E Learning 5x tatap muka Fekonsos
TOLAK UKUR BAIK DAN BURUK MENURUT AJARAN ISLAM
Tolok ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan
Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Perlu
ditambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam
esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan
sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah swt,. AlQur’an yang penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad saw.
Masalah akhlak mendapat tempat perhatian yang besar dalam Islam.
Penentuan baik dan buruk harus didasarkan kepada petunjuk al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad saw.
Konsep Baik dalam ajaran Islam, misalnya:
1.
Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28:
84)
2.
Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan
jiwa (QS. 2: 57).
3.
Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).
4.
Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang
disukai Allah (QS. 17: 79).
5.
Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan seharihari (QS. 17: 23).
6.
Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).
Dengan demikian menjadi wajar kalau kemudian ada ulama’ yang
menegaskan
bahwa
melakukan
kebaikan
lebih
mudah
dibandingkan
kejahatan. Muhamad Abduh misalnya, dengan merujuk kepada Qs. alBaqarah (2):286—laha ma kasabat wa ’alaha ma iktasabat—(untuk manusia
ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi bagi perbuatan
(buruk) yang dilakukannya), menyatakan bahwa iktasabat—dan semua kata
yang berpatron
demikian,
memberikan arti adanya
semacam upaya
sungguh-sungguh dari pelakunya, bebeda dengan kasabat yang berarti
dilakukan dengan mudah tanpa paksaan. Ini menandakan bahwa fitrah
manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat
melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan keburukan yang harus
dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat
fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).
Adanya potensi manusia untuk bertindak baik dan buruk, meski
kecendetungan mendasarnya ke arah kebaikan, jelas relevan dengan adanya
konsep baik dan buruk dalam teori etika/akhlak. Memang dalam wacana
teologis dikenal adanya dua konsep yang berlainan mengenai hal itu, yang
antara lain direpresentasikan oleh Mu’tazilah dan Asy’ariah. Bagi Mu’tazilah,
baik dan buruk itu bersifat esensial, dimana keadilan misalnya, ia dikatakan
baik karena memang esensinya baik dan sebaliknya keburukan semisal
dusta, ia dinyatakan buruk karena memang esensinya adalah buruk.
Terhadap
dua
pandangan
kontras
ini
kemudian
M.
Quraish
Shihab
memberikan penegasan bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan hanyalah
ketentuan Allah yakni wahyu (al-Qur’an dan al-Hadis). Lebih jauh Shihab
menambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah pastilah baik
esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan
misalnya sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya adalah
buruk. Kalau memang demikian dapat dikatakan bahwa kebaikan adalah halhal yang sesuai dengan ketentuan dan aturan Tuhan, dan pasti baik bula
esensinya; sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang dilarang dan tidak
sesuai dengan aturan-aturan Tuhan, dan tentu juga buruk esensinya.
Semua sifat Allah tertuang dalam Al-Quran. Jumlahnya bahkan melebihi
99 sifat yang populer disebutkan dalam hadis.
Sifat-sifat Allah itu
merupakan satu kesatuan. Bukankah Dia Esa di dalam zat, sifat, dan
perbuatan-Nya? Karenanya tidak wajar jika sifat-sifat itu dinilai saling
bertentangan. Artinya, semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. ada
tempat untuk keperkasaan dan keangkuhan Allah, juga tempat kasih sayang
dan kelemah-lembutan-Nya. Ketika seorang Muslim meneladani sifat AlKibriya' (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan
disandang oleh Tuhan kecuali dalam konteks ancaman terhadap para
pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasul
Saw melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang,
beliau bersabda: "Itu adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam
kondisi semacam ini".
Seseorang yang berusaha meneladani sifat Al-Kibriya' tidak akan
meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Dalam
konteks ini ditemukan riwayat yang menyatakan: "Bersikap angkuh terhadap
orang yang angkuh adalah sedekah".
Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran
Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia terdiri dan jasad dan ruh,
sehingga keduanya harus sama-sama kuat. Kekuatan dan kebesaran itu
mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan digunakan
untuk menopang yang salah maupun yang sewenang-wenang. Karena ketika
Al-Quran mengulang-ulang kebesaran Allah, Al-Quran juga menegaskan
bahwa:
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh lagi
membanggakan diri (QS Luqman [31]: 18)”.
Jika seorang Muslim meneladani Allah
Yang
Mahakaya,
ia
harus
menyadari bahwa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat
itu adalah Al-Ghani. Ini yang maknanya adalah tidak membutuhkan dan
bukan kaya materi sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah kemampuan
berdiri sendiri atau tidak menghajatkan pihak lain, sehingga tidak perlu
membuang air muka untuk meminta-minta.
“Orang-orang yang tidak tahu, menduga mereka kaya, karena mereka
memelihara diri dari meminta-minta (QS Al-Baqarah [2]: 273).”
Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai makhluk, ia sadar bahwa
dirinya amat membutuhkan Allah:
“Wahai seluruh manusia, kamu sekalian adalah orang-orang faqir (butuh)
kepada Allah (QS Fathir [35]: 15).”
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia
mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana
firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam
sendiri
menegaskan
bahwa
kedatangannya
adalah
untuk
menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus
(oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah
oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya.
Kesimpulan
Sebenarnya dalam memberi nilai perbuatan sesesorang terletak pada
kehendak dan tujuan perbuatannya, dan dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa tolok ukur baik dan buruk ditentukan berdasarkan wahyu
Allah dalam Al qur’an dan dalam prakteknya atau teladannya adalah akhlak
Rasulullah SAW. Tolok ukur segala kebaikan dalam hal ini adalah akhlak
manusia adalah seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam firmannya serta
akhlakulkarimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan tolok
ukur segala keburukan adalah segala sesuatu yang dilarang atau tidak
diperintahkan oleh Allah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi muhammad
SAW.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://fadhildarmawi.blogspot.co.id/2014/06/tolak-ukur-baik-dan-burukmenurut.html
A. Pengertian Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa
Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapa
kesempurnaan.
Di dalam beberapa buah kamus dan ensiklopedi diperoleh pengertian
1.
a.
b.
baik dan buruk ini sebagai berikut:
Baik (khair, bahasa Arab/good, bahasa Inggris)
Sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
Sesuatu yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan,
c.
persesuaian, dan seterusnya.
Sesutu yang mempunyai nilai kebenran atau nilai yang diharapkan, yang
memberikan kepuasan.
d. Seuatu yang sesuai dengan keinginan.
e.
Sesuatu hyal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan
perasaan senang atau bahagia. Jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia
2.
a.
dihargai secara positif.
Buruk (syarr, bahasa Arab/bad, bahasa Inggris)
Tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas,
di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi.
b.
Keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui,
c.
tidak dapat di terima.
Adalah segala yang tercela, lawan baik, bagus dan sebagainya. Perbuatan
buruk
berarti
perbuatan
yang
bertentangan
dengan
norma-norma
masyarakat yang berlaku.
Beberapa kytipan tersebut di atas menggambarkan bahwa yang disebut
baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang
luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Definisi kebaikan
terkesan anthropocentris, yakni memusat dan bertolak dari sesuatu yang
menguntungkan dan membahagiakan manusia. Pengertian baik yang
demikian tidaka ada salahnya karea secara fitrah menusia memang
menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya.
Beberapa defisisi tersebut juga member kesan bahwa sesuatu yang
disebut baik atau buruk itu realtif sekali, karena bergantung pada pandangan
dan menilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengan demikian, nilai
baik atau buruk menurut pengertian tersebut bersifat subyektif, karena
bergantung kepada individu yang menilaianya.
B. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber wahyu Allah SWT, Al-Qur’an
yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW.
Masa-lah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang
begitu besar sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu.
Islam adalah agama dakwah yang harus disampaikan dan tentu saja
yang disampaikan adalah baik dan dengan cara yang baik. Seorang
pendakwak itu harus berilmu yang mengetahui secara persis permasalahan
yang dia hadapi, baik dari segi hukum dan dalil maupun argumentasi, atau
apakah masalah kemung-karan yang dia lihat itu terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama atau tidak, dan sebagainya. Barang siapa
melakukan
kegiatan
dakwah
tanpa
ilmu,
dia
akan
merusak
atau
menghancurkan banyak masalah yang seharusnya tidak perlu diusik-usik
lagi.
Yang kedua ialah wara, jiwa wara akan membuat seseorang senang
melakukan apa yang telah diketahui (ilmu)nya, istiqomah dalam menatapi
undang-undang peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian
seorang da’i itu harus berakhlak baik, sebab orang yang buruk akhlaknya dia
akan merusak apa yang banyak manfaatnya (lebih banyak membawa
madarat dalam dakwahnya daripada memberi manfaatnya). Seperti yang
tersebut dalam sebauah hadis yang diriwatkan Imam baihi, Rasulullah SAW
bersabda:
Kemudian harus diketahui secara pasti (hukumnya), bukan hasil ijtihad
(kemampuan mengambil kesimpulan hukum), sebab jika hanya berdasarkan
ijtihad, belum tentu semua ulama sepakat menyatakan haramnya. Jadi
kemungkaran itu harus dinyatakan secara pasti melalui nas yang tidak dapat
ditakwil ‘diartikan dengan pengertian lain.
Menurut ajara islam penentuan baik buruk harus didasarkan pada
petunjuk al-Qur’an dan al-Hadis. Jika kita perhatikan al-Qur’an maupun hadis
dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan adapula
istilah yang mengacu kepada yang buruk. Misalnya mencela kepada kat-kat
kasar, perbuatan yang diperbolehkan dalam mencela mereka yang bebuat
lemungkaran itu ialah dengan kata-kat yang tidak berlaku menyakitkan,
misalnya, hai bodoh, hao fasik, hai tolol, dan sebagainyayang semakna
dengan ini. Masih ada tahapan lain, misalnya dengan cara mengancam dan
menakut-nakuti, tetapi ini lebih tepat menjadi tugas mereka yang ada
dudalam pemerintah yang seperti muhtasib dan bukan tugas serta wewenag
pelaku dakwah dari mubalig (dai). Kecuali dalam keadaan-keadaan yang
memungkinkan, misalnya pemukulan seorang anak oleh ayahnya, seorang
,istri oleh suaminya, dan majikan terhadap pembantunya, atau memukul
seorang
yang
menarik
seorang
perempuan
yang
akan
dizinai,
dan
sebagainya.
