KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI.
KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR
BATUBARA KUALITAS RENDAH
DENGAN PROSES SOLVENISASI
SKRIPSI
OLEH :
SILFI NURUL HIKMAH NPM : 0831010048
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
(2)
KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR
BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES
SOLVENISASI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Kimia
OLEH :
SILFI NURUL HIKMAH NPM : 0831010048
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
(3)
SKRIPSI
KAJIAN PENINGKATAN NILAI KALOR BATUBARA KUALITAS RENDAH DENGAN PROSES SOLVENISASI
Disusun Oleh : SILFI NURUL HIKMAH
NPM : 0831010048
Telah di pertahankan di hadapan dan diterima oleh Dosen Penguji pada tanggal : 7 Februari 2012
Tim Penguji : Dosen Pembimbing : 1. 1.
Ir.Novel Karaman, MT Ir. Sukamto NEP, MT NIP. 19580801 198703 1 001 NIP. 19541019 198503 1 001 2.
Ir.Siswanto, MS NIP. 19580613 198603 1 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Ir.Sutiyono, MT NIP. 19600713 198703 1 001
(4)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan dengan baik penelitian yang berjudul “Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kulaitas Rendah dengan Proses Solvenisasi”.
Adapun penyusunan penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam kurikulum program studi S-1 Teknik Kimia dan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Kimia di Fakultas Teknologi Industri UPN “VETERAN” Jawa Timur, Surabaya.
Sebagai dasar penyusunan penelitian ini adalah teori yang diperoleh selama kuliah, data-data dari majalah maupun literatur yang ada. Selanjutnya, dengan tersusunnya laporan penelitian ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT, selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Sukamto NEP, MT, selaku dosen pembimbing penelitian. 4. Bapak Ir. Novel Karaman, MT, selaku dosen penguji penelitian. 5. Bapak Ir. Siswanto, MS, selaku dosen penguji penelitian.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan material dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan penelitian.
7. Teman-teman tercinta yang telah memberikan dorongan serta semangat dalam penyelesaian laporan penelitian.
(5)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Kami berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Surabaya,Februari 2012
(6)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR GRAFIK ... v
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1
I.2 Tujuan ... 3
I.3 Manfaat... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Batubara... 4
II.1.1 Tempat Terbentuknya Batubara ... 4
II.2 Klasifikasi Batubara ... 8
II.2.1 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Tingkatannya ……... 8
II.2.2 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Nilai Kalor ……….. 10
II.2.3 Klasifikasi Batubara Berdasarkan ASTM ………. 11
II.3 Kualitas Batubara... 13
II.4 Sumberdaya dan Cadangan Batubara... 14
II.5 Analisa Batubara... 16
II.6 Pelarut yang Digunakan……….... 22
II.7 Landasan Teori... 24
II.8 Hipotesis ... 27
BAB III METODE PENELITIAN III.1 Bahan- bahan yang digunakan... 28
III.2 Alat-alat yang digunakan ... 28
III.3 Gambar Alat... 29
III.4 Kondisi yang Dijalankan... 29
(7)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan... 47 V.2 Saran... 47
DAFTAR PUSTAKA ……….. 49
APPENDIKS LAMPIRAN
(8)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
DAFTAR TABEL
Tabel II.2.1 Klasifikasi Batubara dengan ASTM... 12 Tabel II.5.1 Kadar Kelembabab Batubara... 18 Tabel II.5.2 Konversi Nilai Kalori... 21 Tabel IV.1 Kadar Total Moisture (TM) hasil penelitian dengan variasi waktu dan
variasi konsentrasi pelarut... 35 Tabel IV.2 Kadar Volatille Matter (VM) hasil penelitian dengan variasi waktu
dan variasi konsentrasi pelarut... 35 Tabel IV.3 Kadar Ash hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi
konsentrasi pelarut... 36 Tabel IV.4 Kadar Fixed Carbon (FC) hasil penelitian dengan variasi waktu dan
variasi konsentrasi pelarut... 36 Tabel IV.5 Nilai Kalor hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi
(9)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
DAFTAR GAMBAR
(10)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
DAFTAR GRAFIK
Grafik IV.1 Hubungan antara kadar Total Moisture (TM) dengan variasi waktu perendaman (jam)... 37
Grafik IV.2 Hubungan antara kadar Total Moisture (TM) dengan variasi konsentrasi pelarut (%)... 38 Grafik IV.3 Hubungan antara kadar Volatille Matter (VM) dengan variasi waktu
perendaman (jam)... 39
Grafik IV.4 Hubungan antara kadar Volatille Matter (VM) dengan variasi konsentrasi pelarut (%)... 40 Grafik IV.5 Hubungan antara kadar Ash dengan variasi waktu perendaman
(jam)... 41 Grafik IV.6 Hubungan antara kadar Ash dengan variasi konsentrasi pelarut
(%)... 42 Grafik IV.7 Hubungan antara kadar Fixed Carbon (FC) dengan variasi waktu
perendaman (jam)... 43
Grafik IV.8 Hubungan antara kadar Fixed Carbon (FC)) dengan variasi konsentrasi pelarut (%)... 44 Grafik IV.9 Hubungan antara Nilai Kalor dengan variasi waktu perendaman
(jam)... 45 Grafik IV.10 Hubungan antara kadar Total Moisture (TM) dengan variasi
(11)
INTISARI
Batubara merupakan sumber bahan bakar atau sumber daya alam yang
tidak dapat diperbarui. Di Indonesia sumberdaya ini sebagian besar berada di
Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di
wilayah lain. Selama sepuluh tahun terakhir ini penggunaan batubara dalam
negeri terus mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian
dan industrialisasi. Sektor tenaga listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi
batubara paling besar. Pada saat ini ada 30 % pembangkit listrik yang
menggunakan bahan bakar batubara. Diperkirakan konsumsi batubara
untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali lipat pada awal abad 21.
Pemanfaatan batubara ini dilakukan dengan menggunakan proses
solvenisasi. Proses solvenisasi ini di lakukan dengan mencampurkan dua pelarut
yang berbeda yaitu asam asetat dan etanol. Batubara yang digunakan adalah
batubara jenis lignit sebab ketersediaan batubara ini terbesar di Indonesia dan
belum maksimal dimafaatkan. Pada kondisi perbandingan pelarut 1 : 1,
konsentrasi pelarut (14,5 %, 12,5%, 10,5 %, 8,5 %, 6,5 %) dan waktu perendaman
(6, 24, 48, 72, 96) jam.
Hasil terbaik yang di peroleh dari pemanfaatan batubara kualitas rendah
menjadi batubara kualitas tinggi ini di hasilkan dengan konsentrasi pelarut 14,5 %
dengan kondisi operasi 48 jam yang menghasilkan kadar Total Moisture sebesar
7,893 %, kadar Volatille Matter sebesar 34,753 %, kadar Ash sebesar 3,532 %,
(12)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Batubara (coal) adalah sumber energi fosil yang paling banyak kita
miliki di dunia ini. Di Indonesia sumberdaya energi batubara diperkirakan
sebesar 36,5 milyar ton, dengan sekitar 5,1 milyar ton dikategorikan sebagai
cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu
sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain.
