Hubungan Sipil dan Militer di Timur Teng

Hubungan Sipil dan Militer di Timur Tengah: Analisa Profesionalisme
Militer terhadap Pemerintahan di Turki dan Israel.
Ulta Levenia,
Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

Latar Belakang
Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang terdapat berbagai negara-negara
dengan kekuatan utama dalam sektor militer seperti Irak, Iran, Israel dan Turki, juga sektor
ekonomi yang bertumpu pada penghasilan minyak, seperti Arab Saudi, Iran, Irak, Uni Emirat
Arab dan Kuwait.1Negara di Timur Tengah berkembang menjadi sebuah pusat budaya yang
kental dengan bangsa-bangsa Arab dan Persia karena pengaruh dari sejarah kedua budaya.
Selanjutnya, negara-negara di Timur Tengah rawan mengalami konflik antar negara dalam
kawasan maupun di luar kawasan. Dalam konteks politik, negara di kawasan Timur Tengah ini
terdapat beberapa poros politik, dan beberapa hubungan diplomasi antar pemerintahan dalam
berbagai bidang, salah satunya bidang militer.
Kekuatan kawasan Timur Tengahjuga ditentukan dari kuatnya hubungan diplomasi
dengan negara di luar kawasan seperti memasok persenjataan kepada negara-negara dikawasan
Timur Tengah. Hubungan antar pemerintahan dengan negara luar kawasan Timur Tengah ini
mempengaruhi tingkat tensi keamanan kawasan. Pengaruh yang diberikan oleh bangsa diluar
kawasan Timur Tengah membuat negara-negara dikawasan Timur Tengah mulai memiliki
kepentingan masing-masing antar satu negara dengan negara yang lainnya. Hal ini bisa dalam

konteks politik hingga pertahanan atau militer. Karena banyaknya pasokan persenjataan dari luar
kepada negara-negara kawasan Timur Tengah ini, maka hal ini dimanfaatkan oleh negara
pemasok seperti Jerman dan Amerika dalam memberikan pasokan persenjataan yang terbaik
untuk negara kawasan Timur Tengah yang pernah memasok persenjataan mereka kepada Irak
dibawah Saddam Husein yang saat itu sedang memanas antara Iran dan Irak.2

1

Meutia Febrina, diakses melalui HYPERLINK
"http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/1100856/daftar-negara-penghasil-minyak-terbesar-di-dunia"
http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/11008511.
2
Riza Sihbudi, Menyandra Timur Tengah : Kebijakan AS dan Israel atas Negara -Negara Muslim, Mizan : Jakarta,
2007, hlm. 167

1

Konflik dan pergolakan politik yang terjadi di Timur Tengah secara geopolitik terjadi
karena beberapa alasan, pertama, karena letak kawasan Timur Tengah yang strategis sebagai
jalur transit dan lalu lintas perdagangan melalui darat maupun laut yang menghubungkan benua

Afrika dan Eropa. Kedua, karena faktor ekonomi, dimana beberapa negara di Timur
Tengahmerupakan negara penghasil minyak dunia yang terbesar.3Hal tersebut menjadi bukti jika
pada akhirnya apa yang dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah memicu terjadinya konflik
dalam kawasan maupun luar kawasan Timur Tengah.
Membicarakan tentang peperangan yang terjadi dikawasan Timur Tengah, tentu tidak
akan melupakan peran dari adanya peran militer yang bertanggung jawab secara langsung dalam
keamanan negara-negara tersebut. Akan tetapi disamping adanya militer yang berperan dalam
peperangan yang terjadi, tentu juga ada peran pemerintah atau sipil yang mengatur bagaimana
kebijakan keamanan terkait kondisi yang akan dihadapi negara. Sehingga dapat dilihat bahwa
terdapat hubungan secara langsung antara pemerintah atau sipil dengan militer terkait dengan
kegiatan kenegaraan, seperti peperangan antar negara, konflik horizontal dan konflik vertikal.
Melihat pergeseran hubungan antara sipil dan militer, secara otoritas militer dapat mengambil
langkah politik jika dari perspektif militer terdapat kesalahan fundamental yang dijalankan oleh
negara. Sehingga, profesinalisme militer dilihat dari seberapa jauh militer menjaga batas
hubungan antara sipil dan militer dalam urusan pemerintahan dan keamanan atau politik
keamanan. Maka, Dalam hal ini keduanya antara sipil maupun militer diwajibkan memiliki
hubungan yang harmonis satu sama lain, disatu sisi sipil merupakan yang berkuasa atas segala
hal yang berkaitan dengan negara sebagai pemerintah dan disisi lain militer merupakan garda
terdepan yang profesional dan bertanggung jawab atas keamanan negara.
Hubungan sipil-militer yang terdapat di banyaknya negara Timur Tengah, terlihat

seringkali tidak harmonis satu sama lain. kita bisa melihat beberapa kali adanya upaya kudeta di
Turki, Mesir, dan negara Timur Tengah lainnya sehingga membuat hubungan keduanya tidak
terlihat baik. Tentu dalam suatu upaya kudeta yang dilakukan untuk menggulingkan pemerintah
diawali dengan suatu sebab, seperti adanya kebijakan yang tidak sesuai dengan ideologi negara
maupun pemerintah yang bertindak sewenang-wenang. Dalam kasus ini militer memiliki
kekuatan untuk mengambil langkah tersebut atau tidak. Militer sendiri sebenarnya harus

3

George Leoczowski. 1962.“The Middle East In The World Affairs”.NewYork: TP. hlm. 23-25.

2

menjunjung tinggi profesionalisme mereka sebagai alat pertahanan negara dibawah pemerintah
yang harus selalu siap jika diperintah. Namun Samuel Huntington mengatakan, terdapat
pengelompokan militer dalam dua kelompok, yaitu tentara pretorian dan tentara profesional.
Tentara pretorian merupakan tentara yang memiliki kekuasaan dalam pemerintahan dan menjadi
penentu dalam kebijakan-kebijakan politik. Sedangkan tentara profesional adalah tentara yang
memiliki semangat pengabdian kepada negara untuk melindungi pemerintahan dan negara yang
juga menjauhkan diri dari hal-hal politis.4 Akan tetapi bila melihat fenomena yang terjadi di