Perbuatan manusia yang disengaja dalam situasi yang memungkinkan
adanya pilihan dapat diberi nilai baik atau buruk. Seperti telah dikemukakanbahwa setiap perbuatan manusia yang dapat dinilai, lahir dari suatu
kehendak. Setiap kehendak selalu menuju kepada satau tujuan. Maka
sebenarnya dalam member nilai perbuatan seseorang terletak
pada
kehendak dan tujuan dari perbuatannya. Mengapa? Setiap kehendak menuju
sebuah nialai, setiap tujuannya menuju sebuah nilai. Dengan demikian pada
pokoknya penilaian itu diletakkan dan diterapkan pada kehendak dan tujuan
dari perbuatan tersebut.
Setiap perbuatan lahir dari kehendak dan setiap kehendak lahir dari
keyakinan yang tertanam dalam hatinya, karena sangat ukar dibayangkan
ada sebuah perbuatan yang lahir atau muncul diluar kehendak dan
keyakinannya. Mengapa dalam kemyataannya ada perbuatan yang lahir dari
kehendak yang bertentangan dengan keyakinannya. Dalam hal ini, untuk
member nilai suatu perbuatan tersebut menjadi tolak ukur penilain. Atau,
niat seseorang sebagai dasar terbitnya perbuatan adalah menjadi standar
pengukurannya.
Jadi sebenarnya perbuatan itu dapat diberi niali baik atau buruk karena
dilihat dari niat orang yang melakukannya, tidak dilikat dari hasil sebagai
akibat dari perbuatannya itu. Maka perbuatan yang disertai niat baik, berniali
baik, meskipun mengakibatkan keburukan. Dan perbuatan dengan nilai
buruk, tetap bernilai buruk meskipun menghasilkan kabaikan. Rasulillah SAW
bersabda:
Artinya: “Segala perbuatan selalu mempunyai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai
dengan niatnya.” (HR. Bukhari Muslim).
Sekali lagi dalam memberi nilai perbuatan sesesorang terletak pada
kehendak dan tujuan perbuatannya.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://kapanpunbisa-news.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-baik-dan-burukmenurut.html
D. Hubungan Timbal Balik antara Individu dan Masyarakat
Dalam kehidupan nyata, manusia adalah makhluk sosial yang tidak
dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, manusia tidak dapat
hidup sendiri karena selalu membutuhkan orang lain. Selain itu setiap hal
yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap masyarakat ataupun
individu lain disekitarnya. Begitu juga sebaliknya apa yang terjadi dalam
masyarakat akan berpengaruh terhadap individu lain disekitarnya. Sehingga
muncul hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat begitu
pula sebaliknya.
E. Akhlak Baik Asas Kebahagiaan, Akhlak Buruk Asas Kesengsaraan
Semua manusia pasti mengharapkan kebahagiaan selama hidupnya,
baik kehidupan dunia maupun akhirat. Agama Islam sendiri menginginkan
suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini di tekankan
karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus
membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain
bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, membawa manfaatnya
adalah untuk orang yanh bersangkutan.
Dalam Al-Qur’an telah banyak dijelaskan mengenai manfaat berakhlak
mulia, yaitu dalam QS. An-Nahl : 97, QS. Al-Kahfi : 88, dan QS. Al-Mu’min :
40. Ayat-ayat tersebut dengan jelas menjelaskan keuntungan atau manfaat
dari akhlak yang baik/mulia, diantaranya ialah akan memperoleh kehidupan
yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah ruah, mendapatkan pahala
yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini
menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan
akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan datang menghadangnya.
F.
ْوا
م اْ ول ه و
ماَ ب ه ا
ت وهاْ ا و
ت هاْخَهل قبهب و
واْ ذ هههب ه و
ن هب ب
قي ه و
خَهلقب ه
م ب
ماَ اْ ول ب ه
اْ ان ن ه,
مذ هههب ب و
م و
“Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika
akhlaknya sirna, maka bangsa itupun akan binasa”.1[4]
Asas Menuju Kebahagiaan
Ada tiga teori etika normatif yang beranggapan bahwa tujuan
kehidupan manusia adalah kebahagiaan. Tiga teori tersebut adalah
hedonisme, teori pengembangan diri dan utilitarisme.
1
1.
Hedonisme etis
Kata hedonisme berasal dari bahasa Yunani (hedone = nikmat,
kegembiraan). Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia
hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat semakin bahagia. Etika
yang membuat pencaharian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling
dasariah disebut eudemonisme (dari kata Yunani eudomonia, kebahagiaan).
Yang khas bagi hedonisme adalah anggapan bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari perasaan-perasaan nikmat sebanyak mungkin dan
sedapat-dapatnya menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak. Secara
pendek, carilah nikmat dan hindarlah perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Karena hedonisme biasanya di anggap amoral, untuk menilai hedonisme
dengan tepat kita perlu perhatikan bahwa kebanyakan filosof hedonisme
tidak menganjurkan agar kita mengakui segala dorongan nafsu begitu saja,
melainkan agar kita dalam memenuhi keinginan-keinginan yang
menghasilkan nikmat bersikap bijaksana dan seimbang dan selalu dapat
menguasai diri.
Hedonisme sering kali mendasarkan diri pada suatu teori yang
mengatakan bahwa manusia, bagaimanapun juga, selalu toh hanya mencari
nikmat dan mau menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak saja.
2. Etika pengembangan diri
a. Mengembangkan diri
Menurut Aristoteles manusia tidak mejadi bahagia apabila ia secara
pasif saja mau menikmati segala-galanya, melainkan kalau ia secara aktif
merealisasikan bakat-bakatnya dan potensi-potensinya. Jadi, yang
membahagiakan adalah kalau kita mengembangkan diri sedemikina rupa
hingga bakat-bakat yang kite punyai menjadi kenyataan. Maka salah satu
kewajiban manusia adalah mengembangkan diri. Semakin ia dapat bahagia
semakin ia mengembangkan diri. Erich Fromm mengungkapkan hal yang
sama dengan mengatakan bahwa mutu kehidupan kita tidak ditentukan oleh
having melainkan oleh being, bukan oleh apa yang kita miliki, melainkan
oleh apa yang menjadi diri kita sendiri.
b. Melepaskan diri
Apabila seseorang mau berkembang, ia harus berani untuk tidak terus
berpegang pada diri sendiri saja dan memberikan diri sepenuhnya pada
tugas-tugas dan tanggung jawab yang menantangnya. Manusia berkembang
tidak dengan terus-menerus memandang pusarnya sendiri, melainkan
menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Orang yang dapat menomorduakan kepentingannya sendiri dan memberikan diri sepenuhnya pada
sesuatu dimana ia dibutuhkan, misalnya kepada pelayanan sesama, justru
akan mengalami bahwa ia sendiri berkembang. Orang yang selalu mencari
mencari diri sendiri tidak akan menemukan diri, sedangkan orang yang
melupakan diri demi tugas, demi orang lain, demi cita-citanya dialah yang
akan menemukan diri.
c. Menerima diri
Di sini kita belajar bahwa kita harus menerima diri dalam batasbatasnya. Kemampuan yang terbatas tidak merupakan halangan. Lakukanlah
apa yang dapat kita lakukan. Dan kita akan mengalami bahwa kebahagiaan
yang sebenarnya merupakan hadiah yang mulai kita cicipi pada saat yang
paling tidak kita sangka.
3.
Utilitarisme
Menurut utilitarisme kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga
menghasilkan akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya
mengelakkan akibat-akibat buruk. Yang khas bagi uilitarisme, bahwa akibatakibat baik itu tidak hanya dilihat dari kepentingan si pelaku sendiri,
melainkan dari segi kepentingan semua orang yang terkena oleh akibat
tindakan si pelaku.
a. Prinsip utilitarisme
Prinsip utilitarisme mengatakan bahwa manusia wajib berusaha untuk
selalu menghasilkan kelebihan akibat-akibat baik yang sebesar-besarnya
terhadap akibat-akibat buruk apabila bertindak. Jadi di antara semua
tindakan yang dapat kita ambil yang betul adalah tindakan – sejauh dapat
kita perhitungkan – akan paling memajukan kepentingan semua orang yang
dapat kita pengaruhi.
b. Jasa utilitarisme
Jasa utilitarisme terletak dalam rasionalitas dan universalitas.
Rasionalitas, yaitu alasan-alasan rasio saat kita memilih satu dari dua
kemungkinan. Universalitas, yaitu prespektif bahwa keputusan yang kita
ambil tidak egois, melainkan berakibat universal, wawasannya secara hakiki
bersifat sosial. Jadi utilitarisme mempunyai unsur yang cocok bagi suatu
moralitas manusia sebagai makhluk sosial.
Tuntunan bahwa kita selalu harus memperhatikan akibat-akibat dari
tindakan kita mengungkapkan suatu prinsip moral yang fundamental. Kita
bertanggung jawab atas akibat-akibat dari apa yang kita lakukan. Kita tidah
boleh cuci tangan. Kita selalu harus bertindak sedemikian rupa hingga
akibat-akibatnya paling sesuai dengan kepentingan, hak dan harapan
sebanyak mungkin orang. Dan dengan demikian utilitarisme memuat prinsip
lebih lanjut bahwa manusia bertanggung jawab terhadap sesamanya.
