BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Keselamatan Kerja 2.1.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja - Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Keselamatan Kerja

  2.1.1.1 Pengertian Keselamatan Kerja

  Megginson dan Mangkunegara (2004:61), keselamatan kerja didefinisikan sebagai berikut “Keselamatan Kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan kerusakan atau kerugian di tempat kerja”. yang aman dengan dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang baik. Keselamatan kerja menunjuk pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan tujuan mencegah terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan.

  2.1.1.2 Tujuan Keselamatan Kerja

  Menurut Suma’mur (2007:2) tujuan dari keselamatan kerja adalah : 1.

  Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitasnya.

  2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

  3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Secara umum, setiap pekerja konstruksi harus mematuhi dan menggunakan peralatan perlindungan dalam bekerja sesuai dengan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Ervianto (2005 : 196) yang berkewajiban menambah klausal tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap kontrak kerja yang dibuatnya. Untuk itu perlu dipertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut :

  1. Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang mudah dilaksanakan.

  2. Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja.

  3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya 4.

  Ketentuan pengawasan selam proyek berlangsung.

  5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.

  6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.

  7. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja.

  8. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja.

  9. Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara kontiniu.

  Semua hal-hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guna untuk meminimalisir dan mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang juga dapat mempengaruhi kinerja para pekerjanya.

  Kesuksesan keselamatan kerja konstruksi tak lepas dari peran berbagai pihak yang terlibat, berinteraksi dan kerja sama. Masing-masing pihak mempunyai tanggung jawab bersama yang saling mendukung untuk keberhasilan pelaksanaan proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.

  2.1.1.3 Penyebab Keselamatan Kerja

  Menurut Mangkunegara (2002 :17) indikator penyebab keselamatan kerja adalah :

  1. Keadaan tempat lingkungan kerja.

  a.

  Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.

  Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.

  c.

  Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

  2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: a.

  Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.

  b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.

  2.1.1.4 Strategi Keselamatan Kerja

  Dalam penerapan keselamatan kerja bidang konstruksi, diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan mengenai metode dan prosedur yang benar pemakaian peralatan keselamatan kerja. Penyediaan peralatan kerja yang memenuhi persyaratan atau dalam meletakkan tanda-tanda daerah bahaya bagi para pekerja juga merupakan salah satu penerapan keselamatan kerja. Adapun standar peralatan kerja yang harus disiapkan oleh kontraktor dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja adalah:

  1. Pakaian kerja Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau dapat melukai badan.

  2. Sepatu kerja Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki untuk mengindari benda-benda tajam.

  3. Helm

  Digunakan untuk pelindung kepala dan sedauh menjadi keharusan bagi pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya.

  4. Sarung tangan Tujuan dari penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam dan keras selama menjalankan kegiatan.

  5. Masker Pelindung pernapasan sangata diperlukan oleh para pekerja konstruksi mengingat lokasi proyek yang sangat berbahaya bagi pernapasan.

  6. Kacamata kerja Kacamata pengaman digunakan untuk perlindungan terhadap mata dari debu kayu, batu atau serpihan besi yang bertebangan tertiup angin, mengingat partikel-partikel debu yang terkadang tidak terlihat oleh mata.

  7. Sabuk pengaman Sudah selayaknya dalam pelaksanaan bangunan gedung bertingkat para pekerjanya menggunakan sabuk pengaman.

  8. P3K Apabila terjadi kecelakaan kerja baik ringan ataupun berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek.

  Memeriksa peralatan kerja.

  Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program intensif.

  c.

  Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja.

  b.

  Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

  3. Pendekatan individu: a.

  Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi.

  c.

  b.

  Menurut Mangkuprawira (2007:133) strategi untuk program keselamatan kerja dilakukan melalui pendekatan :

  Merancang kerja dan peralatan kerja.

  2. Pendekatan teknis: a.

  Mengoordinasikan investigasi kecelakaan.

  d.

  Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program. Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja.

  b.

  Merancang pekerjaan.

