBM, agar jadi lebih baik perkembangan ke depannya. Adapun manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis:

Secara teoritis penelitian ini mengembangkan konsep dan teori pelatihan, konsep dan teori andragogi pada pendidikan orang dewasa, konsep dan teori pendidikan nonformal, konsep dan teori kompetensi pengelola dalam pengelolaan PKBM, dan pengembangan konsep dan teori kewirausahaan, sehingga bermanfaat dalam upaya pengembangan konsep dan teori pendidikan nonformal terutama peningkatan kemampuan pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri.

2. Manfaat Secara Praktis:

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang kuat bagi pengembangan pendidikan luar sekolah, terwujudnya peningkatan kemampuan pengelola PKBM dalam mengelola PKBM mandiri, agar dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi lembaga, masyarakat, dan pihak-pihak terkait yang membutuhkan, antara lain:

a. Program Studi Pendidikan Luar Sekolah, hasil penelitian ini dapat berkontribusi dalam pengembangan keilmuan dan teori pembelajaran bidang pendidikan nonformal, terutama dalam pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pengelola PKBM, sebagai lembaga, maupun wadah yang memberikan layanan pembelajaran bagi masyarakat. Kompetensi manajerial pengelola nampak dalam kualitas program.


(20)

b. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terutama Bidang Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Budaya, untuk melakukan pelatihan mengelola PKBM untuk peningkatan kompetensi pengelola dan pembinaan terhadap PKBM yang ada di Wilayah Jawa Timur khususnya, dan PKBM yang ada di Tanah Air tercinta, sehingga PKBM dapat lebih menapakkan peran dan fungsinya di masyarakat Indonesia yang sedang melaksanakan pembangunan.

c. Praktisi dan stackeholders dapat memanfaatkan pengelolaan PKBM mandiri untuk mengembangkan program-program pendidikan nonformal dan Informal pada PKBM yang telah berkembang di lingkungan masyarakat sekitarnya. Mengembangkan potensi lokal masyarakat dijadikan program-program unggulan dalam pengelolaan PKBM.

d. Forum Komunikasi PKBM, Para pengelola dan penyelenggara PKBM, dapat menjadikan contoh pada pengelolaan PKBM mandiri dalam mengelolanya, dan senantiasa mengembangkan kekuatan lembaganya, karena PKBM lembaga yang strategis, dan benar-benar mampu eksis dan dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat, baik sebagai lembaga maupun wadah layanan kebutuhan belajar masyarakat, sehingga tercipta masyarakat berdaya dan gemar belajar.

e. Pelatih dan pengembang PKBM, dapat memetik hikmah untuk mengembangkan PKBM dengan pengelola yang memiliki kompetensi yang memadai, sehingga mampu berdiri di atas kaki sendiri tanpa menghandalkan bantuan dari pemerintah dalam mengembangkan program-programnya, dan memberikan layanan kepada kebutuhan belajar masyarakat secara berkesinambungan.

f. Warga belajar dan masyarakat pemerhati perkembangan pendidikan luar sekolah, dapat belajar secara berkelanjutan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri sebagai konsekuensi dari tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kebutuhan belajar masyarakat yang sangat pesat. Pembelajaran di pendidikan luar sekolah menggunakan pendekatan life long learning.


(21)

F.Struktur Organisasi.

Dalam penelitian ini dikembangkan dengan lima bab. Pada bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian, serta struktur organisasi; pada Bab II dikembangkan tentang kajian pustaka sebagai landasan teoritis penelitian, berisi teori pendidikan nonformal, teori pelatihan, teori kompetensi, teori pengelolaan, teori pendidikan orang dewasa, teori kemandirian, dan teori kewirausahaan; pada Bab III disajikan metode penelitian meliputi: subyek dan lokasi penelitian; desain penelitian; metode penelitian; definisi operasional; instrumen penelitian; proses pengembangan instrumen; teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya; dan analisis data, dengan pendekatan R & D (Research and Development), menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif; pada Bab IV dituliskan hasil penelitian dan pembahasan, meliputi studi pendahuluan, penyusunan model konseptual, ujicoba model konseptual, implementasi model, dan uji efektivitas untuk menemukan disain model akhir; dan pada Bab V dicantumkan simpulan dan saran sebagai bab penutup.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada PKBM di Wilayah JawaTimur, karena Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah PKBM yang cukup banyak yaitu 802 PKBM (awal tahun 2013) dengan variasi yang beragam. Dari 802 PKBM, dinyatakan 500 lembaga (70%) karena pengelolaan kondisi berkembang. Kriterianya, antara lain: PKBM yang bernilem, pengelola aktif, programnya berjalan, dan pengelola usia produktif; dan 300 lembaga (30%) pengelolaan kondisi kurang berkembang. Kriterianya, antara lain: belum bernilem atau sudah bernilem, pengelola kurang aktif, program mengandalkan dana bantuan, pengelola dengan komitmen rendah. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Pendidikan Bidang Pendidikan Nonformal-Informal dan Nilai Bidaya (PNFI&NB) secara berkala melakukan pembinaan terhadap kelembagaan PKBM tersebut secara terbatas, dengan melaksanakan pelatihan (orientasi teknis) bagi pengelola PKBM secara bertahap dalam setiap tahunnya. Di sisi lain Jawa Timur sering dijadikan barometer oleh Pemerintah Pusat mengenai pelaksanaan program-program Pendidikan Non Formal dan Informal Nasional, termasuk dalam melakukan pembinaan terhadap pengelola PKBM.

