Media untuk mempublikasikan hasil-hasil penelitian seluruh dosen dan mahasiswa Kimia FMIPA Unand
DAFTAR ISI
JUDUL ARTIKEL Halaman
1. PENENTUAN KONDISI OPTIMUM ABSORPSI CO 2 1-5
HASIL PEMBAKARAN BATUBARA OLEH LARUTAN NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) Amelina Dwika Hardi, Admin Alif, dan Hermansyah Aziz
2. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA METABOLIT
6-10
SEKUNDER DARI EKSTRAK KULIT BATANG KENANGA (Cananga odorata (Lam.) Hook.f. & Thomson) AKTIF SEBAGAI ANTIOKSIDAN
Bustanul Arifin, Donald Busrian, dan Afrizal
3. PENGGUNAAN SUMBER NITROGEN TERHADAP
11-17
KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA MIKROALAGA Spirulina platensis Magistrina Prima Putri, Sumaryati Syukur, dan Zulkarnain Chaidir
4. KONTROL PEMBENTUKAN NANOPARTIKEL PERAK MELALUI 18-22 CAPPING AGENT DENGAN BANTUAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb)
Mia Luthfia Desna, Diana Vanda Wellia, dan Syukri Arief
5. STUDI PENDAHULUAN PENENTUAN KANDUNGAN PLASTIK 23-28
YANG TERDAPAT DALAM PISANG GORENG MENGGUNAKAN TEXTURE ANALYZER DAN MINYAK GORENG MENGGUNAKAN GC-MS Mardiana Samosir, Yulizar Yusuf, dan Zamzibar Zuki
6. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA METABOLIT
29-35
SEKUNDER DARI FRAKSI AKTIF DAUN TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.) TERHADAP UJI TOKSISITAS Arrijal Mustakim, Afrizal, dan Mai Efdi
7. ISOLASI MIKROALGA DARI PERAIRAN AIR TAWAR DI
36-41
ALIRAN SUNGAI DAERAH LUBUK MINTURUN YANG BERPOTENSI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL Nasrul Zuwardi, Zulkarnain Chaidir, dan Elida Mardiah
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
8. PENGARUH BEBERAPA PERLAKUAN TERHADAP
42-46
PENGURANGAN KADAR FORMALIN PADA TAHU YANG DITENTUKAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI Vinda Vriska Darman, Zamzibar Zuki dan Yulizar Yusuf
9. ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA TRITERPENOID
47-52
DARI EKSTRAK HEKSANA PADA KULIT BATANG ASHOKA (Polyalthia longfolia) Chece Andri Saputra, Sanusi Ibrahim, dan Mai Efdi
10. STUDI METODE PENENTUAN NIFEDIPINE DENGAN TITRASI
53-58
BEBAS AIR (NON AQUEOUS) Jeany Buchermi, Yulizar Yusuf, dan Umiati Loekman
11. STUDI SPEKTROSKOPI INFRA MERAH
59-61
KATALIS KOBALT (II) YANG DIAMOBILISASI PADA SILIKA MODIFIKASI Rinal Oktaviandra, Admi, Syukri, dan Hermansyah Aziz
12. DEGRADASI TOLUIDINE BLUE SECARA SONOLISIS,
62-69
FOTOLISIS, DAN OZONOLISIS DENGAN MENGGUNAKAN KATALIS ZnO/ZEOLIT
Listria Riamayora Debataraja, Zilfa, dan Safni *
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
PENENTUAN KONDISI OPTIMUM ABSORPSI CO 2 HASIL PEMBAKARAN BATUBARA OLEH LARUTAN NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH)
Amelina Dwika Hardi, Admin Alif, Hermansyah Aziz
Laboratorium Fotokimia/Elektrokimia, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas
e-mail: haziz13@yahoo.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Along with increasing CO 2 gas emission in the air that caused by burning fossil fuels for power plan or transportation, so this emission should be controlled. Controlling the emission can be done by ‘catching’ CO 2 gas emission produced by fossil fuels.One of the fossil fuels is coal. The aim of this research is to know the optimum condition of absorbing CO 2 as the result of burning coal by using NaOH with influenced by coal mass, air flow velocity, and concentration of absorber fluid. For 45 mg coal sample, resulted the highest absorption ability which is 22.29%. Best flows velocity is 300 mL/min with absorption 27.60%. Air flows velocity depends on
absorbing CO 2 . In variation of fluid absorber concentration (NaOH), optimum condition of absorbing CO 2 is 0.325 N with absorption 35,56%.
Keywords : Absorption, Carbondioxyde, NaOH
sektor transportasi dan sektor industri. Pencemaran udara adalah suatu kondisi
I. Pendahuluan
Salah satu industri yang paling banyak dimana
menghasilkan emisi CO 2 adalah pembangkit terkontaminasi oleh zat-zat, baik yang tidak
keadaan udara
rusak
dan
tenaga listrik dan industri semen karena berbahaya maupun yang membahayakan
bahan bakarnya menggunakan batubara. kesehatan tubuh manusia. Salah satu gas
Pemakaian batubara tidak terlepas dari Banyaknya kasus keracunan gas CO dalam
pencemar udara adalah CO dan CO 2 .
cadangan batubara yang cukup besar ruangan karena karakteristik gas CO yang
dimiliki indonesia mencapai 18,7 mliar ton. tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga
Jumlah cadangan energi yang melimpah kita tidak dapat mengetahui kadar yang
menjadikan batubara sebagai bahan bakar sekarang dihirup berbahaya atau tidak. 1 fosil yang paling lama dalam menyokong kebutuhan energi Indonesia. Kelemahan
Gas CO 2 merupakan salah satu gas rumah dari pemanfaatan batubara sebagai sumber kaca yang dapat menyebabkan pemanasan
energi diantaranya adalah batubara identik
sebagai bahan bakar yang kotor dan tidak atmosfer bumi menyebabkan terjadinya
global. Produksi gas CO 2 yang terlepas ke
ramah lingkungan karena komposisinya perubahan iklim dunia, sehingga emisi CO 2 yang terdiri dari C, H, O, N, S dan abu.
ini harus diturunkan sebanyak 50% untuk Selain itu, kandungan C per mol batubara
menstabilkan konsentrasi CO 2 di udara.
jauh lebih besar dibandingkan bahan bakar
fosil lainnya sehingga pengeluaran CO 2 dari positif
Peningkatan emisi CO 2 ini berkorelasi
batubara jauh lebih banyak 2 pembakaran bahan bakar fosil. Indonesia memproduksi CO 2 dari berbagai sumber,
dengan peningkatan
jumlah
Pencegahan emisi gas carbon dioksida ke misalnya
atmosfer saat ini mendapat perhatian yang pabrik-pabrik amonia, LNG Plant Bontang,
lapangan-lapangan
minyak,
besar dari berbagai kalangan di seluruh
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
dunia. Perhatian tersebut disebabkan karena
Alat yang digunakan yaitu aerator, sumber
gas karbon dioksida
listrik (raket nyamuk), bunsen (lampu merupakan penyumbang yang terbesar
(CO 2 )
diduga
spiritus), neraca analitik (KERN ALJ 220- terhadap peristiwa pemanasan global di
4NM), klem, standar (statif), sambungan dunia ini. Perubahan iklim karena emisi
pipa, slang, erlenmeyer buhcner, tabung CO 2 sebagai hasil kegiatan manusia sudah
nessler dan alat gelas lainnya. selayaknya dipikirkan secara serius. Untuk mencegah
2.2. Prosedur penelitian
diperlukan satu
aktifitas
untuk
2.2.1 Pembuatan larutan
2.2.1.1 Larutan NaOH (0,125 N; 0,2 N; 0,25 N; 0,275 N; 0,3N; 0,325 N; 0,35 N) Pembakaran bahan bakar fosil baik untuk
menstabilkan konsentrasi CO 2 di udara.
