BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Mengenai Keselamatan Kerja - Identifikasi Faktor – Faktor Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Dengan Metode ARCTM

BAB II KAJIAN PUSTAKA

  2.1 Gambaran Umum Mengenai Keselamatan Kerja

  Defenisi keselamatan menurut kamus besar bahasa Indonesia dapat diartikan : kondisi bebas dari bahaya, terhindar dari bencana, aman sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu apapun, sehat, tidak mendapat gangguan, kerusakan. Untuk menjamin terciptanya keselamatan kerjadi dalam pekerjaan kontruksi diperlukan keterlibatan secara aktif dari manajemen perusahaan bagi terciptanya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman. Manajemen suatu perusahaan konstruksi perlu membuat program keselamatan kerja (safety program) dan mempunyai komitmen untuk menjalankan program tersebut demi terciptanya keamanan dilokasi proyek. Berikut ini penulis uraikan beberapa teori yang akan mendukung program tersebut demi terciptanya keamanan dilokasi proyek.

  Dalam pelaksanaannya di lapangan, program keselamatan kerja di Indonesia melibatkan berbagai pihak yang saling terkait satu dengan yang lain.

  • – Hubungan antar pihak yang terkait ini sangat erat dan tidak dapat berdiri sendiri sendiri. Pihak yang terlibat dalam program keselamatan kerja, meliputi :

  1. Pemerintah, dalam hal ini melalui Departemen Tenaga Kerja dan bertindak sebagai pengatur serta pembina keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

  2. Kontraktor, sebagai pihak yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam penyusunan dan pelaksanaan program keselamatan kerja pada suatu proyek kontruksi. Dalam hal ini kontraktor wajib membentuk unit keselamatan kerja dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan serta melakukan kontrol terhadap faktor

  • – faktor yang mendukung program keselamatan kerja.

  3. Mandor, merupakan lini terdepan yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan program kerja, sehingga mandor harus dapat memberi pengarahan dan pengawasan kepada pekerja proyek tentang program keselamatan kerja.

  4. Pekerja, merupakan pihak yang terkait langsung dengan pelaksanaan program keselamatan kerja, agar setiap pekerja pada proyek konstruksi diharapkan selalu memperhatikan dan mematuhi program keselamatan kerja yang telah disusun sehingga dapat meminimalisasi kerja yang akan terjadi.

2.2 Kecelakaan Kerja Proyek kontruksi, pada prinsipnya memiliki karakteristik yang unik.

  Bahkan dapat dikatakan bahwa setiap proyek di kontruksi berbeda satu sama lain. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya permasalahan yang berbeda selama proses pengerjaan dari masing

  • – masing proyek kontruksi. Proses perencanaan dan pelaksanaan suatu proyek kontruksi berada pada umumnya, dibawah tekanan waktu dan anggaran terbatas, jumlah tenaga kerja yang banyak dengan keahlian yang beragam, dan pelaksanaanya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan lingkungan sekitar. Karakteristik – karakteristik ini menyebabkan proyek kontruksi memiliki kondisi yang berbahaya dan rawan akan terjadi kecelakaan kerja. Untuk mengerti dan memahami kajian mengenai kecelakaan kerja, sebaliknya kita perlu mengkaji makna dari kecelakaan itu sendiri, berikut ini adalah beberapa dapat defenisi didapatkan mengenai kecelakaan kerja sebagai berikut :
  • – Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak sengaja seperti kejadian kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Kecelakaan tidak selalu berakhir
dengan luka fisik dan kematian. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakaan peralatan dan material dan khususnya yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar. Semua kecelakaan terjadi, tanpa melihat apakah ini menyebabkan kerusakan ataupun tidak, pada prinsipnya perlu mendapatkan perhatian. Kecelakaan yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material, dan kecelakaan fisik dari personil kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut.

  Defenisi kecelakaan kerja lainnya adalah sesuatu yang tidak terencana, tidak terkontrol dan sesuatu hal yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga menganggu efektifitas kerja seseorang. Menurut penelitian kecelakaan didefenisikan sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia atau harta benda.

  Pada dasarnya pencegahan kecelakaan kerja merupakan tanggung jawab para menejer, mandor, serta pekerja itu sendiri. Pihak

  • – pihak ini wajib memelihara kondisi kerja yang aman sesuai dengan ketentuan pabrik dan pemrosesan yang baik. Teknik pencegahan yang harus didekati yaitu perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, dan letak) serta aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan). Kelengahan dan kelalaian manajemen dalam pengelolaan sumber daya manusia akan mengakibatkan kecelakaan atau kerugiaan. Dari aspek peralatan, pencegahan kecelakaan harus dilaksanakan, yaitu dengan terlebih dahulu menyusun berbagai sistem dalam perusahaan untuk mencegah dan menangani kecelakaan kerja.

2.2.1 Penyebab Kecelakaan

  Kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh bermacam

  • – macam faktor, sehingga setiap kecelakaan kerja yang terjadi sebaiknya di investigasi secepat mungkin untuk mengetahui penyebab langsung dan tidak lansung timbulnya kecelakaan kerja, maka diperlukan langkah
  • – langkah identifikasi, sebagai acuan untuk pencegahan terjadinya kecelakaan kerja dalam kasus yang sama.