2. Subyek Penelitian.

Subyek penelitian ini adalah para pengelola PKBM, terutama Ketua. PKBM dipilih yang berkembang, pengelola aktif dan eksis programnya, dan telah memiliki Nomor Induk Lembaga (Nilem). Jumlah PKBM yang dimaksud berjumlah 500 lembaga. Berarti populasi penelitian berjumlah 500 PKBM. Dari jumlah PKBM tersebut perlu ditingkatkan kompetensi dalam mengelola PKBM, di ambil sejumlah 50 PKBM, sehingga subyek penelitian berjumlah 50 orang pengelola PKBM, karena keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga, dengan teknik sampel berikut.


(23)

3. Teknik Pengambilan sampel

Melakukan perlakuan terhadap seluruh populasi membutuhkan biaya, waktu dan kesempatan yang sangat besar. Sampel sebagai bagian dari populasi dipilih berdasarkan ketentuan yang berlaku. Arikunto (2002 : 112) menjelaskan tentang teknik pengambilan sampel bahwa:

Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya, bila jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Jumlah populasi penelitian ini menjadi 500 pengelola PKBM, maka pengambilan sampel perlu dilakukan. Teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan pengelola sendiri, disebut teknik purposive sampling, yaitu dari subjek dengan kondisi berkembang yang berjumlah 500 lembaga, dengan teknik random sampling diambil 10%, maka diperoleh 50 lembaga dengan 50 orang pengelola PKBM. Jadi sampel penelitian ini sebanyak 50 orang pengelola PKBM.

B.Desain Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Research and Development (R&D) atau penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifannya. Yang dimaksud produk adalah model pelatihan, maka digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut, agar dapat difungsikan pada masyarakat luas. Penelitian dan pengembangan bersifat longitudinal dan bertahap. Dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap dan diharapkan menghasilkan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri, agar dapat digunakan untuk memperkuat kelembagaan PKBM, karena pengelola sebagai tiang penyanggah utama dalam pengembangan PKBM.

Analisis penelitian pengembangan digunakan dalam periode longitudinal dengan waktu tertentu, bertujuan menemukan perkembangan dimensi yang


(24)

terjadi pada responden. Sasaran penelitian pengembangan pada umumnya mengenai variable tingkah laku secara individual, maupun unsur dalam kelompok. Pendekatan penelitian dan pengembangan menurut Brog and Gall (1979) dalam Sugiyono (2008) dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Meneliti dan mengumpulkan data atau informasi melalui bacaan atau literatur, melakukan observasi, serta penyiapan laporan tentang kebutuhan pengembangan.

2. Merencanakan prototipe komponen yang akan dikembangkan, termasuk mendefinisikan keterampilan (kemampuan) yang akan dikembangkan, merumuskan tujuan, menentukan urutan kegiatan, serta skala pengukuran khusus.

3. Mengembangkan prototipe model awal, seperti mempersiapkan buku teks (materi pelatihan) dan perangkat evaluasi, dengan validasi ahli atau pakar. 4. Melakukan uji coba terbatas terhadap model awal, yang dilakukan terhadap

10 orang pengelola PKBM. Melakukan pengamatan, interview (FGD), serta tes, kemudian data yang diperoleh dianalisis guna menyempurnakan model awal tersebut.

5. Merevisi model awal yang dilakukan berdasarkan hasil ujicoba serta analisis pada model awal.

6. Melakukan ujicoba lapangan, dilakukan pada lima puluh (50) orang pengelola PKBM. Selanjutnya dilakukan pengamatan, interview, dan tes atau metode penggalian data lainnya, terutama terhadap variable kriterium yang telah ditetapkan. Hasilnya dievaluasi, dan apabila memungkinkan dilakukan perbandingan dengan kelompok lain.

7. Melakukan revisi hasil aplikasi model pelatihan, yang didasarkan hasil ujicoba lapangan dan analisis data.

8. Melakukan ujicoba lapangan secara operasional. Ujicoba dilakukan melibatkan lebih banyak lagi subjek pembelajar dengan 50 pengelola PKBM, seterusnya dilakukan penggalian data dan analisis secara mendalam.


(25)

9. Melakukan deseminasi dan penyebaran model pelatihan kepada berbagai pihak, baik melalui publisitas maupun cara-cara difusi lainnya

Langkah-langkah Penelitian R & D:

Gambar: 3.1. Langkah-Langkah Penelitian R & D. Sumber: Rekayasa peneliti

MASALAH KOMPETENSI PENGELOLA PKBM

MENGKAJI PROGRAM YANG TELAH DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH

MENGKAJI TEORI YANG BERKAITAN DENGAN PNF, KOMPETNSI, PKBM,

POD, PELATIHAN, PNF

BELUM EFEKTIF, PARTIAL, MINIMAL,

TOP DOWN

MODEL KONSEPTUAL PELATIHAN MENGELOLA

PKBM UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI

PENGELOLA

VALIDASI MODEL KONSEPTUAL

REVISI MODEL

FINALISASI MODEL REKOMENDASI

MODEL SEBAGAI LAPORAN AKHIR

REVISI MODEL TEMU PAKAR,

PRAKTISI MELALUI FGD

MATERI PELATIHAN

UJI COBA

IMPLEMENTASI MODEL


(26)

Penelitian ini dilakukan dalam dua bentuk kegiatan, yaitu (1) exploration yang bersifat kualitatif dan (2) Experimental bersifat kuantitatif. Penelitian secara exploration kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Studi awal atau studi pendahuluan, bertujuan merefleksi kondisi lapangan. 2. Penyusunan model konseptual berdasarkan studi awal.

3. Kegiatan validasi atau verifikasi model konseptual dengan melibatkan pakar, praktisi, dan peserta didik, bertujuan menyempurnakan model konseptual.

Pendekatan experimental pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Persiapan eksperimen, bertujuan melakukan pembagian tugas dan penjadualan sesuai kompetensi.

2. Pelaksanaan eksperimen dengan pendekatan partisipatif dan kolaborasi. Pengukuran dilakukan dengan pretest dan postest bertujuan mengetahui keefektifan model.

