Dampak utang luar negeri pemerintah terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia periode 1979-2009.

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 85

DAMPAK UTANG LUAR NEGERI PEMERINTAH TERHADAP
KEBERLANJUTAN FISKAL INDONESIA PERIODE 1979-2009
Yohanes Maria Vianey Mudayen
Pendidikan Ekonomi, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta
Abstract: This research aims to analyze the impact of foreign debt on fiscal sustainability of Indonesia
from 1979 to 2009. The model used is a simultaneous equation model with the method of Two Stage
Least Square (TSLS). Simultaneous equation model regression results indicate that lagged government
debt, fiscal sustainability is derived from the reduced-form equation and the primary balance positive
and significant impact on economic growth in Indonesia. Lag of government and external debt of Central
Bank interest rate savings and a significant negative effect on fiscal sustainability Indonesia. However,
the economic growth that comes from reduced-form equation positive and significant impact on fiscal
sustainability Indonesia.
Keywords: government debt, fiscal sustainability, the model simultaneously.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak Utang Luar Negeri Pemerintah terhadap
Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 1979-2009. Model yang digunakan adalah model persamaan
simultan dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Hasil regresi model persamaan simultan
menunjukkan bahwa lag utang luar negeri pemerintah, Keberlanjutan Fiskal yang berasal dari persamaan
reduced form maupun primary balance berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Lag utang luar negeri pemerintah maupun suku bunga tabungan Bank Indonesia berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Namun, pertumbuhan ekonomi yang
berasal dari persamaan reduced form berpengaruh positif dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal
Indonesia.
Kata kunci: utang luar negeri pemerintah, Keberlanjutan Fiskal, model simultan.

Sejak Pelita I sebagai awal proses pembangunan
Indonesia, utang luar negeri telah dimanfaatkan
sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk
menanggulangi masalah kelangkaan modal.
Tabungan pemerintah dan tabungan domestik
tidak dapat menanggulangi masalah kekurangan
dana untuk saving-investment gap. Selain itu,
utang luar negeri juga digunakan untuk mengatasi
masalah export-import gap dan fiscal gap.
Pemanfaatan utang luar negeri sebagai
salah satu komponen pembiayaan pembangunan
Indonesia hingga saat ini masih terus berlangsung.
Data dari Departemen Keuangan, 2009
menunjukkan bahwa total utang pemerintah RI

per Februari 2009 mencapai Rp 1.667 triliun
(Depkeu, 2009). Data dari Direktorat Jenderal
(Ditjen) Pengelolaan Utang Kementerian
Keuangan (2012) menunjukkan bahwa total
utang pemerintah Indonesia hingga Mei 2012
mencapai Rp 1.944,14 triliun, naik Rp 140,65
triliun dari posisi di akhir 2011 yang nilainya
Rp 1.803,49 triliun.

Kebijakan utang luar negeri pemerintah
menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat
Indonesia, terutama akademisi dan tim peneliti. Bagi
kelompok yang mendukung kebijakan utang luar
negeri pemerintah, penggunaan utang luar negeri
diyakini dapat mempercepat laju pertumbuhan
ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Quazi
(2005) menunjukkan bahwa utang luar negeri
secara signifikan meningkatkan pertumbuhan
GDP di Bangladesh dalam kurun waktu 19731999. Penelitian yang dilakukan oleh Moreira
(2003) dalam studi lintas negara dalam kurun

waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa utang luar
negeri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Utang luar negeri dapat menjadi stimulus
awal guna peningkatan kesejahteraan negaranegara miskin, yang tertinggal jauh dalam masalah
pendidikan, pemeliharaan kesehatan, good nutrition
maupun perumahan (Ferraro and Rosser, 1994).
Di sisi lain, kelompok yang kontra
terhadap kebijakan utang luar negeri pemerintah
mengungkapkan bahwa utang luar negeri tidak

86

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian Dowling and Hiemenz (1982)
menunjukkan bahwa pengaruh bantuan luar
negeri terhadap pertumbuhan ekonomi adalah
tidak signifikan di sembilan negara Asia (Burma,
China, India, Korea Selatan, Nepal, Fhilipina,

Singapura, Srilangka dan Thailand). Kajian yang
dilakukan White (1992) menunjukkan bahwa
utang luar negeri tidak menimbulkan dampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
negara berkembang. Hasil penelitian Syaparudin
dan Hermawan (2005) untuk kasus Indonesia
menunjukkan bahwa permintaan utang luar
negeri pemerintah tidak berdampak signifikan
terhadap PDB Indonesia periode 1980-2002.
Selama ini, Negara Indonesia menempatkan
utang sebagai salah satu tiang penyangga
pembangunan, padahal pemerintah Indonesia
mengatakan bahwa utang luar negeri hanya
sebagai pelengkap (Makmun, 2005). Lampiran
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 447/
KMK.06/2005 tentang Strategi Pengelolaan
Utang Negara tahun 2005-2009 menyatakan
bahwa utang masih merupakan sumber utama
pembiayaan APBN untuk menutup defisit
maupun untuk pembayaran kembali pokok utang

yang telah jatuh tempo (refinancing).
Utang luar negeri pemerintah juga
membawa konsekuensi negatif terhadap APBN
(Soelistianingsih, 2003). Hal itu terjadi karena
utang luar negeri digunakan sebagai salah satu
cara untuk menutup defisit anggaran pemerintah.
Utang luar negeri pemerintah selain berdampak
pada neraca pembayaran juga berdampak pada
kinerja anggaran pemerintah Indonesia yaitu
APBN (Soelistianingsih, 2003). Utang luar negeri
pemerintah ini seolah-olah sebagai penerimaan
pemerintah karena berfungsi sebagai penutup
defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas
utang menjadi beban APBN yang dicatat dalam
pos pengeluaran. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
pengukuran tentang bagaimana Keberlanjutan
Fiskal (fiscal sustainability) sebagai akibat dari
utang luar negeri pemerintah Indonesia. Salah
satu interpretasi Keberlanjutan Fiskal secara
sederhana yaitu jika pemerintah dapat memenuhi

