MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING : Studi Kuasi Eksperimen terhadap siswa salah satu SMP Negeri di Kota Bandung.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
DAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING
(Studi Kuasi Eksperimen terhadap siswa salah satu SMP Negeri di Kota Bandung)
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh: Siti Hafitria NIM. 1308094
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
(2)
(3)
ABSTRAK
Siti Hafitria. (1308094). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem
Solving (CPS) dan siswa yang memperoleh pendekatan ekspositori. Rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu: (1)Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada kelas ekspositori? (2)Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada kelas ekspositori? (3)Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis? Metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen dengan desain berbentuk kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 22 Bandung. Sampel penelitian yakni siswa kelas VIII-A dan VIII-B SMP Negeri 22 Bandung yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kelas eksperimen memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem
Solving (CPS) dan kelas kontrol memperoleh pendekatan ekspositori. Data hasil
penelitian diolah dengan menggunakan bantuan software Minitab 16, SPSS 22 dan Microsoft Excel. Untuk membandingkan pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, dilakukan uji Mann-Whitney pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil yaitu: (1)Pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada siswa kelas Ekspositori, (2)Pencapaian dan peningkatan kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas CPS lebih baik daripada siswa kelas Ekspositori, (3)Terdapat korelasi positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan kemampuan berpikir kreatif matematis.
Kata Kunci: Pendekatan Creative Problem Solving, kemampuan pemecahan masalah matematis, berpikir kreatif matematis.
(4)
PERNYATAAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
UCAPAN TERIMA KASIH... iv
ABSTRAK... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian... 8
C. Tujuan Penelitian... 8
D. Manfaat Penelitian... 9
E. Definisi Operasional... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 12
A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis... 12
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 17
C. Creative Problem Solving... 22
D. Teori Belajar yang Mendukung... 26
E. Penelitian yang Relevan... 28
F. Hipotesis Penelitian... 31
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Desain Penelitian... 32
B. Populasi dan Sampel... 33
C. Variabel Penelitian... 33
D. Instrumen Penelitian... 34
(5)
Matematis... 2. Analisis Data Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 3. Analisis Korelasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis...
55
69
81
B. Pembahasan... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 94
A. Kesimpulan... 94
B. Saran... 95
DAFTAR PUSTAKA... 96
LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran... 36
(6)
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Berpikir Kreatif Matematis... 40
Tabel 3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas... 41
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal... 42
Tabel 3.7 Indeks Kesukaran Butir Soal Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Berpikir Kreatif Matematis... 43
Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda... 44
Tabel 3.9 Daya Pembeda Soal Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis... 44
Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis... 45
Tabel 3.11 Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi... 47
Tabel 3.12 Klasifikasi Koefisien Korelasi... 52
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 56
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 69
Tabel 4.3 Hasil uji Korelasi Spearman’s Rho... 82
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Observasi terhadap Aktivitas Siswa... 89
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Observasi terhadap Aktivitas Guru... 90
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Siklus Prosedur Creative Problem Solving (CPS)... 24
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian... 53
(7)
Gambar 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 59 Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Ekspositori... 60 Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas Skor Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 63 Gambar 4.6 Hasil Uji Normalitas Skor Postes
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Ekspositori... 64 Gambar 4.7 Hasil Uji Normalitas N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas CPS.... 66 Gambar 4.8 Hasil Uji Normalitas N-Gain
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Kelas Ekspositori... 67 Gambar 4.9 Rata-Rata Skor Pretes dan Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis... 70 Gambar 4.10 Rata-Rata N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis... 70 Gambar 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas CPS... 72 Gambar 4.12 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas Ekspositori... 73 Gambar 4.13 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas CPS... 75 Gambar 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Berpikir
Kreatif Matematis Kelas Ekspositori... 76 Gambar 4.15 Hasil Uji Normalitas N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus Pembelajaran... 100 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas
Eksperimen... 103 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol... 135 Lampiran 2 Bahan Ajar (Lembar Kerja Siswa)... 159 Lampiran 3 Kisi-Kisi Penulisan Soal Instrumen Tes Kemampuan
(9)
Kunci Jawaban Soal Tes Pemecahan Masalah dan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 180
Pedoman Penskoran... 187
Lampiran 4 Hasil Skor Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa... 193
Validitas Butir Soal... 195
Reliabilitas Instrumen Tes... 197
Indeks Kesukaran Butir Soal... 199
Daya Pembeda Butir Soal... 201
Lampiran 5 Hasil Skor Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah... 203
Statistik Deskriptif... 205
Hasil Skor Postes Kemampuan Pemecahan Masalah... 206
Statistik Deskriptif... 208
Hasil Pengolahan Data N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah... 209
Statistik Deskriptif... 211
Lampiran 6 Hasil Skor Pretes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.... 212
Statistik Deskriptif... 214
Hasil Skor Postes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 215
Statistik Deskriptif... 217
Hasil Pengolahan Data N-Gain Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis... 218
Statistik Deskriptif... 220 Lampiran 7 Hasil Observasi
Lampiran 8 Dokumentasi Foto Penelitian Lampiran 9 Surat Izin Penelitian
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka menyongsong generasi emas Indonesia tahun 2045, pemerintah dan segenap komponen bangsa tentunya harus mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia agar dapat membangun negara menjadi negara yang makmur, sejahtera, kompetitif serta berkontribusi dalam pembangunan peradaban dunia. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana mengupayakan agar sumber daya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban (Lampiran Permendikbud Nomor 68 tahun 2013).
Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia menyongsong masa depan yang lebih baik. Pemerintah pun telah menetapkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia pasal 31 ayat 3.
Pembelajaran matematika sebagai bagian yang terdapat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah memiliki tujuan pembelajarannya tersendiri seperti tercantum dalam standar isi Permendiknas nomor 22 tahun 2006 yaitu agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah;
(11)
2. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk menjelaskan masalah;
3. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dan membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
4. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; dan
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah (BSNP, 2006).
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika dikemukakan juga bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama (BSNP, 2006).
Begitu pula dalam Permendikbud lampiran III nomor 58 tahun 2014 tercantum bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik dapat:
1. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.