3. Melakukan observasi dan monitoring pada kelompok eksperimen bertujuan menggali, merekam dan mendokumentasikan mulai dari proses hingga hasil. 4. Melakukan evaluasi, yang meliputi kegiatan analisis, interpretasi dan eksplanasi pada semua informasi yang terekam dari kegiatan observasi dan monitoring, serta evaluasi.

Rumusan desain penelitian :

Table 3.1

Desain Penelitian One Short Case Pretest Postest

Pre test Treatment Post test

0 1 X 02

Waktu

Keterangan :

O1 : tes awal (pretest) O2 : tes akhir (postest) X : perlakuan


(27)

Sejumlah ancaman terhadap penelitian eksperimen yang mempengaruhi hasil penelitian Creswell (2010:242) menyatakan bahwa : “….ada dua jenis ancaman terhadap validitas ; Ancaman dalam (internal threats) dan ancaman luar ( eksternal threats)”.

1. Validasi internal

Validasi internal adalah prosedur-prosedur eksperimen, perlakuan atau pengalaman-pengalaman dari para partisipan yang dapat mengancam kemampuan peneliti untuk menarik kesimpulan penelitian yang tepat dari data penelitian.

Tabel 3.2

Ancaman Validasi Internal

Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif Sejarah Peristiwa yang seringkali

mempengaruhi outcome yang tidak diharapkan selama penelitian. Responden harus steril dari kegiatan lain dan hanya menggunakan metode perlakuan yang dikembangkan Maturasi Kematangan akibat sifat-sifat alamiah

individu baik mental atau fisik ( menginjak dewasa)

Memilih responden dengan rating yang sama dan memberlakukan eksperimen tidak terlalu lama Regresi Responden dengan skor yang tinggi

dapat berubah menjadi rata-rata selama penelitian

memilih para responden dengan skor yang hampir sama (rendah s.d sedang)

Seleksi Memiliki karakteristik yang berbeda seperti sangat cerdas atau sangat kuat

Responden dipilih berdasarkan karakteristik yang relatif sama Mortalitas Responden bisa mundur dari

penelitian karena berbagai hal

Merekrut seluruh populasi dan meminta pengelola PKBM untuk tetap mengikuti penelitian dan melakukan pengawasan kehadiran responden dalam eksperimen Difusi

Treatment

Adanya komunikasi kelompok kontrol dengan eksperimen yang dapat mempengaruhi skor akhir

Demoralisasi Imbangan

Keuntungan diadakan bisa tidak setara karena yang ditreatment hanya kelompok eksperimen


(28)

Pengujian ( Testing)

Para partisipan sudah terbiasa dengan hasil akhir pengujian sehingga dikhawatirkan terjadi manipulasi atas respon

Instrumen Perubahan instrumen dalam pre test dan post test tidak jarang mempengaruhi skor penelitian

Instrumen yang digunakan sama baik pretest atau postest, pengukuran dilakukan berdasarkan petunjuk pelaksanaan tes yang sama

Pengaruh Peneliti

Peneliti menginginkan hasil tertentu dan mempengaruhi hasil penelitian

Peneliti tidak mempengaruhi hasil pengukuran dan pengukuran bersifat objektif

Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010:246

2. Validitas eksternal adalah ancaman yang berasal dari karakteristik-karakteristik individu yang dipilih sebagai sampel, keunikan setting, dan waktu eksperimen.

Tabel 3.3

Ancaman validasi Eksternal

Jenis Ancaman Deskripsi Ancaman Tindakan Responsif Antara Pemilihan dan

treatment

Sempitnya

karakteristik yang ditetapkan dalam

memilih para

partisipan, peneliti sering tidak mampu menggeneralisir siapa saja yang memiliki dan

tidak memiliki

karakteristik khusus

untuk menjadi

partisipan

Membatasi tuntutan mengenai karakter partisipan yang sering membuat peneliti tidak mampu

menggeneralisir hasil penelitian.

Antara setting dan Treatment

Peneliti sering tidak mampu

menggeneralisir

individu-individu pada setting –setting yang berbeda

Peneliti perlu

melakukan penelitian

tambahan dalam

setting yang baru dan

berbeda untuk

mengetahui apakah hasil yang muncul sama dengan setting sebelumnya


(29)

Antara Sejarah dan treatment

Peneliti tidak mampu menggeneralisir hasil penelitian untuk situasi masa lalu dan masa depan

Peneliti perlu

melakukan penelitian ulang pada waktu yang akan datang untuk mengetahui hasil-hasilnya

Sumber : Diadopsi dari Creswell, 2010. C.Metode Penelitian dan Pengambilan Data

1. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dokumentasi, dan test untuk mendapatkan data tentang kompetensi pengelola PKBM dalam upaya menyusun konseptual model, menyusun materi pelatihan, dan strategi pelatihan, serta sebagai bahan menyusun instrumen penelitian.

2. Alat pengumpulan data: pedoman pengamatan, pedoman wawancara, alat test, dan pedoman dokumentasi.

Dalam penelitian ini konsep Research & Development diimplementasikan sebagai berikut:

a. Studi pendahuluan:

1) Mengkaji teori dan menetapkan konsep teori.

2) Melakukan survey pada10 orang pengelola dalam mengelola PKBM di Jombang Jawa Timur.

3) Data hasil survey lebih lanjut diolah menggunakan pendekatan analisis SWOT, dengan tujuan untuk melihat: kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau tantangan yang dijadikan dasar pengembangan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensipengelola PKBM.