  Penyebab kecelakaan kerja secara umum dapat dibagi dua yaitu:

1. Penyebab Langsung

  Penyebab langsung adalah perbuatan atau kondisi yang secara langsung berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Penyebab langsung dalam kasus kecelakaan kerja adalah kecelakaan kerja akibat tindakan tidak aman dari pekerja (unsafe act) dan kecelakaan kerja akibat kondisi lapangan kerja yang buruk (unsafe conditions) a. Tindakan yang tidak aman (unsafe acts), didefenisikan sebagai segala tindakan manusia yang dapat memungkin terjadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain. Contoh dari perbuatan yang tidak aman antara lain adalah:

  • Metode kerja yang salah
  • Tidak menggunakan alat yang telah disediakan
  • Salah menggunakan alat yang telah disediakan
  • Menggunakan alat yang sudah rusak
  • Tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja
  • Kurang ahli dalam menggunakan peralatan

  • Bahaya yang timbul akibat suatu gerakan yang berbahaya seperi berlari, melompat, melempar.
  • Bahaya yang timbul akibat senda gurau dengan pekerja lain.

  b. Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefenisikan sebagai suatu kondisi lingkungan kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan.

  Kondisi yang tidak aman :  Perencanaan keselamatan kerja yang tidak efektif.

  • Tidak tersedia perlengkapan keselamatan kerja.
  • Penataan lapangan yang buruk.
  • Pengaturan peralatan, mesin, elektrikal yang buruk.
  • Perlengkapan kerja yang tidak layak.
  • Kurang memperhatikan penerangan, ventilasi, dll.

2. Penyebab Tidak Langsung

  Penyebab tidak langsung adalah suatu kegaitan atau kondisi yang secara tidak langsung dalam pelaksanaannya dapat berisiko menimbulkan kecelakaan. Penyebab tidak langsung dalam kasus keselamatan kerja berupa :

  • Kurang berperan manajemen keselamatan kerja
  • Kondisi pekerja konstruksi

  Kondisi pekerja dapat ditinjau dari aspek :

  1. Mental pekerja yang disebabkan: Tidak ada pelatihan dan penghargaan keselamatan kerja, kurangya koordinasi, kurang cakap dalam berpikir, lambat bereaksi terhadap suatu bahaya, kurang perhatian, emosi yang tidak stabil, mudah gugup dan sebagainya.

  2. Fisik pekerja, yang disebabkan : Kelelahan karena harus bekerja lembur, pendengaran yang kurang baik, pandangan mata yang buruk, kesehatan jantung, mempunyai tekanan darah tingi, tidak memenuhi kualifikasi untuk melakukan pekerjaan kontruksi.

  • – Berdasarkan keterangan dari Suraji (2001), dengan memperhatikan faktor faktor penyebab kecelakaan seperti yang disebutkan diatas, kemudian mengeliminasi unsafe act dan unsafe conditions serta mengontrol contributing causes, diharapkan resiko kecelakaan yang terjadi di proyek kontruksi dapat diminimilisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan dukungan tim manajemen yang kuat serta partisipasi dari mandor dan pekerja untuk menyukseskan program keselamatan kerja yang telah dibuat.

2.2.2 Jenis – Jenis Kecelakaan

  Jenis kecelakaan yang terjadi pada proyek kontruksi bermacam

  • – macam dan hal tersebut, merupakan dasar dari penggolongan dan pengklasifikasian jenis
  • – jenis kecelakaan yang terjadi pada pekerjaan kontruksi. Jenis – jenis kecelakaan kerja dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yaitu :

  1. Terbentur (struck by) Kecelakaan ini terjadi pada saat seseorang yang tidak diduga, ditrabrak atau terkena sesuatu yang bergerak atau terkena bahan kimia. Contohnya : terkena pukulan paku, ditabrak kendaraan, benda asing misalnya material.

  2. Membentur (struck against) Kecelakaan yang selalu timbul akibat pekerja yang bergerak, seara tidak sengaja terkena ataupun besentuhan dengan beberapa objek atau bahan

  • – bahan kimia. Contohnya : terkena sudut atau bagian yang tajam, menabrak pipa – pipa.

  3. Terperangkap (caught in, on, between) Contohnya dari caught in adalah kecelakaan yang akan terjadi bila kaki pekerja tersangkut diantara papan

  • – papan yang patah dilantai. Contoh dari caught on adalah kecelakaan yang timbul bila laju dari pekerja terkena pagar kawat, caught between seperti kecelakaan bila lengan atau kaki pekerja tersangkut dalam bagian mesin yang bergerak.

  4. Jatuh dari ketinggian (fram fall above) Kecelakaan ini terjadi yaitu pada saat pekerja jatuh dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Contohnya jatuh dari tangga atau atap.

  5. Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level) Beberapa kecelakaan yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh dari lantai yang sama tingkatnya.

  6. Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain) Kecelakaan ini timbul akibat pekerjaan yang teralalu berat yang dilakukan pekerja seperti mengangkat, menaikkan, menarik benda dan material yang dilakukan diluar batas kemampuan.

  7. Terkena aliran listrik (electrical contact) Contoh dari kecelakaan ini seperti sentuhan anggota badan pekerja dengan alat atau perlengkapan yang mengandung listrik.

  8. Terbakar (burn) Contoh dari kecelakaan ini seperti bagian dari tubuh pekerja mengalami kontak dengan percikan, bunga api atau dengan zat kimia yang panas.

  Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962, klasifikasi kecelakaan kerja digolongkan menjadi beberapa klasifikasi, antara lain :

  1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :

  a. Terjatuh

  b. Tertimpa benda jatuh

  c. Tertumbuk atau terkena benda

  • – benda, terkecuali benda jatuh

  d. Terjepit oleh benda

  e. Gerakan

  • – gerakan melebihi kemampuan

  f. Pengaruh suhu tinggi

  g. Terkena arus listrik

  h. Kontak dengan bahan

  • – bahan berbahaya atau radiasi i. Jenis – jenis lain, termasuk kecelakaan – kecelakaan yang data – datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

  2. Klasifikasi menurut penyebab

  1. Mesin

  • Pembangkit tenaga, terkecuali motor
    • – motor listrik

    >Mesin penyalur
  • Mesin – mesin untuk mengerjakan logam
  • Mesin – mesin pengolah kayu
  • Mesin – mesin pertanian
  • Mesin – mesin pertambangan
  • Mesin – mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

  2. Alat Angkut dan alat angkat

  • Mesin angkat dan peralatannya
  • Alat angkutan diatas rel
  • Alat angkutan lain yang beroda, terkecuali kreta api
  • Alat angkutan udara
  • Alat angkutan air
  • Alat angkutan lain

  3. Peralatan Lain

  • Bejana bertekanan
  • Dapur pembakar dan pemanas
  • Instlasi pendingin
  • Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat
    • – alat listrik (tangan)

  • Alat – Alat Listrik - Alat – alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat – alat listrik
  • Tangga - Perancah (stegger)
  • Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut

  4. Bahan

  • – Bahan, zat dan radiasi
    • Bahan – bahan peledak
    • Debu, gas, cairan dan zat

  • – zat kimia terkecuali bahan peledak
    • Benda – benda melayang
    • Radiasi - Bahan – bahan dan zat – zat lain yang belum termasuk golongan tersebut

  5. Lingkungan kerja

  • Diluar bangunan
  • Didalam bangunan
  • Dibawah tanah

  6. Penyebab

  • – penyebab lain yang belum termasuk golongan tersebut atau data belum memadai.

  3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

  a. Patah tulang

  b. Dislokasi/keseleo

  c. Regang otot/urat

  d. Memar dan luka dalam yang lain

  e. Amputasi

  f. Luka

  • – luka lain

  g. Luka dipermukaan

  h. Gegar atau remuk i. Lukar bakar j. Keracunan

  • – keracunan mendadak k. Akibat cuaca dan lain
  • – lain l. Mati lemas m. Pengaruh arus listrik n. Pengaruh radiasi o. Luka – luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

  4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

  a. Kepala

  b. Leher

  c. Badan

  d. Anggota atas

  e. Anggota bawah

  f. Banyak tempat

  g. Kelainan umum h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.

  Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat jarang sekali disebabkan oleh satu factor, melainkan oleh berbagai factor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolong

  • – golongkan penyebab menurut kelainan atau luka
  • – luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut jenis dan letak atau kelainan ditubuh berguna bagi penelahaan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.

2.2.2.1 Kecelakaan – kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan :

  1. Peraturan Perundangan, yaitu ketentuan

  • – ketentuan yang diwajibakan mengenai kondisi
  • – kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan
  • – pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja peralatan industry, tugas tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervise medis, P3K, dan pemeriksaan kesehatan.

  2. Standarisasi yaitu penetapan standar

  • – standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai misalnya konstruksi yang memenuhi syarat
  • – syarat keselamatan, j
  • – jenis peralatan industry tertentu, praktek – praktek keselamatan, dan hygiene umum atau alat – alat perlindungan diri.

  3. Pengawasan yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan

  • – ketentuan perundang – undangan yang diwajibkan.

  4. Penelitian yang bersifat teknik, yang meliputi sifat dan cirri

  • – cirri bahan – bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengamanan, pengujian alat
  • – alat perlindungan diri.

2.2.3 Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan

  Faktor

  • – faktor penyebab kecelakaan kerja dapat ditinjau menjadi 3 faktor yaitu :

  1. Manusia

  2. Lingkungan area pekerjaan

  3. Perlatan keselamatan Untuk mengatasi faktor

  • – faktor penyebab terjadinya kecelakaan, maka diperlukan peninjauan terhadap aspek
  • – aspek yang berperan dalam penerapan keselamatan kerja pada suatu pekerjaan kontruksi. Adapun a
  • – aspek yang perlu ditinjau dalam penerapan program keselamatan kerja yaitu :

  1. Manusia Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja merupakan alat produksi yang paling tidak efesien ditinjau dari aspek tenaga, keluaran, ketahanan fisik dan mental.

  Untuk memulihkan tenaganya. Mengingat semakin meningkatnya efesiensinya dengan bantuan peralatan dan perlengkapan, semakin canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin besar bahaya yang mengancamnya. (Silalahi,1995).

