Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sebagai

T anggung J awab Sosial Perusahaan Sebagai Sarana Peningkatan
K emaslahatan Perusahaan
Oleh:
Ilham Ibnu A ffan
15810092

1. Pendahuluan
1.1.L atar Belakang
Tanggung jawab social perusahaan merupakan salah satu elemen penting dalam
hubungan perusahaan dengan masyarakat. Di dalam praktiknya tanggung jawab
perusahaan oleh korporasi besar, khususnya di sektor industry ekstraktif (minyak, gas, dan
pertambangan lainnya), saat ini sedang disorot tajam. K asus Buyat adalah sebuah contoh
baru tentang bagaimana realisai tanggung jawab social itu.
K ajian Mr. Hamann dan A cutt sangat relevan dengan situasi implemantasi CSR di
Indonesia dewasa ini. K hususnya dalam kondisi keragaman pengertian konsep dan
penjabarannya dalam program-program berkenaan dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. K eragaman
pengertian konsep CSR adalah akibat logis dari sifat pelaksanaannya yang berdasarkan
prinsip kesukarelaan. T idak ada konsep baku yang dapat dianggap sebagai acuan pokok,
baik di tingkat global maupun local.
Secara teoritis, CSR mengansumsikan korporasi sebagai agen pembangunan yang

penting, khususnya dalam hubungan dengan pihak pemerintah dan kelompok masyarakat
sipil. Dengan menggunakan alur motivasi dasar, berbagai stakeholder kunci dapat
memnatau, bahkan menciptakan tekanan eksternal yang bias ‘memaksa’sebuah korporasi
untuk mewujudkan konsep dan penjabaran CSR yang lebih sesuai dengan kondisi yang ada
di negara Indonesia (A rijanto, 2012).
Tujuan akhir pelakasanaan tanggung jawab social perusahaan adalah menempatkan
etnitas bisnis dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tanggung jawab
social itu seharusnya menginternalisasi pada semua bagian kerja pada suatu pekerjaan.
CSR seharusnya merupakan keputusan strategis perusahaan sejak awal dari mendisain

produk yang ramah lingkungan, hingga pemasaran, dan pengolahan limbah. Selain itu,
secara eksternal CSR juga memastikan jangan sampai perusahaan justru mengurangi
kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya. A rtinya, pelaksanaan tanggung jawab
social perusahaan perlu diupayakan dilingkungan internal dan eksternal. Pada lingkungan
internal, perusahaan misalnya bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, memerhatikan kesejahteraan karyawan, serta menjalankan manajemen yang
beretika.
Terkait dengan pelaksanaan CSR pada lingkungan eksternal perusahaan,
perusahaan yang mengolah sumber daya alam maupun sumber daya manusia pada
hakikatnya adalah milik public serta bertanggung jawab untuk memberi manfaat pada

masyarakat. Pelaku bisnis membutuhkan dukungan lingkungannya. Oleh karena itu, sikap
responsive terhadap kebutuhan lingkungan menjadi keharusan. Selain tunutan lingkungan
yang tertera pada regulasi, tidak bias diabaikan pula tuntutan lingkungan yang tidak secara
langsung disebutkan dalam peraturan.
1.2.R umusan Masalah
1.2. 1.

A pa itu tanggung jawab social perusahaan?

1.2. 2.

Mengapa harus ada tanggung jawab social perusahaan?

1.2. 3.

Bagaimana dampak dari penerapan tanggung jawab social perusahaan?

1.2. 4.

Bagaimana tanggug jawab perusahaan tersebut berdampak pada


kemaslahatan perusahaan?
1.3.T ujuan Penelitian
1.3. 1.

Mengetahui maksud dan penerapan tanggung jawab perusahaan.

1.3. 2.

Mengetahui esensi tanggung jawab perusahaan.

1.3. 3.

Mengetahui dampak dari penerapan tanggung jawab perusahaan.

1.3. 4.

Menganalisa dampak tanggun jawab perusahaan bagi kemaslahatan

perusahaan itu sendiri.


2. T injauan Pustaka
Dalam penelitian Suparman (2013) menyebutkan bahwa Corporate Sosial
Responsibility (CSR) merupakan wacana yang sedang berkembang di dunia bisnis atau
perusahaan. Wacana ini digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran
menghadapi perekonomian menuju pasar bebas. Namun kenyatannya CSR tidak serta

merta dipraktekkan oleh semua perusahaan. A da yang berhasil memberikan materi riil
kepada masyarakat, namun di ruang publik nama perusahaan gagal menarik simpati orang.
Hal ini terjadi karena CSR dilakukan secara latah dan tidak didukung konsep yang baik.
Sebenarnya substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan
perusahaan itu sendiri di sebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar
stakholders yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program
pengembangan masyarakat sekitarnya. Namun untuk memahami community relations
perlu dilihat dari berbagai level analisis. Pada tataran makro, community relations dilihat
dari relasi organisasi sebagai suatu sistem yang berhubungan dan saling tergantung dengan
sistem yang lain. Padahal aspek sosial, ekonomi, politik, hukum maupun budaya akan
mempengaruhi pola hubungan yang ada. Oleh karena itu, Reputasi organisasi tidak hanya
dilihat dari sisi seberapa besar profit yang diperoleh, namun juga dilihat dari aspek
tanggungjawab sosial organisasi dalam bentuk corporate social responsibility, community