4) Analisis kebutuhan dan kompetensi pengelola PKBM 5) Analisis sumber daya yang dikembangkan.

b. Menyusun model konseptual: yaitu menyusun rancangan pengembangan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola PKBM


(30)

1) Menentukan tujuan dan materi pelatihan 2) Menentukan kelompok peserta pelatihan

3) Merumuskan hasil yang ingin dicapai dalam pelatihan d. Pelaksanaan:

1) Menentukan tes awal (pretest)

2) Pengembangan materi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM 3) Pengembangan strategi pelatihan kompetensi bagi pengelola PKBM e. Evaluasi: Melakukan tes akhir (postest)

f. Pengujian Model konseptual:

1) Melakukan verifikasi dan validasi kepada para pakar, dan praktisi 2) Melakukan ujicoba terbatas (50) untuk kesiapan implementasi model. 3) Melakukan analisis prediktif dan sistematik terhadap hasil uji coba

terbatas, sehingga dapat diketahui kelayakan model untuk di implementasikan.

g. Implementasi model:

Melakukan implementasi model pada kelompok PKBM eksperimen, menggunakan analisis quasi eksperiment. Desain yang digunakan adalah

Desain Quasi experimental pretest posttest comparison group dengan urutan waktu dua minggu untuk satu kali pengukuran setelah perlakuan. D.Definisi Operasional

Variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini, sebagai fokus kajian dalam penelitian, dan juga memberikan pembatasan terhadap kajian itu sendiri, maka perlu mendefinisikan variabel tersebut secara operasional. Dari definisi operasional variabel akan dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, bahkan sampai pada sub indikator. Indikator atau sub indikator disusun dan dirumuskan menjadi pertanyaan atau pernyataan dalam instrumen pengumpulan data. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah (1) Model pelatihan mengelola PKBM; (2) Kompetensi pengelola PKBM. Secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Model Pelatihan Mengelola PKBM


(31)

komponen-komponen yang digunakan dalam mencapai tujuan. Pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dangan pembelajaran guna tercatatnya perubahan tingkah laku yang berkaitan dangan peningkatan tujuan organisasi. Pelatihan dilakukan untuk membangun sikap, pengetahuan, dan ketrampilan guna memenuhi kebutuhan kerja saat ini dan masa depan. Mengelola PKBM adalah suatu kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang pengelola PKBM, dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta penilaian. Jadi Model Pelatihan Mengelola PKBM adalah suatu pola dalam proses pembelajaran untuk merubah tingkahlaku pengelola PKBM yang berkaitan dengan meningkatkan kemampuan mengelola lembaga dan program layanan pada masyarakat.

2. Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM

Meningkatkan kompetensi pengelola PKBM adalah suatu upaya pembelajaran yang dilakukan dalam pelatihan dengan membahas kompetensi pengelola, guna mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam mengelola PKBM. Meningkatkan berarti kondisi yang sudah ada ditingkatkan melalui kegiatan pelatihan. Keempat kompetensi pengelola PKBM dikaji meliputi: komptensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi manajerial. Kompetensi ini dijabarkan menjadi indikator, sub indikator agar memudahkan menyusun pertanyaan sebagai instrumen pengumpulan data. Variabel, indikator dan sub indikator terangkum dan dipaparkan pada tabel di bawah.

Mengelola PKBM mandiri merupakan sebuah tanggung jawab seorang pengelola dalam mengelola lembaganya menjadi tidak bergantung pada bantuan pemerintah. Mandiri mengandung indikator kebebasan berinisiatif mengatasi hambatan, gigih dalam berusaha, dan tanpa tergantung kepada pemerintah. Indikator ini akan dijabarkan lagi menjadi sub indikator, yang akan dijadikan pertanyaan dalam instrumen sebagai alat pengumpul data dalam penelitian ini. Variabel, indikator, dan sub indikator ini dipaparkan dalam tabel 3.4 di bawah ini.


(32)

Tabel: 3.4

Daftar Variabel, Indikator dan Sub Indikator Dalam Penelitian ini.

No Var. Indikator Sub Indikator

I. Standar Manajemen PKBM

1. Perencanaan

Tujuan Keluaran

a. menyusun gambaran umum masalah dan sumber biaya

b. menyusun rencana kerja tahunan c. menyusun program / kegiatan

prioritas masing-masing bidang

a. data dasar kelompok sasaran dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan.

b. program kerja tahunan

c. Program / kegiatan layanan msing-masing bidang

2. Pengorganisasian Mengorganisasikan:

a. Pendayagunaan sumberdaya untuk pelaksanaan program / kegiatan. b. Pelaksanaan program/kegiatan c. Tenaga kependidikan pada

penylenggaraan PKBM dan pelaksanaan program/kegiatan

a. Daftar pendayagunaan sumberdaya berdasarkan program / kegiatan.

b. Struktur organisasi tenaga kependidikan berikut lingkup tugasnya.

c. Jadwal/kalender program/kegiatan. d. Dokumen untuk pencatatan dan evaluasi: 1) Keadaan dan perkembangan pendaya

gunaan sumber daya

2) Keadaan dan perkembangan warga belajar 3) Keadaan dan perkembangan tenaga

kependidikan

4) Keadaan dan perkembangan pelaksanan program / kegiatan dari masing-masing bidang.

3. Pelaksanaan dan Pengendalian a. Memberikan pelayanan pendidikan

sesuai dengan rancangan program/kegiatan

b. Memberikan layanan informasi kepada kelompok sasaran sesuai dengan rancangan program / kegiatan

c. Melakukan kerjasama fungsional sesuai dengan rancangan pengembangan jaringan kemitraan d. Menyelenggarakan pembinaan

teknis dalam rangka peningkat-an kinerja tenaga kependidikan

e. Melaksanakan pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program / kegiatan.

a. Data perkembangan proses dan hasil pelaksanaan program / kegiatan dari setiap bidang.

4. Penilaian

a. Mengukur tingkat pencapaian tujuan penyelenggaraan PKBM b. Merumuskan bahan masukan untuk

penyusunan rencana kerja tahunan

a. Data pencapaian tujuan dari masing-masing program kegiatan pada setiap bidang b. Bahan masukan untuk penyusunan rncana

kerja tahunan

c. Laporan penilaian penyelenggaraan PKBM satu tahun anggaran.