  Hal

  • – hal yang berpengaruh terhadap tindakan yang tidak aman (unsafe act) serta kondisi lingkungan yang berbahaya dilokasi proyek, antara lain :

  a. Pembawaan Diri Accident Theory menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi berhubungan dengan faktor pribadi manusia. Setiap orang mempunyai pribadi yang berbeda dan mempengaruhi dirinya dalam melakukan setiap perbuatan. Pekerja dalam melakukan pekerjaannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kerjanya dan mengontrol pekerjaan yang ditangani sehingga dapat bekerja dengan aman. Orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mempunyai frekuensi kecelakaan yang lebih besar.

  b. Persoalan Diri Faktor

  • – faktor negatif yang terdapat dalam diri pekerja seperti hal yang
  • – dinamakan dengan stress akibat kelelahan, konsumsi alkohol, atau obat obatan. Penyakit dan perasaan frustasi dalam kehidupan yang akan memperngaruhi perilaku pekerja, sehingga meraka bisa melakukan pekerjaan yang tidak aman. Pada akhirnya berakibat dengan terjadinya kecelakaan kerja.

  c. Usia dan Pengalaman Kerja Faktor usia dan pengalaman kerja mempengaruhi pekerja dalam melakukan pekerjaan dilokasi pekerjaan, dimana pekerja yang masih muda usianya belum memiliki pengalaman kerja yang memadai dalam melaksanakan tugas mereka, hal ini dapat mengakibatkan tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja dewasa. Pekerja yang sudah berpengalaman dalam pekerjaannya akan lebih baik dalam bekerja dibandingkan dengan pekerja yang tidak berpengalaman atau pekerja baru. Hal ini disebabkan karena pekerja yang berpengalaman telah memahami tugas

  • – tugas yang akan dikerjakan dan resiko yang ada dalam pekerjaan yang ditanganinya. Pekerja baru ketika ditempatkan dilokasi proyek menghadapi lingkungan yang tidak dikuasainya, sehingga dapat membuatnya frustasi yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
d. Perasaan bebas dalam melaksanakan pekerjaan (tidak ada tekanan atau

  target kerja)

  Berdasarkan teori The Goals, pihak manajemen harus memberikan kebebasan kepada pekerja dalam usahanya mencapai tujuan dari pekerjaan dengan tidak membebani dengan target

  • – target yang memberatkan. Hasilnya adalah bahwa pekerja akan lebih memfokuskan kerjanya yang mengarahn pada tujuan kerja.

  e. Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja para pekerja tidak memberikan jaminan terhadap resiko kecelakaan kerja yang lebih kecil, karena resiko terjadinya kecelakaan kerja sangat tergantung akan pengertian pekerja tersebut terhadap pemahaman cara bekerja yang sama (peralatan keja, keselamatan kerja, prosedur pekerjaan) dan sebagainya.

  f. Keletihan fisik para pekerja Keletihan fisik para pekerja yang dapat menyebabkan kosentrasi para pekerja terganggu, sehingga cenderung untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti lingkungan tempat bekerja berada di tempat terbuka yang dipengaruhi oleh cuaca dan pergantian jam kerja yang tidak teratur terutama bila proyek berjalan terus menerus.

  2. Lingkungan dan Alat kerja Kondisi lingkungan juga perlu diperhatikan dalam mencegah kecelakaan kerja, terutama yang disebabkan oleh : a. Gangguan

  • – gangguan dalam bekerja, misalnya suara bising yang berlebihan yang berakibat dapat mengganggu kosentrasi pekerja dalam bekerja.

  b. Debu dan material beracun, mengganggu kesehatan kerja yang berakibat penurunan pada efektivitas kerja.

  c. Cuaca (panas, hujan) dimana kondisi panas berlebihan akan menyebabkan pekerja mengalami kelelahan fisik dini dan kondisi hujan akan mengakibatkan kecelakaan karena lokasi kerja menjadi licin. Pada kondisi tertentu berisiko menimbulkan tempat kerja kontruksi cenderung kecelakaan kerja yang tinggi, karena lokasi kerja proyek yang berbahaya. Kondisi kerja yang tidak aman, misalnya bekerja dekat atau bekerja bersama alat berat atau peralatan kerja yang bergerak dan lain sebagainya.

  3. Peralatan Keselamatan Kerja Peralatan keselamatan kerja berfungsi untuk mencegah dan melindungi pekerja dari kemungkinan mendapatkan kecelakaan kerja. Peralatan keselamatan kerja tersebut sangat bervariasi jenis dan macamnya, tergantung dari aktivitas apa yang dilakukan oleh pekerja.

  Jenis

  • – jenis dan kegunaan peralatan keselamatan kerja tersebut adalah

  1. Safety Helmet Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.

  2. Sepatu pelindung (Safety Shoes) Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia, dst.

  3. Pelindung mata Pelindung mata bermacam jenis dan bentuknya tergantung pada pekerjaan apa yang dilakukannya. Diantaranya terdiri dari :

  1. Welders Welders digunakan oleh pekerja yang melakukan pekerjaan, pengelasan atau saat memotong besi dengan cara membakar digunakan oleh pekerja yang akan menggerinda atau menggunakan material cair yang panas.

  2. Goggles Goggles digunakan oleh pekerja yang akan melakukan penggergajian atau yang melakukan pengeboran dengan lokasi di atas kepala. Pekerja menggunakan alat ini untuk melakukan pekerjaan dilokasi yang berdebu misalnya di lokasi pembuatan adonan semen.

  4. Pelindung telinga (Ear Plug / Ear Muff) Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

  5. Pelindung muka (Face Shield)

  6. Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda).