Jadi, kita tidak boleh hidup dan bertindak seakan-akan kita sendirian di
dunia ini. Sesama kita menjadi tanggung jawab kita, dalam arti bahwa kita
dalam segala tindak tanduk harus sedemikian rupa sehingga kita tidak
merugikan dia. Sesama adalah setiap orang yang masih dapat terkena
akibat tindakan kita.2[5]
G. Analisa
Dalam Islam telah dijelaskan bahwa orang yang paling baik adalah
manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain,
Rasullullah saw bersabda:“sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak
manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”. Pada hakikatnya orang yang
2
berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya
sendiri. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena
kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.
Kemudian untuk kebahagiaan sendiri bahwa tujuan kehidupan manusia
adalah kebahagiaan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan adalah
sebuah kesadaran puas dan gembira yang berdasar pada keadaan kita
sendiri. Suatu tindakan adalah baik jika mau mengusahakan kebahagiaan,
dan buruk kalau akan menghalang-halanginya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berakhlak Islami sama halnya dengan melaksanakan tuntunan agama
Islam. Akhlak sebagai jembatan yang mendekatkan makhluk Allah dengan
Khaliknya, menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya suatu akhlak
manusia. Akhlak Islami sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akhlak yang baik (akhlakul karimah) dan akhlak yang buruk (akhlakul
mazmumah). Dengan adanya kedua akhlak tersebut kami menyamakan
dengan sebuah perumpamaan: jika kita menanam padi maka akan tumbuh
padi, sedangkan jika kita menanam duri maka akan tumbuh duri pula.
Begitupun dengan akhlak, jika kita berbuat kebaikan maka kita akan
mendapatkan kebaikan dan sebaliknya jika kita berbuat keburukan maka kita
akan mendapat keburukan pula. Kemudian baiknya buruknya akhlak
seseorang itu menentukan kebahagiaan orang tersebut. Bau harum
tandanya dekat dengan bunga, sedangkan bau busuk tandanya dekat
dengan bangkai. Jadi, kebaikan itu dekat dengan kebahagiaan, sedangkan
keburukan itu dekat dengan kesengsaraan.
B. SARAN
Kami menyadari sepenuhnya dalam makalah ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun,
sehingga dapat menjadi bekal dikemudian hari apabila kami mempunyai
kesempatan membuat makalah lain. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan/wawasan bagi kami pada
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Referensi:
Nata, Abudin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dalam; http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asaskebahagiaan.html
Suseno, Franz Magniz. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Dalam:
http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asaskebahagiaan.html
Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan,
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.
“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang dudukduduk bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang
mengenakan pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak,
dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya, samppai dia duduk
di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi
Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia.
Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang islam,
Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau
mendirikan solat, mengelurkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan
ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya.
Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai Muhammad.” . . . . . . .
. . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman,
Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat,
dan beriman pula kepada ketentuan (qadar) baik ataupun buruk ,”Engkau
benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku tentang ihsan
,
Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya atau jika engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat
engkau.
Begitulah kalau jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang
diajarkan jibril adalah islam, agama juga disebut iman jika yang diamati
adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru disebut ihsan jika aspek batin
(iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara utuh dan sempurna.
iman
Pengertian iman
Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara
menurut istilah ialah “membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan
lisan, dan mengamalkan dengan perbuatannya”. Sedang menurut istilah
yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi
pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan seharihari. Kata iman dalam Al-quran digunakan untuk arti yang bermacammacam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman
didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas
dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang
digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja,
sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang
digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan,
dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.
Rukun (pilar-pilar) iman dalam islam
Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, diatas sudah dijelas bahwasanya
ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang
sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya, enam
rukun iman tersebut nadalah:
Beriman kepada Allah Swt
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah
adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan,
Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah sajalah tuhan yang
berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya adalah batil, iman
kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt,
memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna serta
agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
Beriman kepada malaikat
Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah
untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah
telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah :
Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuhtumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut),
Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan
menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang
dapat mengetahuinya.
Beriman kepada kitab-kitab
Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para
Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya:
kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa,
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Alquran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, Dengannya Allah
telah menasakh (menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah
menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah
atas semua makhluk, sampai hari kiamat.
Beriman kepada para rasul
Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama
adalah Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah
manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah
hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah
mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi
sesudahnya.
Beriman kepada hari akhirat
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah
membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang
penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada
hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah itu,
seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.
Beriman kepada (taqdir) ketentuan Allah
Taqdir artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua
yang ada dan menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang
terdahalu, dan menurut kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah
diketahui oleh Allah, serta telah pula tertulis disisi-Nya, dan Dialah yang
telah menghendaki dan menciptakannya.
Islam
Pengertian islam
kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa
arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk”
Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada
tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya,
menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas
islam sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain
menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai
“Agama”) .” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan
telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi
agama bagimu”.
Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan
kata salam yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk
agama islam) juga berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti
”Orang yang berserah diri kepada Allah”.
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di
galakan untuk memegang lima rukun islam, yaitu lima pilar yang
menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam adalah syari’at Allah
terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan Rasul-Nya,
Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar.
Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah
menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada kesulitan dan
kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula
membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak
sanggup melakukunnya. Islam adalah agama yang dasarnya tauhid,
syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya kebeenaran, ruhnya kasih
sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada
seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang
membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .
Rukun (pilar-pilar) islam
Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi
muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu:
Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat
ini merupakan kunci islam dan pondasi bangunannya. Makna syahadat la
ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja,dilah
ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya
sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu
adalah Rasulullah ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan
mentaati semua perintahnya srta menjauhi semua yang dilarang dan
dicegahnya.
Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari
sebagai hubungana antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia
bermunajat dan berdo’a kepada-Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi
muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan bagi
yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta
ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba
akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan
membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki
harta sampai nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak
menerimanya seperti kaum fakir dan lainya,diantara yang berhak menerima
zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang tidak memiliki
nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan
agama dan islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak
segala balak dari mereka dan harta mereka,mensuccikan mereka dari
dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan dan
fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian
mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah
harta dan rizki yang diberikan Allah kepada mereka.
Rukun keempat: Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada
bulan ramadhan yang mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan
hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan serempak meninggalkan
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang hari
mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti
oleh Allah bagi mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan
penyempurnaan agama dan iman mereka,serta peningkatan kesempurnaan
diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik di dunia maupun di
akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.
Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah
tertentu. Allah mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur
hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari segala penjuru berkumpul di
tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang
satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin
dan yang dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih
dan berkulit hitam.Mereka semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah
tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf di padang arafah,tawaf
di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan marwah.
Ihsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi
target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak
mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal
untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun
sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya
mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan
akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak
memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan
harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari
keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman,
islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Saw.dalam
haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw.
Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang
manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah
Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang mengajarkan
kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas
sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan
pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orangorang yang berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . .
. .”(Qs. An-nahl : 90 )
Pengertan ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat
baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan.
Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai hal ini.
” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri . . .”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu . . “(Qs AL-Qashash: 77).
Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk
Allah Swt.
Landasan syar’I ihsan
Pertama Al- qur’anul karim
Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan
implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan
agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat
istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjadi
landasan akan hal ini.
“ Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orangorang yang berbuat baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.”
(Qs.An-nahl:90)
“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Albaqarah:83)
“Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)
Kedua, As-sunnah
Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini.
Sebab,ini merupakan puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan,
diantara hadits-hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi
landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah Saw. menerangkan
mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang
ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan
mengatakan ,” Engkua menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,
dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”
(HR. Muslim).
Aspek pokok dalam ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut
ibadah, muamalah, dan ahklak.
Ibadah
kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan
semua jenis ibadah, seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara
yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi
dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran
penuh bahwa Allah selalu memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang
dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal seorang hamba harus merasa
bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga
hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari
perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,
“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan
jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah
pentingnya adalah juga seperti ibadah lainnya seperti jihad, menghormati
sesame mukmin, mendidik anak, membahagiakan istri, dan menjalankan
yang mubah semata-mata demi mencari dan mendapatkan Ridho Allah Swt.
dan masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki umatnya dalam keadan
seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam
setiap ibadahnya.
Tingkat ibadah dan derajatnya
Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah
mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang
hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah kita berlomba-lomba
untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga.
Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul
firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah
akan memandangi penghunu surga surga tingkat atas, laksana penduduk
bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa
jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang
berbeda-beda.
2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbedabeda.
3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang
berbeda-beda.
Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh
mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan
masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah
dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini
berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan
sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan
demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta
menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah
Swt. Maha mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang
memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang
hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu cara
penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui
hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena
kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang
hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya
pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena
amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan
atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari
peringkat ini adalah derajat dimana seseorang
menjaga dirinya dari
kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh
Allah Swt.
Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal
ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari
ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh
Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni
yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan
perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari
batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini
tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat
anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk
kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang
pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama
menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan
kebaikan sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam
ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk
kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintupintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (Qs. Albaqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru
kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun
beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan
hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .
Tingkat ihsan
Makna ihsan adalah: Engkau menyembah Allah SWT seakan-akan engkau
melihatNYa, tetapi jika engkau tidak melihatNYA, yakinlah bahwa Dia melihat
engkau.
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori
Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan
kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan
mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama,
ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan
jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah
yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu
yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai
melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh
Allah Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html
Rintangan untuk berbuat kebaikan
Usaha perbuatan baik kita, bukannya tanpa rintangan. Sering kita
mendapatkan hal-hal yang menyakitkan hati. Justru yang paling sering
membuat kita kecewa adalah orang-orang dekat kita. Untuk itu , janganlah
kita terlalu berharap imbalan, dalam arti menuntut kebaikan setimpal dari
pihak yang telah kita bantu. Pasanglah sikap Zero Ecpectation (harapan nol).