negara Timur Tengah mengenai profesionalisme militer, terdapat konflik-konflik yang terjadi
antara sipil dan militer yang memperlihatkan tidak terdapatnya profesionalitas dalam militer.
Menarik jika membicarakan hubungan sipil dan militer dikawasan Timur Tengah dengan
melihat negara Turki dan juga Israel. Seperti yang sebelumnya dibahas, bahwa antara sipil
sebagai pemerintah dan militer dalam suatu negara harus memiliki hubungan yang harmonis satu
sama lain, karena hal ini untuk menjaga kestabilan negara tersebut. selain itu juga yang membuat
menarik ialah kedua negara, yaitu Turki dan Israel merupakan negara kawasan Timur Tengah
yang memiliki militer terkuat, namun dalam kaitannya dengan hubungan sipil-militer keduanya
memiliki perbedaan. Pertama adalah negara Turki, mereka seringkali tidak dapat bersatu antara
sipil dan militernya. Sejarah militer di Turki sendiri sudah tercatat kurang lebih terjadi lima kali
upaya kudeta militer yang dilakukan oleh militer Turki untuk mengkudeta pemerintah Turki.
yaitu pada tahun 1960, 1971, 1980 dan 1995, Hingga yang terakhir adalah upaya kudeta militer
Turki terhadap pemerintah Turki yang berkuasa yaitu Tayyip Erdogan, namun kenyataannya
upaya tersebut dapat digagalkan. Alasan upaya kudeta tersebut ialah mempertahankan nilai
sekularisme yang merujuk pada Kemalisme Turki.5
Berbeda dengan Israel, melihat sejarah pemusatan militer Israel sendiri yang baru
terbentuk pada tahun 1948 yaitu Israel Defense Force (IDF), hingga saat ini harmonisasi antara
sipil dan militer tetap terjaga yang merujuk pada kestabilan negara Israel tersebut. hal ini
menunjukan bahwa profesionalisme yang sangat besar dilakukan oleh pasukan militer Israel.
Akan tetapi Israel sendiri pernah mengalami upaya kudeta oleh militernya pada tahun


4

Samuel P. Huntington, The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-military Relations, Harvard
University Press, Cambridge, 1957. hlm. 1.
5
Reksa Fiaji, Analisis Kemenangan Adalet Ve Kalkinma Partisi(AKP) Dalam Pemilu Turki 2011 , Jurnal Hubungan
Internasional Fisip Unmul, 2013. hlm. 1.

3

1977.6Namun hal tersebut hanya berlangsung satu kali upaya kudeta dan tidak pernah terjadi lagi
hingga saat ini. Setelah upaya kudeta militer tahun 1977 yang dilakukan militer Israel, hubungan
antara sipil-militer di Israel pun terlihat harmonis, profesionalisme militer yang kuat
menghasilkan tidak adanya intervensi militer terhadap pemerintah Israel. Hal ini dapat dilihat
bahwa baiknya hubungan sipil-militer Israel karena kesamaan tujuan antar keduanya dalam suatu
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Israel dalam konteks keamanan. Pemerintah Israel
dalam dapat mengontrol militer dengan melibatkan militer dalam pembentukan kebijakan yang
berhubungan dengan domain militer dan keamanan.
Kekuatan pemerintah Israel yang dapat mengontrol militer pun dapat terlihat sejak

peperangan negara-negara Arab dengan Israel setelah beberapa waktu Israel terbentuk. Seperti
peristiwa perang enam hari yang menghasilkan kemenangan Israel melawan negara-negara Arab,
selain adanya perintah dari pemerintah dalam melakukan peperangan, hal ini tidak lepas dari
kuatnya satuan militer Israel sehingga dapat memenangi peperangan antara negara mereka
melawan negara-negara Arab. Stabilnya hubungan sipil-militer Israel sendiri dapat dilihat bahwa
militer Israel memegang kuat janji setia kepada pemerintah dan akan melakukan yang
diperintahkan oleh pemerintah dalam melakukan suatu tugas kewajiban bagi mereka.
Perbedaan yang terdapat pada hubungan sipil-militer Israel dan Turki ialah pada upaya
kudeta yang dilakukan oleh militer Israel dan Turki terhadap pemerintah. Turki sendiri memiliki
suatu ideologi yang membentuk republik Turki, yaitu Kemalisme. Ideologi ini di
implementasikan kepada negara Turki sebagai kebijakan resmi dengan memisahkan konteks
agama dan politik.7 Adanya pemisahan tersebut menjadikan negara Turki sebagai negara baru
yang dimana dalam ideologi tersebut terdapat sistem demokrasi dan juga yang terpenting adalah
sekularisme yang terdapat di Turki. dalam hal ini sebagai ideologi yang dianut Turki tentu
seluruh masyarakat Turki patuh akan segala pemahaman Kemalisme, terutama militer karena
pengaruh sejarah militer Turki yang kental dengan pembangunan paham Kemalisme. Nyatanya
militer Turki sendiri sangat patuh terhadap Kemalisme Turki, sehingga membuat loyalitas militer
Turki sangat tinggi terhadap paham ini.

6


Agus Yulianto, diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestinaisrael/16/12/10/ohz3t0396-naftali-bannet-ada-upaya-kudeta-militer-di-israel pada Rabu 14 Desember 2016 pukul
01.28 WIB.
7
Tamim Ansary, Dari Puncak Bagdad : Sejarah Dunia Versi Islam, Penerbit Zaman : Jakarta, 2012, hlm. 478.

4

Loyalitas militer Turki terhadap Kemalisme ini juga yang membuat posisi militer Turki
dalam pemerintah sangat kuat. Mereka akan mengintervensi pemerintah jika kebijakan-kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah Turki melenceng dari pemahaman Kemalisme. Sehingga upaya
kudeta yang seringkali terjadi di Turki sangat memungkinkan akan terjadi lagi jika pemerintah
melakukan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan pemahaman Kemalisme Turki. hal ini
juga memperlihatkan bahwa pemerintah seringkali melakukan kebijakan-kebijakan yang dinilai
melenceng dari pemahaman Kemalisme Turki, namun upaya kudeta militer Turki terhadap
pemerintah seringkali gagal karena tidak ada dukungan penuh dari masyarakat Turki.
Terkait negara Israel sendiri dimana kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah
Israel hingga saat ini tidak memicu konflik internal Israel antara pemerintah dan militer.
Kebijakan yang diambil pemerintah Israel sendiri seperti mendapatkan dukungan penuh dari
militer Israel yang tidak memungkinkan adanya upaya kudeta terhadap pemerintah Israel.