  7. Tali Pengaman (Safety Harness) = Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.

  8. Sarung Tangan Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

  9. Jas Hujan (Rain Coat) Berfungsi melindungi dari percikan air saat bekerja (misal bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat).

2.3 Proses Identifikasi Faktor – Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja

  Penelitian

  • – penelitian mengenai kecelakaan kerja pada proyek kontruksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Hasil – hasil penelitian tersebut akan diidentifikasi dengan melakukan studi terhadap literatur
  • – literatur terkait dan studi terhadap un
  • – undang mengenai keselamatan kerja yang digunakan dalam proyek kontruksi di indonesia sebagai dasar atau landasan untuk melakukan identifikasi melalui pengamatan langsung dilapangan (survei) nantinya.

  Proses identifikasi ini merupakan salah satu proses yang sangat penting karena keakruatan dalam proses selanjutnya bergantung dari seberapa baik pengidentifikasikan faktor

  • – faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi. Adapun proses pengindentifikasi dilakukan secara mendalam dan hanya dibatasi pada faktor
  • – faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja.

  Dan berdasarkan studi dari literatur, kecelakaan kerja yang terjadi didalam proyek kontruksi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

  1. Faktor Manusia

  2. Sistem manajemen

  3. Peralatan dan material

  4. Area pekerjaan

2.3.1 Faktor Manusia

  1. Skill dan pengalaman Skil menurut defenisinya adalah faktor kompetensi dari pekerja secara umum, berkaitan dengan pengetahuan tentang cara kerja (metode) dan pelaksanaannya serta pengenalan aspek

  • – aspek pekerjaan secara terperinci sampai hal – hal kecil termasuk aspek keselamatan kerja. Skill atau keahlian seorang pekerja, merupakan salah satu hal diperlukan didalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi. Skill seseorang akan menentukan tingkat pekerjaan yang dilakukan seseorang pekerja didalam pekerjaan kontruksi.

  Pengalaman pekerja dalam melakukan suatu kegiatan pekerjaan kontruksi pada prinsipnya, berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Semakin banyak pengalaman seseorang dalam bekerja pada pekerjaan kontruksi, maka akan semakin efektif hasil pekerjaan yang akan dicapai. Begitu pula dalam hal menjaga keselamatan jiwanya didalam bekerja. Seorang pekerja yang berpengalaman akan selalu melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur pekerjaan yang aman, dikarenakan oleh banyaknya pengetahuan yang telah dimiliki semenjak bekerja dalam pekerjaan kontruksi.

  Dalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi, diperlukan sertifikat kahlian yang berkaitan dengan suatu pekerjaan khususnya contohnya seperti operator crane yang memerlukan keahlian tertentu didalam mengoperasikan crane. Selain pekerjaan yang dilaksanakan berjalan dengan baik, sesuai dengan prosedur, maka hal tersebut sudah merupakan langkah

  • – langkah didalam pencegahan kecelakaan kerja.

  Adapun defenisi dari sertifikasi dan sertifikat adalah yaitu :

  a. Sertifikasi adalah 1) Proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha di bidang jasa konstruksi yang berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha atau

  2) Proses penilaian kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja seseorang dibidang jasa kontruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau kehalian tertentu.

  b. Sertifikat adalah 1) Tanda bukti pengakuan dalam penetapan klasifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha dibidang jasa kontruksi baik yang berbentuk orang perseorangan atau badan usah

  2) Tanda bukti pengakuan atas kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa kontruksi menurut disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu dan atau kefungsian dan atau keahlian tertentu.

  Dari hasil penelitian, menempatkan orang yang memiliki keahlian tertentu pada pekerjaan yang tepat (right person on the right job) berarti seseorang yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan dengan pengetahuan, pengalaman, serta skill yang memadai.

  2. Human Error Secara umum human error berkaitan dengan kepatuhan seseorang dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Human error pada umumnya terjadi akibat kelalaian dari pekerja dalam melakukan pekerjaan. Factor human error didalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi, dan membawa dampak yang fatal terhadap keselamatan kerja. Untuk itu, dalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi sebaiknya dilakukan tingkat pengawasan yang ketat terhadap para pekerja agar resiko terjadinya kecelakaan bisa diminimalisasi.

  Human error adalah tindakan seseorang didalam bekerja yang tidak aman sehingga tidak dapat mengetahui akar permasalahan dari penyebab kecelakaan kerja.

  Perilaku tidak aman pekerja dibagi tiga tingkatan :

  a. Skill-based-error : kesalahan yang berhubungan dengan keahlian dan kebiasaan kerja.

  b. Rule-based-error : kesalahan dalam memenuhi standart dan prosedur yang berlaku.

  c. Knowledge-based-error : kesalahan dalam mengambil keputusan karena kurangnya pengetahuan

  3. Komunikasi Keampuhan suatu system sampai tingkat tertentu tergantung kepada kualitas komunikasi yang terjadi diantara pihak

  • – pihak yang terlibat, dalam hal ini hubungan pekerja dan pihak manajemen dalam perhatian mereka untuk mengetahui kondisi yang tidak aman (unsafe condition) maupun lingkungan yang berbahaya. Program
keselamatan kerja hendaknya didukung oleh sitem manajemen informasi yang baik dalam hal pengumpulan atau penyampaian informasi, yang meliputi adanya jalur komunikasi yang baik dari pihak manajemen kepada para pekerja maupun sebaliknya dari pekerja tentang kondisi yang tidak aman kepada pihak manajemen. Informasi terbaru sangatlah penting, terutama yang berhubungan dengan peraturan dan prosedur keselamatan kerja yang terbaru, dan keadaan bahaya di lingkungan proyek.