Larutan NaOH dengan berbagai konsentrasi keperluan pembangkit tenaga listrik atau
dibuat dengan cara dilarutkan dalam labu transportasi merupakan penyumbang yang
ukur 500 mL dengan menambahkan
aquadest sampai tanda batas kemudian kegiatan tersebut menyumbang emisi yang
besar dari emisi CO 2 ke atmosfer. Karena
distandarisasi dengan H 2 C 2 O 4 besar, maka sudah selayaknyalah emisi gas CO 2 dari
2.2.1.2 Larutan HCl
diupayakan untuk
Larutan HCl dibuat dengan penegenceran Pengendalian tersebut dapat dilakukan
dikendalikan.
bertingkat dari HCl p.a 37% = 12,06 N. HCl
12,06 N diencerkan menjadi 2 N dengan disebut Carbon Capture and Storage yang
dalam bentuk ‘penangkapan’ gas CO 2 yang
mL HCl 12,06 N, dihasilkan dari proses pembakaran bahan
memipet
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL fosil. 3
yang sebelumnya telah diisi dengan sedikit aquadest, aduk dan tambahkan aquadest
Ada 2 jenis absorbsi, yaitu kimia dan fisis. sampai tanda batas. Untuk membuat HCl Absorbsi kimia melibatkan reaksi kimia
0,2 N, 10 mL larutan 2 N dipipet dan antara pelarut cair dengan arus gas dan
encerkan kembali dengan labu 100 mL. HCl solut tetap di fase cair. Dalam absorbsi fisis,
0,2 N distandarisasi dengan NaOH yang solut dalam gas mempunyai kelarutan lebih
telah distandarisasi dengan H 2 C 2 O 4 besar dalam pelarut cairan, sehingga solut berpindah ke fase cair. Absorbsi dengan
2.2.1.3 Larutan standar asam oksalat (C 2 H 2 O 4 ) reaksi kimia lebih menguntungkan untuk
Larutan standar asam oksalat 0,2 N dibuat pemisahan. Meskipun demikian, absorbsi
dengan menimbang 1,26 gr asam oksalat fisis menjadi penting jika pemisahan dengan
(BE = 63) dan dilarutkan dalam labu ukur reaksi kimia tidak dapat dilakukan Secara
100 mL dengan menambahkan aquadest umum, faktor-faktor yang mempengaruhi
sampai tanda batas.
absorbsi adalah kelarutan (solubility) gas dalam pelarut dalam kesetimbangan. Pada
2.2.2 Rangkaian alat
umumnya, naiknya
temperatur
Pertama diambil standar dan 3 buah klem, menyebabkan kelarutan gas menurun 4 letakkan klem 1 untuk penompang tabung
nessler berisi NaOH untuk menangkap gas
II. Metodologi Penelitian
CO 2 dari udara luar, sebelum ketabung
akan dibakar, dengan Bahan yang digunakan yaitu batubara
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi
sampel
yang
demikian gas CO 2 yang diperoleh dari hasil sebagai sampel, norit sebagai standar
pembakaran adalah lebih murni dan tidak penentuan C-Organik, asam klorida (HCl)
tercampur dengan gas CO 2 dari udara luar. 0,2 N, larutan NaOH dalam berbagai
Klem ke-2 diletakkan paling bawah dan konsentrasi (0,125 N; 0,2 N; 0,25 N; 0,275 N;
mengahadap kedepan untuk meletakkan 0,3N; 0,325 N; 0,35 N), phenolptalein (pp),
sampel yang akan dibakar. Klem ke-3
spiritus, aquadest dan asam oksalat (H 2 C 2 O 4 ).
terletak dibelakang paling atas untuk meletakkan Erlenmeyer Buchner berisi
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
dekatkan ke tabung yang berisi sampel pembakaran. Pada ujung pipa gas masuk ke
NaOH untuk menampung CO 2 hasil
untuk menghindari Erlenmeyer Buchner diberi batu berongga
secara
berlahan
pecahnya tabung. Setelah beberapa saat, agar udara yang mengalir dengan kecepatan
pembakaran dibantu dengan percikan arus tertentu dapat membentuk gelembung-
listrik pada ujung tembaga, hal ini gelembung kecil dan dapat bereaksi dengan
beberapa kali sampai NaOH secara merata.
dilakukan
pembakaran selesai. Perubahan wujud dan warna larutan NaOH pada Erlenmeyer
Aerotor dihubungkan ke tabung nessler,
Buchner diamati.
disambungkan dengan posisi tegak pada klem 1, dihubungkan dengan slang ke klem
Setelah diamati, matikan Bunsen namun
2 untuk mengalirkan udara pembakaran. aeroator tetap dihidupkan agar sisa-sisa CO 2 Tabung
di dalam tabung dihubungkan
pembakaran dapat seluruhnya mengalir ke mengalirkan gas ke buchner. Di bawah
Erlenmeyer Buchner. Erlenmeyer Buchner tabung sampel diletakkan Bunsen untuk
dilepaskan dari klem, larutan NaOH yang pembakaran. Dalam tabung pembakaran
telah menyerap CO 2 dipipet 10 mL diberi 2 kawat tembaga ke dalamnya yang
dimasukkan ke dalam dihubungkan ke sumber listrik untuk
kemudian
Erlenmeyer 125 mL. ditambahkan 1 tetes mempercepat
indikator pp terjasi perubahan warna jadi Rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 1.
Larutan yang telah ditambahkan indikator pp dititrasi dengan HCl 0,2 N. Volume HCl yang digunakan dicatat. Lakukan hal yang sama dengan massa yang berbeda.
muda.
III. Hasil Dan Pembahasan
3.1 Pengaruh Massa Norit Terhadap Efisiensi Penyerapan CO 2 Oleh Larutan NaOH
Tabel 1. Pengaruh Massa Norit Terhadap Efisiensi Absorpsi CO 2
Massa
mmol
mmol C %
Norit
C Percobaan Absorpsi
Gambar 1. Rangkaian Alat
2.2.3 Cara kerja Sampel dimasukkan ke dalam tabung
20.07 tempat sampel dengan corong, kemudian
22.80 disambungkan pada penutupnya, periksa
sumber listrik apakah jarak kedua ujung
cukup untuk
mengeluarkan
percikan api. Larutan NaOH 0,2 N dengan Dari tabel 1, dapat dilihat semakin besar volume tertentu dimasukkan kedalam
massa norit, semakin besar juga nilai C- tabung nessler yang tegak dan erlenmeyer
Organik secara teori yang terkandung buchner.
didalamnya. Begitu juga dengan nilai C- Organik secara percobaan, berbanding lurus
Pembakaran dilakukan,
dengan massa norit. Tetapi % absorpsi menghidupkan api pada Bunsen dan aerator
dengan
terbesar terdapat pada massa norit 45 mg. dihidupkan.
