Pendidikan Politik bagi Generasi Muda da

PENDIDIKAN POLITIK DAN DEMOKRASI
Dosen Pengampu : Dr. Nasiwan, M.Si
“Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda dan untuk Pemilih Pemula”

Disusun Oleh :
Daning Agusta Adrianti (15416244016 / Pend.IPS B)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

1

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, dengan curahan rahmat dan inayah-Nya, akhirnya penulis bisa menyelesaikan
penyusunan makalah dengan judul

“Peran Pendidikan Politik bagi Generasi


Muda dan untuk Pemula” dengan baik. Makalah ini disusun guna memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Pendidikan Politik dan Demokrasi.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Dr. Nasiwan, M.Si selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Pendidikan
Politik dan Demokrasi yang telah membimbing dengan penuh ketelitian dan
kesabaran.
2. Kedua orang tua tercinta yang membimbing dan mendo’akan kami.
3. Rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa semester 4 B program studi
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan masukan dan
saran.
4. Seluruh staf perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memfasilitasi dalam peminjaman buku-buku sumber.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu masukan, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Penulis berharap semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pemerhati pendidikan pada umumnya serta harapan
kami semoga merupakan salah satu bentuk pengabdian kita kepada Tuhan Yang

Maha Esa.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 1 Juni 2017
Penulis

DAFTAR ISI
2

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 4
A. Latar Belakang .................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 6
BAB II TINAJUAN PUSTAKA ........................................................................ 7
A. Pedidikan ........................................................................................... 7
B. Politik ............................................................................................... 8
C. Pendidikan Politik .............................................................................. 9
D. Generasi Muda .................................................................................10

E. Pemilih Pemula .................................................................................11
F. Partisispasi Politik...............................................................................12
BAB III PEMBAHASAN ...................................................................................13
A. Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda Indonesia...................13
B. Peran Pendiidkan Politik bagi Pemilih Pemula...................................20
BAB IV PENUTUP..............................................................................................28
A. Kesimpulan..........................................................................................28
B. Saran ...................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, politik di Indonesia sedang dalam keadaan yang carut marut.
Banyak berbagai peristiwa yang membuat kehidupan politik di Indonesia di
anggap gagal dan menjurus ke arah yang negatif. Penyuapan, korupsi,
penggulingan pemimpin, dan hal-hal yang lainnya seperti sudah dianggap
sesuatu yang biasa. Keadaan inilah yang membuat miris kehidupan politik di

Indonesia terutama untuk generasi mudanya. Generasi muda memiliki posisi
dan peran yang sangat vital dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Hal ini
didasarkan pada peran pemuda seperti yang dimuat dalam UU RI No. 40
tahun 2009 tentang Kepemudaan yang berbunyi pemuda berperan aktif
sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala
aspek pembangunan nasional. Peran pemuda menjadi salah satu kunci
terlahirnya negara Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan di
atas kemajemukan bangsa Indonesia (Aris Riswandi Sanusi, 2016).
Di dalam sebuah politik, terdapat kajian-kajian penting mengenai kehidupan
berbangsa dan bernegara yang baik. Sebagai warga Negara Indonesia, kita harus
memahami politik yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD 1945 agar
kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan baik. Aquinas
mengatakan manusia adalah makhluk paling rasional karena bakatnya, nalarnya,
kecerdasannya, dan nuraninya, sedangkan makhluk lain hanya dibekali intuisi oleh
Tuhan. Manusia dengan sifat alamiahnya yang sosial dan politis merupakan sumber
eksistensi negara, yang memiliki tatanan hirerarkis, sebagai sistem barter pelayanan
guna memenuhi kebutuhan manusia sehingga terwujud kehidupan sejahtera bersama
(Nasiwan, 2010). Oleh karena itu, jangan sampai kita sebagai bangsa Indonesia
hanya mengartikan politik sebagai segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Karena
seyogyanya, ini merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah, elite partai

politik dan partai politik, serta masyarakat agar hal tersebut tidak menjadi salah
kaprah.

4

Manusia adalah makhluk yang membutuhkan hidup bernegara dengan argumen
antara lain manusia sebagai bagian dari alam semesta, watak kodrat agar segalanya
dapat dijadikan bagian dari dirinya sehingga manusia terdorong berusaha mencari
dan mendapatkan serta mempertahankan yang baik menurut

moral dan hati

nuraninya (Nasiwan, 2010). Pada akhirnya, semua pihak harus turut serta di dalam
pendidikan politik agar masyarakat mau dan peduli terhadap kemajuan bangsa ini.
Apabila tidak dimulai dari sekarang, hal ini dapat menyebabkan sikap pesimistis
terhadap masa depan bangsa Indonesia.

Di tengah arus demokratisasi dan kebebasan politik telah terjadi apatisme
di kalangan pemilih pemula. Fenomena apatisme politik, yang dikenal dengan
Golongan Putih (Golput) cukup mengkhawatirkan bagi perkembangan

demokrasi yang berkualitas. Hal ini dapat melumpuhkan demokrasi. Untuk
mengantisipasi dan memberi solusi atas penurunanpartisipasi warganegara
dalam menggunakan hak pilih maka perlu ditingkatkan program-program
komunikasi sebagai bagian dari pendidikan politik yang menekankan pada
dimensi kognitif dan perilaku. Karena itu, komunikasi memegang peran
penting dalam setiap program-program pendidikan politik. (Adi Soeprapto,
dkk. 2014)
Meningkatnya angka golput dalam setiap pelaksanaan Pemilu di
Indonesia bisa disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah kualitas
pendidikan politik kepada pemilih pemula. Sejarah perjalanan rezim Orde
Baru selama 32 tahun yang menempatkan politik sebagai sesuatu yang tabu
dibicarakan, menyebabkan tingkat pemahaman masyarakat tentang politik
rendah, termasuk pengetahuan dan pemahaman tentang pergantian pemimpin
secara konstitusional dan legitimate. (Adi Soeprapto, dkk. 2014)
Kaum muda sebagai generasi penerus harus bangkit dan sadar bahwa
pendidikan politik merupakan kunci dari kesejahteraan dan kejayaan
Indonesia di masa yang akan datang. Pendidikan politik harusnya dimaknai
sebagai upaya untuk membangun pondasi bermasyarakat maupun bernegara
dibumi tercinta Indonesia ini. Pengembangan pendidikan politik harus
dibangun agar pemberdayaan dan penguatan generasi muda mau dan ikut