  4. Faktor Usia Menurut Suma’mur (1981) kewaspadaan kecelakaan bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja ditempat yang bersangkutan. Tenaga kerja yang baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatanya. Selain itu mereka sering mementingkan dahulu selesainya jumlah pekerjaan tertentu yang diberikan kepada mereka, sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkana perhatian.

  Pada umumnya tenaga kerja yang berusia muda memiliki kelebihan akan memiliki otot tubuh, penglihatan dan pendengaran yang berkembang dengan baik.

  Akan tetapi belum memiliki pengendalian emosi dan kemampuan berpikir yang baik. Akan tetapi belum memiliki pengendalian emosi dan kemampuan berpikir yang baik. Tenaga kerja muda memiliki pikiran dengan tingkat ego yang masih tinggi dan emosional yang masih labil.

  5. Perilaku Buruk (bad behaviour) Perilaku buruk pada dasarnya adalah perilaku dasar dari perilaku yang tidak peduli terhadap keselamatan dirinya. Dalam hal ini berkaitan dengan perilaku buruk pekerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Contoh dari perilaku buruk misalnya

  0.51

  1.2.2 Human Error Pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai dengan standar/prosedur pekerjaan yang diterapkan Pekerja yang tidak menggunakan/melengkapi alat

  0.49

  3.9

  3.7

  3.80

  Koordinasi pelaksanaan pekerjaan dengan berbagai pihak.

  1.3.2 Komunikasi Pekerja belum mampu menerima perintah kerja dengan baik.

  1.3.1

  1.3

  0.49

  0.51

  3.5

  3.6

  3.55

  1.2.1

  pekerja merokok pada saat melakukan pekerjaan atas, sehingga berisiko terhadap keselamatan diri dari pekerja tersebut. Untuk mendidik para perilaku buruk dari pekerja sebaiknya diberikan arahan pada saat sebelum memulai satu pekerjaan dan pemberiaan efek jera yaitu sanksi terhadap perilaku pekerja yang dilakukan pada saat bekerja.

  1.2

  0.27

  0.36

  0.37

  2.6

  3.5

  3.6

  3.23

  1.1.3 Skill Dan Pengalaman Tingkat keahlian/kemampuan dari pekerja Kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh pekerja Sertifikasi keahlian yang dimiliki oleh pekerja

  1.1.2

  1.1.1

  1.1

Tabel 2.1 Sub Faktor untuk Skill dan pengalaman No Deskripsi Sub Faktor Mean Impact Weight

  • – alat keselamatan kerja dengan sempurna (Helm Safety dll)

  1.4 Aspek Usia

  2.85

  1.4.1 Pekerja yang mengalami kecelakaan berusia kurang

  2.8 dari 30 tahun

  0.49

  1.4.2 Pekerja yang lebih muda kurang teliti dalam

  2.9 bekerja

  0.51

  1.5 Perilaku Buruk

  3.85

  1.5.1 Pekerja menyalakan api pada tempat berbahaya

  3.7 (merokok)

  0.48

  1.5.2 Pekerja melakukan pekerjaan secara tidak serius

  4.0 (bermain, bercanda, mengobrol dll)

  0.52

2.3.2 Sistem Manejemen

  1. Komitmen Perusahaan Mengenai Keselamatan Kerja Pengurus harus menunjukkan kepemimpinan dan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dengan menyediakan sumber daya yang memadai. Pengusaha dan pengurus perusahaan harus menunjukkan komitmen terhadap keselamatan dan kesehatan kerja yang diwujudkan dalam : a. Menempatkan orgnisasi keselamatan kerja pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan.

  • – b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana sarana lain yang diperlukan dibidang keselamatan kerja.

  c. Menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab,wewenang dan kewajiban yang jelas dalam penanganan keselamatan kerja d. Perencanaan keselamatan kerja yang terkoordinasi

  e. Melakukan penilaian kerja dan tindak lanjut pelaksanaan keselamatan kerja. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa faktor komitmen merupakan salah satu faktor utama budaya keselamatan kerja, dimana tanpa dukungan dari pihak manajemen sangatlah sulit untuk mencapai keberhasilan dalam menjalankan program keselamatan kerja.

  Aspek komitmen perusahaan ditinjau berdasarkan hal

  • – hal berikut ini :

  a. Kebijakan perusahaan tentang pelaksanaan keselamatan kerja di proyek kontruksi.