Jika anda berbuat baik, lakukan dengan tulus, dan jangan
mengharapkan walau hanya ucapan terima kasih. Bahkan Para Rasul, para
Nabi pun selalu dicurigai bahkan dihujat, artinya para utusan Allah pun tidak
bisa menyenangkan semua pihak.
Namun , saudaraku bergembiralah, bila anda masih dan sanggup berbuat
kebaikan. Ini adalah kehormatan besar bagi anda.
“ Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah
kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. AzZumar : 10).
Yakinlah , jika penerima kebaikan anda sampai lupa berterimakasih kepada
anda, atau justru sengaja mencemooh anda, Allah akan membalas kebaikan
anda dengan berlipat-lipat ganda.
Salah satu rahasia Allah yang diungkapkan dalam Alqur’an adalah
bahwa seseorang yang beramal shaleh akan diberikan balasan yang tanpa
batas.
Saudaraku , kita perlu mengetahui apakah sesunnguhnya arti dari kebaikan
itu. Definisi dari kebaikan sendiri begitu beragam, setiap individu dengan
latara belakang kultur yang berbeda mempunyai definisi tersendiri tentang
kebaikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masih terlalu banyak hal-hal yang belum terpenuhi dari kebutuhan
manusia di muka bumi ini sebagai mana sifat manusia yang tidak pernah
merasa puas dengan hasil kerja kerasnya, hal ini adalah salah satu Qodrat
manusia yang diciptakan untuk tidak saling melepaskan antara satu dengan
yang lainnya, keterkaitan ini adalah merupakan simbol bahwa manusia itu
diciptakan agar saling mengenal, menyanyangi, mengayomi, memberikan
bantuan kepada yang membutuhkan. Sebagai makhluk yang paling
sempurna yang dilengkapi akal dan fikiran maka sangat wajar jika manusia
juga memikirkan sesama dan alam sekitarnya. Untuk kelangsungan hidup
yang lebih mapan tanpa harus saling menjatuhkan dan menindas kaum yang
lemah,rintangannya kita terlalu berharap imbalan, dalam arti menuntut
kebaikan setimpal dari pihak yang telah kita bantu.
Jadi berilah motivasi pada diri kita sendiri agar selalu berbuat kebaikan
hanya karna allah semata, dan berpikirlah seandainya kita selalu berbuat
baik, maka orang lain pasti akan berbuat baik pula kepada diri kita.
Referensi:
Achmad, mudlor.Tt.Etika dalam Islam.AL-Iklas Surabaya. Dalam:
http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-problematika-dalamperbuatan.html
Al-jazairi,Syehk Abu Bakar.2003.Mengenal etika dah Akhlak Islam.Lentera
Jakarta. Dalam: http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalahproblematika-dalam-perbuatan.html
Bagaimanakah Akhlak Yang Baik Itu ?
Dari hadits-hadits yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa akhlak
yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah
sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai
perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak
bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu
menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap
baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.
Sehingga ukuran akhlak yang baik itu adalah berdasarkan standart dari
syari’at yang telah ditetapklan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sunnah
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Karena Allah subahanahu wa ta’ala
sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang
mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.
Sebagaimana yang telah dijadikan acuan oleh seluruh umat Islam di muka
bumi ini dalam melaksanakan perintah-perintah syari’at tiada lain hanyalah
mencontoh kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, karena beliaulah
satu-satunya pemberi teladan yang terbaik. Hal ini disebutkan dalam firman
Allah :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ( QS. Al Ahzab : 21 )
Selain ayat Al-Qur’an yang menyebutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa
sallam, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar bin Umar bin
Abdurrrahman :
Sunan Tirmidzi 434: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah
menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abu Bakar bin Umar bin
Abdurrahman dari Sa'id bin Yasar dia berkata, saya berjalan bersama Ibnu
Umar dalam suatu perjalanan, lantas saya menghilang darinya, dia berkata,
dimana
Tolok ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada ketentuan
Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Perlu
ditambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam
esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan
sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya buruk.
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber dari wahyu Allah swt,. AlQur’an yang penjabarannya dilakukan oleh hadis Nabi Muhammad saw.
Masalah akhlak mendapat tempat perhatian yang besar dalam Islam.
Penentuan baik dan buruk harus didasarkan kepada petunjuk al-Qur’an dan
Hadis Nabi Muhammad saw.
Konsep Baik dalam ajaran Islam, misalnya:
1.
Hasanah; sesuatu yang disukai atau dipandang baik (QS. 16: 125, 28:
84)
2.
Tayyibah; sesuatu yang memberikan kelezatan kepada panca indera dan
jiwa (QS. 2: 57).
3.
Khair; sesuatu yang baik menurut umat manusia (QS. 2: 158).
4.
Mahmudah; sesuatu yang utama akibat melaksanakan sesuatu yang
disukai Allah (QS. 17: 79).
5.
Karimah; perbuatan terpuji yang ditampakkan dalam kehidupan seharihari (QS. 17: 23).
6.
Birr; upaya memperbanyak perbuatan baik (QS. 2: 177).
Dengan demikian menjadi wajar kalau kemudian ada ulama’ yang
menegaskan
bahwa
melakukan
kebaikan
lebih
mudah
dibandingkan
kejahatan. Muhamad Abduh misalnya, dengan merujuk kepada Qs. alBaqarah (2):286—laha ma kasabat wa ’alaha ma iktasabat—(untuk manusia
ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan sanksi bagi perbuatan
(buruk) yang dilakukannya), menyatakan bahwa iktasabat—dan semua kata
yang berpatron
demikian,
memberikan arti adanya
semacam upaya
sungguh-sungguh dari pelakunya, bebeda dengan kasabat yang berarti
dilakukan dengan mudah tanpa paksaan. Ini menandakan bahwa fitrah
manusia pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat
melakukan kebaikan dengan mudah. Berbeda dengan keburukan yang harus
dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat
fitrah manusia masih berada dalam kesuciannya).
Adanya potensi manusia untuk bertindak baik dan buruk, meski
kecendetungan mendasarnya ke arah kebaikan, jelas relevan dengan adanya
konsep baik dan buruk dalam teori etika/akhlak. Memang dalam wacana
teologis dikenal adanya dua konsep yang berlainan mengenai hal itu, yang
antara lain direpresentasikan oleh Mu’tazilah dan Asy’ariah. Bagi Mu’tazilah,
baik dan buruk itu bersifat esensial, dimana keadilan misalnya, ia dikatakan
baik karena memang esensinya baik dan sebaliknya keburukan semisal
dusta, ia dinyatakan buruk karena memang esensinya adalah buruk.
Terhadap
dua
pandangan
kontras
ini
kemudian
M.
Quraish
Shihab
memberikan penegasan bahwa tolok ukur kebaikan dan keburukan hanyalah
ketentuan Allah yakni wahyu (al-Qur’an dan al-Hadis). Lebih jauh Shihab
menambahkan, bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah pastilah baik
esensinya. Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Dia menilai kebohongan
misalnya sebagai kelakuan baik, karena kebohongan esensinya adalah
buruk. Kalau memang demikian dapat dikatakan bahwa kebaikan adalah halhal yang sesuai dengan ketentuan dan aturan Tuhan, dan pasti baik bula
esensinya; sedangkan kejahatan adalah hal-hal yang dilarang dan tidak
sesuai dengan aturan-aturan Tuhan, dan tentu juga buruk esensinya.
Semua sifat Allah tertuang dalam Al-Quran. Jumlahnya bahkan melebihi
99 sifat yang populer disebutkan dalam hadis.
Sifat-sifat Allah itu
merupakan satu kesatuan. Bukankah Dia Esa di dalam zat, sifat, dan
perbuatan-Nya? Karenanya tidak wajar jika sifat-sifat itu dinilai saling
bertentangan. Artinya, semua sifat memiliki tempatnya masing-masing. ada
tempat untuk keperkasaan dan keangkuhan Allah, juga tempat kasih sayang
dan kelemah-lembutan-Nya. Ketika seorang Muslim meneladani sifat AlKibriya' (Keangkuhan Allah), ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan
disandang oleh Tuhan kecuali dalam konteks ancaman terhadap para
pembangkang, terhadap orang yang merasa dirinya superior. Ketika Rasul
Saw melihat seseorang yang berjalan dengan angkuh di medan perang,
beliau bersabda: "Itu adalah cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam
kondisi semacam ini".
Seseorang yang berusaha meneladani sifat Al-Kibriya' tidak akan
meneladaninya kecuali terhadap manusia-manusia yang angkuh. Dalam
konteks ini ditemukan riwayat yang menyatakan: "Bersikap angkuh terhadap
orang yang angkuh adalah sedekah".
Ketika seorang Muslim berusaha meneladani kekuatan dan kebesaran
Ilahi, harus diingat bahwa sebagai makhluk ia terdiri dan jasad dan ruh,
sehingga keduanya harus sama-sama kuat. Kekuatan dan kebesaran itu
mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan digunakan
untuk menopang yang salah maupun yang sewenang-wenang. Karena ketika
Al-Quran mengulang-ulang kebesaran Allah, Al-Quran juga menegaskan
bahwa:
“Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh lagi
membanggakan diri (QS Luqman [31]: 18)”.
Jika seorang Muslim meneladani Allah
Yang
Mahakaya,
ia
harus
menyadari bahwa istilah yang digunakan Al-Quran untuk menunjukkan sifat
itu adalah Al-Ghani. Ini yang maknanya adalah tidak membutuhkan dan
bukan kaya materi sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah kemampuan
berdiri sendiri atau tidak menghajatkan pihak lain, sehingga tidak perlu
membuang air muka untuk meminta-minta.
“Orang-orang yang tidak tahu, menduga mereka kaya, karena mereka
memelihara diri dari meminta-minta (QS Al-Baqarah [2]: 273).”
Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai makhluk, ia sadar bahwa
dirinya amat membutuhkan Allah:
“Wahai seluruh manusia, kamu sekalian adalah orang-orang faqir (butuh)
kepada Allah (QS Fathir [35]: 15).”
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam, rasul kita yang mulia
mendapat pujian Allah. Karena ketinggian akhlak beliau sebagaimana
firmanNya dalam surat Al Qalam ayat 4. bahkan beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam
sendiri
menegaskan
bahwa
kedatangannya
adalah
untuk
menyempurnakan akhlak yang ada pada diri manusia, “Hanyalah aku diutus
(oleh Allah) untuk menyempurnakan akhlak.” (HR.Ahmad, lihat Ash Shahihah
oleh Asy Syaikh al Bani no.45 dan beliau menshahihkannya.
Kesimpulan
Sebenarnya dalam memberi nilai perbuatan sesesorang terletak pada
kehendak dan tujuan perbuatannya, dan dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa tolok ukur baik dan buruk ditentukan berdasarkan wahyu
Allah dalam Al qur’an dan dalam prakteknya atau teladannya adalah akhlak
Rasulullah SAW. Tolok ukur segala kebaikan dalam hal ini adalah akhlak
manusia adalah seperti yang diperintahkan oleh Allah dalam firmannya serta
akhlakulkarimah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan tolok
ukur segala keburukan adalah segala sesuatu yang dilarang atau tidak
diperintahkan oleh Allah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi muhammad
SAW.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://fadhildarmawi.blogspot.co.id/2014/06/tolak-ukur-baik-dan-burukmenurut.html
A. Pengertian Baik dan Buruk
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa
Arab, atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma’luf dalam kitabnya, Munjid,
mengatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapa
kesempurnaan.
Di dalam beberapa buah kamus dan ensiklopedi diperoleh pengertian
1.
a.
b.
baik dan buruk ini sebagai berikut:
Baik (khair, bahasa Arab/good, bahasa Inggris)
Sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan.
Sesuatu yang menimbulkan rasa keharusan dalam kepuasan, kesenangan,
c.
persesuaian, dan seterusnya.
Sesutu yang mempunyai nilai kebenran atau nilai yang diharapkan, yang
memberikan kepuasan.
d. Seuatu yang sesuai dengan keinginan.
e.
Sesuatu hyal dikatakan baik, bila ia mendatangkan rahmat, memberikan
perasaan senang atau bahagia. Jadi sesuatu yang dikatakan baik bila ia
2.
a.
dihargai secara positif.
Buruk (syarr, bahasa Arab/bad, bahasa Inggris)
Tidak baik, tidak seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas,
di bawah standar, kurang dalam nilai, tak mencukupi.
b.
Keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui,
c.
tidak dapat di terima.
Adalah segala yang tercela, lawan baik, bagus dan sebagainya. Perbuatan
buruk
berarti
perbuatan
yang
bertentangan
dengan
norma-norma
masyarakat yang berlaku.
Beberapa kytipan tersebut di atas menggambarkan bahwa yang disebut
baik atau kebaikan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang
luhur, bermartabat, menyenangkan, dan disukai manusia. Definisi kebaikan
terkesan anthropocentris, yakni memusat dan bertolak dari sesuatu yang
menguntungkan dan membahagiakan manusia. Pengertian baik yang
demikian tidaka ada salahnya karea secara fitrah menusia memang
menyukai hal-hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya.
Beberapa defisisi tersebut juga member kesan bahwa sesuatu yang
disebut baik atau buruk itu realtif sekali, karena bergantung pada pandangan
dan menilaian masing-masing yang merumuskannya. Dengan demikian, nilai
baik atau buruk menurut pengertian tersebut bersifat subyektif, karena
bergantung kepada individu yang menilaianya.
B. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumber wahyu Allah SWT, Al-Qur’an
yang dalam penjabarannya dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW.
Masa-lah akhlak dalam ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang
begitu besar sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu.
Islam adalah agama dakwah yang harus disampaikan dan tentu saja
yang disampaikan adalah baik dan dengan cara yang baik. Seorang
pendakwak itu harus berilmu yang mengetahui secara persis permasalahan
yang dia hadapi, baik dari segi hukum dan dalil maupun argumentasi, atau
apakah masalah kemung-karan yang dia lihat itu terdapat perbedaan
pendapat di kalangan ulama atau tidak, dan sebagainya. Barang siapa
melakukan
kegiatan
dakwah
tanpa
ilmu,
dia
akan
merusak
atau
menghancurkan banyak masalah yang seharusnya tidak perlu diusik-usik
lagi.
Yang kedua ialah wara, jiwa wara akan membuat seseorang senang
melakukan apa yang telah diketahui (ilmu)nya, istiqomah dalam menatapi
undang-undang peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Kemudian
seorang da’i itu harus berakhlak baik, sebab orang yang buruk akhlaknya dia
akan merusak apa yang banyak manfaatnya (lebih banyak membawa
madarat dalam dakwahnya daripada memberi manfaatnya). Seperti yang
tersebut dalam sebauah hadis yang diriwatkan Imam baihi, Rasulullah SAW
bersabda:
Kemudian harus diketahui secara pasti (hukumnya), bukan hasil ijtihad
(kemampuan mengambil kesimpulan hukum), sebab jika hanya berdasarkan
ijtihad, belum tentu semua ulama sepakat menyatakan haramnya. Jadi
kemungkaran itu harus dinyatakan secara pasti melalui nas yang tidak dapat
ditakwil ‘diartikan dengan pengertian lain.
Menurut ajara islam penentuan baik buruk harus didasarkan pada
petunjuk al-Qur’an dan al-Hadis. Jika kita perhatikan al-Qur’an maupun hadis
dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu kepada baik, dan adapula
istilah yang mengacu kepada yang buruk. Misalnya mencela kepada kat-kat
kasar, perbuatan yang diperbolehkan dalam mencela mereka yang bebuat
lemungkaran itu ialah dengan kata-kat yang tidak berlaku menyakitkan,
misalnya, hai bodoh, hao fasik, hai tolol, dan sebagainyayang semakna
dengan ini. Masih ada tahapan lain, misalnya dengan cara mengancam dan
menakut-nakuti, tetapi ini lebih tepat menjadi tugas mereka yang ada
dudalam pemerintah yang seperti muhtasib dan bukan tugas serta wewenag
pelaku dakwah dari mubalig (dai). Kecuali dalam keadaan-keadaan yang
memungkinkan, misalnya pemukulan seorang anak oleh ayahnya, seorang
,istri oleh suaminya, dan majikan terhadap pembantunya, atau memukul
seorang
yang
menarik
seorang
perempuan
yang
akan
dizinai,
dan
sebagainya.
Perbuatan manusia yang disengaja dalam situasi yang memungkinkan
adanya pilihan dapat diberi nilai baik atau buruk. Seperti telah dikemukakanbahwa setiap perbuatan manusia yang dapat dinilai, lahir dari suatu
kehendak. Setiap kehendak selalu menuju kepada satau tujuan. Maka
sebenarnya dalam member nilai perbuatan seseorang terletak
pada
kehendak dan tujuan dari perbuatannya. Mengapa? Setiap kehendak menuju
sebuah nialai, setiap tujuannya menuju sebuah nilai. Dengan demikian pada
pokoknya penilaian itu diletakkan dan diterapkan pada kehendak dan tujuan
dari perbuatan tersebut.
Setiap perbuatan lahir dari kehendak dan setiap kehendak lahir dari
keyakinan yang tertanam dalam hatinya, karena sangat ukar dibayangkan
ada sebuah perbuatan yang lahir atau muncul diluar kehendak dan
keyakinannya. Mengapa dalam kemyataannya ada perbuatan yang lahir dari
kehendak yang bertentangan dengan keyakinannya. Dalam hal ini, untuk
member nilai suatu perbuatan tersebut menjadi tolak ukur penilain. Atau,
niat seseorang sebagai dasar terbitnya perbuatan adalah menjadi standar
pengukurannya.
Jadi sebenarnya perbuatan itu dapat diberi niali baik atau buruk karena
dilihat dari niat orang yang melakukannya, tidak dilikat dari hasil sebagai
akibat dari perbuatannya itu. Maka perbuatan yang disertai niat baik, berniali
baik, meskipun mengakibatkan keburukan. Dan perbuatan dengan nilai
buruk, tetap bernilai buruk meskipun menghasilkan kabaikan. Rasulillah SAW
bersabda:
Artinya: “Segala perbuatan selalu mempunyai niat. Dan perbuatan itu dinilai sesuai
dengan niatnya.” (HR. Bukhari Muslim).
Sekali lagi dalam memberi nilai perbuatan sesesorang terletak pada
kehendak dan tujuan perbuatannya.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://kapanpunbisa-news.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-baik-dan-burukmenurut.html
D. Hubungan Timbal Balik antara Individu dan Masyarakat
Dalam kehidupan nyata, manusia adalah makhluk sosial yang tidak
dapat terlepas dari kehidupan sesama manusia lainnya, manusia tidak dapat
hidup sendiri karena selalu membutuhkan orang lain. Selain itu setiap hal
yang dilakukan individu akan berpengaruh terhadap masyarakat ataupun
individu lain disekitarnya. Begitu juga sebaliknya apa yang terjadi dalam
masyarakat akan berpengaruh terhadap individu lain disekitarnya. Sehingga
muncul hubungan timbal balik antara individu dengan masyarakat begitu
pula sebaliknya.
E. Akhlak Baik Asas Kebahagiaan, Akhlak Buruk Asas Kesengsaraan
Semua manusia pasti mengharapkan kebahagiaan selama hidupnya,
baik kehidupan dunia maupun akhirat. Agama Islam sendiri menginginkan
suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ini di tekankan
karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus
membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain
bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, membawa manfaatnya
adalah untuk orang yanh bersangkutan.