Pembakaran
spritus
di
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 300 mL/menit. Pada massa sama dan 0,2 N dankonsentrasi HCl adalah 0,245 N
kecepatan aliran yang sama, didapatkan kondisi optimum penyerapan CO 2 terdapat
3.2 Pengaruh Kecepatan Aliran Udara Terhadap pada konsentrasi 0,325 N dengan % absorpsi
36,53 %. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH Pada Pembakaran Norit
Efisiensi Penyerapan CO 2 Oleh Larutan NaOH
terhadap % absorpsi CO 2 pada pembakaran norit dapat dilihat pada Gambar 2. Untuk menentukan absorpsi terbaik pada
kecepatan aliran tertentu, massa norit yang digunakan adalah 45 mg. Konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0,2 N dan konsentrasi HCl adalah 0,245 N. Dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Kecepatan Aliran Udara
Terhadap Absorpsi CO 2
Kecepatan mmol
% absorpsi
(mL/menit) CO 2
26.29 Gambar 2. Hubungan Konsentrasi Larutan NaOH Terhadap % Absorpsi 420
Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa kecepatan
3.4 Pengaruh Massa Batubara Terhadap aliran yang paling baik dalam proses
Efisiensi Penyerapan CO 2 Oleh Larutan NaOH penyerapan adalah pada kecepatan 300
mL/menit. Hal ini dikarenakan pada Penentuan mmol karbon batubara secara operasi absorpsi dengan kecepatan aliran
teori didasarkan pada mmol karbon pada udara yang tinggi, waktu kontak antara
norit. Konsentrasi NaOH yan digunakan NaOH dengan CO 2 untuk jumlah molekul
adalah 0,2 N dan konsentrasi HCl adalah yang sama akan semakin kecil. Waktu
0,245 N. Untuk mmol karbon secara kontak yang singkat ini menyebabkan
percobaan dapat dilihat pada Tabel 3. transfer massa yang terjadi lebih sedikit dan
jumlah CO 2 yang terserap lebih sedikit. Tabel 3. Pengaruh Massa Batubara Begitu juga dengan kecepatan alir yang
Terhadap Efisiensi Penyerapan CO 2
terlalu lambat, jumlah CO 2 terserap juga
Oleh Larutan NaOH
akan semakin kecil 5. Hal ini disebabkan
pada kecepatan alir udara yang terlalu
rendah menyebabkan pembakaran tidak
CO 2 CO 2 Absorpsi sempurna sehingga tidak semua karbon
yang dirobah menjadi CO 2 , sebagian dapat
dalam bentuk
monoksida, CO.
3.3 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH Sebagai Penyerap CO 2 Pada Pembakaran Norit
Dari poin 3.1, massa norit yang memiliki %
Pada tabel 3 diatas, % absorpsi yang paling absorpsi tertinggi adalah 45 mg dan dari
poin 3.2 pengaruh kecepatan aliran udara tinggi adalah pada massa batubara 45 mg. yang memiliki % absorpsi tertinggi adalah
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3.5 Pengaruh Kecepatan Aliran Udara Terhadap Dari Gambar 3, terlihat % absorpsi mulai
konstan pada konsentrasi 0,325 N dengan % Pada Pembakaran Batubara
Efisiensi Penyerapan CO 2 Oleh Larutan NaOH
absorpsi adalah 35,56%.
Pada variasi kecepatan aliran udara, massa
IV. Kesimpulan
batubara yang digunakan adalah 45 mg. Penyerapan CO 2 hasil pembakaran batubara Konsentrasi NaOH adalah 0,2 N dan
oleh larutan NaOH dipengaruhi oleh massa konsentrasi HCl adalah 0,245 N. Sama
sampel,
kecepatan
aliran udara dan
konsentrasi larutan penyerap. Untuk massa pada batubara dan % absorpsi terdapat
halnya dengan norit. Mmol CO 2 percobaan
45 mg, % absorpsi CO 2 pada pembakaran pada Tabel 4.
batubara adalah 22,29 %. Kecepatan aliran udara adalah tertinggi pada 300 mL/menit
Tabel 4. Pengaruh Kecepatan Aliran Udara dengan % absorpsi adalah 27,60%. Pada Terhadap Absorpsi CO 2 kondisi tersebut, konsentrasi larutan NaOH
Kecepatan mmol
% absorpsi
optimum adalah pada 0,325 N dengan %
(mL/menit)
CO 2 absorpsi 35,56%.
27.60 V. Ucapan terima kasih
kepada semua analis laboratorium Jurusan Kimia yang telah Dari tabel 4, dapat dilihat bahwa % absorpsi
24.59 Terimakasih
membantu jalannya penelitian ini. yang paling tinggi terdapat pada kecepatan
aliran udara 300 mL/menit.
Referensi
3.6 Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH
1. Wisnu, Baskoro., Iwan, Setiawan.,
pengaman dan Batubara
Sebagai Penyerap CO 2 Pada Pembakaran
Darjat.
Sistem
monitoring kadar CO 2 berlebih dalam
berbasis mikrokontroler Pada massa yang sama yaitu 45 mg dan
ruangan
Jurusan Teknik kecepatan aliran udara yang sama yaitu 300
atmega
Universitas Dipenogoro. mL/menit, maka untuk mengetahui kondisi
2. Dewi, Istiyane. 2011. Pemanfaatan emisi optimum penyerapan dilakukan dengan
PLTU batubara dalam memvariasikan
CO 2 dari
limbah cair domestik penyerap. Grafik pengaruh konsentrasi
berbasis mikro alga. Pasca Sarjana NaOH terhadap % absorpsi terlihat pada
Universitas Indonesia. Gambar 3.
3. Mulyanto, A., Aviantara, B., Dwindrata. 2012. Penerapan teknologi penangkapan
karbon dioksida dari udara bebas menggunakan
larutan sodium hidroksida. Jurnal Teknik Lingkungan. Jakarta, Juni. ISSN 1441-318X
4. Hairiah, Kurniatun. 2011. Pengukuran cadangan karbon. Malang : Universitas Brawijaya.
5. Maarif, Fuad., Arif, F Januar. Absorpsi gas karbondioksida (CO 2 ) dalam biogas dengan larutan NaOH secara kontinyu. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Dipenogoro : Semarang.