kembali ke awal pembentukan negara Israel, setelah dibentuk, partai atau gerakan buruh Israel
saat itu berkuasa atas pemerintahan Israel yaitu sekarang berbentuk partai bernama Mapai.
Kebijakan yang dikeluarkan saat itu posisinya sangat kuat dan militer pun tidak bisa
mengintervensi. kuatnya pemerintah Israel yang juga tidak dapat dibendung oleh oposisi
pemerintah Israel memperlihatkan bahwa posisi pemerintah Israel memang tidak dapat diganggu
gugat, terlebih lagi diganggu gugat oleh militer yang seharusnya patuh terhadap pemerintah dan
juga konstitusi negara Israel. Disamping kuatnya pemerintah Israel, kekuatan militer Israel pun
tidak kalah, namun kembali lagi karena profesionalisme militer Israel membuat hal ini masih
bisa dikontrol penuh oleh pemerintah, sepeti yang sebelumnya dibahas, hubungan baik antara
sipil-militer yang terjadi pada pemerintahan Israel terbentuk karena atas dasar tujuan yang sama,
hingga pada akhirnya tidak ada pihak yang merasa dirugikan satu sama lain.
Permasalahan
Israel dan Turki sebagai negara yang termasuk dalam kawasan Timur Tengah merupakan
negara yang memiliki pasukan militer terkuat. Selain itu berdasarkan indikator yang
dikembangkan oleh Freedom House, Turki dan Israel menduduki posisi negara paling
demokratis di Timur Tengah selain Tunisia, Morocco dan Lebanon. Namun perbedaan kedua
negara dalam era kontemporer ini adalah, Israel sedang berada pada peperangan dengan negara
lain, sedangkan Turki sedang berada pada pergolakan politik setelah upaya kudeta yang
5


dilakukan oleh pasukan militer. Kedua kasus tersebut jika kita lihat telah melibatkan peranan
militer di kedua negara tersebut. Akan tetapi inti dari keterlibatan keduanya berbanding terbalik
satu sama lain, dimana militer Israel yang sedang mengamankan negara mereka memiliki
hubungan yang baik terhadap sipil, sedangkan militer Turki tidak berada pada kondisi yang baik
terhadap sipil. Dalam hal ini profesionalisme militer Turki patut dipertanyakan dalam
permasalahan yang terjadi. Dimana seharusnya militer berada dibawah tanggung jawab
pemerintah yang memberikan instruksi terkait dengan tugas dan kewajiban kepada militernya
sebagai penjaga keamanan hingga kestabilan negara, namun kenyataannya hal ini berubah
menjadi suatu konflik yang menimbulkan pergolakan antara sipil dengan militer di Turki.
pergolakan yang terjadi pun baru saja terjadi saat militer Turki mengupayakan kudeta terhadap
pemerintahan Turki dibawah Tayyip Erdogan, namun upaya tersebut telah gagal, sehingga
Tayyip Erdogan tetap memegang kuasa dan kendali sebagai pemilik kekuasaan terbesar di Turki
dan melakukan konsolidasi kepada militer guna mencegah terjadinya upaya kudeta terhadap
pemerintah Turki.
Namun jika kita melihat sistem pemerintahan yang dianut Turki dan Israel pun merujuk
pada demokrasi. Pemahaman demokrasi ini juga menjunjung tinggi terhadap profesionalisme
militer disuatu negara. Dengan pengimplementasian demokrasi disuatu negara, tentu masyarakat
seluruhnya sudah bisa menerima pemerintahan yang terpilih melalui pemilihan umum yang
diselenggarakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini juga berlaku pada militer, dimana
sesuai dengan prinsip demokrasi, pemerintahan yang terpilih dalam pemilihan harus di ikuti oleh

militer sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, disini karena militer
harus bersikap profesional sebagai alat pertahanan dan keamanan negara.
Upaya kudeta yang dilakukan oleh militer terhadap sipil tentu karena adanya
ketidakpuasan militer terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga hal ini bisa disamakan dengan
permasalahan kudeta yang dilakukan oleh militer Turki terhadap pemerintah Turki. berbeda
dengan Israel, yang juga merupakan negara demokrasi, bila dibandingkan dengan Turki, Israel
sendiri belum pernah tercatat adanya upaya kudeta yang dilakukan oleh militernya. Akan tetapi
pernah satu kali upaya kudeta yang dilakukan militer Israel namun gagal. Lima kudeta yang
dilakukan oleh militer Turki yang masih terjadi beberapa waktu lalu seperti menjadi suatu
budaya bagi mereka. Dimana dalam perjalanan politik Turki dipastikan nanti terdapat kudeta

6

yang dilakukan oleh militer. Pemerintahan Turki pun memang pernah jatuh ketangan orang yang
berlatar belakang militer, akan tetapi pada akhirnya kekuasaan tersebut kembali pada sipil.
Sumber utama permasalahan mengenai profesionalisme militer yang berujung pada
pengkudetaan terhadap pemerintah ialah keterlibatan militer dalam permasalahan negara. Kita
bisa melihat bahwa Israel saat ini sedang mengalami isu yang panas dengan konflik yang terjadi
antara Israel dengan Palestina. Konflik tersebut sudah memasuki keamanan negara yang
terancam, sehingga mau tidak mau militer harus turun tangan sesuai tugas dan kewajibannya.

Pemerintah pun harus mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan yang
terjadi. Berbeda dengan Turki yang aman dari konflik peperangan. Hingga saat ini pun negara
Turki sedang mengalami kondisi yang stabil jika dikaitkan dengan isu internasional, dengan
hubungannya terhadap negara lain. tidak ada peperangan yang mengancam keamanan negara.
Akan tetapi yang terjadi adalah konflik didalam tubuh Turki itu sendiri yang dilakukan oleh
militer Turki dan menanggalkan profesionalisme militer Turki sebagai alat keamanan negara.
Kondisi yang berbeda ini tentu sangat menarik untuk dibahas, bagaimana perbedaan yang terjadi
antara profesionalisme militer Turki dan Israel, padahal keduanya sama-sama memiliki pasukan
militer terkuat di Timur Tengah. Sehingga pada akhirnya muncul pertanyaan “Apakah yang
mempengaruhi profesionalisme dalam tubuh militer di Turki dan Israel?”