investment, community involnement dan community commitment.
Dari level meso (perencanaan yang didasarkan pada kebijaksanaan yang
ditetapkan) ini ditunjukkan bahwa aktivitas community relations tidak akan lepas dari
pemahaman organisasi akan peran public relations. Namun posisi kewenangan dan fungsi
yang dijalankan dalam organisasi akan mempengaruhi model praktek yang dijalankan.
Sedangkan pada level mikro yang berkaitan dengan individu pelakunya, community
relations akan dipengaruhi oleh kompetensi para pelaku yang membawa implikasi pada
peran yang dijalankan, apakah peran manajerial ataukah teknis. Corporate social
responsibility yang merupakan bagian dari community relations akan memberikan benefit
jangka panjang, jika ditempatkan sebagai bagian dari strategi besar organisasi. Oleh karena
itu, kritik terhadap CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis
perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali
dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika
dari bisnis utama perseroan.

3. Isi dan Pembahasan
3.1.T eori T anggung J awab Perusahaan
C orporate Social R esponsibility

Corporate Social responsibility menurut lingkar studi CSR Indonesia adalah upaya

yang sungguh-sungguh dari entitas bisnis, untuk meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam
ranah ekonomi, sosial dan lingkungan agar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Secara implisit definisi tersebut, berarti mengajak perusahaan untuk bersungguh-sungguh
dalam upaya memberikan manfaat atas kehadirannya bagi umat manusia saat ini.
Meminimalkan dampak negatif adalah bagian dari usaha memberikan manfaat di masa
yang akan datang (Suparman, 2013).
Menurut Philip K otler, CSR dikatakan sebagai descretionary yang dalam arti luas
berarti sesuatu yang perlu dilakukan. Seandaiya tidak dilakukan akan berakibat merugikan
diri sendiri, namun hal ini bukanlah suatu peraturan yang diharuskan (saat ini di Indonesia
telah diharuskan melalui UU Perseroan). Menurut World Business Council for Sustainable
Development, CSR bukan sekedar descretionary, tetapi suatu komitmen yang merupakan
kebutuhan bagi perusahaan yang baik sebagai perbaikan kualitas hidup. Secara filosofis,
jika perusahaan berusaha untuk berguna bagi umat manusia maka dalam jangka panjang
tentunya akan tetap eksis.
Dalam memberikan manfaat, perusahaan perlu memiliki prioritas dan strategi.
Salah satu prioritas penting adalah eksistensi perusahaan itu sendiri, untuk menjaga
lembaga bisnis berkelanjutan (kemampuan menghasilkan laba jangka panjang). Hal ini
tentunya akan menjadi tujuan yang strategis, apalagi kemampuan menghasilkan laba
jangka panjang hanya akan terealisasi jika kehadiran perusahaan dapat berguna dan

didukung oleh stakeholder. Dukungan stakeholder akan terwujud jika dampak negatif pada
ranah sosial ekonomi dan lingkungan, bukan hanya dapat diminimalisir tetapi justeru dapat
memberikan dampak positif yang besar bagi stakeholder.
Namun demikian program CSR yang meliputi pengurangan kemiskinan,
pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah bagian dari upaya
pengembangan perusahaan secara berkelanjutan. Hal ini berguna untuk membantu
perusahaan dalam memperbaiki financial performance dan akses pada modal,
meningkatkan corporate image dan penjualan/layanan jasa, memelihara kualitas kerja,
memperbaiki keputusan pada isu-isu kritis serta menangani resiko secara lebih efisien dan
mengurangi biaya jangka panjang. Beberapa pihak mungkin tidak setuju dengan

pernyataan bahwa tanggung jawab sosial dikaitkan dengan profit perusahaan. Oleh karena
itu, tidak ada salahnya jika CSR bisa juga ditafsirkan sebagai investasi, yang berarti dalam
melakukan investasi perusahaan akan menilai return yang didapatkan. Dengan demikian
CSR bisa ditafsirkan sebagai sebuah tanggung jawab perusahaan (entitas bisnis) kepada
stakeholder dan shareholder.
Petkoski dan Twosw (2003), CSR sebagai komitmen bisnis yang berperan untuk
mendukung pembangunan ekonomi, bekerjasama dengan karyawan dan keluarganya,
masyarakat lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan mutu hidup mereka dengan
berbagai cara yang menguntungkan bagi bisnis dan pembangunan. Didalam Green Paper

K omisi Masyarakat Eropa dinyatakan bahwa, kebanyakan definisi tanggungjawab sosial
korporat menunjukkan sebuah konsep tentang pengintegrasian, kepedulian terhadap
masalah sosial dan lingkungan hidup ke dalam operasi bisnis perusahaan dan interaksi
sukarela antara perusahaan dan para stakeholdernya. Setidaknya ada dua hal yang terkait
dengan tanggungjawab sosial korporat itu, yakni pertimbangan sosial dan lingkungan
hidup serta interaksi sukarela (irianto, 2004).
Dalam prinsip responsibility sebenarnya penekanan yang signifikan diberikan pada
kepentingan stakeholders perusahaan. Hal ini perusahaan diharuskan memperhatikan
kepentingan stakeholder perusahaan, menciptakan nilai tambah dari produk dan jasa bagi
stakeholder perusahaan dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya.
Sedangkan stakeholder perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah karyawan,
konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar dan pemerintah sebagai regulator.
Meski begitu CSR sebagai sebuah gagasan perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggungjawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate
value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja, melainkan tanggungjawab
perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Disinilah bottom lines lainnya selain
financial juga adalah sosial dan lingkungannya. K arena kondisi keuangan saja tidak cukup
menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable), maka perusahaan
hanya akan menjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan

hidup. Oleh karena itu, sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar di

berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap
tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya (Idris, 2005).
K endati demikian bagi perusahaan yang memiliki reputasi bagus pada umumnya
menikmati enam hal. Pertama, hubungan yang baik dengan para pemuka masyarakat.
K edua, hubungan positif dengan pemerintah setempat. K etiga, resiko krisis yang lebih
kecil. K eempat, rasa kebanggaan dalam organisasi diantara khalayak sasaran. K elima,
saling pengertian antara khalayak sasaran baik internal maupun eksternal. K eenam,
meningkatkan kesetiaan para staf perusahaan (A nggoro, 2002).
Sedangkan CSR sendiri adalah bagian dari program community relations yang
merupakan tugas dari public relations, sehingga wujud penerapan tanggung jawab
sosialnya bisa dimaknai sebagai ‘’an institution’s planned, active, and continuing
participation with and within a community to maintain and enhance its environment to the
benefit of both the institution and the community’’ (Baskin, 1997). Setidaknya ada tiga
dimensi dari relasi organisasi dengan publik yang menjadi bagian dari community
relations, yaitu community investment involvement, dan community commitment
(L edingham & Bruning, 2001).
K endati demikian antara organisasi dengan komunitas terdapat hubungan saling
ketergantungan, seperti dikemukakan oleh T he Community Relation’s Section of

Champion International Corporation’s Public A ffairs Guide: We are important to those
communities. Our payroll maybe the bulwark of the area’s economy. The taxes we pay
support local schools and government. Our voluntary contributions, both financial both and
in the form of employees’personal services, help the communities grows and prosper. A nd
these communities are important to us. Without public acceptance, no industry can realize
its full potential is essential and must be earned (Grunig & Hunt, 1984)
J adi adanya saling ketergantungan tersebut memotivasi organisasi untuk mendesain
program-program community relations. Menurut Grunig dan Hunt (1984), program
community relations dapat dibedakan dalam dua tipe. Tipe program pertama merupakan
program yang fokus pada aktivitas untuk membantu komunikasi organisasi dengan
pemimpin komunitas lokal. Sementara itu program kedua fokus pada aktivitas yang
melibatkan organisasi pada aktivitas komunitas, seperti dukungan terhadap proses
pendidikan dan sekolah maupun memberikan donasi pada organisasi lokal.

Program community relations dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan
(Cultip, Center & Broom, 2000). Pertama, memberikan informasi pada komunitas tentang
organisasi itu sendiri, produk yang dihasilkan, pelayanan yang diberikan serta aktivitas
yang dilakukan. K edua, meluruskan kesalahpahaman dan menanggapi kritikan publik
disertai upaya menggalang dukungan dan opini yang positif. K etiga, mendapatkan
dukungan secara hukum yang akan mempengaruhi iklim kerja komunitas. K eempat,

mengetahui sikap pengetahuan dan harapan komunitas. K elima, mendukung sarana
kesehatan, pendidikan, rekreasi dan aktivitas budaya. K eenam, mendapatkan pengakuan
yang baik dari pemerintah setempat. K etujuh, membantu perkembangan ekonomi lokal
dengan membeli barang-barang kebutuhan dari wilayah setempat.
Pencapaian tujuan community relations akan dipengaruhi oleh cara pandang dan
perlakuan organisasi terhadap komunitasnya. Dalam hal ini peran public relations dalam
organisasi menjadi penting. Wilson (2002) mengidentifikasi adanya empat aktivitas
penting yang perlu dijalankan seseorang public relations. Pertama, membantu organisasi
agar para pemimpin memandang penting relasi dengan komunitas dan melihat pentingnya
peran organisasi dalam komunitas. Mereka perlu meyakinkan tanggungjawab organisasi
untuk terlibat dalam upaya pembangunan dan kemajuan komunitas. Tanggungjawab untuk
meningkatkan kualitas hidup komunitas ini perlu dilakukan, bukan karena akan
mendatangkan profit, melainkan merupakan tanggungjawab moral organisasi.
Peran kedua seorang public relations adalah membantu menyadarkan organisasi
bahwa komunitas tidak hanya sekedar terdiri dari para investor (Stokeholder), namun
mereka juga terdiri dari para stakeholders, yaitu karyawan, konsumen, pesaing, pemasok
bahan dan kelompok publik lain dimana hubungan perlu dikembangkan. Selanjutnya,
karena perspektif yang menekankan perlunya hubungan dengan komunitas ini termasuk
hal yang baru, maka evaluasi terhadapnya belum banyak dilakukan. Di sini peran ketiga
public relations adalah untuk meyakinkan organisasi bahwa evaluasi keberhasilan
organisasi tidak hanya dari sisi finansial, tetapi juga dilihat dari aplikasi tanggungjawab
sosial organisasi dan penerimaan komunitas. Terakhir peran keempat, mengembangkan
budaya dan nilai organisasi termasuk menanamkannya pada seluruh anggota organisasi,
yang menjamin berlangsungnya hubungan dengan komunitas yang baik.