  1. Pendekatan keorganisasian: a.

  Selain itu ada beberapa hal menurut Ervianto (2005:200) yang perlu diperhatikan oleh semua unsur konstruksi terutama dalam pekerjaan konstruksi, yaitu :

  1. Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi. Secara rasional, seseorang bekerja di lingkungan yang bersih tentu akan mendapatkan kualitas kerja yang baik bila dibandingkan dengan tempat kerja yang kotor dan acak-acakan. Selain tempat kerja, kebersihan alat-alat kerja juga memberikan konstribusi yang cukup pada kualitas hasil kerja.

  2. Bahaya merokok, untuk menghindari bahaya kebakaran, sebaiknya semua pekerja konstruksi tidak merokok pada saat bekerja terutama di lokasi Menurut Ramli (2010:33) kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi ketika ada kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas. Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.

  Menurut Suma’mur (2007:5) Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga karena dilatar belakangi pristiwa yang tidak terdapat unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja bukanlah hal yang diharapkan karena akan mendatangkan kerugian material dan mendatangkan penderitaan yang paling ringan dan paling berat kepada penderitanya.

  Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Maka dalam hal ini terdapat dua masalah penting, yaitu :

  1. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.

  2. Kecelakaan terjadi pada suatu pekerjaan yang sedang dilakukan. Kecelakaan dan sakit ditempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Kecelakaan kerja tidak harus

  Kecelakaan pasti ada penyebabnya, kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan dan kegagalan pemerintah untuk meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja.

  Proses penerapan terhadap penyebab yang menimbulkan kecelakaan merupakan suatu sistem kerja dimana manusianya sendiri dianggap sebagai salah satu penyebab kecelakaan, misalnya karena kurang hati-hati, keteledoran, kurang pengetahuan, kurang pengalaman, kurang latihan, pengawasan yang kurang, dan faktor lainnya yang berhubungan erat dengan sistem kerja.

  Menurut Fathoni (2006:158) fakor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari dimensi pokok, yaitu :

  1. Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dari kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor maupun dipabrik atau di tempat kerja lainnya.

  2. Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa, yang dalam hal akibat sistem kerja, tetapi bisa juga terjadi kelalaian dari manusianya selaku pekerja. Sistem kerja yang merupakan faktor penyebab suatu kecelakaan karena akibat: 1.

  Tempat yang tidak baik.

  2. Alat atau mesin yang tidak punya sistem pengamanan yang sempurna.

  3. Pembuatan alat atau mesin yang tidak aman.

  4. Kerusakan tempat kerja, pabrik, bahan-bahan, kondisi kerja yang kurang 5.

  Kondisi kebersihan yang kurang baik, kemacetan dan pengaturan pembuangan kotoran yang kurang lancar, fasilitas penyimpanan yang kurang baik, dan tempat kerja yang sangat kotor.

  6. Kondisi penerangan yang kurang mendukung, gelap atau silau.

  7. Saluran udara atau pembuangan asap yang kurang baik dan kondisi ruangan yang sangat pengap.

  8. Fasilitas pengamanan pakaian atau peralatan lainnya yang kurang mendukung terhdap pengamanan kerja.

  Menurut Suardi (2005 :8) faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu : 1.

  Fakor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.

  2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-benda padat.

  3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.

  4. Faktor fisiologis, seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja.

  5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemelihara kerja, dan sebagainya.

  Menurut Suma’mur (2007: 11) kecelakaan kerja dapat dicegah dengan : 1.

  Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja, peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, supervisi medis, dan

  2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai syarat-syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan, praktek-praktek keselamatan dan alat-alat perlindungan diri.

  3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.

  4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain yang paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.

  5. Riset medis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek psikologis dan patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.

  6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.

  7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.

  8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik.

  9. Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga 10.

  Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat.

  11. Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayarkan oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik.

  12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.

  Menurut Mangkuprawira (2007: 133) kecelakaan kerja dapat dikurangi atau dikurangi melalui :

  1. Telaah personal.

  Telaah personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja: a.

  Faktor usia : apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih aman dibandingkan yang lebih muda atau sebaliknya.

  Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan dengan derajat kecelakaan karyawan yang kritis.

  c.

  Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial mengalami kecelakaan kerja. Lalu, sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.

  2. Program keselamatan kerja.

  Program keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan umunya pada segi-segi bahaya atau resiko pekerjaannya, aturan dan peraturan keselamatan kerja serta perilaku kerja yang aman dan berbahaya.

3. Sistem intensif.

  Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar unit tentang keselamatan kerja. Paling rendah dalam kurun waktu, misalnya selama enam bulan sekali siapa karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lainnya adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.

  Peraturan keselamatan kerja.

  Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan, dan tindakan tegas kepada karyawan yang cendrung melakukan kelalaian berulang-ulang.

2.1.2 Kesehatan Kerja

2.1.2.1 Pengertian Kesehatan Kerja

  Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja (Mangkunegara, 2001).

  Menurut Sastradipoera (2002:10) kesehatan kerja adalah spesialisasi transdisipliner antara ilmu manajemen (khususnya manajemen personalia) dan ilmu dari praktek kesehatan atau kedokteran.

  Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.

  Menurut Justine (2006:266) kesehatan kerja terbagi dua yaitu: 1.

  Kesehatan fisik, meliputi : a.

  Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima kerja.

  b.

  Pemeriksaan kesehatan para karyawan kunci secara periodik.

  c.

  Pemeriksaan kesehatan secara suka rela untuk semua karyawan secara periodik.

  d.

  Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup.

  e.

  Pemberian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap masalah ketegangan industri.

2. Kesehatan mental, meliputi : a.

  Tersedianya psychiatrist untuk konsultan.

  b.

  Kerjasama dengan psychiatrist di luar perusahaan atau yang ada di lembaga-lembaga konsultan.

  c.

  Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya kesehatan mental.

  d.

  Mengembangkan dan memelihara program-program human relation yang baik.

  Menurut Sastradipoera (2002: 10) tujuan umum kesehatan kerja adalah agar karyawan memperoleh derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi- tingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap setiap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan penyakit-penyakit umum. Segala upaya tersebut mengharapkan agar karyawan akan dapat mencapai produksi optimum dengan perlindungan yang memadai.

2.1.3 Kinerja karyawan

2.1.3.1 Pengertian Kinerja

  Menurut Bastian (2006:274) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi. Menurut Moeheriono (2009 : 61) kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing- masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika

  Menurut Yuli (2005:89), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

  Menurut Hasibuan (2005:94), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang atas Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk: 1.

  Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.

  2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan.

  3. Pemanfaatan waktu : penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.

  4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.

2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

  Menurut Mangkunegara (2011:67) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

1. Faktor Kemampuan

  Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlianya (the right man in the right place, the right man on the right job) 2. Faktor motivasi

  Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi).

  Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.

2.1.3.3 Kriteria kinerja Karyawan

  Menurut Mondy (2008:260) kriteria penilaian yang paling umum dalam kinerja adalah sebagai berikut:

1. Sifat

  Sifat-sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif adalah dasar untuk beberapa evaluasi. Namun, banyak dari kualitas yang umum digunakan tersebut bersifat subjektif dan bisa jadi tidak terhubungan dengan pekerjaan atau sulit untuk didefinisikan.

  2. Perilaku Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi perilaku atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas.

  Perilaku-perilaku yang diinginkan bisa cocok sebagai kriteria evaluasi karena jika perilaku-perilaku tersebut diberi pengakuan dalam imbalan, para karyawan cenderung mengulanginya. Jika perilaku-perilaku tertentu mewujudkan hasil yang diinginkan, ada manfaatnya menggunakan perilaku- perilaku tersebut dalam evaluasi.

  3. Kompetensi Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan keterampilan antar pribadi, atau berorientasi bisnis.

  4. Pencapaian tujuan Jika organisasi-organisai menganggap hasil akhir lebih penting daripada cara, hasil-hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi.

