PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA RINTISAN SEKOLAH MENENGAH ATAS BERTARAF INTERNASIONAL Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.

(1)

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA

RINTISAN SEKOLAH MENENGAH ATAS BERTARAF INTERNASIONAL MAJELIS TAFSIR AL QUR’AN SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada:

Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelah Magister Manajemen Pendidikan

Oleh:

I H L A S Q100110097

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(2)

NASKAH PUBLIKASI

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA

RINTISAN SEKOLAH MENENGAH ATAS BERTARAF INTERNASIONAL MAJLIS TAFSIR AL QUR’AN SURAKARTA

TELAH DISETUJUI Oleh:

Surakarta 21 Mei 2013

Pembimbing I,

Prof. Dr. Bambang Setiaji

Pembimbing II,

Idris Harta, M.A.,Ph.D

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


(3)

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA

RINTISAN SEKOLAH MENENGAH ATAS BERTARAF INTERNASIONAL MAJLIS TAFSIR AL-QUR’AN (R-SMA-BI MTA) SURAKARTA

Oleh: Ihlas1, Bambang Setiaji2, Idris Harta3,

Mahasiswa Pascasarjana UMS1, Staf Pengajar Pascasarjana UMS2, Staf Pengajar Pascasarjana UMS Surakarta3

ABSTRAK

Ihlas. Q10011097. “Human Resource Management in International of Senior High School Majlis Tafsir Al-qur’an of Surakarta (R-SMA-BI MTA). A qualitative research by using ethnography focuses on planning, placement, development and human resource management evaluation in R-SMA-BI MTA. The purposes of this research are to describe the model of management and development of Human resource in R-SMA-BI MTA of Surakarta.

The research Findings, first, planning of human resource management in is corresponded by the needs which required Islamic spirit (moslem) as priority and other requirements as additional. However its quality is still poor due to the lack of human resources. Second, the placement of human resource does not meet academic qualification and competence yet. It is still missed-placed and inappropriate due to the lack of qualification’s standard of human resources. Third, evaluation process carried out by government and internal of school is still poor because its intensity is still infrequent.

Key words:management, r-sma-bi mta, sdm A. PENDAHULUAN

Marshall McLuhan (1960-an) mengistilahkan peradaban sekarang seperti kampung global (global village). Perkembangan teknologi informasi (information tecnologi) selain membawa pesan positif bagi ummat manusia, juga telah menghilang batas dan kedaulatan negara. Miliaran manusia di seluruh penjuru dunia dengan mudah mengakses informasi negara lain tanpa dipersilahkan sekalipun. Realita ini memaksa bangsa Indonesia sebagai kontestan peradaban global untuk menciptakan SDM yang berkualitas sebagai benteng perisai bangsa. Jika tidak, maka keberadaan Indonesia di panggung internasional akan tertinggal dan tidak diperhitungkan bangsa lain.

Namun menciptakan SDM yang berkulitas bukanlah perkara sederhana. Peringkat Human Devolopment Index (HDI) yang rilis oleh UNDP melaporkan


(4)

Indonesia berada pada urutan yang cukup rendah. Padahal SDM berkualitas merupakan kunci dalam meningkatkan daya saing suatu bangsa. Oleh karena itu penyelenggaran pendidikan bangsa ini perlu segera dibenahi.

Sebab salah satu elemen penting yang diyakini mampu medongkrak kualitas SDM adalah pendidikan. Hingga kini, pendidikan masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam membangun kecerdasan anak bangsa. Untuk itu, pemerintah akhirnya meluncurkan program Rintisan Sekolah Mengengah Atas Bertaraf Internasional (R-SMA-BI/sederjat). Namun hadirnya R-SMA-BI (walaupun sudah dibubarkan) sepertinya perlu dibarengi dengan pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan yang baik. Menurut Khan (2010: 165) perbaikan pengelolaan SDM dimulai dari proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan, penilaian kinerja, kompensasi dan penghargaan, serta meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru dan staf.

Fungsi pokok pengelolaan yaitu, planning, actuating/organizing dan controling. Sekolah sebagai sumber pendidikan yang di dalamnya terdapat SDM, harus dikelola dengan profesional. Keberhasilan sebuah sekolah sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam memberdayakan seluruh warga sekolah, termasuk pembinaan dan pengembangan guru dan staf.

Selain kepala sekolah, tenaga pendidik (guru) merupakan elemen penting di sekolah yang harus diperhatikan. Tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan riset dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik perguruan tinggi, (UUSisdiknas No.20. Tahun 2003).

Sementara tenaga kependidikan (teknisi kependidikan, laboran,teknisi sumber belajar, tenaga administratif dan pegawai honorer) juga merupakan komponen yang ikut membantu keberhasilan sebuah sekolah. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.

Bertolak dari uraian di atas, menjadi realitas pendorong bagi peneliti untuk dilakukan riset ilmiah tentang “Pengelolaan SDM Rintisan Sekolah Menengah


(5)

Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta”. Riset ini bertujuan untuk menggali model manajemen dan pengembangan SDM pada R-SMA-BI MTA Surakarta.

B. METODE RISET

Riset sederhana ini adalah riset kualitatif-etnografi yang menghasilkan data deskriptif. Riset ini dilakukan di R-SMABI MTA Surakarta Jawa Tengah, dengan lama riset 1 s/d 2 bulan (Agustus-Oktober 2012). Dengan subyek riset antara lain; penanggungjawab yayasan R-SMABI MTA Surakarta, Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, siswa, penanggungjawab sarana dan prasaran (sarpra), bendahara, dan komite Sekolah R-SMABI MTA Surakarta.

Beberapa jenis sumber data secara menyeluruh yang dapat dikelompokan; pertama, narasumber (informan), kedua, peristiwa atau aktifitas. Ketiga dari benda, beragam gambar, dan rekaman. Keempat, dokumen dan arsip.