Gambar 3. Hubungan Konsentrasi Larutan NaOH Terhadap % Absorpsi
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
PENGGUNAAN SUMBER NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ASAM AMINO PADA MIKROALAGA Spirulina platensis
Magistrina Prima Putri, Sumaryati Syukur, dan Zulkarnain Chaidir
Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi Jurusan Kimia FMIPA Universitas Andalas
e-mail :primagistrina@gmail.com Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
Abstract
Through an experiment process, the usage of nitrogen source to protein and amino acid content in microalgae Spirulina platensis has been found. This research aimed to analyze protein
and amino acid content in Spirulina platensis cutured in two mediums; medium with NaNO 3 as nitrogen source and urea as nitrogen source, and to determine the best nitrogen source in Spirulina platensis growth. Protein extraction performed in alkaline extraction method for 5 hours and followed by precipitation in pH 3. Amino acid analysis was performed with Aminoacid Analyzer. Protein content determination was carried out using Bradford method that shows the highest protein content in urea biomass culture is 768.17 ppm. Sodium nitrate biomass cuture shows the lower protein content, that is 146.4 ppm. The growth of Spirulina
platensis was done with spectrophotometer at 560 nm. Amino acid analysis shows that NaNO 3 biomass culture yield the higher amino acid content than urea, but urea biomass culture shows
the best growth with the higher absorbant than NaNO 3 biomass culture. Keywords :Spirulina platensis, Urea, NaNO 3 , Amino acid
I. Pendahuluan
merupakan pupuk dengan harga murah yang umum digunakan dalam bidang
Protein merupakan makromolekul yang
memiliki peranan penting bagi makhluk hidup [1] . Salah satu mikroorganisme yang
pertanian, sedangkan NaNO 3 merupakan mampu
sumber nitrogen yang umum digunakan mikroalga. Mikroalga merupakan mikro-
untuk kultur mikroalga dalam skala organisme eukariot ataupun prokariot yang
laboratorium. Perbedaan sumber nitrogen hidup di perairan.
dalam
akan menghasilkan perbedaan kadar protein pada masing-
kultur
Mikroalga umumnya dikenal dengan
Perbedaan sumber sebutan
masing
biomasa.
dapat menyebabkan fitoplankton
perubahan genetik pada mikroalga. Hal ini pembenihan sering hanya disebut alga [2] .
sangat erat kaitannya dengan asam amino Mikroalga
penyusun protein tubuhnya [4,5] . makanan yang penting bagi organisme-
organisme lain karena ia bersifat autotrof [3] . Mikroalga Spirulina platensis merupakan Mikroalga membutuhkan nitrogen untuk
mikroalga penghasil protein tinggi, yaitu sebanyak
dari berat kering memproduksi
selnya Sumber [6,7] nitrogen dalam media . Mikroalga ini umumnya hidup di laut, namun juga banyak ditemukan di
pertumbuhan mikroalga umumya berasal dari nitrat, ammonium, dan urea [4] .
perairan
tawar.
Spirulina platensis
merupakan
mikroalga hijau-biru
Pada penelitian ini digunakan NaNO 3 dan
(cyanobacterium) yang berbentuk filamen. urea sebagai sumber nitrogen. Urea Spirulina memiliki dinding sel yang tipis
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
dengan garis tengah sel berkisar 1-12
2.2.1 Identifikasi Morfologi Mikroalga mikron. Spirulina bergerak dengan cara
Isolat mikroalga yang diperoleh dari menggelinding sepanjang garis tengah
BBPBAP dilihat morfologinya mengguna- selnya.
kan mikroskop cahaya dengan perbesaran mikroorganisme yang berkembang biak
Spirulina
merupakan
100x, kemudian morfologi tersebut di- dengan cara membelah diri [2] .
morfologi Spirulina platensis pada buku identifikasi fito- Kadar protein pada biomasa Spirulina dapat
ditentukan menggunakan
metoda
2.2.2 Pembuatan Medium Pertumbuhan menganalisa protein lebih cepat dengan
Bradford. Metoda
Bradford
mampu
Medium pertumbuhan yang digunakan reaksi pembentukan senyawa kompleks
pada penelitian ini adalah Bold Basal antara comassie blue dengan protein,
Medium (BBM) dengan sumber nitrogen disamping itu metoda ini menggunakan
NaNO3 dan medium BBM dengan sumber reagen lebih sedikit daripada metoda lowry
nitrogen urea, masing-masing medium serta memiliki interferensi yang kecil dari
diatur pH nya hingga 10 [10] . Medium BBM zat lain [7,8] .
nitrogen NaNO 3 mengandung 0,024 g/L NaNO3, 0,075 g/L Kualitas protein juga ditentukan oleh jenis
dengan
sumber
MgSO 4 .7H 2 O, 0,025 g/L NaCl, 0,075 g/L dan jumlah asam amino penyusunnya.
K 2 HPO 4 , 0,175 g/L KH 2 PO 4 , 0,025 g/L Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi
CaCl.2H 2 O, 27,22 g/L NaHCO 3 , serta trace asam amino pada biomasa Spirulina, pada
element . Medium BBM dengan sumber penelitian ini dilakukan menggunakan alat
nitrogen urea dibuat dengan komposisi Aminoacid Analyzer.
serupa dengan medium BBM namun NaNO 3 diganti dengan urea sebanyak 0,174 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
g/L. Medium diautoclave selama 30 menit kadar protein dan asam amino pada
dan didinginkan hingga suhu kamar. biomasa Spirulina platensis yang dikultur dengan sumber nitrogen urea dan sumber
2.2.3. Pertumbuhan Mikroalga nitrogen NaNO 3 . Mengetahui sumber
Isolat Spirulina platensis diukur optical nitogen yang baik untuk pertumbuhan
density awalnya meggunakan spektro- Spirulina platensis dalam medium BBM.
fotometer pada panjang gelombang 560 nm. Isolat tersebut kemudian dikultur ke
II. MetodologiPenelitian dalam medium dengan perbandingan isolat
2.1 Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi dan medium 1:9 (v/v). Kultur diaerasi Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pompa akuarium selama ialah mikroalga Spirulina platensis yang
proses pengukuran kurva pertumbuhan. diperoleh dari BBPBAP (Balai Besar
Kultivasi ini dilakukan pada suhu ruang Pengembangan Budidaya Air Payau),
dibawah penyinaran cahaya matahari. Jepara, Indonesia, media pertumbuhan
ukur tiap hari (NaHCO 3 ,
Pertumbuhan
di
menggunakan spektrofotometer dengan CaCl 2 .2H 2 O, fertilizer), akuades, urea,
NaCl,
MgSO 4 .7H2O,
panjang gelombang 560 nm sampai NaNO 3 ,NaOH, EDTA (ethylenediamine-
didapatkan fasa stasioner [11] . tetraacetic acid), reagen Bradford dan HCl.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
2.2.4 Persiapan Biomasa ini ialah peralatan gelas, pompa aquarium,
Isolat mikrolga dikultur kembali ke dalam pipa udara, net plankton, kertas pH,
medium BBM dengan perbandingan isolate mortar, spektrofotometer UV-Vis (Genesys
dan media 1:9 (v/v). Kultivasi dilakukan
20 Thermo Scientific), neraca analitik (Kern sampai kultur berada pada fasa akhir &Sohn
Kultur disaring magnetic
GmbH), mikroskop
cahaya,
eksponensial.
menggunakan net plankton dan dikering ultrasonikator, dan Amino Acid Analyzer.
stirrer,
ultrasentrifus,
anginkan. Biomasa kering dihaluskan menggunakan mortar, kemudian disimpan
2.2 Prosedur penelitian pada botol vial tertutup.
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
2.2.5 Ekstraksi dan Isolasi Protein nitrogen murni, kemudian sampel dioven Proses isolasi diawali dengan melakukan
C selama 24 jam. Sampel ekstraksi protein. Proses ini dilakukan
pada suhu 110 o
yang telah dihidrolisis dibiarkan sampai dengan
suhu ruang dan disaring menggunakan menggunakan
kertas saring Whatman no.41. Filtrat perbandingan
akuades
dengan
dipipet 1 mL ke tabung 10 mL dan disonikasi selama 3 menit menggunakan
(b/v).