Melonjaknya harga bahan bakar minyak (BBM) akibat meroketnya
harga minyak mentah dunia telah memaksa pemerintah untuk meluncurkan
program penghematan energi sekaligus mengkaji penggunaan berbagai
sumber energi alternative yang ketersediaannya cukup melimpah didalam
negeri, antara lain batubara. Karena itu, pemerintah mendorong kalangan
industri di dalam negeri untuk menggunakan batubara sebagai sumber energi
alternatif pengganti BBM.
Pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif BBM perlu
dilakukan mengingat Indonesia memiliki cadangan sumber batubara yang
cukup banyak, sementara cadangan dan produksi minyak bumi nasional dari
tahun ke tahun cenderung menurun. Namun ternyata porsi pemanfaatan
batubara di dalam negeri selama ini masih relatif kecil. Dari produksi
(13)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
dimanfaatkan di dalam negeri baru 32,91 juta ton/tahun, sedangkan
selebihnya, yaitu sebanyak 92,5 juta ton diekspor ke luar negeri.
Jenis-jenis batubara yang ada di Indonesia diantaranya anthracite
sebesar 0,4 %, bituminous sebesar 14,4 %, sub-bituminous sebesar 26,6 %,
lignit sebesar 58,6 %, dan dan sisanya berupa gambut. Pemanfaatan batubara
yang digunakan cenderung batubara kualitas tinggi jenis anthracite dan
bituminous karena keduanya memiliki nilai kalor yang tinggi dan jika
digunakan terus-menerus akan membuat sumberdaya batubara ini akan habis.
Oleh sebab itu, perlu juga memanfaatkan batubara kualitas rendah Meskipun
batubara kualitas rendah mempunyai nilai kalor rendah akan tetapi saat ini
telah banyak teknologi untuk mengkonversi batubara ini menjadi batubara
dengan kualitas tinggi dan dapat menaikkan harga ekonomisnya.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengkonversi batubara
kualitas rendah dengan proses solvenisasi menggunakan pelarut CH3COOH
(14)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
I.2 Tujuan
Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain :
1. Untuk mempelajari pengaruh pelarut (asam asetat dan etanol) terhadap
kualitas batubara (kadar total moisture, volatile matter, ash, fixed carbon
dan nilai kalor).
I.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:
1. Memanfaatkan batubara kualitas rendah menjadi batubara kulaitas tinggi
agar dapat menaikkan harga ekonomisnya.
2. Sebagai sumber alternatif pengganti BBM.
3. Memanfaatkan pelarut organik untuk menaikkan nilai kalor, kadar zat
terbang dan menurunkan kadar kelembaban, kadar abu, serta menguraikan
(15)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Batubara
Batubara merupakan sumber bahan bakar atau sumber daya alam yang
tidak dapat diperbarui. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui merupakan
sumber daya alam yang apabila digunakan terus-menerus akan habis. Biasanya
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui bersal dari barang tambang
(minyak bumi dan batubara) dan bahan galian (emas, perak, nikel, dan lain-lain).
Kita harus menggunakan SDA ini seefisien mungkin. Sebab, seperti batubara akan
terbentuk kembali setelah jutaan tahun kemudian.
Batubara merupakan zat padat yang heterogen, yang dapat terbakar, terdiri
dari material organik dan anorganik. Material organiknya sebagian besar berasal
dari sisa-sisa tumbuhan yang telah mengalami proses dekomposisi dalam berbagai
tingkat di daerah rawa dan mengalami ubahan secara kimia dan fisika setalah
terkubur atau tertimbun oleh endapan berikutnya.
( http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam) II.1.1 Tempat Terbentuknya Batubara
Ada 2 macam teori yang menyatakan tempat terbentuknya batubara, yaitu :
A. Teori Insitu
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembenrtuk lapisan batubara
terbentuknya ditempat dimana tumbuh-tumbuhan asal itu berada. Dengan
(16)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan mengalami proses coalification. Jenis
batubara yang terbentuk dengan cara ini mempunyai penyebaran luas dan merata,
kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relatif kecil, Dapat dijumpai pada
lapangan batubara Muara Enim (SumSel).
B. Teori Drift
Teori ini menyatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terbentuknya ditempat yang berbeda dengan tempat tumbuh-tumbuhan asal itu
berada. Dengan demikian setelah tumbuhan tersebut mati, diangkut oleh media air
dan berakumulasi disuatu tempat, segera tertimbun oleh lapisan sedimen dan
mengalami proses coalification. Jenis batubara yang terbentuk dengan cara ini
mempunyai penyebaran tidak luas tetapi dijumpai dibeberapa tempat, kualitasnya
kurang baik karena banyak mengandung material pengotor yang terangkut
bersama selama proses pengangkutan dari tempat asal tanaman ke tempat
sedimentasi. Dapat dijumpai pada lapangan batubara delta Mahakam Purba,
Kaltim.
(http://www.scribd.com/doc/45132246/Literatur-Material-Anorganik-Pada-Batubara)
Di Indonesia sumberdaya energi batubara diperkirakan sebesar 36,5 milyar
ton, dengan sekitar 5,1 milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur.
Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di
Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain. Selama sepuluh tahun
terakhir ini penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami pertumbuhan
(17)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Pada saat ini
ada 30 % pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar batubara.
Diperkirakan konsumsi batubara untuk pembangkit listrik akan mencapai dua kali
lipat pada awal abad 21.
(http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/2336--cadangan-bahan-bakar-minyak-berkurang.html)
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya
terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira
340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di
belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batubara) dikenal sebagai zaman batubara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik.
Proses awalnya gambut berubah menjadi lignit (batubara muda) atau
brown coal (batubara coklat). Ini adalah batubara dengan jenis maturitas organic
rendah. Dibandingkan dengan batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut
dan warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batubara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-bituminus.
(18)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
keras dan warnanya lebih hitam dan membentuk bituminus atau antrasit. Dalam
kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit.
Tingkat perubahan yang dialami batubara dalam proses pembentukannya, dari
gambut sampai menjadi antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan
yang penting dan hubungan tersebut disebut sebagai tingkat mutu
batubara. Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan
sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram
seperti tanah. Barubara muda memilih tingkat kelembaban yang tinggi dan
kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan energinya
rendah. Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat
dan seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu
yang lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat
kelembaban yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak.