  Hasil-hasil yang dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan haruslah hasil-hasil yang mengarah kepada kesuksesan perusahaan. Pada level-level atas, tujuan bisa berkenaan dengan aspek finansial perusahaan seperti profit atau arus kas, serta pertimbangan-pertimbangan pasar seperti pangsa pasar atau posisi dalam pasar. Pada level keorganisasian yang lebih rendah, hasil-hasil bisa berupa pemenuhan persyaratan kualitas pelanggan dan penyampaian yang sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Untuk menunjang proses tersebut, manajer perlu memberikan contoh-contoh spesifik mengenai cara karyawan dapat meningkatkan perkembangan dan mencapai tujuan.

5. Potensi Perbaikan

  Ketika organisasi-organisasi mengevaluasi kinerja para karyawan, banyak kriteria yang digunakan berfokus pada masa lalu. Perusahaan-perusahaan harus berfokus pada masa depan, memasukkan perilaku-perilaku dan hasil- hasil yang diperlukan untuk mengembangkan karyawan, dan dalam proses tersebut mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Memasukkan potensi dalam proses evaluasi membantu memastikan perencanaan dan pengembangan karir yang lebih efektif.

2.1.3.4 Penilaian Kinerja Karyawan

  Menurut Dessler (2006:322) penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan di masa lalu relatif terhadap standar kinerja. Saat penilaian kinerja biasanya terlintas alat penilaian khusus seperti formulir penilaian pengajaran. Penilaian kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar kinerja mereka dan penyelia juga memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang baik.

  Menurut Dessler (2006:327) proses penilaian kinerja melalui beberapa tahapan sebagai berikut :

1. Pendefenisian pekerjaan berarti memastikan bahwa anda dan bawahan anda setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.

  2. Penilaian kinerja membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan anda dengan standar yang telah ditetapkan, ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.

  3. Penilaian kinerja biasanya membutuhkan sesi umpan balik. Menurut Moeheriono (2009 : 106), ada empat aspek penilaian kinerja yaitu : 1.

  Hasil kerja, yaitu keberhasilan pegawai dalam pelaksanaan kerja

  (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan,

  berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset lain.

  2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama pegawai maupun kepada pelanggan.

  3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

  4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualannya selama satu bulan. Selain itu beberapa prinsip penilaian kinerja diantaranya : 1.

  Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.

  2. Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai.

  3. Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur pegawai secara nyata.

  4. Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk.

  5. Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.

2.1.3.5 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Dessler (2006 : 325) penilaian kinerja dilakukan untuk : Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan

  Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan pelatihan.

  2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.

  3. Penunjang perencanaan karir Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karir pegawai dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.1.3.6 Metode Penilaian Kinerja

  Menurut Moeheriono (2009:108) beberapa metode penilaian kinerja yang dapat diterapkan adalah :

1. Metode skala peringkat (Rating scale)

  Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu bagian suatu daftar karakteristik dan bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian skala. Kekuatan sistem ini adalah dapat diselesaikan dengan cepat dan dengan upaya sesering mungkin. Kelemahan dari sistem ini adalah subjektif karena pada skala yang digunakan.

  2. Metode daftar pertanyaan (Checklist) Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi

  checklist dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang

  akurat. Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilai yang lebih mengedepankan kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia.

  3. Metode pilihan terarah (Forced Choice Method) Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu, berkinerja sangat tinggi, berkinerja rata-rata tinggi, berkinerja rata-rata, berkinerja rata-rata rendah, dan berkinerja sangat rendah. Kekuatan sistem ini adalah dapat mengidentifikasikan pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luar biasa serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak realistis mendorong pimpinan yang memiliki hanya empat atau lima pegawai untuk mendistribusikannya ke lima level.

  4. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method) Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan contoh-contoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan dengan satu sama lain.

  2..2 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu Rijuna Dewi (2006) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Ecogreen Oleochemicals Medan Plant. Peniliti menyimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan serta dapat memprediksi variable Kinerja Karyawan secara parsial melalui Uji t dengan tingkat signifikansi < 0.005 dan nilai t hitung > t tabel pada taraf signifikansi 5%.