Kerangka Teoritis
Samuel P. Huntington dalam buku berjudul “The Soldier and The State: The Theory and
Politics of Civil-Military Relations” memberikan pemaparan mengenai posisi militer dalam

negara yang dihadapi oleh kompleksitas permasalahan negara berdemokrasi. Pada negara
berdemokrasi dan negara yang dalam proses pembangunan demokrasi, militer merasa memiliki
hak untuk mengatur negara secara internal selain juga melindungi warga negara. oleh karena itu
dalam teorinya, Huntington mengedepankan konsep profesionalisme dalam tubuh militer yang
mampu menarik militer keluar dari urusan politik. Menelik sejarah, Huntington menjelaskan
bahwa upaya profesionalisme yang ditanamkan kepada militer telah berjalan semenjak abad ke14 di Eropa dan Amerika. Perubahan posisi militer dalam politik mengalami gejolak proses
internalisasi nilai profesionalisme kembali ditegaskan seiring dengan tumbuhnya semangat sipil
dalam berdemokrasi.
7

Perkembangan pembangunan demokrasi merupakan kunci penentu dalam penerapan
profesionalisme militer di negara modern.8 Demokrasi merupakan sistem yang memayungi
kepentingan sipil, dan tonggak hukum yang dibentuk melalui kesepakatan bersama. Supremasi
sipil yang kuat dalam demokrasi turut menghentikan langkah intervensionis militer yang
sebelumnya turut dalam perpolitikan negara. Profesionalisme dapat terwujud jika militer dengan
tanpa paksaan tunduk di bawah supremasi hukum dan melindungi kepentingan bersama yang
diatur secara demokratis. Profesionalisme menuntut penghapusan perjuangan kelompok dan
konflik politik antar kelompok (Sipil-Militer) dan menghubungkan militer dalam politik jika
dalam institusi yang formal tanpa ikatan sebagai militer, kembali menjadi sipil.9 Sehingga bagi
militer untuk bisa berkontribusi dalam militer, aktor harus melepaskan jabatan militernya dan
kembali menjadi sipil.
Namun, Huntington menekankan tidak mudah menjauhkan militer dari politik, selain
kemapanan demokrasi, dibutuhkan dorongan internal dan dukungan kondisi sosial yang menjaga
profesionalisme dalam tubuh militer. Huntington menyatakan tingkat konflik sipil dan militer
ditentukan dari intensitas kebutuhan keamanan dan dinamika sosial dan kekuatan pola yang
berkembang.10 Huntington bermaksud bahwa pola nilai sosial yang berkembang bersangkutan
dengan tegangnya kondisi politik militer, maka akan meningkatkan potensi konflik antara sipil
dan militer, begitupun sebaliknya. Sehingga penentu keharmonisan hubungan antara sipil dan
militer ini ditentukan oleh kedua belah pihak. Dari argumen Huntington terdapat dua faktor
penetu yaitu, pertama, intensitas kebutuhan akan kemanan, kedua, kondisi pola sosial yang
berkembang.11 Untuk hal ini, Huntington memberikan contoh kebijakan militer di Amerika, pada
saat Amerika tidak memiliki kekhawatiran akan keamanan negara, kebijakan militer tidak
menurunkan anggaran untuk kebutuhan militernya. Hal ini menjaga hubungan antara sipil dan
militer yang baik dan tetap menjaga profesionalisme dengan menjamin keamanan sipil.

Huntington, Samuel P. 1985. “The Soldier adn The State: The Theory and Politic s of Civil-Military Relations”.
The Belknap Press of Harvard University Press. United States. hlm. 33
9
Ibid, hlm. 36
10
Ibid, hlm. 2
11
Ibid.

8

8

Lebih jauh, Huntington menganggap bahwa kebijakan yang berkaitan dengan militer
harus mampu menjawab:12
1. Ukuran secara kuantitas: rekrutmen, kebutuhan militer, dan porsi yang disediakan
untuk militer.
2. Ukuran secara kualitas: komposisi peralatan, penyebaran kekuatan militer, termasuk
tipe senjata dan servis keamanan, lokasi basis militer, hubungan dengan rekan, dll.
3. Dinamika isu dari kegunaan dari kekuatan militer: kapan dan dalam kondisi apa
militer turut serta.
Untuk memberikan keharmonisan antara sipil – militer, kebijakan tidak bisa hanya melalui
konsesus antar sipil, namun juga melibatkan pihak militer sehingga mencapai kesepakatan
bersama. Pelibatan militer dalam pembentukan kebijakan yang berkaitan dengan badannya
sendiri kemudian akan membantu proses harmonisasi sipil-militer dan menjaga profesionalisme
dalam militer sendiri.
Studi Literatur
Menurut Muthiah Alagappa bahwa terdapat paradoks pada negara yang modern dalam
menciptakan militer yang kuat untuk melindungi negara dari ancaman eksternal dan internal
namun dalam waktu yang sama menghalangi militer untuk mendominasi negara atau menjadi
instrumen penekan internal.13 Artinya bahwa kekuatan militer dalam kekuasaannya dan tugasnya
melindungi negara menempatkan militer dalam posisi yang kuat sementara sipil tidak memiliki
kekuatan dalam menjadi bagian untuk melindungi negara dalam menghadapi ancaman internal
maupun eksternal. Posisi sipil dan militer dalam pemerintahan di bahas oleh akademisi Alan
Siaroff, dengan pembagian tingkat pengaruh militer dalam pemerintahan dengan melihat
besarnya tingkat kekuasaan militer tersebut terhadap politik. Alan Siaroff dalam bukunya yang
berjudul Comparing Politcal Regimes: A Thematic Introduction to Comparative Politics,
menjelaskan tiga tingkat intervensi militer dalam pemerintahan suatu negara kepada tiga level
yaitu; Autocracy, Electoral Democracy, dan Liberal Democracy. Autocracy merupakan kondisi
12

Ibid. hlm. 1.
Siaroff, Alan. 2009. “Comparing Political Regimes: A Thematic Introduction to Comparative Politics”. Toronto
University Press. OpCit. hlm. 21.
13

9

di mana militer memiliki peranan yang penuh atas kontrol pemerintahan baik secara formal
maupun informal. Sedangkan Electoral Democracy merupakan pemerintahan yang diisi oleh
sipil namun dengan syarat dan kondisi oleh militer hingga jalan pemerintahan yang diawasi oleh
militer. Kemudian Liberal Democracy, yaitu demokrasi modern yang dijalankan oleh negara
pada umumnya dengan supremasi sipil dan kontrol oleh sipil.
Berbagai poin perbedaan masing-masing tingkat intervensi militer, akan semakin menghilang
ketika suatu negara mencapai bentuk demokrasi yang liberal. Mencapai demokrasi liberal,
keberadaan militer berada dalam kontrol sipil.14 Berikut tabel perbandingan tingkat intervensi
Militer yang dikemukakan oleh Siaroff:15
Regime Type

Liberal Democracy

Electoral Democracy

Autocracy

Degree of military

Civilian

Civilian

Conditional

Military

Military

Military

intervention

Supremacy

Control

Subordination

tutelage

Control

Rule

14

Ibid.
Buente, Marco. 2011. “Burma’s Transition to “Disciplined Democracy” Abdication or Institusionalization of
Military Rule?”. Working Papers. Giga Research. OpCit. hlm. 9.
15

10

Kerangka Berpikir

Kebutuhan
akan
keamanan

Profesinalisme
Militer

Asumsi
a.