pengeluarannya dengan pendapatannya sendiri

tanpa tergantung utang (Hanni, 2006). Kondisi
fiskal dikatakan sustainable apabila Gap
Keseimbangan Primer (Primary Balance)
bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal
dikatakan unsustainable apabila GAP Primary
Balance bernilai negatif (Hanni, 2006: 25).
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian
ini hendak menganalisis dampak luar negeri
terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia periode
1979-2009.
Ada dua variabel kunci dalam penelitian
ini yaitu Keberlanjutan Fiskal, dan Utang Luar
Negeri Pemerintah. Pertama, Keberlanjutan
Fiskal. Salah satu interpretasi Keberlanjutan
Fiskal secara sederhana yaitu jika pemerintah
dapat memenuhi pengeluarannya dengan
pendapatannya sendiri tanpa tergantung utang
(Hanni, 2006). Indikator utama dari fiskal yang

sustainable atau tidak adalah ukuran defisitnya
dan apakah unsur tersebut akan mengecil atau
membesar di masa mendatang (Slack dan Bird,
2004).
Greene (1993) dalam Ulfa (2004)
menguraikan pengertian fiscal sustainability
dengan memberikan definisi sustainability dan
definisi fiscal sustainability. Keberlanjutan
didefinisikannya sebagai kemampuan untuk
memelihara kebijakan-kebijakan makro ekonomi
yang ada tanpa adanya ancaman krisis. Ancaman
krisis tersebut, misalnya, hyper inflation,
depresiasi atau devaluasi mata uang domestik
yang sangat besar, dan tingkat pengangguran
yang sudah tidak dapat ditolerir lagi.
Sedangkan pengertian fiscal sustainability
menurut Quanes dan Thakur (1997: 66), yaitu:
“While there is no generally accepted
definition of what constitutes a sustainable
fiscal policy, there is a broad agreement that

fiscal policy is not sustainable if the present and
prospective fiscal stance results in a persistent
and rapid increase in the public debt-to-GDP
ratio. Thus, a key indicator of sustainability is
based on the size and growth ratio of the debtto-GDP ratio”
Dari pengertian tersebut, ada dua indikator
yang perlu diperhatikan dalam menilai posisi utang
pemerintah yaitu: 1) jumlah utang yang dinyatakan

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 87

dalam besarnya debt-to-GDP ratio; 2) peningkatan
jumlah pinjaman atau pertumbuhan pinjaman.
Namun, definisi di atas tidak memberikan batasan
yang jelas tentang batas yang dapat ditoleransi
tentang besarnya ratio utang suatu negara sebagai
prosentase dari PDB. Salah satu indikator yang
dapat digunakan sebagai pendekatan tingkat debt to
GDP ratio yang aman adalah ketentuan Maastrict
Treaty tahun 1991 yang mensyaratkan negaranegara Eropa yang hendak bergabung dalam

European Monetary Union dengan mata uang
Euro, harus memiliki ratio debt to GDP kurang
dari 60%. Syarat lain adalah ratio defisit anggaran
per GNP kurang dari 3%, dan negara tersebut
harus menjamin stabilitas harga, serta memelihara
tingkat nilai tukar sesuai ketentuan Exchange Rate
Mechanism (Direktorat Keuangan Negara dan
Analisis Moneter, 2008).
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan
untuk menentukan Keberlanjutan Fiskal,
yaitu: accounting approach dan present value
constraint approach (Hanni, 2006: 23-24).
Dalam accounting approach, fiscal sustainability
diterjemahkan ke dalam sustainability dari
surplus pada primary balance (SURPB) dengan
rumus sebagai berikut:

r growth
GAB PB = PB - DEBTt - 1
1 + growth

Kondisi fiskal dikatakan sustainable apabila
GAP PB bernilai positif, sebaliknya kondisi fiskal
dikatakan unsustainable apabila GAP PB bernilai
negatif (Hanni, 2006: 25). Pendekatan lain,
present value constraint approach (PVC) dengan
persamaan sebagai berikut:
N

SURPBt + j
j+1
(
j = 0 1 + r)

DEBt - 1 = /

Persamaan di atas disebut juga intertemporal
government financing constraint. Persamaan
menyatakan bahwa jumlah utang pemerintah
pada saat tertentu harus sama dengan present
value dari surplus primary balance di masa

mendatang. Apabila persamaan di atas terpenuhi
maka fiscal policy dikatakan sustainable. Dalam
penelitian ini, penentuan Keberlanjutan Fiskal
menggunakan accounting approach.

Kedua, utang luar negeri pemerintah. Utang
luar negeri pemerintah Indonesia merupakan utang
dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat,
lembaga internasional (IMF, World Bank, Asian
Development Bank), dan pihak lain yang bukan
penduduk Indonesia. Bentuk utang yang diterima
dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk
barang bila pemerintah membeli barang modal
ataupun peralatan perang yang dibayar secara
kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa
kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk
memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang
tertentu yang lebih dikenal dengan technical
assistance.
Dari sisi waktu, utang luar negeri dapat
dibedakan menjadi utang jangka panjang dan
utang jangka pendek. Utang jangka pendek
adalah utang dengan jatuh tempo satu tahun
atau kurang. Utang jangka panjang umumnya
berjangka waktu lebih dari satu tahun. Utang
yang berjangka panjang dapat diperinci menurut
jenis utangnya, yaitu utang swasta yang tidak
dijamin oleh pemerintah. Utang swasta yang non
guaranteed debt adalah utang yang dilakukan
oleh debitur swasta, dan utang tersebut tidak
dijamin oleh institusi pemerintah. Di lain pihak,
utang pemerintah adalah utang yang dilakukan
oleh suatu institusi pemerintah, termasuk
pemerintah pusat, departemen, dan lembaga
pemerintah yang otonom.
Utang luar negeri yang berasal dari sumber
resmi dibagi menjadi dua yaitu utang bilateral
dan utang multilateral. Utang bilateral adalah
setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa,
yang diperoleh dari pemberi utang luar negeri
yang berasal dari pemerintah suatu negara
melalui suatu lembaga atau badan keuangan
yang dibentuk oleh pemerintah negara yang
bersangkutan untuk melaksanakan pemberian
utang yang harus dibayar kembali dengan
persyaratan tertentu. Utang miiltilateral adalah
setiap penerimaan negara baik dalam bentuk
devisa maupun dalam bentuk barang atau jasa
yang diperoleh dari pemberian Utang luar
negeri yang berasal dari lembaga keuangan
internasional maupun regional dan Indonesia

