ANALISIS KUALITAS LIMBAH CAIR BERDASARKA

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan terhadap individu
pasien, keluarga, dan masyarakat, dengan pelayanan mediknya, yaitu prefentif
(pencegahan), kuratif (penyembuhan), rehabilitative (pemulihan), dan promotif
(peningkatan) yang di sellenggarakan secara terpadu untuk mencapai pelayanan
kesehatan. Kegiatan rumah sakit tersebut menghasilkan berbagai macam limbah yang
berupa benda cair padat, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber

dari

limbah

rumah

sakit.

Unsur-unsur


yang

terkait

dengan

penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan limbahnya)
yaitu (Giyatmi, 2003)
Rumah sakit juga memiliki Salah satu kegiatan sanitasi, yaitu dengan
melakukan pengolahan limbah cair yang berdasarkan peraturan pemerintah republik
Indonesia Nomor: 20 tahun 1999, yaitu tentang Pengadilan Pencemaran Air. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penularan penyakit melalui air limbah,
perlu diciptakan kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan, sehingga terjadinya penularan dan penyebaran penyakit serta pencemaran
lingkungan dapat dihindari. Dengan upaya sanitasi rumah sakit yang baik merupakan
salah satu pencegahan untuk memutuskan mata rantai penularan dan penyebaran
penyakit.
Limbah cair rumah sakit umumnya bersumber dari dapur/ instansi gizi,
laundry, kamar jenazah, kantin, rawat inap, Instalasi Gawat Darurat (IGD),

laboratorium klinik, kamar bedah, dan lain-lain. Sehingga limbah rumah sakit banyak
kemungkinan mengandung bahan-bahan organic yang cukup tinggi juga senyawasenyawa kimia beracun, mikroorganisme serta radioaktif yang dapat menyebabkan
penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya. Di samping itu secara bertahap dan
berkesinambungan Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan
limbah rumah sakit. Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah
dilengkapi

denngan

fasilitas

pengelolaan

limbah,

meskipun

perlu

untuk


disempurnakan. Namun harusdisadaari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih
perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).
Menurut Agustiani, dkk (1998) Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat
membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang
berasal dari laboratorium virologi dan mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada
alat penangkalnya sehingga sulit dideteksi. Limbah cair dan limbah padat berfungsi
sebagai media penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita
maupun masyarakat. Instalasi Penyehatan Lingkungan (IPAL) merupakan salah satu
instalasi penunjang medis yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pengolahan
aspek fisik, kimia dan biologis rumah sakit sehingga tercipta kondisi lingkungan
rumah sakit yang memenuhi standar sanitasi, baku mutu lingkungan serta mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan.
Pengolahan limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar sendiri telah dilakukan
dengan beberapa tahap yang terkumpul dalam PTB (pretreatment bassin). PTB atau
Ptreatmen Bassin merupakan tempat proses pengolahan bahan limbah pertama
sebelum masuk IPAL sentral. PTB berfungsi sebagai tempat menampung limbah
sementara sebelum menuju IPAL sentral dan berfungsi untuk mengurangi
karakteristik limbah (menurunkan kadar fisik atau kimia dalam limbah).
Berikut proses pengolahan limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar:

Limbah cair
Rumah sakit

PTB
(pretreadment
basin)
Bak
indikator

klorina

Screen/
lift
station
Up flow
water

Buffer
basin


Treated
water

FBB
R
Settling

Sludge
storage

Outlet

Badan
Air

dewateri
ng

Lumpur
kering


Gambar 2.1 Skema Pengolahan Limbah Cair di RSUD Dr. Saiful Anwar.
Secara garis besar pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima)
tahap:
1. Pengolahan awal (pretreatment)
Tahap pengolahan ini melibatkanproses fisik yang bertujuan untuk
menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa
proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal
(bak penangkap dan penyedot pasir), equalization storage (pengumpulan dan
pengendapan pasir di bak pengolahan), serta oil separation (pemisahan minyak)
2. Pengolahan Lumpur
Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama inimasih memiliki tujuan yang
sama dengan pengolahan awal. Letak perbbedaannya ialah pada proses yang
berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan pertama ialah neutralization
(penetralan/ panyotir krikil, lumpur dan menghilangkan zat padat), chemical addition
and coagulation (penambahan zat kimia dan koagulasi/ pengentalan), flotation
(pengapungan), sedimentation (sedimintasi/ pengendapan), dan filtration (filtrasi/
penyaringan).
3. Pengolahan Tahap Kedua (secondary treatment)
Pengolahan tahap kedua dirangcang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari

air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan
pengolahan yang umum digunakan pda tahap ini ialah activated seludge (penggunaan
lumpur aktif), anaerobic lagoon (pertumbuhan bakteri dalam bak reaktor), tricking
filter (penyaringan dengan cara pengentalan), Iaerated lagoon (aerasi/proses
penambahan oksigen), stabilization basin (satbilisasi pada bak reaktor), rotating
biological contactor (metode pemamfaatan kemampuan mikroba untuk merombak
bahan cemaran menjadi senyawa yang satbil), serta anaerob contractor and filter
(metode pemamfaatan mikroba dan penyaringan).