3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu, dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperolehtermasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari (dunia nyata).
(12)
4. Mengkomunikasikan gagasan,penalaran serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya, seperti taat azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain.
7. Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.
8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain.
Tujuan pembelajaran matematika seperti yang telah diungkapkan di atas mengisyaratkan pada pentingnya kemampuan pemecahan masalah yang harus dimiliki siswa. Menurut Sovhick (dalam Kusmaydi, 2010), bahwa latihan pemecahan masalah akan dapat menghasilkan individu-individu yang kompeten dalam bidang matematika, karena memiliki manfaat yang besar bagi penanaman kompetensi matematis siswa. Begitu pula Turmudi (2008) menegaskan dengan menggunakan pemecahan masalah siswa mengenal cara berpikir, kebiasaan untuk tekun, keingintahuan yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi yang tidak biasa, yang akan dipakai dalam kehidupan sehari-hari sekalipun di luar masalah matematika. Menurut Matlin (1994), pemecahan masalah merupakan kompetensi strategis yang ditunjukkan siswa dalam memahami masalah, memilih strategi pemecahan, membuat model, dan mengembangkan strategi untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa
(13)
tidak hanya dalam menyelesaikan masalah matematis tapi juga dalam menghadapi permasalahan lain di kehidupan sehari-hari.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh National Council of
Teachers of Mathematics yang menekankan pemecahan masalah sebagai fokus
sentral dalam kurikulum matematika (NCTM, 2000). Tidak saja kemampuan pemecahan masalah menjadi alasan untuk mempelajari matematika, tetapi pemecahan masalah pun memberikan suatu konteks dimana konsep-konsep dan kecakapan dipelajari. Selain itu, pemecahan masalah merupakan wahana-wahana utama untuk membangun kecakapan-kecakapan berpikir tingkat tinggi. NCTM menyatakan dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa mampu:
1. Membangun pengetahuan baru melalui pemecahan masalah; 2. Memecahkan masalah matematika maupun dalam konteks lain;
3. Menerapkan dan digunakan berbagai strategi yang tepat untuk memecahkan masalah;
4. Mengamati dan merefleksikan dalam proses pemecahan masalah matematis. Kemampuan pemecahan masalah erat kaitannya dengan berpikir kreatif. Kiesswetter (dalam Pehkonen, 1997) mengemukakan bahwa dalam pengalamannya, berpikir fleksibel yang merupakan suatu komponen dalam berpikir kreatif adalah salah satu kemampuan paling penting, bahkan mungkin yang utama, yang harus dimiliki oleh seorang problem-solver yang baik. Di dalam memilih dan mengembangkan berbagai alternatif strategi pemecahan masalah tentunya diperlukan kreativitas. Saat ini kemampuan berpikir kreatif sangat dibutuhkan karena perkembangan teknologi dan informasi begitu pesat. Setiap individu harus memiliki kreativitas agar dapat bersaing dalam menghadapi era globalisasi.
Selain itu Pehkonen (1997) juga mengemukakan bahwa: (1) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan kognitif umum, (2) pemecahan masalah dapat mengembangkan kreativitas, (3) pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari proses aplikasi matematis, (4) pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika.
(14)
Banyak yang beranggapan bahwa matematika tidak berkaitan dengan kreativitas. Menurut Pehkonen (1997), kreativitas adalah topik yang sering diabaikan dalam pembelajaran matematika. Biasanya guru beranggapan bahwa logika adalah hal yang paling dibutuhkan dalam pembelajaran matematika dan kreativitas tidak begitu penting dalam pembelajaran matematika. Namun di sisi lain, kita tidak bisa memungkiri bahwa perkembangan ilmu matematika oleh para matematikawan merupakan hasil dari potensi berpikir kreatifnya.
Matematika sering dipandang sebagai ilmu yang kaku, memaksa, dan tidak menumbuhkan kreativitas. Anggapan itu tidak sepenuhnya dapat dikatakan benar. Matematika tentu memiliki karakteristik kreativitasnya sendiri. Banyak hal dalam pembelajaran matematika yang dapat menumbuhkan proses berpikir kreatif. Dewasa ini banyak penemuan-penemuan serta inovasi-inovasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang ditunjang oleh kreativitas dalam menerapkan ilmu matematika di dalamnya. Dengan menyimak paparan pendapat para ahli tersebut maka nampak bahwa kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis merupakan kemampuan yang penting untuk dicapai oleh siswa.
Memang tidak dapat dipungkiri juga bahwa selama ini pembelajaran matematika yang berlangsung di sekolah masih belum optimal dalam merangsang siswa untuk berpikir kreatif, inovatif, dan berorientasi pada pemecahan masalah. Selain itu menurut Baroody (1993), dalam pandangan tradisional kebanyakan orang mempercayai bahwa pembelajaran matematika pada intinya adalah proses yang bersifat penerimaan pasif. Siswa dipandang tidak memiliki pengetahuan dan pembelajaran merupakan proses penyerapan informasi yang diperlukan. Dalam pandangan ini, bagaimana memecahkan masalah, bernalar, dan komunikasi, jikalau pun diajarkan, hanya merupakan informasi yang harus dihapal oleh siswa.
Namun banyak penelitian di masa kini yang menyarankan bahwa pengetahuan yang bermakna dan berguna sebaiknya tidak hanya secara langsung diserap oleh siswa namun harus secara aktif dibangun oleh siswa. Agar siswa dapat membangun pengetahuannya yang bermakna dan berguna maka siswa harus
(15)
secara aktif terlibat dalam proses pemecahan masalah, bernalar maupun komunikasi dalam pembelajaran.
Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa masih belum optimal. Berdasarkan apa yang dialami penulis selama mengajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kota Bandung, baik itu dilihat dalam proses pembelajaran sehari-hari di kelas maupun dalam hasil tes sebagian besar siswa dapat mengerjakan soal-soal rutin yang telah mereka peroleh contoh cara pengerjaannya tapi begitu mendapatkan soal tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, mereka cenderung mengalami kesulitan. Begitupula dengan yang dikemukakan oleh para guru matematika dalam forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di SMP tersebut.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh para peneliti terdahulu. Supriatna (dalam Kusmawan, 2012) memberikan gambaran bahwa soal-soal pemecahan masalah belum dikuasai responden. Dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap siswa SMP terungkap bahwa hanya 25,70% siswa yang mampu menjawab dengan benar. Setiawan (2008) berdasarkan penelitiannya juga mengungkapkan bahwa siswa yang mampu menjawab soal-soal pemecahan masalah dengan benar yaitu sebanyak 23,3%.