Biomasa
dibekukan dengan es kering, pengeringan ultrasonikator, kemudian didiamkan dalam
dilanjutkan dalam pengering vakum. ice bath selama 2 menit. Natrium
kering dilarutkan hidroksida 2M ditambahkan ke dalam
Sampel
hidrolisis
kembali dengan HCl 0,1 N hingga volume 3 biomasa yang telah disonikasi sampai pH
mL dan dihomogenkan menggunakan
11. Biomasa pH 11 distirer selama 5 jam vortex, selanjutnya disaring menggunakan pada suhu 60 o
membran dengan ukuran 0,22µm. Filtrat dengan kekuatan 20.000 gravitasi selama 15
C, kemudian disentrifus
hasil saringan diinjeksikan pada alat Amino menit pada suhu 20 o
Acid Analyzer (AAA) sebanyak 100µL. isolasinya [9,12] .
C untuk proses
Amino Acid Analyzer menggunakan resin dilakukan pada suhu dingin dengan
Pengendapan
protein
penukan ion (Cation exchange)W3 dengan menambahkan HCl 2M pada isolat protein
ukuran kolom 6x460 mm, tinggi resin 220 sampai pH 3, kemudian larutan disentrifus
C. Larutan buffer menggunakan
mm dan suhu kolom 70 o
yang digunakan adalah larutan trisodium kekuatan 20.000 gravitasi selama 15 menit
ultrasentrifus
dengan
sitrat. Kecepatan alir larutan buffer dan pada suhu 5 o
33mL/jam dan kecepatan alir larutan fosfat pH 7 0,01 M, kemudian disimpan
C. Pelet ditambah buffer
ninhidrin 16,5 mL/jam , serta kecepetan pada
recorder 6 inch/jam dan tekanan kolom 450 berikutnya [12] .
suhu dingin
untuk
analisa
psi. Konsentrasi larutan standar yang diinjeksikan yaitu 0,250 µmol/mL [13].
2.2.6 Penentuan Kadar Protein Kandungan
protein
dianalisa
III. Hasil dan Pembahasan
menggunakan metoda Bradford. Proses ini diawali dengan pembuatan larutan stadar
3.1 IdentifikasiMorfologiMikroalga Bovine Serum Albumin (BSA) dengan
Hasil penelitian memperlihatkan morfologi konsentrasi 7,8-1000 ppm. Larutan standar
digunakan dalam BSA masing-masing diambil 5 mL dan
mikroalga
yang
penelitian ini yaitu Spirulina platensis. ditambah 5 mL reagen Bradford, kemudian
Pengamatan ini dilakukan menggunakan diinkubasi selama 15 menit. Larutan
mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x. standar diukur serapannya pada panjang
gelombang 595 nm. Pelet yang telah ditambah buffer fosfat diambil 5 mL dan ditambah reagen Bradford 5 mL, kemudian diinkubasi 15 menit. Larutan kemudian diukur
Dindingsel gelombang 595 nm. Konsentrasi protein dapat
ditentukan dengan
persamaan
regresi Trikoma [8] .
2.2.7 IdentifikasiAsam Amino
Identifikasi asam amino diawali dengan Gambar 1.Morfologi Spirulina platensis hasil menghidrolisis sampel menggunakan HCl
identifikasi mikroskop cahaya
6 N. Sampel biomasa Spirulina platensis perbesaran 100x
kultur urea dan kultur NaNO 3 masing-
masingnya ditimbang sebanyak 50 mg dan
pengamatan menggunakan dimasukkan ke dalam tabung pyrex 10 mL
Hasil
mikroskop cahaya menunjukkan Spirulina bertutup. Sampel ditambah HCl 6 N
platensis tidak memiliki flagel sebagai alat sebanyak 5 mL dan dialiri dengan gas
gerak. Morfologi mikroalga yang didapat
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
berupa filamen dengan bentuk spiral sangat buruk.Pada hari kedua sampai hari berwarna hijau kebiruan. Hal ini sesuai
ke
platensis mengalami adaptasi, hal ini ditandai dengan kenaikan
10 Spirulina
dengan morfologi
Spirulina
nilai absorban yang tidak signifikan setiap
platensis pada buku
identifikasi
dua harinya. Terjadi kenaikan absorban
fitoplankton.
pada hari ke 10 sebesar 0,017 A.
Gambar 2. Morfologi Spirulina platensis pada
buku identifikasi fitoplankton [14]
Adapun ciri-ciri morfologi
Spirulina
platensis yaitu berbentuk filamen yang Gambar 3. Kurva pertumbuhan Spirulina tersusun dari trikoma multiseluler yang
platensis
berbentuk spiral dan bergabung menjadi Hal ini menunjukkan bahwa kultur satu, memiliki sel berkolom, autotrof, dan
memasuki fasa eksponensial, namun fasa berwarna hijau kebiruan.
eksponensial pada kultur tanpa nitrogen ini sangat pendek akibat kurangnya nitrogen
3.2 Pertumbuhan Mikroalga Pertumbuhan mikroalga secara visual
dalam media kultur sehingga sel tidak mampu membentuk protein penyusun
dapat ditandai dengan berubahnya warna kultur. Pada penelitian ini didapatkan
Alasan inilah yang menyebabkan sel tidak dapat membelah
tubuhnya.
warna kultur hari pertama yaitu bening dengan baik dan tidak dapat menghasilkan kehijauan dengan perbandingan media dan sel baru yang lebih banyak. isolat mikroalga 9:1. Warna kultur pada Secara garis besar kepadatan sel pada hari ke 10 berubah menjadi warna hijau
yang lebih pekat daripada hari pertama. kultur urea lebih tinggi daripada kultur NaNO 3 (Gambar 3.), hal ini disebabkan
Hal ini menunjukkan
terjadinya
pertumbuhan mikroalga.Pertumbuhan karena urea mudah membentuk ion amonium. Urea dikonversi menjadi ion
mikroalga juga dapat diamati dengan amonium dalam sel mikroalga dengan pengukuran
absorban
menggunakan
bantuan enzim urease (urea amido- spektrofotometer.