Prosedur dan instrumen dalam pengumpulan data meliputi; observasi, wawancara, analisis isi, dan skala obyektif. Sementara teknik pengumpulan data dalam riset ini; pertama observasi, meliputi seluruh sarana dan prasarana, kondisi lingkungan, dan kultur R-SMABI MTA. Instrumen pendukung adalah form observasi, instument wawancara dan kamera. Kedua, wawancara dengan dua model; wawancara terarah (indepth interview) dan wawancara tidak terarah. Ketiga, dokumentasi yakni catatan peristiwa yang sudah berlalu berupa tulisan dan gambar. Keempat, teknik mencatat yakni menyusun catatan lapangan yang bersumber dari informen. Kelima, teknik rekaman yaitu merekam meteri pembicaraan informen yang ada di R-SMABI MTA Surakarta. Kemudian dilakukan analisis yang dengan rangkaian, pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan dan verifikasi.


(6)

C. HASIL RISET DAN PEMBAHASAN 1. HASIL RISET

Setelah dilakukan serangkaian proses pengumpulan data di lapangan terkait dengan proses pengelolaan SDM R-SMA-BI MTA, ada beberapa temuan yang menjadi penting untuk dibahas pada laporan riset ini. Salah satunya adalah kultur sekolah tersebut telah memenuhi standar R-SMA-BI serta hal lain yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.

a. Perencanaan SDM di R-SMA-BI MTA Surakarta

Beberapa temuan terkait perencanaan SDM di R-SMA-BI MTA Surakarta. Pertama model kepemimpinan di R-SMA-BI MTA Surakarta adalah kolektif kolegial. Antara kepala sekolah dan yayasan seksi pendidikan MTA memiliki peran yang sama dalam pengambilan kebijakan di sekolah. Kedua setiap perekrutan SDM harus melakukan identifikasi kebutuhan, dan ini dilakukan oleh pihak sekolah kemudian diusulkan ke yayasan untuk ditindaklanjuti dengan kegiatan perekrutan guru atau staf baru.

Ketiga, mulai tahun 2012 persyaratan untuk menjadi guru di R-SMA-BI MTA harus memenuhi kriteria keislaman (SDM sebelumnya juga tetap diperhatikan aspek keislaman ), keluhuran akhlaq, kemampuan akademik, dan mengikuti rangkaian tes, termasuk tes psikolgi dan akademik. Dan setiap guru baru, harus melewati tahapan pembinaan, seperti pengujian komitmen kerja.

Keempat, kualitas perencanaan guru yang ada di sekolah tersebut masih belum memenuhi syarat. Sebab sekian banyak SDM yang ada, proses perekrutannya tidak melewati mekanisme formal. Sebagian besar dari personil yang ada adalah yang mengabdi secara ikhlas di yayasan MTA. b. Penempatan dan Pengembangan SDM R-SMA-BI MTA

Penempatan pendidik dan tenaga kependidikan masih belum sesuai dengan standar R-SMA-BI. Beberapa hal yang ditemui seperti adanya guru yang rangkap tugas/jabatan. Kemudian tenaga kependidikan seperti pegawai perpustakaan bukan dari kualifiasi yang paham tentang keperpustakaan.


(7)

Sehingga kualitas bidang yang ditanganinya masih belum maksimal sesuai standar umum RSBI.

Selain itu dalam kaitannya dengan jenjang karier guru. Setiap penaikan status dari guru tidak tetap menjadi guru yayasan, harus melewati tahapan dan syarat dari pihak yayasan atau sekolah. Begitupun halnya dalam peningkatan kualifikasi guru dan tenaga kependidikan. Guru yang melanjutkan study S2 biasanya dilihat dari senioritas, prestasi dan kemampuan akdemik. Untuk pembiayaannya, sekian persen ditanggung oleh pihak sekolah dan sisanya menjadi beban masing-masing guru. Dari 61 guru yang ada, hanya 15 % yang sudah memenuhi standar kualifikasi akademik. Sehingga kualitas SDM-nya masih kurang.

Rendahnya kualitas penempatan dan pengembangan SDM di sekolah teesebut disebabkan karena kualifikasi SDM-nya masih rendah. Meskipun yayasan terus berusaha meningkatkan kualifikasi SDM, namun masalah anggaran menjadi salah satu kendala yang dihadapi selain hambatan lain. c. Evaluasi SDM di R-SMA-BI MTA Surakarta

Evaluasi terhadap kinerja guru dan staf yang ada di R-SMA-BI MTA dilakukan oleh pihak sekolah bersama yayasan dan pemerintah. Model evaluasi yang dilakukan antara lain; monitoring dan evaluasi (monev) dari pemerintah setiap satu kali setahun, supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah, pengajian rutin untuk pembinaan keislaman, kegiatan in hause training (IHT) untuk pengembangan kualitas guru, serta pemberian hukuman bagi guru dan staf yang melanggar peraturan dan penghargaan bagi guru dan staf yang berprestasi serta jaminan kesehatan SDM yang ada.

Jika dikaitkan dengan indikator kualitas R-SMA-BI MTA, maka kualitas evaluasi internal SMA MTA sudah memenuhi syarat. Namun yang perlu diperjelas lagi adalah evaluasi dari pemerintah yang kurang begitu maksimal. Seperti belum adanya pendamping khusus setiap mata pelajaran RSBI. Sehingga tafsir tentang R-SMA-BI masih bervariasi. Sementara pihak sekolah juga kurang begitu mendalami panduan tentang program RSBI.


(8)

2. PEMBAHASAN

Kehadiran program R-SMA-BI yang diluncurkan pemerintah ternyata menuai beragam tanggapan. Di satu sisi publik menaruh ekspektasi yang cukup tinggi, sementara pada kondisi yang bersamaan banyak masyarakat yang menolak kehadiran R-SMA-BI karena dianggap bertentangan dengan konstitusi negara, dan akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkannya (baca R-SMA-BI). Meski demikian, program R-SMA-BI sempat berjalan sampai tahun 2012 lalu (sebelum riset ini berakhir).