Kebutuhan
publik akan
Keamanan

Peran Militer
dalam
Kehidupan
Sosial

Tingkat
Resistensi
Militer terhadap
Sipil

Profesionalisme
dalam Militer

b.

11

Bangunan asumsi dari makalah ini berangkat dari aspek tingkat kebutuhan publik akan
keamanan baik secara internal atau dalam negara sendiri maupun secara eksternal atau hubungan
dengan negara lain. Indikator keamanan yang disebut merupakan melindungi masyarakat dari
ancaman konflik internal seperti konflik antar suku (horizontal) maupun konflik antara
pengusaha dan buruh (vertikal), dan ancaman keamanan lainnya yang bersifat internal dalam
negara. Indikator lain yaitu kebutuhann keamanan dari anacaman negara lain seperti serangan
nuklir, perang antar negara dan lain sebagainya yang berhubungan dengan keamanan
internasional. Peran keamanan yang menjadi bagian utama militer dalam kehidupan sosial akan
mempengaruhi peranan publik militer. Peranan publik ini hanya terbatas pada keamanan, yang
diatur secara bersama dengan pemerintah. Jika isu keamanan meningkat, peranan militer dalam
membentuk dan mengatur kehidupan publik menjadi batasan yang jelas dalam upaya
profesionalisme militer. Pemerintah akan aktif dalam melibatkan militer untuk mencapai
keamanan publik mulai dari tingkat pembentukan kebijakan hingga hal praktis yang dilakukan di
lapangan.
Harmonisasi militer dengan pemerintah yang merupakan aktor perwakilan sipil dalam
mengatur negara (demokrasi) akan menjadi faktor yang menentukan profesionalisme dalam
militer. Pemerintah perlu memastikan peran militer sebatas dalam bidang keamanan dengan
menetapkan kesepakatan bersama antar kedua pihak. Selain itu dalam mencapai kesepakatan
pemerintah konsisten dengan anggaran yang ditetapkan untuk militer sehingga tidak
menimbulkan resistensi dari pihak militer untuk melawan pemerintahan. Jika hal tersebut bisa
tercapai maka akan integral dengan profesionalisme dalam tubuh militer.
Israel dan Turki menjadi negara yang menarik untuk diteliti mengani hubungan antara
sipil dan militer. Hal ini disebabkan karena di antara negara Timur Tengah, kedua negara ini
merupakan pemilik kekuatan militer terkuat dan berdasarkan indikator dari Freedom House,
kedua negara ini merupakan negara yang paling demokratis di Timur Tengah. Sehingga penulis
membuat dua model hubungan sipil-militer hingga terbentuknya profesionalisme dalam tubuh
militer khusus konteks pada dua negara tersebut. Model A memperlihatkan bahwa jika
kebutuhan publik akan keamanan yang disediakan oleh militer dan merupakan tugas utama
militer meningkat maka akan mempengaruhi tingkat resistensi militer terhadap sipil yang rendah.
Sedangkan Model B memperlihatkan sebaliknya hingga meningkatkan resistensi militer. Dalam
12

asumsi penulis, model A memperlihatkan bagaimana kondisi militer yang terdapat di Israel.
Kecuali Israel, di Timur Tengah tidak terdapat perbedaan empiris antara kekuasaan sipil dan
militer.16 Hubungan sipil dan militer di Israel menjadi anomali di antara negara-negara Timur
Tengah.
Pembahasan
Militer di Turki
Posisi Turki berada pada titik dimana benua Asia bertemu dengan benua Eropa. Hal ini
yang menjadi suatu permasalahan pada awalnya, bahwa apakah Turki masuk kedalam benua
Eropa atau benua Asia. Populasi Turki sendiri saat ini sekitar 54 juta jiwa dan rata-rata kelahiran
berada pada 2.5 persen, lebih besar dari negara-negara Eropa tetapi lebih rendah dari negara
dunia ketiga. Dalam konteks agama sendiri, masyarakat Turki didominasi oleh masyarakat
beragama muslim, diperkirakan sekitar 98 persen, dan sisanya ialah beragama kristen dan
yahudi. Akan tetapi pada awal tahun 1930-an, agama muslim pun dihapuskan sebagai agama
negara Turki, hal ini muncul semenjak diterapkannya ideologi Kemalisme yang digagas oleh
Mustafa Kemal sebagai pemimpin Turki saat itu.17 Kemunculan Mustafa Kemal sebagai
pemimpin karena ia dapat menaklukan kekhalifahan Turki yang sebelumnya berkuasa, dalam hal
ini Mustafa Kemal dibantu oleh militernya saat itu dan setelah resmi menjadi pemimpin ia
mendirikan negara baru yaitu Republik Turki yang menganut pemerintahan yang demokratis,
nasionalis, modern dan sekularisme. Pemahaman sekularisme ini yang menjadi dasar ideologi
Kemalisme Turki, sehingga setiap masyarakat Turki saat itu dan juga hingga saat itu harus sesuai
dengan ideologi Kemalisme.
Dalam pencapaian Turki sebagai negara baru yaitu Republik Turki dibawah Mustafa
Kemal, tidak lepas dari peranan penting oleh militer Turki saat itu. Hal ini dilanjutkan dengan
popularitas militer Turki sebagai alat keamanan negara yang memiliki peranan penting dalam
pembentukan Republik Turki membuat semakin dikenang oleh masyarakat Turki, dan juga
mereka pada akhirnya memiliki suara yang kuat dalam segi politik. Reformasi Turki yang terjadi
tidak akan berhasil jika tidak dibantu oleh keterlibatan militer. Terlibatnya militer Turki dalam
Mooney, Thomas K. 1991. Military I terve tio , Ke alis , a d Politics i Turkey . U iversity of Rhode Isla d.
Hlm: 1
17
Martha Wenger, Turkey in the Age of Glanost, Middle East Research and Information Project Jorunal, 1989, hlm.
23.

