Pemodelan Saluran Sungai Bawah Tanah Goa

Pemodelan Saluran Sungai Bawah Tanah Goa Saleh Pada Morfologi Karst Daerah
Pattunuangasue Kabupaten Maros Menggunakan Metode Geolistrik

IVAN TASLIM 1)
1

) Program studi Geografi, Universitas Muhammadiyah Gorontalo

SARI
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya air bawah
permukaan (sungai bawah tanah di Goa Saleh) pada morfologi karst Maros. Identifikasi
saluran sungai bawah tanah Goa Saleh menggunakan pengukuran resistivitas metode
geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger dikompilasikan dengan data pemetaan dimensi
Goa Saleh, serta pengukuran kekar dan pemetaan topografi. Pengukuran geolistrik terdiri dari
9 lintasan, diperoleh penampang resistivitas 2D dan 3D menunjukkan alur Goa teridentifikasi
melalui harga resistivitas yang tinggi berkisar ρ>2000 Ωm. Goa Saleh memiliki panjang
lorong sekitar 200m, dimana saluran sungai bawah tanah teridentifikasi di kedalaman 84-110
mdpl berarah N 320o E atau mengarah dari Tenggara ke Barat laut. Hal ini sesuai dengan
hasil pengukuran pola rekahan (strike/dip) di lokasi penelitian yang menunjukkan pola
rekahan dominan berarah sama dengan aliran sungai bawah tanah di Goa Saleh. Kompilasi
metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat mengidentifikasi potensi sumber daya air

yang terletak di bawah permukaan pada morfologi karst.
Kata Kunci : Morfologi karst Maros, Sungai bawah tanah, Geolistrik , Goa Saleh.

ABSTRACT
This study aimed to identify potential subsurface water resources (underground river in Saleh
Cave) on the Maros karst morphology. Identification of an underground river channel at
Saleh Cave using resistivity measurements geoelectric method Wenner-Schlumberger
configuration compiled with Saleh Cave dimensional mapping data, as well as muscular and
topographical measurements. Geoelectric measurement consists of 9 tracks, acquired 2D and
3D resistivity cross-section shows the flow of the cave identified through the high resistivity
range ρ> 2000 Ωm. Goa Saleh has a long corridor about 200m, where an underground river
channel identified at a depth of 84-110 meters above sea level trending N320oE or leads from
the Southeast to the Northwest. This is consist with the results of measurements of the
fracture pattern (strike / dip) in the study site showing the same pattern of dominant fractures
trending with underground streams in Saleh Cave. Compilation method used in this research
can identify potential water resources that located beneath the surface karst morphology.
Keywords: Karst Maros morphology, Underground river, Geoelectricity, Saleh Cave.

I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah dan bentang alam yang beraneka
ragam serta bernilai strategis dan penting. Salah satu bentang alam tersebut adalah karst.
Kawasan karst adalah bentang alam yang terbentuk oleh proses pelarutan batuan. Syarat yang
harus terpenuhi untuk terbentuknya karst menurut Ritter (1978) adalah terdiri dari kalsit atau
dolomit yang murni, masif, keras dan kristalin dengan ketebalan lebih dari seratus meter,
berlapis baik dan banyak rekahan serta tereksresi oleh relief di atas permukaan lereng yang
tinggi, sehingga dapat memudahkan sistem sirkulasi aliran air. Kawasan Karst Maros
memiliki tipe karst menara (tower karst) di Provinsi Sulawesi Selatan yang dicirikan oleh
bukit-bukit berlereng terjal membentuk bangun menara.
Kawasan karst pada dasarnya terbagi atas 2 yakni eksokarst dan endokarst. Eksokarst
merupakan morfologi yang tampak di permukaan karst misalnya polje, uvala, dan dolina,
sedangkan endokarst merupakan morfologi bawah permukaan karst misalnya saluran/lorong
goa, stalaktit, stalakmit, heliktit, sungai bawah tanah dan sebagainya. Karst merupakan suatu
komplek fenomena geologi dengan sistem hidrologi yang sangat spesifik, tersusun atas
batuan yang bersifat mudah larut seperti batugamping, dolomit, gipsum, dan batuan lain yang
mudah larut (Milanovic, 1981). Karst merupakan manifestasi dari pelarutan jenis batuan
terutama batugamping oleh aktifitas air hujan. Secara fisik, kawasan kars merupakan daerah
yang kering dan tandus, sehingga penduduk yang tinggal di daerah tersebut mengalami
kekurangan air, terutama di musim kemarau. Permasalahan kekeringan di kawasan karst