Tentunya banyak faktor yang dapat mempengaruhi capaian siswa dalam pembelajaran. Seperti diungkapkan oleh Marpaung (2002) bahwa salah satu faktor tersebut yaitu faktor internal mengenai proses pembelajaran matematika dan assesmennya. Dan untuk mengakomodir tuntutan perubahan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut diperlukan beberapa perubahan diantaranya perubahan paradigma pembelajaran, perubahan pendekatan dan model pembelajaran matematika.
Paradigma pembelajaran yang berlangsung saat ini sedikit demi sedikit telah bergeser pada pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered
learning). Dalam student-centered learning, siswa merupakan pusat perhatian dari
(16)
berfungsi sebagai fasilitator. Di samping itu, siswa juga perlu diberikan pengertian bahwa matematika bukanlah sesuatu yang menakutkan yang jauh dari kehidupan sehari-hari mereka. Siswa perlu diberikan pandangan bahwa matematika adalah ilmu yang berhubungan erat sekali dengan kehidupan sehari-hari dan banyak kegunaannya. Jika siswa merasa senang dengan matematika dan merasakan betapa pentingnya penggunaan matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tentunya diharapkan kemampuan matematis siswa akan meningkat.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kreatif matematis siswa yaitu pembelajaran dengan pendekatan Creative Problem Solving. Menurut Pepkin (2000), Creative Problem Solving adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Creative Problem Solving merupakan representasi dimensi-dimensi proses yang dialami, bukan suatu usaha yang dipaksakan. Creative Problem
Solving merupakan pendekatan yang dinamis, siswa menjadi lebih terampil sebab
siswa mempunyai prosedur internal yang lebih tersusun dari awal.
Adapun Torrance (1972) dalam penelitiannya menemukan bahwa salah satu pendekatan pembelajaran yang telah berhasil diterapkan untuk dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam pemecahan masalah yaitu Creative
Problem Solving yang dikembangkan oleh Osborn-Pames. Dalam penelitiannya
Torrance menemukan bahwa siswa yang tidak dilatih untuk berpikir kreatif dalam pembelajaran di kelas memiliki kesulitan dalam menemukan solusi dibandingkan siswa yang dilatih. Sehingga pembelajaran yang dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa perlu untuk diterapkan di kelas.
Berdasarkan uraian permasalahan dan pendapat-pendapat para ahli di atas, maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa SMP dengan menggunakan pendekatan pembelajaran Creative Problem Solving”.
(17)
B. Rumusan Masalah Penelitian
Perumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah seperti yang telah diungkapkan yaitu:
1. Apakah pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
2. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
3. Apakah pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
4. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
ekspositori?
5. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk:
1. Mengkaji dan membandingkan pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
2. Mengkaji dan membandingkan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan
(18)
pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
3. Mengkaji dan membandingkan pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
4. Mengkaji dan membandingkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving dan siswa yang mengikuti pembelajaran ekspositori.
5. Mengkaji hubungan antara kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu diantaranya:
1. Bagi siswa, penerapan pendekatan Creative Problem Solving dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
2. Bagi guru, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving dapat dijadikan sebagai alternatif pendekatan
pembelajaran untuk diterapkan di kelas khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
3. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
E. Definisi Operasional
Berikut ini adalah definisi dari beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian:
(19)
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya dalam menghadapi dan menemukan solusi dari masalah matematika yang tidak rutin dihadapinya. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diukur dengan menggunakan indikator sebagai berikut ini:
a. Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah matematis; b. Membuat model matematika dari suatu situasi atau masalah matematis; c. Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematis
dan atau di luar matematika;
d. Memeriksa kembali kebenaran hasil atau jawaban.
2. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan berpikir kreatif matematis yang dimaksud dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan siswa untuk mengajukan solusi yang bervariasi dan mungkin baru dalam menyelesaikan suatu masalah matematis yang dihadapinya. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diukur adalah yang berhubungan dengan aspek kognitif menggunakan pendekatan produk yaitu dengan cara melihat hasil jawaban dari instrumen tes kemampuan berpikir kreatif matematis. Adapun indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan yaitu:
a. Fluency (kelancaran), siswa dapat menemukan beberapa gagasan untuk
memecahkan masalah matematis yang diberikan,
b. Flexibility (keluwesan), siswa dapat menemukan gagasan yang berbeda
dalam memecahkan masalah matematis,
c. Originality (orisinalitas), siswa dapat menemukan gagasan baru dalam
memecahkan masalah matematis,
d. Elaboration (elaborasi), siswa dapat memperinci atau memperluas gagasan
(20)
3. Creative Problem Solving
Pendekatan Creative Problem Solving adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang mengadopsi prosedur-prosedur dalam pendekatan Creative Problem Solving seperti yang diungkapkan oleh Pepkin yaitu: (1) Klarifikasi Masalah, (2) Pengungkapan Gagasan, (3) Evaluasi dan Seleksi (4) Implementasi.
4. Pembelajaran Ekspositori
Pembelajaran yang biasa dilakukan di sekolah yang menjadi tempat penelitian diantaranya yaitu dengan menggunakan pendekatan ekspositori. Dalam pendekatan ekspositori, guru menjelaskan materi di awal pembelajaran, memberikan contoh-contoh soal, dan juga terdapat tanya-jawab antara guru dengan siswa di dalamnya.
(21)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji hubungan sebab-akibat antara pemberlakuan pendekatan pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) dengan upaya peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Oleh karena itu metode penelitian yang digunakan yaitu kuasi eksperimen. Metode ini dipilih karena seperti halnya dalam sebuah penelitian eksperimen atau percobaan, yang ingin diketahui dalam penelitian kuasi eksperimen adalah juga hubungan sebab-akibat. Pada metode kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetap peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 1994). Metode ini digunakan dengan pertimbangan, subjek telah berada dalam kelompok (kelas) sebelum penelitian dilaksanakan dan tidak memungkinkan untuk mengacak ulang subjek yang ada di sekolah karena akan berbenturan dengan kebijakan sekolah.