88

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

merupakan anggota dari lembaga keuangan
tersebut (Syaparuddin dan Hermawan, 2005).
Hasil kajian Hanni (2006) menunjukkan
bahwa primary balance merupakan indikator utama
bagi sustainabilitas fiskal. Indikator lainnya yang
tidak kalah penting adalah pertumbuhan ekonomi,
tingkat suku bunga dan stok utang pemerintah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi
oleh besaran PDB, konsumsi rumah tangga dan
pemerintah, investasi, suku bunga, inflasi, PMA,
ekspor, impor, kurs, pajak, lag konsumsi rumah
tangga, lag investasi, lag konsumsi pemerintah,
PDB Jepang dan suku bunga Jepang. Suku bunga
dipengaruhi oleh uang beredar, tingkat pertumbuhan
dan lag kurs. Stok utang pemerintah dipengaruhi
oleh overall balance dan PDB.
Hasil kajian Quazi (2005) menunjukkan
bahwa bantuan luar negeri memiliki marginal efek
terhadap pertumbuhan PDB. Pinjaman luar negeri
signifikan meningkatkan pertumbuhan PDB,
sedangkan hibah tidak signifikan meningkatkan
pertumbuhan PDB. Hibah luar negeri sebagian
besar digunakan untuk pengeluaran yang bersifat
non-produktif, misalnya untuk belanja pegawai,
sedangkan pinjaman luar negeri pada umumnya
digunakan untuk membiayai proyek-proyek
investasi publik dan program pembangunan
modal manusia, yang akhirnya mengakibatkan
pertumbuhan output yang lebih tinggi.
Hasil kajian Moraga and Vidal (2004)
menunjukkan bahwa ketidakseimbangan
anggaran mempengaruhi dinamika ekonomi
dan prospek pertumbuhan ekonomi. Respon
yang tepat dari kebijakan fiskal untuk guncangan
sesaat tidak dapat dilakukan tanpa ada kaidah
fiskal. Kaidah Fiskal memungkinkan kita untuk
melakukan reaksi tepat waktu, sehingga kita
dapat menghindari potensi gangguan dalam
penyesuaian fiskal di masa depan, dalam bentuk
penyesuaian yang tertunda, dan semakin
besarnya skala yang diperlukan.
Hasil kajian Edwards (2003) menunjukkan
bahwa ada tiga set variabel yang menentukan
Keberlanjutan Fiskal suatu negara yaitu: 1) stok
awal utang dalam negeri; 2) ketersediaan pinjaman
lunak di masa depan, dan; 3) bagian yang diperoleh
dari hibah dan sumbangan. Hasil simulasi yang

dilakukan di Nikaragua menunjukkan bahwa upaya
fiskal sangat bergantung pada tingkat pertumbuhan
PDB riil. Hasil kajian Soelistianingsih (2003)
menunjukkan bahwa pengelolaan atas ULNP
menunjukkan Keberlanjutan Fiskal yang baik,
bahkan dalam periode krisis. Tetapi keberhasilan
pemerintah dalam menjaga Keberlanjutan fiskal
tersebut belum menunjukkan kemampuan
membayar atau solvency karena ketika terjadi krisis
nilai tukar, pemerintah melakukan penjadwalan
atas pokok dan bunga ULNP yang jatuh tempo dari
tahun 1998 sampai dengan 2000.
Untuk menilai apakah kebijakan fiskal
yang ditempuh sustainable atau unsustainable
dapat dilihat dari nilai surplus primary balance.
Primary balance adalah selisih penerimaan
dengan pengeluaran pemerintah di luar
pembayaran bunga dan cicilan utang. Apabila
surplus primary balance bertanda positif maka
kebijakan fiskal yang ditempuh sustainable,
namun sebaliknya apabila surplus primary
balance bertanda negatif maka kebijakan fiskal
yang ditempuh unsustainable. Dalam model
penelitian ini, ada 3 indikator bagi sustainabilitas
fiskal yaitu stok utang luar negeri pemerintah
periode sebelumnya, tingkat pertumbuhan PDB
riil (growth), dan tingkat suku bunga tabungan
BI. Pada saat bersamaan pertumbuhan PDB
riil (growth) dipengaruhi oleh stok utang luar
negeri pemerintah periode sebelumnya, primary
balance, Keberlanjutan Fiskal, dan tingkat
suku bunga tabungan BI. Hipotesis dalam
penelitian ini yaitu: utang luar negeri pemerintah
berdampak signifikan terhadap Keberlanjutan
Fiskal Indonesia periode 1979-2009.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis eksplanatori
karena penelitian ini bertujuan menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi variasi nilai dari
variabel terikat untuk mendapatkan makna dan
implikasi permasalahan yang ingin dipecahkan
secara sistematis, aktual dan akurat (Wagiono,
1994). Penelitian ini mengkaji pengaruh utang
luar negeri terhadap Keberlanjutan fiskal
Indonesia. Data yg digunakan adalah data time
series dengan periode waktu mulai dari tahun