berpartisipasi dalam membangun negeri ini. Maka dari itu, pemahaman akan
5

pentingnya pendidikan politik bagi generasi muda sangat diperlukan sebagai
upaya menuju demokrasi pancasila yang berkualitas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi muda di
Indonesia?
2. Bagaimana peran pendidikan politik bagi pemilih pemula?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pentingnya peran pendidikan politik bagi generasi
muda di Indonesia
2. Untuk mengetahui peran pendidikan politik bagi pemilih pemula

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari kata education (pendidikan)yang berasal

dari educate (mendidik) artinya memberi peningkatan ( toelict, to give,rise
to ) dan mengembangkan ( to eleve ,to develop ). Dalam pengertian yang
sempit education atau pendidikan berarti perbuatan atau proses pembuatan
untuk memperoleh pengetahuan. Pendidikan diartikan sebagai usaha yang
dijalankan oleh seorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau
mencapai tingkat hidup atau penghidupanyang lebih tinggi dalam arti mental.
( Hasbullah, 2006).
Menurut Poerwadarminta(1996:2006),kata pendidikan berasal dari kata
“didik”

yang

dapat

berarti

“memelihara

dan


memberi

latihan

(ajaran,pimpinan)mengenai akhlak dan kecerdasanpikiran.sehinnga dalam
kata pendidikan itu mengandung beberapa arti, yaitu:
1) Perbuatan ( hal,cara dan sebagainya ) mendidik;
2) Mendidik ( Ilmu,ilmu didik,ilmu mendidik);
3) Pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya),badan ,batin dan
sebagainya.
Menurut Hasbullah (2006), ada sejumlah pengertian pendidikan yang
diberikan oleh para ahli pendidikan, antara lain:
1) Langeveld
Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang
diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih
tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan
oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan
sebagainya) dan dilanjutkan kepada orang yang belum dewasa
2) John Dewey


7

Pendidikan

adalah

proses

pembentukan

kecakapan-kecakapan

fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama
manusia.
3) Ahmad D. Marimba
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.
4) Ki Hajar Dewantara

Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun
maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada
pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya.
Sehingga

dapat

disimpulkan

bahwa

pendidikan

adalah

usaha

dan

pembentukan kecakapan-kecakapan agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya.
B. Politik
Secara etimologi kata “Politi ” berasal dari bahasa Yunani, yakni
“Polis”, yang dapat berarti kota atau negara kota.Dari kata polis ini kemudian
diturunkan pada kata-kata seperti polites yang berarti warga negara;politicos (
nama sifat)yang berarti kewarganegaraan(civic),politike techne yang berarti
kemahiran politik dan politike episteme yang berarti Ilmu Politik, dan lain
sebagainya.
Menurut Budiardjo (1991), perkataan politik berasal dari bahasa Yunani
yaitu Polistaia, Polis berarti kesatuan masyarakat yang mengurus diri
sendiri/berdiri sendiri (negara), sedangkan taia berarti urusan.
Mochtar Affandi (1971:50), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
politik sebenarnya ialah usaha-usaha yang dijalankan oleh para warga negara
untuk mencapai kekuasaan dalam negara.

8

Sehingga dapat disimpilkan bahwa politik merupakan tindakan dari
suatu kelompok individu mengenai suatu masalah dari masyarakat atau
negara. Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making),
kebijakan (policy, beleid), dan

pembagian (distribution) atau Alokasi

(allocation).
C. Pendidikan Politik
Menurut Ramlan Surbakti, dalam memberikan pengertian tentang
pendidikan politik harus dijelaskan terlebih dahulu mengenai sosialisasi
politik. Surbakti (1999) berpendapat bahwa : Sosialisasi politik dibagi dua
yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik
merupakan suatu proses dialegik diantara pemberi dan penerima pesan.
Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilainilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak
dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik.
Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan politik menurut lnstruksi
Presiden No. 12 tahun 1982 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan
Pendidikan Politik Generasi muda adalah sebagai berikut: "Pendidikan politik
menipakan rangkaian usaha untuk meningkatkan dan memantapkan
kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang kelestarian Pancasila dan
UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa. Pendidikan politik juga harus
merupakan bagian proses perubahan kehidupan politik bangsa Indonesia yang
sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka usaha menciptakan suatu sistem
politik yang benar-benar demokratis, stabil, efektif,dan efisien".
Menurut Rusadi Kantaprawira(2004:55),pendidikan politik yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan rakyat agar mereka dapat berpartisipasi secara
maksimal dalam sistem politiknya.Sesuai paham kedaulatan rakyat atau
demokrasi,rakyat harus mampu menjalankan tugas partisipasi.
Dengan demikian pendidikan politik adalah proses penanaman nilai—
nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang dilakukan