Dalam penelitian ini kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving sedangkan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Hasil dari kelompok kontrol dijadikan sebagai pembanding bagi kelompok eksperimen.
Desain penelitian yang digunakan berbentuk desain kelompok kontrol non-ekivalen. Pada desain ini subjek tidak dikelompokkan secara acak murni namun peneliti berusaha agar diperoleh kelompok kontrol dan eksperimen yang seserupa mungkin (Ruseffendi, 1994). Pretes dan postes menjadi standar yang dipakai untuk membedakan pencapaian dan peningkatan antara dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pretes dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa sebelum diberi perlakuan pembelajaran. Sedangkan postes dilakukan terhadap siswa untuk menganalisis pencapaian kemampuan matematis
(22)
setelah masing-masing kelas mendapat perlakuan yang berbeda. Diagram desain eksperimen yang akan dilakukan adalah sebagai berikut (Ruseffendi, 1994):
O X O
O O
Keterangan:
O : pretes dan postes yang diberikan kepada kelas kontrol dan eksperimen. X : kelas yang diberi perlakuan pendekatan pembelajaran Creative
Problem Solving.
: sampel tidak diambil secara acak.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII SMP Negeri 22 Bandung. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-A dan VIII-B SMP Negeri 22 Bandung.
Teknik pengumpulan sampel (sampling) pada penelitian ini tidak mungkin dilakukan secara acak sederhana karena siswa sudah ditentukan kelasnya dari awal tahun pelajaran yaitu di semester ganjil sedangkan penelitian ini dilakukan pada waktu semester genap. Oleh karena itu sampling yang mungkin dilakukan adalah purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengumpulan sampel yang dilakukan dengan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Sampel yang diambil dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan dari pihak sekolah (guru mata pelajaran matematika dan Kepala Sekolah) serta dosen pembimbing. Pemilihan dua kelas yang akan menjadi kelas kontrol dan eksperimen dilakukan melalui pengundian dari sembilan kelas yang setara dan memiliki karakteristik sama di kelas VIII. Kemudian penentuan kelas yang akan menjadi kelas kontrol atau kelas kelas eksperimen dilakukan berdasarkan pengundian dari dua kelas yang telah terpilih sebelumnya.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yakni variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
(23)
sebab terjadinya perubahan sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang menjadi akibat atau dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan
pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini berupa tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
1. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Tes yang digunakan adalah tes kompetensi matematika yang terdiri dari tes awal (pretes) dan tes akhir (postes). Tes yang diberikan pada setiap kelas kontrol dan kelas eksperimen baik soal pretes maupun postes sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan pendekatan pembelajaran yang diterapkan. Pemberian tes pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pencapaian dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis antara siswa yang mendapat pendekatan pembelajaran Creative
Problem Solving maupun pembelajaran Ekspositori.
Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk soal uraian. Soal berbentuk uraian ini dimaksudkan agar proses dan cara berpikir siswa, serta ketelitian siswa dalam menyelesaikan soal tes dapat terlihat dengan jelas. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Ruseffendi (1991) bahwa salah satu kelebihan tes uraian adalah kita bisa melihat dengan jelas proses berpikir melalui jawaban-jawaban yang diberikan siswa. Selain itu, soal-soal
(24)
bentuk uraian juga amat baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengertian materi yang sedang dipikirkannya (Suherman dkk, 2003).
Langkah-langkah penyusunan instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis yaitu sebagai berikut:
a. Membuat kisi-kisi soal yang didalamnya mencakup materi, tingkat kesukaran tiap butir soal, dan jumlah soal yang akan dibuat.
b. Menyusun soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dan berpikir kreatif matematis. Kisi-kisi dan soal tes tercantum dalam lampiran.
c. Menilai kesesuaian antara materi, indikator dan soal-soal tes untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka.
Secara lengkapnya, kisi-kisi penulisan soal, soal serta pedoman penskoran dari tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini tercantum dalam Lampiran 3.
Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam pretes maupun postes. Uji coba dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tersebut. Instrumen tes diujicobakan kepada siswa yang telah mendapatkan materi yang akan disampaikan dalam penelitian. Uji coba ini dilaksanakan kepada siswa kelas IX pada salah satu SMP di Kota Bandung. Hasil uji coba secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4.
Materi yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu garis singgung persekutuan dua lingkaran. Materi ini terdapat pada materi ajar matematika SMP kelas VIII semester genap. Adapun pedoman penskoran yang diterapkan dalam penelitian ini untuk tes kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada Tabel 3.1. Sementara itu pedoman penskoran untuk tes berpikir kreatif matematis terdapat dalam Tabel 3.2.
(25)
Tabel 3.1
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Indikator Respon jawaban siswa terhadap soal Skor Mengidentifi kasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.
Tidak menuliskan apapun tentang apa yang diketahui. 0 Hal yang dituliskan menunjukkan interpretasi yang salah. 1 Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang
terbatas.
2 Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang cukup. 3 Hal yang dituliskan menunjukkan pemahaman yang lengkap serta dapat mengidentifikasi faktor penting yang relevan dengan masalah tersebut.
4 Membuat model matematika dari situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesai kannya.
Tidak dapat merepresentasikan strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika.
0 Menuliskan representasi strategi pemecahan ke dalam
bentuk model matematika namun tidak tepat.
1 Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke
dalam bentuk model matematika namun belum cukup atau belum lengkap.
2
Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika yang tepat namun solusi yang diperoleh masih belum benar.
3
Menuliskan representasi strategi pemecahan masalah ke dalam bentuk model matematika secara tepat dan lengkap, serta diperoleh solusi yang benar.
4 Memilih dan menerap kan strategi untuk memecahkan masalah kemudian menyelesaika nnya.
Tidak menuliskan strategi apapun. 0 Menuliskan strategi yang tidak tepat atau tidak jelas
sehingga tidak mengarah pada penyelesaian masalah.
