Persepsi Masyarakat Terhadap Fenomena Do

A. Judul
Persepsi Masyarakat Kota Solo Terhadap Fenomena Dongeng (Studi
Kasus Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Dongeng).
B. Latar Belakang Masalah
Mendongeng atau bercerita sering dianggap sebagai hal yang sederhana.
Padahal lewat bercerita, seorang anak bisa diajarkan segala hal, mulai dari belajar
bahasa, pengetahuan umum, etika, kreativitas, sampai mendekatkan orangtua
dengan anak. Manfaat lebih besar, dan paling mendasar ialah bahwa bercerita bisa
dijadikan alat untuk membentuk perilaku dan nilai-nilai dasar yang penting bagi
perkembangan karakter anak.
Mendongeng biasanya menjadi pengantar tidur anak, dan mendongeng
juga dapat dijadikan suatu alat untuk menyampaikan pendidikan atau pelajaran
akhlaq. Mendongeng banyak berisi tentang nasehat-nasehat dari contoh suri
tauladan dari kisah terdahulu. Anak akan lebih cepat menangkap dongeng itu bila
disertai dengan teknik atau seni mendongeng yang menarik.1

1

Ki Heru Cakra, Mendongeng Dengan Mata Hati, (Surabaya: MUMTAZ Media, 2012) h. 1-3

1


Salah satu metode pembelajaran yang diperkenalkan oleh banyak para ahli
psikologi pendidikan, dan cara yang efektif serta efisien adalah dongeng atau
cerita. Media dongeng atau cerita bisa dilakukan dengan penokohan bonekaboneka binatang yang kita miliki di rumah. Namun tentunya sebelum
mendongeng, kita harus lebih dahulu melihat topik dan materi pelajaran anak
yang akan kita kemas ke dalam alur dongeng atau cerita tersebut.
Secara psikologis, anak-anak yang masih dalam fase pertumbuhan
memiliki karakter yang cenderung imitative dan plagiat. Mereka akan meniru apa
saja yang didengar, dilihat, atau ditontonnya. Selain itu kepekaan dan daya simpan
memori mereka sangat menakjubkan. Usia anak-anak TK sampai SMP tengah
menjalani tahapan-tahapan proses psikologis yang sangat dominan pada
pembentukan karakternya.
Pendidikan menggunakan metode mendongeng mencoba memberikan
arahan yang mampu mengembangkan pribadi mereka dalam bersosialisasi. Sering
juga kita jumpai seorang anak yang mampu membawa dan mengarahkan diri
mereka dalam menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Artinya,
mendongeng sebagai salah satu metode dalam mendidik anak sudah terbukti
secara efektif menanamkan nilai-nilai budi pekerti ke dalam jiwa mereka.
Di samping sangat digemari anak, melalui dongeng para pendidik bisa
menyuguhkan berbagai nasehat, petuah, teladan, atau hikmah melalui sosok tokoh

suatu cerita. Apalagi, jika teknik mendongeng pendidik dilengkapi dengan

2

berbagai alat peraga, anak-anak tertarik untuk mengikuti alur cerita hingga
selesai.2
Mendongeng merupakan kegiatan yang sangat sederhana, mudah dan
maknanya sangat luas. Kenyataannya, tidak semua orang mampu melakukannya.
Dalam pengertian yang sederhana, mendongeng adalah bertutur dengan intonasi
yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai
khusus dan tujuan khusus.
Pendongeng Kusumo Priyono Ars dan Kak Kusumo menjelaskan,
“kegiatan mendongeng sebenarnya tidak sekedar bersifat hiburan belaka,
melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur, yakni pengenalan alam lingkungan,
budi pekerti dan mendorong anak berperilaku positif.”3
Dalam

penyampaian

cerita


yang

baik,

yang

terpenting

adalah

pengungkapan yang baik pula. Jika dilakukan dengan penuh kesabaran, sebuah
cerita akan dapat membangkitkan kehidupan yang baru, menambah nilai seni, dan
anak sebagai pendengar dapat menikmatinya. Seseorang yang memperhatikan
anak-anak saat mereka menyimak cerita di radio, sekalipun usia mereka berbedabeda, akan tahu bahwa kadar kesungguhan mereka sama besarnya dalam
menyimak cerita.4
2

Ida Nuraeni, Bahasa dan Sastra Vol 10(Dongeng Dalam Persepsi Orang Tua dan Anak),
(Palu: Dosen FKIP Universitas Tadulako, 2010) h. 175-176.

3
Muhammad Abdul Latif, The Miracle of Story Telling, (Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim,
2012) h. 14.
4
Dr. Abdul Aziz Abdul Majid, Mendidik Dengan Cerita, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002) h. 5.