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan
batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batubara ini dibagi
dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang
ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara
kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi
cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak. Cadangan
batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian
(19)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
(http://www.geofacts.co.cc/2009/04/proses-pembentukan-batubara/)
(http://ilmubatubara.wordpress.com/2006/10/07/batubara-sebagai-sedimen-organik/)
Putrago.2009.Pengertian Sumberdaya dan Cadangan Batubara. (http://putrago.blog.akprind.ac.id/Pengertian-sumberdaya-dan-cadangan-batubara/)
Gambar I. Batubara II.2 Klasifikasi Batubara
II.2.1 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Atas Tingkatannya 1. Anthracite
Merupakan jenis batubara tingkatan pertama atau tertinggi. Di
Indonesia batubara jenis ini terdapat hanya sebesar 0,4 %. Dengan ciri
- ciri :
- Memperlihatkan struktur kompak dan keras
- Berat jenis tinggi
- Berwarna hitam metalik
- Kandungan volatille matter rendah
- Kandungan abu, sulfur, dan air rendah, tanpa timbul nyala
(20)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
- Mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%
2. Bituminous
Merupakan jenis batubara tingkatan kedua. Di Indonesia jenis
batubara ini terdapat sebesar 14,4%. Dengan ciri-ciri :
- Berwarna hitam agak kompak
- Kandungan karbon relatif tinggi
- Kandungan air, abu, dan sulfur relatif rendah (5% - 10%)
- Nilai kalor antara 7000-8000 kkal/kg
- Mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8 - 10% dari
beratnya
3. Sub bituminous
Merupakan jenis batubara tingkatan ketiga. Di Indonesia jenis
batubara ini terdapat sebesar 26,6 %. Dengan ciri-ciri :
- Warna hitam mengkilat kurang kompak
- Kandungan karbon relatif tinggi
- Kandungan air, abu, dan sulfur sedikit
- Nilai kalor dibawah 7000 kkal/kg
- Mengandung sedikit karbon dan banyak air dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminous
4. Lignite
Merupakan jenis batubara tingkatan keempat. Di Indonesia jenis
(21)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
- Berwarna hitam suram seperti tanah sangat rapuh
- Kandungan karbon sedikit
- Kandungan air tinggi (35 – 75% dari beratnya), kandungan abu serta
sulfur banyak
- Tingkat kelembaban (Moisture) tinggi
- Nilai kalor 1500 – 4500 kkal/kg
5. Peat (Gambut)
Merupakan jenis batubara tingkatan kelima atau terendah. Dengan
ciri-ciri :
- Nilai kalor 1700 – 3000 kkal/kg
- Berpori dan memiliki kadar air diatas 75%
(http://www.scribd.com/doc/41571606/Analisis-Proksimat-Nilai-Kalori-Kadar-Sulfur-Batubara)
II.2.2 Klasifikasi Batubara Berdasarkan Nilai Kalor
Beberapa klasifikasi batubara berdasarkan atas nilai kalornya adalah
sebagai berikut :
1. Batubara tingkat tinggi (high rank)
adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran sangat
tinggi dengan jumlah kalori lebih dari 7100 kal/gr, meliputi meta
(22)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
2. Batubara tingkat menengah (moderate rank)
adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran antara
6100-7100 kal/gr, meliputi low volatile, bituminous coal, high volatile
coal.
3. Batubara tingkat rendah (low rank)
adalah batubara yang mempunyai kalori hasil pembakaran kurang
dari 5100 kal/gr, meliputi sub bituminous coal, lignite.
II.2.3 Klasifikasi Batubara Berdasarkan ASTM ( American Society for Testing Material )
American Society for Testing Material (ASTM) membuat klasifikasi batubara
yang umum dipergunakan dalam industry sebagai berikut :
(23)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Keberadaan ASTM batubara, diharapkan terdapat kesepakatan antara para
penghasil batubara dengan industri/pemakai batubara. Terlihat pada
masing-masing pengelompokan, tiap jenis batubara mempunyai perbedaan baik pada sifat
fisik (struktur) maupun pada sifat kimiawinya (reaktivitas). Hal ini menjadi salah
satu penyebab mengapa suatu jenis batubara dipandang sesuai untuk pemanfaatan
tertentu dan tidak sesuai untuk pemanfaatan lainnya. Sebagai contoh batubara
jenis bituminous dan subbituminous dapa dibakar langsung pada tungku atau ketel
uap untuk keperluan industri dan pembangkit tenaga listrik, sedang batubara jenis
anthracite biasanya dipakai untuk reduktor. Batubara jenis lignite digunakan
untuk bahan bakar pembangkit tenaga listrik di mulut tambang atau diproses
menjadi bahan bakar cair (minyak sintetis), gas sintetis atau briket batubara.
Gambut kurang sesuai untuk bahan bakar, tetapi cocok sebagai media semai
tanaman.
II.3 Kualitas Batubara
Kualitas batubara adalah sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral
dan mineral matter penyusunnya, serta oleh derajatc oalific ation (rank).
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor : 13-5015-1998/Amd 1:1999 membagi
(24)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
1. Batubara Energi Rendah (Brown Coal)
Batubara energi adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya,
bersifat lunak mudah di remas, mengandung kadar air yang tinggi (10 – 70%),
memperlihatkan struktur kayu dan nilai kalorinya ≤ 7000 Kcal/Kg ( dry ash free-ASTM).
2. Batubara Energi Tinggi (Hard Coal)
Batubara energi tinggi adalah semua jenis batubara yang peringkatnya lebih
tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah di remas, kompak,
mengandung kadar air yang relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak
tampak lagi dan nilai kalorinya ≥ 7000 Kcal/Kg (dry ash free-ASTM).
http://www.scribd.com/doc/59907169/SNI-BATUBARA-13-6011-1999 dunia.html?tmpl=component&print=1&page=
II.4 Sumberdaya dan Cadangan Batubara
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan
batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi
dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang
ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara
kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi
(25)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya
batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang
pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batubara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan
batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama
dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada
umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan
pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari
distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika
eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan
mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka
mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi
(identified resources).
2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)
Sumber daya batubara tereka adalah jumlah batubara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan
prospeksi. Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga
(26)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari
titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2
km – 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih,
sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm
atau lebih.
3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batubara tertunjuk adalah jumlah batubara di daerah
penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan
data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi
pendahuluan. Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan
penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu
batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai
variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan
kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam
daerah antara 0,4 km - 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan
35 cm atau lebih, sub-bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm.
4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batubara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan
atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang
(27)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu.
Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup,
rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti
geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan
35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm.
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada University. Press, Yogyakarta
II.5 Analisa Batubara
Umumnya, untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada
batubara yang diantaranya berupa analisis proksimat dan analisis ultimat. Analisis
proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air (moisture), zat terbang
(volatile matter), karbon padat (fixed carbon), dan kadar abu (ash), sedangkan
analisis ultimat dilakukan untuk menentukan kandungan unsur kimia pada
batubara seperti : karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, unsur tambahan dan
juga unsur jarang.
Analisis Batubara teknik metode analisis spesifik dirancang untuk mengukur sifat
fisik dan kimia tertentu batubara.
Parameter Kualitas Batubara :
1. KADAR KELEMBABAN (Moisture Content)
Hasil analisis untuk kelembaban terbagi menjadi:
a. Inherent Moisture; air yang terserap ke dalam batubara manakalabatubara
(28)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
b. Surface Moisture; air yang terserap dan menempel pada batubara oleh
adanya proses sekunder, misalnya dari air tanah, air penyiraman saat
penambangan, air yang dipakaiuntuk hydraulic mining, air pada proses
preparasi batubara, air hujan, dan sebagainya.
c. Total Moisture; Jumlah kandungan kedua jenis air di dalam batubara.