1 Menuliskan strategi namun tidak cukup atau tidak lengkap
untuk menyelesaikan masalah.
2 Menuliskan strategi yang cukup tepat namun belum lengkap dalam menyelesaikan masalah.
3 Menuliskan strategi yang tepat dan lengkap dalam
menyelesaikan masalah. 4 Memeriksa kembali kebenaran hasil atau jawaban.
Tidak menuliskan apapun. 0 Melakukan pemeriksaan jawaban namun tidak mengarah
pada solusi yang tepat.
1 Melakukan pemeriksaan jawaban namun belum lengkap. 2 Melakukan pemeriksaan jawaban namun secara lengkap
namun diperoleh solusi yang tidak tepat
3 Melakukan pemeriksaan jawaban secara tepat dan lengkap. 4
(26)
Tabel 3.2
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Garis Singgung Persekutuan Dua Lingkaran
Indikator Respon jawaban siswa terhadap soal Skor Kelancaran
(fluency)
Tidak menggambarkan satu pun kemungkinan . 0 Menggambarkan kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan namun tidak tepat atau tidak jelas.
1 Menggambarkan kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan dengan tepat namun terbatas hanya satu.
2 Menggambarkan lebih dari satu kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan namun kurang jelas.
3 Menggambarkan lebih dari satu kemungkinan kedudukan dua lingkaran yang memiliki garis singgung persekutuan dengan tepat dan jelas.
4 Keluwesan
(flexibility)
Tidak menuliskan ide/ gagasan apapun. 0 Menuliskan satu ide/ gagasan untuk menyelesaikan
masalah namun terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga diperoleh solusi yang tidak tepat.
1 Menuliskan satu ide/ gagasan untuk menyelesaikan
masalah dan diperoleh solusi yang tepat. 2 Menuliskan lebih dari satu ide/ gagasan yang berbeda
untuk menyelesaikan masalah namun terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga diperoleh solusi yang tidak tepat.
3
Menuliskan lebih dari satu ide/ gagasan yang berbeda untuk menyelesaikan masalah sehingga diperoleh solusi yang tepat.
4 Keaslian
(originality)
Tidak menuliskan apapun . 0 Menuliskan cara yang digunakan lebih dari 20 siswa. 1 Menuliskan cara yang digunakan oleh 11 – 20 siswa. 2 Menuliskan cara yang digunakan oleh 6 – 10 siswa. 3 Menuliskan cara yang digunakan oleh 1 – 5 siswa. 4 Kemampuan
memperinci (elaboration)
Tidak menuliskan gagasan atau langkah-langkah apapun dalam memecahkan masalah. 0 Menguraikan gagasan dalam memecahkan masalah
namun tidak tepat dan tidak mengarah pada solusi. 1 Menguraikan gagasan namun kurang detil 2 Menguraikan gagasan secara detil dalam memecahkan
masalah namun diperoleh solusi yang kurang tepat. 3 Menguraikan gagasan secara detil dalam memecahkan 4
(27)
masalah sehingga diperoleh solusi yang tepat.
a. Validitas
Suatu instrumen dikatakan valid (absah atau sahih) apabila instrumen tersebut mampu mampu mengevaluasi atau mengukur apa yang seharusnya akan diukur. Oleh karena itu, untuk menentukan validitas suatu alat evaluasi hendaknya dilihat dari berbagai aspek diantaranya validitas isi dan validitas muka.
1) Validitas isi
Validitas isi suatu alat evaluasi artinya ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi materi yang dievaluasikan yaitu materi (bahan) yang dipakai sebagai alat evaluasi tersebut merupakan sampel representatif dari penguasaan yang dikuasai. Arikunto (2001) menyatakan bahwa validitas isi (content validity) artinya tes yang digunakan merupakan sampel yang mewakili kemampuan yang diukur. Suatu tes matematika dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila dapat mengukur Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator yang telah ditentukan. Pertimbangan para pakar (dosen) juga sangat berperan dalam menyusun validitas isi suatu instrumen dalam hal yang berkaitan dengan konsep matematikanya.
2) Validitas Muka
Validitas muka sering disebut pula validitas tampilan suatu alat evaluasi yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan multitafsir. Validitas muka adalah derajat kesesuaian tes dengan jenjang sekolah atau pendidikan peserta didik. Soal tes disesuaikan dengan tingkat pendidikan subyek penelitian.
3) Validitas Butir Soal
Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir soal tersebut (Sudjana, 2005). Sebuah butir soal valid jika mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Untuk menentukan perhitungan validitas butir soal digunakan rumus korelasi produk momen pearson (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990) yaitu:
(28)
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= skor siswa pada tiap butir soal = skor total tiap responden (siswa) = jumlah peserta tes
Tolok ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas di atas menggunakan kriteria menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990) seperti tercantum dalam Tabel 3.3 di bawah ini.
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Validitas Koefisien validitas Interpretasi
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat Rendah
Tidak valid
Hasil perhitungan validitas butir soal dari uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis disajikan dalam Tabel 3.4. Adapun hasil skor uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis secara lengkap dapat dilihat dalam Lampiran 1. Dari lima soal pemecahan masalah matematis yang diujicobakan terdapat dua soal yang memiliki validitas sedang dan tiga soal memiliki validitas tinggi.
(29)
Sementara itu hasil perhitungan validitas butir soal untuk tes berpikir kreatif matematis terdapat satu soal yang memiliki validitas tinggi dan empat soal memiliki validitas sedang.
