Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN

ANALISIS KEBERLANJUTAN UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR
PADA EMPAT NEGARA ASEAN

PENNY SEPTINA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar pada
Empat Negara ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014
Penny Septina
NIM H14100042

ABSTRAK
PENNY SEPTINA. Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan
Kebijakan Nilai Tukar pada Empat Negara ASEAN. Dibimbing oleh IMAN
SUGEMA
Perilaku utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di ASEAN
baru-baru ini menjadi suatu variabel penting dalam menentukan masa depan
perekonomian dan untuk menghindarkan negara dari krisis utang. Seperti yang
telah kita ketahui di ASEAN, terdapat pergerakan yang cukup besar dalam jumlah
utang luar negeri pemerintah sebagai dampak dari fluktuasi transaksi berjalan.
Penelitian ini menyajikan analisis empiris yang menyeluruh dari keberlanjutan
utang luar negeri pemerintah, bersama dengan nilai tukar dan variabel
makroekonomi lainnya menggunakan model time series ekonometrika yang
didasarkan pada teori government inter-temporal budget constraint. Hasil

penelitian menunjukkan hasil yang sama dalam kasus pada empat negara ASEAN,
yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa utang luar negeri pemerintah adalah tidak berkelanjutan dan kebijakan nilai
tukar adalah berkelanjutan. Keempat negara ASEAN tersebut sebelumnya telah
berhasil merubah kebijakan nilai tukarnya menjadi managed floating exchange
rate. Kebijakan ini selanjutnya akan membuat potensi spillover negatif dari
ketidakberkelanjutan utang luar negeri pemerintah cenderung tidak signifikan.
Kata Kunci: analisis keberlanjutan, ASEAN, kebijakan nilai tukar, utang luar
negeri pemerintah

ABSTRACT
PENNY SEPTINA. Sustainability of Government External Debt and Exchange
Rate Policies in Four ASEAN Countries. Supervised by IMAN SUGEMA
The behavior of government external debt and exchange rate policies in
ASEAN countries has recently became critical in determining future economy and
avoiding debt crisis. As we know recently in ASEAN, there is sizeable motion of
government external debt as an impact of the current account fluctuation. This
study presents thorough empirical analysis of the sustainability of government
external debt, together with exchange rate and other macroeconomic variables
using time series econometric models based on government inter-temporal budget

constraint. The empirical results point to the same outcome, in case for four
ASEAN countries, those are Indonesia, Malaysia, Philippines and Thailand. The
results show that government external debt is not sustainable and the exchange
rate policies is sustainable. Furthermore, whole four countries has successfully
transformed into managed floating exchange rate policies. This policies will make
the potential negative spillover effects on the unsustainability of government
external debt appears be insignificant.
Keywords: ASEAN, exchange rate policies, government external debt,
sustainability

ANALISIS KEBERLANJUTAN UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR
PADA EMPAT NEGARA ASEAN

PENNY SEPTINA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
Pada

Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri Pemerintah dan
Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN
: Penny Septina
: H14100042

Disetujui oleh

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah tentang analisis utang luar
negeri pemerintah dengan judul “Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri
Pemerintah dan Kebijakan Nilai Tukar Pada Empat Negara ASEAN”. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iman Sugema,
M.Ec selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan memberikan
masukan serta saran yang sangat berguna dalam penyelesaian penelitian ini,

kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen penguji utama
dan Bapak Deni Lubis S.Ag, M.A selaku komisi pendidikan, atas kritik dan saran
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini,
serta kepada kakak Farhana Zahrotunnisa S.E. selaku asisten dosen yang
senantiasa memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah Teddy Lukmantara, Ibu
Lestari Widawati dan keluarga besar atas segala doa, dukungan dan motivasi yang
diberikan. Penulis menyampaikan terima kasih pada Alan Duta Dinasty atas
motivasi dan dukungannya dalam menemani penulis menyelesaikan penelitian ini.
Terima kasih juga penulis sampaikan pada sahabat Nadiah H, Sari K, Sarah FF,
Angga FP, Nurul H, Nindya U, Afanina M, Ayu F, Irgandhini, Rengganis A,
Erlangga R, Diah P, Hayuningtyas T, Salimah F, Engga S, Deddy H, Hardiyani S,
Nabilah, Dwi L, Selly E, Elis M, Amalia P, Tazkiya A, Pangrio N dan Alm.
Aditya M, serta teman satu bimbingan M Yunus, Meliana, M Rifky, Yohanes P,
Erma F dan Galishia. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih pada seluruh
civitas ilmu ekonomi, khususnya ESP Ang. 47, HIPOTESA 2012 dan 2013, TPB
B.27 dan TPB S.02.1, serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam
penyelesaian penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.