Kadar kelembaban mempengaruhi jumlah pemakaian udara primernya. Batubara
berkadar kelembaban tinggi akan membutuhkan udara primer lebih banyak untuk
mengeringkan batubara tersebut pada suhu yang ditetapkan oleh output pulveriser.
Tinggi rendahnya kadar kelembaban akan tergantung pada :
► Peringkat batubara
► Size distribusi
► Kondisi pada saat sampling
Tabel II.5.1 Kadar Kelembaban Batubara
Jenis batubara Kadar kelembaban
Antrasit < 8 %
Bituminuous 8 – 10 %
Sub-bituminuous 10 – 35 %
Lignit 35 – 75 %
(29)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
2. ZAT TERBANG (Volatile Matter)
Zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika
dipanaskan pada temperatur tertentu. Zat terbang biasanya berasal dari gugus
hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus yang mudah putus dengan
pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti
methana atau ethana.
Kandungan zat terbang mempengaruhi kesempurnaan pembakaran dan
intensitas api. Penilaian tersebut didasarkan pada rasio atau perbandingan antara
kandungan karbon (fixed carbon) dengan zat terbang, yang disebut dengan rasio
bahan bakar (fuel ratio).
Semakin tinggi nilai fuel ratio maka jumlah karbon di dalam batubara
yang tidak terbakar juga semakin banyak. Jika perbandingan tersebut nilainya
lebih dari 1.2, maka pengapian akan kurang bagus sehingga mengakibatkan
kecepatan pembakaran menurun. Kadar zat terbang dalam batubara ditentukan
oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin
rendah kadar zat terbangnya.
3. KADAR ABU (Ash Content)
Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung
mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai
kadar abu atau Ash Content. Mineral matter dalam batubara terdiri dari inherent
dan extraneous. Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan
(30)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
molekul batubara Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu
lainnya yang berasal dari luar batubara.
Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral
matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari
extraneous. Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin
rendah nilai kalorinya. Semakin tinggi kadar abu, secara umum akan
mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling), keausan, dan korosi peralatan yang
dilalui.
Isi abu batubara adalah residu non-mudah terbakar setelah batubara dibakar.
Ini merupakan bahan mineral massal setelah karbon, belerang oksigen, dan air
(termasuk dari tanah liat) telah didorong off selama pembakaran.
Kandungan abu yang terdapat pada batubara :
1. Kandungan Abu Bawaan; Kandungan abu bawaan diperoleh dari abu yang
terkandung pada tumbuh-tumbuhan yang menjadi batubara, jumlahnya
sedikit, dan sulit untuk diambil melalui proses pemisahan.
2. Kandungan Abu Serapan; Kandungan abu serapan terjadi akibat adanya
intrusi lumpur dan pasir saat tetumbuhan tersedimentasi. Atau bisa pula
terjadi setelah prosespembatubaraan berlangsung, dimana akibat adanya
retakan dan sebagainya,menyebabkan lumpur dan pasir ikut tercampur
(31)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
3. KADAR SULFUR (Sulfur Content)
Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate
sulfur, dan organic sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur
dalam batubara dinyatakan dalam Total Sulfur (TS).
Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya
bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen
secara vertikal maupun secara lateral. Namun demikian ditemukan juga beberapa
seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif homogen.
4. KADAR KARBON (Fixed Carbon)
Nilai kadar karbon diperoleh melalui pengurangan angka 100 dengan
jumlah kadar air (kelembaban), kadar abu, dan jumlah zat terbang. Nilai ini
semakin bertambah seiring dengan tingkat pembatubaraan. Kadar karbon dan
jumlah zat terbang digunakan sebagai perhitungan untuk menilai kualitas bahan
bakar.
Kandungan kadar karbon batubara adalah karbon yang terdapat dalam
bahan yang tersisa setelah bahan volatile didorong off. Ini berbeda dari kandungan
karbon akhir dari batubara karena karbon sebagian hilang dalam hidrokarbon
dengan volatil. karbon tetap digunakan sebagai perkiraan jumlah kokas yang akan
dihasilkan dari sampel batubara. Kadar karbon ditentukan dengan membuang
massa volatil ditentukan oleh uji volatilitas, di atas, dari massa asli dari sampel
(32)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
5. KALORI (Calori)
Kalori adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.
Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb.
Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net. Nilai Kalori dapat
dinyatakan dalam satuan yang berbeda :
Calorific Value (CV)……(kcal/kg) Specific Energy (SE) ….(Mj/kg)
Higher Heating Value (HHV) = Gross CV Lower Heating Value (LHV)= Net CV British Thermal Unit = Btu/lb
Tabel II.5.2 Konversi Nilai Kalori
Nilai kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama nilai
kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture
atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Btu/Lb Kcal/kg MJ/kg
Btu/Lb 1 0.5555 0.002326
Kcal/kg 1.8 1 0.004187
(33)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
6. UKURAN (Coal size)
Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus (pulverized coalataudust
coal) dan butir kasar (lump coal). Butir paling halus untuk ukuran maksimum 3
milimeter, sedangkan butir paling kasar sampai dengan ukuran 50 milimeter
7. TINGKAT KETERGERUSAN (Hardgrove Grindability Index atau HGI)
Kinerja pulveriser atau mill dirancang pada nilai HGI tertentu. Untuk HGI lebih
rendah, kapasitasnya harus beroperasi lebih rendah dari nilai standarnya pula
untuk menghasilkan tingkat kehalusan (fineness) yang sama.
(http://www.scribd.com/doc/41571606/Analisis-Proksimat-Nilai-Kalori-Kadar-Sulfur-Batubara)
II.6 Pelarut yang Digunakan a. Asam Asetat
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan.
Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam
bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut
asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik
beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam
asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam
(34)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah
tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.
Asam asetat pekat bersifat korosif dan mudah terbakar jika suhu ruang
melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di
udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).
b. Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja,
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang
paling tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan
singkatan dari gugus etil (C2H5).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
(35)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma
yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang
kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa.
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil
dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke
dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari
pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,
dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut
dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga
larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol - cite_note-11)
II.7 Landasan Teori
Pada kajian pemanfaatan batubara kualitas rendah dengan proses solvenisasi
yang mana pada proses tersebut berdasarkan reaksi antara asam asetat dan etanol
dengan batubara jenis lignit. Asam asetat bereaksi dengan etanol menghasilkan
etil asetat dan air diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fischer. Etil asetat
merupakan ester, digunakan sebagai pelarut. Etil asetat dapat mengikat hidrogen
dan melepaskan senyawa karbon pada batubara kualitas rendah menjadi batubara
(36)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
C20H22O4 + CH4 + 2H2O + CO2 + CO + CH3COOC2H5
C22H20O3 + 2CH4 + 4H2O + CO2 + 2CO
Proses solvenisasi sendiri merupakan metode konversi batubara yang
melarutkan sebagian atau seluruhnya batubara sehingga kemurnian batubara
menjadi tinggi. Batubara sebagian larut dalam sejumlah solvent. Sejumlah pelarut
organik dapat digunakan, namun dissolution tidak akan pernah sempurna dan
biasanya membutuhkan proses heating sampai suhu yang cukup untuk terjadi
beberapa proses degradasi termal atau reaksi pelarut berlangsung.