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 89

1979 sampai 2009. Sumber data utama berasal
dari International Financial Statistic (IFS), Bank
Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen
Keuangan, dan Dirjen Pengelolaan Utang.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan teknik dokumentasi.
Definisi operasional berbagai variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1) Keberlanjutan Fiskal yaitu nilai positif
dari surplus primary balance; 2) Pertumbuhan
Ekonomi yaitu pertumbuhan PDB riil per tahun
yang dinyatakan dalam persen; 3) Utang Luar
Negeri Pemerintah yaitu utang pemerintah
Indonesia kepada pihak-pihak asing seperti
negara sahabat, lembaga internasional, dan pihak
lain yang bukan penduduk Indonesia, yang
harus dibayarkan kembali beserta bunganya; 4)
Primary balance yaitu selisih antara penerimaan
dan pengeluaran pemerintah di luar pembayaran
bunga dan cicilan utang dan; 5) Suku bunga yaitu
rata-rata tertimbang dari suku bunga tabungan
BI yang dinyatakan dalam persen.
Model yang digunakan untuk analisis
data yaitu Model Persamaan Simultan. Model
Persamaan Simultan digunakan untuk menganalisis
pengaruh utang luar negeri pemerintah terhadap
Keberlanjutan fiskal. Model simultan ini
digunakan untuk menghindari kekeliruan dan
ketidakkonsistenan hasil regresi maka dilakukan
tahap-tahap pengujian sesuai dengan persyaratan
penggunaan persamaan simultan (Intriligator dkk,
1996: 318). Adapun model persamaan simultan
yang digunakan adalah:
GROWTHt = β1.0 + β1.1 DEBT t-1 + β1.2 PB t + β1.3 KF t + e1
KFt = β2.0 + β2.1DEBT t-1 + β2.2 GROWTH t + β2.3 r t + e2

Keterangan:
Growth = Produk Domestik Bruto Riil (%)
KF
= Keberlanjutan Fiskal (%)
DEBT = ratio Utang Luar Negeri Pemerintah
terhadap PDB riil (%)
PB
= ratio Primary Balance terhadap PDB
riil (%)
r
= rata-rata tertimbang suku bunga
tabungan BI (%)
t
= waktu

Berdasarkan metode identifikasi melalui
Order Condition dan Rank Condition dapat
diketahui bahwa model persamaan simultan
dalam penelitian ini adalah over identified karena
K-k > m-1 (3-2 > 1-1) dan rank matrik A adalah
M-1. Oleh karena itu, model persamaan simultan
dalam penelitian ini diselesaikan dengan metode
Two Stage Least Square (TSLS) atau metode
dua langkah dari OLS. Metode TSLS digunakan
untuk menghindari tidak efisiennya estimasi karena
model persamaan struktural 1 dan 2 merupakan
persamaan yang over identified (Gujarati, 2003:
770-774). Metode TSLS merupakan metode yang
umum digunakan untuk mengestimasi persamaan
simultan untuk menyelesaikan persamaan simultan
yang bersifat terlalu teridentifikasi.
Untuk menentukan kondisi fiskal Indonesia
sustainable atau unsustainable, digunakan
accounting approach dengan persamaan identitas
berikut (Hanni 2006: 25-26):

r growth
GAB PB = PB - DEBTt - 1
1 + growth
Kondisi fiskal yang sustainable terjadi
ketika GAP PB (primary balance) bernilai
positif. Sebaliknya kondisi fiskal dikatakan
unsustainable terjadi ketika GAP PB bernilai
negatif. Untuk menentukan ada tidaknya masalah
simultanitas, maka dilakukan uji simultan yang
dikembangkan oleh Hausman. Berdasarkan
kriteria Hausman, apabila residual (Resid01)
tidak signifikan secara statistik (prob dari resid01
> alpha 5%) maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada masalah simultanitas. Sebaliknya
(Resid01) signifikan secara
apabila residual
statistik (prob dari resid01 < alpha 5%) maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah
simultanitas (Widarjono, 2009: 264-265).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Deskripsi tentang kaitan antara utang luar
negeri pemerintah, pertumbuhan ekonomi dan
Keberlanjutan Fiskal Indonesia periode 19792009, dapat diamati pada grafik 1.
Grafik 1 menunjukkan bahwa peningkatan
utang luar negeri pemerintah periode 1979-2009

90

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

Grafik 1. Utang Luar Negeri Pemerintah, Produk Domestik Bruto
dan Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun 1979-2009 (Rp M)
Sumber: data BI dan IFS, diolah 2011
searah dengan peningkatan Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia pada periode yang sama.
Ketika utang luar negeri pemerintah periode
1979-2009 menunjukkan trend peningkatan,
PDB juga menunjukkan trend peningkatan
sangat baik pada periode yang sama. Namun
di sisi lain, peningkatan utang luar negeri
pemerintah periode 1979-2009 berlawanan arah
dengan nilai gap primary balance yang menjadi
indikator Keberlanjutan Fiskal Indonesia
periode 1979-2009. Ketika utang luar negeri
pemerintah periode 1979-2009 menunjukkan
trend peningkatan, gap primary balance yang
menjadi indikator Keberlanjutan Fiskal Indonesia
periode yang sama justru menunjukkan trend
yang terus menurun. Dengan demikian, grafik
1 di atas selaras dengan hasil Model Persamaan
Simultan.
Hasil regresi Model Persamaan Simultan
Pertama yang diolah dengan menggunakan
metode Two Stage Least Square (TSLS) dapat
diamati pada persamaan berikut:
Growth =
3,797814+0,207010 Debt(-1)+0,315753 +0,628143 PB +e1t
(0,0000)*
(0,0000)*
(0,0000)*
(0,0000)*
R2 = 0,948287

Keterangan :
Angka dalam kurung adalah nilai probabilitas
* Signifikan pada alpha 0,01 (α=1%)

Berdasarkan persamaan di atas, dapat
diketahui bahwa nilai R-squared (R2) sebesar
0,948287. R2 tersebut mengandung arti bahwa
94,83% pertumbuhan ekonomi (growth)
dapat dijelaskan oleh lag utang luar negeri
pemerintah (debt(-1)), Keberlanjutan Fiskal yang
berasal dari persamaan reduced form ( ), dan
primary balance, sedangkan sisanya 5,17%
dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Model Persamaan Simultan pertama
menunjukkan bahwa lag utang luar negeri
pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
dengan koefisien korelasi sebesar 0,207010
dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal ini terjadi
karena tambahan utang luar negeri pemerintah
menyebabkan pos “penerimaan” pemerintah
bertambah sehingga stok pemerintah yang dapat
digunakan untuk investasi juga meningkat.
Dengan adanya utang luar negeri, pemerintah
dapat mendirikan BUMN dan perusahaan
negara yang berpotensi meningkatkan devisa
negara dan menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Keberadaan BUMN dan perusahaan negara ikut
menggairahkan sektor riil sehingga pertumbuhan
ekonomi juga ikut terdongkrak.
Selain itu, karakteristik utang luar negeri
pemerintah yang sebagian besar bersifat jangka
panjang dan berupa pinjaman lunak memungkinkan
pemerintah lebih leluasa memanfaatkan pinjaman