Peran public relations sejalan dengan pendapat Baskin dan latimore (1997) tentang
fungsi public relations dalam organisasi meliputi: Pertama, fungsi manajemen. Untuk
menjalani fungsi ini PR memberi masukan kepada pihak manajemen dalam perumusan
misi, visi, tujuan maupun kebijakan organisasi berdasarkan hasil eksplorasi opini publik
dan membantu organisasi dalam melakukan perubahan yang diperlukan khususnya di masa
krisis. Hal ini didasari oleh dua hal, yaitu 1) PR memonitor dan mengeksplorasi opini
publik maka selanjutnya dapat mewakili kepentingan publik dan memprediksi reaksi
publik terhadap kebijakan organisasi, dan 2) PR berfungsi mengkomunikasikan kebijakan
organisasi kepada publik
K edua, Fungsi komunikasi. Sebagai fungsi komunikasi PR dapat dilihat dari empat
hal, yaitu ketrampilan atau keahlian komuniukasi yang perlu dimiliki public relations,
aktivitas kerja yang biasa dilakukan, sistem yang dibentuk dan operasionalisasi
penggunaan sistem yang sudah dibentuk dan operasionalisasi penggunaan sistem yang
sudah dibentuk meliputi : 1) kemampuan dasar komunikasi. Setidaknya ada tiga
kemampuan dasar yang perlu dimiliki seorang public relations, yaitu kemampuan
mendengarkan, menulis dan berbicara, baik dalam kontek komunikasi organisasi maupun
berbicara didepan publik. Selain ketiga hal tersebut, untuk menjalankan peran manajerial
maka seorang PR juga perlu memiliki kemampuan melakukan riset, menyusun
perencanaan dan mengevaluasi hasil riset. 2) PR mencakup berbagai aktivitas kerja yang
dilakukan berkaitan dengan proses komunikasi seperti memproduksi media release,
company profile, ataupun majalah internal termasuk disini program kampanye membentuk
kesadaran akan isu tertentu ataupun membentuk image positif organisasi. 3) PR berperan
dalam membangun suatu sistem komunikasi seperti sistem pengumpulan informasi dari
publik, membentuk kelompok pelanggan ataupun komunitas untuk mendapatkan masukan,
ataupun dengan menjalin hubungan baik dengan para editor dan wartawan. 4) PR berkaitan
dengan aktivitas memanfaatkan sistem komunikasi yang sudah ada.
K etiga, fungsi mempengaruhi opini publik. Dalam aktivitas PR banyak bersentuhan
dengan opini publik. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan public relations, yaitu;
1) PR membantu organisasi untuk membangun relasi dengan publik. 2) Public relations
menginterpretasikan opini public dan menyampaikannya kepada organisasi sebagai input.
3) K etika berbicara masalah opini publik maka salah satu hal yang menjadi sorotan publik

adalah masalah tanggungjawab sosial, sehingga publicrelations membantu organisasi
mewujudkan tanggungjawab social melalui program-programnya.
Berkaitan dengan fungsi manajemen, Hutapea (2000) menjelaskan bahwa PR
adalah fungsi manajemen untuk membantu menegakkan dan memelihara aturan bersama
dalam komunikasi, demi terciptanya saling pengertian dan kerjasama antara lembaga atau
perusahaan dengan publiknya. Selain itu, membantu manajemen dalam menanggapi
pendapat publiknya, mengatur dan menekankan tanggungjawab manajemen dalam
melayani kepentingan masyarakat, membantu memonitor bertindak sebagai suatu sistem
tanda bahaya dan berjaga-jaga dalam menghadapi berbagai kemungkinan buruk, serta
menggunakan penelitian dengan teknik-teknik komunikasi yang efektif dan persuasif
untuk mencapai semua itu.
Dalam lingkungan bisnis yang terus berubah dan berkembang sesusi dengan
dinamika organisasi, public relations harus ditempatkan pada platform yang lebih tinggi.
K ebutuhan perusahaan yang berkembang tidak hanya mengembangkan produk atau jasa,
tetapi harus berbuat lebih yakni membina hubungan positif dan konsisten dengan pihakpihak yang terlibat dengan organisasi. Oleh karena itu, agar berkembang dan berfungsi
optimal public relations harus didukung oleh berbagai pihak (Octavia, 2003).
C SR dan kinerja perusahaan
Harga pasar saham harus mencerminkan nilai dasar yang diharapkan dari saham,
yaitu potongan potongan dividen yang diharapkan yang diperoleh pemilik saham. Bila
investor rasional, dan nilai harapan yang terinformasi sepenuhnya segera direvisi dengan
datangnya berita, jika berita tersebut mengacu pada sebuah acara mempengaruhi satu atau
lebih faktor yang menentukan nilai fundamental saham (diharapkan arus kas masa depan,
suku bunga, risiko premi, saham beta, dan lain-lain). Di dalam perspektif, dampak
kejadian, seperti entri atau keluar dari indeks Domini harus diprediksi berdasarkan
kerangka teoritis, yang mengevaluasi dampaknya dari acara itu sendiri pada komponen
yang berbeda dari formula yang fundamental nilai saham
Menurut Becchetti et al (2009) isu penting yang perlu dipertimbangkan saat
merumuskan hipotesis kami tentang dampaknya pengumuman sebuah acara yang terkait
dengan pilihan CSR oleh karena itu, investigasi perhubungan antara corporate social