4. Pengolahan Tahap Ketiga (tertiary treatment)
Proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah
coagulation

and

sedimentation

(pengentalan

dan


pengendapan),

filtration

(penyaringan), carbon adsorption (penyerapan dengan menggunakan karbon
aktif/arang batok kelapa), ion exchennge (pergantian ion), membrane separation
(pemisahan mimbran), serta thickening gravity or flotation (pengentalan dan
pengapungan).
5. Pengolahan Lumpur
Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya
kemudian diolah kembali melalui proses degition or wet combustion (pencemaran
lumpur aktif guna menstabilkan lumpur melalui pembusukan zat organic dan
anorganik yang bebas dari molekul oksigen), pressure filtration (penyaringan dengan
tekanan), vakum filtration (penyaringan hampa udara), entrifugation (pemutaran
sentrifugal), lagooning or draying bed (pengeringandann pembuangan ditanah),
incineration (meliputi pembakaran, oksidasi basah, dan pengeringan dengan panas),
atau landfill (pengisian tanah dari pembungan lumpur).
Banyak rumah sakit teruma rumah sakit yang system pembuangannya tidak
terhubung dengan instalasi pengolahan limbah kota, memiliki instalasi pengolahan

limbah sendiri. Pengolahan limbah cair rumah sakit diitempat hanya akan efesien jika
mencakup aktivitas berikut:
a. Pengolahan primer
b. Perupikasi biologis skunder
Sebagian besar cacing akan mengendap dalam lumpur akibat proses purifikasi
skunder, demikian dengan bakteri (90-95 %) dan virus, dengan demikian walau sudah
terbebas daric acing efluen masih mengandung bakteri dan virus dalam konsentrasi
yang infektif.
c. Pengolahan tersier
Efluen skunder kemungkinan mengandung minimal 20 mg/liter zat organic
terlarut yang jika didesinfeksi dengan khlor hasilnya tidak efesien. Dengan demikian,
efluen harus menjalani pengolahan tersier, misalnya pengollaman, jika tidak tersedia

cukup ruang untuk membuar kolam, tekknik filtrasi pasir cepat dapat mengahsilkan
efluen tersier dengan kadar zat organic yang jauh lebih berkurang (< 10 mg/ liter).
d. Desinfeksi khlor
Agar konsentrasi pathogen sebanding dengan konsentrasi yang ditemukan
dalam air di alam, efluen tersier harus menjalni desinfeksi khlor sampai mencapai
kadar yang ditetapkan. Desinfeksi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
khlor dioksida (paling efesien), natrium hipoklorit, atau gas khlor. Pilihan lainnya

adalah dengan melakukan desinfeksi ultraviolet.
b. Analisis TSS
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir,
lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat
berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi,
ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. Zat
padat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi-reaksi kimia yang
heterogen, dan berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal dan
dapat menghalangi kemampuan produksi zat organik di suatu perairan(S.D.
Perman,dkk, 1978- 1994). Menurut Alabaster dan Lloyd (1982) padatan tersuspensi
bisa bersifat toksik bila dioksidasi berlebih oleh organisme sehingga dapat
menurunkan konsentrasi oksigen terlarut sampai dapat menyebabkan kematian pada
ikan.
c. Analisis Suhu
Air yang baik mempunyai temperatur normal, kurang lebih 3 oC dari suhu
kamar (27 oC). Suhu air yang melebihi batas normal menunjukan indikasi terdapat
bahan kimia yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar atau sedang terjadi proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, suhu air sebaiknya
sejuk atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan kimia yang ada pada saluran atau
pipa yang dapat membahayakan kesehatan (Depkes RI, 2010).