(33)

No Var Indikator Sub Indikator II. Kom

.pete nsi Pe- nge-lola PKB M 1. Kempe tensi Kepri-badian 2. Kompe tensi Profesi onal

1. Mantap dan stabil:

a. Bertindak sesuai norma hukum b. Bertindak sesuai norma sosial

c. Mmiliki konsistensi dalam bertindak. 2. Kedewasaan:

a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak b. Memiliki etos kerja baik

c. Bersikap membimbing dan bijaksana 3. Arif:

a. Bertindak berdasarkan kemanfataan bagi bawahan

b. Menunjukkan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak

4. Berwibawa:

a. Menampilkan sikap dewasa & sikap ketauladanan b. Menunjukkan perilaku yang mantap

c. Memiliki pengaruh positif terhadap yang dipimpin

d. Disgani oleh bawahan dan mitra kerja. 5. Berakhlak mulia dan ditauladani

a. Bersikap religius b. Jujur

c. Ikhlas

d. Suka menolong

6. Memiliki etos kerja, tanggung jawab dan rasa: a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab

yang tinggi

b. Mengerjakan pekerjaan secara mandiri c. Mengaktualisasikan diri sebagai pengelola d. Disiplin

e. Menunjukkan kecerdasan

7. Partisipatif dalam kegiatan sosial masyarakat:

a. Mampu menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja, masyarakat, dan mitra kerja

b. Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dan profesi kerja

c. Mempunyai sikap prakarsa dalam setiap kegiatan d. Mampu melakukan ide kreatif.

1. Dapat membuat perencanaan yang baik:

a. Mampu membuat perencanaan program kelembagaan


(34)

3. Kompe tensi Sosial

efektif

c. Mampu membuat prioritas kerja lembaga PKBM d. Mampu menyusun rencana kerja berkala,

bulanan, triwulan, tahunan

e. Mampu menyusun rencana waktu yang tepat. 2. Aspek pelaksanaan:

a. Mampu mengidentifikasi kebutuhan program PKBM

b. Mampu melakukan kontrol terhadap kegiatan program PKBM

c. Mampu memimpin tenaga pelaksana lembaga PKBM

d. Mampu membimbing SDM yang mengalami kesulitan

e. Mampu berkoordinasi dengan seluruh pelaksana kegiatan program

f. Mampu menciptakan situasi kerja yang kondusif g. Mampu melaksanakan tindakan perbaikan pada

aspek program. 3. Aspek penilaian:

a. Melakukan kegiatan monitoring kerja personil dan kegiatan program

b. Mampu melakukan penilaian terhadap kinerja SDM di lembaga

c. Mampu melaksanakan penilaian program secara bertahap

d. Mampu melaksanakan evaluasi kerja lembaga e. Mampu mengevaluasi hasil kegiatan program

PKBM.

1. Komunikasi yang efektif, empatik, dan santun: a. Memahami strategi komunikasi secara efektif. b. Mampu menjadi pendengar yang baik.

c. Mampu menyampaikan ide gagasan

d. Mampu berbicara secara sistematis dan lugas. 2. Partisipatif dalam kegiatan lingkungan sosial

kemasyarakatan:

a. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat

b. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja

c. Mampu menyesuaikan diri dengan komunitas profesi

d. Mampu menunjukkan kepekaan terhadap masalah sosial

e. Mampu menghargai perbedaan

f. Aktif dalam kegiatan kemasyarakat-an.


(35)

4. Kompe tensi Manaje rial

h. Mampu berkontribusi terhadap masalah-masalah di lingkungan masyarakat.

1. Mengatur segala aspek kelembagaan baik internal maupun eksternal.

a. Mampu menjabarkan peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang lebih tinggi untuk dilaksanakan di PKBM

b. Mampu merencanakan dan menetap kan target, serta kegiatan dalam periode tertentu.

c. Mampu mengatur dan menetapkan personil yang terlibat dlm kegiatan

d. Mampu menetapkan tugas dan rincian pekerjaan bagi setiap personil yang terlibat.

e. Mampu mendelegasikan sebagian tugas dan wewenang kepada personil yang terlibat

f. Mampu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas-tugas personil bawahan. g. Mampu menyusun laporan dan menyampaikan

laporan ke instansi atasan secara periodik

h. Mampu memecahkan masalah -masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas manajerial sehari – hari.

Sumber: P2PNFI Jayagiri Tahun 2011. E.Instrumen Penelitian

Instrumen dapat dikembangkan dari variabel setelah dikaji secara konseptual dalam kajian pustaka, sehingga dibahas secara rinci dan jelas untuk menggambarkan dari masing-masing variabel yang ada dalam penelitian ini. Adapun variabel tersebut yaitu Model pelatihan mengelola PKBM; meningkatkan kompetensi pengelola; dan mengelola PKBM mandiri. Dari variabel-variabel tersebut dapat dijabarkan menjadi indikator-indikator, dan dari indikator tersebut dapat dijabarkan lagi menjadi sub indikator-sub indikator, bahkan dari indikator-sub indikator dapat dikembangkan sampai pada indikator- sub-sub indikator. Setelah terjabarkan semua itu diharapkan dapat lebih memudahkan dalam menyusun menjadi pertanyaan-pertanyaan berupa daftar pertanyaan sebagai alat untuk mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, dokumentasi, dan test.

Tes digunakan untuk mengukur pengetahuan pengelola PKBM mengenai standar minimal manajemen dan kompetensi pengelola PKBM, yang meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi profesional,


(36)

dan kompetensi manajerial. Tes dilakukan sebelum pelatihan berupa pretes, dan sesudah pelatihan berupa postes, baik dalam ujicoba model konseptual, maupun pada implementasi model pelatihan untuk uji kuantitatif.