Banyak pihak seperti Daoed Yusuf dan HAR Tilar memandang bahwa progran RSBI adalah penyelengaraan pendidikan yang tidak memiliki landasan filosofis. Program RSBI dinilai sebagai program latah yang tidak landasi nilai-nilai kearifan lokal. Diskursus inilah yang mengantarkan peneliti untuk mengoptik lebih dalam tentang penyelenggaraan RSBI di SMA MTA Surakarta. Namun riset ini hanya berfokus pada pengelolaan SDM di sekolah tersebut. 1. Gambaran umum, sejarah dan kultur R-SMA-BI MTA Surakarta

Sekolah Menengah Atas MTA merupakan salah satu lembaga pendidikan swasta dibawah naungan Yayasan MTA (baca MTA). Yayasan MTA menganggap urgen untuk dihadirkannya sekolah yang berhaluan Islam. Menurut pihak MTA, salah satu cara untuk memperbaiki akhlak dan moral generasi adalah menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap diri manusia. Selain itu, SMA MTA lahir guna menjawab kerisauan yang dialami oleh warga MTA pada saat itu. Sebab pada era Orde Baru berkuasa, gadis-gadis muslimah susah mengenakan busana muslim ketika berada di sekolah. Sehingga Yayasan MTA bersama warganya sepakat untuk mendirikan lembaga pendidikan sendiri.

Seiring berjalannya waktu, SMA MTA mendapat kepercayaan pemerintah untuk menyelenggarakan R-SMA-BI. Sehingga proses pendidikan di sekolah tersebut kian hari terus dibenahi. Berdasarkan data yang terkumpul dilapangan, nuasa keramahan dan sopan santun merupakan keunggulan yang sangat menonjol di R-SMABI MTA Surakarta. Begitupun dalam ruangan kelas, selama kunjungan kelas maupun waktu istirahat (di luar kelas) budaya sopan santun dan budaya keramahan sangat terlihat. Tegur sapa yang santun antara warga sekolah


(9)

terlihat begitu ‘intim’. Kasali (dalam Muhaimin et.all, 2010: 48) menguraikan hal yang sama, bahwa kultur sekolah merupakan kontruksi antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh kepala sekolah dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru serta para karyawan dan peserta didik yang ada di sekolah.

Selain itu kebersihan, ketenangan, dan lingkungan tanpa asap rokok juga telah memenuhi kultur yang diharapkan. Artinya bahwa SMA MTA telah memenuhi standar kultur sebagai sekolah R-SMABI. Sebab menurut pengakuan pihak sekolah, ciri khas dari program R-SMA-BI yang diunggulkan oleh SMA MTA adalah kemulian moral dan akhlak warga sekolah (guru, staf dan peserta dididk), disamping kualitas matapelajaran umum juga tetap ditingkatkan.

Sementara sarana dan prasarana R-SMA-BI MTA secara umum telah melengkapi semua fasilitas yang dibutuhkan. Seperti laboratorium, perpustakaan, tempat ibadah, kantin, koperasi guru/pegawai, dan fasilitas lain termasuk asrama sebagai sarana pembinaan siswa. Arikunto dan Yuliana (2009:273) menekankan tentang pentingnya keberadaan sarana dan prasarana sebagai instrumen pendukung kegiatan kependidikan, sehingga berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien. Tetapi disisi lain, proses digitalisasi kegiatan pembelajaran masih belum diterapkan secara menyeluruh. Meskipun sebagian besar dari SDM yang ada sudah mampu memanfaatkan Information Communication and Technologi (ICT).

2. Model Perencanaan SDM di R-SMA-MTA Surakarta

Berkaitan dengan perencanaan SDM R-SMA-BI MTA, yayasan dan pihak sekolah sepakat menentukan standar dan kriteria wajib bagi SDM yang akan diserap. Wawasan keislaman (warga MTA sendiri) dan akhlak yang luhur menjadi syarat sakral dan penting diprioritaskan. Disamping tes wawancara, tes psikologi, dan tes kemampuan akademik juga sangat diperhatikan. Namun hal itu baru diterapkan mulai tahun 2012 lalu. Sebab dari 61 guru dan 19 tenaga kependidikan, hanya beberapa orang yang melewati tes resmi, karena alasan kondisional pada awal perintisan sekolah MTA.

Hal ini ada kesamaan dengan riset Curtis (2012) tentang Recruiting and Mentoring Mathematics Teachers. Riset teresebut menjelaskan pentingnya


(10)

kualitas perekrutan dan pembinaan (mentoring) guru terhadap peningkatan nilai akademis sebuah sekolah. Sehingga direkomendasikan, jika ingin merekrut guru, maka mulailah dengan proses perekrutan yang berkualitas. Tetapi riset Curtis tidak membahas perekrutan guru secara umum, dia hanya membahas tentang cara perekrutan guru matematika.

Namun pola yang diterapkan oleh pihak R-SMA-BI MTA diatas sedikit berbeda dengan hasil riset Zurnali (2010). Zurnali mengungkapakan bahwa, sebuah organisasi atau perusahaan harus dapat mencari dan menarik calon karyawan yang memiliki kemampuan bekerja dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, yang biasa disebut sebagai pekerja pengetahuan (knowledge worker). Oleh sebab itu, tenaga kependidikan seperti Tata Usaha (TU), laboran, pustakawan, yang akan berhubungan dengan media dan administrasi, harus sesuai kualifikasinya.

Sayangnya proses perekrutan seperti yang dijelaskan oleh sejumlah responden di R-SMA-BI MTA itu baru diterapkan tahun 2012. Sementara selama mengantongi ijin RSBI, perekrutan SDM belum begitu disesuaikan. Jika dilihat dari model perencanaan SDM yang ada di sekolah tersebut, sepertinya belum siap untuk memenuhi kriteria RSBI. Untuk mencapai tahapan ideal membutuhkan waktu yang relatif lama. Untuk itu sebelum melanjutkan program RSBI, pemerintah seharusnya membuat regulasi yang tepat dan tidak bertentangan konstitusi dasar negara. Sehingga arah dan orientasi program RSBI jelas dan bisa tercapai.

