Bahan Makanan Kadar () Putih Telur Lemak Hydrat Arang Air

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi

  Irigasi didefinisikan sebagai aplikasi pengadaan atau pengaturan air secara buatan ke dalam tanah dengan tujuan menjaga kelembaban esensial tanaman terhadap pertumbuhan tanaman. Air irigasi dapat disalurkan dalam beberapa cara, diantaranya: melalui genangan/ air permukaan, dengan cara alur, baik besar maupun kecil, dengan cara pengaplikasian air dari bawah permukaan tanah melalui sub irigasi sehingga menyebabkan air tanah meningkat, atau dengan percikan (sprinkle) (Israelsen and Hansen, 1985).

  Sistem irigasi menurut Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai lingkungannya (Pusposutardjo, 2001).

  Dilihat dari segi konstruksi jaringannya, Direktorat Jenderal Pengairan mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat macam, diantaranya: a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak memiliki pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga efisiensinya rendah

  6 b. Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan pintu pengatur dan alat pengukur hanya terdapat pada bangunan pengambilan (head work) saja dan diharapkan efisiensinya sedang

  c. Irigasi teknis, yaitu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga efisiensi irigasinya tinggi

  d. Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem irigasi dimana airnya dapat diatur dan diukur pada seluruh jaringan irigasi serta diharapkan efisiensi sangat tinggi (Wirawan, 1991 dalam Rusydatulhal, 2004).

  Menurut Pastowo (1995) dalam Susanto (2006) Suatu sistem irigasi pada prinsipnya terdiri atas 3 subsistem jaringan irigasi, yaitu:

  1. sub-sistem pengembangan air, antara lain sungai, danau, air limbah, mata air, dan rawa

  2. sub-sistem penyaluran, yaitu jaringan saluran (terbuka atau pipa) yang membawa air dari sumber menuju lahan

  3. sub-sistem aplikasi irigasi, yaitu penerapan teknik pemberian air ke lahan pertanian (petakan lahan)

  Tanaman Padi

  Beras atau padi adalah salah satu bahan pangan yang merupakan sumber energi yang mengandung karbohidrat bagi umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung oleh beras sangat mudah dicerna. Susunan gizi yang membuktikan beras sebagai bahan pangan unggulan dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya

  Kadar (%) Bahan Makanan Putih Telur Lemak Hydrat Arang Air

  Beras Pecah Kulit

  8

  0.6

  76

  12 Beras Jagung Kuning

  10

  5

  68

  15 Ubi Kayu

  1

  0.9

  37

  51

  • Ubi Jalar

  0.5

  27

  64 Kentang

  2

  0.2

  21

  73 (Siregar, 1981).

  Padi telah tumbuh sejak lama di negara-negara Asia sebagai negara asal tanaman padi. Ada banyak varietas padi, baik yang tumbuh di lahan basah (sawah) maupun di lahan kering. Namun, sejauh ini sebagian besar tanaman padi di budidayakan di lahan basah dan ada ratusan jenis varietas padi. Di sebagian besar negara-negara beriklim subtropis dan pada lahan dataran rendah pesisir, lahan ini terutama digunakan untuk menanam padi. Di daerah pesisir dan aliran sungai, adanya hujan lebat sering menyebabkan banjir pada waktu tertentu dalam setahun sehingga menjadi hampir tidak memungkinkan tanaman lain untuk tumbuh. Di musim lain banyak daerah yang terlalu kering untuk tanaman padi, oleh karena itu, sangat penting untuk memasok beras untuk kebutuhan penduduk selama musim hujan (Kheong, et al., 1970).

  Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput- rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Famili : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza Spesies : Oryza sp. (ada 25 spesies), diantaranya: Oryza sativa L.

  Oryza glabirena Steund

  Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya:

  Indica (padi bulu) Sinica (padi cere) atau Japonica

  (AAK, 1990).

  Beberapa persyaratan tumbuh tanaman padi, antara lain:

  1. Iklim

  o o a.

  LU - 45 LS dengan cuaca Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.

  b.

  Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi dapat meningkat dengan syarat air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif.

  c.

  Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 - 650 m dpl dengan temperatur 22 - 27 C sedangkan di dataran tinggi 650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 C.

  d.

  Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan.

  e.

  Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman.

  2. Media Tanam Padi sawah a.

  Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.

  b.

  Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm.

  c.

Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0

  Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

  3. Ketinggian Tempat Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi.

  (BPTP Subang dan Mariam, 2013).

  Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung.

  Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk ini kemudian air akan dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah (Suprayono dan Setyono, 1997).

  Tanah sawah yang mempunyai fraksi pasir dalam jumlah besar kurang baik bagi tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada tanah sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk tanaman padi yang memerlukan tanah subur, dengan kandungan ketiga fraksi tanah dalam perbandingan tertentu.

  Lumpur merupakan butir-butir tanah halus yang diselubungi air, sehingga pada tanah sawah diperlukan air dalam jumlah cukup agar butir tanah dapat mengikatnya (AAK, 1990).

  Aktivitas biologis periodik padi merupakan fase-fase pertumbuhan padi mulai dari berkecambah sampai matang fisiologis. Pertumbuhan padi dapat dinyatakan sebagai pertumbuhan generative yang diikuti pertumbuhan vegetatif. Umumnya perbedaan umur padi ditentukan oleh fase vegetatifnya. Fase vegetatif sendiri ditandai dengan adanya kelebihan hasil fotosintesa (karbohidrat) dan hasil respirasi yang berlangsung pada siang dan malam hari (Sumono, 2012).

  Jumlah Anakan Pembentukan Tabur Tanam

  Panen max Malai Pembungaan

  Fase Vegetatif Fase Reproduktif Fase Pemasakan

  Lama Fase Tergantung Lama Fase Relatif Lama Fase Relatif Varietas Sama Sama

  (Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 1980 dalam Sumono, 2012) Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi

  Berkaitan dengan pendayagunaan air seefisien mungkin diperlukan informasi tentang hubungan antara kondisi cuaca atau iklim yang terjadi selama masa pertumbuhan padi dengan umur padi. Pada kondisi ini, kita dapat menentukan waktu, jadwal dan jumlah air irigasi yang diberikan sesuai dengan fase pertumbuhannya dengan tetap mempertahankan produktivitas yang tinggi (Sumono, 2012).

  Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi

  Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air permukaan sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Namun tidak semua daerah yang memiliki lahan pertanian dapat dilayani dengan irigasi teknis yang bersumber dari air permukaan tersebut. Beberapa wilayah di Indonesia masih mengandalkan air hujan untuk usaha pertanian seperti pada sawah tadah hujan. Produktivitas sektor tersebut bergantung pada keberadaan air hujan sebagai input pertanian (Roseline, et al., 2012).

  Air dalam kehidupan tanaman berfungsi sebagai penjamin kelangsungan proses fisiologi dan biologi pertumbuhannya, yaitu: a. pemakaian konsumtif (evapotranspirasi) b. proses asimilasi c. pelarut unsure hara d. media pengangkut unsur-unsur dalam tubuh tanaman e. pengatur tegangan sel (turgor) f. bagian dari tanaman itu sendiri

  Di areal pertanian, air irigasi juga berfungsi untuk: a. memberikan kelembaban yang diperlukan tanah tempat tumbuh tanaman b. pencucian garam-garam dalam tanah c. melindungi tanah terhadap bahaya kekeringan di musim kemarau d. menyuburkan tanah dan memudahkan pengelolaannya (Dumairy, 1992).

  Air menurut Suprayono dan Setyono (1990) memiliki hubungan yang erat dengan tanaman, khusunya tanaman padi disebabkan fungsi air bagi tanaman itu sendiri, antara lain: untuk proses evapotranspirasi, asimilasi, pelarut dan pengangkut zat hara serta sebagai bagian dari tanaman itu sendiri. Dalam hal ini evapotranspirasi diartikan sebagai jumlah air yang diperlukan oleh tanaman atau dengan kata lain disebut dengan kebutuhan air tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

  Kebutuhan air irigasi (irrigation water requirement, IWR) adalah jumlah air yang harus dimasukkan ke jaringan irigasi melalui pintu pengambilan utama, sesuai dengan kebutuhan/permintaan dan dengan memperhitungkan jumlah air yang hilang (Dumairy, 1992).