Observasi, wawancara, dan dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data untuk analisis kualitatif dan sekaligus melengkapi hasil tes berupa pengetahuan yang digunakan mengembangkan analisis secara kualitatif hasil penelitian dan pembahasan.

F.Proses Pengembangan Instrumen

Instrumen yang telah tersusun harus dilakukan pengujian terlebih dahulu sebelum digunakan untuk mengumpulkan data pada sasaran yang sesungguhnya. Ada dua tahap pengujian yang harus dilakukan, yaitu pengujian validitas, dan reliabelitas.

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bisa digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel (Sugiyono, 2010:173).

Instrumen yang reliabel belum tentu valid. Reliabel instrumen merupakan syarat pengujian validitas instrumen. Walaupun instrumen yang valid umumnya pasti reliabel, tetapi pengujian reliabilitas instrumen perlu dilakukan. Untuk uji validitas instrumen digunakan t-test, dan untuk uji reliabilitas instrumen digunakan Spearman Brown. (Sugiyono, 2010: 174-185).

Agar menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus mempunyai skala pengukuran. “Dengan skala pengukuran, variabel yang diukur dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih akurat, efisien dan komunikatif“ (Sugiyono, 2003: 105-106). Sebelum instrumen diberikan


(37)

pada sampel sebenarnya, maka perlu diadakan uji validitas dan reliabilitas instrument kepada sampel yang hampir sama.

a). Pengujian Validitas

Pengujian validitas instrumen penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah alat pengukur yang digunakan mempunyai tingkat validitas yang dapat diterima. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah validitasi konstruksi pertanyaan . Seluruh item pertanyaan setiap variabel mengacu pada pendapat para pakar dan telaah pustaka, jurnal serta teori yang digunakan.

Untuk menguji validitas konstruk dapat dipergunakan pendapat para ahli ( judgement expert) seperti diungkapkan Hadi (1986) dalam Sugiyono (2010: 176) bahwa: “bila bangunan teorinya sudah benar, maka hasil pengukuran dengan alat (instrument) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang

sebagai hasil yang valid “. Test kemudian diujicobakan kepada sampel yang bukan sebenarnya dan dihitung. Perhitungan dilakukan dengan membagi 27 % kelompok tertinggi dan 27 % kelompok terendah dengan rumus :

T = ̅1- ̅2 S gab +

Keterangan : ̅1 : rata-rata jawaban skor kelompok tinggi

̅2 : rata-rata kelompok skor terendah

N1 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi N2 : jumlah sampel pada kelompok skor tinggi

S gab diperoleh dari : √

Ketentuan yang berlaku adalah apabila ke dua kelompok tersebut diatas 0,30 maka dianggap instrument memiliki validitas konstruksi yang baik.

Untuk mengetahui tingkat validitas instrument pertanyaan per item dengan menggunakan uji statistik rank Spearman. Rumus yang digunakan adalah :

Rs =

) 1 ( 6 1

2  

n n


(38)

dimana Σ di² = Σ ( rank (xi) – rank (yi) )² b). Pengujian reliabilitas Instrumen

Pengujian reliabilitas dilakukan secara internal dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrument dengan teknik belah dua dari Spearman Brow ( split half) ( Sugiyono, 2010: 185).

=

Keterangan :

r1 = reliabilitas internal seluruh instrument

rb = korelasi product moment antara belahan pertama dengan belahan kedua Nilai kredibilitas instrumen (rhitung) yang diperoleh dibandingkan dengan rtabel yang sesuai dengan jumlah responden dan taraf nyata. Bila rhitung> rtabel, maka instumen tersebut dikatakan reliabel, sebaliknya jika rhitung< rtabel, maka instrumen tersebut dikatakan tidak reliabel.

G.Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif, teknik pengumpulan data yang digunakan ada empat jenis teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan test.

1. Observasi.

Observasi adalah pengamatan langsung ke lapangan. “Observasi sebagai teknik pengumpulan data berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar” (Sugiyono, 2008:203). Observasi menurut Nazir (2003:175) adalah:” pengumpulan data dengan observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar untuk keperluan

tersebut”.

Proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dibedakan menjadi participan observation (observasi berperanserta) dan non participant observation, penelitian ini bertujuan agar peserta sebagai sasaran penelitian tidak merasa kalau dirinya sedang diobservasi. Selanjutnya dari segi instrumen


(39)

yang digunakan dibedakan observasi terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam penelitian ini akan diterapkan observasi patisipatif dan terstruktur, untuk memperoleh data yang akurat, dan lengkap.

2. Wawancara.

Wawancara merupakan komunikasi lisan dua arah antara peneliti dan sumber informasi dengan tujuan untuk menggali dan mengungkap data yang ingin di ketahui dari informan secara langsung. Melalui wawancara, peneliti lebih mudah mendapatkan data yang diharapkan dengan memaknai jawaban pertanyaan yang diajukan kepada informan. Pada awalnya peneliti menggunakan wawancara yang tidak terstruktur yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara untuk selanjutnya dilakukan dengan terstruktur dan dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara yang akan dilakukan adalah kepada para pengelola PKBM, bidang PNFI Kabupaten dan kecamatan, ketua forum PKBM, dan tutor yang ada di PKBM, serta tokoh masyarakat sekitarnya. Dalam penelitian ini diterapkan wawancara mendalam, untuk dapat menggali lebih luas dan mendalam mengenai kebutuhan belajar dalam mengelola PKBM mandiri.

3. Dokumentasi

Merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar/foto, atau karya-karya monumental dari seseorang. (Sugiyono, 2006: 240). Kegiatan ini dilakukan untuk menjaring data atau dokumen tertulis yang ada kaitannya dengan pengelolaan PKBM menuju kemandiriannya, dalam upaya melengkapi data yang telah diperoleh dari penggunaan metode observasi, dan wawancara.