9

dengan sadar, terorganisir, terencana dan berlangsung kontinyu dari satu
generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak bangsa
(national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai—nilai
Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas
karaktonstik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat
kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses
sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik
soluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan
tingkah laku bangsa.
D. Generasi Muda
Kata ”Generasi” sebagaimana sering diungkapkan dengan istilah
“angkatan “seperti ; angkatan 66, angkatan 45, dan lain sebagainya.
Pengertian generasi menurut Prof. Dr Sartono Kartadiharjo : “ditinjau dari
dimensi waktu, semua yang ada pada lokasi sosial itu dapat dipandang
sebagai generasi, sedangkan menurut Auguste Comte ( Pelopor sosiologi
modern ) : “generasi adalah jangka waktu kehidupan sosial manusia yang
didasarkan pada dorongan keterikatan pada pokok-pokok pikiran yang asasi”.
Dalam pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda bahwa
yang dimaksud pemuda adalah;
a. Dilihat Dari Segi Biologis
Bayi : 0-1 tahun
Anak : 1-12 tahun Remaja : 12-15 tahun
Pemuda : 15-30 tahun
Dewasa : 30 tahun ke atas
b. Dilihat dari segi budaya
Anak : 0-12 tahun
Remaja : 13-18 tahun
Dewasa : 18-21 tahun ke atas
c. Dilihat dari angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua.

10

Tenaga muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga
kerja yang diambi antara 18-22 tahun.
d. Dilihat dari ideologis politis, maka generasi muda adalah calon
pengganti dari generasi terdahulu, dalam hal ini berumur antara 18-30
tahun, dan kadang-kadang sampai umur 40 tahun.
Dilihat dari umur, lembaga dan ruang lingkup tempat diperoleh ada 3
kategori:
1) Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah.
2) Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di Universitas
atau perguruan tinggi.
3) Pemuda, di luar lingkungan sekolah ataupun perguruan tinggi,
usia antara 15-30 tahun.
Berdasarkan pengelompokan diatas, maka yang dimaksud dengan
pemuda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30 tahun.
(Wahyu,1986)
E. Pemilih Pemula
Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun
atau lebih atau sudah/pernah kawin (Pahmi, 2010).
Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih
karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun.
Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok
lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi. Adapun
syarat-syarat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih
adalah:
1) WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
2) Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya
3) Terdaftar sebagai pemilih.
4) Bukan anggota TNI/Polri (Purnawirawan / Sudah tidak lagi menjadi
anggota TNI / Kepolisian).
5) Tidak sedang dicabut hak pilihnya

11

6) Terdaftar di DPT.
7) Khusus

untuk

Pemilukada

calon

pemilih

harus

berdomisili

sekurangkurangnya (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.
F. Partisipasi Politik
Partisipasi

politik

ialah

kegiatan

warga

negara

biasa

dalam

mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan
dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. (Ramlan Surbakti, 1992)
Kegiatan yang dimaksud antara lain mengajukan tuntutan, membayar
pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas
pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon
pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil
rakyat dalam pemilihan umum. (Ramlan Surbakti, 1992)

12

BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran Pendidikan Politik bagi Generasi Muda di Indonesia
Perspektif pendidikan politik ada 2, yaitu dilihat dari perspektif negara
(rezim yang berkuasa) dan perspektif social movement (masyarakat). Dilihat
dari perspekif negara, merupakan instrumen untuk mendekatkan cita-cita dan
harapan rakyat kepada kelompok elite. Jika antara rakyat dengan elite
(pemerintah) ada kedekatan maka akan terjadi kestabilan politik. Sehingga
politik dijadikan alat yang berfungsi untuk menghegomoni (menundukkan)
rakyat agar harapan sama dengan elite. Sehingga pendidikan politik
merupakan instrument untuk menghegomoni atau untuk kemerdekaan,
pembebasan manusia, new society yang bebas dari penjajahan.
Pendidikan politik menurut lnstruksi Presiden No. 12 tahun 1982 tentang
Pola Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Politik Generasi muda
bahwa pendidikan politik merupakan rangkaian usaha untuk meningkatkan
dan memantapkan kesadaran politik dan kenegaraan guna menunjang
kelestarian Pancasila dan UUD 1945 sebagai budaya politik bangsa.
Pendidikan politik juga harus merupakan bagian proses perubahan kehidupan
politik bangsa Indonesia yang sedang dilakukan dewasa ini dalam rangka
usaha menciptakan suatu sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil,
efektif, dan efisien. Dengan demikian pendidikan politik adalah proses
penanaman nilai-nilai dan norma-norma dasar dari ideologi suatu negara yang
dilakukan dengan sadar, terorganisir, terencana dan berlangsung kontinyu dari
satu generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka membangun watak
bangsa (national character building). Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilainilai Pancasila, tiada lain merupakan cerminan hati nurani dan sifat khas
karaktonstik bangsa, bukanlah nilai-nilai yang secara hakiki lahir pada saat
kemerdekaan, melainkan telah tumbuh dan berkembang melalui proses
sejarah yang panjang. Nilai ini berasal dari kodrat budaya dan menjadi milik

13

seluruh rakyat. Hal ini tercermin dalam watak, kepribadian, sikap, dan
tingkah laku bangsa.
Pendidikan politik pada dasarnya adalahmelakukan rekonstruksi atas
nilai-nilai yang selama ini ada dan membangun nilai-nilai baru. Lazimnya
pendidikan, ini menyediakan proses transformasi pengetahuan, pembentukan
sikapsikap tertentu dan perubahan-perubahan perilaku yang dituju. Aspek
pertama, menyangkut dimensi kognitif, sedangkan aspek kedua dan ketig
merupakan aspek afektif dan behavioristik. Dengan demikian pendidikan
politik memiliki makna penting dan strategis, yang menggerakan warga
negara (para pemilih) memiliki pengetahuan politik yang memadai, sekaligus
kesadaran akan pentingnya sistem politik yang ideal serta perilaku politik
yang cerdas dan kritis (Nasiwan, 2005).
Pambudi (2003:7) mengungkapkan tiga alasan mengapa pendidikan
politik mempunyai makna strategis yaitu, pertama, untuk melakukan
rekonstruksi nilainilai yang selama ini ada dan membangun nilainilai baru.
Kedua, melalui pendidikan politik berfungsi membangun orang yang terampil
menuntut dan mengawal setiap kebijakan agar kebijakan tersebut benar-benar
hadir membawa semangat keadilan dalam masyarakat. Ketiga, untuk
membangun proses transformasi sosial yang lebih adil dalam masyarakat.
Pendidikan politik juga memberi pemahaman pada warga negara bahwa
untuk mengubah realitas politik ke dalam sistem politik yang ideal, ditandai
adanya perubahan kebudayaan politik baru. Kondisi ini sering menjebak
kalangan masyarakat idealis menjadi apatis dan sebagian lagi golput
(Nasiwan, 2005). Disinilah letak urgensi pendidikan politik bagi pemilih. Di
satu sisi ia dapat berfungsi sebagai sosialisasi politik (pelestarian nilai-nilai
politik) lama yang dianggap baik. Di sisi lain, pendidikan politik kepada
pemilih pemula dapat berfungsi untuk melakukan pembaharuan politik
(reformasi politik), suatu perubahan politik yang predictable, dan terencana.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik
dikatakan bahwa