Dalam Al-Qur’an telah banyak dijelaskan mengenai manfaat berakhlak
mulia, yaitu dalam QS. An-Nahl : 97, QS. Al-Kahfi : 88, dan QS. Al-Mu’min :
40. Ayat-ayat tersebut dengan jelas menjelaskan keuntungan atau manfaat
dari akhlak yang baik/mulia, diantaranya ialah akan memperoleh kehidupan
yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah ruah, mendapatkan pahala
yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini
menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
Sebaliknya jika akhlak yang mulia itu telah sirna, dan berganti dengan
akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan datang menghadangnya.
F.
ْوا
م اْ ول ه و
ماَ ب ه ا
ت وهاْ ا و
ت هاْخَهل قبهب و
واْ ذ هههب ه و
ن هب ب
قي ه و
خَهلقب ه
م ب
ماَ اْ ول ب ه
اْ ان ن ه,
مذ هههب ب و
م و
“Selama umat itu akhlaknya baik ia akan tetap eksis, dan jika
akhlaknya sirna, maka bangsa itupun akan binasa”.1[4]
Asas Menuju Kebahagiaan
Ada tiga teori etika normatif yang beranggapan bahwa tujuan
kehidupan manusia adalah kebahagiaan. Tiga teori tersebut adalah
hedonisme, teori pengembangan diri dan utilitarisme.
1
1.
Hedonisme etis
Kata hedonisme berasal dari bahasa Yunani (hedone = nikmat,
kegembiraan). Hedonisme bertolak dari anggapan bahwa manusia
hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga ia dapat semakin bahagia. Etika
yang membuat pencaharian kebahagiaan menjadi prinsip yang paling
dasariah disebut eudemonisme (dari kata Yunani eudomonia, kebahagiaan).
Yang khas bagi hedonisme adalah anggapan bahwa orang akan menjadi
bahagia dengan mencari perasaan-perasaan nikmat sebanyak mungkin dan
sedapat-dapatnya menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak. Secara
pendek, carilah nikmat dan hindarlah perasaan-perasaan yang menyakitkan.
Karena hedonisme biasanya di anggap amoral, untuk menilai hedonisme
dengan tepat kita perlu perhatikan bahwa kebanyakan filosof hedonisme
tidak menganjurkan agar kita mengakui segala dorongan nafsu begitu saja,
melainkan agar kita dalam memenuhi keinginan-keinginan yang
menghasilkan nikmat bersikap bijaksana dan seimbang dan selalu dapat
menguasai diri.
Hedonisme sering kali mendasarkan diri pada suatu teori yang
mengatakan bahwa manusia, bagaimanapun juga, selalu toh hanya mencari
nikmat dan mau menghindari perasaan-perasaan yang tidak enak saja.
2. Etika pengembangan diri
a. Mengembangkan diri
Menurut Aristoteles manusia tidak mejadi bahagia apabila ia secara
pasif saja mau menikmati segala-galanya, melainkan kalau ia secara aktif
merealisasikan bakat-bakatnya dan potensi-potensinya. Jadi, yang
membahagiakan adalah kalau kita mengembangkan diri sedemikina rupa
hingga bakat-bakat yang kite punyai menjadi kenyataan. Maka salah satu
kewajiban manusia adalah mengembangkan diri. Semakin ia dapat bahagia
semakin ia mengembangkan diri. Erich Fromm mengungkapkan hal yang
sama dengan mengatakan bahwa mutu kehidupan kita tidak ditentukan oleh
having melainkan oleh being, bukan oleh apa yang kita miliki, melainkan
oleh apa yang menjadi diri kita sendiri.
b. Melepaskan diri
Apabila seseorang mau berkembang, ia harus berani untuk tidak terus
berpegang pada diri sendiri saja dan memberikan diri sepenuhnya pada
tugas-tugas dan tanggung jawab yang menantangnya. Manusia berkembang
tidak dengan terus-menerus memandang pusarnya sendiri, melainkan
menghadapi tantangan-tantangan kehidupan. Orang yang dapat menomorduakan kepentingannya sendiri dan memberikan diri sepenuhnya pada
sesuatu dimana ia dibutuhkan, misalnya kepada pelayanan sesama, justru
akan mengalami bahwa ia sendiri berkembang. Orang yang selalu mencari
mencari diri sendiri tidak akan menemukan diri, sedangkan orang yang
melupakan diri demi tugas, demi orang lain, demi cita-citanya dialah yang
akan menemukan diri.
c. Menerima diri
Di sini kita belajar bahwa kita harus menerima diri dalam batasbatasnya. Kemampuan yang terbatas tidak merupakan halangan. Lakukanlah
apa yang dapat kita lakukan. Dan kita akan mengalami bahwa kebahagiaan
yang sebenarnya merupakan hadiah yang mulai kita cicipi pada saat yang
paling tidak kita sangka.
3.
Utilitarisme
Menurut utilitarisme kita harus bertindak sedemikian rupa sehingga
menghasilkan akibat baik sebanyak mungkin dan sedapat-dapatnya
mengelakkan akibat-akibat buruk. Yang khas bagi uilitarisme, bahwa akibatakibat baik itu tidak hanya dilihat dari kepentingan si pelaku sendiri,
melainkan dari segi kepentingan semua orang yang terkena oleh akibat
tindakan si pelaku.
a. Prinsip utilitarisme
Prinsip utilitarisme mengatakan bahwa manusia wajib berusaha untuk
selalu menghasilkan kelebihan akibat-akibat baik yang sebesar-besarnya
terhadap akibat-akibat buruk apabila bertindak. Jadi di antara semua
tindakan yang dapat kita ambil yang betul adalah tindakan – sejauh dapat
kita perhitungkan – akan paling memajukan kepentingan semua orang yang
dapat kita pengaruhi.
b. Jasa utilitarisme
Jasa utilitarisme terletak dalam rasionalitas dan universalitas.
Rasionalitas, yaitu alasan-alasan rasio saat kita memilih satu dari dua
kemungkinan. Universalitas, yaitu prespektif bahwa keputusan yang kita
ambil tidak egois, melainkan berakibat universal, wawasannya secara hakiki
bersifat sosial. Jadi utilitarisme mempunyai unsur yang cocok bagi suatu
moralitas manusia sebagai makhluk sosial.
Tuntunan bahwa kita selalu harus memperhatikan akibat-akibat dari
tindakan kita mengungkapkan suatu prinsip moral yang fundamental. Kita
bertanggung jawab atas akibat-akibat dari apa yang kita lakukan. Kita tidah
boleh cuci tangan. Kita selalu harus bertindak sedemikian rupa hingga
akibat-akibatnya paling sesuai dengan kepentingan, hak dan harapan
sebanyak mungkin orang. Dan dengan demikian utilitarisme memuat prinsip
lebih lanjut bahwa manusia bertanggung jawab terhadap sesamanya.
Jadi, kita tidak boleh hidup dan bertindak seakan-akan kita sendirian di
dunia ini. Sesama kita menjadi tanggung jawab kita, dalam arti bahwa kita
dalam segala tindak tanduk harus sedemikian rupa sehingga kita tidak
merugikan dia. Sesama adalah setiap orang yang masih dapat terkena
akibat tindakan kita.2[5]
G. Analisa
Dalam Islam telah dijelaskan bahwa orang yang paling baik adalah
manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain,
Rasullullah saw bersabda:“sebaik-baik manusia ialah orang yang banyak
manfaatnya (kebaikannya) kepada orang lain”. Pada hakikatnya orang yang
2
berbuat baik atau berbuat jahat terhadap orang lain adalah untuk dirinya
sendiri. Mengapa orang lain senang senang berbuat baik kepada kita, karena
kita yang lebih dulu berbuat baik kepada orang tersebut.
Kemudian untuk kebahagiaan sendiri bahwa tujuan kehidupan manusia
adalah kebahagiaan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Kebahagiaan adalah
sebuah kesadaran puas dan gembira yang berdasar pada keadaan kita
sendiri. Suatu tindakan adalah baik jika mau mengusahakan kebahagiaan,
dan buruk kalau akan menghalang-halanginya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berakhlak Islami sama halnya dengan melaksanakan tuntunan agama
Islam. Akhlak sebagai jembatan yang mendekatkan makhluk Allah dengan
Khaliknya, menjadi parameter menilai sempurna atau tidaknya suatu akhlak
manusia. Akhlak Islami sendiri secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akhlak yang baik (akhlakul karimah) dan akhlak yang buruk (akhlakul
mazmumah). Dengan adanya kedua akhlak tersebut kami menyamakan
dengan sebuah perumpamaan: jika kita menanam padi maka akan tumbuh
padi, sedangkan jika kita menanam duri maka akan tumbuh duri pula.
Begitupun dengan akhlak, jika kita berbuat kebaikan maka kita akan
mendapatkan kebaikan dan sebaliknya jika kita berbuat keburukan maka kita
akan mendapat keburukan pula. Kemudian baiknya buruknya akhlak
seseorang itu menentukan kebahagiaan orang tersebut. Bau harum
tandanya dekat dengan bunga, sedangkan bau busuk tandanya dekat
dengan bangkai. Jadi, kebaikan itu dekat dengan kebahagiaan, sedangkan
keburukan itu dekat dengan kesengsaraan.
B. SARAN
Kami menyadari sepenuhnya dalam makalah ini jauh dari sempurna,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun,
sehingga dapat menjadi bekal dikemudian hari apabila kami mempunyai
kesempatan membuat makalah lain. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan/wawasan bagi kami pada
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Referensi:
Nata, Abudin. 2011. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dalam; http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asaskebahagiaan.html
Suseno, Franz Magniz. 1987. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius. Dalam:
http://arifulamar88.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-sebagai-asaskebahagiaan.html
Iman, islam, ihsan adalah tiga kata yang maknanya saling berkaitan,
sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Rasulullah Saw.