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 91

tersebut untuk kepentingan pembangunan di
Indonesia. Utang luar negeri pemerintah juga
disertai dengan later of intent (LoI) antara negara
Indonesia dengan negara dan lembaga pemberi
pinjaman yang mengatur pemanfaatan utang
luar negeri Indonesia. Permintaan utang luar
negeri pemerintah disertai dengan pedoman
paket kebijakan pemanfaatan utang luar negeri
dari negara atau lembaga pemberi pinjaman.
Paket kebijakan tersebut berisi pemanfaatan
utang luar negeri pemerintah untuk membangun
infrastruktur dan fasilitas umum seperti sekolah
Inpres (Instruksi Presiden), puskesmas, rumah
sakit, jalan, dan jembatan. Selain itu, negara
atau lembaga pemberi pinjaman juga mengatur
agar pemanfaatan utang luar negeri pemerintah
digunakan untuk program-program pengentasan
kemiskinan seperti BLT, raskin, dan JPS, serta
untuk mendirikan perusahaan negara. Semua
paket kebijakan tersebut sudah membawa
dampak positif ketika diterapkan di negara
berkembang lain yang kondisinya mirip dan
relevan dengan Indonesia. Pemanfaatan utang
luar negeri pemerintah juga diawasi oleh negara
atau lembaga pemberi pinjaman sehingga
pemanfaatannya harus sesuai dengan paket
kebijakan yang telah disepakati dalam LoI,
dan tidak boleh digunakan untuk kegiatan rutin
pemerintah misalnya untuk belanja pegawai.
Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah untuk
membangun infastruktur, fasilitas pendidikan
dan kesehatan serta untuk program pengentasan
kemiskinan ini membawa dampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kondisi di atas selaras dengan hasil
penelitian Quazi (2005) menunjukkan bahwa
utang luar negeri secara signifikan meningkatkan
pertumbuhan GDP di Bangladesh dalam kurun
waktu 1973-1999. Penelitian lintas negara
yang dilakukan oleh Moreira (2003) dalam
kurun waktu 1970-1998 menunjukkan bahwa
utang luar negeri berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Utang luar negeri
dapat menjadi stimulus awal guna peningkatan
kehidupan (kesejahteraan) yang lebih baik di
negara-negara miskin, yang tertinggal dalam
bidang pendidikan, pemeliharaan kesehatan,

nutrisi yang baik (good nutrition) maupun
perumahan. Hasil penelitian Svensson (2000)
menunjukkan bahwa utang luar negeri berdampak
positif terhadap perekonomian dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, jika utang tersebut
digunakan untuk pembangunan dan tidak ada
moral hazard problem terkait dengan dengan
penggunaan utang. Bulow dan Rogof (1990)
dan Chowdurry dan Levy (1997) dalam Arief
(1998) menyimpulkan bahwa utang luar negeri
telah menjadi salah satu faktor yang signifikan
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
negara-negara berkembang. Hasil penelitian
yang berbeda dikemukakan oleh Syaparuddin
dan Hermawan (2005) bahwa permintaan utang
luar negeri pemerintah berdampak positif namun
tidak signifikan terhadap peningkatan PDB
Indonesia dalam kurun waktu 1980-2002.
Keberlanjutan Fiskal yang berasal dari
persamaan reduced form
berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar
0,315753 dan probabilitas sebesar 0,0000.
Keberlanjutan fiskal terjadi ketika surplus
primary balance bernilai positif. Surplus primary
balance bernilai positif ketika terjadi peningkatan
nilai primary balance yang mengandung arti
bahwa terjadi peningkatan ratio penerimaan
pemerintah terhadap pengeluaran pemerintah
di luar pembayaran bunga dan cicilan utang
pemerintah. Peningkatan nilai primary balance
menyebabkan pemerintah memiliki lebih
banyak stok anggaran yang dapat digunakan
untuk melakukan investasi. Peningkatan
investasi pemerintah ikut menggairahkan sektor
riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Alasan di atas
menyebabkan peningkatan taraf Keberlanjutan
Fiskal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian Hanni, 2006
bahwa Keberlanjutan fiskal yang terjadi karena
adanya peningkatan penerimaan pemerintah dan
pengoptimalisasian pengeluaran negara, serta
peningkatan investasi pemerintah berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 1991-2003.

92

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

Primary balance (PB) berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, dengan koefisien korelasi sebesar
0,628143 dan probabilitas sebesar 0,0000. Hal
ini terjadi karena peningkatan primary balance
mengindikasikan terjadinya peningkatan ratio
penerimaan pemerintah terhadap pengeluaran
pemerintah di luar pembayaran bunga dan
cicilan utang pemerintah. Peningkatan primary
balance dapat dicapai melalui peningkatan
penerimaan pemerintah dan pengoptimalisasian
pengeluaran negara secara efisien dan tepat
guna. Peningkatan ratio penerimaan pemerintah
terhadap pengeluaran pemerintah menyebabkan
pemerintah memiliki lebih banyak stok anggaran
yang dapat digunakan untuk meningkatkan
konsumsi pemerintah dan meningkatkan investasi
pemerintah. Peningkatan konsumsi pemerintah
dan investasi pemerintah ikut menggairahkan
sektor riil yang pada gilirannya ikut mendongkrak
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil kajian
ini selaras dengan hasil penelitian Hanni, 2006
bahwa peningkatan primary balance yang dapat
dicapai melalui peningkatan penerimaan dalam
negeri dan pengoptimalisasian pengeluaran
negara, serta peningkatan konsumsi pemerintah
dan investasi pemerintah berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
1991-2003.
Selanjutnya, hasil regresi Model
Persamaan Simultan Kedua yang diolah dengan
menggunakan metode Two Stage Least Square
(TSLS) dapat diamati pada persamaan berikut:
KF =
8,146881-0,717757 Debt(-1)+1,249630
(0,3461)ns
(0,0000)*
(0,0951)***
R2 = 0,801670