pendidikan politik adalah proses pembelajaran dan

pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara

14

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga generasi muda
Indonesia memang wajib untuk mendapatkan pendidikan politik, karena hal
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Partai Politik. Dengan demikian
anggapan yang mengatakan bahwa politik hanya dibicarakan oleh orang
dewasa saja adalah salah. Jadi siapapun mereka, dari golongan apapun
mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan politik. Sehingga
tidak adanya diskriminasi terhadap generasi muda Indonesia untuk berbicara
politik.
Generasi muda adalah generasi yang diharapkan memiliki kemampuan
berfikir kritis, inovatif, dan kreatif dalam menghadapi tantangan dan
persoalan bangsa. Dengan semangatnya yang besar diharapkan mampu
menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam sejarah bangsa Indonesia tidak
lepas dari peran aktif pemuda dalam menyalurkan ide dan gagasan kritis dan
inovatif. Generasi muda menjadi ujung tombak perjuangan merubah kondisi
bangsa ke arah yang lebih baik. Mereka dikategorikan sebagai agent of social
change, yaitu pelopor perubah ke arah perbaikan suatu bangsa.
Pendidikan politik sebagai proses komunikasi politik misalnya harus
merupakan tempat untuk mendiskusikan masalah-masalah politik dan
kekuasaan secara mendasar, karena pendidikan menjadi ajang terjalinnya
makna,

hasrat,

bahasa

dan

nilai-nilai

kemanusiaan.

Kedua,

untuk

mempertegas keyakinan secara lebih mendalam tentang apa sesungguhnya
yang disebut manusia dan apa yang menjadi impiannya. Ketiga, pendidikan
merupakan tempat untuk merumuskan dan memperjuangkan masa depan (Adi
Soeprapto, dkk. 2014). Pendidikan politik dirujuk sebagai tempat sandaran
penting bagi keberlangsungan masyarakat dan sistem politik yang sedang
terancam. Misalnya proses rekrutmen elit politik yang didasarkan pada basis
modal ekonomi dan tidak berdasarkan pada kualifikasi dan kompetensi
tertentu; politik yang tidak berdasarkan pada pemihakan kepada rakyat,
tercerabutnya basis etika politik. Pendidikan politik diharapkan mengoreksi
dan membangun kesadaran terhadap ancaman yang tengah berlangsung atas
proses distortif dalam sistem politik yang sedang berjalan. Perilaku politik

15

masyarakat setidaknya dapat dirunut dari level-level psikologis yang terjadi
dalam proses dan selama berlangsungnya pendidikan. Bagaimana pun proses
pendidikan masyarakat itu akan terus berlangsung yang bentuknya tidak
hanya dalam bentuk sekolahsekolah. Sekolah hanyalah merupakan bagian
dari pendidikan, tetapi pendidikan semestinya mempunyai dimensi yang lebih
luas. (Adi Soeprapto, dkk. 2014)
Permasalahan yang mendera generasi muda menjadi latar belakang
diperlukannya pendidikan politik bagi warga negara Indonesia. Pendidikan
politik memiliki peran penting dalam menciptakan bangsa yang melek politik.
serta membentuk karakter dan perilaku warga negara. Pendidikan politik
berpotensi untuk membentuk karakter, watak, dan tanggung jawab warga
negara yang demokratis sehingga dapat mencapai peradaban bangsa yang
lebih maju. Peran pendidikan politik menjadi lebih penting karena memiliki
peran sebagai alat distribusi nilai kebangsaan bagi generasi muda yang
memiliki posisi sangat vital dalam kehidupan kebangsaan, pendidikan politik
sangat diperlukan untuk diselenggarakan. Hal ini didasarkan pada peran
pemuda seperti yang dimuat dalam UU No. 40 tahun 2009 tentang
kepemudaan yang berbunyi “pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral,
kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan
nasional”. Peran penting pemuda inilah menjadi alasan utama dalam
penyelenggaraan pendidikan politik bagi generasi muda. Pendidikan politik
sangatlah penting bagi generasi muda agar dalam kehidupan bernegara bisa
menjadi partisipan yang bertanggung jawab, sehingga bisa memahami proses
penggunaan kekuasaan dalam menegakan aturan dalam masyarakat dan
masyarakat secara umum dapat menggunakan hak politiknya. (Aris dan
Cecep, 2016)
Menurut Colin Mac Andrews dan Mochtar Mas’oed (1978:35-37),
sosialisasi pendidikan politik dijalankan melalui bermacam-macam lembaga
beberapa diantaranya, seperti pelajaran kewarganegaraan disekolah-sekolah,
dengan sengaja dirancang demi tujuan sosialisasi politik, disamping juga

