Studi Perbandingan Kadar Protein Pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu Secara Titrasi Formol

(1)

STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH

TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,

TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU

SECARA TITRASI FORMOL

SKRIPSI

OLEH: OKTRIZA WITI

NIM 111524051

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH

TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,

TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU

SECARA TITRASI FORMOL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara OLEH:

OKTRIZA WITI NIM 111524051

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH

TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,

TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU

SECARA TITRASI FORMOL

OLEH: OKTRIZA WITI

NIM 111524051

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 3 Agustus 2013 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Medan, Oktober 2013 Disahkan Oleh:

Dekan Fakultas Farmasi, Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.

NIP 195006221980021001

Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 194907061980021001

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. NIP 195191311976031003

Pembimbing II,

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul “Studi Perbandingan Kadar Protein Pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu Secara Titrasi Formol”untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mensahkan dan memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., dan Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Fatur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen wali yang selama ini telah banyak membina dan membimbing penulis selama masa pendidikan.

4. Ibunda tercinta Chadijah, Ayahanda Badaruddin, nenek Hj. Ramani, kakak Desi Dariatni serta adik Bachtera Akbar yang telah memberikan kasih sayang, doa serta dorongan kepada penulis selama ini.


(5)

5. Spesial untuk sahabat-sahabatku desy, ayu sari, nanda, niky, maya, didi dan imal serta kepada teman-teman Semua mahasiswa/i khususnya S-1 Ekstensi tahun 2011 yang telah memberikan semangat, perhatian, doa, dan kebersamaannya selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, Agustus 2013 Penulis,

Oktriza Witi NIM 111524051


(6)

STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,

TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU SECARA TITRASI FORMOL

ABSTRAK

Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur mengandung zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karena itu protein yang terdapat dalam makanan hewani seperti telur dikatakan sebagai protein sempurna. Di dalam telur terdapat bagian kuning dan putih yang mempunyai nilai protein yang berbeda. Protein merupakan faktor terpenting untuk fungsi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan protein pada putih telur dari berbagai spesies telur.

Metode penelitian yang dilakukan yaitu analisis kualitatif protein dari putih telur dengan menggunakan pereaksi biuret dan xantoprotein. Sedangkan analisis kuantitatif dengan menggu nakan titrasi formol.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein dalam putih telur ayam ras adalah (6,89 ± 0,1107) g/100 ml, putih telur ayam buras adalah (6,27 ± 0,0985) g/100 ml, putih telur itik adalah (8,06 ± 0,0879) g/100 ml, putih telur puyuh adalah (8,98 ± 0,1323) g/100 ml dan putih telur penyu adalah (0,44 ± 0,0985) g/100 ml. Secara statistik, uji beda rata-rata kandungan protein antara putih telur ayam ras, ayam buras, itik, puyuh dan penyu dengan menggunakan distribusi t, bahwa kandungan protein pada putih telur puyuh, putih telur itik, putih telur ayam ras, putih telur ayam buras lebih tinggi secara signifikan dari putih telur penyu.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang tertinggi adalah pada putih telur puyuh yaitu (8,98 ± 0,1323) g/100 ml sedangkan yang terendah adalah pada putih telur penyu yaitu (0,44 ± 0,0985) g/100 ml.


(7)

COMPARATIVE STUDY ON THE WHITE EGG PROTEIN OF RAS CHICKEN, BURAS CHICKEN EGG, DUCK EGG,

QUAIL EGG AND TURTLE EGG CONTENT IN TITRATION FORMOL

ABSTRACT

Eggs are farm products contributed greatly to the achievement of community nutrition. An of egg contains complete nutrients and easy to digest. Therefore the protein contained in animal foods such as eggs is said to be a perfect protein. Contained in the egg yolk and the white part that has a value different proteins. Protein is an important factor for the functioning of the body. The purpose of this study was to determine differences in the protein content of egg whites from egg species.

Research methodology is a qualitative analysis of egg white proteins using biuret reagent and xantoprotein. Quantitative analyzes using titration Formol.

The results showed the protein content in ras chicken egg white is (6.89 ± 0.1822) g/100 ml, buras chicken egg white is (6.27 ± 0.1621) g/100 ml, duck egg white is (8.06 ± 0.1448) g/100 ml, quail egg white is (8.98 ± 0.2177) g/100 ml and egg white g/100 ml turtle is (0.44 ± 0.1621) g/100 ml. Statistically, the average difference test protein content between white eggs ras chicken, buras chicken, duck, quail and turtle using the t distribution, that the protein content in egg white quail, duck egg white, egg white ras chicken, buras chicken egg white significantly higher than white turtle eggs.

From the research it can be concluded that the protein content is the highest in the quail egg white (8.98 ± 0.2177) g/100 ml where as the lowest was on the turtle egg whites (0.44 ± 0.1621) g/100 ml.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Uraian ... 4

2.1.1 Ayam Ras Petelur ... 4

2.1.2 Ayam Buras ... 4

2.1.3 Itik ... 5

2.1.4 Puyuh ... 5

2.1.5 Penyu ... 5

2.2 Protein ... 6

2.3 Asam Amino ... 10


(9)

2.5 Kecukupan Konsumsi Protein ... 13

2.6 Telur ... 15

2.6.1 Lemak ... 16

2.6.2 Vitamin dan Mineral ... 16

2.7 Putih Telur ... 17

2.8 Faktor yang mempengaruhi kandungan protein pada Telur 17

2.9 Analisis Protein ... 18

2.9.1 Analisis Kualitatif ... 18

2.9.2 Analisis Kuantitatif ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Bahan-bahan ... 24

3.2.1 Sampel ... 24

3.2.2 Pereaksi ... 24

3.3 Alat-alat ... 24

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 25

3.4.1 Larutan NaOH 0,1 N ... 25

3.4.2 Larutan Indikator Fenolftalein 1% ... 25

3.4.3 Larutan Tembaga (II) Sulfat ... 25

3.5 Prosedur Penelitian ... 25

3.5.1 Pembakuan Larutan 0,1 N NaOH ... 25

3.5.2 Pengambilan Sampel ... 26

3.5.3 Penyiapan Bahan ... 26

3.5.4 Analisis Kualitatif ... 26

3.5.4.1 Reaksi warna dengan Biuret ... 26

3.5.4.2 Reaksi warna dengan Xanthoprotein ... 26


(10)

3.5.5.1 Pembuatan Blanko ... 27

3.5.5.2 Penetapan Kadar Protein dalam Sampel ... 27

3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Protein dalam Putih Telur Ayam Ras ... 27

3.5.6 Analisis data Secara Statistik ... ... 28

3.5.7 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Analisis Kualitatif ... 31

4.2 Analisis Kuantitatif ... 32

4.2.1 Analisis Kadar Protein dalam Putih Telur ... 32

4.2.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur penyu ... 33

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Angka Kecukupan Protein Menurut Kelompok Umur

Dinyatakan Dalam Taraf Asupan Terjamin ... 14

Tabel 2. Hasil Analisis Kualitatif dalam Sampel ... 31

Tabel 3. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Protein Dalam Sampel ... 32

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-Rata Protein Dalam Sampel ... 34

Tabel 5. Hasil Pengujian Beda Nilai Rata-Rata Kadar Protein Terhadap Kelima Sampel ... 48


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Pembakuan NaOH 0,1 N ... 39 Gambar 2. Sebelum dan Sesudah Titrasi Pada Sampel ... 39 Gambar 3. Hasil analisis kualitatif dengan Larutan pereaksi Biuret ... 41 Gambar 4. Hasil analisis kualitatif dengan larutan pereaksi


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan NaOH 0,1 N ... 38

Lampiran 2. Identifikasi Sampel ... 39

Lampiran 3. Bagan Alir Proses Pembuatan Larutan Sampel ... 40

Lampiran 4. Hasil Analisis Kualitatif Protein ... 41

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Kadar Protein dalam Sampel ... 42

Lampiran 6. Perhitungan Statistik Kadar Protein pada Putih Telur ... 44

Lampiran 7. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein antara Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh, dan Telur Penyu ... 46

Lampiran 8. Tabel Distribusi t ... 49


(14)

STUDI PERBANDINGAN KADAR PROTEIN PADA PUTIH TELUR AYAM RAS, TELUR AYAM BURAS, TELUR ITIK,

TELUR PUYUH DAN TELUR PENYU SECARA TITRASI FORMOL

ABSTRAK

Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat. Dari sebutir telur mengandung zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karena itu protein yang terdapat dalam makanan hewani seperti telur dikatakan sebagai protein sempurna. Di dalam telur terdapat bagian kuning dan putih yang mempunyai nilai protein yang berbeda. Protein merupakan faktor terpenting untuk fungsi tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kandungan protein pada putih telur dari berbagai spesies telur.