  Ukuran dari kebijakan perusahaan contohnya yaitu dengan adanya prosedur keselamatan kerja secara umum, menjamin seluruh pekerjaannya dengan pemberian asuransi keselamatan kerja, mengadakan hubungan kerjasama antara perusahaan dengan rumah sakit terdekat. Perusahaan yang kurang memiliki komitmen akan keselamatan pekerjaannya biasanya hanya mementingkan pekerjaan dapat selesai dengan baik, tidak memperhatikan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.

  b. Pembatasan Finansial Ukuran penilaiannya berdasarkan atas alokasi biaya yang digunakan untuk penyediaan alat pelindung keselamatan kerja ataupun penyediaan sarana kesehatan seperti adanya kotak P3K.

  c. Pembuatan Aturan

  • – Aturan Tentang Keselamatan Kerja Ukurannya penilainnya berdasarkan ketaatan perusahaan didalam melaksanakan undang
  • – undang yang menjamin keselamatan kerja para pekerja dan keberlangsungan dan berkesinambungan dari pelaksanaan program kerja K3 yang dilaksanakan pada proyek kontruksi.
Berdasarkan persyaratan, perusahaan harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk inventarisasi, identifikasi dan pemahaman peraturan perundangan dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan kegiatan perusahaan yang bersangkutan. Pengurus harus menjelaskan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya kepada setiap tenaga kerja. Keberhasilan program keselamatan kerja berkaitan dengan komitmen perusahaan tentang penyediaan sumber daya yang cukup untuk program keselamatan kerja. Hal

  • – hal yang diperlukan antara lain kebijakan dan regulasi, kebutuhan sumber daya manusia, aspek financial, metoda, dll.

  d. Pelaksanaan Pekerjaan Sebelum proyek konstruksi dilaksanakan pengerjannya, manajemen perusahaan perlu untuk membuat perencanaan secara bertahap dan sistematis.

  Semua itu bertujuan supaya proses pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan. Adapun hal

  • – hal yang dikaji adalah hal – hal yang berkaitan dengan : 1. Pelaksanaan pekerjaan yang tidak terstruktur dengan baik.

  2. Karakteristik pekerjaan konstruksi.

  3. Jadwal yang ketat.

  Tujuan dari pengkajian hal

  • – hal diatas, bertujuan untuk menilai sejauh mana aplikasi penerapan keselamatan kerja dari perusahaan kontruksi terhadap pelaksanaan pekerjaan didalam proyek kontruksi.

  Berdasarkan persyaratan, penerapan awal system manejemen keselamatan kerja yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan, dan secara jelas menetapkan tujuan serta sasaran system manajemen keselamatan kerja yang dapat dicapai:

  • Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengan fungsi atau tingkat manajemen perusahaan yang bersangkutan.
  • Menetapkan sarana dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran.

  e. Pelatihan Keselamatan Kerja Penerapan dan pengembangan sistem manajemen keselamatan kerja yang efektif ditentukan oleh kompetensi kerja dan pelatihan dari setiap Tenaga kerja diperusahaan. Pelatihan merupakan salah satu alat penting untuk menjamin kompetensi kerja yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan keselamatan kerja.

  Hal

  • – hal yang ditinjau meliputi aspek dari pelatihan keselamatan kerja dan menjadi acuan didalam penilaian penerapan program keselamatan kerja perusahaan kontruksi, antara lain yaitu :
    • Kepedulian perusahaan dalam melakukan pelatihan keselamatan kerja
    • Training sesuai dengan standar yang berlaku - Intensitas pelaksanaan training.

  Berdasarkan hasil penelitian bahwa kesuksesan safety program dapat diperoleh apabila semua pihak

  • – pihak yang terkait diberikan pengetahuan dan training tentang keselamatan kerja untuk meningkatkan pengetahuan dan skill tentang keselamatan.

  f. Penjaminan Mutu Program Keselamatan Kerja

  Pada prinsipnya aspek penjaminan mutu adalah suatu hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program keselamatan kerja yang sesuai dengan kualitas yang ada. Untuk mengetahui sejauh mana penerapan aspek pejaminan mutu dari program keselamatan kerja di lapangan, maka hal

  • – hal yang menjadi acuan dalam penilaian didalam penelitian yaitu :

  1. Permasalahan pengawasan pekerjaan yang dilakukan pekerja Hal ini secara umum menjelaskan tentang aktivitas pihak safety didalam melakukan pengawasan secara intensif yang pada intinya bertujuan untuk memantau kesalahan – kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pekerja. Adapun hal

  • – hal yang menjadi parameter penting yang perlu ditinjau, antara lain : - Jumlah petugas safety yang mengawasi pelaksanaan pekerjaan.
    • Intensitas pengawasan yang dilakukan dan daerah area pengawasan petugas safety.

  Kesuksesan pengawasan pekerjaan yang berkaitan dengan supervisor yang berkompeten dalam melakukan pengawasan, komunikasi dua arah (listening and speaking) dan memberikan contoh yang baik dalam pelaksanaan program keselamatan kerja.

  2. Evaluasi dari penerapan keselamatan kerja Penerapan kinerja keselamatan kerja harus dilakukan secara periodic untuk mengetahui keberhasilannya terhadap pelaksanaan kegiatan pekerjaan kontruksi. Apabila implementasi program keselamatan kerja tersebut gagal untuk mengurangi tingkat kecelakaan maka evaluasi yang dilakukan bertujuan untuk melakukan perbaikan terhadap suatu kejadian dimasa lalu, seperti perubahan metoda kerja, ataupun pemasangan rambu keselamatan kerja.