3

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa waktu yang tepat untuk
perkembangan karakter anak ialah saat anak berusia 1-5 tahun, atau yang sering
disebut sebagai golden age atau usia emas. Pada usia emas, anak-anak akan
mudah sekali menyerap sesuatu dari lingkungan sekitarnya. Mereka akan dengan
mudah meniru sesuatu yang mereka lihat atau dengar.
Hal inilah yang menjadi jawaban mengapa anak-anak yang tumbuh di era
sekarang mudah sekali menghafal lagu-lagu orang dewasa, karena hanya itulah
yang mereka lihat di sekelilingnya. Cara penanaman nilai ini juga dinilai akan
mengembangkan kreativitas anak, dibanding lewat perintah atau instruksi yang
akan membunuh kreativitas anak.
Tidak ada batasan usia yang ketat mengenai kapan

sebaiknya anak dapat mulai diberi dongeng. Untuk anak-anak
usia prasekolah, dongeng dapat membantu mengembangkan
kosa kata. Hanya saja cerita yang dipilihkan tentu saja yang
sederhana

dan

kerap

ditemui

anak

sehari-hari.

Misalnya

dongeng-dongeng tentang binatang. Sedangkan untuk anakanak

usia


sekolah

dasar

dapat

dipilihkan

cerita

yang

mengandung teladan, nilai dan pesan moral serta problem
solving. Harapannya nilai dan pesan tersebut kemudian dapat
diterapkan anak dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan suatu dongeng tidak saja ditentukan oleh
daya

rangsang


imajinatifnya,

tapi

juga

kesadaran

dan
4

kemampuan pendongeng untuk menyajikannya secara menarik.
Untuk itu kita dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti
boneka atau berbagai buku cerita sebagai sumber yang dapat
dibaca oleh orang tua sebelum mendongeng.
Dijelaskan oleh Abdul Aziz (2002:3) bahwa anak mulai dapat
mendengarkan cerita sejak ia dapat memahami apa yang terjadi di sekelilingnya,
dan mampu mengingat apa yang disampaikan orang kepadanya. Hal itu biasanya
terjadi pada akhir usia tiga tahun. Pada usia ini anak mampu mendengarkan

dengan baik dan cermat cerita pendek yang sesuai untuknya, yang diceritakan
kepadanya. Ia bahkan akan meminta cerita tambahan.5
Meski dongeng dan bercerita merupakan cara ampuh dalam mendidik
anak usia dini, namun orangtua juga tidak boleh sembarangan dalam
menceritakan dongeng kepada anak-anak. Karena ada dongeng-dongeng yang
ternyata bisa saja tidak sesuai dengan nilai-nilai positif yang ingin ditanamkan.
Orangtua harus membaca dan memilah dulu dongeng atau cerita yang ingin
dibacakan kepada anak. Cerita juga harus disesuaikan dengan tumbuh kembang
anak, agar anak mampu mencerna cerita dengan baik dan akhirnya tertancap di
benaknya hingga dewasa nanti.

5

5

Ibid., h. 3

Seperti yang telah dituliskan Kak Mal dalam buku terbarunya “The
Miracle of Story Telling”,6
“Agar dongeng dan cerita tepat sasaran dan dapat dicerna oleh

anak/audiens, maka kita harus dapat mengetahui cerita seperti apa yang cocok
untuk disampaikan.”
Dalam cerita terdapat ide, tujuan, imajinasi, bahasa, dan gaya bahasa.
Unsur-unsur tersebut berpengaruh dalam pembentukan pribadi anak. Dari sinilah
tumbuh kepentingan untuk mengambil manfaat dari cerita di sekolah, pentingnya
memilih cerita, dan bagaimana cara menyampaikannya pada anak. Oleh karena
itu, penetapan pelajaran bercerita pada masa awal sekolah dasar adalah bagian
terpenting dari pendidikan.7
Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan
kenikmatan tersendiri. Akan menyenangkan bagi anak-anak maupun orang
dewasa, jika pengarang, pendongeng, dan penyimaknya sama-sama baik. Cerita
adalah salah satu bentuk sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang
yang tidak bisa membaca.8