Metode penelitian yang dilakukan yaitu analisis kualitatif protein dari putih telur dengan menggunakan pereaksi biuret dan xantoprotein. Sedangkan analisis kuantitatif dengan menggu nakan titrasi formol.

Hasil penelitian menunjukkan kandungan protein dalam putih telur ayam ras adalah (6,89 ± 0,1107) g/100 ml, putih telur ayam buras adalah (6,27 ± 0,0985) g/100 ml, putih telur itik adalah (8,06 ± 0,0879) g/100 ml, putih telur puyuh adalah (8,98 ± 0,1323) g/100 ml dan putih telur penyu adalah (0,44 ± 0,0985) g/100 ml. Secara statistik, uji beda rata-rata kandungan protein antara putih telur ayam ras, ayam buras, itik, puyuh dan penyu dengan menggunakan distribusi t, bahwa kandungan protein pada putih telur puyuh, putih telur itik, putih telur ayam ras, putih telur ayam buras lebih tinggi secara signifikan dari putih telur penyu.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan protein yang tertinggi adalah pada putih telur puyuh yaitu (8,98 ± 0,1323) g/100 ml sedangkan yang terendah adalah pada putih telur penyu yaitu (0,44 ± 0,0985) g/100 ml.


(15)

COMPARATIVE STUDY ON THE WHITE EGG PROTEIN OF RAS CHICKEN, BURAS CHICKEN EGG, DUCK EGG,

QUAIL EGG AND TURTLE EGG CONTENT IN TITRATION FORMOL

ABSTRACT

Eggs are farm products contributed greatly to the achievement of community nutrition. An of egg contains complete nutrients and easy to digest. Therefore the protein contained in animal foods such as eggs is said to be a perfect protein. Contained in the egg yolk and the white part that has a value different proteins. Protein is an important factor for the functioning of the body. The purpose of this study was to determine differences in the protein content of egg whites from egg species.

Research methodology is a qualitative analysis of egg white proteins using biuret reagent and xantoprotein. Quantitative analyzes using titration Formol.

The results showed the protein content in ras chicken egg white is (6.89 ± 0.1822) g/100 ml, buras chicken egg white is (6.27 ± 0.1621) g/100 ml, duck egg white is (8.06 ± 0.1448) g/100 ml, quail egg white is (8.98 ± 0.2177) g/100 ml and egg white g/100 ml turtle is (0.44 ± 0.1621) g/100 ml. Statistically, the average difference test protein content between white eggs ras chicken, buras chicken, duck, quail and turtle using the t distribution, that the protein content in egg white quail, duck egg white, egg white ras chicken, buras chicken egg white significantly higher than white turtle eggs.

From the research it can be concluded that the protein content is the highest in the quail egg white (8.98 ± 0.2177) g/100 ml where as the lowest was on the turtle egg whites (0.44 ± 0.1621) g/100 ml.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang merupakan faktor penting untuk fungsi tubuh. Senyawa ini merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari asam-asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida (Muchtadi, 2010). Protein terdapat dalam produk hewan maupun dalam produk tumbuhan. Kualitas protein hewan lebih tinggi daripada kualitas protein tumbuhan (Deman, 1989).

Telur sebagai salah satu sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino yaitu arginin, sistin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin (Muchtadi, 2010). Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Bahan ini juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan, dan termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dalam jumlah yang banyak, juga sangat baik dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil maupun yang sedang menyusui (Sudaryani, 2003).

Protein telur merupakan salah satu dari protein yang berkualitas terbaik. Dianggap mempunyai nilai biologi yang tinggi dan dapat dipilah menjadi protein putih telur dan protein kuning telur (Deman, 1989). Menurut Wulandari


(17)

(2012), putih telur mengandung banyak sekali kelompok protein yang beragam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa protein putih telur lebih cocok untuk diteliti daripada protein yang lain (kuning telur), hal ini karena protein putih telur lebih mudah dipisahkan daripada kuning telur selama tidak ada lemak yang melekat melalui purification.

Berdasarkan literatur, perbedaan yang diperoleh kandungan protein yang terdapat dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur ayam itik, telur penyu dan telur puyuh, disebabkan kondisi lingkungan induk, Suhu dan pakan (Sudaryani, 2003).

Analisis kuantitatif protein dapat dilakukan secara Spektrofotometri Sinar Tampak, Kjedahl, Lowry dan Titrasi Formol (Sudarmadji, dkk., 1984). Dalam penelitian ini digunakan Titrasi Formol, pemilihan metode ini dikarenakan pada analisis kuantitatif secara Spektrofotometri Sinar Tampak tidak mendapatkan hasil yang maksimal sehingga digunakan Titrasi Formol didasarkan pada penentuan yang sederhana, murah dan mudah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan penelitian terhadap perbedaan kandungan protein pada putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu yang terdapat di sekitar kota Medan.

Metode Titrasi Formol merupakan titrasi asam amino dengan formaldehide dengan adanya NaOH. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah jambu yang tidak hilang dalam 30 menit (Sudarmadji, dkk., 1989).


(18)

1.2 Perumusan Masalah

1. Berapakah kadar protein yang terkandung di dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu?

2. Apakah ada perbedaan kadar yang terkandung di dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu?

1.3 Hipotesis

1. Protein yang terkandung di dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu dalam kadar tertentu. 2. Terdapat perbedaan kadar protein yang terkandung di dalam putih telur

ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar protein pada putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.

2. Untuk membandingkan kadar protein yang terdapat di dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.

1.5Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan protein yang terkandung dalam putih telur ayam ras, telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian

2.1.1 Ayam Ras Petelur

Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas berasal dari ayam hutan liar yang ditangkap dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan.

Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu. Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang belanda (bangsa belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini mulai dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan. Sementara ayam orang belanda disebut dengan ayam luar negeri (ayam ras) yang kemudian lebih akrab dengan ayam ras white leghorn (Anonima, 2013).

2.1.2 Ayam Buras

Ayam kampung adalah ayam jinak yang telah terbiasa hidup ditengah masyarakat. Daya adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi, lingkungan, dan iklim yang ada.

Umumnya ayam peliharaan secara ekstensif, dibiarkan lepas bebas berkeliaran di halaman rumah, lapangan, kebun, dan tempat-tempat lain sekitar


(20)

kampung atau daerah pemukiman manusia. Karena tempat hidupnya itulah lalu namanya disebut ayam kampung atau ayam buras (Saswono, 1997).

2.1.3 Itik

Itik yang banyak dikenal di Indonesia adalah spesies Anas domesticus. Spesies ini berasal dari jenis itik liar Anas sp., kecuali manila

(Cairinamoschata). Telur itik untuk konsumsi umumnya merupakan telur asin.

Telur asin merupakan menu yang umum disajikan, dari warteg sampai hotel berbintang lima. Itik dianggap sebagai hewan ternak asli Indonesia yang sangat potensial menjadi sumber tumpuan kehidupan masyarakat pedesaan (Simanjuntak, 2007).

2.1.4 Puyuh

Puyuh mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh inilah yang telurnya sering kita lihat dijajakan di pasar-pasar. Telur puyuh berukuran kecil dan berwarna khas campuran cokelat tua, biru, putih, dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Untuk produksi telur puyuh, dipilih telur puyuh betina, yang sehat atau bebas dari penyakit. telur puyuh biasanya mempunyai berat sekitar 10-11 gram (Juariah, 2010).

2.1.5 Penyu

Penyu memiliki sepasang tungkai depan yang berupa kaki pendayung yang memberinya ketangkasan berenang di dalam air dan mempunyai berat sekitar 900 kg. Walaupun seumur hidupnya berkelana di dalam air, sesekali


(21)

hewan ini tetap harus sesekali naik ke permukaan air untuk mengambil napas. Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2-8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu merupakan hewan yang dilindungi karena dikhawatirkan hampir punah sebab jumlahnya makin sedikit (Anonimb, 2013).