Absorban
yang
hidrolase) atau urea amidoliase.Kedua didapatkan mewakili jumlah sel pada
kultur. Jumlah sel sebanding dengan enzim tersebut umumnya ada pada sel alga uniseluler. Ion ammonium akan digunakan
besarnya absorban yang didapatkan [9] . Pada awal kultur didapatkan nilai absorban
untuk membentuk asam amino esensial dalam
metabolismetubuhnya [15] . yang kecil, hal ini menandakan jumlah sel Berikut ini merupakan reaksi enzimatik yang ada dalam kultur masih sedikit. dalam konversi nitrogen menjadi ion Jumlah sel dalam kultur akan terus amonium di dalam sel [16] : bertambah selama fasa eksponensialnya.
proses
a. Mekanisme urea amidohidrolase Nitrogen merupakan komponen yang
CO(NH 2 ) 2 +H 2 O CO 2 + 2NH 3 sangat
b. Mekanisme urea amidoliase CO(NH 2 ) 2 + ATP + HCO 3 mikroalga. - Berdasarkan kurva + Mg 2+ +K +
penting dalam
pertumbuhan
pertumbuhan yang didapatkan dalam allophanate + ADP +Pi penelitian ini (Gambar 3.), Spirulina
Allophanate 2 NH 3 + 2CO 2 platensis yang dikultur dalam media tanpa
c. Mekanisme reduksi nitrat nitrogen memiliki pertumbuhan yang
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
NO 3 - + NADH + H +
NO 2 - + NAD + +
NO 2 - +3H 2 O+2H + + hv NH 4 + + 1,5
O 2 +2H 2 O
Pertumbuhan Spirulina kultur urea lebih
cepat mencapai fasa stasionernya. Hal ini
disebabkan mudahnya urea terkonversi
menjadi ion amonium,
sehingga
pembelahan sel terjadi lebih cepat.. Pada
masa kultur Spirulina akan terus menyerap
nitrogen dari media
dan
proses
pembentukan protein
akan
terus
berlanjutPembelahan sel akan berkurang Gambar 4. Kurva regresi standar BSA saat kultur memasuki fasa stasioner. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan kultur
mencapai fasa stasioner, salah satunya Hasil penentuan kadar protein dalam yaitu ketersediaan nitrogen dalam kultur
biomasa kultur NaNO 3 sangat kecil bila yang mulai berkurang.
dibandingkan dengan kadar protein dalam biomasa kultur urea, meskipun konsentrasi
Pada fasa stasioner akan terjadi kompetisi nitrogen yang ada pada kedua sumber antar sel dalam menyerap nutrien yang
nitrogen disamakan. Hal ini disebabkan mulai terbatas, nutrien ini dapat berupa
jumlah atom nitrogen pada urea dua kali nitrogen. Sel mengkonsumsi nitrogen lebih
jumlah atom nitrogen pada NaNO 3 , selain sedikit daripada saat fasa pertumbuhan,
itu NaNO 3 tidak dapat diubah secara maka pada fasa ini sel tidak dapat
langsung menjadi ion amonium oleh enzim menghasilkan protein sebanyak pada fasa
urease dalam sel mikroalga sehingga pertumbuhan, oleh sebab itu waktu yang
protein yang mampu dihasilkan mikroalga baik untuk isolasi protein pada mikroalga
kultur NaNO 3 kecil.
dilakukan saat sel berada dalam fasa
eksponensial. Sel
lebih
banyak
menghasilkan metabolit sekunder pada fasa stasioner. Penumpukan metabolit sekunder yang diproduksi sel akan menyebabkan sel memasuki fasa kematian.
3.3 Penentuan Kadar Protein Hasil yang didapatkan pada pengukuran
Gambar 5. Persentase protein dalam sampel Spirulina platensis kultur NaNO 3
kadar protein menggunakan
dan kultur urea Bradford yaitu kadar protein pada kultur
metoda
urea sebesar 768,17 ppm, sedangkan kadar
protein pada NaNO3 sebesar 146,45 ppm.
batas peyerapan Hasil ini diperoleh dengan persamaan nitrogen, bila nitrogen yang ada pada regresi linier standar BSA. media terlalu banyak maka pertumbuhan
Mikroalga
memiliki
mikroalga akan terhambat atau disebut Hal ini disebabkan urea lebih mudah juga keracunan amonium. Terhambatnya membentuk ion amonium dalam sel
mikroalga juga dapat mikroalga
menghambat proses biosintesis protein urease.Ion amonium akan masuk ke dalam didalam sel, oleh karena itu pada penelitian
struktur protein membentuk NH 2 . Semakin
ini konsentrasi nitrogen pada tiap sumber banyak ion amonium yang terbentuk maka nitrogen disamakan dengan konsentrasi semakin banyak pula protein yang dapat nitrogen pada sumber nitrogen dalam dihasilkan.
medium BBM.
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
3.4 Identifikasi Asam Amino biomasa kultur NaNO 3 jauh lebih tinggi Hasil
daripada biomasa kultur urea. identifikasi asam amino pada sampel mikroalga Spirulina platensis kultur NaNO3
yang didapat
dalam
proses
Asam amino esensial yang dihasilkan oleh dan kultur urea menggunakan Amino Acid
kedua biomasa yaitu histidin, treonin, Analyzer adalah sebagai berikut :
valin, metionin, lisin, isoleusin, dan fenilalanin. Secara keseluruhan kadar asam
amino yang dikandung oleh biomasa kultur
NaNO 3 lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomasa kultur urea.
Hal ini disebabkan oleh kadar prekursor awal, yaitu asam glutamat pada biomasa
kultur NaNO 3 lebih besar daripada kultur urea. Semua asam amino berasal dari
senyawa intermediet Glikolisis, siklus asam sitrat, dan pentose phosphat pathway.
Nitrogen masuk ke dalam metabolisme melalui
Asimilasi amonium membentuk Glutamat dan Glutamin [13] .
proses
IV. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Gambar 6. Komposisi protein pada Spirulina dapat disimpulkan bahwa kadar protein
platensis kultur NaNO 3 dan kultur tertinggi didapat pada biomasa Spirulina Urea
platensis kultur urea, yaitu sebesar 768,17 Keterangan : ASP (As.Aspartat), SER
ppm atau 62% dari berat kering selnya. (Serin), GLU (As.Glutamat), GLY (Glisin),
pada NaNO 3 yang HIS (Histidin), ARG (Arginin), THR
Kadar
protein
didapatkan sangat kecil yaitu 146,45 ppm (Treonin), ALA (Alanin), PRO (Prolin), CYS
atau 11,86% dari berat kering sel nya. (Sistein), TYR (Tyrosin), VAL (Valin), MET
Perbedaan sumber nitrogen mempengaruhi (Metionin), LYS (Lisin), ILE (Isoleusin),
kadar protein di dalam sel Spirulina LEU (Leusin), PHE (Fenilalanin)
platensis . Semakin banyak ion amonium yang mampu diubah sel maka protein yang
Berdasarkan data diatas asam amino
meningkat. Asam Amino tertinggi yang dikandung oleh biomasa
dihasilkan
terkandung didalam kultur NaNO 3 dan biomasa kultur urea
Esensial
yang
histidin, treonin, valin, yaitu
sampelyaitu
metionin, lisin, isoleusin, dan fenilalanin. sebanyak 3,56 g dan 2,86 g dalam 100 g
asam glutamat,
masing-masing
Biomasa kultur NaNO 3 menghasilkan sampel. Jumlah asam amino sistein pada
kadar asam amino yang lebih tinggi
daripada biomasa kultur urea. tinggi daripada jumlah sistein pada biomasa kultur urea. Hal ini bergantung
biomasa kultur NaNO 3 sangat jauh lebih
V. UcapanTerimaKasih
pada jumlah metionin dan serin dalam tiap Ucapan terimakasih penulis sampaikan kultur tersebut.
kepada analis laboratorium biokimia dan bioteknologi Universitas Andalas.