Tabel 2.2 Sub Faktor Untuk Sistem Manajemen

  

No Deskripsi Sub Faktor Mean Weight

Impact

  2.1 Komitmen Perusahaan

  2.40

  2.1.1 Kebijakan keselamatan kerja Perusahaan

  2.5

  0.35

  2.1.2 Pembatasan financial terhadap program

  2.0

  0.28 Keselamatan Kerja

  2.1.3 Pembuatan aturan

  2.7

  0.38

  • – aturan tentang Keselamatan Kerja

  2.2 Pelaksanaan Pekerjaan

  3.03

  2.2.1 Program

  2.9

  0.32

  • – program kegiatan kerja tidak terstruktur dengan baik

  2.2.2 Karakteristik pekerjaan konstruksi

  2.7

  0.30

  2.2.3 Jadwal pelaksanaan yang ketat

  3.5

  0.38

  2.3 Pelatihan Keselamatan Kerja

  2.73

  2.3.1 Perusahaan tidak melakukan pelatihan

  2.5

  0.31 keselamatan kerja terhadap pekerja

  2.3.2 Pelatihan keselamatan kerja tidak memenuhi

  2.7

  0.33 standar.

  2.3.3 Kurangnya intensitas pelaksanaan pelatihan

  3.0

  0.37 keselamatan kerja

2.4 Penjaminan Mutu

  3.10

  2.4.1 Kurangnya pengawasan pekerjaan yang

  2.9

  0.47 dilakukan pekerja

  2.4.2 Evaluasi dari penerapan kinerja keselamatan kerja

  3.3

  0.53

2.3.3 Peralatan Dan Material

  Penggunan peralatan dan material merupakan salah satu aspek yang perlu ditinjau dalam pelaksanaan pekerjaan kontruksi. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko bahaya yang muncul akibat operaasional alat dan penggunaan bahan material yang dipergunakan.

  1. Identifikasi Peralatan Dan Material Didalam sistem pembelian barang dan jasa termasuknya didalam prosedur pemeliharan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja memenuhi persyaratan keselamatan kerja. Pada saat barang dan jasa diterima dan ditempat kerja, perusahaan harus menjelaskan kepada semua pihak yang akan menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

  Adapun hal

  • – hal yang menjadi parameter penting yang perlu untuk ditinjau, antara lain : a. Spesifikasi peralatan dan material dengan standar keselamatan kecelakaan.

  b. Identifikasi peralatan dan material oleh petugas.

  c. Prosedur penyimpanan dan pemindahan peralatan dan material.

  2. Operasi alat

  • – alat dan material Dalam penggunaan alat dan material untuk pelaksanaan pekerjaan kontruksi, diperlukan suatu prosedur yang tepat agar resiko bahaya kecelakaan bisa dihindari atau diminimalisasi. Hal tersebut menjadi kerangka pemikiran penelitian ini dalam menilai kisaran pengaruh penggunaan peralatan dan material terhadap terjadinya kecelakaan kerja.

  Hal

  • – hal yang menjadi parameter penting yang perlu ditinjau, antara lain :

  a. Penggunanan peralatan oleh operator yang kompeten

  b. Identifikasi peralatan dan material oleh petugas c. Prosedur penyimpanan dan pemindahan peralatan dan material.

Tabel 2.3 Sub Factor Untuk Peralatan Dan Material No Deskripsi Sub Faktor Mean Weight Impact

3.1 Identifikasi peralatan dan material

  3.23

  3.1.1 Spesifikasi peralatan, jasa dan material kurang

  3.3

  0.34 sesuai dengan standar keselamatan kerja yang berlaku.

  3.1.2 Indentifikasi dan penilaian peralatan dan

  3.2

  0.33 material dilaksanakan petugas yang kurang berkompeten.

  3.2

  0.33

  3.1.3 Tidak terdapat prosedur yang baik dalam penyimpanan dan pemindahan material dan peralatan.

  2.8

  0.29

  3.2

  3.2.1

  3.2.2

  3.2.3 Pelaksanaan Pekerjaan Penggunaan peralatan tidak dioperasikan oleh operator yang ditetapkan Proses penggunaan peralatan yang melebihi kemampuan maksimal yang ditetapkan.

  Proses perawatan dan perbaikan alat

  3.20

  3.2

  0.38

  3.6

  0.33

  • – alat berat / alat
  • – alat tertentu tidak dilakukan secara berkala.

2.3.4 Area Pekerjaan

Dokumen yang terkait

Identifikasi Faktor – Faktor Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Dengan Metode ARCTM

9 112 85

Perancangan Kampanye Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada Proyek Konstruksi

1 14 67

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja - Penerapan Program Behavior Based Safety (BBS) Dan Kecelakaan Kerja Di PT Inalum Kuala Tanjung Tahun 2014

0 4 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Laba dan Dividen Payout Ratio Pada Bank Umum

0 0 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tenaga Kerja (Manpower) - Analisis Faktor – Faktor Yang mempengaruhi Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota Medan

0 0 18

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi remaja - Identifikasi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode Analisis Faktor

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Identifikasi Faktor Pendorong Pernikahan Dini Dengan Metode Analisis Faktor

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Keselamatan Kerja 2.1.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja - Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecelakaan Kerja 2.1.1. Pengertian Kecelakaan Kerja - Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) DENGAN Kejadian Kecelakaan Kerja Di Treat And Ship Operations – Facility Operations PT Chevron Pacific Ind

0 0 25

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Mengenai Keselamatan Kerja - Identifikasi Faktor – Faktor Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi Dengan Metode ARCTM

0 0 41