2.2 Protein

Nama protein berasal dari proteios, yang berarti yang utama atau yang terdahulukan. Protein adalah zat yang paling penting dalam tiap organisme. Protein adalah biopolimer dari asam-asam amino yang dihubungkan melalui ikatan peptida. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain oleh ikatan peptida. Asam-asam amino terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, besi, kalium dan kobalt. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein yang tidak terdapat pada karbohidrat dan lemak (Almatsier, 2004; Irianto, 2007).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain sebagai sumber energi, protein berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh. Selain zat pembangun, fungsi utamanya bagi tubuh adalah membentuk jaringan baru (misalnya membentuk janin pada masa kehamilan seorang ibu atau jaringan baru pada proses pertumbuhan anak), disamping untuk memelihara jaringan yang telah ada (mengganti bagian-bagian rusak) (Muchtadi, 2010).


(22)

Protein terdapat antara lain di dalam kulit, rambut, otot, dan putih telur. Protein terdiri dari molekul–molekul yang besar yang mempunyai berat molekul antara 12.000 hingga beberapa juta.

Menurut (Sastrohamidjojo, 2005), klasifikasi protein yakni:

I. Protein–protein sederhana

Protein ini bila pecah menjadi satuan–satuan yang lebih sederhana yang hanya menghasilkan asam asam alpha amino atau turunannya. Yang termasuk di dalamnya adalah:

1. Albumin: oleh panas menggumpal, larut dalam air dan dalam larutan garam yang encer. Albumin telur, albumin serum terdapat dalam darah, laktabumin dari susu.

2. Globulin: terdapat dalam biji-bijian dan dalam darah binatang. Menggumpal oleh panas, tak larut dalam air, larut dalam larutan netral encer dari garam-garam dari asam-asam kuat, basa kuat (NaCl, MgSO4).

3. Glutelin: terdapat dalam biji-bijian. Tidak larut dalam air atau dalam larutan-larutan encer, larut dalam asam atau alkali encer. Glutein terdapat dalam gandum.

4. Prolamin: terdapat dalam sebangsa gandum atau padi. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol 80%. Gliadin terdapat dalam gandum, zein dari jagung.


(23)

5. Albuminoid: terdapat dalam jaringan-jaringan, rambut, bulu, tanduk, kuku, dan sebagainya. Tidak larut dalam air, larut dalam garam, asam encer atau alkali encer.

6. Histoine: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam air, atau dalam NH4OH encer. Bila terhidrolisis memberikan sejumlah

asam-asam amino terutama asam-asam diamino. Histone terdapat dalam kelenjar timus.

7. Protamin: tidak menggumpal oleh panas, larut dalam larutan amoniak dan dalam air.

II. Protein terkonjugasi

Peruraian dari senyawa ini menunjukkan bahwa mereka terbentuk atas protein-protein sederhana dan gugus-gugus lain yang tidak menunjukkan sifat protein. Yang termasuk dalam golongan ini adalah

1. Kromoprotein: (Haemoglobin), protein yang sederhana ini dalam senyawanya disatukan dengan gugus yang mempunyai warna. Haemoglobin dari darah merah.

2. Glikoprotein: dalam rangkaiannya terdapat gugus karbohidrat mucin dalam saliva.

3. Pospoprotein: terdapat dalam susu. Di dalam molekulnya terdapat pospor. Casein, susu.

4. Nukleoprotein: terdapat tambahan gugus asam nukleat. 5. Lesitoprotein: gugus tambahan adalah lesitin.


(24)

6. Lipoprotein: gugus tambahan adalah salah satu dari asam-asam lemak yang lebih tinggi

Protein yang terkandung dalam bahan pangan setelah dikonsumsi akan mengalami pencernaan (pemecahan atau hidrolisis oleh enzim-enzim protease) menjadi unit-unit penyusunnya, yaitu asam-asam amino. Asam-asam amino inilah yang selanjutnya diserap oleh tubuh melalui usus kecil, yang kemudian dialirkan ke seluruh tubuh untuk digunakan dalam pembentukan jaringan-jaringan baru dan mengganti jaringan-jaringan-jaringan-jaringan yang rusak. Asam-asam amino yang berlebihan dapat juga digunakan sebagai sumber energi bagi tubuh atau disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi (Muchtadi, 2010).

Berdasarkan kandungan asam-asam amino esensialnya, maka suatu protein bahan pangan dapat dinilai apakah bergizi tinggi atau rendah. Suatu protein dikatakan bernilai gizi tinggi apabila mengandung asam-asam amino esensial yang susunannya lengkap serta komposisinya sesuai dengan kebutuhan tubuh serta asam-asam amino tersebut dapat digunakan oleh tubuh (tersedia atau available bagi tubuh) (Muchtadi, 2010).

Umumnya protein hewani (daging, ikan, susu, telur) merupakan protein yang bernilai gizi tinggi. Protein nabati umumnya daya cernanya lebih lebih rendah dan kekurangan salah satu (sering juga kekurangan dua macam) asam amino esensial. Sebagai contoh protein serealia (beras, terigu) kekurangan asam amino lisin, sedangkan protein kacang-kacangan (kedelai) kekurangan asam amino belerang (metionin dan sistein). Nilai gizi protein akan


(25)

menentukan jumlah yang harus dikonsumsi. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan protein, protein dengan nilai gizi rendah harus dikonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan protein yang bernilai gizi tinggi (Muchtadi, 2010).

Protein merupakan senyawa kompleks yang terdiri dari asam amino yang diikat satu sama lain dengan ikatan peptida. Asam amino sendiri terdiri dari rantai karbon (radikal R), atom hidrogen, gugus karboksilat (COOH), kadang-kadang gugus hidroksil (OH), belerang (S) serta gugus amino (NH2)

(Muchtadi, 2010).

2.3 Asam amino

Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Suatu asam amino alfa terdiri dari gugus amino, gugus karboksil, atom H dan gugus R tertentu,

yang semuanya terikat pada atom karbon α. Gugus R menyatakan rantai

samping (kusnandar, 2010). Struktur Umum dari asam amino dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gugus karboksil dan gugus amin yang terikat pada karbon α dapat mengionisasi. Gugus karboksil dapat membentuk ion negatif yang bersifat


(26)

asam sedangkan gugus amin bermuatan positif yang bersifat basa. Dengan adanya dua gugus dengan muatan yang berbeda tersebut, maka asam amino disebut bersifat amfoter, artinya dapat bersifat asam maupun basa. Sifat asam atau basa ini dipengaruhi pH lingkungannya (Kusnandar, 2010).

Apabila asam amino dalam keadaan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH− yang tin ggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus NH3+. Sebaliknya bila dalam keadaan asam, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion −COO− sehingga terbentuk gugus –COOH maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (II) (Poedjiadi, 1994).

Semua protein pada semua spesies mulai dari bakteri sampai manusia dibentuk dari 20 asam amino. Keanekaragaman fungsi yang diperantarai oleh protein dimungkinkan oleh keragaman susunan yang dapat dibuat dari 20 jenis asam amino ini sebagai unsur pembangun (Poedjiadi, 1994).

Setiap asam amino terdiri dari gugus amin (NH2) dan gugus karboksil

(COOH). Asam amino yang sudah diketahui ada sekitar 20 macam. Sepuluh diantara asam amino tersebut bersifat esensial sehingga harus diperoleh dari


(27)

konsumsi makanan sehari-hari, yaitu histidin, arginin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, valin, triptofan, fenilalanin dan treonin (Auliana, 2001).

2.4 Sumber Protein

Sumber protein bagi manusia dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu berdasarkan sifatnya, sumber protein nabati seperti biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan dan sumber protein hewani seperti daging, ikan, susu dan telur (Muchtadi, 2010).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu serta kacang-kacangan lain. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi, tetapi hanya merupakan 18,4% konsumsi protein rata-rata penduduk Indonesia (Almatsier, 2004).

Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein adalah daging (sapi, kerbau, kambing, dan ayam), telur (ayam dan bebek), susu (terutama susu sapi), dan hasil-hasil perikanan (ikan, udang, kerang dan lain-lain). Protein hewani disebut sebagai protein yang lengkap dan bermutu tinggi, karena mempunyai kandungan asam-asam amino esensial yang lengkap yang susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh, serta daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang dapat diserap (dapat digunakan oleh tubuh) juga tinggi (Muchtadi, 2010).


(28)

Protein nabati hampir sekitar 70% penyediaan protein didunia berasal dari bahan nabati (hasil tanaman), terutama berasal dari biji-bijian (serealia) dan kacang-kacangan. Sebagian besar penduduk dunia menggunakan serealia (terutama beras, gandum, dan jagung) sebagai sumber utama kalori, yang ternyata sekaligus juga merupakan sumber protein yang penting (Muchtadi, 2010).