Bogor, Mei 2014
Penny Septina

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Terori
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data

Perumusan Model Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indonesia
Malaysia
Filipina
Thailand
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
3
3

4
4
4
4
9
10
12
12
12
17
17
17
21
25
28
32
32
32
33
36

51

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Variabel dan Sumber Data
Hasil Uji Akar Unit Data Indonesia
Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Indonesia
Hasil Uji Akar Unit Data Malaysia
Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Malaysia
Hasil Uji Akar Unit Data Filipina
Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Filipina
Hasil Uji Akar Unit Data Thailand

9 Hasil Johansen Cointegration Test X dan M Data Thailand

12
19
19
23
23
27
27
31
31

DAFTAR GAMBAR
1 Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)
2 Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)
3 Kerangka Pemikiran
4 Perkembangan Variabel Makroekonomi Indonesia 2003:1-2012:4
5 Perkembangan Variabel Makroekonomi Malaysia 2003:1-2012:4
6 Perkembangan Variabel Makroekonomi Filipina 2003:1-2012:4
7 Perkembangan Variabel Makroekonomi Thailand 2003:1-2012:4

2
2
11
18
22
26
30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Uji Akar Unit Data
Uji Lag Optimum
Uji Kointegrasi: Johansen Cointegration Test
Grafik X dan M untuk Uji Kointegrasi

36
41
43
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah dunia mencatat bahwa suatu fenomena krisis utang merupakan suatu
fenomena siklus bisnis yang selalu memiliki peluang untuk terulang kembali di
kemudian hari. Fenomena krisis utang pertama kali tercatat pada tahun 1980an di
Amerika Latin. Krisis utang kala itu disebabkan oleh tingginya penarikan utang
luar negeri pemerintah yang tidak didasari pada perhitungan yang tepat akan
kemampuan membayar kembali utang tersebut (Chowdhury dan Hossain 2000).
Tercatat jumlah utang luar negeri yang dimiliki oleh negara Amerika Latin
mencapai lebih dari 600 miliar USD.
Krisis utang kedua yang terjadi di dunia adalah krisis utang negara-negara
berkembang Asia pada tahun 1997/1998. Krisis tersebut diawali dari hilangnya
kepercayaan investor pada negara Asia khususnya Asia Tenggara dikarenakan
kegagalannya dalam memenuhi kewajiban utang yang jatuh tempo. Kejadian
tersebut memicu capital outflow besar-besaran keluar Asia Tenggara. Capital
outflow ditambah dengan masalah distorsi kebijakan publik serta masalah
struktural membuat negara-negara Asia Tenggara terjebak dalam krisis yang lebih
dalam hingga krisis sosial ekonomi. (Corsetti et al. 1999).
Krisis utang kembali terulang pada tahun 2008 di negara-negara Uni Eropa
akibat efek bola salju krisis utang Yunani dan juga di Amerika Serikat akibat
subprime mortage crisis. Krisis tersebut mengukuhkan anggapan bahwa krisis
ekonomi dapat melanda siapa saja, baik negara maju maupun negara berkembang.
Meskipun krisis-krisis utang tersebut pada akhirnya dapat ditangani, namun tidak
ada yang dapat menjamin bahwa krisis tersebut tidak akan terulang kembali.
Krisis utang merupakan masalah pada setiap negara di dunia.
Pengalaman Uni Eropa sebagai suatu kondisi optimum bersama dalam
menghadapi krisis menjadi begitu penting untuk dipelajari, begitupun dengan
bagaimana kondisi variabel utang luar negeri yang dimilikinya. Lebih lanjut,
ASEAN sebagai suatu kawasan regional terintegrasi yang saat ini juga sedang
menuju kondisi optimum bersama, tidak lepas dari bayang-bayang akan krisis
ekonomi di masa yang akan datang.
Pada beberapa negara ASEAN, krisis pada tahun 1997-1998 ternyata masih
menyisakan lembaran hitam. Faktanya hanya satu dari sepuluh negara ASEAN
yang telah berhasil bertransformasi menjadi negara maju, yaitu Singapura.
Sedangkan sisanya masih bergulat pada perbaikan fundamental sosial ekonomi
dan masih diklasifikasikan sebagai negara berkembang oleh Bank Dunia.
Negara berkembang di ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan
Thailand merupakan negara berkembang yang saat ini masih dalam proses
recovery krisis, serta seringkali menjadi perhatian dunia karena memiliki peranan
yang cukup baik dalam percaturan ekonomi dunia. Selain itu keempat negara
tersebut merupakan negara yang terkena dampak krisis cukup besar pada tahun
1997/1998. Thailand mengawali krisis dengan mendeklarkan ketidakmampuan
pemerintahnya untuk membayar utang luar negerinya pada 2 Juli 1997, kemudian
disusul dengan terdepresiasinya nilai tukar negara-negara ASEAN, bahkan yang
terparah adalah Indonesia dimana nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

2

Serikat terdepresiasi sebesar 244%. Sedangkan Malaysia dan Filipina menjadi
negara-negara yang paling pertama terserang spekulasi nilai tukar di tahun 1997.
Lebih lanjut mengenai utang luar negeri (ULN) pada keempat negara
ASEAN tersebut, Gambar 1 menunjukan perkembangan ULN keempat negara
ASEAN periode 1981 sampai 2012. Secara garis besar, trend yang ditunjukan
adalah positif untuk Malaysia dan Filipina. Sedangkan untuk Indonesia dan
Thailand, ULN cenderung berfluktiatif pada periode tersebut. Jumlah terbesar
pada tahun 2012 terdapat pada Indonesia dimana total ULN yang dimiliki adalah
sebesar 254 miliar USD.
3E+11
2.5E+11
2E+11
1.5E+11
1E+11
5E+10
0