sebenarnya dapat diatasi, mengingat potensi sumberdaya air yang dimilikinya sangat
melimpah. Permasalahannya adalah perilaku air di kawasan karst membentuk sistem
hidrologi yang khas dan rumit dan berkembang melalui sistem rekahan dan saluran bawah
permukaan sehingga sulit untuk mengetahui posisi serta potensinya.
Dari sudut pandang hidrogeologi, zona lemah pada batuan (kekar, rekahan, sesar) merupakan
struktur geologi yang sangat berperan dalam mengontrol sistem hidrogeologi karst atau aliran
sungai bawah permukaan. Fluida, dalam hal ini air, memiliki kecenderungan mengalir
melalui zona lemah pada batuan yang secara morfologi ditunjukkan oleh adanya kelurusan–
kelurusan morfologi (Setiawan, dkk., 2008). Berdasarkan atas hal tersebut, maka diperlukan
suatu penelitian dalam identifikasi saluran sungai bawah tanah pada morfologi karst berbasis
pemodelan, untuk melihat pola aliran yang berpotensi sebagai sumberdaya air bawah
permukaan. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan hasil gambaran berupa model potensi
sumber daya air bawah permukaan morfologi karst Maros khususnya di wilayah Goa Saleh,
sehingga dapat dijadikan bahan rujukan dalam perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan
sumberdaya air tersebut dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitarnya.
1.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Maros, Kecamatan Simbang, Desa Pattunuangasue
dengan posisi geografis 5o2’59.40” S-119o43’17.16” E. Peta tunjuk lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini:


Gambar 1. Peta tunjuk lokasi penelitian
(Sumber: Foto Citra Satelite GoogleEarth, 2014)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi saluran sungai bawah tanah
sebagai potensi sumberdaya air pada Goa Saleh di kawasan morfologi karst Maros
berbasiskan pemodelan pengukuran metode geofisika (geolistrik) yang didukung dengan
metode geologi (struktur geologi) serta metode pemetaan topografi dan goa .
II. KONDISI KAWASAN KARST MAROS
2.1. Geologi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Bantaeng dan Sinjai
oleh Sukamto dan Supriatna, 1982 (Gambar 2). Kondisi geologi regional daerah penelitian
didominasi oleh satuan batu gamping Formasi Tonasa (Temt) yang berumur Eosen Akhir
(40-35 juta tahun) hingga Miosen Tengah (15-10 juta tahun). Secara umum ketebalan formasi
ini dapat mencapai 3000 meter dan menindih secara selaras batupasir Formasi Mallawa serta
tertindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik Formasi Camba.

Gambar 2. Peta geologi regional daerah penelitian
(Sumber: Sukamto dan Supriatna, 1982)
Di beberapa tempat batuan karbonat ini diterobos oleh batuan beku berupa sill dan retas.
Struktur geologi yang berkembang sangat intensif dimulai pada kala Miosen Tengah yang

membentuk beberapa patahan utama berarah barat laut-tenggara yang diikuti oleh strukturstruktur minor, baik berupa patahan maupun rekahan (Sukamto dan Supriatna, 1982).
Karst Maros merupakan morfologi tipe karst menara di Indonesia. Batugamping
pembentuknya adalah anggota formasi tonasa yang mengalami tektonik dan penerobosan
oleh batuan beku. Dalam pandangan geologi, jenis batugamping dan tektonik merupakan dua
faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan karst. Pola-pola struktur geologi berarah
relatif ke baratdaya-timurlaut (Husein, 2007). Adanya proses tektonik yang berlangsung
dalam pembentukan Pulau Sulawesi serta letaknya pada daerah beriklim tropis merupakan
faktor pendorong atas pembentukan morfologi karst yang ada di Maros dimulai sejak masa
pasca Miosen tengah, akhir Pliosen dan Kuarter.