6

6

Dr. Abdul Aziz Abdul Majid, op.cit., h. 105
Ibid., h. 4-5

8
Ibid., h. 8
7

Orang tua adalah pendidik pertama. Karenanya hubungan kedekatan
dengan orangtua akan menjadi pola sosialisasi anak usia dini. Namun sayangnya
fakta menunjukkan bahwa anak banyak menghabiskan waktu dengan menonton
televisi. Sementara banyak orangtua yang juga sibuk mencari nafkah. Oleh sebab
itu, orangtua harus kreatif memanfaatkan waktu yang berkualitas bersama anak.
Salah satunya bisa dilakukan dengan mendongeng karena ternyata cara ini dapat
mencerdaskan anak.
Akan tetapi, kebanyakan orangtua tidak menyadari akan hal tersebut,
seperti yang dikatakan oleh Kak Mal dalam bukunya “The Miracle of Story
Telling”,9
“Kebanyakan orangtua sering cepat bosan, sering kesal dan kadang
emosi di saat memberikan pengajaran kepada anak-anaknya. Mungkin
karena sudah terlalu lelah dengan segala urusan pekerjaan rutin di
rumah, jadi ketika dihadapkan dengan urusan pendidikan anak-anak,
seolah-olah energi yang tersisa sudah tidak cukup lagi untuk menjadi
orangtua yang penyabar.”

Kebiasaan mendongeng membawa pengaruh besar dalam imajinasi
seorang anak, seperti yang telah dijelaskan oleh Ida Nuraeni dalam tulisannya,
“Bahasa dan Sastra Vol 10 (Dongeng Dalam Persepsi Orang Tua dan Anak)“,10

9

Ibid., h. 12-13
Ida Nuraeni, op.cit., h. 180

10

7

“Kebiasaan mendongeng yang baik dapat mengajak anak untuk masuk ke
dalam “dunia baru”. Sebuah cerita akan dapat membangkitkan
kehidupan baru, menambah nilai seni, terlebih anak sebagai pendengar
akan mendengarkan dan menikmatinya. Penanaman nilai-nilai pada saat
mendongeng merupakan masa yang sangat efektif mengingat anak berada
pada fase perkembangan fantasi tahap cerita khayal. Fase ini ditandai
dengan karakter anak yang banyak dipengaruhi oleh daya khayalnya dan
sesuatu yang dikhayalkanya merupakan kondisi yang sebenarnya.”
Asumsi mendongeng yang sudah berkembang dalam masyarakat saat ini
lebih banyak dihubungkan dengan dunia anak. Sementara itu mendongeng
merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan antara orangtua dan anak serta guru
dan murid. Tapi kenyataannya, saat ini kebiasaan positif tersebut mulai berkurang
bahkan dapat dikatakan hampir ‘punah’. Hal inilah yang membuat penulis
memilih dongeng sebagai bahasan yang akan diteliti dengan mengangkat judul
Persepsi Masyarakat Kota Solo Terhadap Fenomena Dongeng (Studi Kasus
Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Dongeng).

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian

ini

dirumuskan

sebagai

berikut:

“Bagaimanakah

persepsi

masyarakat Kota Solo terhadap fenomena cerita dongeng yang pada masa
ini banyak ditinggalkan?”

D. Tujuan Penelitian
8

Mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Kota Solo terhadap fenomena
cerita dongeng yang pada masa ini banyak ditinggalkan.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan bagi penelitian lain serta dapat memberikan kontribusi dalam

pengembangan ilmu komunikasi terutama dalam membentuk persepsi positif di
kalangan masyarakat. Khususnya berkaitan dengan cerita dongeng.
F. Landasan Teori
1. Hakikat Persepsi Masyarakat
a. Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan,
yaitu merupakan suatu proses yang diterima stimulus individu melalui alat
reseptor yaitu alat indera. Proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses
persepsi. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia
luarnya karena individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan indera.
Walgito (1997) menjelaskan pengertian persepsi merupakan stimulus
yang diindera oleh individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga
individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain
persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam
otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap
9

stimulus yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan,
pengalaman-pengalaman individu, akan ikut aktif berpengaruh dalam proses
persepsi.
Sedangkan Gibson, dkk (1989) yang menyatakan definisi persepsi
adalah proses kognitif yang dipergunakan oleh individu untuk menafsir dan
memahami dunia sekitarnya (terhadap obyek), tanda-tanda dari sudut pengalaman
yang bersangkutan. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan stimulus,
pengorganisasian,

dan

penerjemahan

atau

penafsiran

stimulus

yang

diorganisasikan dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan pembentukan
sikap. Gibson, dkk (1989) juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan proses
pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu. Oleh karena itu, setiap individu
akan memberikan arti kepada stimulus dengan cara yang berbeda meskipun
obyeknya sama. Cara individu melihat situasi seringkali lebih penting dari pada
situasi itu sendiri.
Persepsi bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya
sama, tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan
berfikir yang berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya
perbedaan persepsi pada setiap individu. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah
individu menyadari apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor.
(http://blog.ub.ac.id/kumpulan/pengertian-persepsi-definisi-persepsi/)
Disamping itu persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial,
sehingga dikenallah persepsi sosial. Persepsi sosial merupakan suatu proses yang