Dalam biosintesis
sistein,
metionin
menyumbangkan atom sulfur dan serin menyumbangkan kerangka karbon. Pada
biomasa kultur NaNO 3 jumlah metionin
dan serin lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah pada kultur urea. Hal ini
yang menyebabkan jumlah sistein pada
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Referensi
cultivated blue-green algae (Spirulina platensis ), J. Agric. Food Chem, vol. 29,
1. Almatsier, S., 2004, Prinsip Dasar Ilmu
522-525
Gizi. Gramedia Pustaka Utama, 77-104
12. Gerde, Jose A., Tong Wang, Linxing
2. Isnansetyo, A., Kurniastuti , 1995, Yao, Stephanie Jung, Lawrence A. Teknik
Buddhi Lamsal, 2013 , Zooplankton – Pakan Alami untuk
Optimizing protein isolation from Pembenihan
and non-defatted Kanisius (Anggota IKAPI), 13-49
Nannochloropsis microalgae biomass,
3. Pelchar, Jr., dkk, 1986, Dasar-dasar Elsevier Algal Research, vol. 2, 145-153 Mikrobiologi 1, Universitas Indonesia
13. Sitompul, Saulina, 1997, Komposisi (UI-Press), 27-31
Asam-asam Amino dari Biji-bijian dan
4. Flynn, Kevin J., Ian B., 1986, Nitrogen Kacang-kacangan, Lokakarya Fungsi- sources for the growth of marine
onal Non Peneliti, Balai Penelitian microalgae: role of dissolved free
Ternak Ciawi, 1-5 amino
14. Wher, John D., Robert G. Sheath, 2003, Progress series, vol. 34, 281-304
Freshwater Algae of North America :
and Classification, Spirulina in Human Nutrition and
5. Gershwin, M. E., Amha B., 2007,
Ecology
Elsevierscience (USA), 141 Health, CRC press, Taylor & Francis
15. Wijanarko, Anondho, 2011, Effect of group, 3-22
the Presence of Subtituted Urea and
6. Fragakis, Allison S., Cynthia T., 2007, also Ammonia as Nitrogen Source in The Health Professional Guide to
Cultivied Medium on Chlorella’s Popular Dietary Supplements 3rd
Lipid Content, Intech : Progress in edition,
Biomass and Bioenergy Production, 1- Association, 499-503
7. Ali, S., Arabi M., 2012, Spirulina – An
16. Leftley, J.W.,Syrett, P.J., 1973, Urease Overview, International Journal of
and ATP: Urea Amidolyase Activity in Pharmacy
Unicellular Algae, Journal of General Sciences, vol. 4, issue 3, 9-15
and
Pharmaceutical
Microbiology, vol. 77, 109-115
8. Bradford, Marion M., 1976,A Rapid
and Sensitive
Quantitation of Microgram Quantities
of Protein Utilizing the Principle of
Protein-Dye Binding,
Analytical
Biochemistry, vol. 72, 248-254
9. Lee, Y., Chen, W., Shen, H., Han, D.,
Lie,Y., Jones, H. D. T., Timlin, J. A.,
Hu, Q.,2013, Basic Culturing and
Analytical Measurement Techniques,
Amos Richmond and Qiang Hu,
Handbook of Microalgal Culture:
Applied Phycology
and
Biotechnology, Second Edition, Wiley-
Blackwell, West Sussex, UK, 37-68
10. Amala, K., Ramanathan,
Comparative studies on production of
Spirulina platensis on the standard and
newly formulated alternative medium,
Science Park, vol. 1, 1-10
11. Devi, M. Anusuya, G. Subbulakshmi,
K. Madhavi Devi, L. V. Venkataraman,
1981 , Studies on the proteins of mass-
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
KONTROL PEMBENTUKAN NANOPARTIKEL PERAK MELALUI CAPPING AGENT DENGAN BANTUAN BIOREDUKTOR EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb)
Mia Luthfia Desna, Diana Vanda Wellia, dan Syukri Arief *
Laboratorium Kimia Material Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Andalas Jurusan Kimia FMIPA Unand, Kampus Limau Manis, 25163
* e-mail: syukriarief@gmail.com
Abstract
Synthesis of silver nanoparticles as a part of the development of nanotechnology has been successfully carried out by chemical reduction method using bior eduktor of gambier’s leaf extract. The process of biosynthetic conducted at various various conditions showed that the best
conditions for the synthesis of silver nanoparticles is AgNO 3 0.01 M (T reaksi =25˚C). The use of 1% Polivinil alkohol (PVA) as a capping agent had produced silver nanoparticles with high colloidal stability. Silver nanoparticles was floured grayish and shiny. The results of X-Ray Diffraction (XRD) displayed the same peak pattern obtained with standard silver metal. The Ag crystallite
size for concentration of AgNO 3 0.1 M was larger than AgNO 3 0.01 M. Transmission Electron Microscope (TEM) showed that particle size of Ag was about 59 nm from AgNO 3 0.1 M, while
about 22 nm of AgNO 3 0.01 M.
Keywords: Silver nanoparticle, Bioreductor, Capping agent, XRD, TEM
I. Pendahuluan
karbon, senyawa organik, dan biologi seperti
protein, atau enzim. 1 Pada saat ini, teknologi yang sedang
DNA,
banyak menarik berkembang adalah teknologi berbasis nano
Nanopartikel
yang
perhatian adalah nanopartikel logam karena atau sering disebut dengan nanoteknologi.
aplikasinya yang luas, antara lain di bidang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa
industri, kesehatan, dalam
optik,
elektronik,
biomedis, katalis, tekstil dan lingkungan. fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Material berukuran nanometer
Pemilihan nanopartikel perak sebagai fokus memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika
peneliti adalah karena aplikasinya yang luas yang lebih unggul dari material berukuran
serta kemampuannya dalam mengubah sifat besar.
fisik, optik, dan sifat elektronik suatu komponen.
itu, penggunaan Nanopartikel
Selain
nanopartikel perak telah dikenal sebagai nanoteknologi yang sangat popular dan
antimikroba dan aplikasi lain dalam lapisan semakin pesat perkembangannya sejak
cat antimikroba, tekstil, pengolahan air, dan beberapa tahun terakhir. Ukuran partikel
peralatan medis serta kemampuannya berukuran nano adalah sekitar 1 –100 nm.