Dissolution dapat mencapai 40% pada suhu kamar dan mencapai 90% pada suhu
sekitar 400 oC.
Masuknya asam asetat dan etanol dalam pori-pori batubara secara bersamaan
dengan mineral matter dalam batubara seperti karbon, belerang, oksigen, air, dll
menguap merupakan proses difusi.
Proses difusi adalah peristiwa mengalirnya atau berpindahnya suatu zat dalam
pelarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
(http://www.scribd.com/doc/53803611/SINTESIS-ETIL-ASETAT) (http://www.geofacts.co.cc/2009/04/)
(http://materialsfantasymemorable.blogspot.com/2011/10/potensi-dan-peranan-sumber-energi.html)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelarutan diantaranya :
a. Suhu
Semakin tinggi suhu semakin cepat larut.
b. Besar partikel
(37)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
c. Pengadukan
Dengan pengadukan, tumbukan antara solvent-solvent makin cepat
sehingga semakin cepat larut (kelarutannya besar).
d. Tekanan dan Volume
Jika tekanan diperbesar atau volume diperkecil, gerakan partikel semakin
cepat. Hal ini berpengaruh besar terhadap fase gas sedang pada zat cair hal
ini tidak berpengaruh.
e. Perbedaan konsentrasi
Semakin besar perbedaan konsentrasi antara dua bagian, semakin besar
proses pelarutan yang terjadi.
f. Waktu
Semakin lama waktu yang digunakan dalam pelarutan, semakin besar
proses pelarutan yang terjadi.
(http://www.scribd.com/doc/59791199/67/Faktor-yang-Mempengaruhi-Kelarutan)
Pada kajian pemanfaatan batubara kualitas rendah dengan proses
solvenisasi dalam skala laboraturium dapat dibagi menjadi :
a. Proses persiapan bahan baku
- Batubara terlebih dahulu dijadikan serbuk halus kemudian
dibersihkan dari debu dan partikel-partikel lain dengan cara
pencucian dengan air selanjutnya diaduk dalam suhu kamar selama
3 jam.
- Lumpur disaring menggunakan kertas saring/kain saring dan
(38)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Bayuseno, A.P.2009. Pengaruh Sifat Fisik danStruktur Mineral Batu Bara Lokal terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
b. Proses solvenisasi
Serbuk batubara yang telah kering kemudian dilarutkan dengan pelarut
as.asetat dan etanol (perbandingan 1 : 1) dengan konsentrasi < 12,5 % (
karena dipengaruhi nilai ekonomis dari pelarutnya) dengan waktu proses
yang berkisar > 6 jam.
Soetjijo, H.2004. Peningkatan Kualitas Batubara Kadar Rendah (Upgrading Low Grade Coal). Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI
c. Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 ±
1100C. d. Analisa
Analisa nilai kalor, kadar abu, kadar air lembab, kadar zat terbang, dan
kadar karbon tertambat sesuai dengan prosedur Standar Nasional
Indonesia (SNI) 13-3999-1995, 13-3477-1994, 13-3999-1995,
13-3998-1995.
(http://www.scribd.com/doc/41571606/Analisis-Proksimat-Nilai-Kalori-Kadar-Sulfur-Batubara)
II.8 Hipotesis
“Solvenisasi batubara kualitas rendah dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut
(39)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1 Bahan-bahan yang digunakan
a. Batubara kualitas rendah (batubara jenis lignit)
b. Asam asetat 96 %
c. Etanol 96 %
d. Aquadest
III.2 Alat-alat yang digunakan
a. Labu ukur
b. Gelas ukur
c. Beaker glass
d. Pipet
e. Kertas saring
f. Oven
(40)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
III.3 Gambar alat
III.4 Kondisi yang Dijalankan 1. Kondisi yang ditetapkan
Berat awal batubara kering : 150 gram
Berat batubara kering setelah solvenisasi : 100 gram
Ukuran batubara : 200 mesh
Volume larutan : 100 ml
Suhu perendamanan : 25oC
Waktu pencucian dengan air : 3 jam
2. Kondisi yang berubah
Waktu perendaman (jam) : 6 ; 24 ; 48 ; 72 ; 96 jam
(41)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
III.5 Prosedur Penelitian 1. Persiapan Bahan baku
Batubara dibersihkan dari debu dan partikel-partikel lain dengan menempatkan 150 gram batubara kedalam beaker glass berisi 100 ml air
selanjutnya diaduk pada suhu kamar dalam jangka waktu 3 jam, lumpur
disaring menggunakan kertas saring/kain saring untuk memisahkan serbuk
basah dengan menyiram air berulang-ulang sampai bersih.
Batubara yang sudah bersih kemudian di keringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam.
2. Pelaksanaan
Timbang 100 gram batubara yag telah kering
Proses selanjutnya dilarutkan dengan pelarut (asam asetat dan etanol dengan perbandingan 1 : 1) dengan konsentrasi sesuai dengan variabel
(14,5 %, 12,5%, 10,5 %, 8,5 %, 6,5 %) dengan volume larutan 100 ml
dengan waktu perendaman sesuai dengan variabel yaitu selama (6, 24, 48,
72, 96) jam.
Kemudian disaring menggunakan kertas saring/kain saring setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam.
Kemudian dilakukan analisa nilai kalor, kadar abu, kadar air lembab, kadar zat terbang, dan kadar karbon.
(42)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
3. Analisa
Analisa nilai kalordengan menggunakan alat Bomb Calorimeter.
Analisis kadar air lembab (Total Moisture) dari batubara kering udara sesuai dengan prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI) 13-3477-1994.
Sampel (10 gr) dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
dipanaskan dalam furnace pada suhu 105 – 110 0C selama 1 jam. Kemudian didinginkan setelah dingin sampel ditimbang untuk menghitung
kadar total moisturenya.
TM (%) = m2 – m3 x 100 %
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel
m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Analisis kadar zat terbang (Volatile Matter) batubara sesuai dengan prosedur Standar Nasional Indonesa (SNI) 13-3999-1995.
Sampel dari analisa TM dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian dipanaskan dalam furnace pada suhu 600 0C selama 1 jam. Kemudian didinginkan setelah dingin sampel ditimbang untuk menghitung
kadar volatile matternya.
VM (%) = m2 – m3 x 100 % - TM (%)
(43)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel
m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Analisis kadar abu (Ash) batubara sesuai dengan prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI) 13-3999-1995.