10

terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi,
dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya,
ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga
terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey
& Aronson). (www.Britannica.com)
Dari beberapa definisi diatas secara umum, peneliti membuat
kesimpulan tentang persepsi adalah penafsiran berdasarkan data-data yang
diperoleh dari lingkungan yang diserap oleh indera manusia sebagai pengambilan
inisiatif dari proses komunikasi.
b. Pengertian Masyarakat
J.P.Gillin (Soelaeman, 1989:63) menjelaskan bahwa “masyarakat
merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat
istiadat tertentu, yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas
bersama.”
Berdasarkan pendapat di atas masyarakat merupakan suatu kesatuan
hidup manusia saling terikat berdasarkan suatu sistem adat yang ada yang
senantiasa memiliki ikatan terhadap suatu identitas yang sama antara anggota
masyarakatnya.
E. Hiller (Ranidar, 2008:100) menyatakan “A society is a people
leading an integrated life by means of the culture” atau “masyarakat adalah
manusia yang menjalani kehidupan terintegrasi dengan kebudayaan sebagai alat”.
11

Jadi masyarakat ini menjalani kehidupannya sehari-hari secara terintegrasi dengan
menggunakan kebudayaan sebagai alat penggeraknya.
Masyarakat merupakan kumpulan orang yang melakukan aktivitas
bersama dan menghasilkan sebuah kebudayaan. Hal ini selaras dengan apa yang
diungkapkan oleh Selo Soemardjan (Hery, 2010) bahwa “masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan”.
Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt (Hery, 2010) “masyarakat
merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam
waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai
kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok
atau kumpulan manusia tersebut”.
Dalam Wikipedia, Masyarakat (society) merupakan istilah yang
digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama.
Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara
berbagai individu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains
sosial. (http://ms.wikipedia.org/wiki/Masyarakat)
Berdasarkan pengertian-pengertian masyarakat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang tinggal bersama
di suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama dan melakukan suatu
aktivitas tertentu serta menghasilkan kebudayaan.
c.

Pengertian Persepsi Masyarakat
12

Bila dikombinasikan antara persepsi dan masyarakat maka penulis
memberikan definisi bahwa persepsi masyarakat adalah sebuah proses dimana
sekelompok individu yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu,
memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dianggap menarik dari lingkungan
tempat tinggal mereka.
Robbins (2001:89) mengemukakan bahwa ada 3 faktor yang dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat yaitu :
1. Pelaku persepsi, bila seseorang memandang suatu objek dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya dan penafsiran itu
sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi
individu itu.
2. Target atau objek, karakteristik-karakteristik dan target yang
diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Target tidak
dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target dengan
latar belakangnya mempengaruhi persepsi seperti kecendrungan
kita untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau
yang mirip.
3. Situasi, dalam hal ini penting untuk melihat konteks objek atau
peristiwa sebab unsur-unsur lingkungan sekitar mempengaruhi
persepsi kita.
2. Hakikat Fenomena Dongeng
13

a. Pengertian Fenomena
Fenomena adalah rangkaian peristiwa serta bentuk keadaan yang dapat
diamati dan dinilai lewat kaca mata ilmiah atau lewat disiplin ilmu tertentu.
Fenomena terjadi di semua tempat yang bisa diamati oleh manusia.
Fenomena berasal dari bahasa Yunani, phainomenon, "apa yang
terlihat", fenomena juga bisa berarti:
1. gejala, misalkan gejala alam
2. hal-hal yang dirasakan dengan pancaindra
3. hal-hal mistik atau klenik
4. fakta, kenyataan, kejadian
b. Pengertian Dongeng
Story telling atau bercerita adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang dalam menyajikan sebuah cerita kepada orang lain dengan atau tanpa
alat, yang bertujuan menyampaikan pesan atau informasi yang bersifat mendidik.
Bercerita pada anak usia dini bertujuan agar anak didik mampu mendengar
dengan seksama terhadap apa yang disampaikan oleh orang lain, ia dapat bertanya
apabila tidak memahaminya, selanjutnya ia dapat mengekspresikan terhadap apa
yang dicertakan, sehingga hikmah dari isi cerita dapat dipahami dan lambat laun
dilaksanakan. (Koch, 1998:1182)11

14

Dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa dongeng adalah
suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu
alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan
cara

berinteraksi

dengan

makhluk

lainnya.