4. Test.

Test dilakukan sebelum proses pembelajaran berupa pre-test, sedangkan untuk mendapatkan hasil belajar yang dicapai seseorang setelah dilakukan pembelajaran dalam bentuk pelatihan, maka dilakukan post-test sebagai implementasi model pelatihan mengelola PKBM, untuk mengukur peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik dalam pelatihan.


(40)

H.Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap permasalahan kesatu, kedua, dan ketiga, sedangkan permasalahan keempat, kelima, dan keenam dilakukan analisis kuantitatif. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dengan melakukan serangkaian pengujian yang digunakan untuk penarikan suatu kesimpulan sebagai hasil penelitian. Analisis kuantitatif digunakan menganalisis hasil ujicoba yang menggunakan pendekatan eksperimen. Teknik analisis yang digunakan untuk pengujian hipotesis dari hasil pre-test dan pos-test tersebut adalah analisis uji beda rata-rata atau t-test. Selanjutnya dari hasil analisis kuantitatif ini dapat dijadikan dasar mengambil kesimpulan dan saran dalam pengembangan model pelatihan mengelola PKBM untuk meningkatkan kompetensi pengelola dalam mengelola PKBM mandiri.

Jawaban test adalah berskala interval, karena benar dan salah. Analisis statistik yang akan digunakan untuk menganalisis data tersebut harus berpedoman kepada skala pengukuran interval. ”Skala Interval, yaitu skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain mempunyai bobot yang sama” (Riduwan, 2004: 84). Jawaban dalam skala ordinal tersebut dapat dirubah menjadi skala pengukuran interval dengan Methode of successive interval (MSI),langkah kerja sebagai berikut :

a) Memperhatikan tiap butir pertanyaan/pernyataan untuk butir tersebut, tentukan berapa banyak responden (frekuensi) yang mendapatkan (menjawab) skor 1,2,3,4, dan 5;

b) Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut dengan proporsi, kemudian tentukan proporsi kumulatif;

c) Gunakan tabel distribusi normal baku, hitung nilai Z tabel untuk setiap proporsi kumulatif yang diperoleh, tentukan nilai densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh (dari tabel normal);


(41)

Nilai Skala

=

(Density at Lower Limit – Density at Upper Limit)

(Area Below Upper Limit – Area Below Lower Limit)

e). menentukan nilai transpormasi (Y) yang berskala interval.

Setelah data dirubah ke dalam bentuk interval maka langkah selanjutnya menguji normalitas dan homogenitas hasil angket. Tindakan ini dilakukan sebagai prasyarat untuk uji statistika selanjutnya apabila data berdistribusi normal maka uji statistika yang digunakan adalah parametrik (uji beda dua pihak) dan apabila data berdistribusi tidak berdistribusi normal, maka analisis uji statistika yang digunakan uji non parametrik.

Uji normalitas menggunakan uji probability plot. Alpha yang digunakan adalah 0,05 dan daerah penerimaan berdasarkan alpha tersebut adalah n = 45, dk = n-1 = 45-1 = 44 maka daerah penerimaan hipotesa nol adalah + 1.681dan -1.681. Penghitungan statsitika menggunakan bantuan Program SPSS ( versi 17) dan Ms. Excel. Penelitian ini menggunakan desain time series. Pengukuran post test dilakukan dua kali setelah perlakuan.

2. Analisis kualitatif dilakukan untuk memaknai deskriptif objektif tentang hasil pengujian, hasil wawancara, hasil observasi, dan hasil dokumentasi, yang digunakan dalam penarikan kesimpulan dan keputusan penelitian. Selanjutnya analisis kualitatif akan banyak digunakan dalam membuat pemaknaan obyek terhadap proses pengembangan model. Tahapan yang dilakukan dalam proses analisis kualitatif adalah reduksi data, display data, verifikasi data. Dari hasil analisis kualitatif ini diharapkan dapat melahirkan teori baru dalam mengelola PKBM mandiri.


(42)

(1)

Hamalik, O. (2000). Pengembangan Sumber Daya Manusia, Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.

Hamijoyo. (1982). Membina Sikap Mental Wiraswasta, Dinamika Berfikir Mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran Melalui Penddikan Wiraswasta. Jakarta: Gunung Jati.

Hasan, E.S. (1999). Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumberdaya Unggul. Jawa Barat: Kopertis Wilayah IV.

Hatimah, I. (2005). Pengembangan Model Pengelolaan Pembelajaran Berbasis Potensi lokal. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Jacius, MJ. (1968). Personal Manajemen. Tokyo: Charles E. Tutle Company.

Jarvies, P. (2004). Adult Education and Lifelong Learning, Theory and Practice, 3 Edition. London and New York: Roudledge Falmer.

...(1983). Adult and Continuing Education, Theory and Parctice. New York: Nicholas Publishing Company.

Johnson, D.W and Frank P Johnson. (1981). Cooperative Learning Strategies. (Online). Tersedia: www.clcre.com/pages. (akses 12 April 2010).

Kamil, M. (2009). Pendidikan Nonformal Pengembangnan melalui Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Di Indonesia (Sebuah Pembelajaran dari Kominkan Jepang),Bandung: Alfabet.

Kindervatter, S. (1979). Non Formal Education as an Empowering Process. Massachusetts Centre For International Education University Of Massachusetts. Knowles, MS. (1997). The Modern Practice of Adult Education: Andragogy Versus

Paedagogy. New York: Association Press.

---(1995). The Adult Learner: A Neglected Species, Houston, London, Paris, Zurich, Tokyo: Gulf Publishing Company.


(2)

...(1980). The Adult Learner. A Negleted Species. Houston: Gilf Publishing Company Awi.

...(1979). The Modern Practice of Adult Education. New York: Holt, Rewhart and Winston.