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Butir Soal
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Kemampuan
yang diukur
No. Soal
Validitas butir soal
Koefisien validitas Interpretasi Keterangan
Pemecahan masalah matematis
2a 0,50 Sedang Valid 2b 0,41 Sedang Valid 3a 0,75 Tinggi Valid 3b 0,86 Tinggi Valid 3c 0,83 Tinggi Valid
Berpikir kreatif matematis
1 0,65 Sedang Valid 4a 0,74 Tinggi Valid 4b 0,72 Tinggi Valid 5a 0,67 Sedang Valid 5c 0,72 Tinggi Valid
b. Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu instrumen dan untuk menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat dipercaya. Sugiyono (2007)
mendefinisikan reliabilitas alat ukur sebagai “ketetapan alat ukur dalam mengukur
apa yang diukurnya, yang artinya kapan pun alat ukur tersebut digunakan akan memberikan hasil ukur yang sama. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk uraian dapat dihitung dengan menggunakan rumus Alpha (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990) sebagai berikut:
[ ] [ ∑ ]
Keterangan:
(30)
= banyak butir soal (item)
∑ = jumlah varians skor tiap item = varians skor total
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi digunakan kriteria menurut Guilford (dalam Suherman dan Sukjaya, 1990). Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 3.5
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien reliabilitas Interpretasi
Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah
Sangat Rendah
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis diperoleh koefisien reliabilitas yaitu 0,71. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini memiliki reliabilitas yang tinggi. Sementara itu, untuk reliabilitas tes berpikir kreatif matematis diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,70 sehingga dapat dinterpretasikan bahwa instrumen tes berpikir kreatif matematis tersebut reliabilitasnya tinggi.
c. Indeks Kesukaran
Arikunto (2001) mengungkapkan bahwa soal tes hasil belajar dapat dinyatakan sebagai butir-butir soal yanng baik, apabila butir-butir soal tersebut tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk memecahkannya, dan soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa putus asa dan tidak bersemangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
(31)
Taraf kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Penentuan siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah dilakukan dengan cara mengurutkan dahulu skor siswa dari yang tertinggi hingga terendah. Arikunto (2001) menyatakan bahwa untuk kelompok kecil, ambil sebanyak 50% siswa yang skornya tertinggi dan 50% siswa yang skornya terendah. Sedangkan untuk kelompok besar, ambil sebanyak 27% siswa yang skornya tertinggi dan 27% siswa yang skornya terendah. Selanjutnya masing-masing kelompok disebut kelompok atas dan kelompok bawah. Indeks kesukaran pada masing-masing butir soal yang berbentuk uraian dihitung dengan menggunakan rumus:
̅
Keterangan:
= indeks kesukaran
̅ = rata-rata skor untuk masing-masing nomor
= skor maksimal ideal (SMI) untuk masing-masing nomor
Kriteria penafsiran harga Indeks Kesukaran suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990) tercantum dalam Tabel 3.6.
Tabel 3.6
Klasifikasi Indeks Kesukaran Soal Indeks kesukaran Klasifikasi
Terlalu Sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Sangat Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk masing-masing butir soal seperti yang tercantum dalam Tabel. 3.7.
(32)
Tabel 3.7
Tingkat Kesukaran Butir Soal
Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Kemampuan yang
diukur
No. Soal
Validitas butir soal
Indeks kesukaran Interpretasi Pemecahan masalah
Matematis
2a 0,61 Sedang 2b 0,11 Sukar 3a 0,26 Sukar 3b 0,24 Sukar 3c 0,19 Sukar Berpikir kreatif
matematis
1 0,42 Sedang 4a 0,30 Sedang 4b 0,18 Sukar 5a 0,09 Sukar 5c 0,08 Sukar
d. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya dya pembeda disebut indeks diskriminasi atau Discriminatory Power (DP) yang berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Discriminatory Power (DP) atau daya pembeda dihitung dengan membagi siswa ke dalam dua kelompok yaitu : kelompok atas (the higher
group) merupakan kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah
(the lower group) merupakan kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus:
Keterangan:
= indeks daya pembeda suatu butir soal = jumlah skor kelompok atas
(33)
= jumlah skor kelompok bawah = jumlah skor ideal kelompok atas
Kriteria penafsiran Daya Pembeda (DP) suatu butir soal menurut Suherman dan Sukjaya (1990) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Indeks DP Klasifikasi
Sangat jelek
Jelek
Cukup
Baik
Sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran untuk masing-masing butir soal seperti yang tercantum dalam Tabel 3.9.
Tabel 3.9 Daya Pembeda Soal
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Kemampuan yang
diukur
No. Soal
Validitas butir soal
Indeks DP Interpretasi
Pemecahan masalah Matematis
2a 0,28 Cukup
2b 0,40 Baik
3a 0,43 Baik
3b 0,50 Baik
3c 0,50 Baik
Berpikir kreatif matematis
1 0,25 Cukup
4a 0,23 Cukup
4b 0,28 Cukup
5a 0,23 Cukup
(34)
Rekapitulasi dari hasil uji coba instrumen tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 3.10 berikut ini.
Tabel 3.10
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis
No. Soal
Validitas
Butir Soal Reliabilitas
Indeks
Kesukaran Daya Pembeda Koefisien Validitas Inter-pretasi Koefisien Reliabiliitas Inter-pretasi IK
Inter-pretasi Indeks DP Inter-pretasi 2a 0,50 Sedang
0,71 Tinggi
0,61 Sedang 0,28 Cukup 2b 0,41 Sedang 0,11 Sukar 0,40 Baik 3a 0,75 Tinggi 0,26 Sukar 0,43 Baik 3b 0,86 Tinggi 0,24 Sukar 0,50 Baik 3c 0,83 Tinggi 0,19 Sukar 0,50 Baik
1 0,65 Sedang
0,70 Tinggi
0,42 Sedang 0,25 Cukup 4a 0,74 Tinggi 0,30 Sedang 0,23 Cukup 4b 0,72 Tinggi 0,18 Sukar 0,28 Cukup 5a 0,67 Sedang 0,09 Sukar 0,23 Cukup 5c 0,72 Tinggi 0,08 Sukar 0,23 Cukup Berdasarkan rekapitulasi hasil uji coba diatas dan setelah hasil ini dikonsultasikan kembali kepada dosen pembimbing, seluruh soal tersebut dinyatakan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.
2. Lembar Observasi
Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran berlangsung. Instrumen lembar observasi ini diisi oleh seorang observer yaitu guru mata pelajaran matematika yang mengajar di sekolah tempat penelitian berlangsung. Hasil pengamatan dari observer tersebut dianalisis secara deskriptif untuk
(35)
mengetahui apakah pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya.