(http://definisi-

pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-dongeng.html)
Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi,
misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu. Dongeng berfungsi
menyampaikan ajaran moral dan juga menghibur.
Dongeng termasuk cerita tradisional. Cerita tradisional adalah cerita
yang disampaikan secara turun temurun. Suatu cerita tradisional dapat
disebarkan secara luas ke berbagai tempat. Kemudian, cerita itu disesuaikan
dengan kondisi daerah setempat.

11

Tina Koch, Journal of Advanced Nursing, (South Australia: Flinders University of South

Australia, 1998) h. 1182

Pada dasarnya, dongeng adalah salah satu media hiburan bagi anakanak, karena dengan dongeng anak-anak bisa merasa tenang dan nyaman
dalam menjelajahi cakrawala imajinasinya. Sementara itu sebagai pendongeng
(khususnya orang tua) dituntut untuk senantiasa bisa memiliki wawasan
15

yang kreatif, edukatif dan imajinatif, sehingga sajian dongeng bisa menjadi
sebuah hiburan yang bermanfaat ganda bagi anaknya, yaitu memberikan
hiburan dan petuah di dalamnya. (pendidikan.infogue.com)
c. Unsur-Unsur Dalam Dongeng
Ada beberapa unsur dalam sebuah cerita baik dalam cerpen, novel,
maupun dongeng. Unsur – unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tema
Tema dalam dongeng pada umumnya sama dengan tema yang ada
dalam cerita pendek. Tama ini dapat ditelusuri dalam unsur – unsur
cerita lainya, seperti pada tokoh dan watak, latar cerita, alur, dan
unsure lainnya. Sehingga utuk mengetahui tema haruslah membaca
terlebih dahulu dongeng/ cerita tersebut.
2. Tokoh dan watak tokoh. Tokoh dan watak digambarkan dalam
berbagai teknik yaitu:
-

Teknik analitik
Teknik analitik adalah watak tokoh diceritakan secara langsung
oleh pengarangnya.

-

Teknik dramatic
Tenik dramatic adalah tokoh diceritakan secara tidak langsung

16

3. Latar cerita Latar atau setting merupakan salah satu unsur dalam
cerita yang meliputi gambaran waktu dan tempat
4. Alur
Secara umum urutan alur dalam cerita sebagai berikut:
-

Pengenalan cerita (introduction)

-

Awal perselisihan (complication)

-

Menuju konflik (ricing action)

-

Konflik memuncak (climax)

-

Penyelesaian (ending)

5. Sudut pandang (Point of view)
6. Amanat
Cerita yang bagus pasti memiliki amanat yang tersirat yang ingin
penulis sampaikan pada pembacanya.
(http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self publishing/2103855unsur-unsur-cerita-dongeng/#ixzz2JiwAEFB8)

d. Macam-Macam Dongeng
Menurut Anti Aarne dan Stith Thompson dalam Kak Agus DS (2007),
dongeng dikelompokkan dalam empat golongan besar12, yaitu
17

1. Dongeng Binatang
Dongeng binatang adalah dongeng dengan tokoh binatang
peliharaan atau binatang liar. Binatang-binatang dalam cerita ini
dapat berbicara dan berakal budi pekerti seperti manusia. Di negara
Eropa, binatang yang sering menjadi tokoh adalah rubah, di
Amerika Serikat binatang kelinci, di Filipina binatang kera,
sedangkan kancil adalah tokoh dongeng binatang di Indonesia.
Semua tokoh biasanya mempunyai sifat cerdik, licik, dan jenaka.
2. Dongeng Biasa
Dongeng biasa termasuk jenis dongeng dengan tokoh manusia dan
biasanya menggambarkan kisah suka duka seseorang, misalnya
dongeng Malin Kundang, Joko Kendil, Bawang Merah dan
Bawang Putih, Sangkuriang, dan masih banyak lagi.
3. Lelucon atau Anekdot
Lelucon

atau

anekdor

merupakan

dongeng

yang

dapat

menimbulkan tawa bagi yang mendengarkan maupun yang
menceritakannya. Meski demikian, bagi masyarakat atau orang
yang menjadi sasaran, dongeng itu dapat menimbulkan rasa sakit.