responsibility dan corporate kinerja, dan, lebih spesifik lagi dalam kasus kami, kriteria
spesifik perusahaan kinerja yang ditunjukkan oleh nilai pemegang saham.
K inder, L ydenberg dan Domini Research & A nalytics, Inc. (K L D) membagi
K riteria CSR dianalisis untuk dimasukkan dalam indeks Domini 400 menjadi delapan luas
kategori: i) masyarakat; ii) tata kelola perusahaan; iii) keragaman; iv) karyawan hubungan;
v) lingkungan; vi) hak asasi manusia; vii) kualitas produk; dan viii) isu bisnis kontroversial
Untuk masing-masing, indeks Domini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, dan
menunjukkan serangkaian tindakan korporasi yang jatuh salah satu dari dua kategori
tersebut.
Secara keseluruhan, kita menemukan bahwa sebagian besar kekuatan dan
kelemahan di masing-masing dari delapan domain adalah kenaikan biaya, dengan
pengecualian kualitas produk bagian, dan peraturan yang membatasi kompensasi
manajerial (dalam hubungan karyawan) bagian). Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan
bahwa sebagian besar kriteria SR (lihat di khususnya yang ada dalam hubungan karyawan,
lingkungan, masyarakat dan manusia bagian kanan) melibatkan pergeseran fokus dari
maksimalisasi nilai pemegang saham untuk memuaskan kepentingan pemangku
kepentingan yang lebih luas (pemegang saham tetapi juga masyarakat lokal, pekerja,
subkontraktor dalam dan luar negeri) .
Di sisi lain, kita harus mempertimbangkan pilihan CSR tersebut memiliki dampak
positif terhadap nilai pasar dengan meningkatkan produktivitas pekerja, terutama bila
menyangkut tunjangan upah dan non-upah bagi karyawan perusahaan. Itu Efek
peningkatan produktivitas dari keuntungan tersebut dianalisis secara luas oleh literatur
efisiensi (Y ellen, 1984) dengan mengabaikan (Stiglitz-Shapiro, 1984) dan pemberian
model pertukaran (A kerlof, 1982). Selanjutnya, pentingnya intrinsic motivasi dalam
produktivitas, dan ketersediaan pekerja untuk menerima upah yang lebih rendah (dan
bahkan pekerjaan sukarela) ketika motivasi intrinsik kuat, menunjukkan hal itu. Y ang
terakhir merupakan pengganti parsial untuk transfer uang. K arena itu, intrinsikmotivasi
adalah saluran yang melaluinya tanggung jawab sosial perusahaan mengurangi biaya dan
meningkatkan produktivitas dengan cara menumbuhkan keselarasan antara perusahaan
tujuan dan motivasi karyawan.

A rgumen 'nilai tambah' lainnya diajukan oleh Freeman (1984) siapa menganggap
bahwa CSR merupakan pilihan optimal untuk meminimalkan biaya transaksi dan konflik
potensial dengan para pemangku kepentingan. Dalam perspektif ini, CSR dapat dilihat
sebagai alat yang efektif untuk memperbaiki reputasi perusahaan, dan mengurangi risiko
yang tersisa korban aktivisme konsumen dan tindakan hukum.
Oleh karena itu, kinerja perusahaan kompleks dan kompleksitasnya diperkuat oleh
literatur empiris di lapangan yang tidak memberikan hasil yang jelas. Y ang mendukung
sebuah hubungan positif, adalah studi yang menunjukkan bahwa: i) biaya untuk memiliki
sebuah tingkat CSR yang tinggi lebih dari sekedar kompensasi oleh tunjangan dalam
semangat kerja karyawan dan produktivitas (Soloman dan Hansen, 1985); ii) CSR terkait
secara positif dengan kinerja keuangan (Pava dan K rausz, 1996; dan Preston dan
O'Bannon, 1997); iii) sinergi positif ada antara kinerja perusahaan dan kinerja yang sangat
baik hubungan dengan pemangku kepentingan (Stanwick dan Stanwick, 1998; V erschoor,
1998); iv) Perubahan dalam CSR berhubungan positif dengan pertumbuhan penjualan dan
tingkat pengembalian penjualan dengan CSR selama tiga periode keuangan (Ruf et al,
2001). Oleh karena itu, pilihan CSR perusahaan mungkin bermanfaat dalam hal penjualan
bersih atau nilai tambah per pekerja, namun tidak harus dalam hal pemegang saham nilai.
C SR dan Upaya Pemasaran Perusahaan
Menururt perspektif kami tentang pemasaran melalui CSR memberi tujuan baru
untuk strategi CSR mereka yaitu pembangunan identitas dan reputasi yang dirasakan.
Memang, CSR tampaknya merupakan sarana yang hampir sempurna sebagai sarana dalam
upaya pemasaran perusahaan, sebagian besar perusahaan yang dilakukan dengan benar,
bisa menjadi hal yang penting bagi pemangku kepentingan dari semua garis untuk
membentuk ikatan berbasis identifikasi yang kuat dan tahan lama dengan perusahaan. Oleh
karena itu, dorongan utama pemasaran korporat adalah kebutuhan perumusan,
implementasi dan penilaian CSR yang bijaksana dan berarti strategi yang tidak terlalu
dipaksakan pada berbagai kelompok pemangku kepentingan namun. Sebagai gantinya,
diciptakan bersama (Hildebrand dan Sen, 2011).
T anggung J awab Sosial dalam K ewujudkan K eadilan dalam Bisnis