16

untuk tujuan lain. Lainnya seperti kelompok bergaul dan bekerja,hanya
cenderung untuk mempengaruhi sosialisasi secara tidak langsung.
a. Keluarga
Pengaruh keluarga baik yang langsung maupun yang tidak langsung
yang merupakan struktur sosialisasi pertama yang dialami seseorang
sangat kuat dan kekal Yang paling jelas pengaruh dari keluarga ini
adalah dalam pembentukan sikap terhadap wewenang kekuasaan
(authority). Keluarga biasanya membuat keputusan bersama,dan bagi
si anak keputusan yang dibuat itu bisa otoritatif, dalam arti
keengganan untuk mematuhinya dapat mengundang hukuman.
Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga
dapat meningkatkan perasaan kompetensi si anak, memberinya
kecakapan-kecakapan untuk melakukan interaksi politik, serta
membuatnya lebih mungkin berpartisipasi dengan aktif dalam sistem
politik sesudah menjadi dewasa. Keluarga juga membentuk sikapsikap politik masa depan dengan menempatkan individu dalam dalam
dunia kemasyarakatan luas dengan membentuk ikatan-ikatan ethnis,
linguistis, religius, dan kelas sosialnya, dengan memperkuat nilainilai dan prestasi

kulturil dan pendidikannya,

dan dengan

mengarahkan aspirasi-aspirasi pekerjaan dan ekonomisnya.
b. Sekolah
Orang yang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap
kehidupan

mereka,

lebih

memperhatikan

kehidupan

politik,

memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-proses politik,
dan lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya. Sekolah memberi
pengetahuan kepada kaum muda tentang dunia politik dan peranan
mereka didalamnya.sekolah memberi pandangan yang lebih kongkrit
tentang

lembaga

lembaga

politik

dan

hubungan-hubungan

politik.sekolah juga merupakan ”saluran pewarisan” nilai-nilai dan
sikap-sikap masyarakat.sekolah dapat memegang peran penting dalam
pembentukan sikap-sikap terhadap ”aturan permainan poitik” (rule of

17

the political game) yang tak tertulis, seperti sekolah-sekolah negeri di
inggris yang secara tradisionil menanamkan nilai-nilai kewajiban
warga negara,hubungan politik informil, dan integritas politik.
Sekolah dapat mempertebal kesetiaan terhadap sistem politik dan
memberikan simbol-simbol umum untuk menunjukan tanggapan yang
ekpresif terhadap sistem itu, seperti bendera nasional, dan ikrar
kesetian”Padamu Negeri”. Pengajaran sejarah nasional juga berfungsi
memperkuat kesetiaan kepada sistem politik.
c. Kelompok Pergaulan
Meskipun sekolah dan keluarga merupakan sarana yang paling jelas
terlibat dalam proses sosialisasi, ada juga beberapa unit sosial lain
yang bisa membentuk sikap-sikap politik sesorang, salah satunya
adalah kelompok pergaulan, termasuk kelompok bermain dimasa
kanak-kanak, kelompok persahabatan, dan kelompok kerja yang
kecil, dimana setiap anggota mempunyai kedudukan yang relatif sama
dan saling memiliki ikatan-ikatan yang erat. Setiap individu dalam
kelompok itu menyesuaikan pendapatnya dengan teman temannya
mungkin karena ia menyukai atau menghormati mereka, atau
mungkin pula karena ia ingin sama dengan mereka. Jadi kelompok
pergaulan itu mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara
mendorong atau mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap
sikap-sikap atau tingkah laku yang dianut oleh kelompok itu.
Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik, atau mulai
mengikuti peristiwa-peristiwa politik karena teman-temannya berbuat
begitu. Seseorang anak lulusan sekolah menengah mungkin memilih
masuk ke suatu perguruan tinggi karena pelajar-pelajar lain temannya
berbuat serupa. Dalam hal-hal ini individu tersebut merubah
kepentingan dan tingkahlakunya agar sesuai dengan kelompoknya
sebagai usaha agar ia tetap diterima oleh angota-angota kelompok itu.
d. Pekerjaan

18

Pekerjaan dan organisasi-organisasi formil maupun non formil yang
dibentuk berdasarkan lingkungan pekerjaan itu,seperti serikat buruh,
klub sosial, dan yang yang semacam itu juga merupakan saluran
komunikasi informasi dan keyakinan yang jelas. Individu-individu
mengidentifikasikan diri dengan suatu kelompok tertentu, seperti
serikat buruh, dan menggunakan kelompok itu sebagai “penyuluh”
(reference) dalam kehidupan politik.mereka mejadi sensitif terhadap
norma-norma kelompok itu dan menilai tindakan-tindakannya
berdasar apa yang paling baik bagi kelompok itu. Berpartisipasi
dalam dalam suatu tawar menawar kolektif atau dalam suatu
demonstrasi dapat merupakan pengalaman sosialisasi yang berkesan
mendalam baik bagi pihak buruh maupun pihak majikan. Buruh yang
berdemonstrasi dapat mengetahui bahwa ia dapat mempengaruhi
bentuk keputusan yang akan mempengaruhi masa depannya yang
sedang dibuat, disamping ia juga dapat memperoleh pengetahuan
tentang

kecakapankecakapan

bertindak

tertentu,

seperti

berdemonstrasi dan mogok,yang bisa berguna kalau ia berpartisipasi
lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan politik lain.
e.

Media massa
Masyarakat modern tidak dapat hidup tanpa komunikasi yang luas,
cepat, dan secara umum seragam. Informasi tentang peristiwaperistiwa yang terjadi dimana saja di dunia segera menjadi
pengetahuan umum dalam beberapa jam saja.sebagian besar
masyarakat dunia terutama bagian-bagiannya yang modern telah
menjadi satu kelompok penonton yang tunggal, yang tergerak hatinya
oleh peristiwa-peristiwa yang sama dan dirangsang oleh selera yang
sama.kita tahu bahwa media massa surat kabar, radio, televisi,
majalah memegang peran penting dalam menularkan sikap-sikap dan
nilai-nilai modern kepada bangsa-bangsa baru merdeka. Disamping
memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa politik, media
massa juga menyampaikan, langsung maupun tidak, nilai-nilai utama

19

yang

dianut

oleh

masyarakatnya.