18

4. Dongeng Berumus
Pada dongeng berumus, strukturnya terdiri dari pengulangan.
Dongeng ini ada tiga macam, yaitu dongeng bertimbun banyak
(cumulative tales), dongeng untuk mempermainkan orang (catch
tales), dan dongeng yang tidak mempunyai akhir (endless tales).
e. Langkah Mendongeng
Dalam mendongeng, seseorang perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Pertama, menguasai materi dongeng secara utuh. Dalam hal ini
keseluruhan cerita dalam dongeng yang akan diceritakan harus sudah dipahami
oleh pendongeng, baik dalam penokohan, situasai, karakter hingga pesan moral
yang akan ada dalam dongeng tersebut. Sehingga kita akan mendapat gambaran
pada bagian mana anak akan tersenyum, tertawa atau mengangguk tanda
mengiyakan ungkapan atau pesan yang ada dalam dongeng tersebut. Dalam hal ini
tentu beberapa jeda harus ada pada saat saat tertentu. Ketika anak meresapi pesan
moral misalnya, atau sesekali memang kita harus memberikan jeda saat anak
menyenangi momen-momen tertentu.

12

Muhammad Abdul Latif, The Miracle of Story Telling, (Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim,

2012) h. 15

19

Kedua, memilih tema dan media yang sesuai. Dari sekian dongeng
(fable/cerita binatang, cerita biasa dan lelucon) orang tua wajib untuk memilih isi
cerita tersebut yang sesuai. Seperti contoh dongeng legenda yang memiliki
romantika percintaan orang dewasa yang terlalu kompleks (contoh percintaan ibu
dan anak dalam cerita sangkuriang). Selain itu pilihan gambar atau media yang
ada diusahakan bisa membuat anak semakin terpicu untuk berimajinasi, dengan
gambar yang penuh warna-warna yang indah dan gambar-gambar yang menarik.
Ketiga, mempersiapkan konsentrasi sebelum memulai dongeng. Disini
kita harus bisa melihat kesiapan anak untuk mendengarkan dongeng. Jadi, kondisi
anak harus terlebih dahulu dipersiapkan senyaman mungkin sehingga dalam
menyimak dongeng yang diberikan sudah dalam keadaan yang benar (konsentrasi
dan fokus). Dengan demikian semua isi dongeng baik itu hiburan dan pesan moral
yang ada di dalamnya akan tersampaikan dengan baik.
Keempat, memulai dengan awalan yang benar dan indah serta
melakukan improvisasi secara kreatif dengan segenap penghayatan. Dalam hal ini
awalan yang baik adalah awalan dngan kata yang membuat anak terhipnotis dan
bersemangat untuk memasang imaji mereka. Contoh kata yang bisa diberikan
adalah pada suatu ketika, ketika itu, pada jaman dahulu (semuanya dilakukan
dengan retorika yang bisa mengantarkan anak untuk sesegera mungkin
merimajinasi tetang Sesuatu yang ada dalam dongeng tersebut). Pada saat
mendongeng retorika kita pada setiap tokoh diusahakan sebisa mungkin

20

mengikuti karakter tokoh tersebut. Sehingga anak akan semakin cepat untuk
membentuk setiap karakter tokoh tersebut dalam imajinasinya.
Kelima, mengakhiri dongeng dengan menyisipkan atau mengulangi
pesan-pesan moral. Pada bagian ini menjadi poin penting dimana pada saat selesai
dongeng diberikan, anak akan cepat menangkap dan mengingat pesan yang akan
disampaikan. Pada saat inilah anak akan menyimpulkan (tanpa disadarinya)
tentang seluruh isi cerita yang telah di dengarnya. Maka dari itu, jika kita
membantunya dengan memberikan ulasan atau mengulang poin-poin penting
tentang pesan moralnya maka anak akan lebih cepat pula merekamnya.
G. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam penelitian ini diawali
dengan adanya realitas obyektif yaitu adanya persepsi masyarakat Solo dan studi
kasus mengenai fenomena dongeng. Studi kasus tersebut kemudian ditangkap
oleh masyarakat (dalam hal ini adalah masyarakat Solo yang terdiri dari orangtua,
guru, dan anak), dan persepsi yang dimunculkan masyarakat terhadap dongeng.
Sebagai sebuah sistematika berpikir terdapat beberapa hal penting menyangkut
studi yang tersurat pada bagian kerangka pikir, yaitu latar belakang studi,
pertanyaan studi yang akan dijawab, kebutuhan data, analisis data, dan
kesimpulan studi.
Studi ini dilatarbelakangi adanya keterkaitan fenomena dongeng yang
pada masa ini mulai banyak ditinggalkan dan pendekatan persepsi di dalam

21

menggali informasi dari masyarakat Solo terkait fenomena dongeng itu sendiri.
Untuk itu, persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng di kalangan
masyarakat Solo menjadi penting untuk dikaji dalam studi dengan pendekatan
persepsi menggunakan kerangka dasar teoritis yang relevan, yaitu teori uses and
grativication sehingga kajian analisis studi tidak kehilangan fokus.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka pertanyaan studi yang
ingin dijawab adalah bagaimana persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng
di kalangan masyarakat Solo. Persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng
tersebut diuraikan menjadi empat kelompok yang ingin dikaji:
1. Perkembangan dongeng di masyarakat Solo
2. Pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak
3. Manfaat dongeng terhadap orangtua dan anak
4. Dampak yang ditimbulkan dari adanya dongeng
Dalam menjawab pertanyaan studi tersebut di atas, diperlukan data dari
masyarakat Solo yang didapat dari observasi (pengamatan) dan Focus Group
Discussion

(FGD).