Tanggung jawab social (CSR), merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan, dalam segala aspek.
Secara umum CSR dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan
menerapkan pembangunan berkelanjutan, yang diartikan sebagai proses pembangunan
(lahan, kota, bisnis, masyarakat dan sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan
sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan” (Burndtland
Report dari PBB, 1987, dalam Rachman, M, Nurdizal, 2011: 11). Pembangunan
berkelanjutan mencakup tiga hal kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan
sosial dan perlindungan lingkungan.
Menurut A priatni (2011) perusahaan dianggap memiliki kewajiban untuk memiliki
tanggung jawab sosial karena seiring dengan sumbangan pembangunan perekonomian
yang diberikan oleh perusahaan, secara langsung atau tidak langsung juga memanfaatkan
sumber daya lingkungan. K erusakan lingkungan yang ditimbulkan dapat mengancam
kehidupan manusia. Oleh karena itu tanggung jawab sosial perusahaan menjadi kewajiban.
Seperti tertulis dalam Undang- Undang Penanaman Modal dalam pasal 15 huruf b dan
pasal 34 ayat 1, T ahun 2007, disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksankan
tanggung jawab sosial perusahaan. J ika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari
peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman
modal. Demikian pula dalam Undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas,pasal 74, ayat 1, menyebutkan bahwa PT yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
social dan lingkungan.
Belum seluruh perusahaan memahami konsep CSR dengan benar, terutama bentuk
kegiatan-kegiatan yang dilakukan. K egiatan CSR merupakan kegiatan yang menunjang
pembangunan yang berkelanjutan, yaitu kegiatan yang tidak hanya berdampak pada
kuntungan secara materi, melainkan terkait dengan konsekuensi sosial dan lingkungan
yang berkelanjutan. Implementasi CSR dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan,
antara lain kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki
lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh Starbuck di A ceh, membuka lahan 10.000 ha

untuk pemberdayaan kopi pada masyarakat A ceh. Disatu pihak Starbuck akan memperoleh
manfaat dengan hasil pertanian kopi, sebagai bahan baku yang diperlukan dalam aktivitas
bisnis yang dilakukan. Contoh lain seperti yang dilakukan oleh Unilever dengan
melakukan pengembangan UK M untuk penanaman kedelai hitam dan budidaya ikan air
tawar. Hasil pertanian dan budidaya tersebut digunakan sebagai bahan baku Royco dan
bahan baku kecap merek Bango (Prastowo, 2011: 33).
Bentuk kegiatan yang lain dapat berupa pemberian beasiswa untuk anak-anak
sekolah disegala tingkatan pendidikan, bantuan dana untuk perbaikan infrastruktur, dan
lain-lain. Pendekatan yang digunakan dalam penentuan bentuk kegiatan hendaknya dapat
mengakomodasi kepentingan stakeholder.
Pembangunan berkelanjutan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan
setiap insan di bumi ini berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan
kualitas hidup masyarakat. Terlebih bagi pengusaha, dalam aktivitas bisnisnya telah
memperoleh banyak keuntungan yang berasal dari pemanfaatan sumber daya yang ada.
K onsep CSR akan mendorong pengusaha melakukan aktivitas bisnis dengan lebih
mengedepankan aspek etika. Menurut William J .Byron (2010) dalam Prastowo (2011: 50),
terdapat empat tingkat tanggung jawab sosial, yaitu ekonomis, legal, etis, dan bebas atau
filantropis. Pada tingkat ketiga adalah tanggung jawab etis, yaitu dimaksudkan sebagai
penghormatan terhadap martabat manusia (termasuk didalamnya karyawan, konsumen,
rekan kerja, pesaing dan sebagainya). Selain itu tanggung jawab etis juga termasuk sebagai
penghormatan atas lingkungan fisik yang telah menjadidampak atas kegiatan perusahaan.
Dalam implementasi bisnis, pelaku usaha harus menjaga keseimbangan alam melalui sikap
menghormati lingkungan dengan memberikan perlindungan terhadap lingkungan.
Dalam hubungannya dengan peran para dalam rangka mewujudkan keadilan sosial.
K ebebasan dalam melakukan aktivitas bisnis dibatasi juga oleh masa depan umat manusia
atau generasi- generasi yang akan datang (Sartre dalam Bertens.K , 2007:118). K ebebasan
pemanfaat sumberdaya dibatasi, sehingga dapat memberikan jaminan kehidupan anak cucu
kita. Dengan demikian para pengusaha tidak dapat mengeksploitasi alam, melainkan dapat
memberdayakan alam dengan cara yang benar dan bertanggung jawab. Mengembangkan
pemahaman tersebut diperlukan kebijakan- kebijakan pemerintah yang berorientasi untuk