Beberapa

simbol

tertentu

disampaikan dalam suatu konteks emosionil, dan peristiwa-peristiwa
yang di gambarkan disekitar simbol itu menjadi warna yang
emosionil. Karena itu, sistem media massa yang terkendali
merupakan sarana kuat dalam membentuk keyakinan-keyakinan
politik.
f. Kontak Politik Langsung
Tidak peduli betapa positif pandangan terhadap sistem politik yang
telah ditanamkan oleh keluarga, atau sekolah, tetapi bila seseorang
diabaikan oleh partainya, ditipu oleh polisi, kelaparan tanpa ditolong,
dan dipaksa masuk wajib militer, pandangannya terhadap dunia
politik sangat mungkin berubah. Partai politik, kampanye pemilihan
umum, krisis-krisis politik luar negeri dan perang, dan daya tanggap
badan-badan pemerintah terhadap tuntutan-tuntutan individu dan
kelompok-kelompok dapat mempengaruhi kesetiaan dan kesediaan
mereka untuk mematuhi hukum. (Colin Mac Andrews dan Mochtar
Mas’oed, 1978)
Dengan demikian, Pendidikan politik sangat penting untuk di sampaikan
dan diketahui serta dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para
genersi muda sesuai dengan fungsinya yaitu pendidikan politik menekankan
kepada usaha pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan
motivasi bangsa Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan
diri guna ikut serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan
negara. Dengan berperannya generasi muda dalam hal politik maka generasi
muda akan menjadi rakyat yang sadar akan hak dan kewajibannya, melek
hukum, kritis, aktif, kreatif, dan konstruktif.
B. Peran Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula
Kesenjangan pendidikan semakin melebar tatkala, orientasi pendidikan
itu sendiri masih berfokus pada aspek kognitif, dan siswa lebih banyak

20

diperlakukan sebagai obyek pelengkap dalam proses pembelajaran. Apa yang
mereka pelajari di kelas terkadang tidak sesuai dengan kehidupan yang
mereka jalani sebagai anggota masyarakat, padahal mereka adalah anggota
masyarakat yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
lingkungannya. (Umberto, 2002).
Memahami kesadaran politik generasi muda sebagai pemilih pemula
dalam Pilkada perlu kiranya diaktualisasikan melalui pembelajaran yang
melibatkan langsung diri siswa terhadap fenomena sosial yang terjadi di
lingkungan anggota dan aktivitas keluarga (masyarakat)/ dengan pendekatan
School-Based Democracy Education. Program ini pada intinya mendekatkan
materi pembelajaran dengan obyek sesungguhnya atau pengkajian fenomena
sosial secara langsung (Polma,1987).
Pendidikan politik sebagai proses penyampaian budaya politik bangsa,
mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem
organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Pendidikan politik
perlu ditingkatkan sebagai kesadaran dalam berpolitik akan hak dan
kewajiban sebagai warga negara, sehingga bagi generasi muda diharapkan
ikut serta secara aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan.
Pendidikan politik mengupayakan penghayatan atau pemilikan generasi muda
terhadap nilai-nilai yang meningkat dan akan terwujud dalam sikap dan
tingkah laku sehari-hari dalam hidup kemasyarakatan termasuk hidup
kenegaraan serta berpartisipasi dalam usaha-usaha pembangunan sesuai
dengan fungsi masing-masing. Dengan kata lain pendidikan politik
menginginkan agar generasi muda berkembang menjadi warga negara yang
baik, yang menghayati nilai-nilai dasar yang luhur dari bangsanya dan sadar
akan hak-hak dan kewajibannya di dalam kerangka nilai-nilai tersebut.
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan ritual politik 5 tahunan di
Indonesia. Bentuknya bisa berupa pemilihan presiden, anggota legislatif, DPR
RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Juga Walikota,
Bupati, hingga Gubernur.

21

Fenyapwain (2013) membagi pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga
kategori, yakni (1) pemilih rasional, yakni pemilih yang benarbenar memilih
partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam; (2) pemilih kritis
emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi; (3)
pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia
mereka baru memasuki usia pemilih.
Sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2012 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2
serta pasal 20 menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki hak memilih
adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap
berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin yang
didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih.
Di dalam pemilu setiap periodenya pasti akan ada pemilih pemula dalam
melakukan pemilu. Pemilih pemula merupakan Pemilih adalah warga negara
Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah
kawin. Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih
karena usia mereka baru memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun.
Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok
lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan preferensi.
Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh
pemilih adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula
sangatlah besar, sehingga hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya
janganlah sampai tidak berarti akibat dari kesalahan-kesalahan yang tidak
diharapkan, misalnya jangan sampai sudah memiliki hak pilih tidak dapat
menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih banyak
kesalahan dalam menggunakan hak pilihnya, dll. (Sekretariat Jenderal KPU
Biro Teknis dan Hupmas, 2010)
Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan
rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali
memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik,
sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih
rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme.