16

13

proses politik ini, membuat militer Turki seperti ingin juga mengarahkan pemerintahan Turki
seperti yang mereka inginkan, akan tetapi karena pemerintah saat itu kuat, militer Turki tidak
dapat mengintervensi secara penuh terhadap pemerintah Turki. salah satunya adalah, militer
ingin Turki menjadi bagian dari Uni Eropa, dimana menjadi bagian tersebut merupakan langkah
terakhir dalam modernisasi, seperti apa yang ada pada pemahaman Kemalisme. Namun pada
akhirnya keputusan tetap berada di pemerintah saat itu sehingga militer harus profesional untuk
tidak mengambil langkah politik yang seharusnya hanya dilakukan oleh pemerintah.18
Pasukan militer Turki sendiri memiliki hubungan yang tidak biasa dengan pemimpin sipil
dan masyarakat Turki. walaupun memang militer sendiri memiliki catatan mengenai sabotase
terhadap politik sipil dan menghancurkan proses pemilihan yang demokratis, namun militer
sendiri tetap sangat populer dikalangan masyarakat Turki. sebagai buktinya, koran harian Turki
yaitu Hurriyet pernah memberitakan bahwa militer Turki merupakan institusi yang paling
dipercaya oleh seluruh masyarakat.
Popularitas militer yang sangat besar merupakan hasil dari sejarah Turki sebagai negara
yang menuju pada modernisasi. Runtuhnya kerajaan Ottoman setelah Perang Dunia pertama dan
kekuasaan aristokrat yang telah dihancurkan oleh kelompok yang dipimpin oleh Mustafa Kemal
(yang dikenal sebagai Ataturk) beserta pasukan militernya, saling menyerang dengan masyarakat
dari Anatolia dalam menjaga wilayahnya.19 Pembentukan negara baru Turki ini merupakan hasil
dari kekuatan Mustafa Kemal sebagai pemimpin saat itu yang pada akhirnya berhasil mengambil
kekuasaan Turki, akan tetapi disamping itu terdapat peran militer yang membantu sang
pemimpin dalam memperjuangkan Turki yang ingin mereka bangun. Sehingga pada akhirnya
militer pun turut andil dalam pembentukan negara baru, sistem pemeirntahan yang baru hingga
dalam aspek sosial yang mengarah pada masyarakat.
Pada awal tahun 1960-an pun, militer mulai memasuki masa yang sulit terkait posisinya
di negara Turki. Saat itu sudah terjadi kudeta yang dilakukan beberapa petinggi militer yang
terbentuk dalam satu kelompok yang mengarahkan institusi militer untuk mengambil kekuasaan
pemerintah. Upaya kudeta dilakukan karena militer melihat pemerintahan Adnan Menderes yang
berasal dari Partai Demokrat Turki diwarnai banyak pelanggaran HAM, sehingga setelah kudeta
Ersel Aydinli, The Turkish Military’s March toward Europe, Journal of Council on Foreign Relations, 2006, hlm.
77.
19
Ibid, hlm. 78.

18

14

berhasil, Adnan beserta beberapa kabinet dihukum gantung dan jabatannya diambil alih kepada
Cemal Gursel sebagai panglima militer Turki saat itu. Hal ini menunjukan bahwa kepemimpinan
militer lemah akan kontrol terhadap anggota militer dibawahnya. Intervensi yang dilakukan
militer dalam mengambil langkah politik hingga menguasa pemerintahan membuat militer
dimaksudkan sebagai institusi terbaik dalam mengambil kekuasaan pemerintahan dari sipil yang
dalam kondisi tidak baik atau gagal. Mengapa demikian, karena publik Turki sendiri menyadari
bahwa langkah yang diambil oleh militer dalam menguasai pemerintahan adalah untuk menjaga
kestabilan negara Turki yang saat dipimpin oleh sipil tidak terlalu baik. Kudeta singkat yang
dilakukan militer pada tahun 1970 karena di Turki sendiri sedang mengalami kondisi yang tidak
stabil akibat adanya kerusuhan sosial, selanjutnya pada 1980, militer kembali melancarkan upaya
kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Kenan Evren karena saat itu Turki sedang mengalami
konflik yang sangat parah dengan adanya peperangan kaum kanan dan kiri yaitu komunis. Lalu
pada tahun 1997 pada masa kepemimpinan Erbakan militer melakukan kudeta dipimpin oleh
jenderal Ismail Hakki Karadayi karena mereka menilai Erbakan menanggalkan prinsip
sekularisme Ataturk. militer juga melakukan upaya kudeta yang berakibat pada hukuman
Erbakan untuk tidak boleh berpolitik untuk lima tahun kedepan. Terakhir adalah upaya kudeta
yang dilakukan oleh militer untuk menggulingkan pemerintahan Erdogan namun berhasil
digagalkan pada tahun 2016.
Hubungan Sipil-Militer dan Profesionalisme Militer di Turki
Pasukan militer selalu memiliki tempat khusus di Turki. Tempat khusus ini merupakan
suatu kebanggan militer yang sekiranya dibutuhkan oleh negara dalam menjaga keamanan
negara. Militer sendiri terlihat untuk tidak terjun kedalam dunia politik, seperti keterlibatan
mereka di partai hingga masuk ke pemerintahan. Seseorang yang memiliki latar belakang militer,
tidak hanya memenangi perang kemerdekaan, melainkan mereka juga ikut membangun dan
menata pemerintahan Turki yang baru. walaupun Mustafa Kemal Ataturk yang menggagas Turki
modern sudah memisahkan antara militer dan politik, tetapi pasukan militer tetap beranggapan
bahwa mereka merupakan pemegang kemanan utama dari nilai-nilai Kemalisme yang digagas

15

oleh Kemal Ataturk, sehingga mereka berpikir bahwa militer juga punya andil dalam sejarah
pembentukan negara baru Turki yang berujung pada pembentukan Republik Turki.20
Selama kurang lebih empat dekade ini, publik Turki juga melihat bahwa pasukan militer
Turki seringkali memasuki ranah pemerintahan dan keranah politik. Dalam 35 tahun terakhir,
militer telah mengambil alih kekuasan pemerintah dari politisi yang terpilih dengan
mengultimatum beserta taktik berupa tekanan yang dilancarkan mereka. Yang menjadi
perdebatan adalah sebenarnya tujuan utama militer yang telah beberapa kali mengambil
kekuasaan pemerintah ialah apa, namun jika dilihat disini intervensi yang diambil militer
seringkali karena ketidakpuasan mereka pada pemerintah sipil yang melenceng dari dasar negara
Turki, sehingga pada akhirnya mereka melakukan langkah berani untuk melakukan intervensi
kekuasaan dengan mengkudeta pemerintahan sipil dan dikembalikan ke tempat yang semula oleh
militer.
Seperti dipembahasan sebelumnya yang sudah dijelaskan, bahwa militer terlibat dalam
arena politik dengan melancarkan beberapa kali upaya kudeta. Seperti yang kita lihat pada
kudeta tahun 1960 yang dikarenakan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan juga pemimpin
yang otoriter yaitu Adnan Menderes, dan militer melihat ini merupakan sebuah bencana bagi
demokrasi Turki, sehingga mereka melancarkan kudeta. Setelah itu pada tahun 1971, dimana
kudeta yang dilakukan militer melalui sebuah memorandum dan tidak ada kudeta berdarah yang
dilancarkan militer. Selanjutnya pada tahun 1980, kembali kudeta oleh militer yang berujung
pada banyaknya korban berjatuhan. Alasan utama kudeta adalah mengenai tidak stabilnya situasi
politik dan kondisi ekonomi serta banyaknya kegiatan terorisme yang terjadi pada saat itu,
sehingga militer mengira mereka harus turun tangan dalam menghadapi permasalahan ini. yang
terakhir adalah pada tahun 1997, karena adanya Partai penguasa yaitu berbasiskan Islam yang
membahayakan ideologi Turki dan militer tidak mau hal ini semakin membesar, sehingga secara
langsung militer turun tangan untuk mengintervensi.21
Membicarakan mengenai hubungan sipil-militer pada negara Turki, tentu jika melihat
beberapa kali kudeta yang dilancarkan oleh militer Turki semua orang akan beranggapan
hubungan kedua pihak tersebut tidak harmonis dan tidak akan pernah harmonis. Akan tetapi,
20