membangun keadilan dengan lebih mengedepankan prinsip keadilan, sehingga keadilan
dapat dirasakan, baik bagi masyarakat kurang mampu maupun bagi seluruh masyarakat
Indonesia.
K eberhasilan melaksanakan CSR, diperlukan komitmen yang kuat; ketulusan dari
semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan CSR; serta adanya rasa tanggung jawab yang
besar terhadap kelangsungan hidup manusia saat ini maupun generasi mendatang.
Selebihnya perwujudan CSR, hendaknya mengacu pada pedoman yang dapat dijadikan
acuan bersama antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat. Bentuk tanggung jawab
sosial dapat bervariasi, tergantung pada kemampuan perusahaan, maupun bentuk
kebudayaan yang berlaku di masyarakat lingkungan.Prinsip berkelanjutan dalam tanggung
jawab sosial diharapkan akan mewujudkan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
3.2.A nalisis
Pengaruh K epedulian Sosial Perusahaan terhadap Pembelian
Dewasa ini kepedulian masyarakat terhadap tanggung jawab social social
mendapatkan perhatian, bahkan oleh perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan semakin
memandang penting terhadap perlunya perhatian mereka terhadap aspek lingkungan dan
hal inilah yang kemudian melahirkn konsep Tanggung J awab Sosial Perusahaan (Coporate
Social Responsibility). Bentuk kegiatan CSR ini semakin bervariasi dan berkembang, dari
penerapan teknologi yang ramah lingkungan, pemberian beasiswa studi kepada siswa
kurang mampu, pemberian bantuan kepada korban bencana alam, dan sebagainya.
Islam mengajarkan pentingnya kepedulian social ini tidak hanya ketika manusia
dalam kondisi kesulitan. Oleh karena itu, kepedulian ini tidak hanya tercermin dari
tindakan-tindakan kepedulian setelah seseorang atau perusahaan mendapatkan laba yang
cukup tinggi, namun pada setiap tingkat keuntungan. Sebagai misal, sebagian perusahaan
mengalokasikan 2,5 persen dari laba bersihnya untuk zakat atau dialokasikan untuk fakir
miskin, pembangunan tempat ibadah, fasilitas pendidikan, dan sebagainya. Informasi ini
sering kali diinformasikan kepada konsumen dalam bentuk label dalam kemasan
produknya, sebagai missal label ‘2,5% dari laba perusahaan akan dialokasikan untuk anak
jalanan’yang tertera pada sebuah merk air mineral.

K epedulian perusahaan terhadap lingkungan ini merupakan salah satu sumber
peningkatan keberkahan. K etika konsumen mengetahui bahwa kandungan berkah pada
suatu barang meningkat, ia akan meningkatkan pembelian barang tas barang tersebut dan
mengurangi pembelian terhadap barang yang kandungan berkahnya lebih rendah.
J ika hal itu dianalisis secara matematis, maka akan terlihat bahwa peningkatan
kandungan berkah suatu barang (bx) akan meningkatkan jumlah barang yang diminta (Dx).
A susmsikan nilai Px = Py = 10, bx = by = 1, α = β =1 dan 1 = 1000. Maka jumlah
barang X yang diminta adalah 50 dan jumlah Y yang diminta adalah 50. J ika sekarang
jumlah berkah dari barang X meningkat karena adanya amal saleh (bx = 2), maka jumlah
barang X yang diminta adalah 60 dan jumlah barang Y yang diminta adalah 40. T erlihat
disini, bahwa jumlah barang Y turun sebagai akibat dari naiknya kandungan berkah pada
barang saingannya (X ).
Sekarang, jika harga X naik menjadi 20, cateris paribus, maka jumlah barang X
yang diminta turun menjadi hanya 25. Namun jika kenaikan harga ini dilakukan secara
bersama-sama (simultan) dengan ,kenaikan berkah (berkah barang X naik menjadi 3),
maka jumlah barang X yang diminta adalah 33,3, bandingkan hal ini dengan 25 pada kasus
di mana tidak ada kenaikan berkah.
Dari kedua contoh di atas bias dilihat, bahwa kandungan berkah telah mampu
meningkatkan permintaan barang, baik dalam keadaan normal maupun dalam keadaan
harga meningkat. Dengan demikian, kandungan berkah merupakan suatu hal yang sangat
berguna bagi produsen untuk selalu diusahakan. Di lain pihak, hal tersebut akan mampu
meanarik konsumen Muslim untuk mengonsumsinya (P3EI, 2014).
Dari studi kasus di atas menunjukkan bahwa dengan melakukan tanggung jawab
social perusahaan menjadikan penggunaan kegiatan social perusahaan sebagai nila tambah
bagi perusahaan sehingga para konsumen pun semakin tertarik dengan produk dari
perusahaan tersebut. Sehingga dengan semakin lakunya produk yang dijual menjadikan
penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan pun meningkat. Dengan demikian
menunjukkan bahwa output perusahaan dalam kegiatan tanggung jawab social perusahaan
berpengaruh pada kemaslahtan perusahaan itu sendiri dengan meningkatnya pendaptan
yang ia peroleh.