Pengamatan/Observasi

yang

dimaksud

adalah

pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam
setting sosial yang dipilih untuk diteliti. FGD adalah teknik pengumpulan

data yang umumnya dilakukan pada penelitian kualitatif dengan tujuan
menemukan makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik
ini digunakan untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan

22

hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. Dari data mentah
tersebut, kemudian ditindaklanjuti dalam proses analisis studi selanjutnya yaitu
analisis deskriptif kualitatif.
Latar Belakang
Persepsi masyarakat terhadap fenomena dongeng

Permasalahan
Dongeng merupakan salah satu metode yang efektif untuk pembelajaran,
akan tetapi pada masa ini mulai ditinggalkan.
f

Pertanyaan Penelitian
Bagaimana persepsi masyarakat kota Solo terhadap fenomena dongeng?

Tujuan Penelitian
Mengkaji persepsi masyarakat kota Solo terhadap fenomena dongeng.

1. Identifikasi perkembangan dongeng di masyarakat Solo
2. Identifikasi persepsi masyarakat terkait:
a. Pengaruh dongeng terhadap perkembangan anak
b. Manfaat dongeng terhadap orangtua dan anak
c. Dampak yang ditimbulkan dari adanya dongeng

Analisis Persepsi Masyarakat Kota Solo terhadap Fenomena Dongeng

Kesimpulan dan Rekomendasi
23

Sumber: Olahan peneliti
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Peneliti
H. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian bahwa sebagian besar masyarakat, khususnya di Kota Solo,
lebih memilih membiarkan anak-anaknya bermain atau menonton televisi
daripada bercerita dongeng kepada anak-anaknya.
I. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif.
Menurut Maman (2002;3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu
gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini
memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah
(Husein Umar, 1999:81). Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada studi
kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu
selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh.

24

Menurut Vredenbregt (1987:38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang
bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data
yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan
yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan
pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti
bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif
dan deskriptif. Strategi yang digunakan adalah studi kasus tunggal. Studi kasus

ini dipilih karena pada penelitian ini terarah pada satu karakteristik saja walaupun
jumlah sasaran lebih dari satu. Secara lebih khusus, penelitian ini termasuk dalam
studi kasus terpancang karena permasalahan dan fokus penelitian sudah
ditentukan sebelumnya.
2. Lokasi Penelitian

Gambar 1.1 Peta Kota Solo

25

Penelitian akan dilakukan di Kota Solo dengan mengumpulkan informan
dalam suatu forum diskusi. Jika dilihat dari batas kewilayahan, Kota Surakarta
dikelilingi oleh 3 kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten
Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan kabupaten Sukoharjo
dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo, dan
sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar.
Sementara itu secara administratif, Kota Surakarta terdiri dari 5 (lima)
wilayah kecamatan, yaitu kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres
dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595
Rukun Warga (RW) dan 2669 Rukun Tetangga (RT).
3. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan
adalah:
a. Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber
informan pertama yaitu individu atau perseorangan
seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Ini
diperoleh melalui wawancara dengan orangtua, guru,
anak, maupun psikolog yang dianggap tahu mengenai
masalah dalam penelitian. Data primer ini berupa
antara lain:


Catatan hasil FGD
26



Hasil observasi ke lapangan secara langsung
dalam

bentuk

catatan

tentang

situasi

dan

kejadian


Data-data mengenai informan

b. Data Sekunder merupakan data primer yang sudah
diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul
data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk
tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan
untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik
dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke
lapangan. Data sekunder tersebut antara lain berupa:



Buku dongeng Indonesia



Buku dongeng luar negri



Data-data yang berkaitan dengan cerita dongeng, seperti
jurnal,

makalah,

dan

buku-buku

referensi

yang

berhubungan dengan cerita dongeng
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data
pengamatan (observasi) dan Focus Group Discussion (FGD).
Kedua metode/teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut:

27

a. Pengamatan/Observasi

yang

dimaksud

adalah

pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan
tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk
diteliti.
b. FGD adalah teknik pengumpulan data yang umumnya dilakukan pada
penelitian kualitatif dengan tujuan menemukan makna sebuah tema
menurut pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan untuk
mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil
diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu.