berdasarkan kedudukannya Nanopartikel tersebut dapat berupa logam
tereduksi
dalam sistem berkala unsur. mulia seperti emas, platina, perak, oksida logam, semikonduktor, polimer, material
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Secara garis besar, sintesis nanopartikel lengkap tentang kondisi optimum serta perak dapat dilakukan dengan metode top-
sebagai bioreduktor. down (fisika) dan metode bottom-up (kimia).
peranan
gambir
Kondisi optimum biosintesis nanopartikel Sintesis
perak dilihat dengan melakukan variasi menimbulkan dampak yang tidak baik bagi
suhu sistesis dan penggunaan capping agent lingkungan sekitar dan mahluk hidup
dalam pembentukan nanopartikel perak. karena menggunakan bahan kimia yang
Kemudian, nanopartikel perak yang telah berbahaya
disintesis akan dikarakterisasi dengan XRD, menggunakan peralatan yang mahal. Oleh
dan cukup
reaktif
serta
dan TEM.
karena itu, dari berbagai metode yang telah dikembangkan oleh para ahli, bermunculan
II. Metodologi Penelitian
metode baru untuk sintesis nanopartikel yang dikenal dengan green nanotechnology
2.1. Bahan kimia, peralatan dan instrumentasi berbasis tumbuhan sebagai bioreduktor.
digunakan dalam penelitian ini yaitu daun gambir (Uncaria Indonesia sebagai negara dengan sumber
Bahan-bahan
yang
gambir Roxb.), Perak Nitrat (Brataco, daya alam dan keanekaragaman hayati
99,98%), Polivinil Alkohol (PVA) (Brataco), memiliki potensi untuk penelitian yang
Pereduksi alami yang terkait dengan eksplorasi pemanfaatan
dan
aquadest .
digunakan adalah daun gambir yang tumbuhan sebagai agen dalam biosintesis
diambil dari daerah Payakumbuh. nanopartikel. Beberapa jenis tumbuhan
yang telah dipublikasikan sebagai reagen Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
biosintesis adalah Eucalyptus hybrida 2 ,
ini yaitu peralatan gelas, kertas saring
Artocarpus heterophyllus 3 , Camellia Sinensis 4 ,
Whatman, aluminium foil, piknometer,
timbangan analitik, pipet tetes, corong, pH indica untuk biosintesis nanopartikel perak
dan Mollugo nudicaulis. 5 Penggunaan A.
meter, hot plate stirrer, magnetic bar, sentrifus,
X- Ray Diffraction (XRD; Phillips X’pert memperolah hasil bahwa proses reduksi
telah dilakukan oleh Shankar dkk. 6 . Shankar
alytical), Transmission dimulai sekitar 2 sampai 4 jam setelah
Powder
PAN
Electron Microscope (TEM; JEOL JEM 1400). penambahan ekstrak.
2.2. Prosedur penelitian
Untuk menghasilkan partikel perak dengan
2.2.1. Preparasi Ekstrak Daun Gambir kualitas nano yang baik maka diperlukan
Tumbuhan yang digunakan untuk proses penggunaan capping agent dengan tujuan
green synthesis yaitu Gambir (Uncaria gambir untuk mencegah terbentuknya aglomerasi
Roxb). Bagian tumbuhan yang digunakan koloid nanopartikel perak.
yaitu daun dalam kondisi segar. Untuk preparasi
ekstraknya, daun gambir Dalam penelitian ini, akan dilakukan
dikeringanginkan dalam suatu ruangan pengamatan terhadap sintesis nanopartikel
yang terlindungi dari sinar matahari perak menggunakan ektrak daun gambir
Selanjutnya daun gambir (Uncaria gambir Roxb). Ekstrak gambir
langsung.
yang didapatkan mengandung katekin, yaitu suatu senyawa
dihaluskan.
Serbuk
kemudian disimpan dalam wadah yang polifenol yang digunakan karena memiliki
bersih dan terlindung dari cahaya untuk kemampuan sebagai zat pereduksi. Perak
terjadinya kerusakan dan nitrat akan direduksi oleh ekstrak daun
mencegah
penurunan mutu.
gambir sehingga lebih ramah lingkungan
dan ekonomis. Kemampun gambir sebagai Ekstrak tumbuhan diperoleh dengan cara bioreduktor untuk sintesis nanopartikel
menimbang serbuk sebanyak 10 g kemudian perak sebelumnya telah dibuktikan dalam
ditambah 100 mL aquadest dan direbus pada penelitian pendahuluan oleh Rahmah, W. 7 suhu didihnya selama ± 1 jam. Setelah itu,
Namun, belum didapatkan penjelasan yang larutan disaring dengan kertas saring
Jurnal Kimia Unand (ISSN No. 2303-3401), Volume 4 Nomor 2, Mei 2015
Whatman dan diambil filtratnya. Filtrat yang dihasilkan digunakan sebagai agen
Menurut Handaya dkk.(2011), nanopartikel reduktor.
perak hasil preparasi berbentuk koloid dengan
pengamatan warna koloid
2.2.2. Preparasi Capping Agent nanopartikel perak yang berbeda-beda, Capping agent yang digunakan yaitu
mulai dari kuning, transparan, atau krem Polivinil Alkohol (PVA). Larutan PVA 1%
atau abu-abu. 8 Koloid nanopartikel perak (b/v) dibuat dengan penimbangan PVA
warna-warna yang sebanyak 3 gram kemudian dilarutkan
memperlihatkan
berbeda berdasarkan pada absorpsi cahaya dalam 50 mL aquadest dan diaduk
dan pancaran pada daerah cahaya tampak. menggunakan pengaduk magnetik. Larutan dipanaskan hingga suhu 80˚C dan seluruh
nanopartikel dapat PVA
Kestabilan
koloid
dikontrol dengan menambahkan Polivinil didinginkan
terlarut sempurna.
Kemudian
alkohol (PVA) sebagai capping agent. Dengan dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL
ditambahkan PVA, koloid menjadi lebih dan volume dicukupkan sampai garis batas.
stabil dan partikel akan tetap berukuran nano. Kestabilan koloid nanopartikel dapat
pengukuran absorban Pada
2.2.3. Sintesis Nanopartikel Perak
dilihat
melalui
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. karakterisasi nanopartikel perak dengan adanya capping agent dan nanopartikel perak
penelitian ini
akan
dilakukan
3.1. X-Ray Diffraction (XRD) tanpa adanya capping agent. Nanopartikel
Analisis XRD pada serbuk nanopartikel dengan adanya capping agent, dibuat dengan
perak hasil sintesis dilakukan untuk
mengetahui struktur dan ukuran kristal dari dan 0.01 M dengan larutan PVA 1% (b/v)
cara mencampurkan larutan AgNO 3 0,1 M
nanopartikel yang didapatkan. Gambar di kemudian
hasil XRD dari gambir dengan rasio 1:1:1. Larutan distrir
dengan konsentrasi selama 24 jam dan kontrol pada suhu 25˚C,
nanokristal
perak