E. Prosedur Penelitian
Untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, ditempuh beberapa tahap seperti yang diuraikan berikut ini. Alur kegiatan penelitian secara ringkas tercantum dalam gambar 3.1.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan beberapa kegiatan diantaranya yaitu:
a. Mengidentifikasi permasalahan dan melakukan kajian pustaka terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan Creative Problem Solving, kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.
b. Menyusun proposal, seminar proposal dan perbaikan proposal.
c. Menyusun instrumen tes, membuat rencana pembelajaran, merancang bahan ajar di bawah bimbingan dosen pembimbing.
d. Mengurus perijinan untuk melaksanakan penelitian di sekolah yang bersangkutan.
e. Melakukan uji coba instrumen yang dilanjutkan dengan menganalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembedanya serta melakukan revisi.
f. Memilih sampel kelas kontrol dan kelas eksperimen secara acak. g. Menyusun perangkat pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap dimana pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving dilaksanakan. Peneliti akan bertindak sebagai pengajar baik pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Tahap pelaksanaan ini terdiri dari beberapa urutan langkah yaitu:
(36)
a. Memberikan pretes pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan awal pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa.
b. Melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Creative Problem Solving pada kelas eksperimen dan pembelajaran ekspositori pada kelas kontrol. c. Memberikan postes pada kelas kontrol maupun kelas eksperimen.
3. Tahap Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan nantinya akan dianalisis, di mana data kuantitatif yang berasal dari pretes dan postes akan dianalisis secara statistik sedangkan data kualitatif yang berasal dari hasil observasi akan dianalisis secara deskriptif.
4. Tahap Analisis Data
Pengolahan data kuantitatif yang berasal dari pretes dan postes siswa akan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software) komputer yaitu Minitab versi 16 dan SPSS versi 22. Dari skor pretes dan postes diperoleh nilai gain ternormalisasi (n-gain) untuk mengukur peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan kreativitas matematis siswa. Rumus n-gain yang digunakan di sini yaitu nilai gain ternormalisasi yang dikembangkan oleh Hake (dalam Meltzer, 2002) sebagai berikut:
Hasil perhitungan rata-rata gain ternormalisasi tersebut kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kategori menurut Hake seperti yang tercantum dalam Tabel 3.11.
Tabel. 3.11
Klasifikasi Nilai Gain Ternormalisasi Nilai n-gain Klasifikasi
Tinggi
(37)
Rendah
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas dilakukan terhadap skor pretes, postes dan nilai gain ternormalisasi (n-gain) dari masing-masing kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Dengan hipotesis sebagai berikut.
H0 : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.
H1 : Data sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.
Oleh karena ukuran sampel dalam penelitian ini adalah 36 maka uji normalitas yang digunakan yaitu uji Shapiro-Wilk. Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu = 5%, dengan kriteria pengujian yaitu: H0 diterima jika nilai Sig. (p-value) , atau
H0 ditolak jika nilai Sig. (p-value) .
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi homogen atau tidak. Uji homogenitas dilakukan terhadap skor pretes, postes dan n-gain dari masing-masing kelas kontrol maupun kelas eksperimen dengan hipotesis sebagai berikut ini.
H0 : Data sampel berasal dari populasi yang variansnya homogen.
H1: Data sampel berasal dari populasi yang variansnya tidak homogen.
Taraf signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu = 5%, dengan kriteria pengujian yaitu:
H0 diterima jika nilai Sig. (p-value) , atau
H0 ditolak jika nilai Sig. (p-value) .
c. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata yang digunakan bergantung pada hasil uji normalitas dan homogenitas yang telah dilakukan sebelumnya. Jika berdasarkan
(38)
hasil uji normalitas diperoleh kesimpulan bahwa data sampel berasal dari populasi berdistribusi normal maka dilanjutkan pengujian homogenitas variansnya. Selanjutnya jika data sampel berasal dari populasi yang variansnya homogen maka dilanjutkan uji perbedaan dua rata-rata dengan menggunakan uji-t dua sampel independen. Jika data sampel berasal dari populasi yang variansnya tidak homogen maka dilakukan uji perbedaan dua rata-rata menggunakan uji-t’.
Jika data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal maka selanjutnya tidak dilakukan uji homogenitas dan kemudian menggunakan uji statistik non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Terdapat beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini seperti
yang telah dikemukakan pada Bab II. Untuk hipotesis penelitian “Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori”, hipotesis statistik yang diajukan untuk uji perbedaan dua rata-ratanya yaitu:
H0:
Rata-rata skor postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata skor postes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Dan untuk menguji hipotesis penelitian “Peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori”, hipotesis statistik yang diajukan yaitu:
H0:
Rata-rata n-gain kemampuan pemecahan masalah matematis matematis siswa kelas Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
(39)
Rata-rata n-gain kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Untuk menguji hipotesis penelitian “Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori” maka hipotesis statistik yang diajukan yaitu:
H0:
Rata-rata skor postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata skor postes kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas
Creative Problem Solving (CPS) lebih dari kelas Ekspositori.
Hipotesis penelitian “Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving (CPS) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran Ekspositori” diuji dengan menggunakan hipotesis statistik:
H0:
Rata-rata n-gain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas Creative
Problem Solving (CPS) sama dengan kelas Ekspositori.
H1:
Rata-rata n-gain kemampuan berpikir kreatif matematis siswa kelas Creative
Problem Solving (CPS) lebih dari dengan kelas Ekspositori.
Serangkaian pengujian terhadap data skor pretes, postes, nilai gain ternormalisasi baik dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah maupun berpikir kreatif matematis yang diperoleh tersebut secara ringkas dapat dilihat dalam Gambar 3.2.
(40)
Untuk melihat adanya hubungan antara dua kemampuan yaitu kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis maka dilakukan penghitungan koefisien korelasi terhadap hasil tes kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis siswa setelah mendapatkan perlakuan pembelajaran. Jika data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal maka digunakan formula
product-moment correlation atau disebut juga Pearson’s correlation untuk menghitung koefisien korelasinya. Rumus untuk menentukan koefisien korelasi Pearson yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= skor siswa pada tiap butir soal = skor total tiap responden (siswa) = jumlah peserta tes
Jika data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal maka formula yang digunakan yaitu rank-order correlation atau disebut juga Spearman’s rho correlation. Rumus untuk menentukan koefisien korelasi Spearman yaitu:
∑
Keterangan:
= koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= selisih peringkat (rank) dan = jumlah peserta tes
Interpretasi untuk nilai koefisien korelasi tersebut menurut Guilford (Suherman, 2003) terbagi ke dalam kategori-kategori seperti tercantum dalam Tabel 3.12.