Sampel dari analisa VM dimasukkan kedalam cawan kemudian
dipanaskan dalam furnace mulai suhu dari rendah 250 0C selama 30 menit kemudian suhu 250 – 500 0C selama 30 menit dan 500 0C selama 60 menit sampai menjadi abu. Kemudian didinginkan setelah dingin sampel
ditimbang untuk menghitung kadar ashnya.
Ash (%) = m3 – m1 x 100 %
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel
m3 = berat cawan atau gelas + abu
Analisis kadar karbon tertambat (Fixed Carbon) batubara sesuai dengan prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI) 13-3998-1995.
Kadar karbon tertambat pada batubara tidak dilakukan dengan
analisis. Untuk mengetahui kadarnya cukup dengan perhitungan namun
memerlukan data analisis lainnya seperti kadar kelembaban, kadar zat
terbang, dan kadar abu.
(44)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
III.6 Diagram Alir
Batubara jenis lignit 150 gr
Pencucian dengan 100 ml air diaduk
selama 3 jam
Endapan dikeringkan pada suhu 105 0C
selama 1 jam
Batubara kering 100 gr
Perendaman dengan campuran larutan as.asetat + etanol dengan konsentrasi (14,5% ;12,5% ;10,5% ;8,5% ;6,5%) selama (6 jam; 12 jam; 18 jam; 24 jam; 32 jam)
Endapan dikeringkan pada suhu 105 0C
selama 1 jam
Analisa
Kadar karbon Kadar abu
Kadar zat terbang Kadar
kelembaban Nilai kalor
(45)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil penelitian
Dalam hasil analisa awal batubara kualitas rendah diketahui :
- Kadar Total Moisture (TM) = 20,452 %
- Kadar Ash = 10,764 %
- Kadar Fixed Carbon (FC) = 31,47 %
Dengan menggunakan acuan prosedur Standar Nasional Indonesia (SNI)
13-3477-1994, 13-3999-1995, 13-3999-1995, dan 13-3998-1995 yang
dilakukan di laboratorium operasi teknik kimia, FTI “UPN VETERAN”
JATIM.
- Nilai Kalor = 5831 kal/g
(Balai Penelitian dan Konsultasi Industri, BPKI Surabaya-Jawa
Timur)
Dari hasil penelitian yang di lakukan dengan dua jenis pelarut yang
dicampurkan di dapatkan kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, Fixed
Carbon, dan Nilai Kalor pada berbagai konsentrasi pelarut dan waktu
(46)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Tabel IV.1. Kadar Total Moisture (TM) hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi konsentrasi pelarut
G
Tabel IV.2. Kadar Volatille Matter (VM) hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi konsentrasi pelarut
R
Perbandingan konsentrasi pelarut
6.50% 8.50% 10.50% 12.50% 14.50%
waktu perendaman
(jam)
Kadar total moisture batubara (%)
6 18.002 16.166 20.32 16.075 10.22
24 17.426 16.084 20.35 15.758 8.197
48 16.202 14.996 14.089 9.86 7.893
72 16.382 15.431 16.593 10.703 9.817
96 16.742 15.866 19.098 12.388 9.007
Perbandingan konsentrasi pelarut
6.50% 8.50% 10.50% 12.50% 14.50%
waktu perendaman
(jam)
Kadar volatille matter batubara (%)
6 40.398 37.308 40.467 48.365 39.506
24 37.757 37.117 39.474 46.421 41.524
48 37.417 36.879 39.101 45.692 34.753
72 38.307 37.086 42.445 50.309 35.47
(47)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Tabel IV.3. Kadar Ash hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi konsentrasi pelarut
Tabel IV.4. Kadar Fixed Carbon (FC) hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi konsentrasi pelarut
Perbandingan konsentrasi pelarut
6.50% 8.50% 10.50% 12.50% 14.50%
waktu perendaman
(jam)
Kadar Fixed carbon batubara (%)
6 33.241 39.042 36.547 40.327 41.502
24 36.33 39.259 36.604 39.252 41.948
48 37.237 39.565 36.754 36.386 42.692
72 36.63 39.493 37.057 33.521 42.094
96 36.857 39.308 37.56 32.088 41.663
Perbandingan konsentrasi pelarut
6.50% 8.50% 10.50% 12.50% 14.50%
waktu perendaman
(jam)
Kadar ash batubara (%)
6 8.359 7.484 5.288 7.67 3.681
24 8.451 7.54 6.13 6.824 3.572
48 8.604 7.69 6.242 5.414 3.532
72 8.681 7.99 6.353 5.679 3.895
(48)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Tabel IV.5. Nilai Kalor hasil penelitian dengan variasi waktu dan variasi konsentrasi pelarut
Grafik IV.1. Hubungan antara kadar Total Moisture (TM) dengan variasi waktu perendaman (jam)
Dari grafik 4.1 dapat di lihat bahwa kadar total moisture yang di
hasilkan di pengaruhi oleh waktu perendaman. Semakin lama waktu Perbandingan konsentrasi pelarut
6.50% 8.50% 10.50% 12.50% 14.50%
waktu perendaman
(jam)
Nilai kalor batubara (kal/kg)
6 6374 6546.1 6718.2 6682.1 6691.7
24 6420.5 6569.7 6718.9 6702.5 6721.9
48 6482.6 6601.6 6720.5 6719.3 6825.6
72 6513.7 6618.7 6723.7 6722.8 6772.5
(49)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Hal ini di karenakan air yang terikat di dalam rongga-rongga kapiler serta
pori-pori batubara semaikin lama semakin besar dan semakin mudah
menguap sehingga kadar Total Moisture yang dihasilkan rendah. Waktu
perendaman maksimum adalah 48 jam.
Grafik IV.2. Hubungan antara kadar Total Moisture (TM) dengan variasi konsentrasi pelarut (%)
Dari grafik 4.2 dapat di lihat bahwa kadar total moisture yang di
hasilkan di pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin tinggi konsentrasi
pelarut, maka kadar total moisture yang di hasilkan cenderung turun. Hal ini
terjadi karena semakin tinggi konsentrasi pelarut maka uap air yang
terkandung dalam batubara akan menguap dan pelarut (asam asetat dan
etanol) menyerap ke dalam pori-pori batubara, sehingga menyebabkan
kelembapan atau kadar H2O dalam batubara tersebut turun. Konsentrasi
(50)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.3. Hubungan antara kadar Volatille Matter (VM) dengan variasi waktu perendaman (jam)
Dari grafik 4.3 dapat di lihat bahwa kadar volatile matter yang di
hasilkan di pengaruhi oleh waktu perendaman. Semakin lama waktu
perendaman, maka kadar volatile matter yang di hasilkan cenderung naik.