22

Pemilih pemula khususnya remaja (berusia 17 tahun) mempunyai nilai
kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal
dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang
menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok
sebaya adalah paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi
seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.
(Suhartono, 2009)
Setiajid (2011) menguraikan karakter pemilih pemula sebagai berikut:
1) belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam TPS,
2) belum memiliki pengalaman memilih
3) memiliki antusias yang tinggi
4) kurang rasional
5) pemilih muda yang masih penuh gejolak dan semangat, yang apabila
tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik- konflik sosial
di dalam pemilu
6) menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya cukup besar
7) memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisispasi dalam pemilu,
meskipun kadang dengan berbagai latar belakang yang berbeda.
Setiajid (2011) juga mengungkapkan bahwa pemilih pemula memiliki
kedudukan dan makna strategis dalam pemilihan umum, mengingat:
1) alasan kuantitatif yaitu mempunyai jumlah yang secara kuantitatif
relatif banyak
2) merupakan segmen pemilih yang mempunyai pola yang sulit untuk
diatur atau diprediksi
3) kekhawatiran lebih condong golput
4) masing-masing organisasi sosial politik mengklaim sebagai organisasi
yang sangat cocok menjadi penyalur aspirasi bagi pemilih pemula.
Kekawatiran krusial dari perilaku politik pemilih pemula adalah soal
golput yang secara konseptual sering dikaitkan dengan persoalan partisipasi
politik.

23

Seorang warga negara yang sudah umur 17 ke atas wajib dalam
mengikuti partisipasi politik, terutama bagi para pemilih pemula. Partisipasi
politik sendiri merupakan kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadipribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi pembuatan kepuusan oleh
pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau
spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal
atau ilegal, dan efektif atau tidak efektif. (Samuel dan Joan, dalam Miriam
Budiarjo. 2008)
Anggota masyarakat yang berpartisipasi dalam proses politik, misalnya
melalui pemberian suara atau kegiatan lain, terdorong oleh keyakinan bahwa
melalui kegiatan bersama iu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurangkurangnya

diperhatikan,

dan

bahwa

mereka

sedikit

banyak

dapat

memengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat
keputusan yang mengikat. Dengan kata lain, mereka percaya bahwa kegiaan
mereka mempunyai efek politik. (Samuel dan Joan, dalam Miriam Budiarjo.
2008)
Persoalan mendasar yang menjadi perhatian dalam partisipasi politik
adalah kegiatan politik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. Kegiatankegiatan demikian difokuskan terhadap
pejabat pejabat umum, mereka yang pada umumnya diakui mempunyai
wewenang untuk mengambil keputusan final tentang pengalokasian nilai-nilai
secara otoritatif dalam masyarakat. Sebagian besar dari apa yang dinamakan
politik, dan sebagian besar pengalokasian sumber-sumber daya di antara
golongan-golongan dalam masyarakat dapat berlangsung tanpa campur
tangan pemerintah. Dengan demikian maka besarnya partisipasi politik di
dalam suatu masyarakat, sampai tingkat tertentu tergantung kepada lingkup
kegiatan pemerintah di dalam masyarakat (Huntington dalam Nasiwan,
2005).
Pendidikan politik sebagai proses komunikasi bagi pemilih pemula sangat
diperlukan

agar

mereka

mempunyai

pengetahuan

politik

yang

memadai,msikap-sikap politik dan perilaku politik yang cerdas. Berdasarkan

24

permasalahan yang telah dirumuskan, maka beberapa tujuan yang ingin
dicapai dalam tulisan ini adalah: a) untuk mengetahui pemahaman pemilih
pemula tentang politik dan relevansinya terhadap pendidikan politik sebagai
proses komunikasi yang telah mereka terima dan untuk memahami relasi dan
inter-relasi yang terjadi bagi pengembangan pendidikan politik bagi pemilih
pemula. (Adi Soeprapto.dkk, 2014)
Dengan pendidikan politik maka akan dapat mengetahui pula mengenai
perilaku pemilih dalam politik. Dalam menganalisis perilaku pemilih dan
untuk menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang digunakan sebagai
alasan oleh para pemilih dalam menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam
pendekatan yaitu Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan
sosiologis dan Mahzab Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis.
Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku
seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut.
Selain itu, ilmuwan Dennis Kavanagh yang dikutip dalam Efriza (2012:482)
mengungkapkan bahwa ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk
menganalisis perilaku pemilih dalam suatu Pemilu. kelima pendekatan itu
meliputi:
1) pendekatan struktural
2) pendekatan sosiologis
3) pendekatan ekologis
4) pendekatan psikologis sosial
5) pendekatan rasional.
Namun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu
pendekatan perilaku pemilih yaitu pendekatan sosiologis. Penggunaan
pendekatan sosiologis ini didasarkan atas penelitian yang memfokuskan pada
bagaimana karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial memberikan
pengaruh dan literasi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan
pilihannya.
Sebagai pendidikan politik yang merupakan bentuk komunikasi politik,
dapat terjadi di mana saja,seperti di partai politik, di lingkup kampong,

25

sekolah dan perguruan tinggi. Para pemilih pemula terbuka dalam menerima
pendidikan politik sebagai bentuk dan proses komunikasi politik.Dalam
posisinya sebagai pelajar atau mahasiswa serta sebagai pemuda,mereka
mendapatkan pendidikan politik di sekolah, perguruan tinggi dan organisasi
sosial serta kesiswaan dan kemahasiswaan. Apa saja yang tergali dari proses
ini dari para pemilih pemula ini adalah sebagai berikut:
1) Pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini
Para pemilih pemula sebagai subyek penelitian ini meragukan jika
pendidikan politik yang ada mampu membuat mereka paham dan
memahami dinamika situasi politik yang berkembang. Apa yang
mereka terima dari mata kuliah atau mata pelajaran yang terkait dengan
persoalan-persoalan politik tidak menukik pada persoalan actual politik
yang berkembang. Dengan demikian, apa yang diterima secara
normative

dalam

proses-proses

pendidikan

yang

diterima

itu

sebenarnya jauh dari relevansi situasi politik yang ada khususnya
tentang pemilihan umum, partai politik,elit politik sebagai aktorpolitik
dan fenomena politik sebagai transaksional.
2) Peningkatan pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik
Pendidikan politik yang berhasil dan bermanfaat seharusnya mampu
memberi peningkatan pengetahuan tentang kesadaran akan hak-hak
politik dan hak-hak warganegara di dalam system politik secara
keseluruhan. Bagi pemilih pemula misalnya, jika kesadaran hak-hak
politik ini ada pada mereka, dirasakan menurut mereka tidak berasal
dari proses pendidikan politik yang ada dan dilakukan oleh lembagalembaga politik dan pendidikan seperti sekolah, perguruan tinggi dan
partai politik. Lembaga-lembaga Negara lainnya seperi KPU,
Departement Komunikasi dan Informatika, atau lainnya tidak
melakukannya dalam rangka memberi peningkatan kesadaran politik
melainkan sekedar formalitas dan tujuan normatif mereka.
3) Sikap kritis dan Ketrampilan Politik