(41)
Tabel 3.12
Klasifikasi koefisien korelasi
Koefisien korelasi Interpretasi
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah
Sangat rendah
Sementara itu, untuk menguji hipotesis penelitian “Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis” maka hipotesis yang diuji yaitu:
H0 : Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan
berpikir kreatif matematis siswa.
H1 : Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan berpikir
(42)
Studi Pendahuluan: Identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, dan lain-lain.
Penyusunan Proposal Penelitian, Seminar Proposal, dan Perbaikan Proposal
Pengembangan Bahan Ajar, Penyusunan Instrumen Penelitian
Uji Coba Instrumen dan Perbaikan Instrumen
Pretes
Kelas Kontrol (Ekspositori) Kelas Eksperimen (Creative
Problem Solving)
Postes
Analisis Data
(43)
Gambar 3.1 Alur Kegiatan Penelitian
Gambar 3.2
Alur Tahap Analisis Data
Data Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
(skor pretes, postes, dan n-gain)
Uji Statistik Parametrik
Uji Normalitas
Uji Statistik Non-Parametrik Mann-Whitney
Uji Homogenitas
Uji-t’ Dua Sampel Independen Uji-t Dua
Sampel
Kesimpulan
Kesimpulan Kesimpulan
Normal Tidak Normal
Homogen Tidak Homogen HoHomogenak
(44)
(45)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV terdapat beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving (CPS) diantaranya yaitu:
1. Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas Creative Problem Solving berada pada kategori sedang, sementara itu kelas Ekspositori berada pada kategori rendah.
3. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Ekspositori.
4. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan kreativitas matematis siswa kelas Creative Problem Solving berada pada kategori sedang dan kelas Ekspositori berada pada kategori rendah.
(46)
5. Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan berpikir kreatif matematis. Korelasi antar keduanya termasuk dalam kategori korelasi tinggi.
B. Saran
Berdasarkan beberapa temuan dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan beberapa saran diantaranya yaitu:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.
2. Dalam menganalisis capaian belajar siswa, selain diukur dengan menggunakan instrumen tes kuantitatif juga diperlukan instrumen lain diantaranya jurnal perkembangan belajar siswa agar dapat terpantau perkembangan siswa selama proses pembelajaran.
3. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis, siswa juga perlu lebih banyak mendapatkan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
4. Untuk menunjang keberhasilan penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dan mengandung masalah matematis yang lebih kontekstual.
5. Penelitian ini terbatas populasinya yaitu siswa SMP Negeri kelas VIII di kota Bandung, untuk kepentingan penelitian selanjutnya agar diperoleh generalisasi yang lebih luas maka disarankan untuk memperluas populasi penelitian dan materi yang menjadi pokok bahasan.
(1)
Tabel 3.12
Klasifikasi koefisien korelasi
Koefisien korelasi Interpretasi
Sangat tinggi
Tinggi
Cukup
Rendah
Sangat rendah
Sementara itu, untuk menguji hipotesis penelitian “Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis” maka hipotesis yang diuji yaitu:
H0 : Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan berpikir kreatif matematis siswa.
H1 : Terdapat korelasi antara kemampuan pemecahan masalah dengan berpikir kreatif matematis siswa.
(2)
Studi Pendahuluan: Identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, dan lain-lain.
Penyusunan Proposal Penelitian, Seminar Proposal, dan Perbaikan Proposal
Pengembangan Bahan Ajar, Penyusunan Instrumen Penelitian
Uji Coba Instrumen dan Perbaikan Instrumen
Pretes
Kelas Kontrol (Ekspositori) Kelas Eksperimen (Creative
Problem Solving)
Postes
Analisis Data
(3)
Gambar 3.2
Alur Tahap Analisis Data
Data Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
(skor pretes, postes, dan n-gain)
Uji Statistik Parametrik
Uji Normalitas
Uji Statistik Non-Parametrik Mann-Whitney
Uji Homogenitas
Uji-t’ Dua Sampel Independen Uji-t Dua
Sampel
Kesimpulan
Kesimpulan Kesimpulan
Normal Tidak Normal
Homogen Tidak Homogen HoHomogenak
(4)
(5)
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian serta pembahasan yang telah diuraikan pada Bab IV terdapat beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
Creative Problem Solving (CPS) diantaranya yaitu:
1. Pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas Creative Problem Solving berada pada kategori sedang, sementara itu kelas Ekspositori berada pada kategori rendah.
3. Pencapaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Ekspositori.
4. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Ekspositori. Peningkatan kemampuan kreativitas
(6)
5. Terdapat korelasi yang positif antara kemampuan pemecahan masalah matematis dengan berpikir kreatif matematis. Korelasi antar keduanya termasuk dalam kategori korelasi tinggi.
B. Saran
Berdasarkan beberapa temuan dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan beberapa saran diantaranya yaitu:
1. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan Creative
Problem Solving dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.
2. Dalam menganalisis capaian belajar siswa, selain diukur dengan menggunakan instrumen tes kuantitatif juga diperlukan instrumen lain diantaranya jurnal perkembangan belajar siswa agar dapat terpantau perkembangan siswa selama proses pembelajaran.
3. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan kemampuan berpikir kreatif matematis, siswa juga perlu lebih banyak mendapatkan soal-soal yang berbentuk pemecahan masalah dan kemampuan berpikir kreatif matematis.
4. Untuk menunjang keberhasilan penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Creative Problem Solving diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dan mengandung masalah matematis yang lebih kontekstual.
5. Penelitian ini terbatas populasinya yaitu siswa SMP Negeri kelas VIII di kota Bandung, untuk kepentingan penelitian selanjutnya agar diperoleh generalisasi yang lebih luas maka disarankan untuk memperluas populasi penelitian dan materi yang menjadi pokok bahasan.