  Kebutuhan air untuk suatu areal pertanian dapat dilihat secara menyeluruh dan secara parsial. Secara parsial, kebutuhan air dibedakan atas kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air pada tingkat usaha tani. Dan berdasarkan corak pertaniannya, dibedakan atas kebutuhan air di persawahan dan kebutuhan air di perladangan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement, CWR) adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pemakaian konsumtif (evapotranspirasi) dan air yang hilang melalui perkolasi. Berdasarkan jenis kebutuhannya, air bagi tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan Jenis Kebutuhannya

  Jenis Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (mm/hari)

  Evapotranspirasi

  5.0

  • – 6.5 Perkolasi

  1.0

  • – 10.0 Pengolahan/Penjenuhan Lahan

  4.0 – 30.0 Pemeliharaan

  9.0

  • – 20.0 Persemaian

  3.0

  • – 5.0 Sumber: Dumairy (1992).

  Kebutuhan air pada tingkat usaha tani (farm water requirement, FWR) adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu petak persawahan meliputi kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk penjenuhan/pengolahan tanah dan kehilangan air (limpasan, evaporasi, dan rembesan dalam tanah).

  Kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhan air dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan air selama perjalanan, maksudnya air yang hilang selama perjalanan dari bangunan induk menuju petak persawahan baik karena evaporasi maupun karena rembesan dalam tanah. Sedangkan kebutuhan air di perladangan dihitung berdasarkan luas daerah dikalikan dengan laju evapotranspirasi (Dumairy, 1992).

  Irigasi dapat membantu mendorong pemakaian varietas padi yang responsif terhadap pemupukan dan lebih peka terhadap kekurangan air dari jenis tradisional. Walaupun hubungan antara hasil produksi kekurangan air telah ditakar secara terkontrol, ternyata masih sedikit kajian mengenai mutu jaringan irigasi yang ada baik secara studi lapangan, maupun dari segi manfaat tambahan yang diperoleh dari jaringan irigasi (Varley, 1993).

  Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

  Secara kasar produksi maksimum padi ditentukan oleh faktor pembatas energi surya yang sampai ke bumi dan dapat dihitung melalui rumus Yoshida (1983) dalam Pusposutardjo (1991):

  .................................................. (1) Dimana, W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha) T = lama waktu pertumbuhan (hari)

  2 Rs = rata-rata radiasi matahari yang masuk ke bumi (kal/cm , hari)

  K = tetapan (kal/g) Eu = koefisien konversi energi surya

  Untuk kawasan tropis, Yoshida (1983) menyarankan nilai Eu (dengan kemampuan energi surya dari tanaman padi tengahan sampai tinggi seperti varietas unggul) sebesar 0,025 (2,5 %). Lama waktu pengisian bulir sampai masak T adalah 25 hari, tetapan K 4000 kal/g. Sementara, perhitungan Rs dapat menggunakan rumus empiris Hargreaves (Hansen, et al., 1980 dalam Pusposutardjo, 1991):

  ........................................ (2) Dimana,

  2 Rso = energi surya yang diterima di puncak atmosfer (kal/cm hari)

  S = persentase lama penyinaran (%) Pusposutardjo (1991) menyebutkan bahwa Indonesia yang terletak antara

  2

  6 sebesar 526 hari atau rata- 08’ LU – 11 15’ mempunyai nilai Rs – 772 kal/cm

  2

  rata 649 kal/cm hari dan nilai S 7,57

  • – 8,88 atau rata-rata 8,23 %. Untuk daerah
Deli Serdang besaran Rs dan S akan berkisar diantara nilai-nilai di atas dan secara spesifik akan ditentukan oleh letaknya secara geografis menurut lintangnya.

  Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi

  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain:

  1. Tanah Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0

  • – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

  2. Iklim Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar 1500-2000 mm per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa

  1 berbunga (Anonimous , 2013).

  Menurut Sumartono, et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah

  1 23 C (Anonimous , 2013).

  Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah

  Permasalahan irigasi sebagai bagian dari teknologi yang membudaya dalam kehidupan global abad 21, memerlukan suatu telaah yang bersifat global pula. Intensifikasi pertanian dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang di kawasan tropis mempunyai produksi tinggi karena daya tanggapnya terhadap nitrogen dan kebutuhan airnya tinggi. Namun, akibat keterbatasan nitrogen di kawasan tropis, maka kemampuan memanfaatkan energi dari varietas unggul secara maksimal hanya dapat dicapai bila petani berkemampuan untuk menggunakan pupuk buatan dan sistem irigasi yang lahannya baik atau lahan berada di kawasan yang kebutuhan airnya dapat dijamin tercukupi dari curah hujan. Oleh karena itu, pendekatan global jangka panjang untuk keamanan pangan tertumpu pada pengembangan sumber daya air yang disertai dengan pengembangan teknologi irigasi modern secara luas (Pusposutardjo, 2001).

  Pengembangan teknologi irigasi modern sasarannya adalah untuk dapat memanfaatkan air di dalam suatu sistem irigasi secara efektif dan efisien.

  Keefektifan dan efisiensi sistem irigasi dapat ditinjau berdasarkan kinerja jaringan irigasi dan manajemen irigasinya.

  Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada cara eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta pengelolaan air. Dengan demikian, kinerja jaringan irigasi akan ditentukan oleh empat faktor utama yang disebut sebagai sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam pengoperasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani pemanfaat air dan ketentuan atau aturan mengenai pengoperasian dan pemanfaatan. Dalam analisis tinjau, terdapat tiga indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui potensi sistem irigasi sebagai sarana pendukung budidaya padi sawah yaitu luas dan perkembangan lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas lahan panen dengan lahan beririgasi dan keandalan sistem irigasi untuk stabilisasi produksi (Pusposutardjo, 1991).

  1. Luas dan perkembangan lahan irigasi Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

  Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Disamping itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibanding dengan jenis tanaman lain, dengan demikian sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Wahyunto, 2009).

  Lahan irigasi ialah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air irigasi di dalam suatu daerah irigasi. Sementara, lahan panen ialah luasan lahan yang dipanen sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan (padi) yang merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Perkembangan luas lahan irigasi secara keseluruhan irigasi merupakan nisbah antara lahan irigasi teknis dengan semi teknis dan sederhana dapat ditulis secara matematis:

  ................................... (3) (Pusposutardjo, 1991).

  Sembiring (2011) mengemukakan bahwa kondisi perpadian di Indonesia pada tahun 2010 dengan luas lahan sawah 7,796 juta hektar dan luas areal panen 13,12 juta hektar menunjukkan bahwa intensitas tanaman padi sawah sebesar 1,70. Angka tersebut menginformasikan bahwa lahan sawah beririgasi secara umum belum dapat melakukan panen 2x dalam setahun karena keterbatasan ketersediaan air.

  2. Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi dapat digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya padi di lahan sawah. Kemampuan pelayanan irigasi secara umum dinilai atas perkembangan luas panen pada suatu daerah irigasi. Apabila nisbah rata-rata luas panen dengan luas lahan beririgasi mencapai 2,0 maka hal ini menunjukkan bahwa penanaman padi dapat dilakukan 2x setahun (Pusposutardjo, 1991).

  3. Keandalan Jaringan Irigasi untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat dilihat melalui fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi. Selain itu, keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula. Jika angka kerusakan semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).

  Keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh manajemen irigasinya. Varley (1993) mengemukakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.

  Pusposutardjo (1991) mengemukakan beberapa kendala dalam meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam stabilisasi produk padi sawah, antara lain: 1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan bendung ( run off on the river system)

  2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara stokhastik 3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan berlangsung cepat

  4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan

  Aras Pencapaian Produksi Padi

  Aras pencapaian produksi padi dapat diartikan sebagai target atau angka pencapaian hasil produksi padi per satuan luas lahan untuk suatu daerah atau lahan pertanian. Angka pencapaian ini dapat dibandingkan dengan angka teoritis produksi padi per ha (rerata produksi maksimum) untuk memperoleh persentase angka produksi padi. Angka ini menunjukkan tingkat nilai produksi padi dan efisiensi penerapan teknologi. Jika aras pencapaian produksi padi mencapai ≥ 90% maka berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi sangat efisien. Namu n, dengan nilai produksi ≥ 90 % dari nilai potensial padi akan sulit menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set teknologi yang ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak lagi, seperti penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih banyak (Pusposutardjo, 1991).