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013
Gambar 1. Total Utang Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)
Pemahaman mengenai sekilas ULN suatu negara tidak dapat dilihat pada
jumlahnya saja, melainkan pula pada rasio nya terhadap pendapatan negara.
Gambar 2 menunjukan perkembangan debt to GNI (Gross National Income) pada
keempat negara ASEAN dari tahun 1981 sampai 2012. Secara keseluruhan
keempat negara ASEAN memperlihatkan trend yang tidak jauh berbeda satu sama
lain. Thailand adalah negara dengan debt to GNI terbesar pada tahun 2012
dibandingkan empat negara lainnya, yaitu sebesar 38.2% GNI.
200
150
100
50
0

Indonesia

Malaysia

Philippines

Thailand

Sumber: World development Indicators dan International Debt Statistics, 2013
Gambar 1. Debt to GNI Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
Periode 1981-2012 (USD)

3

Selanjutnya dalam mengatasi pembayaran cicilan dan bunga utang luar,
akan dibutuhkan pemasukan atau cadangan devisa yang memadai. Selain itu,
dibutuhkan pula nilai tukar yang stabil untuk memastikan ketersediaan dana. Oleh
sebab itu, peran otoritas moneter atau bank sentral di setiap negara ASEAN
diperlukan untuk mengatur kebijakan nilai tukar yang tepat. Kebijakan yang tepat
tersebut diperlukan agar ULN khususnya yang dimiliki oleh pemerintah, tidak
menjadi beban bagi masyarakat dimasa yang akan datang dan untuk
menghindarkan negara dari kemungkinan krisis utang dimasa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Deteksi dini dalam kemungkinan terjadinya krisis utang perlu untuk
dilakukan di setiap negara yang memiliki utang khususnya utang luar negeri
(Riyadi 2012). Namun apabila krisis tersebut sudah tidak dapat dihindari, salah
satu jalan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan refinancing atau
restrukturisasi utang. Restrukturisasi utang menurut salvatore (1996) benar-benar
harus dilakukan agar negara yang bersangkutan terhindarkan dari kebangkrutan.
Lebih lanjut, utang luar negeri khususnya milik pemerintah pada dasarnya
adalah kewajiban tertunda yang akan dipenuhi oleh generasi yang akan datang.
Meskipun penarikan ULN juga berkaitan dengan besarnya pendapatan, yaitu
diproksikan pada penerimaan ekspor dan gross domestic product (GDP), namun
dampak pada masyarakat terasa secara langsung. Contohnya adalah terkait beban
penarikan pajak dan anggaran pembangunan. Lindert dan Kindleberger (1986)
menyebutkan pertumbuhan ekonomi yang lamban pada dekade 1980-an di negara
peminjam sebagian disebabkan oleh pemerintah negara peminjam yang
membiarkan pengangguran dan pengurangan upah dalam perekonomian mereka
untuk menutupi pembayaran ULN.
Disisi lain, peran negara dalam hal mengatur pembayaran cicilan pokok dan
bunga ULN akan bergantung pada rezim nilai tukar yang digunakan. Nilai tukar
yang dipatok tetap pada dasarnya baik untuk menjaga pembayaran ULN dalam
kendali, namun disisi lain akan membuat bank sentral atau otoritas moneter di
negara bersangkutan kehilangan kendali untuk melakukan penyesuaian pada nilai
tukar. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan kebijakan moneter menjadi tidak
efektif dalam mengatasi gejolak perekonomian yang berasal dari eksternal negara.
Negara cenderung menjadi vulnarable terhadap serangan eksternal.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana perkembangan variabel makroekonomi yang terkait dengan utang
luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN?
2. Bagaimanan keberlanjutan (sustainability) utang luar negeri pemerintah di
empat negara ASEAN?
3. Bagaimana hubungan antara keberlanjutan utang luar negeri dengan
kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

4

1. Mengidentifikasi perkembangan dari karakteristik makroekonomi yang
terkait dengan utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar di
empat negara ASEAN.
2. Menganalisis keberlanjutan dari utang luar negeri pemerintah di empat negara
ASEAN.
3. Mengkaji hubungan antara utang luar negeri pemerintah dengan kebijakan
nilai tukar di empat negara ASEAN.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi yang
lebih mendalam mengenai keberlanjutan utang luar negeri yang dilakukan
pemerintah, serta keterkaitannya dengan kestabilan nilai tukar di empat negara
ASEAN. Lebih lanjut, penelitian ini juga dapat menjadi masukan bagi
pemerintahan dari negara terkait untuk menentukan kebijakan yang tepat
mengenai penarikan utang luar negeri pemerintah. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya krisis utang dan nilai tukar.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis keberlanjutan utang luar
negeri milik pemerintah, keterkaitanya dengan rezim nilai tukar dan
perkembangan variabel makroekonomi yang berhubungan dengan keduanya.
Analisis ini dibatasi pada empat negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia,
Filipina dan Thailand. Data yang digunakan berupa data kuartalan periode 2003
kuartal 1 sampai 2012 kuartal 4. Variabel yang dianalisis antara lain rasio utang
luar negeri pemerintah (ULN pemerintah) terhadap ekspor, rasio transaksi
berjalan terhadap ekspor, rasio ULN pemerintah terhadap pendapatan nasional
(GDP), rasio ULN pemerintah terhadap net ekspor, ekspor, impor, total ULN
pemerintah, transaksi berjalan, cadangan devisa, nilai tukar terhadap dolar dan
suku bunga kebijakan.

TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Teori Utang Luar Negeri Pemerintah
Utang Luar Negeri (ULN) atau Pinjaman Luar Negeri merupakan sejumlah
bantuan (baik berupa dana maupun bukan dana) yang masuk sebagai variabel
modal suatu negara (Capital Inflows) dan diperuntukan secara khusus untuk
membiayai pembangunan. Bank Indonesia (2013) mengklasifikasikan utang luar
negeri menjadi tiga jenis. Klasifikasi pertama adalah utang luar negeri pemerintah
pusat yang dapat berbentuk utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor,
komersial, leasing, dan Surat Berharga Negara. Klasifikasi kedua adalah utang
luar negeri milik Bank Sentral, yaitu utang yang ditarik untuk mendukung neraca

5

pembayaran dan cadangan devisa. Klasifikiasi ketiga adalah utang luar negeri
swasta, yaitu utang yang dimiliki penduduk kepada bukan penduduk berbentuk
valuta asing atau rupiah, bergantung pada perjanjian yang dilakukan. Utang luar
negeri swasta terdiri dari utang bank dan utang bukan bank.
Pembahasan mengenai utang pemerintah seringkali bias antara utang
pemerintah domestik dengan luar negeri. Neaime (2009) menjelaskan utang luar
negeri pemerintah memiliki ancaman yang lebih serius bagi perekonomian
dibandingkan utang domestik pemerintah, mengingat adanya transfer aliran modal
kepada pihak asing dan pembayaran cicilan serta bunga utang yang dibatasi oleh
nilai tukar dan ketersediaan cadangan devisa. Lebih lanjut Mankiw (2006)
menjelaskan utang pemerintah berpotensi menyebabkan ekspansi moneter yang
besar dan menyebabkan inflasi tinggi. Selain itu, utang pemerintah secara
langsung membebankan generasi masa depan terkait suku bunga, pengeluaran
pemerintah dan pajak.
Pembahasan mengenai utang luar negeri khususnya ULN Pemerintah, tidak
pernah lepas dari pembahasan mengenai penyebabnya. Penyebab ULN yang
paling sering terjadi adalah akibat terjadinya defisit anggaran pemerintah pada
tahun bersangkutan. Defisit anggaran tersebut terjadi apabila terdapat selisih
antara pengeluaran dan penenerimaan pemerintah (Lipsey et al. 1997).
Lebih lanjut, Tambunan (2008) menyebutkan, tingginya utang luar negeri
dari banyak negara berkembang disebabkan terutama oleh tiga jenis defisit.
Defisit yang pertama adalah defisit transaksi berjalan atau trade gap, yakni suatu
kondisi dimana penerimaan ekspor lebih kecil dari pembayaran impor. Defisit
yang kedua adalah defisit investasi atau I-S gap, yakni dana yang dibutuhkan
untuk membiayai investasi didalam negeri lebih besar dari tabungan nasional atau
domestik. Defisit yang terakhir adalah defisit fiskal, yakni defisit yang lebih
dikaitkan pada perhitungan saldo akhir (penerimaan dikurangi pengeluaran) dari
neraca keseluruhan keuangan pemerintah.
Government Inter-Temporal Budget Constraint
Pemahaman mengenai analisis keberlanjutan utang pemerintah didasarkan
pada suatu studi tentang government inter-temporal budget constraint, atau
kendala anggaran pemerintah antar waktu. Pemahaman diawali dari persamaan
akumulasi utang luar negeri
pada periode t+1 (Neaime 2009)

Dimana
adalah ekspor neto pada periode t, r adalah suku bunga nominal dan
rBt adalah pembayaran utang pada periode t. Dengan menambah periode t, maka
akan didapat persamaan government’s external inter-temporal constraint:

Dimana
adalah utang luar negeri pada periode t,
adalah ekspor neto pada
periode t , r adalah suku bunga nominal dan rBt adalah pembayaran utang pada

6

periode t. Persamaan diatas disebut juga sebagai persamaan government’s external
inter-temporal budget constraint. Apabila saat terdapat peningkatan periode
bagian kedua pada persamaan diatas mendekati 0, maka terdapat suatu kondidi
yang disebut sebagai kondisi No Ponzi-Game Constraint (NPG), yang akan
terpenuhi pada saat

NPG Constraint atau disebut juga sebagai transversality condition adalah suatu
kondisi dimana present value dari ULN akan terus bergerak mendekati 0 selama
waktu berjalan. Keadaan ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ULN harus lebih
rendah dari pertumbuhan suku bunga yang dikenakan pada ULN tersebut (Azizi et
al. 2012). Pemerintah tidak perlu membiayai pembayaran ULN dengan terusmenerus melakukan utang baru atau debt re-financing.
Ketidakberlanjutan ULN pemerintah, yaitu saat real interest rate lebih
besar dari growth rate akan menyebabkan debt ratio meningkat secara terus
menerus tanpa batasan. Keadaan ini akan sampai pada satu titik dimana
pemerintah tidak dapat membayar kembali utangnya (Fischer 1990). Hal tersebut
kemudian akan membuat pemerintah tidak dapat menjaga keberlanjutan dari
pembangunan. ULN akan menjadi hambatan bagi pemerintah untuk mewujudkan
kebijakan ekonomi yang pro pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan. Selain
itu fleksibilitas pengambilan keputusan akan berkurang karena adanya
disfungsional sistem akibat external flow (ketidakseimbangan tabungan dan
produksi). Pada akhirnya akan terdapat ketidakstabilan makroekonomi dan
pemerintah kehilangan otonomi dalam mengatur perekonomian nasional (Feve
dan Henin 1998).
Analisis Keberlanjutan Utang Luar Negeri
Dalam melakukan analisis keberlanjutan ULN pemerintah, kondisi
solvabilitas yang harus terpenuhi adalah sebagai berikut:

Pelanggaran asumsi ini menyebabkan ULN pemerintah menjadi tidak
berkelanjutan, yaitu pemerintah tidak dapat membayar kembali tagihan ULN-nya.
Dalam konteks actuarial sustainability approach, apabila g adalah
pertumbuhan ULN dan r adalah suku bunga nominal, maka kondisi keberlanjutan
ULN akan tercapai saat g ≤ r. Fischer (1990) selanjutnya menyatakan ULN dapat
dikatakan berkelanjutan saat pertumbuhan ekonomi lebih besar dari real interest
rate. Namun Neaime (2004) menambahkan apabila n adalah tingkat pertumbuhan
ekonomi, maka selama n < g < r, maka ULN tetap berkelanjutan dengan
konsekuensi kondisi tersebut menyebabkan pembayaran utang akan melebihi dari
total ketersediaan dana yang ada. Secara empiris, dalam actuarial approach ULN

7

pemerintah dikatakan berkelanjutan saat pergerakannya terkontrol berada dalam
suatu takaran tertentu, atau bergerak secara stasioner.
konsep The Effective Sustainability Approach menyebutkan bahwa
pembayaran utang dalam jangka panjang bergantung pada pendapatan ekspor
negara tersebut. Agar ULN pemerintah berada dalam keadaan berkelanjutan,
maka rasio ULN pemerintah terhadap ekspor dan ekspor neto haruslah stasioner.
Ekspor neto menunjukan transfer bersih antara pendapatan ekspor dan impor yang
memperlihatkan kemampuan suatu negara dalam pembayaran ULN. Lebih lanjut
Feve dan Henin (1998) menyebutkan bahwa pengecekan non-stasioneritas untuk
rasio transaksi berjalan dan ekspor juga diperlukan. Hal tersebut karena kondisi
keberlanjutan pada transaksi berjalan equivalen dengan kondisi 0 < g < r.
Leachman dan Francis (2000) lebih lanjut menyebutkan bahwa uji akar unit
untuk melihat non-stasioneritas variabel saja tidak cukup dalam menganalisis
kebelanjutan ULN suatu negara. Diperlukan uji kointegrasi antar variabel untuk
melihat hubungan jangka panjang antar variabel, sehingga analisis keberlanjutan
menjadi lebih valid. Variabel tersebut antara lain ekspor dan impor. Kedua
variabel tersebut equivalen dengan persamaan government’s external intertemporal budget constraint.
Nilai Tukar dan Hubungannya dengan Utang Luar Negeri Pemerintah
Basdevant dan Wet (2000) menyebutkan salah satu masalah di negera
berkembang adalah kemungkinan adanya hubungan tidak stabil antara rezim nilai
tukar dengan ULN. Rezim nilai tukar yang buruk dapat mengancam keberlanjutan
dari ULN dan selanjutnya memberikan efek yang semakin buruk pula pada nilai
tukar negara tersebut. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan negara
yang bersangkutan bangkrut. Meskipun pertumbuhan ekonomi dan suku bunga
merupakan komponen penting dalam actuarial austainability approach, namun
perubahan nilai tukar dapat mempengaruhi keberlanjutan ULN dalam waktu
singkat.
Salah satu jalur hubungan antara rezim nilai tukar dengan ULN, khususnya
ULN pemerintah, adalah terkait kemampuan bank sentral dalam mengatur
kebijkan moneter dalam menghadapi tekanan eksternal. Nilai tukar tetap, pada
dasarnya dibutuhkan untuk menjaga pembayaran utang dan bunganya tetap dalam
kendali pemerintah. Namun di sisi lain rezim ini menyebabkan bank sentral
kehilangan kendalinya untuk melakukan penyesuaian nilai tukar, misalnya dengan
Operasi Paar Terbuka. Konsekuensi dari hal tersebut adalah sistem moneter
negara bersangkutan kehilangan kendali melakukan kebijakan stablisasi dalam
mengatasi ketidakseimbangan ekonomi (Neaime 2009).
Lebih lanjut, keterkaitan antara nilai tukar suatu negara dengan
keberlanjutan ULN pemerintahnya dapat pula diterangkan melalui jalur suku
bunga. Nilai tukar dapat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga domestik suatu
negara. Semakin tinggi suku bunga menandakan return yang lebih tinggi sehingga
terjadi capital inflow. Selanjutnya capital infow tersebut akan membuat nilai tukar
menjadi terapresiasi (Moosa 2004). Disisi lain peningkatan suku bunga domestik
memberi crowding effect terhadap private investment dan utang domestik
pemerintah. Lebih lanjut suku bunga yang dikenakan pada ULN memiliki
kecenderungan sebagai suku bunga yang bebas resiko, sehingga pada akhirnya