3. Penempatan dan pengembangan SDM R-SMABI MTA Surakarta Penempatan tenaga pendidik dan kependidikan di R-SMABI MTA belum sepenuhnya sesuai dengan standar kualifikasi SDM. Seperti adanya beberapa guru yang masih rangkap jabatan, meskipun diakui hal itu tidak menghambat proses pelaksanaan kegiatan kependidikan. Menurut beberapa responden, penempatan SDM yang ada di sekolahnya masih belum profesional. Sebab SDM yang ada adalah warga yang mengabdi secara ikhlas di yayasan.

Hal itu bertentangan dengan riset Keshni (2004), bahwa salah satu variabel pemicu lahirnya budaya kompetitif di sekolah adalah proses pemilihan dan


(11)

penempatan guru/ staf sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya. Dengan demikian guru/ staf dapat bekerja konsetrasi sesuai dengan disiplin ilmunya.

Sementara masalah kompetensi juga masih dibawah standar, seperti kemampuan berbahasa Inggris. Padahal pemerintah telah menetapkan standar minimal SDM di R-SMA-BI menguasai bahasa Inggris. Sementara guru MIPA diwajibkan untuk menggunakan referensi berbahasa Inggris, dan wajib meningkatkan standar berbahasa Inggris dalam jangka waktu 4 (empat) tahun. Begitu halnya bagi tenaga administrasi harus mampu berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan bahasa Inggris, (Panduan R-SMABI, 2009:37). Sehingga sampai riset ini berakhir, pembelajarannya masih menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan sebagian guru mengakui, penggunaan bahasa Inggris hanya mempersulit penyampaian materi pelajaran.

Dari 61 guru, sekitar 15% yang sudah memenuhi standar kualifikasi R-SMABI. Sehingga profesinalisme di sekolah tersebut belum berjalan optimal. Hasil riset Steyn (2011), menyajikan bahwa, untuk pengembangan profesional kerja, keterampilan dan pengetahuan membutuhkan kualifikasi SDM yang mumpuni. Sementara persamaanya, riset Steyn menemukan bahwa efektivitas sebuah sekolah tergantung sungguh kepala sekolah dalam menggerakan SDM yang ada di sekolah.

Begitupun dengan riset Botha (2004), dalam kondisi seperti ini dibutuhkan peran kepala sekolah sebagai pemimpin profesional. Kemudian kepemilikan dan keterlibatan kepala sekolah dalam proses evaluasi dan perbaikan itu sangat penting. Selanjutnya, pentingnya kepala sekolah yang punya strategi berpikir dalam memimpin sekolah (guru dan staf ). Sementara riset Pitt (2012) menyajikan bahwa implikasi dari guru dan kepala sekolah yang tidak memenuhi kegiatan pengembangan kompetensi profesional, maka tidak dapat meningkatkan prestasi siswa dan kualitas pembelajaran

Dalam kaitan dengan pembiayaan, yayasan mengucurkan sejumlah dana baik dari anggaran block grant maupun dari RAPBS digunakan untuk membantu guru yang melanjutkan study. Penentuan guru yang akan melanjutkan study magister itu dilihat dari jenjang karier, senioritas,


(12)

pengalaman, umur dan yang lebih penting lagi kualifikasi akademik. Sejauh ini, yayasan MTA masih memprioritaskan guru MIPA untuk melanjutkan study, juga yang berkualifikasi lain tetap diperhatikan. Diakui sejumlah informen, dalam setiap penerapan kebijakan di sekolah tersebut sejauh ini tidak ada indikasi diskriminasi, semunya berjalan sesuai adanya.

Sementara standar kesejahteraan bagi SDM juga tetap diperhatikan. Sejumlah responden mengakui gaji yang mereka peroleh insyaAllah sudah mampu mencukupi. Selain itu mereka juga punya dan pensiun dan tabungan rahasia yang pada waktu tertentu akan diambil/diserahkan oleh pihak sekolah. Pihak sekolah juga memiliki asuransi kesehatan bagi warga sekolah. Bila ada yang sakit atau melahirkan, sebagian biaya akan ditanggung oleh pihak sekolah sesuai aturan yang telah disepakati.

Hasil Riset Bipath (2011) menyatakan, untuk menggerakan SDM di

sekolah butuh dorong upah yang sesuai dengan kondisi perekonomian guru atau staf. Sementara peran pemimpin untuk memberikan motivasi kerja ikhlas tidak begitu diperhatikan.

Bila merujuk pada panduan R-SMA-BI, sebagai dari proses perencanaan SDM di R-SMA-BI MTA masih belum maksimal. Ini merupakan indikator dari ketidaksiapan satuan pendidikan terkait dalam menjalankan program RSBI. Program seperti ini dinilai terlalu insidental dan terkesan memaksa keadaan. Mestinya hal pertama yang penting dilakukan adalah menentukan skala prioritas yaitu memastikan bahwa SDM dan sarana/prsarana yang ada harus mumpuni dan representatif. Sebab jika hal ini dipaksakan, maka program RSBI (khusus sekolah swasta yang masih menjalani) tidak akan tercapai tujuannya. Justru hanya merugikan anggaran negara dari biaya operasional yang terlalu mahal. Dan ini menjadi tugas pokok pemerintah untuk segera mengevaluasi RSBI. 4. Model Evaluasi SDM R-SMA-BI MTA Surakarta

Terkait keberadaan SDM, pihak sekolah dan yayasan bersama pemerintah aktif melakukan evaluasi secara berkala. Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) satu kali setahun. Begitupun dengan pihak sekolah sendiri juga aktif melakukan evaluasi seperti supervisi secara berkala. Selain supervisi


(13)

berkala yang dilakukan oleh kepala sekolah. Pengajian rutin menjadi salah satu cara jitu untuk mengevaluasi perkembangan sekolah sekaligus sebagai wadah penyelesaian masalah internal sekolah.