Hal ini disebabkan karena gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau
rantai lurus sehingga menyebabkan gas hidrokarbon yang terkandung dalam
batubara cenderung naik apabila waktu perendaman yang digunakan
semakin lama. Tetapi semakin tinggi peringkat batubara akan semakin
(51)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.4. Hubungan antara kadar Volatille Matter (VM) dengan variasi konsentrasi pelarut
Dari grafik 4.4 dapat di lihat bahwa kadar volatile matter yang di
hasilkan di pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin tinggi konsentrasi
pelarut, maka kadar volatile matter yang di hasilkan cenderung naik. Hal ini
disebabkan karena pori-pori dalam batubara terisi oleh partikel-partikel yang
ada pada pelarut sehingga akan terjadi oksidasi yang menyebabkan semakin
tinggi nilai volatile matter yang ada pada batubara. Tetapi semakin tinggi
peringkat batubara akan semakin rendah kadar zat terbangnya. Konsentrasi
(52)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.5. Hubungan antara kadar Ash dengan variasi waktu perendaman (jam)
Dari grafik 4.5 dapat di lihat bahwa kadar ash yang di hasilkan di
pengaruhi oleh waktu perendaman. Semakin lama waktu perendaman, maka
kadar ash yang di hasilkan cenderung naik. Namun demikian pada saat
waktu perendaman 48 jam kadar ash di hasilkan cenderung menurun karena
semakin lama perendaman akan berakibat semakin banyak mineral matter
seperti karbon, belerang, oksigen, air, dll yang menguap ehingga nilai kalor
dari batubara sendiri akan naik. Waktu perendaman maksimum adalah 48
(53)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.6. Hubungan antara kadar Ash dengan variasi konsentrasi pelarut
Dari grafik 4.6 dapat di lihat bahwa kadar ash yang di hasilkan di
pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin tinggi konsentrasi pelarut,
maka kadar ash yang di hasilkan cenderung turun. Hal ini di karenakan
pelarut dapat mengadsorp secara maksimal partikel-partikel (mineral matter)
yang ada pada batubara. Konsentrasi maksimum yang di peroleh adalah
(54)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.7. Hubungan antara kadar Fixed Carbon (FC) dengan variasi waktu perendaman (jam)
Dari grafik 4.7 dapat di lihat bahwa kadar fixed carbon yang di
hasilkan di pengaruhi oleh waktu perendaman. Semakin lama waktu
perendaman, maka kadar fixed carbon yang di hasilkan cenderung naik. Hal
ini dikarenakan senyawa hidrokarbon yang ada batubara akan terurai
menjadi lebih sederhana dengan semakin lama waktu perendamannya.
(55)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.8. Hubungan antara kadar Fixed Carbon (FC) dengan variasi konsentrasi pelarut
Dari grafik 4.8 dapat di lihat bahwa kadar fixed carbon yang di
hasilkan di pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin tinggi konsentrasi
pelarut, maka kadar fixed carbon yang di hasilkan cenderung naik. Hal ini di
sebabkan karena dengan semakin tinngi konsentrasi pelarut akan semakin
besar pula hidrokarbon yang ada pada pada batubara bereaksi dengan
senyawa yang ada pada pelarut. Konsentrasi maksimum yang di peroleh
(56)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.9. Hubungan antara Nilai kalor dengan variasi waktu perendaman (jam)
Dari grafik 4.9 dapat di lihat bahwa nilai kalor yang di hasilkan di
pengaruhi oleh waktu perendaman. Semakin lama waktu perendaman, maka
nilai kalor yang di hasilkan cenderung naik. Hal ini disebabkan karena kadar
moisture dan kadar abu semakin rendah dengan waktu perendaman semaikin
(57)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Grafik IV.10. Hubungan antara Nilai kalor dengan variasi konsentrasi pelarut
Dari grafik 4.10 dapat di lihat bahwa nilai kalor yang di hasilkan di
pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin tinggi konsentrasi pelarut,
maka nilai kalor yang di hasilkan cenderung naik. Hal ini disebabkan karena
kadar moisture dan kadar abu semakin rendah dengan konsentrasi pelarut
semakin tinggi.
Dilihat dari grafik apabila konsentrasi pelarut ditingkatkan maka nilai kalor
yang dihasilkan juga tinggi. Akan tetapi dilihat dari segi nilai ekonomisnya
pada konsentrasi pelarut 14,5 % didapatkan nilai kalor sebesar 6825,6 kal/kg
sedangkan menurut SNI 1998 nilai kalor batubara keras (Hard Coal) sebesar
(58)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, Fixed Carbon, dan Nilai Kalor dipengaruhi oleh
konsentrasi pelarut dan waktu perendaman, di mana hasil terbaik yang di
peroleh pada kondisi :
o Waktu perendaman : 48 jam
o Konsentrasi pelarut : 14,5 %
Analisa kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, dan Fixed Carbon dilakukan di laboraturium Operasi Teknik Kimia, FTI UPN “VETERAN”
JATIM dan analisa Nilai Kalor (kondisi terbaik) yang di peroleh dari uji
Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Baristand “Badan Penelitian dan pengembangan Industri balai riset dan pengembangan Industri” Surabaya adalah 6825,6 kal/kg dengan menggunakan acuan metode
calorimeter.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan analisa kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, dan Fixed Carbon dilakukan secara berurutan dan
bersambung agar diperoleh kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash,
(59)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
udara yang akan masuk dalam tabung reaksi yang dapat mempengaruhi
nilai kadar tersebut.
Untuk mendapatkan kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, Fixed Carbon, dan Nilai Kalor yang maksimal sebaiknya bahan bahan yang di
gunakan dihaluskan sedemikian rupa untuk memperluas kontak antara
pelarut dan mineral matter yang terkandung pada batubara yang
(60)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
DAFTAR PUSTAKA
Bayuseno , A.P.2009. PengaruhSifat Fisik danStruktur Mineral Batu
Bara Lokal terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
http://bosstambang.com/Batubara/cara-terbentuknya.html
http://idhamds.wordpress.com/2008/09/15/analisis-batubara/
http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol - cite_note-11
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam
http://ilmubatubara.wordpress.com/batubara-sebagai-sedimen-organik/
http://putrago.blog.akprind.ac.id/Pengertian-sumberdaya-dan-cadangan-batubara/
http://semarangantenan.blogspot.com/2008/06/batubara-energi-alternatif-pengganti.html
http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/02/batubara.html
http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/2336--cadangan-bahan-bakar-minyak-berkurang.html
http://www.energyefficiencyasia.org/bahan-bakar-dan-pembakaran/
http://www.geofacts.co.cc/2009/04/proses-pembentukan-batubara/
(61)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
http://www.scribd.com/doc/45132246/Literatur-Material-Anorganik-Pada-Batubara
http://www.scribd.com/doc/53803611/SINTESIS-ETIL-ASETAT
http://www.scribd.com/doc/59907169/SNI-BATUBARA-13-6011-1999 dunia.html?tmpl=component&print=1&page=
http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/TeknoEkonomi/peluangpemanbb.asp
Soetjijo, H.2004. Peningkatan Kualitas Batubara Kadar Rendah
(Upgrading Low Grade Coal). Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada
University. Press, Yogyakarta
Tim Kajian Batubara Nasional. 2006. Batubara Indonesia. Kelompok
Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara Pusat Litbang Teknologi Mineral
(62)
APPENDIKS
Analisa kadar Total Moisture
Kadar Total Moisture (%) = m2 – m3 x 100%
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 % Kadar Total Moisture (%) = 11,8613 gr – 11,072 gr x 100 %
11,8613 gr – 1,8613 gr = 7,893 %
Analisa kadar Volatile Matter
Kadar Volatile Matter (%) = m2 – m3 x 100% - Kadar Total Moisture
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Volatile Matter (%) = 11,8613 gr – 6,7785 gr x 100 % - 7,893 %
11,8613 gr – 1,8613 gr = 34,753 %
(63)
Analisa kadar Ash
Kadar Ash (%) = m3 – m1 x 100% - Kadar Total Moisture
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal
m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Ash (%) = 2,2145 gr – 1,8613 gr x 100 % 11,8613 gr – 1,8613 gr
= 3,532 %
Analisa kadar Fixed carbon
Kadar Fixed Carbon (%) = 100% - ( Kadar Total Moisture + Kadar
Volatile Matter + Kadar Ash )
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Fixed Carbon (%) = 100 % - ( 7,893 % + 34,753 % + 3,532 % )
= 42,692 %
Membuat Larutan Etil asetat 14,5 %
ρ etanol = 0,80981 gr/ml = 96 % ( Perry ed 7, hal 2-112, 1997)
ρ as.asetat = 1,05518 gr/ml = 96 % ( Perry ed 7, hal 2-110, 1997)
Perbandingan asam asetat : etanol = 1 : 1
C2H5OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
(64)
= 0.5 x 0,80981 gr/ml + 0,5 x 1,05518 gr/ml = 0,9325 gr/ml
= 96 % ( Perry ed 7, hal 2-117, 1997)
Maka :
V1 x N1 = V2 x N2
V1 x 96 = 100 x 14,5
V1 = 15,1 ml
Maka V as.asetat = 7,55 ml dan V etanol = 7,55ml Di mana : V1 : Volume larutan mula-mula
V2 : Volume larutan yang dibuat
N1 : % atau Molar atau normal mula-mula
(1)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Program Studi S – 1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN ”Veteran” Jawa Timur 4
udara yang akan masuk dalam tabung reaksi yang dapat mempengaruhi nilai kadar tersebut.