Pada suhu rendah, kandungan oksigen terlarut dalam air besar sehingga
meningkatkan korosi. Sedangkan kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan
kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menimbulkan bau
yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.Suhu air
berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim. Suhu air limbah lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan suhu air ledeng, ini dikarenakan adanya kegiatan rumah tangga,
fasilitas umum, buangan industri dan lain-lain yang menumpahkan air limbah panas.
d. Analisis pH
pH suatu larutan menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut
dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion H+ (mol/L) pada suhu tertentu (Khopkar,
2003). Tidak semua bahan bisa bertahan terhadap perubahan pH, untuk itu alam telah
menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi atau memperlambat
perubahan pH, sistem ini dikenal dengan kapasitas pembufferan(Effendy, 2003).
Menaikkan nilai pH dapat dilakukan dengan aerasi yang intensif, melewatkan air
melalui pecahan karang, koral, kulit kerang atau batu kapur. Kualitas air yang baik
menurut Permenkes Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 air layak minum memiliki
pH 6,5 – 8,5 (Depkes RI, 2010).
METODE PENELITIAN
a. Alat
Spektrofotometer, glass ware, pH meter dan neraca analitik.
b. Bahan
Akuades, sampel air limbah dari PTB dan outlet.
c. Tekhnik pengambilan sampel
Pengambilan sampel limbah cair dilakukan menggunakan botol plastik
dengan tutup yang berkapasitas 1,5 Lt. botol harus dalam kondisi bersih yang
digunakan sebagai penampung sampel air limbah dan gayung harus dibilas dengan
sampel badan air yang akan dianalisa.
d. Aalisis TSS

Sampel air limbah sebanyak 25 ml diambil dan dimasukkan dalam kuvet,
diambil 25 ml akuades dan dimasukkan dalam kuvet sebagai blanko. Kemudian
diaktifkan spektrofotometer pada panjang gelombang 810 nm. Lalu dilakukan zero in
dengan blanko akuadades dan dibaca serapan terhadap sampel selanjutnya dicatat
hasilnya dalam satuan mg/L.
e. Analisis Temperatur
Pengukuran temperatur sampel diambil kemudian dicelupkan alat kedalam
botol sampel yang akan diperiksa. Samakan penunjuk temperatur alat dengan
temperatur masing-masing sampel. Kemudian mencatat nilai suhu yang dihasilkan.
f. Analisis kadar pH
Pengukuran pH sampel dengan cara membersihkan elektroda terlebih dahulu
dengan air suling kemudian dicelupkan kedalam sampel yang akan diperiksa.
Samakan penunjuk temperatur alat dengan temperatur masing- masing sampel.
Kemudian mencatat nilai pH yang dihasilkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Analisis TSS
Analisis TSS ini menggunakan metode spektrofotometri. Prinsip padatan
tersuspensi yang ada pada sampel akan menyerap cahaya, dimana cahaya yang
diserap sebanding dengan jumlah padatan tersuspensi dan diukur serapannya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 810 nm. Hasil pengukuran nilai parameter
TSS pada limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Januari 2015
dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4.1 Hasil pengukuran nilai TSS menggunakan alat Spektrofotometri
No
1

Tempat

Kadar TSS (mg/L)
Pada 7 Januari 2015
Laundry
17

Standar maksimal Sk/Gub/
Jatim/72/2013 (mg/L)

PTB
2
3
4

Ruangan
Ok central
Outlet

7
8
Tt

30

Tt tidak terdeteksi, kadar TSS sangat kecil dibawah range pembacaan spektrofotometer, yakni kadar TSS < 5 FAU

Berdasarkan data yang telah diperoleh pada Tabel 4.1 menunjukkan bahwa
nilai TSS pada sampel limbah yang diambil dari bebarapa tempat PTB sebelum
masuk dalam instalasi penyehatan lingkungan RSUD Dr. Saiful Anwar pada 7 Januari
2014 yaitu 17; 7; dan 8 mg/L. Hal tersebut menunjukkan nilai TSS pada PTB berada
dibawah nilai ambang batas yang telah diperkenankan dalam kualitas limbah cair
setelah proses penyehatan atau pengolahan untuk kegiatan rumah sakit yaitu 30 mg/L.
Sedangkan pada pengambilan sampel limbah cair yang dilakukan di outlet setelah
diolah dalam instalasi penyehatan lingkungan RSUD Dr. Saiful Anwar nilai TSS nya
tidak terdeteksi. Menunjukkan bahwa nilai TSS berada dibawah baku mutu maksimal
sehingga limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang mengalir diperairan
lingkungan rumah sakit sudah aman dan dikatagorikan tidak tercemar. Oleh demikian
pengolahan di IPAL RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dapat dikatakan efektif.
b. Analisis Suhu
Analisis kualitas suhu pada limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar
menggunakan metode elektrometri dengan alat duplikasi pH dan suhu meter.
Temperatur air dapat dibaca pada sekala termometer dalam derajat celcius. Hasil
analisa akan terbaca pada alat secara otomatis, sehingga suhu air dapat terbaca pada
thermometer tersebut. Hasil pengukuran nilai parameter suhu dengan baku mutu
maksimal efluen air limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan
Januari 2015 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 4.2 Hasil pengukuran Suhu dengan alat duplikasi pH dan suhu meter
No

Tempat

suhu (oC)
Pada 7 Januari 2015

Standar maksimal Sk/Gub/
Jatim/72/2013 (oC)