-1,083289 r+e2t
(0,0078)*

Keterangan :
Angka dalam kurung adalah nilai probabilitas
* dan *** masing-masing signifikan pada alpha
0,01 (α=1%) dan 0,10 (α=10%)
ns = tidak signifikan
Berdasarkan persamaan di atas, dapat
diketahui bahwa nilai R-squared (R2) sebesar
0,801670. R2 tersebut mengandung arti bahwa

80,17% Keberlanjutan Fiskal (KF) dapat
dijelaskan oleh lag utang luar negeri pemerintah
(debt(-1)), pertumbuhan ekonomi yang berasal
dari persamaan reduce form (
dan suku bunga tabungan Bank Indonesia (r),
sedangkan sisanya 19,83% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model.
Dari model persamaan simultan kedua
dapat diketahui bahwa lag utang luar negeri
pemerintah (Debt(-1)) berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal
Indonesia. Hal itu terjadi karena utang luar negeri
digunakan sebagai salah satu cara untuk menutup
defisit anggaran pemerintah. Utang luar negeri
pemerintah seolah-olah sebagai ‘penerimaan’
pemerintah karena difungsikan sebagai penutup
defisit APBN, tetapi di sisi lain pembayaran atas
cicilan pokok utang dan bunga utang menjadi
beban APBN yang dicatat dalam pos pengeluaran.
Utang luar negeri pemerintah yang lebih banyak
berupa pinjaman jangka panjang menyebabkan
kewajiban negara untuk membayar cicilan pokok
utang dan bunga menjadi beban yang cukup berat
dalam jangka panjang. Beban pengeluaran negara
yang diperberat oleh keharusan membayar bunga
dan cicilan pokok utang luar negeri berdampak
negatif terhadap Keberlanjutan fiskal Indonesia
karena utang luar negeri pemerintah membuat
surplus primary balance bernilai negatif. Surplus
primary balance yang bernilai negatif dan terjadi
dalam jangka panjang memberikan indikasi
serius bahwa keadaan fiskal Indonesia mengalami
masalah unsustainable. Keadaan fiskal yang
unsustainable menjadi semakin diperparah
oleh program penjaminan dan rekapitalisasi
dalam rangka penyehatan perbankan saat terjadi
krisis ekonomi tahun 1998. Beban utang luar
negeri pemerintah semakin membengkak akibat
depresiasi rupiah karena krisis ekonomi tahun
1998 dan dampaknya sangat terasa beberapa
tahun setelah itu. Dengan demikian, utang luar
negeri pemerintah pada periode sebelumnya
berdampak negatif terhadap Keberlanjutan Fiskal
Indonesia.
Hasil kajian di atas sejalan dengan temuan
Soelistianingsih (2003) bahwa utang luar
negeri pemerintah berdampak negatif terhadap

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 93

kinerja anggaran pemerintah Indonesia (APBN)
dan Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun
1983-2000. Hasil penelitian Hanni (2006)
menunjukkan bahwa stok utang pemerintah
berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan
Fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Hasil kajian
Edwards (2003) menunjukkan bahwa stok awal
utang pemerintah, ketersediaan pinjaman lunak
di masa depan, dan bagian yang diperoleh dari
hibah dan sumbangan berpengaruh signifikan
terhadap Keberlanjutan Fiskal di di Nikaragua
tahun 2002. Hasil kajian Moraga and Vidal
(2004) menunjukkan bahwa utang publik
berpengaruh signifikan terhadap Keberlanjutan
Fiskal di European Union (Germany, France,
Italy and United Kingdom) 1995-2000.
Suku bunga tabungan Bank Indonesia (r)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Keberlanjutan Fiskal Indonesia dengan koefisien
korelasi sebesar -1,083289 dan probabilitas
sebesar 0,0078. Kondisi ini terjadi karena
peningkatan suku bunga tabungan Bank Indonesia
yang berlangsung dalam waktu yang lama akan
menyebabkan tabungan domestik meningkat
tetapi investasi pada sektor riil secara umum
menurun. Tingkat bunga merupakan fungsi dari
investasi dan keduanya memiliki hubungan yang
negatif. Peningkatan suku bunga tabungan Bank
Indonesia dalam waktu yang lama menunjukkan
bahwa bank-bank yang ada di Indonesia sedang
mengalami masalah kesehatan perbankan (baik
masalah ketersediaan modal, likuiditas, maupun
solvabilitas). Ketika terjadi krisis ekonomi
global tahun 1998, rata-rata tertimbang dari
suku bunga tabungan Bank Indonesia sebesar
38,44% (Laporan Tahunan BI, 2000). Ratarata suku bunga tabungan BI tersebut adalah
yang tertinggi dalam kurun waktu 1979-2009.
Peningkatan suku bunga tabungan secara tajam
mengindikasikan adanya gangguan yang serius
terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia.
Ancaman terhadap stabilitas ekonomi makro
menunjukkan bahwa keadaan fiskal Indonesia
unsustainable karena salah satu indikator
bahwa keadaan fiskal yang sustainable adalah
pemerintah dapat mempertahankan stabilitas
ekonomi makro tanpa adanya ancaman krisis.