5. Teknik Pengolahan Data
Berdasarkan pada penjelasan yang telah dikembangkan oleh Agus Salim
(2006: 22-23), dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
a. Reduksi data (data reduction), dalam tahap ini peneliti melakukan
pemilihan, dan pemusatan perhatian untuk penyederhanaan, abstraksi,
dan transformasi data kasar yang diperoleh.
b. Penyajian data (data display). Peneliti mengembangkan sebuah
deskripsi

informasi

tersusun

untuk

menarik

kesimpulan

dan

pengambilan tindakan. Display data atau penyajian data yang lazim
digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif.

28

c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing and
verification). Peneliti berusaha menarik kesimpulan dan melakukan
verifikasi dengan mencari makna setiap gejala yang diperolehnya dari
lapangan, mencatat keteraturan dan konfigurasi yang mungkin ada,
alur kausalitas dari fenomena, dan proposisi.
6. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu
suatu metode yang digunakan untuk memperoleh gambaran dari tujuan penelitian
tersebut. Analisa dilakukan secara kualitatif yakni interpretasi data berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan keahlian (judgement) dalam bentuk narasi. Dengan
memberikan ulasan atau interpretasi terhadap data dan informasi yang diperoleh,
sehingga menjadi lebih bermakna dari pada sekedar penyajian dalam bentuk
angka-angka (numeric).
Yin (terj., Djauzi Mudzakir, 1997: 18) mendefinisikan bahwa studi kasus
adalah inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan
nyata, bilamana batas-batas antar fenomena dan konteks tak tampak denga tegas,
dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan.
Menurut Bogdan dan Biklen (1982) studi kasus merupakan pengujian
secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat
penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. SementaraYin (1987)
memberikan batasan yang lebih bersifat teknis dengan penekanan pada ciricirinya. Ary, Jacobs, dan Razavieh (1985) menjelasan bahwa dalam studi kasus
hendaknya peneliti berusaha menguji unit atau individu secara mendalarn. Para
peneliti berusaha menernukan sernua variabel yang penting.
Berdasarkan batasan tersebut dapat dipahami bahwa batasan studi kasus
meliputi: (1) sasaran penelitiannya dapat berupa manusia, peristiwa, latar, dan

29

dokumen; (2) sasaran-sasaran tersebut ditelaah secara mendalam sebagai suatu
totalitas sesuai dengan latar atau konteksnya masing-masing dengan maksud
untuk mernahami berbagai kaitan yang ada di antara variabel-variabelnya.
(http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/23/metode-penelitian-studi-kasus/)

DAFTAR PUSTAKA
Berg, B. 1989. Qualitative Research Methods for the Social Sciences. Boston:
Allyn & Bacon.
Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi). Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Cakra, Ki Heru. 2012. Mendongeng Dengan Mata Hati. Surabaya: MUMTAZ
Media.
Creswell, John W. 1994. Research Design (Qualitative and Quantitative
Approaches). California: SAGE Publications.

30

Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications,
Inc: California.
Koch, Tina. 1998. Journal of Advanced Nursing. South Australia: Flinders
University of South Australia.
Latif, Muhammad Abdul. 2012. The Miracle of Story Telling. Jakarta: Zikrul
Hakim (Anggota IKAPI).
Majid, Dr. Abdul Aziz Abdul. 2002. Mendidik Dengan Cerita. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Miles, M. & M. Huberman. 1994. Qualitative Data Analysis. Thousand Oaks CA:
Sage.
Moleong, Lexy J. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Nuraeni, Ida. 2010. Bahasa dan Sastra Vol 10(Dongeng Dalam Persepsi Orang
Tua dan Anak). Palu: Dosen FKIP Universitas Tadulako.
Yin, Robert K. 1997. Studi Kasus (desain dan Metode). Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
http://blog.ub.ac.id/kumpulan/pengertian-persepsi-definisi-persepsi/.

Diakses

tanggal 18 Januari 2013.
www.Britannica.com. Diakses tanggal 18 Januari 2013.
http://ms.wikipedia.org/wiki/Masyarakat. Diakses tanggal 20 Januari 2013.
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/12/pengertian-dongeng.html.
Diakses tanggal 20 Januari 2013.

31

pendidikan.infogue.com. Diakses tanggal 20 Januari 2013.
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self

publishing/2103855-unsur-

unsur-cerita-dongeng/#ixzz2JiwAEFB8. Diakses tanggal 20 Januari 2013.
http://aflahchintya23.wordpress.com/2008/02/23/metode-penelitian-studi-kasus/.
Diakses tanggal 24 Januari 2013.

32