Protein adalah zat yang dibentuk oleh sel-sel yang hidup. Lebih dari separo zat-zat yang berbentuk padat di dalam jaringan–jaringan manusia dan binatang mamalia terdiri atas protein. Protein mempunyai peranan yang penting di dalam tubuh manusia dan binatang, karena ia bertangggung jawab untuk menggerakkan otot-otot, protein hemoglobin mempunyai peranan mengangkut oksigen dari paru–paru ke jaringan seluruh tubuh. Sehingga protein sangat penting untuk masing–masing individu (Sastrohamidjojo, 2005).

2.5 Kecukupan konsumsi protein

Kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan maramus. Sindroma gabungan antara 2 jenis kekurangan ini dinamakan energy-protein Malnutrition/EPM atau kurang energi-protein/KEP atau kurang kalori protein/KKP. Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Sedangkan maramus pada


(29)

umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama) karena terlambat diberi makanan tambahan, formula pengganti ASI terlalu encer, tidak higienis atau sering kena infeksi terutama gastrointeritis. Maramus berpengaruh pada jangka panjang terhadap mental dan fisik yang sukar diperbaiki (Almatsier, 2004).

Mengkonsumsi protein dalam jumlah berlebihan akan membebani kerja ginjal. Makanan yang berprotein tinggi, biasanya juga tinggi lemaknya sehingga menyebabkan obesitas. Kelebihan protein pada bayi dapat memberatkan kesehatan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitogen, juga dapat menyebabkan asidosis, dehidrasi, diare dan demam (Almatsier, 2004).

Asupan protein yang dianjurkan menurut hasil penelitian WHO (1985) menggunakan tingkat asupan aman sebesar 0,75 g/kg berat badan, Untuk penetapan Referensi Asupan Gizi (RNI) protein; angka ini setara dengan 56 g/hari untuk pria dewasa dan 45 g/hari untuk wanita dewasa (Barasi, 2007).

Tabel 1. Angka kecukupan protein menurut kelompok umur dinyatakan dalam taraf asupan terjamin.

Kelompok Umur (tahun) AKP (nilai PST) gram/kg berat badan

Laki-laki Perempuan

0-0,5 1,86

(85% dari ASI)

1,86 (85% dari ASI)

0,5-2,0 1,39

(80% dari ASI)

1,39 (80% dari ASI)

4-5 1,08 1,08

5-10 1,00 1,00

10-18 1,96 1,90


(30)

60 + 0,75 0,75

Ibu hamil + 12 gram/hari

Ibu menyusui enam bulan pertama + 16 gram/hari

Ibu menyusui enam bulan kedua + 12 gram/hari

Ibu menyusui tahun kedua + 11 gram/hari Sumber: Almatsier, 2004

2.6 Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain itu bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisi sebutir telur terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur dan 31% kuning telur. Kandungan gizi sebutir telur ayam dengan berat 50 g terdiri dari protein 6,3 g, karbohidrat 0,6 g, lemak 5 g, vitamin dan mineral. Protein disusun dari asam-asam amino yang terikat satu dengan lainnya. Mutu dari protein disebut sebagai nilai hayati. Mutu dari protein disebut sebagai nilai hayati yang ditentukan oleh asam-asam amino dan jumlah masing-masing asam amino (Sudaryani, 2003).

Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaitu sebanyak 16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang berbobot sekitar 50 g, kandungan total proteinnya adalah 6 g. Dibandingkan bahan makanan sumber protein lainnya, ternyata telur memiliki pola komposisi asam amino esensial yang sesuai dengan kebutuhan sintesa protein di dalam tubuh. Pola komposisi asam amino esensial telur diambil sebagai patokan standar dalam menentukan kualitas protein suatu bahan


(31)

makanan. Patokan standar tersebut dinamakan PST (protein senilai telur) (Sudaryani, 2003; Auliana, 2001).

Telur ayam terdiri dari kira-kira 11% kulit, 31% kuning telur dan 58% putih telur. Dilihat kegunaannya sebagai bahan pangan, maka kulit telur dan membrannya hanya berfungsi sebagai pembungkus untuk menjaga komponen bahan pangan didalamnya, yaitu putih dan kuning telur. Bagian cair telur utuh terdiri dari sekitar 85% putih telur dan 35% kuning telur (Muchtadi, 2010).

2.6.1 Lemak

Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur. Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida umumnya menyediakan energi yang diperlukan untuk aktivitas sehari-hari (Sudaryani, 2003).

2.6.2 Vitamin dan Mineral

Telur mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, telur juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, zink, klorida dan sulfur (Sudaryani, 2003).


(32)

2.7 Protein Telur

Putih telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur baik, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah. Albumen dari putih telur terdiri dari 4 lapisan. Masing-masing chalazae (27,0%), putih kental (57,0%), putih telur encer dalam (17,3%), dan putih telur encer bagian luar (23,0%). Putih telur adalah larutan yang mengandung sekitar 12% protein. Lapisan yang terakhir ini berhubungan dengan “chalaza”, suatu serabut yang menahan kestabilan kuning telur. Sifat masing-masing lapisan berbeda, terutama dalam hal kandungan ovomusin, di mana lapisan kental kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan encer (Muchtadi, 2010; Sudaryani, 2003).

2.8Faktor Yang Mempengaruhi Kandungan Protein Pada Telur

1. Kondisi Lingkungan Ayam - Penyakit

Beberapa jenis penyakit ayam, seperti infeksi bronkitis dapat menimbulkan abnormalitas pada pada kulit telur. Bahkan penyakit tersebut juga menimbulkan penurunan kualitas pada putih telur dan kuning telur (Sudaryani, 2003).

- Suhu

Suhu yang panas akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Hal ini disebabkan oleh penurunan nafsu makan ayam sehingga zat-zat gizi yang


(33)

diperlukan tidak mencukupi. Suhu yang diperkenankan maksimal mencapai 29oC (Sudaryani, 2003).

2. Pakan

Kualitas pakan akan mengurangi kualitas putih telur, kuning telur dan mengurangi kekuatan maupun ketebalan kulit telur. Untuk memenuhi sejumlah unsur nutrisi, ayam memperoleh pakan dari berbagai bahan makanan. Bahan pakan sebagai sumber energi yaitu jagung, dedak, bekatul dan ubi kayu. Bahan pakan sebagai sumber protein yaitu Bungkil kacang kedelai, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa. Bahan makanan sebagai sumber mineral yaitu tepung tulang, tepung kerang, tepung ikan (Rasyaf, 1994).

2.9 Metode Analisis Protein 2.9.1 Analisis Kualitatif

Analisis protein secara umum dilakukan dengan dua metode, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Reaksi pengenalan (kualitatif) yang dapat dilakukan yakni reaksi Xantoprotein dan reaksi Biuret.

1. Reaksi Xantoprotein

Dibuat dengan cara: larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati kedalam larutan protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi adalah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan (Bintang, 2010).


(34)

2. Metode Biuret

Dilakukan dengan cara: larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan

adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu membentuk senyawa kompleks ditandai dengan timbulnya warna ungu violet atau biru violet (Bintang, 2010).

2.9.2 Analisis Kuantitatif

Bentuk uji kuantitatif (penentuan kadar) yang dapat dilakukan: 1. Metode Titrasi Formol

Prinsip metode ini adalah dengan adanya air dan penambahan Kalium oksalat, protein akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino. Selanjutnya dengan penambahan formaldehid akan menghambat gugus basa asam amino membentuk gugus dimethilol sehingga tidak mengganggu reaksi antara NaOH dengan gugus asam dari asam amino dan konsentrasi protein dapat ditentukan (Estiasih, dkk., 2012).

Indikator yang digunakan adalah PP (fenolftalein), akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan protein (Sudarmadji, dkk., 1989).

Dipipet 10 ml larutan putih telur atau larutan protein kedalam erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml akuades dan 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh (K- oksalat : air = 1: 3) dan tambahkan 1 ml fenoftalein 1%.