Dengan demikian, suku bunga tabungan BI
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Hasil kajian
ini sejalan dengan temuan Hanni (2006) bahwa
tingkat suku bunga BI berpengaruh signifikan
terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia tahun
1991-2003. Kajian yang dilakukan oleh Edwards
(2003) juga menunjukkan bahwa suku bunga
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
Keberlanjutan Fiskal di Nikaragua tahun 2002.
Pertumbuhan ekonomi yang berasal
dari persamaan reduced form (
)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Keberlanjutan fiskal Indonesia pada tingkat
signifikansi α=10%, dengan koefisien korelasi
sebesar 1,249630 dan probabilitas sebesar
0,0951. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat
mengindikasikan bahwa sektor riil sedang
ekspansif dan kesempatan kerja tersedia bagi
para pencari kerja. Pertumbuhan ekonomi yang
pesat mengindikasikan bahwa ekonomi makro
dalam keadaan stabil dan tidak terjadi ancaman
krisis sehingga Keberlanjutan fiskal Indonesia
dapat terjaga. Dengan demikian, pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan terhadap
Keberlanjutan Fiskal. Temuan ini sejalan
dengan hasil penelitian Hanni (2006) bahwa
pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan
salah satu indikator tercapainya Keberlanjutan
Fiskal Indonesia tahun 1991-2003. Kajian
yang dilakukan oleh Edwards (2003) juga
menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan
PDB riil berpengaruh signifikan terhadap
Keberlanjutan Fiskal di Nikaragua tahun 2002.
Berdasarkan hasil pengujian simultanitas
dengan metode Hausman dapat diketahui
bahwa residual
(Resid02) sebesar 1,0000
tidak signifikan secara statistik karena prob
dari resid02 > alpha 1%, 5%, maupun 10%,
sehingga dapat disimpulkan tidak ada masalah
simultanitas. Artinya variabel endogen growth
tidak berhubungan dengan variabel residual
(Resid02). Selanjutnya hasil pengujian
simultanitas untuk mendeteksi ada tidaknya
hubungan variabel endogen Keberlanjutan
(Resid01). Demikian
fiskal dengan residual
pula dengan residual
(Resid01) sebesar

94

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

0,1330 (13,3%) tidak signifikan secara statistik
karena prob dari resid01 > alpha 1%, 5%,
maupun 10% sehingga dapat disimpulkan tidak
ada masalah simultanitas. Artinya variabel
endogen Keberlanjutan Fiskal tidak berhubungan
dengan variabel residual
(Resid01). Dengan
demikian, model persamaan simultan tidak
mengandung masalah simultanitas.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dapat
disimpulkan bahwa dari ketiga faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, primary
balance merupakan faktor paling berdampak
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Keberlanjutan Fiskal dan lag
utang luar negeri juga berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia periode 19792009. Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari
persamaan reduced form berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Keberlanjutan Fiskal
Indonesia. Lag utang luar negeri pemerintah
(Debt(-1)) maupun suku bunga tabungan Bank
Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Keberlanjutan Fiskal Indonesia.
Ada beberapa hal yang dapat disarankan
sehubungan dengan hasil penelitian ini, yaitu:
1. Utang luar negeri pemerintah (Debt(-1))
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi karena utang luar
negeri pemerintah dalam kurun waktu 19792009 didominasi oleh pinjaman yang bersifat
lunak (soft loan) dan jangka panjang. Oleh
sebab itu, pemerintah disarankan untuk
berusaha memilih pinjaman yang bersifat
lunak dan jangka panjang, namun di sisi
lain, pemerintah sebaiknya berusaha keras
menghindari pinjaman yang berbunga tinggi
dan pinjaman yang disertai Letter of Intent
dapat merugikan Indonesia. Di sisi lain,
pemanfaatan utang luar negeri pemerintah
sebaiknya benar-benar didasarkan atas upaya
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan penggunaannya benar-benar diarahkan
untuk kegiatan produktif (repayment
capacity). Pemerintah perlu mengusahakan
optimasi penerimaan negara, terutama

penerimaan dari wajib pajak yang belum
memenuhi kewajibannya. Pemerintah juga
sebaiknya mengendalikan biaya operasional
dan mengefisienkan pengeluaran operasional
rutin supaya Keberlanjutan Fiskal dan primary
balance terus meningkat sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2. P e m e r i n t a h s e b a i k n y a s e g e r a
menginventarisasi komponen utang luar
negeri pemerintah yang berbunga tinggi dan
berusaha melunasi komponen utang luar
negeri yang berbunga tinggi tersebut supaya
tidak mengganggu Keberlanjutan Fiskal
Indonesia. Pemerintah perlu mengusahakan
langkah-langkah terobosan untuk mengurangi
beban pinjaman luar negeri diantaranya
melalui: 1) program penukaran utang (debt
swap); 2) komunikasi intensif dengan
lembaga multilateral (World Bank dan
UNDP) mengenai kajian Keberlanjutan
utang (debt sustainability); dan 3) diplomasi
ekonomi dalam setiap forum internasional
dalam rangka mengupayakan penurunan stok
utang luar negeri supaya tidak mengganggu
Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Pemerintah
juga perlu mengupayakan agar pinjaman
luar negeri tidak hanya pada satu nilai tukar
saja untuk mengurangi resiko perubahan
nilai tukar dan mengupayakan utang luar
negeri dengan bunga pinjaman yang bersifat
lunak serta tetap (flat). Bank Indonesia
perlu mempertimbangkan dengan seksama
suku bunga tabungan BI yang ditetapkan
supaya tidak berdampak negatif terhadap
Keberlanjutan Fiskal Indonesia. Pemerintah,
BI dan dunia usaha memperkuat koordinasi
dan membuat kebijakan yang komprehensif
dalam rangka mengusahakan pertumbuhan
ekonomi yang mantap dan konsisten sehingga
berdampak positif terhadap Keberlanjutan
Fiskal Indonesia.
DAFTAR REFERENSI
Abimanyu, Anggito dan Andie Megantara
(editor). 2009. Era Baru Kebijakan Fiskal:
Pemikiran, Konsep, dan Implementasi.
Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Yohanes Maria Vianey Mudayen: Dampak Utang Luar Negeri... 95