Bila dikaitakan dengan hasil riset Pitt (2012), menguraikan bahwa untuk mengembangkan sekolah perlunya keterlibatan guru dalam rapat evaluasi diselenggarakan setiap bulan atau pertemuan tim yang membicarakan tentang pengembangan sekolah. Menurut Pitt, guru harus menghadiri pertemuan yang berlangsung minimal tiga puluh dan enam puluh menit agar memahami berbagai macam bentuk kebijakan sehingga tercipta semangat dalam kegiatan pembelajaran.

Dari data monev (2012) terlihat bahwa, sebagian besar indikator sebagai sekolah RBSI tidak dapat dipenuhi. Sebab semuanya bermula dari cara berfikir pemerintah yang insidental. Bahkan program-programnya tidak jauh beda dengan sekolah reguler. Sehingga wajar, aneka penilaian masyarakat, bahwa program RBSI hanyalah ritualitas pendidikan yang tidak memiliki karakter yang jelas. Terbukti pihak SMA-MTA mengakui program RSBI-nya adalah keunggulan akhlaq dan moral siswa. Pertnyaanya, benarkah akhlaq/moral menjadi tujuan RSBI. Untuk menjawab ini silakan pemerintah membaca kembali aturan RBSI. Pendidikan kita akan mencapai kualitas maksimal bilamana pemerintah memahami akar masalah pendidikan di negeri ini.

D. SIMPULAN

Menyimak kembali pembahasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Secara umum, masih perlunya pihak R-SMABI MTA Surakarta menyesuaikan dengan aturan menyelenggarakan R-SMABI Nasional. Seperti perencanaan, perekrutan, penempatan, hingga dalam proses evaluasi sumber daya manusia (SDM).

Proses perencanaan guru dan staf yang ada di sekolah tersebut masih belum sepenuhnya memenuhi tuntutan peraturan sebagai R-SMABI, hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator seperti, tenaga pendidikan dan kependidikan masih banyak yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik.


(14)

Sehingga diakui oleh sejumlah responden, penempatan tenaga pendidik R-SMABI MTA sebagian kecil belum sesuai dengan standar kualifikasi dan kompetensi akademik. Seperti adanya beberapa guru yang merangkap menjadi staf. Meskipun diakui oleh guru yang bersangkutan, sama sekali tetapi tidak mengganggu tugas lain, dan semuanya lancar saja.

Selain itu kualifikasi tenaga pendidik masih belum memenuhi standar penyelenggaraan R-SMABI. Sebab merujuk apada aturan peyelenggaraan, tanaga pendidik yang mengajar di R-SMABI minimal 30% S2 atau S3. Begitupun halnya dengan kepala sekolah, harus memenuhi standar kualifikasi sebagaimana tersebut. Sementara hasil temuan, dari 61 orang guru, hanya sekitar 15% yang sudah memenuhi kualifikasi magister. Begitu halnya dengan tenaga kependidikan, tingkat kualifikasi dan kompetensinya masih belum memenuhi syarat sebagai R-SMABI.

Sementara evalusi SDM yang ada di R-SMABI MTA tidak jauh beda dengan pola evaluasi yang dilakukan oleh sekolah lain. Namun R-SMABI MTA memiliki model evaluasi yang nilai religiusnya cukup representatif. Evaluaisi tersebut adalah digelarnya pengajian rutin tiap awal bulan. Selain itu guru dan staf yang ada di R-SMABI MTA juga diwajibkan mengikuiti pengajian yang selenggarakan oleh yayasan pusat setiap satu kali sepekan. Supervisi dan evaluasi juga tetap dilakukan oleh pemerintah.

Berpangkal dari hasil pembahasan riset yang dikupas sebelumnya, maka ada beberapa sarana yang ingin peneliti sampaikan; pertama standar kultur sebagai sekolah R-SMABI sudah dipenuhi oleh SMA MTA. Tinggal sarana dan prasarana sesuai standar RSBI diusahakan dilengkapi. Bila ketentuan R-SMABI mewajibkan bagi kepala sekolah, dan guru minimal 30% guru berkualifikasi S2 dari populasi yang ada. Maka pihak yayasan harus mempercepat penyekolahan guru-guru yang ada. Jika tidak maka kesempatan melanjutkan program ke sekolah bertaraf Internasional tidak dapat dipenuhi.

Selain itu, jika SDM sudah memenuhi, rangkap jabatan sedapat mungkin dihindari, demi terciptanya iklim yang profesional. Dari hasil supervisi dan evaluasi dari pemerintah bahwa R-SMABI MTA belum pernah mendapatkan


(15)

prestasi dalam pentas internasional, maka saatnya untuk meningkatkan semangat kompetitif, tidak hanya siswa, guru juga wajib menujukan prestasi baik akademik maupun non akademik. Dan model evaluasi yang dilakukan oleh pihak sekolah perlu dipertahankan dan dikembangkan, karena itu cukup baik.

Selanjutnya perlu penataan administrasi yang lebih baik lagi, sebab terdapat kesulitan bagi peneliti ketika membutuhkan data-data tertentu. Ketiga, perlunya profesionalitas dalam bekerja dan tidak semata mengandalkan kepercayaan.

Untuk pemerintah terkait, dari hasil riset tentang pengeloaan SDM di R-SMABI, ditemui banyak kelemahan yang semestinya ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti masih kurangnya evaluasi terhadap keberadaan program-program yang dilakukan oleh sekolah terkait.

Perlunya penegasan tentang penggunaan paket anggaran block grant yang telah dikucurkan bagi sekolah yang mengantongi ijin R-SMABI, sehingga memenuhi sasaran yang telah diinginkan oleh pemeintah. Sebab dijumpai di lapangan, masih lemahnya pengawasan dan bimbingan pemerintah terkait program-program R-SMABI, serta pelunya menjelaskan kembali apa bedanya R-SMABI dengan SMA biasa. Sebab masih beravariasinya tafsir tentang sekolah bertaraf internasional. Kemudian perlu adanya pejabat/ahli sebagai pendamping khusus untuk mata pelajaran yang mendapatkan ijin RSBI sehingga pembelajarannya lebih terarah.