8

yang dikorbankan adalah suku bunga domestik. Turner dan Spinneli (2013) juga
menyebutkan bahwa suku bunga memiliki pengaruh yang non linear terhadap
peningkatan marginal ULN pemerintah.
Stasioneritas Data
Gujarati (2004) menyebutkan salah satu asumsi dasar yang harus dipenuhi
Dalam pengggunaan data time series adalah stasioneritas, yaitu keadaan dimana
nilai rata-rata dan varian dari data adalah konstan sepanjang waktu. Secara teoritis
dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana
adalah deret waktu ke-t dan k adalah lag. Pelanggaran asumsi
stasioneritas pada estimasi dapat menyebabkan keadaan spurious regression atau
regresi semu. Keberadaan regresi semu dalam pemodelan menyebabkan
pendugaan yang dilakukan tidak valid dan tidak dapat menjelaskan hubungan
sebenarnya dari parameter.
Dalam melakukan uji non-stasioneritas, salah satu konsep yang populer
digunakan adalah mengenai pengujian ada atau tidaknya akar unit pada koefisien
estimasi. Pertama-tama perhatikan persamaan berikut:

Persamaan diatas dibentuk dari persamaan autoregresive, dimana
adalah white
noise error term. Apabila koefisien
, maka dapat disimpulkan bahwa deret
waktu memiliki akar unit atau tidak stasioner atau bergerak dalam random walk
(Gujarati 2004). Apabila | |
, atau secara absolut nilai kurang dari 1, maka
dapat disimpulkan bahwa deret waktu adalah stasioner.
Metode yang paling sering digunakan dalam meneliti ada tidaknya akar unit
dalam suatu data deret waktu adalah uji Dickey Fuller Test (DF). Sjo (2008)
menjelaskan bahwa dengan memahami DF Test dan batasannya, maka peneliti
akan lebih mudah memahami uji-uji akar unit lainnya. Selain itu terdapat uji lain
untuk melihat ada tidaknya akar unit pada data, misalnya melalui Augmented
Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Perron Test (PP), dsb.
Kointegrasi Data
Salah satu cara mengatasi data dengan akar unit adalah dengan melakukan
kointegrasi data. Enders (1995) menyebutkan kointegrasi adalah kombinasi linear
yang terbentuk dari data yang tidak stasioner, dimana semua variabel tersebut
terintegrasi pada orde yang sama. Analisis dimulai pada persamaan ekonomi
dalam jangka panjang:

9

Dimana dan
adalah vektor
dan (
. Persamaan
akan berada dalam keadaan ekuilibrium jangka panjang saat
dan
equilibrium error atau
. Apabila kondisi tersebut terpenuhi, maka
equilibrium error akan stasioner dan variabel yang bersangkutan memiliki
kointegrasi.
Terdapat beberapa jenis Uji dalam melihat kointegrasi data. Uji tersebut
diantaranya uji kointegrasi Engle-Granger (Engle-Granger Cointegration Test),
uji kointegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test), uji kointegrasi DurbinWatson (Cointegrating Regression Durbin-Watson Test), dsb.
Penelitian Terdahulu
Cherif dan Hasanov (2012) melakukan penelitian terkait dinamika utang
pemerintah sebagai efek dari adanya penghematan, inflasi dan macroeconomic
shocks di Amerika Serikat menggunakan analisis vector autoregresive dengan
debt feedback. Data yang digunakan adalah variabel makroekonomi, seperti
cadangan devisa, suku bunga, pendapatan nasional, debt to GDP, dsb. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa melalui impulse response, penghematan ekonomi
menyebabkan penurunan pada debt ratio dalam jangka menengah. Perubahan
pada Inflasi, misalnya pada periode kenaikan harga minyak dunia, menyebabkan
peningkatan debt ratio sedangkan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan debt
ratio. Utang pemerintah AS saat ini berada pada keseimbangan jangka
panjangnya, sehingga menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan menurukan
defisit anggaran pemerintah dapat menjadi pemicu menurunnya debt ratio.
Alam dan Taib (2013) meneliti tentang keberadaan hubungan antara ULN
Pemerintah dengan defsisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai
tukar pada negara DTC (Debt Trap Countries) dan NDTC (Non Debt Trap
Countries). Penelitian ini menggunakan analisis data panel. Hasil penelitian ini
menunjukan secara signifikan terdapat hubungan positif antara ULN pemerintah,
dengan defisit anggaran, defisit transaksi berjalan dan depresiasi nilai tukar.
Namun hasil tersebut bervariasi pada DTC dan NDTC. Hubungan yang lebih kuat
antar keempat variabel tersebut terdapat pada negara DTC.
Destaings et al. (2013) meneliti tentang keberlanjutan dari defisit transaksi
berjalan pada tahun 1970 sampai 2012 di negara Kenya. Pemilihan variabel dalam
penelitian tersebut didasarkan pada long run inter-tempral budget constraint.
Hasil penelitian menunjukan variabel transaksi berjalan stasioner pada level atau
terdapat kemungkinan adanya keberlanjutan pada defisit transaksi berjalan.
Namun disisi lain, tingkat koefisien kointegrasi antara ekspor dan impor yang jauh
dari angka satu mengindikasikan tidak terpenuhinya asumsi keberlanjutan secara
penuh. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat ketidakberlanjutan
variabel defisit transaksi berjalan pada negara Kenya.
Neaime (2009) melakukan penelitian tentang analisis keberlanjutan utang
luar negeri dan nilai tukar dalam konteks Mena Region (Middle East and North
Africa). Berdasarkan teori Government Inter-Temporal Budget Constraint, terlihat
bahwa stasioneritas variabel-variabel makroekonomi dan utang luar negeri
merupakan konten yang penting untuk menghindarkan negara dari kemungkinan
krisis ekonomi di masa yang akan datang. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ULN dan nilai tukar yang berkelanjutan di Tunisia dan Maroko, ULN yang tidak