1
2
3
4

PTB

Laundry
Ruangan
Ok central
Outlet

34.4
28.0
26.1
26.5

30

Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai
temperatur pada sampel limbah yang diambil dari PTB laundry pada 7 Januari 2015.
Nilai temperaturnya 34,4 oC, faktor utama yang mempengaruhi tingginya suhu diatas
disebabkan kerana limbah dihasilkan dari laundry yang berasal dari proses
pemanasan ketel uap. Ketel uap dapat menstribusikan kapasitas panas pada limbah
cair tersebut. Sedangkan pengambilan sampel limbah cair yang dilakukan di PTB
rungan dan ok central pada 7 Januari 2015 nilai temperaturnya 28.0 oC dan 26.1 oC.
Nilai yang diperoleh menunjukkan kadar temperatur sebelum dilakukan proses
pengolahan di IPAL sudah memenuhi syarat baku mutu maksimal setelah
pemprosesan limbah cair hasil kegiatan rumah sakit.
Nilai dibawah standar menunjukkan limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang yang dihasilkan, baik sebelum dan sesudah proses penyehatan cukup aman
bagi kesehatan lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan dari outlet setelah diolah
dari instalasi penyehatan lingkungan di RSUD Dr. Saiful Anwar memiliki nilai suhu
tetap dibawah batas maksimal yaitu 26.5 oC, hal ini menunjukkan bahwa proses
pengolahan di IPAL cukup efektif, sehingga air yang mengalir di perairan sekitar
rumah sakit atau badan air sudah aman dan dikategorikan tidak tercemar.
c. Analisis pH
Pengukuran pH limbah cair dilakukan dengan metode elektrometri
menggunakan pH meter. Sebelum digunakan pH meter dikalibrasi terlebih dahulu,
setelah kalibrasi dimasukkan elektroda ke dalam limbah cair untuk diukur. Setelah
angka pada pH meter tersebut stabil, maka nilai pH langsung terbaca dan angka
tersebut menunjukkan nilai pH yang diukur. Hasil pengukuran niali parameter pada
limbah cair di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang pada bulan Januari 2015 dapat dilihat
pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Hasil pengukuran nilai pH dengan alat pH meter
No

Tempat

1
2
3
4

PTB

pH

Standar maksimal Sk/Gub/

Pada 7 Januari 2015
Laundry
8.16
Ruangan
7.71
Ok central
7.51
Outlet
7.81

Jatim/72/2013
6-9

Berdasarkan data yang telah diperoleh pada Tabel 4.3 menunjukkan bahwa
hasil analisis kadar pH pada PTB dan outlet berada dibawah ambang batas maksimal
6-9 yaitu 8.16; 7.71; dan 7.51 pada PTB dan 7.83 setelah melewati proses pengulahan
di instalasi penyehatan lingkungan (outlet), sehingga dengan demikian menunjukkan
bahwa pada proses pengolahan di IPAL cukup efektif dan air limbah cair di RSUD
Dr. Saiful Anwar Malang yang mengalir diperairan lingkungan rumah sakit masih
aman dan aman digunaka.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pemantauan dilapangan dapat
disimpulkan bahwa efesiensi kandungan TSS yang didapat pada 7 januari 2015 yaitu
tidak mengalami kenaikan kadar tersuspensi yang telah ditetapkan, baik sebelum dan
sesudah mengalami proses pengolahan di IPAL, yaitu mulai dari 17 mg/L, 7 mg/L, 8
mg/L (PTB) hingga tidak terdeteksi sampai pada titik akhir proses pengolahan limbah
cair (outlet). Dimana baku mutu maksimalnya 30 mg/L. Analisis temperatur di PTB
Laundry tanggal 7 januari 2015 memiliki suhu yang cukup tinggi yaitu 34.4 oC. Hasil
proses pengolahan terakhir (outlet) nilai temperaturnya yaitu 26.5 oC. Hasil nilai
analisis pH tanggal 7 januari 2015 pada PTB dan outlet dengan prolehan hasil 8.16
mol/L, 7.71 mol/L, 7.51 mol/L dan 7.83 sedangkan proses pengolahan limbah cair
yaitu 6-9 mol/L.
DAFTAR PUSTAKA

Alabaster, JS dan R Lloyd. (1982). Water Quality Criteria for Freshwater Fish.
Second Edition. Food and Agriculture Organization of United Nations.
Butterworths.
LondoBarlin (1995). Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang pencemaran Akibat
Rumah Sakkit Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Keputusan 492/MENKES/PER/IV/2010. Jakarta:
Depkes.
Effendy, Hefni. 2003. TelaahKualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumbern Dayadan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Giyatmi (2003). Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Dokter Sardjito
Yogyakarta Terhadap pencemaran Radioaktif. Yogyakarta: Pasca Serjana
Universitas Gadjah Mada.
Khopkar, S.M. (2003). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.