Nasser Momayezi, Civil-Military Relations in Turkey, International Journal on World Peace, Vol. 15, No. 3, 1998,
hlm. 3
21
Ibid, hlm. 6-9.

16

sebenarnya dalam kasus Turki ini, profesionalisme militer Turki cukup tinggi, mengingat militer
Turki menjalankan tugas mereka dengan baik bilamana ada ancaman dari luar yang mengganggu
kedaulatan Turki. Namun, akar permasalahan sebenarnya adalah diawali oleh sipil sebagai
pemerintah yang dinilai mengambil langkah-langkah politik yang melenceng dari nilai-nilai
Republik Turki. Dalam hal ini militer sendiri sangat menjunjung tinggi nilai demokrasi, akan
tetapi kita bisa melihat beberapa pemerintahan sipil yang sempat dikatakan sebagai pemimpin
otoriter, dimana hal tersebut menghilangkan nilai demokrasi, dan militer melihat ini sebagai
suatu hal yang berbahaya. Bisa kita lihat, upaya kudeta yang diambil oleh militer Turki beberapa
setelahnya kembali kepada tangan sipil, ini memperlihatkan bahwa militer Turki yang
mengambil kekuasaan dari sipil, ingin mengembalikan Turki kepada nilai yang sebenarnya.
Hingga saat ini pasukan militer Turki sendiri tidak terlalu percaya terhadap pemimpin politiknya.
Militer mendukung demokrasi yang melayani kompetisi demokrasi yang tidak melenceng dari
prinsip Ataturk, yang berarti pada kasus ini militer meyakini bahwa memang hal tersebut bukan
saja hal yang benar melainkan juga adalah tugas mereka untuk mengintervensi jika tidak sesuai
dengan nilai Turki.
Profesionalisme Militer Israel dan Hubungan Harmonis Sipil dan Militer
Relasi antara sipil dan pemerintahan di Israel menjadi anomali tersendiri di tengah-tengah
kawasan Timur Tengah. Hubungan sipil dan militer di Israel harmonis dan mampu mencapai
profesionalisme militer. Thomas K. Mooney menemukan bahwa hanya pada Israel terdapat bukti
empiris yang membedakan otoritas antara sipil dan militer.22 Intervensi militer ke dalam politik
dan pemerintahan yang idealnya merupakan tonggak kekuasaan yang dijalankan sipil, di
kawasan Timur Tengah bukanlah hal yang mengkhawatirkan. Israel Defense Forces (IDF) yang
terbentuk pada 1948 telah menanamkan profesionalisme militer untuk melindungi keamanan
sipil dan negara dan fakta bahwa IDF terbentuk merupakan tentara masyarakat.23 Dalam
prosesnya, militer Israel dijadikan teman bagi sipil dengan melibatkan berbagai urusan sipil
dengan kesepakatan bersama militer untuk menghindari korporatisme dalam militer yang akan
mengganggu nilai profesionalisme.24

22

Mooney, Ibid.
Peri, Yoram. 2002. “The Israeli Military and Israel’s Palestinian Policy”. United States Institute of Peace”.
Washington. Hlm: 12
24
Ibid.

23

17

Bentuk saling kontrol antara sipil dan militer ini, juga bentuk kerja sama yang melibatkan
militer dalam urusan keamanan berupa legislasi hingga praktis, menumbuhkan peran besar
militer dalam kehidupan sosial masyarakat Israel. Hal ini diperlukan sebab militer bukan hanya
bersifat “alat tempur” bagi negara, tetapi juga rekan dalam mencapai konsensus. Dengan kata
lain, secara simultan mekanisme kontrol sipil yang terdapat dari mekanisme internal dan
eksternal militer, terutama internalisasi nilai loyalitas kepada pimpinan politik.25 Harmonisasi ini
juga dijaga pihak sipil Israel berhubungan dengan tingkat kebutuhan keamanan yang
memerlukannya kerja sama antara sipil dan militer. Kebijakan keamanan tidak hanya diputuskan
oleh satu pihak yaitu pemerintah (yang pada umumnya terjadi di negara Timur Tengah lainnya)
tetapi juga oleh pihak militer yang mengetahui sejauhmana kebutuhan keamanan diperlukan.
Oleh karena itu, singkat kata militer di Israel memperoleh profesionalisme melalui pola sipilisasi.
Harmonisasi yang mempengaruhi profesionalisme dalam tubuh militer Israel ini dapat
tercapai juga dipengaruhi oleh faktor elit kedua kubu. Jika kedua kubu memiliki pemahaman
yang berbeda akan suatu kebijakan maka tingkat resistensi dari salah satu pihak akan muncul,
bisa melalui opresi terhadap salah satu aktor. Meskipun perbedaan merupakan hal yang tidak
bisa dihindarkan, maka konsensus antara elit kedua kubu harus menjadi pembatas kemufakatan
yang dijalankan bersama. Dan melalui kontrol dari kedua pihak, maka profesionalitas militer
tetap terjaga integral dengan harmonisasi kedua belah pihak. Peri menjelaskan bahwa kondisi
sipil militer di Israel sebagai “politik-militer partnership”, dimana pemerintah tidak hanya
“memperalat” militer untuk mengorbankan nyawa demi kepentingan keamanan sipil, tetapi juga
berperan dalam kehidupan sosial.
Analisis Hubungan Sipil Militer dan Profesionalisme Militer di Turki dan Israel
Kekuatan militer di Turki dan Israel memiliki kekuatan yang terkuat di Timur Tengah,
selain itu kedua negara ini merupakan negara paling demokratis di samping Lebanon, Tunisia
dan Morocco menurut Freedom House. Namun militer yang tidak profesional di Turki terbukti
dengan beberapa kali kudeta yang diprakarsai oleh militer, membuktikan tidak harmonisnya
hubungan pemerintah yang merupakan representasi sipil (demokrasi) dengan militer. Mengingat
kembali argumen Huntington yang menyatakan tendensi konflik antar kedua belah pihak, salah
satu faktor penentunya adalah seberapa besar alokasi sosial dan ekonomi yang disediakan oleh
25

Peri, Ibid. hlm.12.