10

berkelanjutan namun nilai tukar yang berkelanjutan di Mesir dan Turki, serta
ULN dan nilai tukar yang tidak berkelanjutan di Jordan.
Hal yang membedakan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian
terdahulu adalah terkait pada variabel dan data yang digunakan penulis dalam
melakukan analisis keberlanjutan. Penelitian ini menggunakan variabel utang luar
negeri milik pemerintah, mengingat dampak yang diberikan terhadap ekonomi
dan masyarakat yang lebih besar dibandingkan dengan utang pemerintah atau
utang luar negeri saja. Selain itu penelitian ini juga menggunakan data runtun
waktu kuartalan.
Kerangka Pemikiran
Pemahaman mengenai keberlanjutan utang luar negeri milik pemerintah
menjadi penting untuk dianalisis mengingat kondisi eksternal yang saat ini
menyebabkan negara menjadi vulnarable dari kondisi krisis. Selain itu kebijakan
nilai tukar juga turut memberikan andil dalam pembayaran cicilan pokok dan
bunga ULN pemerintah. Kesalahan pada penerapan kebijakan nilai tukar dapat
menyebabkan negara yang bersangkutan terjebak dalam lingkaran setan
pembayaran utang dan bunganya.
Bagan berikut merupakan alur pemikiran yang digunakan untuk melihat
analisis keberlanjutan dari utang luar negeri pemerintah dan kebijakan nilai tukar.
Bagan diawali dari kewenangan otoritas keuangan disuatu negara dalam hal
mengatur anggaran pembangunan dan diakhiri dengan kondisi keberlanjutan ULN
dan kebijakan nilai tukar yang dibutuhkan negara peminjam untuk menghindarkan
diri dari kemungkinan krisis dimasa depan.

11

Bank Sentral /
Otoritas Moneter

Otoritas Fiskal

Current Account &
Anggaran Pemerintah

Berimbang

Defisit

Utang Luar Negeri
Pemerintah

Ekspor

Impor

Surplus

Utang Dalam Negeri
Pemerintah

Cadangan
Devisa

Kebijakan Nilai Tukar

Analisis
Keberlanjutan

Implikasi Kebijakan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Suku
Bunga

12

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam
bentuk deret waktu empat bulanan (quarterly time series) periode 2003:1 sampai
2012:4 dari Negara Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand. Pemilihan
keempat negara tersebut didasarkan pada kesamaan karakteristik negara dan
ketersediaan data. Data tersebut diperoleh dari CEIC Macroeconomic Industry and
Financial Time Series Database for Global Emerging and Developed Market,
International Monetary Fund (IMF), International Financial Statistics (IFS),
Worldbank’s Development Indicators dan beberapa Bank Sentral negara ASEAN,
yaitu Bank Indonesia (BI) dan Bank Negara Malaysia (BNM). Penelitian ini
dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0. Secara
rinci, sumber dan jenis data adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Variabel dan Sumber Data
No Jenis Variabel
Proksi yang Digunakan
1 Utang Luar Negeri
External/Foreign Government
Pemerintah
Debt
2 Ekspor
Exports, Goods & Services,
Nominal
3 Impor
Imports, Goods & Services,
Nominal
4 Transaksi Berjalan
Current Account, Goods &
Services, Net
5 Cadangan Devisa
Total Reserve Excluding Gold
6 Nilai Tukar
LCU per USD, end of period
7 Suku Bunga
Discount Rate, end of period

Sumber Data
CEIC
IFS, IMF
IFS, IMF
IFS, IMF
IFS, IMF
IFS, IMF
IFS, IMF, BI, BNM

Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri dari analisis deskriptif dan analisis kuantitatf.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif merupakan suatu bentuk analisis sederhana yang
dilakukan dengan cara memberikan pemaparan argumentatif, plot, grafik maupun
tabel terhadap suatu obersvasi. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan
untuk melihat perkembangan variabel makroekonomi di empat negara ASEAN
yang terkait dengan ULN Pemerintah dan kebijakan nilai tukar. Selain itu analisis
deskriptif juga dilakukan untuk menjelaskan hubungan antara keberlanjutan ULN
pemerintah dengan kebijakan nilai tukar di empat negara ASEAN.

13

Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis keberlanjutan ULN
pemerintah di empat negara ASEAN. Analisis yang digunakan antara lain uji akar
unit menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF) dan Phillips Pheron Test
(PP), serta uji kointegrasi data menggunakan Johansen Cointegration Test.
Augmented Dickey Fuller Test
Uji ADF merupakan salah satu metode yang digunakan untuk melihat ada
atau tidaknya akar unit pada data yang menyebabkan data menjadi tidak stasioner.
pemahaman mengenai uji ADF dimulai melalui formulasi berikut