(35)

Diamkan selama 2 menit. Dititrasilah larutan dengan 0,1 N NaOH sampai mencapai warna seperti warna standar atau sampai warna merah jambu. Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40% dan titrasilah kembali dengan larutan NaOH sampai warna seperti warna standar tercapai lagi. Catat titrasi kedua ini. Titrasi koreksi yaitu titrasi kedua dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formol, untuk perhitungan % protein (Sudarmadji, dkk., 1984):

% Protein = NNaOH

0,1 (�� − ��) × 1,83

Untuk protein digunakan faktor 1,83 Keterangan : �� = titrasi sampel

�� = titrasi blanko

Menurut Sudarmadji, dkk., (1989), reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut:

R CH C R C C

Pada pH netral O

R C C + CH2O R C COOH

NH3+ O HOH2H N CH2OH

Formalin Dimenthilol

O

R C COOH + NaOH R C C + H2O

HOH2C N CH2OH HOH2C N CH2OH

H O

ONa O

NH3+

OH NaOH

O

H H


(36)

2. Metode Kjeldhal

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi 6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein yang diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar protein kasar/crude protein (Sudarmadji, dkk., 1989).

Berlangsung tiga tahap: a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H) teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO2), dan air (H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya

asam sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan lemak (Bintang, 2010).

Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang digunakan yaitu


(37)

campuran K2SO4 yang dapat mempercepat proses oksidasi dan juga dapat

menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan telah menjadi warna jernih (Bintang, 2010).

Reaksi yang terjadi pada proses destruksi (Meloan, 1987): katalisator

n – C – NH2 + H2SO4 CO2 + (NH4)2SO4 + SO2

pemanasan protein

b. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4. Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan

sempurna, maka ujung selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu (Bintang, 2010):

(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3↑ + Na2SO4 + 2H2O

c. Tahap Titrasi

Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat, maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH 0,025 N menggunakan indikator mengsel (indikator campuran metil red


(38)

dan metil blue). Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen.

% N =������(������−������)

�����������(�)�1000 x N NaOH x 14,007 x 100%

Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan %N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi nitrogen tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan yg dianalisa tersebut (Sudarmadji, dkk., 1989).

Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu:

NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4

Kelebihan H2SO4 + 2 NaOH Na2SO4 + 2H2O

(Bintang, 2010).

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah berdasarkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein mengandung rata-rata 16% N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam bahan telah diketahui, maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N dengan 100/16 (N X 6,25). Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui komposisinya dengan tepat, maka faktor konversi yang lebih tepat yang dipakai (Meloan, 1987).


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2013 - Juni 2013.

3.2 Bahan-bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan yaitu Telur Ayam Ras dan Telur Puyuh yang diambil secara purposif di Pasar Simpang Limun, Sisingamangaraja, Medan. Sedangkan Telur Buras dan Telur Itik yang diambil dari salah satu rumah dan Telur penyu diambil di daerah sekitar kota Medan.

3.2.2 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan adalah pro analis produksi E.Merck yaitu NaOH 99%, formaldehid 37%, etanol 96%, fenolftalein 99%, kalium oksalat 99%, kalium biftalat 99%, cuso4 99% dan air suling (Laboratorium Analisis

Kualitatif).

3.3 Alat-alat

Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buret (Pyrex), statif, klem, neraca analitik (shimadzu), cawan penguap, alat-alat gelas (Pyrex dan Oberoi).


(40)

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Larutan NaOH 0,1 N (b/V)

Larutan NaOH 0,1 N dibuat dengan cara melarutkan 4,0 gr NaOH pellet (b/v) dilarutkan dengan air suling bebas CO2 hingga 1000 ml (Ditjen

POM, 1995).

3.4.2 Larutan indikator Fenolftalein 1% (b/v)

Larutan Indikator fenolftalein 1% dibuat dengan cara melarutkan 1,0 gr fenolftalein dilarutkan dengan etanol 96% p.a hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.3 Larutan Tembaga (II) sulfat 0,5%

Larutan Tembaga (II) sulfat 0,5% dibuat dengan cara melarutkan 0,5 gr CuSO4.H2O dilarutkan dengan 100 ml air suling (Ditjen POM, 1995).

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembakuan Larutan 0,1 N NaOH

Ditimbang dengan teliti lebih kurang 0,5 g kalium phtalat (BM 204,2) yang telah dipanaskan pada temperatur 110OC selama 4 jam, dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml. Dibuat 3 kali ulangan.

Kristal pthalat dilarutkan kedalam 25 ml air suling dan dipanaskan perlahan-lahan sampai semua terlarut. Ditambahkan 2–3 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan NaOH yang akan distandartkan sampai warna merah jambu timbul. Perhitungan N NaOH dari hasil rata – rata 3 kali ulangan (Sudarmadji, dkk., 1984).

N Larutan NaOH = g K-phtalat


(41)

3.5.2 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposif

yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang tidak diambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang sedang diteliti (Sudjana, 2005).

3.5.3 Penyiapan Bahan

Sampel yang digunakan adalah Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras, Telur Itik, Telur Puyuh, dan Telur Penyu. Masing-masing telur diambil dalam kondisi yang bagus, kemudian dicuci dengan air suling dan dikeringkan, dipecahkan telur, dipisahkan kuning dan putihnya.

3.5.4 Analisis kualitatif

3.5.4.1 Reaksi warna dengan Biuret

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian ditambahkan Basa dan 2-3 tetes larutan Cu-sulfat. Lihat perubahan warna yang terjadi. Jika terdapat protein maka akan terbentuk warna ungu violet (Girindra, 1993).

3.5.4.2 Reaksi warna dengan Xantoprotein

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 1 ml sampel kemudian ditambahkan Asam Nitrat. Jika terdapat protein maka akan terbentuk warna kuning dan endapan putih (Girindra, 1993).

3.5.5 Analisis kuantitatif 3.5.5.1 Pembuatan Blanko


(42)

Dipipet 20 ml air suling ditambahkan 0,4 ml kalium oksalat jenuh dan 1 ml indikator fenolftalein 1% lalu tambahkan 2 ml lautan formaldehid 37% dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

3.5.5.2 Penetapan Kadar Protein dalam Sampel

3.5.5.2.1 Penetapan Kadar Protein dalam Putih Telur Ayam Ras

Metode ini merupakan metode modifikasi dari Sudarmadji, dkk., (1984), dengan cara sebagai berikut:

Dipipet 10 ml cairan putih telur ayam ras atau larutan protein kedalam erlenmeyer 125 ml dan tambahkan 20 ml air suling dan 0,4 ml larutan kalium oksalat jenuh (K-Oksalat : air = 1 : 3) dan tambahkan 1 ml fenoftalein 1%. Diamkan selama 2 menit. Lalu, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 37% dan titrasilah dengan larutan NaOH 0,1 N sampai warna seperti warna merah jambu tercapai. Catat titrasi ini.

Titrasi koreksi yaitu titrasi dikurangi titrasi blanko merupakan titrasi formol, untuk perhitungan % protein:

% Protein = NNaOH

0,1 (�� − ��) × 1,83

Untuk protein digunakan faktor 1,83 Keterangan : �� = titrasi sampel

�� = titrasi blanko

Dengan cara yang sama di lakukan selanjutnya pengerjaan terhadap sampel putih telur ayam buras, putih telur itik, putih telur puyuh, putih telur penyu.


(43)

3.5.6 Analisis data Secara Statistik

Menurut Gandjar dan Rohman (2009), kadar protein yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik dengan metode standar deviasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

SD =

(

)

1 -n

X

-Xi 2

Keterangan : Xi = Kadar sampel

X= Kadar rata-rata sampel n = jumlah pengulangan

Kadar protein yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing ke enam larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji T.

Untuk mengetahui data ditolak atau diterima dilakukan dengan uji T yang dapat dihitung dengan rumus:

� − ℎ�����= �Xi− X SD/√n�

Hasil pengujian atau nilai T yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga T, apabila Thitung > Ttabel maka data tersebut ditolak.