Lewat kesempatan ini juga, peneliti khaturkan trimakasih kepada kedua pembimbing saya Bapak Prof.Dr.Bambang Setiaji, Bapak Idris Harta,M.A.,Ph.D dan dewan penguji saya Bapak Prof.Dr. Yetty Sarjono. Saya khaturkan trimaksih juga kepada bapak kaprogdi pascasarjana magister manajemen pendidikan Bapak Prof.Dr. Sutama, M.Pd. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam proses penelitian ini, ksususnya kepada keluarga besar R-SMA-BI MTA Surakarta. Trimakasih juga kepada pemerintah (Ditjen Dikti kemendiknas) atas bantuan dana BPPs sehingga proses perkuliahan saya bisa berjalan lancar.


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Botha,R.J.2004. Excellence in leadership: demands on the professional school principal. South African Journal of Education Vol 24(3) College of Human Sciences, School of Education, University of South Africa, PO Box 392, Unisa, 0003 South Africa

Creswell, W. John. 2007. Qualitative Inqury& Recearch Design. Second Edition, Sage Publication: New Delhi

Curtis. Carol, EdD. 2012. Recruiting and Mentoring Mathematics Teachers.International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 18; Fresno City College 1101 E. University Ave. Fresno, Ca 93741 United States of America

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah KementerianPendidikan Nasional

Greg, Stich, 2005. ” Profesionalisme and Autonomy: Unbalanced Agents of Change in the Ontario Educationa System”. Educationa Law Journal. Vol. 15 No. 2

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Panduan Penyelenggaraan Rinitisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional. 2010. Kemendiknas Dirjen Mendikdasmen Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Pitt, Jonathan. 2012. Developing a School Based Model for Optimising the Professional Development of Canadian Primary School Teachers. School of Education, Nipissing University North Bay, Ontario, Canada E-mail: jonathap@nipissingu.ca Hettie van der Merwe (Corresponding author) University of South Africa, UNISA Pretoria, South Africa.

Sugiyono. 2011, Metode Riset Pendidikan. Edisi Ke-13, Bandung: Alfabeta

Sutama. 2011. Metode Penelitia Pendidikan. Cetakan Kedua, Surakarta: Fairuz Media

Straus, George dan Sayles, Leonard. 1991. Manajemen Personalia; Segi Manusia dalam Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia.


(1)

penempatan guru/ staf sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya. Dengan demikian guru/ staf dapat bekerja konsetrasi sesuai dengan disiplin ilmunya.

Sementara masalah kompetensi juga masih dibawah standar, seperti kemampuan berbahasa Inggris. Padahal pemerintah telah menetapkan standar minimal SDM di R-SMA-BI menguasai bahasa Inggris. Sementara guru MIPA diwajibkan untuk menggunakan referensi berbahasa Inggris, dan wajib meningkatkan standar berbahasa Inggris dalam jangka waktu 4 (empat) tahun. Begitu halnya bagi tenaga administrasi harus mampu berkomunikasi lisan dan tertulis dengan menggunakan bahasa Inggris, (Panduan R-SMABI, 2009:37). Sehingga sampai riset ini berakhir, pembelajarannya masih menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan sebagian guru mengakui, penggunaan bahasa Inggris hanya mempersulit penyampaian materi pelajaran.

Dari 61 guru, sekitar 15% yang sudah memenuhi standar kualifikasi R-SMABI. Sehingga profesinalisme di sekolah tersebut belum berjalan optimal. Hasil riset Steyn (2011), menyajikan bahwa, untuk pengembangan profesional kerja, keterampilan dan pengetahuan membutuhkan kualifikasi SDM yang mumpuni. Sementara persamaanya, riset Steyn menemukan bahwa efektivitas sebuah sekolah tergantung sungguh kepala sekolah dalam menggerakan SDM yang ada di sekolah.

Begitupun dengan riset Botha (2004), dalam kondisi seperti ini dibutuhkan peran kepala sekolah sebagai pemimpin profesional. Kemudian kepemilikan dan keterlibatan kepala sekolah dalam proses evaluasi dan perbaikan itu sangat penting. Selanjutnya, pentingnya kepala sekolah yang punya strategi berpikir dalam memimpin sekolah (guru dan staf ). Sementara riset Pitt (2012) menyajikan bahwa implikasi dari guru dan kepala sekolah yang tidak memenuhi kegiatan pengembangan kompetensi profesional, maka tidak dapat meningkatkan prestasi siswa dan kualitas pembelajaran

Dalam kaitan dengan pembiayaan, yayasan mengucurkan sejumlah dana baik dari anggaran block grant maupun dari RAPBS digunakan untuk membantu guru yang melanjutkan study. Penentuan guru yang akan melanjutkan study magister itu dilihat dari jenjang karier, senioritas,


(2)

pengalaman, umur dan yang lebih penting lagi kualifikasi akademik. Sejauh ini, yayasan MTA masih memprioritaskan guru MIPA untuk melanjutkan study, juga yang berkualifikasi lain tetap diperhatikan. Diakui sejumlah informen, dalam setiap penerapan kebijakan di sekolah tersebut sejauh ini tidak ada indikasi diskriminasi, semunya berjalan sesuai adanya.

Sementara standar kesejahteraan bagi SDM juga tetap diperhatikan. Sejumlah responden mengakui gaji yang mereka peroleh insyaAllah sudah mampu mencukupi. Selain itu mereka juga punya dan pensiun dan tabungan rahasia yang pada waktu tertentu akan diambil/diserahkan oleh pihak sekolah. Pihak sekolah juga memiliki asuransi kesehatan bagi warga sekolah. Bila ada yang sakit atau melahirkan, sebagian biaya akan ditanggung oleh pihak sekolah sesuai aturan yang telah disepakati.