“Diriwayatkan dari umar bin khatab, “Suatu hari, disaat kami sedang dudukduduk bersama Rasulullah Saw. Tiba-tiba muncullah seorang laki-laki yang
mengenakan pakaian serba putih, rambutnya hitam pekat, tidak berjejak,
dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya, samppai dia duduk
di depan Nabi Saw. dan menyandarkan kedua lututnya pada lutut Nabi
Saw.seraya meletakkan kedua telapak tangannya diatas paha belia.
Kemudian ia berkata, Wahai Muhammad, ajarilah aku tentang islam,
Nabi bersabda, islam adalah hendaknya engkau bersaksi bahwa tidak ada
tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul-Nya, engkau
mendirikan solat, mengelurkan zakat, berpuasa ramadhan, dan menunaikan
ziarah haji ke baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya.
Segera saja laki-laki itu berkata, “Engkau benar wahai Muhammad.” . . . . . . .
. . . . . . Dia kembali berkata, Wahai Muhammad kabarilah aku tentang iman,
Muhammad bersabda, iman adalah hendaknya engkau beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitb-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat,
dan beriman pula kepada ketentuan (qadar) baik ataupun buruk ,”Engkau
benar Muhammad , Kemudian ia berkata lagi “jelaskan padaku tentang ihsan
,
Rasulullah bersabda” Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya atau jika engkau tidak melihat-Nya, maka Alla-lah yang melihat
engkau.
Begitulah kalau jika dilihat dari segi aspek lahirnya, maka agama yang
diajarkan jibril adalah islam, agama juga disebut iman jika yang diamati
adalah aspek batinnya. Kemudian agama baru disebut ihsan jika aspek batin
(iman) dan lahirnya (amal saleh) telah di penuhi secara utuh dan sempurna.
iman
Pengertian iman
Secara bahasa iman berarti membenarka (tashdiq), sementara
menurut istilah ialah “membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan
lisan, dan mengamalkan dengan perbuatannya”. Sedang menurut istilah
yang sesungguhnya ialah kepercayaan yang meresap kedalam hati, dengan
penuh keyakinan, tidak bercampur dengan syak dan ragu, serta memberi
pengaruh terhadap pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan seharihari. Kata iman dalam Al-quran digunakan untuk arti yang bermacammacam. Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman
didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas
dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang
digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja,
sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang
digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan,
dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.
Rukun (pilar-pilar) iman dalam islam
Sesuai dengan hadits Rasulullah saw, diatas sudah dijelas bahwasanya
ada enam rukun iman yang harus diyakini untk menjadi seorang islam yang
sempurna dan menjadi seorang hamba Allah yang ihsan nantinya, enam
rukun iman tersebut nadalah:
Beriman kepada Allah Swt
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah
adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan,
Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah sajalah tuhan yang
berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya adalah batil, iman
kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt,
memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna serta
agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
Beriman kepada malaikat
Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah
untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah
telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah :
Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuhtumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut),
Raqib , Atit,mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan
menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang
dapat mengetahuinya.
Beriman kepada kitab-kitab
Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para
Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya:
kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa,
Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Alquran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw, Dengannya Allah
telah menasakh (menghapus) semua kitab sebelumnya. Dan Allah telah
menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah
atas semua makhluk, sampai hari kiamat.
Beriman kepada para rasul
Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama
adalah Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah
manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah
hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah
mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia , maka tidak ada nabi
sesudahnya.
Beriman kepada hari akhirat
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah
membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang
penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada
hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah itu,
seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.
Beriman kepada (taqdir) ketentuan Allah
Taqdir artinya: beriman bahwasanya Allah telah mentaqdirkan semua
yang ada dan menciptakan seluruh mahluk sesuai dengan ilmu-Nya yang
terdahalu, dan menurut kebijaksanaan-Nya, Maka segala sesuatu telah
diketahui oleh Allah, serta telah pula tertulis disisi-Nya, dan Dialah yang
telah menghendaki dan menciptakannya.
Islam
Pengertian islam
kata islam merupakan pernyataan kata nama yang berasal dari bahasa
arab aslama, yaitu bermaksud “untuk menerima, menyerah, atau tunduk”
Dengan demikian islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada
tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya,
menuruti perintah-Nya dan menghindari politheisme. Perkataan ini
memberikan beberapa maksud dari Al-qur,an. Dalam beberapa ayat, kualitas
islam sebagai kepercayaan ditegaskan: “ Barangsiapa yang Allah
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia
melapangkan dadanya untuk (memeluk agama islam)” . Ayat lain
menghubungkan islam dan din (lazimnya diterjemahkan sebagai
“Agama”) .” Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan
telah Ku- cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai islam jadi
agama bagimu”.
Secara etimologis kata islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan
kata salam yang berarti “Damai”. Kata muslim (sebutan bagi pemeluk
agama islam) juga berhubungan dengan kata islam, kata tersebut berarti
”Orang yang berserah diri kepada Allah”.
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut, umumnya di
galakan untuk memegang lima rukun islam, yaitu lima pilar yang
menyatukan muslim sebagai sebuah komunitas. Islam adalah syari’at Allah
terakhir yang diturunkan-Nya kepada penutup para nabi dan Rasul-Nya,
Muhammad bin Abullah Saw, ia merupakan satu-satunya agama yang benar.
Allah tidak menerima agama dari siapapun selainnya. Dia telah
menjadikannya sebagai agama yang mudah, tidak ada kesulitan dan
kesusahan didalamnya, Allah tidak mewajibkan dan tidak pula
membebankan kepada para pemeluknya apa-apa yang mereka tidak
sanggup melakukunnya. Islam adalah agama yang dasarnya tauhid,
syi’arnya kejujuran, parosnya keadilan, tiangnya kebeenaran, ruhnya kasih
sayang.ia merupakan agama agung yang mengarahkan manusia kepada
seluruh hal yang bermanfaat, serta melarang dari segala hal yang
membahayakan bagi agama dan kehidupan mereka didunia .
Rukun (pilar-pilar) islam
Islam di bangun diatas lima rkun. Seseorang tidak akan menjadi
muslim yang sebenarnya hingga dia mengimani dan melaksanakannya yaitu:
Rukun pertama: syahadat (bersaksi) bahwa, tiada tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah, dan bahwasanya Muhammad Rasulullah. Syahadat
ini merupakan kunci islam dan pondasi bangunannya. Makna syahadat la
ilaha illallah ialah : tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja,dilah
ilahi yang hak, sedangkan ilahi selainnya adalah batil dan ilahi itu artinya
sesuatu yang disembah. Dan makna syahadat: bahwasanya Muhammad itu
adalah Rasulullah ialah: membenarkan semua apa yang diberitakannya, dan
mentaati semua perintahnya srta menjauhi semua yang dilarang dan
dicegahnya.
Rukun kedua: shalat:Allah telah mengsyari’atkan lima shalat setiap hari
sebagai hubungana antara seorang muslim dengan Tuhanya. Didalamnya dia
bermunajat dan berdo’a kepada-Nya,disamping agar menjadi pencegah bagi
muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan bagi
yang menunaikanya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta
ganjaran,baik cepat maupun lambat.Maka dengan demikian seorang hamba
akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan
membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Rukun ketiga: Zakat yaitu sedekah yang dibayyar oleh orang yang memiliki
harta sampai nishab(kadar tertenrtu) setiap tahun,kepada yang berhak
menerimanya seperti kaum fakir dan lainya,diantara yang berhak menerima
zakat.Zakat itu tidak di wjibkan atas orang fakir yang tidak memiliki
nishab,tapi hanya di wajibkan atas kaum kaya untuk menyempurnakan
agama dan islam mereka,meningkatkan kondisi dan akhlak mereka,menolak
segala balak dari mereka dan harta mereka,mensuccikan mereka dari
dosa,disamping sebagai bantuan bagi orang-orang yang membutuhkan dan
fakir diantara mereka,serta untuk memenuhi kebutuhan keseharian
mereka,sementara zakat hanyalah merupakan bagian kecil sekali dari jumlah
harta dan rizki yang diberikan Allah kepada mereka.
Rukun keempat: Puasa yaitu selama satu bulan saja setiap tahun,pada
bulan ramadhan yang mulia,yakni bulan kesembilan dari bulan-bulan
hijriyah.Kaum muslimin secara keseluruhan serempak meninggalkan
kebutuhan-kebutuhan pokok mereka,makan,minum,dan jimak di siang hari
mulai terbit fajar sampai matahari terbenam.Dan semua itu akan di ganti
oleh Allah bagi mereka berkat karunia dan kemurahan-Nya,dengan
penyempurnaan agama dan iman mereka,serta peningkatan kesempurnaan
diri,dan banyak lagi ganjaran dan kebaikan lainya,baik di dunia maupun di
akhirat yang telah di janjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa.
Rukun kelima: Haji yaiu menuju masjidil haram untuk melakukan ibadah
tertentu. Allah mewajibkan atas orang yang mampu sekali seumur
hidup,Pada waktu itu kaum muslimiin dari segala penjuru berkumpul di
tempat yang paling mulia dimuka bumi ini,menyembah tuhan yang
satu,memakai pakaian yang sama,tidak ada perbedaan antara pemimpin
dan yang dipimpin,antara si kaya dan si fakir dan antara yang berkulit putih
dan berkulit hitam.Mereka semua melaksanakan bentuk-bentuk ibadah
tertentu,yang terpenting diantaranya adalah: wukuf di padang arafah,tawaf
di ka’bah,kiblatnya kaum muslimin,dan sa’i antara bukit shafa dan marwah.
Ihsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi
target seluruh hamba Allah swt. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan darin-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak
mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal
untuk menduduki posisi terhormat dimata Allah swt. Rasulullah Saw. Pun
sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya
mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan
akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak
memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan
harus dipandang sebagai bagian dari aqidah dan bagian terbesar dari
keislamannya karena, islam di bangun atas tiga landasan utama, yaitu iman,
islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah Saw.dalam
haditsnya yang sahih . Hadits ini menceritakan saat Rasulullah Saw.