Menurut Sudjana (2005), untuk menentukan kadar protein di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

µ = X ± t (½α,dk) x (SD/ √n )

Keterangan : µ = interval kepercayaan X = kadar rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1

α = tingkat kepercayaan SD = standar deviasi n = jumlah perlakuan


(44)

3.5.7 Pengujian Beda Nilai Rata-rata

Menurut Sudjana (2005), sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan varians (σ) tidak diketahui sehingga dilakukan uji F untuk mengetahui apakah varians kedua populasi sama (σ1 = σ 2 ) atau berbeda (σ1 ≠ σ 2 ) dengan menggunakan

rumus:

F0 =

�12

22

Keterangan : F0 = Beda nilai yang dihitung

S1 = Standar Deviasi sampel 1

S2 = Standar Deviasi sampel 2

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo tidak melewati nilai kritis F maka

dilanjutkan uji dengan distribusi t dengan rumus: to =

(�1−2)

���1/�1+1/�2

Sp = �(�1−1)�12 + (�2−1)�22

�1+�2−2 Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2

Sp = Simpangan baku

n1 = Jumlah perlakuan sampel 1

n2 = Jumlah perlakuan sampel 2

S1 = Standar Deviasi sampel 1


(45)

Dan jika Fo melewati nilai kritis F maka dilanjutkan uji dengan distribusi t

dengan rumus:

to =

(�1−2)

����12/�1+�22/�2

Keterangan : X1 = Kadar rata-rata sampel 1

X2 = Kadar rata-rata sampel 2

Sp = Simpangan baku

n1 = Jumlah perlakuan sampel 1

n2 = Jumlah perlakuan sampel 2

S1 = Standar Deviasi sampel 1

S2 = Standar Deviasi sampel 2

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila to yang diperoleh melewati nilai


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui ada atau tidaknya protein dalam sampel. Data dan gambar dapat dilihat pada Tabel 2, dan Lampiran 4, halaman 41.

Tabel 2 Hasil Analisis Kualitatif

N o

Sampel Pereaksi Hasil reaksi Hasil

1

Putih telur puyuh

CuSO4 0,5% Warna ungu

violet

+ Asam Nitrat Endapan putih,

Larutan Kuning

+

2 Putih telur Itik

CuSO4 0,5% Warna ungu

violet

+ Asam Nitrat Endapan putih,

Larutan Kuning

+

3 Putih telur Ayam Ras

CuSO4 0,5% Warna ungu

violet

+ Asam Nitrat Endapan putih

Larutan Kuning

+

4 Putih telur Ayam Buras

CuSO4 0,5% Warna ungu

violet

+ Asam Nitrat Endapan putih

Larutan Kuning

+

5 Putih telur penyu

CuSO4 0,5% Warna ungu

violet

+ Asam Nitrat Sedikit Endapan

putih, Sedikit Larutan Kuning

+

Keterangan: + = Mengandung Protein

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kelima bahan tersebut mengandung protein. Sampel dikatakan positif mengandung protein jika menghasilkan


(47)

warna ungu violet dengan penambahan CuSO4 0,5% dan terbentuk endapan

putih dan larutan kuning dengan penambahan asam nitrat.

4.2 Analisis kuantitatif

4.2.1 Analisis Kadar protein dalam Putih Telur

Pada pengukuran sampel yang dilakukan secara titrasi formol, dimana sampel yang digunakan tidak dihomogenkan karena untuk mempermudah pemipetan. Terlebih dahulu dirangkaikan alat dengan sesuai, Setelah itu dipipet 10 ml cairan putih telur, lalu tambahkan 20 ml air suling dan 0,4 ml larutan k-oksalat dan tambahkan 1 ml fenolftalein 1%, kemudian tambahkan 2 ml larutan formaldehid 37% dan ditittrasi dengan NaOH 0,1 N sampai tercapai warna merah jambu. Data dan contoh perhitungan dapat di lihat pada Lampiran 5, halaman 42 dan 43.

Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 44 dan 45. Hasil analisis kuantitatif protein pada sampel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Kadar protein dalam sampel Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu.

No

Sampel Kadar Protein (%)

1

Telur Puyuh 8,98

2

Telur Itik 8,06

3

Telur Ayam Ras 6,89

4

Telur Ayam Buras 6,27

5


(48)

Dari Tabel 3, setelah dilakukan uji F terhadap kadar sampel maka dapat dilihat bahwa kadar protein yang terdapat dalam sampel Putih Telur Puyuh, Telur Itik, Telur Ayam Ras, Telur Ayam Buras dan Telur Penyu mempunyai perbedaan yang signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pakan, lingkungan dan suhu penyimpanan (Sudaryani, 2003).

Dari hasil analisis kuantitatif, sesuai yang tercantum pada Tabel 3, putih telur puyuh mempunyai kadar putih telur yang lebih tinggi, sedangkan putih telur penyu memiliki kadar protein yang paling kecil dibandingkan bahan sampel tersebut.

Meskipun semua protein yang terdapat di dalam tubuh hewan atau bahan-bahan makanan sering dapat digolongkan ke dalam protein secara kolektif, akan tetapi setiap protein berbeda satu sama lainnya. Perbedaan disebabkan kandungan asam-asam amio yang memberikan kekhasan sifat fisika dan kimia dari tiap-tiap protein serta sifat biologisnya (Wahju, 2004).

4.2.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein pada Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu

Pengujian nilai beda rata-rata kadar protein pada sampel bertujuan untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan pada rata-rata kadar protein antara kelima sampel telur tersebut. Uji statistik yang digunakan yaitu uji beda nilai rata-rata kadar protein antara kelima sampel dengan menggunakan distribusi t pada taraf kepercayaan 95%, jika diperoleh to atau thitung lebih tinggi

atau lebih rendah dari range t tabel maka menunjukkan perbedaan kadar yang


(49)

Tabel 4. Hasil Uji Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein antara Lima Sampel yang berbeda

Kandungan No Sampel t hitung t tabel Kesimpulan

Protein

1 S1 terhadap S2 10,2310

± 2,2281

Ditolak 2

S1 terhadap S3 -20,2667 Ditolak

3

S1 terhadap S4 -29,6454 Ditolak

4

S1 terhadap S5 106,4356 Ditolak

5

S2 terhadap S3 -33,2096 Ditolak

6

S2 terhadap S4 -40,2675 Ditolak

7

S2 terhadap S5 102,4604 Ditolak

8

S3 terhadap S4 -15,9363 Ditolak

9

S3 terhadap S5 141,4498 Ditolak

10

S4 terhadap S5 126,8945 Ditolak

Keterangan : S1 = Sampel Telur Ayam Ras

S2 = Sampel Telur Ayam Buras

S3 = Sampel Telur Itik

S4 = Sampel Telur Puyuh

S5 = Sampel Telur Penyu

Daerah kritis penolakan dengan menggunakan distribusi t dengan taraf kepercayaan 95% adalah thitung < -2.2281 dan thitung > 2,2281. Dari Tabel 4 di

atas menunjukkan bahwa hipotesis ditolak. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar protein yang signifikan antara sampel Putih Telur Ayam Ras, Telur Ayam buras, Telur Itik, Telur Puyuh dan Telur Penyu Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 46, 47 dan 48.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Pemeriksaan secara kuantitatif dengan menggunakan titrasi formol menunjukkan bahwa kandungan protein dalam putih telur puyuh 8,98 ± 0,2177 g/100 ml, telur itik 8,06 ± 0,1448 g/100 ml, telur ayam ras 6,89 ± 0,1822 g/100 ml, telur ayam buras 6,27 ± 0,1621 g/100 ml, dan telur penyu 0,44 ± 0,1621 g/100 ml.

Hasil uji statistik yaitu uji beda rata-rata kandungan protein dalam kelima bahan tersebut menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan dimana kandungan protein pada putih telur puyuh lebih tinggi dari bahan putih telur lainnya, urutan tertinggi selanjutnya pada putih telur itik, putih telur ayam ras, putih telur ayam buras dan putih telur penyu sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan Protein paling banyak terkandung dalam putih telur puyuh dan kandungan protein paling sedikit terkandung pada putih telur penyu.

5.2 Saran

Disarankan bahwa untuk penelitian selanjutnya kadar protein pada kuning telur secara metode Kjedhal.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Halaman 77, 100, 102-104.

Anonima. (2013). Tips dan Teknik Budidaya Ayam Ras Petelur. 2013.

Anonimb. (2013). Penyu. http://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 25 juli 2013.

Auliana, R. (2001). Gizi dan Pengolahan Pangan. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Adicitra Karya Nusa. Halaman 7-8.

Barasi, M.E. (2007). Nutrition At a Glance. Terjemahan: Hermin Halim. At a Glance: Ilmu Gizi. (2009). Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 43. Bintang, M. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Halaman 100, 101, 108-109, 112.

Deman, J.M. (1989). Principles of Food Chemistry. Terjemahan: Kosasih Padmawinata. Kimia Makanan. (1997). Bandung: ITB. Halaman 103, 105-151.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1127, 1165.

Estiasih, T., Novita, W., Indira, P., Wenny, B.S., Nurcholis, M., dan Feronika, H. (2012). Modul Praktikum Biokimia Dan Analisis Pangan. Malang: Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Halaman 41.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 22.