Hasil Riset Bipath (2011) menyatakan, untuk menggerakan SDM di sekolah butuh dorong upah yang sesuai dengan kondisi perekonomian guru atau staf. Sementara peran pemimpin untuk memberikan motivasi kerja ikhlas tidak begitu diperhatikan.

Bila merujuk pada panduan R-SMA-BI, sebagai dari proses perencanaan SDM di R-SMA-BI MTA masih belum maksimal. Ini merupakan indikator dari ketidaksiapan satuan pendidikan terkait dalam menjalankan program RSBI. Program seperti ini dinilai terlalu insidental dan terkesan memaksa keadaan. Mestinya hal pertama yang penting dilakukan adalah menentukan skala prioritas yaitu memastikan bahwa SDM dan sarana/prsarana yang ada harus mumpuni dan representatif. Sebab jika hal ini dipaksakan, maka program RSBI (khusus sekolah swasta yang masih menjalani) tidak akan tercapai tujuannya. Justru hanya merugikan anggaran negara dari biaya operasional yang terlalu mahal. Dan ini menjadi tugas pokok pemerintah untuk segera mengevaluasi RSBI. 4. Model Evaluasi SDM R-SMA-BI MTA Surakarta

Terkait keberadaan SDM, pihak sekolah dan yayasan bersama pemerintah aktif melakukan evaluasi secara berkala. Pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) satu kali setahun. Begitupun dengan pihak sekolah sendiri juga aktif melakukan evaluasi seperti supervisi secara berkala. Selain supervisi


(3)

berkala yang dilakukan oleh kepala sekolah. Pengajian rutin menjadi salah satu cara jitu untuk mengevaluasi perkembangan sekolah sekaligus sebagai wadah penyelesaian masalah internal sekolah.

Bila dikaitakan dengan hasil riset Pitt (2012), menguraikan bahwa untuk mengembangkan sekolah perlunya keterlibatan guru dalam rapat evaluasi diselenggarakan setiap bulan atau pertemuan tim yang membicarakan tentang pengembangan sekolah. Menurut Pitt, guru harus menghadiri pertemuan yang berlangsung minimal tiga puluh dan enam puluh menit agar memahami berbagai macam bentuk kebijakan sehingga tercipta semangat dalam kegiatan pembelajaran.

Dari data monev (2012) terlihat bahwa, sebagian besar indikator sebagai sekolah RBSI tidak dapat dipenuhi. Sebab semuanya bermula dari cara berfikir pemerintah yang insidental. Bahkan program-programnya tidak jauh beda dengan sekolah reguler. Sehingga wajar, aneka penilaian masyarakat, bahwa program RBSI hanyalah ritualitas pendidikan yang tidak memiliki karakter yang jelas. Terbukti pihak SMA-MTA mengakui program RSBI-nya adalah keunggulan akhlaq dan moral siswa. Pertnyaanya, benarkah akhlaq/moral menjadi tujuan RSBI. Untuk menjawab ini silakan pemerintah membaca kembali aturan RBSI. Pendidikan kita akan mencapai kualitas maksimal bilamana pemerintah memahami akar masalah pendidikan di negeri ini.

D. SIMPULAN

Menyimak kembali pembahasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan. Secara umum, masih perlunya pihak R-SMABI MTA Surakarta menyesuaikan dengan aturan menyelenggarakan R-SMABI Nasional. Seperti perencanaan, perekrutan, penempatan, hingga dalam proses evaluasi sumber daya manusia (SDM).

Proses perencanaan guru dan staf yang ada di sekolah tersebut masih belum sepenuhnya memenuhi tuntutan peraturan sebagai R-SMABI, hal itu bisa dilihat dari beberapa indikator seperti, tenaga pendidikan dan kependidikan masih banyak yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik.


(4)

Sehingga diakui oleh sejumlah responden, penempatan tenaga pendidik R-SMABI MTA sebagian kecil belum sesuai dengan standar kualifikasi dan kompetensi akademik. Seperti adanya beberapa guru yang merangkap menjadi staf. Meskipun diakui oleh guru yang bersangkutan, sama sekali tetapi tidak mengganggu tugas lain, dan semuanya lancar saja.

Selain itu kualifikasi tenaga pendidik masih belum memenuhi standar penyelenggaraan R-SMABI. Sebab merujuk apada aturan peyelenggaraan, tanaga pendidik yang mengajar di R-SMABI minimal 30% S2 atau S3. Begitupun halnya dengan kepala sekolah, harus memenuhi standar kualifikasi sebagaimana tersebut. Sementara hasil temuan, dari 61 orang guru, hanya sekitar 15% yang sudah memenuhi kualifikasi magister. Begitu halnya dengan tenaga kependidikan, tingkat kualifikasi dan kompetensinya masih belum memenuhi syarat sebagai R-SMABI.

Sementara evalusi SDM yang ada di R-SMABI MTA tidak jauh beda dengan pola evaluasi yang dilakukan oleh sekolah lain. Namun R-SMABI MTA memiliki model evaluasi yang nilai religiusnya cukup representatif. Evaluaisi tersebut adalah digelarnya pengajian rutin tiap awal bulan. Selain itu guru dan staf yang ada di R-SMABI MTA juga diwajibkan mengikuiti pengajian yang selenggarakan oleh yayasan pusat setiap satu kali sepekan. Supervisi dan evaluasi juga tetap dilakukan oleh pemerintah.

Berpangkal dari hasil pembahasan riset yang dikupas sebelumnya, maka ada beberapa sarana yang ingin peneliti sampaikan; pertama standar kultur sebagai sekolah R-SMABI sudah dipenuhi oleh SMA MTA. Tinggal sarana dan prasarana sesuai standar RSBI diusahakan dilengkapi. Bila ketentuan R-SMABI mewajibkan bagi kepala sekolah, dan guru minimal 30% guru berkualifikasi S2 dari populasi yang ada. Maka pihak yayasan harus mempercepat penyekolahan guru-guru yang ada. Jika tidak maka kesempatan melanjutkan program ke sekolah bertaraf Internasional tidak dapat dipenuhi.