18

pemerintah untuk kesejahteraan baik secara sosial maupun ekonomi dengan militer. “mature
democracy” menurut Huntington menentukan nilai objektif dan subjektif dalam tubuh kedua
pihak.26
Militer di Turki kental dengan fundamental pendirian negara yaitu Kemalisme, tidak
adanya garis tegas yang membedakan otoritas antara kedua pihak dalam mengatur politikkeamanan menjadikan kedua pihak saling melampaui batasnya. Militer di Turki cenderung untuk
bersikap tidak koperatif dengan menilai dari perspektif subjektif militer mengenai Kemalisme
yang dijalankan pemerintah. Sehingga militer di Turki merasa memiliki kewajiban untuk
meneggakkan Kemalisme. Kebutuhan akan keamanan yang rendah di Turki (dibandingkan
dengan Israel) menjadikan pemerintah tidak kooperatif dalam membentuk kebijakan mengenai
keamanan publik. Hal yang berbeda jika dibandingkan dengan Israel, dimana pemerintahan
koperatif dengan pihak militer, selain untuk menghindari korporatisme dengan pihak lain, juga
melakukan saling kontrol antara kedua pihak. Militer di Israel dilibatkan dalam urusan publik
terkait keamanan mulai dari proses legislasi hingga masalah praktis. Huntington menyatakan
tingkat konflik sipil dan militer ditentukan dari intensitas kebutuhan keamanan dan dinamika
sosial dan kekuatan pola yang berkembang.27 Sehingga harmonisasi yang dibentuk oleh
pemerintah bersama militer akan mempengaruhi pola nilai sipil dalam memandang militer.
Pemerintahan Israel menyadari bahwa militer merupakan pihak yang penting untuk dijadikan
garda pemerintahan, selain fungsi keamanan publik juga kontrol publik. Begitu juga dengan
penetapan jumlah anggaran yang disediakan untuk kebutuhan militer. Huntington pada bukunya
menyatakan bahwa pemerintahan Amerika menjaga keharmonisan dengan militer, dikala
keamanan bukan merupakan isu yang besar, namun anggaran untuk kesejahteraan dan kebutuhan
militer tidak dikurangi.

Kesimpulan
Melihat perbedaan hubungan antara pemerintah (sipil) dengan Militer di Turki dan Israel,
terdapat beberapa hal yang terlihat. Salah satunya adalah bagaimana pemerintah melibatkan
militer dalam segala urusan sipil yang dilakukan oleh Israel. pemerintah Israel sendiri
26

Ibid, Huntington, dalam Peri. hlm. 12.
Ibid, hlm. 2.

27

19

menjadikan militer seperti „teman‟ dimana keduanya tetap menjaga keharmonisan yang
menetukan kestabilan negara Israel. Berbeda dengan Turki yang tidak terlalu baik hubungan
antara militer dengan sipil. Sebenarnya hubungan militer Turki terhadap pemerintah pada awal
pemerintahan setiap pemilihan umum terbilang baik, akan tetapi sering kali setelah beberapa
lama pemerintah menjabat, terdapat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan melenceng dari
nilai-nilai Kemalisme Ataturk, sehingga dalam hal ini militer dengan sipil sering bersitegang.
Kebutuhan akan keamanan pada suatu negara pun berpengaruh terhadap profesionalisme militer.
Seperti yang kita lihat bahwa pemerintah Israel terlihat sangat membutuhkan militer dalam isu
kemanan, pertahanan, sosial dan ekonomi. Berbeda dengan Turki yang terlihat kurang dari apa
yang dilakukan Israel. Sehingga tingkat kebutuhan keamanan negara pada militer, keterlibatan
militer dalam isu sosial mempengaruhi resistensi militer terhadap masyarakat sosial dan berujung
pada profesionalisme militer.

20

DAFTAR PUSTAKA
Ansary, Dari Puncak Bagdad : Sejarah Dunia Versi Islam. 2012. Penerbit Zaman : Jakarta.
Aydinli, Ersel. 2006. The Turkish Military’s March toward Europe, Journal of Council on
Foreign Relations.
Buente, Marco. 2011. “Burma’s Transition to “Disciplined Democracy” Abdication or
Institusionalization of Military Rule?”. Working Papers. Giga Research.
Fiaji, Reksa. 2013. Analisis Kemenangan Adalet Ve Kalkinma Partisi(AKP) Dalam Pemilu Turki
2011, Jurnal Hubungan Internasional Fisip Unmul.
Huntington, P. Samuel. 1957. The Soldier and The State: The Theory and Politics Civil-military
Relations, Harvard University Press, Cambridge.
Huntington, Samuel P. 1985. “The Soldier adn The State: The Theory and Politics of CivilMilitary Relations”. The Belknap Press of Harvard University Press. United States.
Leoczowski. George. 1962.“The Middle East In The World Affairs”.NewYork: TP.
Momayezi, Nasser. 1998. Civil-Military Relations in Turkey, International Journal on World
Peace, Vol. 15, No. 3.
Mooney, Thomas K. 1991. “Military Intervention, Kemalism, and Politics in Turkey”.
University of Rhode Island.
Siaroff, Alan. 2009. “Comparing Peri, Yoram. 2002. “The Israeli Military and Israel’s
Palestinian Policy”. United States Institute of Peace”. Washington.
Sihbudi, Riza. 2007. Menyandra Timur Tengah : Kebijakan AS dan Israel atas Negara -Negara
Muslim, Mizan : Jakarta.
Wenger, Martha. 1989. Turkey in the Age of Glanost, Middle East Research and Information
Project Jorunal.
Daftar Internet :
Febrina,
Meutia
diakses
melalui
HYPERLINK
"http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/1100856/daftar-negara-penghasilminyak-terbesar-di-dunia"
http://economy.okezone.com/read/2015/02/03/213/1100852121.
Yulianto, Agus diakses melalui http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestinaisrael/16/12/10/ohz3t0396-naftali-bannet-ada-upaya-kudeta-militer-di-israel pada Rabu
14 Desember 2016 pukul 01.28 WIB.

21

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24