26

Sikap kritis dan ketrampilan politik ialah bagian penting dari tujuan
adanya pendidikan politik bagi pemilih pemula. Seberapa bermakna
pendidikan politik yang ada, yang dirasakan pemilih pemula, terhadap
pendidikan politik yang mereka terima, memberi kemampuan bersikap
kritis dan memberi ketrampilan politik. Kemampuan kritis terhadap
politik diperlukan manakala kekuasaan disalahgunakan (abuse of
power) sehingga mereka tergerak untuk melakukan dukungan dan
tuntutan yang tepat dan bermanfaat. Sedangkan ketrampilan politik
memiliki

pengertian

yang

luas

seperti

negaosiasi,

lobbying,

demonstrasi, berorasi, dan berkampanye. Mereka juga memiliki
pemahaman dan ketrampilan dalam berargumentasi berdasarkan pada
kaidah aturan dan konstitusi yang berlaku. (Adi Soeprapto.dkk, 2014)
Selain itu dalam mentreatmen para pemilih pemula harus dilakukan
sosialisasi politik. Yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat. Melalui
proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap
dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat.
(Richard daan Kenneth, dalam Ramlan Surbakti. 1992)

27

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi, peran pendidikan politik sangatlah penting bagi generasi muda di
Indonesia dan sangat penting juga untuk di sampaikan dan diketahui serta
dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia terutama para genersi muda sesuai
dengan fungsinya yaitu pendidikan politik menekankan kepada usaha
pemahaman tentang nilai-nilai yang etis normatis yaitu dengan menanamkan
nilai-nilai dan norma-norma yang merupakan landasan dan motivasi bangsa
Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut
serta berpartisipasi dalam kehidupan pembangunan bangsa dan negara.
Peran pendidikan politik bagi para pemilih pemula juga sangat penting
karena untuk pemahaman akan dinamika situasi politik saat ini, peningkatan
pengetahuan akan hak-hak dan sistem poltik, serta sikap kritis dan
ketrampilan politik.
B. Saran
Saya sebagai generasi muda bangsa Indonesia berharap bahwa sebagai
generasi muda Indonesia lainnya dapat berperan aktif dalam kancah politik
Indonesia agar dapat memajukan bangsa Indonesia ini dan dapat menularkan
ke generasi muda lainnya melalui pendidikan politik ini. Dan sebagai pemilih
pemula diharapkan dapat lebih aktif juga dalam pemilu, tidak golput, dan
menjaddi generasi muda yang kritiss dan memiliki keterampilan politik yang
baik.

28

DAFTAR PUSTAKA
KPU Provinsi DIY. 2011. Pemilu 2009, Pemilukada 2010 dan 2011 di Provinsi
DIY dalam angka. Yogyakarta.
Nasiwan. 2005. Model Pendidikan Politik : Studi kasus PKS DPD Sleman.
Yogyakarta. Cakrawala Pendidikan. November, Th. XXIV, No. 3
Setiajid. 2011. Orientasi Politik yang Mempengaruhi Orientasi pemilih pemula
dalam Menggunakan Hak Pilihnya pada Pemilihan Walikota Semarang tahun
2010. Integralistik, No.1/Th. XXII/2011, Januari-Juni, pp.18-33.
Subakti. Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widiasarana Indonesia
Nasiwan. 2010. Teori-Teori Politik indonesia. Yogyakarta: Unit Percetakan dan
Penerbit UNY
Rudy, May. 1992. Pengantar Ilmu Politik. Bandung: PT Refika Aditama
Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Kartono, K. (2009). Pendidikan Politik sebagai Bagian dari Pendidikan Orang
Dewasa. Bandung : Mandar Maju.
Instruksi Presiden RI No. 12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik Generasi
Muda
Budiardjo Miriam.2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. PT.Gramedia
PustakaUtama:Jakarta.
Pahmi Sy. Politik Pencitraan. (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010) hal. 54
Sekretariat Jenderal KPU Biro Teknis dan Hupmas, “Modul: Pemilu untuk
Pemula”,(Jakarta: Penerbit Komisi Pemilihan Umum, 2010)
Suhartono. “Tingkat kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada; suatu
Refleksi School-Based democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi
Banten Jawa Barat)”, (Hasil Penelitian, Pascasarjana UPI, 2009) hal. 6
Darmansyah. 1986. Ilmu Social Dasar. Surabaya: Usaha Nasional
Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nasional
Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Polilik. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia

29

Soeprapto, Adi. 2014. Komunikasi dalam Proses Pendidikan Politik Pemilih
Pemula dalam Pemilihan Umum 2014 di DIY. Jurnal Ilmu Komunikasi,
Volume 12, Nomor 1, Januari-April 2014, hal.39-54
Riswandi,Anis & Cecep Darmawan. 2016. Implementasi Pendidikan Politik
dalam Membentuk Karakter Kepemimpinan Lintas Budaya pada Generasi
Muda demi Mewujudkan Budaya Politik Pancasila. Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial, Volume 25, Nomor 1, Edisi Juni 2016

30