Girindra, A. (1993). Biokimia I. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Halaman 88.

Irianto, K., dan Waluyo, K. (2007). Gizi Dan Pola Hidup Sehat. Cetakan IV. Bandung: Penerbit Yrama Widya. Halaman 21-22.

Juariah, E. (2010). Puyuh Ternakku Yang Menyenangkan. Cetakan Ketiga. Bandung: PT. Sinergi Pustaka Indonesia. Halaman 2, 9, 10, 33.


(52)

Kusnandar, F. (2010). Kimia Makanan Komponen Makro. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Halaman 206.

Muchtadi, D. (2010). Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Cetakan Kesatu. Bandung: Alfabeta, CV. Halaman 2-6, 11-15, 24-25.

Poedjiadi, A. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Bogor: PT. Dian Rakyat. Halaman 56.

Pomeranz, Y., dan Meloan, C. (1987). Food Analysis: Theory and Practise.

Edisi kedua. New York: Van Nostrand Reinhold Company. Halaman 753-755.

Rasyaf, M. (1994). Makanan Ayam Broiler. Cetakan I. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 102, 110.

Sastrohamidjojo, H. (2005). Kimia Organik. Edisi I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 119-120.

Saswono, B. (1997). Beternak ayam Buras. Cetakan 15. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 59-62.

Simanjuntak, L. (2002). TikTok Unggas Pedaging Hasil Persilangan Itik Dan Entok. Cetakan I. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 1, 8-9.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1984). Prosedur Analisa Untuk

Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit

Liberty. Halaman 54-55.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Halaman 119, 141, 144.

Sudaryani, T. (2003). Kualitas Telur. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 1, 8-10, 13, 19.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi VI. Bandung: Tarsito. Halaman 93. Wahju, J. (2004). Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan V. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Halaman 60.

Wulandari, A.R. (2008). Studi Tentang Keragaman Genetik Melalui Polimorfisme Protein Darah Dan Putih Telur Pada Tiga Jenis Ayam Kedu Periode Layer. Tesis. Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.


(53)

Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan NaOH 0,1 N Data Larutan Baku NaOH

No. Berat K.Biftalat Titrasi yang diperoleh

1. 0,501 25,5

2. 0,500 25,1

3. 0,500 25,3

Perhitungan:

Normalitas NaOH = G. K. Biftalat 0,2042 × ml NaOH

1. Normalitas NaOH = 0,501

0,2042 ×25,5= 0,0962 N

2. Normalitas NaOH = 0,500

0,2042 ×25,1= 0,0976 N

3. Normalitas NaOH =0 0,500

,2042 ×25,3= 0,0968 N

Normalitas rata-rata (Nr) dan Persen Deviasi (% d) Nr1 = N1+N2

2 =

0,0962+0,0976

2 = 0,0969 N

% d1 =

(N1−Nr1)

Nr1 × 100% = �

0,0962−0,0969

0,0969 �× 100% = 0,72%

Nr2 = N1+N3

2 =

0,0962+0,0968

2 = 0,0965 N

% d2 =

(N1−Nr2)

Nr2 × 100% = �

0,0962−0,0965

0,0965 �× 100% = 0,31%

Nr3 =N2+N3

2 =

0,0976+0,0968

2 = 0,0972 N

% d3 =

(N1−Nr3)

Nr3 × 100% = �

0,0976−0,0972

0,0972 �× 100% = 0,41%

Normalitas NaOH yang sebenarnya adalah normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil yaitu 0,31% dengan normalitas 0,0965 N.


(54)

Lampiran 2. Identifikasi Sampel

Gambar 1. Pembakuan NaOH 0,1 N

Gambar 2. Sebelum dan sesudah titrasi pada sampel


(55)

Lampiran 3. Bagan alir proses pembuatan larutan sampel

Telur

Ditambahkan 20 ml akuades

Ditambahkan 0,4 ml larutan K-Oksalat jenuh

Ditambahkan 2 ml formaldehid 40% (Larutan berwarna putih)

Didiamkan selama 2 menit Dipisahkan kuning dan putihnya Dikeringkan

Sampel yang telah diperoleh (100 ml)

Dititrasi dengan NaOH sampai tercapai warna merah jambu

Diambil bagian putihnya Dibersihkan cangkangnya

Dipipet 10 ml

Dimasukkan kedalam erlemeyer 125 ml

Ditambahkan 1 ml indikator fenolftalein 1%

Hasil


(56)

Lampiran 4. Hasil analisis kualitatif protein

Gambar 3. Hasil analisis kualitatif dengan larutan pereaksi biuret


(57)

Lampiran 5. Perhitungan kadar protein dalam sampel Data perhitungan % protein pada Sampel Telur Ayam Ras 1. % Protein = 0,0965

0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%

2. % Protein = 0,0965

0,1 �4,2- 0,4�×1,83 = 6,71%

3. % Protein = 0,0965

0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%

4. % Protein = 0,0965

0,1 � 4,4- 0,4�×1,83 = 7,06%

5. % Protein = 0,0965

0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%

6. % Protein = 0,0965

0,1 �4,3- 0,4�×1,83 = 6,89%

Dengan cara yang sama di lakukan selanjutnya pengerjaan terhadap sampel putih telur ayam buras, telur itik, telur puyuh dan telur penyu, sehingga didapat nilai masing – masing seperti tertera pada tabel dibawah ini:


(58)

Data Hasil Analisis Titrasi Putih telur

Sampel ml Titrasi % protein

Telur Ayam Ras

4,3 6,89

4,2 6,71

4,3 6,89

4,4 7,06

4,3 6,89

4,3 6,89

Sampel ml Titrasi % protein

Telur Ayam Buras

4 6,36

4 6,36

3,9 6,18

3,9 6,18

3,9 6,18

4 6,36

Sampel ml Titrasi % protein

Telur Itik

4,9 7,95

4,9 7,95

5 8,12

5 8,12

5 8,12

5 8,12

Sampel ml Titrasi % protein

Telur puyuh

5,4 8,83

5,4 8,83

5,5 9,01

5,6 9,18

5,5 9,01

5,5 9,01

Sampel ml Titrasi % protein

Telur Penyu

0,6 0,35

0,7 0,53

0,6 0,35

0,7 0,53

0,6 0,35


(59)

Lampiran 6. Perhitungan statistik kadar protein Data Perhitungan Telur Ayam Ras

% protein (�− ��) (�− ��)�

6,89 0,00 0,0000

6,71 -0,18 0,0324

6,89 0,00 0,0000

7,06 0,17 0,0289

6,89 0,00 0,0000

6,89 0,00 0,0000

�� = 6,89 Σ = 0,0613

SD =

(

)

1 -n X -Xi 2

= 0,0613

6−1 = 0,1107

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, n = 6, dk = 5 dari tabel distribusi t diperoleh nilat t tabel = 4,0321. Data diterima jika t-hitung < t-tabel

� − ℎ�����= �X−X SD/√n� t-hitung data 1 = �60,,891142 – 6,89

√6

� �= 0,0000 diterima

t-hitung data 2 = �6,89 0,1142– 6,71

√6

� � = 3,9832 diterima

t-hitung data 3 = �60,,891142 – 6,89

√6

� � = 0,0000 diterima

t-hitung data 4 = �60,,891142 – 7,06

√6

� � = 3,7611 diterima

t-hitung data 5 = �60,,891142 – 6,89

√6

� � = 0,0000 diterima

t-hitung data 6 = �60,,891142 – 6,89

√6

� � = 0,0000 diterima

karena nilai t-hitung < t-tabel, maka data yang dipakai adalah keseluruhan data 1,2,3,4,5 dan 6


(60)

= 6,89 ± (4,0321 x 0,1107 / √6 )

= 6,89 ± 0,1822

Dengan cara yang sama dilakukan selanjutnya pengerjaan terhadap sampel putih telur ayam buras, putih telur itik, putih telur puyuh dan putih telur penyu, sehingga didapat nilai masing–masing seperti tertera pada tabel dibawah ini:

Sampel Nilai % Protein Nilai t-hitung Hipotesis

Kadar Rata-rata Protein dalam Putih Telur Putih Telur Ayam Ras

6,89 0,0000 Diterima

6,89 ± 0,1822 g/100 ml

6,71 3,9823 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

7,06 3,7611 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

Putih Telur Ayam Buras

6,36 2,2388 Diterima

6,27 ± 0,1621 g/100 ml

6,36 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,36 2,2388 Diterima

Putih Telur Itik

7,95 3,0641 Diterima

8,06 ± 0,1448 g/100 ml

7,95 3,0641 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

Putih Telur Puyuh

8,83 2,7700 Diterima

8,98 ± 0,2177 g/100 ml

8,83 2,7700 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

9,18 3,7037 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

Putih Telur Penyu

0,35 2,2388 Diterima

0,44 ± 0,1621 g/100 ml

0,53 2,2388 Diterima

0,35 2,2388 Diterima

0,53 2,2388 Diterima

0,35 2,2388 Diterima


(61)

Lampiran 7. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Sampel

No Sampel � S

1 Telur Ayam Ras 6,89 0,1107

2 Telur Ayam Buras 6,27 0,0985

3 Telur Itik 8,06 0,0879

4 Telur Puyuh 8,98 0,1323

5 Telur Penyu 0,44 0,0985

Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠σ2)

1. Ho : (σ1= σ2)

H1 : (σ1≠σ2)

2. dk data 1 = 5 dan dk data 2 = 5

Nilai Fkritis yang di peroleh dari Ftabel (F(0,05/2)(5,5) adalah 7,15

Daerah kritis penolakan: jika Fo≥ 7,15

3. Fo = �1

2

22= 0,11072

0,09852 = 1,2680

4. Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa (σ1 = σ2) kemudian dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata menggunakan distribusi t. Karena ragam populasi sama (σ1= σ2), maka simpangan bakunya adalah:

Sp = �(�1−1)�12 + (�2−1)�22

�1+�2−2

= �(6−1)0,11072 + (6−1)0,0985 2


(62)

1. Ho : (µ1= µ2)

H1 : (µ1≠ µ2)

2. Dengan menggunakan taraf kepercayaan α = 5 % T 0,05/2 = ± 2,2281

Untuk df = 6 + 6 - 2 = 10

3. Daerah kritis penerimaan: -2,2281 ≤ to≥ 2,2281 Daerah kritis penolakan: to < -2,2281 dan to >2,2281

4. Pengujian statistik

to =

(�1−2)

���1/�1+1/�2

= (6,96 – 6,34)

0,1065�1/6+1/6

= 10,2310

5. Karena to 10,0813 > 2,2281 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan signifikan rata-rata kadar protein antara putih telur ayam ras dengan putih telur ayam buras.

Selanjutnya dilakukan pengerjaan yang sama terhadap sampel lain, sehingga didapat nilai masing–masing seperti tertera pada Tabel 5 dibawah ini.


(63)

Tabel 5. Hasil Pengujian Beda Rata-rata Nilai Kadar protein Terhadap Kelima Sampel

Sampel F0 SP t0 Hipotesis

S1 terhadap S2 1,2680 0,1049 10,2310 Ditolak

S1 terhadap S3 1,5974 0,1000 -20,2667 Ditolak S1 terhadap S4 0,7028 0,1221 -29,6454 Ditolak S1 terhadap S5 1,2680 0,1049 106,4356 Ditolak S2 terhadap S3 1,2597 0,0933 -32,2096 Ditolak S2 terhadap S4 0,5543 0,1166 -40,2675 Ditolak S2 terhadap S5 1,0000 0,0985 102,4604 Ditolak S3 terhadap S4 0,4406 0,1000 -15,9363 Ditolak S3 terhadap S5 0,7938 0,0933 141,4498 Ditolak S4 terhadap S5 1,8041 0,1166 126,8945 Ditolak

Keterangan : S1 = Sampel Telur Ayam Ras

S2 = Sampel Telur Ayam Buras

S3 = Sampel Telur Itik

S4 = Sampel Telur Puyuh


(64)

(65)

(1)

= 6,89 ± (4,0321 x 0,1107 / √6 ) = 6,89 ± 0,1822

Dengan cara yang sama dilakukan selanjutnya pengerjaan terhadap sampel putih telur ayam buras, putih telur itik, putih telur puyuh dan putih telur penyu, sehingga didapat nilai masing–masing seperti tertera pada tabel dibawah ini:

Sampel Nilai % Protein Nilai t-hitung Hipotesis

Kadar Rata-rata Protein dalam Putih Telur Putih Telur Ayam Ras

6,89 0,0000 Diterima

6,89 ± 0,1822 g/100 ml

6,71 3,9823 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

7,06 3,7611 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

6,89 0,0000 Diterima

Putih Telur Ayam Buras

6,36 2,2388 Diterima

6,27 ± 0,1621 g/100 ml

6,36 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,18 2,2388 Diterima

6,36 2,2388 Diterima

Putih Telur Itik

7,95 3,0641 Diterima

8,06 ± 0,1448 g/100 ml

7,95 3,0641 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

8,12 1,6713 Diterima

Putih Telur Puyuh

8,83 2,7700 Diterima

8,98 ± 0,2177 g/100 ml

8,83 2,7700 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

9,18 3,7037 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

9,01 0,5555 Diterima

Putih Telur Penyu

0,35 2,2388 Diterima

0,44 ± 0,1621 g/100 ml

0,53 2,2388 Diterima

0,35 2,2388 Diterima

0,53 2,2388 Diterima

0,35 2,2388 Diterima


(2)

Lampiran 7. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Protein Pada Sampel

No Sampel � S

1 Telur Ayam Ras 6,89 0,1107

2 Telur Ayam Buras 6,27 0,0985

3 Telur Itik 8,06 0,0879

4 Telur Puyuh 8,98 0,1323

5 Telur Penyu 0,44 0,0985

Dilakukan uji F dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui apakah variasi kedua populasi sama (σ1 = σ2) atau berbeda (σ1 ≠σ2)

1. Ho : (σ1= σ2)

H1 : (σ1≠σ2)

2. dk data 1 = 5 dan dk data 2 = 5

Nilai Fkritis yang di peroleh dari Ftabel (F(0,05/2)(5,5) adalah 7,15

Daerah kritis penolakan: jika Fo≥ 7,15

3. Fo = �1

2 �22 =

0,11072

0,09852 = 1,2680

4. Dari hasil ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak sehingga

disimpulkan bahwa (σ1 = σ2) kemudian dilanjutkan dengan uji beda

rata-rata menggunakan distribusi t. Karena ragam populasi sama (σ1=

σ2), maka simpangan bakunya adalah:

Sp = �(�1−1)�12 + (�2−1)�22 �1+�2−2

= �(6−1)0,11072 + (6−1)0,0985 2


(3)

1. Ho : (µ1= µ2)

H1 : (µ1≠ µ2)

2. Dengan menggunakan taraf kepercayaan α = 5 % T 0,05/2 = ± 2,2281

Untuk df = 6 + 6 - 2 = 10

3. Daerah kritis penerimaan: -2,2281 ≤ to≥ 2,2281

Daerah kritis penolakan: to < -2,2281 dan to >2,2281

4. Pengujian statistik to =

(�1− �2) ���1/�1+1/�2

= (6,96 – 6,34) 0,1065�1/6+1/6 = 10,2310

5. Karena to 10,0813 > 2,2281 maka hipotesis ditolak. Berarti terdapat

perbedaan signifikan rata-rata kadar protein antara putih telur ayam ras dengan putih telur ayam buras.

Selanjutnya dilakukan pengerjaan yang sama terhadap sampel lain, sehingga didapat nilai masing–masing seperti tertera pada Tabel 5 dibawah ini.


(4)

Tabel 5. Hasil Pengujian Beda Rata-rata Nilai Kadar protein Terhadap Kelima Sampel

Sampel F0 SP t0 Hipotesis

S1 terhadap S2 1,2680 0,1049 10,2310 Ditolak S1 terhadap S3 1,5974 0,1000 -20,2667 Ditolak S1 terhadap S4 0,7028 0,1221 -29,6454 Ditolak S1 terhadap S5 1,2680 0,1049 106,4356 Ditolak S2 terhadap S3 1,2597 0,0933 -32,2096 Ditolak S2 terhadap S4 0,5543 0,1166 -40,2675 Ditolak S2 terhadap S5 1,0000 0,0985 102,4604 Ditolak S3 terhadap S4 0,4406 0,1000 -15,9363 Ditolak S3 terhadap S5 0,7938 0,0933 141,4498 Ditolak S4 terhadap S5 1,8041 0,1166 126,8945 Ditolak

Keterangan : S1 = Sampel Telur Ayam Ras

S2 = Sampel Telur Ayam Buras

S3 = Sampel Telur Itik

S4 = Sampel Telur Puyuh


(5)

(6)