Selain itu, jika SDM sudah memenuhi, rangkap jabatan sedapat mungkin dihindari, demi terciptanya iklim yang profesional. Dari hasil supervisi dan evaluasi dari pemerintah bahwa R-SMABI MTA belum pernah mendapatkan


(5)

prestasi dalam pentas internasional, maka saatnya untuk meningkatkan semangat kompetitif, tidak hanya siswa, guru juga wajib menujukan prestasi baik akademik maupun non akademik. Dan model evaluasi yang dilakukan oleh pihak sekolah perlu dipertahankan dan dikembangkan, karena itu cukup baik.

Selanjutnya perlu penataan administrasi yang lebih baik lagi, sebab terdapat kesulitan bagi peneliti ketika membutuhkan data-data tertentu. Ketiga, perlunya profesionalitas dalam bekerja dan tidak semata mengandalkan kepercayaan.

Untuk pemerintah terkait, dari hasil riset tentang pengeloaan SDM di R-SMABI, ditemui banyak kelemahan yang semestinya ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Seperti masih kurangnya evaluasi terhadap keberadaan program-program yang dilakukan oleh sekolah terkait.

Perlunya penegasan tentang penggunaan paket anggaran block grant yang telah dikucurkan bagi sekolah yang mengantongi ijin R-SMABI, sehingga memenuhi sasaran yang telah diinginkan oleh pemeintah. Sebab dijumpai di lapangan, masih lemahnya pengawasan dan bimbingan pemerintah terkait program-program R-SMABI, serta pelunya menjelaskan kembali apa bedanya R-SMABI dengan SMA biasa. Sebab masih beravariasinya tafsir tentang sekolah bertaraf internasional. Kemudian perlu adanya pejabat/ahli sebagai pendamping khusus untuk mata pelajaran yang mendapatkan ijin RSBI sehingga pembelajarannya lebih terarah.

Lewat kesempatan ini juga, peneliti khaturkan trimakasih kepada kedua pembimbing saya Bapak Prof.Dr.Bambang Setiaji, Bapak Idris Harta,M.A.,Ph.D dan dewan penguji saya Bapak Prof.Dr. Yetty Sarjono. Saya khaturkan trimaksih juga kepada bapak kaprogdi pascasarjana magister manajemen pendidikan Bapak Prof.Dr. Sutama, M.Pd. Serta semua pihak yang ikut membantu dalam proses penelitian ini, ksususnya kepada keluarga besar R-SMA-BI MTA Surakarta. Trimakasih juga kepada pemerintah (Ditjen Dikti kemendiknas) atas bantuan dana BPPs sehingga proses perkuliahan saya bisa berjalan lancar.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Botha,R.J.2004. Excellence in leadership: demands on the professional school

principal. South African Journal of Education Vol 24(3) College of

Human Sciences, School of Education, University of South Africa, PO Box 392, Unisa, 0003 South Africa

Creswell, W. John. 2007. Qualitative Inqury& Recearch Design. Second Edition, Sage Publication: New Delhi

Curtis. Carol, EdD. 2012. Recruiting and Mentoring Mathematics

Teachers.International Journal of Humanities and Social Science

Vol. 2 No. 18; Fresno City College 1101 E. University Ave. Fresno, Ca 93741 United States of America

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah KementerianPendidikan Nasional

Greg, Stich, 2005. ” Profesionalisme and Autonomy: Unbalanced Agents of Change

in the Ontario Educationa System”. Educationa Law Journal. Vol.

15 No. 2

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Panduan Penyelenggaraan Rinitisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional. 2010. Kemendiknas Dirjen Mendikdasmen Pembinaan Sekolah Menengah Atas.

Pitt, Jonathan. 2012. Developing a School Based Model for Optimising the

Professional Development of Canadian Primary School Teachers.

School of Education, Nipissing University North Bay, Ontario, Canada E-mail: jonathap@nipissingu.ca Hettie van der Merwe (Corresponding author) University of South Africa, UNISA Pretoria, South Africa.

Sugiyono. 2011, Metode Riset Pendidikan. Edisi Ke-13, Bandung: Alfabeta

Sutama. 2011. Metode Penelitia Pendidikan. Cetakan Kedua, Surakarta: Fairuz Media

Straus, George dan Sayles, Leonard. 1991. Manajemen Personalia; Segi Manusia


Dokumen yang terkait

Pengembangan Modul Materi Ekosistem Berbasis SETS untuk Siswa Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional

4 49 187

PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA RINTISAN SEKOLAH MENENGAH ATAS BERTARAF INTERNASIONAL Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.

0 2 16

PENDAHULUAN Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.

0 1 5

DAFTAR PUSTAKA Pengelolaan Sumber Daya Manusia Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional Majlis Tafsir Al-Qur’an Surakarta.

0 0 4

PENGELOLAAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF PENGELOLAAN RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL ( Studi Pelaksanaan Rintisan SBI SMA Negeri 1 Boyolali).

0 1 11

BUDAYA BELAJAR MATEMATIKA SISWA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Budaya Belajar Matematika Siswa Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Studi Etnografi Di SMPN2 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanl Demak).

0 3 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Pengelolaan Pembelajaran Berbasis E-Learning Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Di Smp Negeri 5 Yogyakarta.

0 0 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN BERBASIS E-LEARNING PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL Pengelolaan Pembelajaran Berbasis E-Learning Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Di Smp Negeri 5 Yogyakarta.

0 0 16

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPS PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) Pengelolaan Pembelajaran IPS Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) (Studi Situs di SMP Negeri 4 Surakarta).

0 0 18

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN IPS PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) Pengelolaan Pembelajaran IPS Pada Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) (Studi Situs di SMP Negeri 4 Surakarta).

0 0 22