  Mahardika (2005) melakukan penelitian tentang Pengaruh Keselamatan dan Strategis Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (UBS P3B) Region Jawa Timur dan Bali. Analisis data menggunakan analisis regresi berganda dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa program K3 mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan, sehingga penerapan program K3 yang baik akan meningkatkan kinerja karyawan.

  Tarry Sulistiya Ningrum (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT.

  Pelabuhan Indonesia I Cabang Dumai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Keselamatan, dan Kesehatan Kerja terhadap Kinerja Karyawan.

  Menggunakan metode analisis deskriptif dan metode kuantitatif yaitu analisis Regresi Linear Berganda dengan tingkat signifikan 0,05. Hasil uji F, variable Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara bersama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel Kinerja Karyawan, Berdasarkan uji t bahwa variabel kesehatan yang paling dominan berpengaruh terhadap kinerja

  2

  karyawan. Pada pengujian koefisien determinasi (R ) menunjukkan bahwa hubungan antara variabel keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan mempunyai hubungan yang erat.

2.3 Kerangka Konseptual

  Keselamatan Menurut Suma’mur (2007: 1) adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja adalah tugas semua orang yang bekerja. menunjukkan kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Risiko kesehatan merupakan faktor- faktor dalam lingkungan kerja yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik berupa kegiatan yang menjamin terciptanya kondisi kerja yang aman, terhindar dari gangguan fisik dan mental melalui pembinaan pelatihan, pengarahan, dan kontrol terhadap pelaksanaan tugas dari para karyawan dan pemberian bantuan sesuai dengan aturan yang berlaku, baik dari lembaga pemerintah maupun perusahaan dimana mereka bekerja.

  Menurut Mathis dan Jackson (2002:78), kinerja mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk: 1.

  Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.

2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan.

  3. Pemanfaatan waktu: penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.

  4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja. Program Keselamatan dan Kesehatan kerja yang diberikan kepada karyawan diharapkan perusahaan dapat berdampak positif terhadap kemajuan kinerja karyawan. Terlaksananya program keselamatan dan kesehatan kerja yang telah direncanakan oleh perusahaan dapat berjalan sesuai dengan keinginan perusahaan dalam hal ini juga mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan terutama kinerja Kinerja menjadi acuan akhir dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam sebuah perusahaan.

  Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini membahas mengenai pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap kinerja karyawan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) pada Kebun TG. Pagar Marbau. Melihat teori dan penjelasan tersebut, maka dibentuklah kerangka konseptual yang menunjukkan gambaran hubungan antara variabel X

  1 dan X

  2

  terhadap Y, yaitu pada Gambar 2.1: Keselamatan Kerja

  (X )

1 Kinerja Karyawan

  (Y) Kesehatan Kerja (X

  2 ) Sumber : Robbins (2003:10), Robbins (2008:99), Mathis (2002:78)

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan perumusan masalah yang ditetapkan, dirumuskan hipotesis sebagai berikut “Keselamatan dan Kesehatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau”.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau

1 54 138

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk

0 1 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelaksanaan Program Keselamatan Kerja - Hubungan Penerapan Program Keselamatan Kerja dengan Tindakan Tidak Aman oleh Karyawan PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Teh Bah Butong

0 4 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Stres Kerja - Pengaruh Stres Kerja Dan Kompensasi Terhadap Turnover Intention Pada Pt Perkebunan Nusantara Iii (Persero)

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Hubungan Persepsi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Perilaku K3 pada Pekerja Bagian Produksi PT. Supratama Juru Enginering Medan Tahun 2015

0 3 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Program Pelayanan Kesejahteraan Karyawan - Pengaruh Pelaksanaan Program Pelayanan Kesejahteraan dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Med

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Kepuasan Kerja - Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Pt. Sumbetri Megah Medan

0 0 33

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) - Pengaruh Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja PT. X 2015

1 0 32

a. ≤ 10 b. 11-15 c. 16-20 d. 21-25 e. ≥ 26 - Pengaruh Keselamatan dan Kesehatan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) Pada Kebun TG. Pagar Marbau

0 0 23