Menjawab pertanyaan malikat jibril – yang menyamar sebagai seorang
manusia – mengenai islam, iman, dan ihsan. Setelah jibril pergi, Rasulullah
Saw. Bersabda kepada sahabatnya, “ inilah jibril yang datang mengajarkan
kepada kalian urusan agama kalian.” Beliau menyebutbut ketiga hal diatas
sebagai agama, dan bahkan Allah Swt. Memerintahkan untuk berbuat ihsan
pada banyak tempat dalam Al-qur’an
.” Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orangorang yang berbuat baik. “ (Qs Al-baqarah:195)
“ Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . .
. .”(Qs. An-nahl : 90 )
Pengertan ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat
baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan.
Allah Swt. Berfirman dalam Al-qur’an mengenai hal ini.
” Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri . . .”(Al-isra’:7)
“Dan berbuat baiklah (kpd orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu . . “(Qs AL-Qashash: 77).
Ibnu katsir mengomentari ayat diatas dengan mengatakan bahwa kebaikan
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh mahluk
Allah Swt.
Landasan syar’I ihsan
Pertama Al- qur’anul karim
Dalam Al-qur’an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan
implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan
agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat
istimewa dalam Al-qur’an. Berikut ini adalah beberapa ayat yang menjadi
landasan akan hal ini.
“ Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnyaAllah mencintai orangorang yang berbuat baik.” (Qs. Al- baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan kebaikan.”
(Qs.An-nahl:90)
“. . . . .serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia. . . .”(Qs. Albaqarah:83)
“Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu. . . . “ (Qs. An-nisa’: 36)
Kedua, As-sunnah
Rasulullah Saw. Pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini.
Sebab,ini merupakan puncak harapan, perjuangan seorang hamba. Bahkan,
diantara hadits-hadits mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi
landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah Saw. menerangkan
mengenai ihsan –Ketika ia menjawab pertanyaan malaikat jibril tentang
ihsan, dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh jibril, dengan
mengatakan ,” Engkua menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,
dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.”
(HR. Muslim).
Aspek pokok dalam ihsan
Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental ketiga aspek tersebut
ibadah, muamalah, dan ahklak.
Ibadah
kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menjalankan
semua jenis ibadah, seperti solat, puasa, haji dan sebagainya dengan cara
yang benar. Yaitu dengan menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksnaan ibadah-ibadah tersebut ia penuhi
dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran
penuh bahwa Allah selalu memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang
dilihat dan diperhatikan oleh Allah. Minimal seorang hamba harus merasa
bahwa Allah selalu memantaunya, karena dengan inilah ia dapat
menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga
hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.inilah maksud dari
perkataan Rasulullah Saw. yang berbunyi,
“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan
jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri
sangatlah luas. Maka selain dari jenis ibadah itu tadi, yang tidak kalah
pentingnya adalah juga seperti ibadah lainnya seperti jihad, menghormati
sesame mukmin, mendidik anak, membahagiakan istri, dan menjalankan
yang mubah semata-mata demi mencari dan mendapatkan Ridho Allah Swt.
dan masih banyak lagi. Rasulullah menghendaki umatnya dalam keadan
seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ingin ingin mewujudkan ihsan dalam
setiap ibadahnya.
Tingkat ibadah dan derajatnya
Berdasarkan nash-nash dalam Al-qur’an dan sunnah, maka ibadah
mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya seorang
hamba tidak akan dapat mengukurnya. Karena itulah kita berlomba-lomba
untuk meraihnya, pada setip derajat ada tingkatan tersendiri dalam surga.
Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, Dan ia akan menempati jannatul
firdaus, derajat tertinggi dalam surga. Kelak penghuni surgs tingkat bawah
akan memandangi penghunu surga surga tingkat atas, laksana penduduk
bumi memandangi bintang-bintang di langit yang menandakan betapa
jauhnya jarak antara mereka.
Adapun tiga tingkatan ter sebut adalah sebagai berikut:
1. Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang
berbeda-beda.
2. Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbedabeda.
3. Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang
berbeda-beda.
Tingkat taqwa
Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh
mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan
masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah
dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini
berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan
sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan
demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta
menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah
Swt. Maha mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang
memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang
hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu cara
penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui
hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena
kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang
hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya
pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena
amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan
atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari
peringkat ini adalah derajat dimana seseorang
menjaga dirinya dari
kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh
Allah Swt.
Tingkat Al-bir
Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal
ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari
ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh
Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni
yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan
perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata
untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari
batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini
tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat
anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk
kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang
pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama
menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan
kebaikan sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam
ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk
kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan
tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintupintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (Qs. Albaqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru
kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun
beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan
hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami
bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .
Tingkat ihsan
Makna ihsan adalah: Engkau menyembah Allah SWT seakan-akan engkau
melihatNYa, tetapi jika engkau tidak melihatNYA, yakinlah bahwa Dia melihat
engkau.
Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori
Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan
kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan
mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama,
ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan
jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah
yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu
yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai
melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh
Allah Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.
Referensi:
Asmaran As, 2002, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
http://serbamakalah.blogspot.co.id/2013/02/iman-islam-ihsan.html
Rintangan untuk berbuat kebaikan
Usaha perbuatan baik kita, bukannya tanpa rintangan. Sering kita
mendapatkan hal-hal yang menyakitkan hati. Justru yang paling sering
membuat kita kecewa adalah orang-orang dekat kita. Untuk itu , janganlah
kita terlalu berharap imbalan, dalam arti menuntut kebaikan setimpal dari
pihak yang telah kita bantu. Pasanglah sikap Zero Ecpectation (harapan nol).
Jika anda berbuat baik, lakukan dengan tulus, dan jangan
mengharapkan walau hanya ucapan terima kasih. Bahkan Para Rasul, para
Nabi pun selalu dicurigai bahkan dihujat, artinya para utusan Allah pun tidak
bisa menyenangkan semua pihak.
Namun , saudaraku bergembiralah, bila anda masih dan sanggup berbuat
kebaikan. Ini adalah kehormatan besar bagi anda.
“ Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah
kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang berbuat baik di dunia memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Qs. AzZumar : 10).
Yakinlah , jika penerima kebaikan anda sampai lupa berterimakasih kepada
anda, atau justru sengaja mencemooh anda, Allah akan membalas kebaikan
anda dengan berlipat-lipat ganda.
Salah satu rahasia Allah yang diungkapkan dalam Alqur’an adalah
bahwa seseorang yang beramal shaleh akan diberikan balasan yang tanpa
batas.
Saudaraku , kita perlu mengetahui apakah sesunnguhnya arti dari kebaikan
itu. Definisi dari kebaikan sendiri begitu beragam, setiap individu dengan
latara belakang kultur yang berbeda mempunyai definisi tersendiri tentang
kebaikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Masih terlalu banyak hal-hal yang belum terpenuhi dari kebutuhan
manusia di muka bumi ini sebagai mana sifat manusia yang tidak pernah
merasa puas dengan hasil kerja kerasnya, hal ini adalah salah satu Qodrat
manusia yang diciptakan untuk tidak saling melepaskan antara satu dengan
yang lainnya, keterkaitan ini adalah merupakan simbol bahwa manusia itu
diciptakan agar saling mengenal, menyanyangi, mengayomi, memberikan
bantuan kepada yang membutuhkan. Sebagai makhluk yang paling
sempurna yang dilengkapi akal dan fikiran maka sangat wajar jika manusia
juga memikirkan sesama dan alam sekitarnya. Untuk kelangsungan hidup
yang lebih mapan tanpa harus saling menjatuhkan dan menindas kaum yang
lemah,rintangannya kita terlalu berharap imbalan, dalam arti menuntut
kebaikan setimpal dari pihak yang telah kita bantu.
Jadi berilah motivasi pada diri kita sendiri agar selalu berbuat kebaikan
hanya karna allah semata, dan berpikirlah seandainya kita selalu berbuat
baik, maka orang lain pasti akan berbuat baik pula kepada diri kita.
Referensi:
Achmad, mudlor.Tt.Etika dalam Islam.AL-Iklas Surabaya. Dalam:
http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalah-problematika-dalamperbuatan.html
Al-jazairi,Syehk Abu Bakar.2003.Mengenal etika dah Akhlak Islam.Lentera
Jakarta. Dalam: http://3sobatman.blogspot.co.id/2013/05/makalahproblematika-dalam-perbuatan.html
Bagaimanakah Akhlak Yang Baik Itu ?
Dari hadits-hadits yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa akhlak
yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah
sepantasnya setiap muslim mengambil akhlak yang baik sebagai
perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik atau buruk suatu akhlak
bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula hitam putih akhlak itu
menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh jadi, yang dianggap
baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau sebaliknya.
Sehingga ukuran akhlak yang baik itu adalah berdasarkan standart dari
syari’at yang telah ditetapklan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan sunnah
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam. Karena Allah subahanahu wa ta’ala
sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan ilmu-Nya apa yang
mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.
Sebagaimana yang telah dijadikan acuan oleh seluruh umat Islam di muka
bumi ini dalam melaksanakan perintah-perintah syari’at tiada lain hanyalah
mencontoh kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, karena beliaulah
satu-satunya pemberi teladan yang terbaik. Hal ini disebutkan dalam firman
Allah :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. ( QS. Al Ahzab : 21 )
Selain ayat Al-Qur’an yang menyebutkan Rasulullah shalallahu’alaihi wa
sallam, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar bin Umar bin
Abdurrrahman :
Sunan Tirmidzi 434: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah
menceritakan kepada kami Malik bin Anas dari Abu Bakar bin Umar bin
Abdurrahman dari Sa'id bin Yasar dia berkata, saya berjalan bersama Ibnu
Umar dalam suatu perjalanan, lantas saya menghilang darinya, dia berkata,
dimana