Laird. D. (1995). Approaches To Training and Development. Massachusetts. Addison

– Wesley Publishing Company.

... (1985). Approaches to Training and Development. (Revised 2nd Edition). Massachusetts: Addison – Wesley Publishing Company.

Maeliah, M. (2009). Pengembangan Model Pembelajaran Kecakapan Hidup dalam Bidang Busana dalam Membudayakan Warga Belajar untuk Mencapai Kemandirian Berwirausaha: (Sudi di PKBM Kabupaten Bandung). Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Mangkunegara, A.P. (2000). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Rosda Karya.

Marbun, BN. (1993). Keburukan dan Kelemahan Perusahaan Kecil. Jakarta: PT Pustaka Budiman Pressindo.

Marzuki, MS. (1987). Kompetensi, Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara. ...(1992). Strategi dan Model Pelatihan Suatu Pengetahuan Dasar Bagi

Instruktur dan Pengelola Lembaga, Latihan, Kursus dan Penataran. Malang: Jurusan PLS FIP IKIP Malang.

Millan, Mc.J. dan Schumacher, S. (2001). Research in Education: A Conceptual Introduction. Horrisoburg: RR Donnelley & Son.Inc.

Moekiyat. (1993). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas Perusahaan. Bandung: Mandar Magel.

Nadler. (1982). Eating and Exercise Behaviors and Attitudes of Southwestern Anglos and Hespanie. Pasychology and Helth Vol. 7.


(3)

Napitupulu, WP. (1981). Advokasi Pendidikan Luar Sekolah. Yogyakarta: Handout Seminar.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nitisesmito, AM. (1982). Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Pusdiklat Pegawai Depdiknas. (2003). Prinsip-Prinsip Manajemen Pelatihan. Jakarta: Pusdiklat Depdiknas.

Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.

Rifaid. (2000). Dampak Pelatihan keterampilan Terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku, serta Kemandirian Bekas Wanita Tuna Susila di NTB, Tesis Magister PLS. UPI.

Robinson, B dan Hanna, MG. (1994). Strategies for Community Empowerment: Direct Action and transformative Approach to Social Change Practice. New York: The Edwin Mellen Press.

Robinson, B. (1997). Social Capital and Policy Development. Wellington: Institut of Policy Study.

Ruchiyat. (2006). Direktorat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Propinsi Jawa Barat. Dinas Pendidikan Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah.

Ruky, A.S. (2003). Sumber Daya Manusia Berkualitas Mengubah Visi Menjadi Realitas. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Salim, D. (2012). Pengembangan Model Pelatihan Manajemen Berbasis Kompetensi untuk meningkatkan Kreativitas Pengelola PKBM di Kota Gorontalo. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Santoso. RA. (1956). Pendidikan Masjarakat. Jakarta. Ganaco.


(4)

Sastradipoera, H. (2006). Kiat Sukses Berwirausaha. Yogjakaarta: Adicita Karya Nusa.

... (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Fungsi dan Operatif. Bandung; Kappa Sigma.

Siagian, S.P. (1998). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Renika Cipta. Simamora, H. (1995). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: STIE YPKN. Siporin. (1975). Introduction to Social Work Practice. New york: Mc.Millan

Publisher.

Soemanto,W.(1989). Sekuncup Ide Oprasional Pendidikan Wiraswasta. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Soeprihanto, J. (1996). Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Spencer dan Spencer. (1993). Competence at Work: Models for Supperior Performance. New York: John willy & Son , Inc.

Spencer and Kass. (1976). Perspective ln Child Psychology. New York: Mcgraw-Hill Book Company.

Stainberg. (1993). Adolecence. New York: Mc Graw Hill.

Sudirman. (2001). Dampak Pelatihan Terhadap Peningkatan Pendapatan Lulusan Pelatihan. Tesis pada PPs UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

--- (2006). Model Pelatihan Keterampilan Usaha terpadu sebagai Upaya alih Komoditas (Studi pada Petani Penggarap Lahan Perhutani di Desa Sunterjaya Kabupaten Bandung). Disertasi pada PPs UPI Bandung. tidak diterbitkan. Sudjana, D.H. (2000). Strategi Pembelajaran. Bandung: Fallah Production ---(2000). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Fallah Production.


(5)

---(2007). Sistem dan Manajemen Pelatihan, Teori dan Aplikasi. Bandung: Fallah Production.

...(2000). Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production.

---(2000). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: falah Production.

_________(2005). Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Falah Production

__________(2004). Pendidikan Nonformal, Wawasan Sejarah Perkembangan, Filsafat & Teori Pendukung serta Asas. Bandung: Falah Production.

...(1992). Pengantar Manajemen Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

... (1993). Strategi Pembelajaran Dalam Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.

Sugiono. (2008). Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2003). Manajemen Diklat. Bandung: Alfabeta.

...(2006). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

...(2008). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

...(2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

... (2011). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung. Alfabeta


(6)

... (1979). Membina Sikap Mental Wirausaha. Jakarta: Gunung Jati.

Suwito, E.P. (2008). Pengembangan Model Pelatihan Kompetensi dalam Membudayakan Warga Belajar untuk Kemandirian. Disertasi pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tjiptoherijanto, P. (1997). Dinamika Sosial Pemuda di Perkotaan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Tofler, EE. (1992). Rethinking The Future. Jakarta: Gramedia.

Trisnamansyah, S. (1995). Studi tentang karakteristik Kebutuhan Pendidikan Berkelanjutan dalam Hubungan dengan Kebutuhan Tenaga Kerja Sektor Industri di Jawa Barat. Dalam Mimbar Penelitian 26 Juli 1995.

UPI. (2013). Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: UPI Press.

Watson, JB. (1973). The Great Psychologists. New York: JB.

Widjaja, H. (1986). Hubungan Antara Asuhan Anak dan Ketergantungan, Kemandirian. Bandung: Universitas Pajajaran.