4. Penutup
Dalam penulisan ini menunjukkan bahwa tanggung jawab social perusahaan atau
corporate social responsibility (CSR) dapat berpengaruh positif terhadap kemaslahatan
perusahaan. Hal ini dikarenakan disetiap perusahaan mengeluarkan CSR maka perusahaan
telah berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat. Di samping CSR sendiri merupakan
sebuah kegiatan pertanggung jawaban atas hal-hal yang dilakukan oleh perusahaan yang
berdampak negative terhadap masyarakat.
Disisi lain dengan adanya kegiatan tanggung jawab social perusahaan ini sendiri
meningkatkan tingkat preferensi produk terhadap produk dari perusahaan yang memiliki
tingkat CSR yang tinggi yaitu menjadikan konsumen lebih tertarik untuk mengonsumsi
produk dari perusahaan tersebut. Dengan produk yang semakin banyak yang terjual
menjadikan pendapatan dari perusahaan tersebut juga meningkat. Dan hal inilah yang di
dalam agama Islam dikenal dengan konsep berkah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab social perusahaan atau
corporate social responsibility (CSR) dapat meningkatkan kemaslahatan bagi perusahaan.

Daftar Pustaka
A kerlof, G A . 1982. Labour contracts as partial gift exchange. The Quarterly J ournal of
Economics 97(4), 543−569.
A priatni, EP. 2011. Tanggung J awab Sosial dalam Kewujudkan Keadilan dalam Bisnis. FORUM
V ol 39, No 2 (2011): K ekerasan, SA RA dan K eadilan.
A rijanto, A gus. 2012. Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis. J akarta: PT RajaGrafindo Persada.
Bacchetti, L eonardo et al. 2009. Corporate social responsibility and shareholder’s value: an
empirical analysis. Bank of Finland Research Discussion Papers 1/2009.
Baskin, Otis,Craig A ronoff and Dan L attimore.1997. Public Relations : The Profession and The
Practice. Edisi empat. Madison : Brown & Benchmark
Bertens, K . 2007. Etika .J akarta: Gramedia Pustaka Utama.
Cultip, Scott M, A llen H. Center, and Glen M. Brown. 2000. Effective Public Relations. Eight
edition. New J ersey: Prentice Hall.
Diogo Hildebrand, Sankar Sen, C.B. Bhattacharya. 2011. Corporate social responsibility: a
corporate marketing perspective. European J ournal of Marketing, V ol. 45 Issue: 9/10, pp.13531364.
Freeman, R E. 1984. Strategic Management: a Stakeholder approach. Pitman, Boston.
Grunig, J ames E & Todd Hunt. 1984. Managing Public relations. Chicago: Holt, Rinehart and
Winston, Inc.
Idris, A bdul Rasyid. 2005. Corporate Social Responsibility (CSR) Sebuah gagasan dan
Implementasi. Dokumen http://www.Fajar.co.id, 22 November 2005.
Irianto, Y osal. 2004. Community Relations. Konsep dan Aplikasinya.Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Octavia, Sutjiati. 2003. Corporate Public Relaions dalam Dunia Usaha. Majalah Bank &
Manajemen, Mei-J uni 2003.
P3E I. 2014. Ekonomi Islam. J akarta: PT Raja Grafindo Persada.

Pava, L − K rausz, J . 1996. The association between corporate social responsibility and financial
performance. J ournal of Business Ethics 15, 321−357.
Petkoski, Djordjija and Twose, Nigel (Ed). 2003. Public Policy for Corporate Social
Responsibility. J ointly sponsored by The World Bank Institute, the Private Sector Development
Vice Presidency of the World Bank, and the International F inance Corporation. Document of
http://info.worldbank.org/july 7-25, 2003.
Prastowo, J oko dan Huda, Miftachul. 2011. Corporate Social Responsibility Kunci Meraih
Kemuliaan Bisnis. Y ogyakarta: Samudra Biru.
Preston, L − O’Bannon, D. 1997. The corporate social-financial performance relationship.
Business and Society 36(1), 5−31.
Ruf, B M − Muralidhar, K − Brown, R M − J anney, J J − Paul, K . 2001. An Empirical Investigation
of the Relationship Between Change in Corporate Social Performance and F inancial
Performance: A Stakeholder Theory Perspective. J ournal of Business Ethics 32, 143–156.
Soloman, R − Hansen, K . 1985. It’s Good Business. A theneum, New Y ork.
Stanwick, P A − Stanwick, S D. 1998. The Relationship Between Corporate Social Performance,
and Organizational Size, F inancial Performance, and Environmental Performance: An Empirical
Examination. J ournal of Business Ethics 17, 195−204.
Suparman. 2013. Coorporate Social Responsibility : Bentuk Tanggung J awab Sosial dan
Kepedulian Perusahaan dengan Masyarakat. Semarangt: J URNA L INT ERA K SI, V ol II No.2,
J uli 2013 : 69-81
V erschoor, C C. 1998. A Study of The Link Between as Corporation’s F inancial Performance and
Its Commitment to Ethics. J ournal of Business Ethics 17, 1509−1516.
Wilson, L aurie J . 2001. Relatinship within communities: public relations for the new century.
Dalam Heath, Robert L (ed). Handbook of Public Relations. California : Sage Publication, Inc.
(h.521-526).

Y ellen, J L .1984. Efficiency Wage Models of Unemployment. American Economic Review, 74(2),
Papers and Proceedings of the Ninety-Sixth A nnual Meeting of the A merican Economic
A ssociation, 200−205.