Perbedaan mendasar dari ketiga persamaan diatas terletak pada ada tidaknya
elemen konstanta dan trend waktu. Persamaan pertama adalah pure random walk
model, persamaan kedua menambahkan elemen intercept atau konstanta pada
model, dan persamaan ketiga menambahakan kedua elemen, baik konstanta
maupun trend waktu (Enders 1995).
Dari persamaan diatas, hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yaitu
data mengandung akar unit atau data tidak stasioner dan hipotesis alternatif yaitu
data tidak mengandung akar unit atau stasioner. kriteria penolakan didasarkan
pada nilai kritis Mackinnon atau statistik τ (tau), dimana apabila nilai ADF lebih
kecil dari nilai kritis Mackinnon, maka terjadi penolakan hipotesis nol.
Selanjutnya, dalam penelitian akan timbul pertanyaan mengenai
persamaan mana diantara tiga persamaan diatas yang paling baik digunakan untuk
menguji non-stasioneritas data. Destaings et al. (2013) menyatakan, selama
peneliti memahami data secara keseluruhan, maka persamaan yang paling baik
digunakan adalah persamaan yang paling general yaitu persamaan ketiga.
Phillips Perron Test
Simulasi Monte Carlo secara jelas menggambarkan kekurangan uji ADF
dalam mengestimasi kestasioneran data yang memiliki masalah autokorelasi yang
besar dan bahwa uji ADF kurang mencakup pada adanya structural breaks.
Phillips dan Perron kemudian mengembangkan analisis akar unit semi-parametrik
yang dapat lebih tepat mengestimasi runtun data dengan memodifikasi Dickey
Fuller Test. Perhatikan persamaan berikut (Enders 1995):

dan

14

̃

̃



̃

Dimana T adalah jumlah observasi dan
adalah white noise error yang
homogenitas-nya tidak dipermasalahkan. Phillip Perron Test memungkinkan
untuk melakukan tes pada data runtun waktu yang memiliki eror yang berkorelasi
dan mengandung heteroskedastisitas. Selain itu, salah satu kelebihan lain dalam
uji PP adalah tidak diperlukan lagi penentuan lag secara spesifik. Parameter
Newey-West Heteroskedasticity and Corelation digunakan sebagai estimator
kovarian matriks yang konsisten.
Lebih lanjut dalam penelitian ini, apabila dalam uji akar unit didapatkan
hasil yang berbeda antara uji ADF dan uji PP, maka hasil yang digunakan adalah
bergantung pada yang tertera dalam uji PP (Neaime 2009). Hal tersebut
dikarenakan kelebihan dalam uji PP, yaitu dapat mengatasi permasalahan eror
yang berkorelasi satu sama lain dan lebih mampu mengatasi structural breaks
dibandingkan uji ADF.
Pemilihan Panjang Lag
Dalam analisis runtun waktu, pemilihan panjang lag yang sesuai diperlukan
agar estimasi yang dilakukan dapat menjadi valid. Lag menujukkan adanya
indikasi serial yang terkorelasi dalam error. Lag yang terlalu pendek tidak dapat
mengatasi serial korelasi yang terdapat dalam eror, sedangkan lag yang terlalu
panjang menurunkan derajat bebas sehingga penolakan hipotesis menjadi lebih
sulit untuk dilakukan (Enders 1995). Dalam penelitian ini, Akaike Information
Criteria (AIC) digunakan dalam menentukan panjang lag terbaik dalam uji nonstasioneritas data secara automatic lag selection dalam ADF dan untuk
menentukan lag terbaik dalam tes kointegrasi.
Penggunaan kriteria AIC dikarenakan AIC dapat mencakup seluruh variabel
sehingga terhindar dari adanya ommited variables. Ommited variables adalah
peubah yang seharusnya dimasukan ke dalam model, namun dikeluarkan karena
alasan tertentu (Juanda 2009). Selain itu AIC merupakan metode yang didasarkan
pada Principle of Information. Adapun formulasi AIC adalah sebagai berikut:
(

)

(

)

Dimana k adalah jumlah parameter dalam model termasuk konstanta, n adalah
jumlah observasi dan RSS adalah residual sum square. Dalam membandingkan
dua atau lebih model, maka kriteria terbaik yang dipilih adalah kriteria dengan
nilai AIC terkecil (Gujarati 2004).
Pemilihan maximum lag to include dalam uji ADF didasarkan pada
metode trial and error. Enders (1995) menyatakan jumlah maksimum lag
didasarkan pada ketersediaan data dan teori. Metode trial and error dapat dimulai
dengan menggunakan maksimum lag 12 untuk data kuartalan kemudian
diturunkan ke 8 dan 4. Kemudian berdasarkan automatic selection, akan
ditentukan panjang lag yang telah menghilangkan korelasi eror dalam data dan
yang membuat model menjadi yang paling parsimony (sederhana). Lebih lanjut
dalam Johansen Cointegration Test, jumlah maksimum lag yang diikutsertakan

15

dalam uji lag optimum adalah 4. Enders (1995) menyebutkan bahwa apabila tidak
terdapat teori dalam penelitian mengenai jumlah lag, maka maximum lag
toinclude yang digunakan adalah 4. Selain itu, lag 4 memperlihatkan prinsip
parsimony yang terdapat dalam setiap penelitian.
Johansen Cointegration Test
Johansen Cointegration Test adalah tes yang digunakan untuk melihat
apakah terdapat hubungan jangka panjang antar variabel, atau ada tidaknya
kointegrasi antar variabel. Uji ini diawali dengan persamaan vector autoregession
(VAR) dengan orde p, sebagai berikut (Hjalmarsson dan Osterholm 2007):

Dimana adalah nx1 vector variables yang terintegrasi pada orde pertama dan
adalah nx1 vector of innovations. Persamaan VAR ini bisa ditulis kembali:

Dimana



dan





Apabila matriks koefisien memiliki rank r