Untuk mendapatkan kadar Total Moisture, Volatille Matter, Ash, Fixed
Carbon, dan Nilai Kalor yang maksimal sebaiknya bahan bahan yang di gunakan dihaluskan sedemikian rupa untuk memperluas kontak antara pelarut dan mineral matter yang terkandung pada batubara yang menyebabkan reaksi yang terjadi lebih sempurna.
(2)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Program Studi S – 1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN ”Veteran” Jawa Timur 49
DAFTAR PUSTAKA
Bayuseno , A.P.2009. PengaruhSifat Fisik danStruktur Mineral Batu
Bara Lokal terhadap Sifat Pembakaran. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
http://bosstambang.com/Batubara/cara-terbentuknya.html http://idhamds.wordpress.com/2008/09/15/analisis-batubara/ http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
http://id.wikipedia.org/wiki/Etanol - cite_note-11
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumber_daya_alam
http://ilmubatubara.wordpress.com/batubara-sebagai-sedimen-organik/ http://putrago.blog.akprind.ac.id/Pengertian-sumberdaya-dan-cadangan-batubara/
http://semarangantenan.blogspot.com/2008/06/batubara-energi-alternatif-pengganti.html
http://smart-pustaka.blogspot.com/2011/02/batubara.html
http://www.alpensteel.com/article/51-113-energi-lain-lain/2336--cadangan-bahan-bakar-minyak-berkurang.html
http://www.energyefficiencyasia.org/bahan-bakar-dan-pembakaran/ http://www.geofacts.co.cc/2009/04/proses-pembentukan-batubara/
http://www.scribd.com/doc/41571606/Analisis-Proksimat-Nilai-Kalori-Kadar-Sulfur-Batubara
(3)
Kajian Peningkatan Nilai Kalor Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Solvenisasi
Program Studi S – 1 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri – UPN ”Veteran” Jawa Timur 0
http://www.scribd.com/doc/45132246/Literatur-Material-Anorganik-Pada-Batubara
http://www.scribd.com/doc/53803611/SINTESIS-ETIL-ASETAT http://www.scribd.com/doc/59907169/SNI-BATUBARA-13-6011-1999 dunia.html?tmpl=component&print=1&page=
http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/TeknoEkonomi/peluangpemanbb.asp
Soetjijo, H.2004. Peningkatan Kualitas Batubara Kadar Rendah
(Upgrading Low Grade Coal). Pusat Penelitian Geoteknologi - LIPI
Sukandarrumidi. 2006. Batubara dan Pemanfaatannya. Gajah Mada
University. Press, Yogyakarta
Tim Kajian Batubara Nasional. 2006. Batubara Indonesia. Kelompok
Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara
(4)
APPENDIKS
Analisa kadar Total Moisture
Kadar Total Moisture (%) = m2 – m3 x 100% m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 % Kadar Total Moisture (%) = 11,8613 gr – 11,072 gr x 100 %
11,8613 gr – 1,8613 gr = 7,893 %
Analisa kadar Volatile Matter
Kadar Volatile Matter (%) = m2 – m3 x 100% - Kadar Total Moisture
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Volatile Matter (%) = 11,8613 gr – 6,7785 gr x 100 % - 7,893 %
11,8613 gr – 1,8613 gr = 34,753 %
(5)
Analisa kadar Ash
Kadar Ash (%) = m3 – m1 x 100% - Kadar Total Moisture
m2 – m1
Dengan : m1 = berat cawan atau gelas awal m2 = berat cawan atau gelas + sampel m3 = berat cawan atau gelas + sampel setelah pemanasan
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Ash (%) = 2,2145 gr – 1,8613 gr x 100 % 11,8613 gr – 1,8613 gr
= 3,532 %
Analisa kadar Fixed carbon
Kadar Fixed Carbon (%) = 100% - ( Kadar Total Moisture + Kadar Volatile Matter + Kadar Ash )
Waktu perendaman 48 jam ; konsentrasi pelarut 14,5 %
Kadar Fixed Carbon (%) = 100 % - ( 7,893 % + 34,753 % + 3,532 % )
= 42,692 %
Membuat Larutan Etil asetat 14,5 %
ρ etanol = 0,80981 gr/ml = 96 % ( Perry ed 7, hal 2-112, 1997) ρ as.asetat = 1,05518 gr/ml = 96 % ( Perry ed 7, hal 2-110, 1997) Perbandingan asam asetat : etanol = 1 : 1
C2H5OH + CH3COOH CH3COOCH2CH3 + H2O
(6)
= 0.5 x 0,80981 gr/ml + 0,5 x 1,05518 gr/ml = 0,9325 gr/ml
= 96 % ( Perry ed 7, hal 2-117, 1997)
Maka : V1 x N1 = V2 x N2 V1 x 96 = 100 x 14,5 V1 = 15,1 ml
Maka V as.asetat = 7,55 ml dan V etanol = 7,55ml Di mana : V1 : Volume larutan mula-mula
V2 : Volume larutan yang dibuat
N1 : % atau Molar atau normal mula-mula