Arief, Sritua. 1998. Teori dan Kebijakan
Pembangunan. Pengantar Sri Edi Swasono.
Jakarta. Pustaka CIDESINDO
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan.
Yogyakarta: STIE YKPN.
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
2009. Jakarta: Depkeu.
Direktorat Keuangan Negara dan Analisis
Moneter. 2004. Prospek Sustainabilitas
APBN Dalam Jangka Menengah. Jurnal Info
Kajian Bappenas, No.1 Vol.1. Diakses dari:
http://perpustakaan.bappenas.go.id , tanggal
6 Juli 2010.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Utang
Kementerian Keuangan. 2012. Jakarta:
Ditjen PUKK.
Dowling, J. M. and Hiemenz, U. 1982. Aid,
Saving and Growth in the Asian Region.
Asian Development Bank Economics Office
Report Series (International). No. 3, Manila:
ADB.
Edwards, Sebastian. 2003. Debt Relief and Fiscal
Sustainability. Review of World Economics,
Vol.139, No. 1 (2003), hal.38-65.
Ferraro, Vincent and Melissa Rosser, 1994.
Global Debt and Third World Development.
From World Security: Challenges for a New
Century, edited by Michael Klare and Daniel
Thomas. New York. St. Martin’s Press,
1994, pp. 332-355. Diakses dari: http://www.
unescap.org, tanggal 21 Mei 2010.
Gujarati, Damodar N, 2003. Basic Econometrics.
Fourth Edition. New York. McGraw-Hill
Companies.
Hanni, Umi. 2006. Sustainabilitas Fiskal Indonesia
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
Jurnal Keuangan Publik Vol 4, No. 2,
September 2006 hal 19-37. Diakses dari:
http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php,
tanggal 5 Juni 2010.

dan Keuangan, Edisi Khusus November
2005. Jakarta: BAPPEKI.
Mankiw, N. Gregory, 2000. Macroeconomics.
Alih Bahasa Imam Nurmawan. Edisi
Keempat. Jakarta. Erlangga.
Moraga, Jes’us Fernan’dez-Huertas and JeanPiere Vidal. 2004. Fiscal Sustainability
and Public Debt in an Endogenous Growth
Model. Working Paper Series, No.395,
Oktober 2004. Diases dari: www.ecb.int,
tanggal 5 Juni 2010.
Moreira, Sandrina Berthault. 2003. Evaluating the
Impact of Foreign Aid on Economic Growth:
A Cross-Country Study (1970-1998). Paper
to be presented at the 15th Annual Meeting on
Socio-Economics, June 26-28, 2003 (Session
B/D)-Aix-en Provence, France. Diakses dari:
www.jstor.org, tanggal 25 Juli 2010.
Quanes, A. and S. Thakur. 1997. Macroeconomic
Accounting and Analysis in Transition
Economies. International Monetary Fund,
Washingtong D.C.
Quazi, Rahim M. 2005. Effect of Foreign
Aid on Growth and Fiscal Behavior: An
Econometric Case Study of Bangladesh. The
Journal of Developing Area, Vol.38, No.2
(Spring, 2005), hal. 95-117. Diakses dari:
www.jstor.org, tanggal 11 Agustus 2010.
Slack, Enid & Richard M. Bird. 2004. The Fiscal
Sustainability of the Greater Toronto Area.
International Tax Program Papers 0405,
International Tax Program, Institute for
International Business, Joseph L. Rotman
School of Management, University of
Toronto, Canada, diakses dari http://www.
rotman.utoronto.ca, tanggal 4 Juni 2010.
Soelistianingsih, Lana. 2003. Utang Luar Negeri
Pemerintah dan Kaitannya Dengan Fiskal
Sustainability. Diakses dari: www.staff.ui.ac.
id, tanggal 2 Juni 2010.

Intriligator, Michael dkk, 1996. Econometric
Models, Techniques and Aplication. Second
Edition. New Jersey USA. Printice-Hall,
Inc.

Svensson, Jakob. 2000. When is External Aid
Policy Credible ? Aid Dependence and
Conditionality. Journal of Development
Economics. Vol 61. No. 2. Diakses dari:
www.jstor.org, tanggal 4 Juni 2010.

Jhingan. 2000. Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan. Jakarta: Rajawali Press.

Syaparuddin. 1996. Utang Luar Negeri dan Debt
Service Ratio Indonesia. Karya Ilmiah.

Lampiran Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 447/KMK.06/2005 tentang Strategi
Pengelolaan Utang Negara tahun 20052009.

Syaparuddin. 2002. Beban Utang Luar
Negeri Indonesia Periode 1996-2000.
Jurnal Manajemen dan Pembangunan. FE
Universitas Jambi. Edisi Maret 2002.

Makmun, 2005. Pengelolaan Utang Negara dan
Pemulihan Ekonomi. Jurnal Kajian Ekonomi

Syaparuddin dan Heri Hermawan. 2005. Utang
Luar Negeri Pemerintah: Kajian dari Sisi

96

Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Volume 2, No. 1, April 2013, hlm. 85-96

Permintaan dan Pengaruhnya Terhadap
Produk Domestik Bruto Indonesia Periode
1980-2002. Makalah disampaikan dalam
Simposium Riset Ekonomi II di Surabaya,
23-24 November 2005.

Wagiyono, Yayah K. 1994. Berbagai Metode
Penelitian Sosial Ekonomi. Dalam Bungaran
Saragih dkk (Editor). Metode Penelitian
Sosial Ekonomi, 31-33. Jakarta: Direktorat
PTS.

Todaro, Michael P. And Stephen C. Smith. 2009.
Economic Development. 10th Edition. New
York: Eddison Wesley.

White, H. 1992. The Macroeconomic Impact of
Development Aid: A Critical Survey. The
Journal of Development Studies, Vol.8 No.
2, hal. 163-240. Diases dari: www.jstor.org,
tanggal 5 Juni 2010.

Ulfa, Almizan. 2004. Studi Manajemen Utang
Luar Negeri dan Dalam Negeri Pemerintah
dan Assessment terhadap Optimal Borrowing.
Jurnal Bunga Rampai Hasil Penelitian 2004.
Jakarta: Badan Kebijakan Fiskal.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika, Teori
dan Aplikasi. Edisis Ketiga. Yogyakarta:
FE UII.