2.2. Geomorfologi Karst Maros
Perubahan bentang alam sangat dipengaruhi oleh proses-proses geologi. Proses- proses
geologi adalah semua aktifitas yang terjadi di bumi oleh tenaga yang berasal dari bawah
permukaan (endogen) maupun yang berasal dari atas permukaan (eksogen). Bentang alam
yang dihasilkan dari proses geologi tersebut adalah bentang alam struktural, bentang alam
gunung api dan bentang alam karst (Noor, 2011). Saat ini istilah karst telah diadopsi untuk
istilah bentuklahan hasil proses perlarutan (Raguz, 2008). Sedang menurut Field (2002,
dalam Bonacci, 2009) karst didefinisikan sebagai daerah yang umumnya dicirikan oleh
keberadaan batugamping atau dolomit, di mana bentang alamnya dibentuk oleh proses
pelarutan batuan, dan yang ditandai dengan keberadaan sinkhole, aliran permukaan yang

menghilang, lekuk tertutup, drainase atau saluran bawah tanah dan goa-goa. Adanya lekuk
tertutup pada permukaan yang sangat luas, sistem drainase bawah tanah yang berkembang
dengan baik, dicirikan oleh adanya interaksi antara sirkulasi air permukaan dan air bawah
permukaan karst. Akibat tingkat infiltrasi yang sangat tinggi, maka aliran permukaan jarang
ditemukan dibanding dengan bentangalam bukan karst.
Daerah karst mempunyai ciri khas tersendiri yang ditandai dengan jarangnya ditemui aliran
permukaan. Air hujan yang meresap ditemukan di bawah tanah yang keluar dari saluran
yang telah mengalami pelebaran, dan terkadang menjadi cukup luas membentuk sebuah goa
(Hiscock, 2005). Karst Maros termasuk fase III, karena bukit-bukitnya yang berlereng terjal
masih mengelompok, namun dijumpai pula bukit-bukit yang terpisah oleh dataran rendah
dari perbukitan utama sehingga menjadi petunjuk fase IV (Sunarto, 1997). Metode klasik
untuk pemetaan bentuk-bentuk bentang alam adalah melalui cara mengkaji garis kontur yang
menetapkan bahwa geometri secara detail harus ditentukan dilapangan dibandingkan dengan
yang hanya ditemukan dalam peta kontur (Noor, 2011).
2.3. Hidrologi Regional Daerah Penelitian
Berdasarkan hasil pemetaan sebaran air tanah di Kabupaten Maros dari Dinas Pertambangan
dan Energi Provinsi Sulawesi Selatan (2004), dapat dilihat bahwa daerah penelitian
merupakan wilayah air tanah karst dengan produktivitas akuifer tinggi hingga sedang yaitu
sekitar 10-80 liter/detik (Gambar 3). Di sebelah timur dari daerah penelitian didominasi oleh
wilayah air tanah batuan gunung api dengan akuifer produktif sangat kecil/langka. Sedang di

sebelah selatan daerah penelitian merupakan wilayah air tanah batuan sedimen dengan
produktif akuifer sedang hingga kecil sekitar 2-3 liter/detik. Di beberapa tempat
diklasifikasikan sebagai wilayah air tanah payau yaitu di sebelah barat daerah penelitian yang
berbatasan langsung dengan Selat Makassar, wilayah air tanah dataran akuifer produktif
sedang (2-5 liter/detik) di sebelah barat daerah penelitian memanjang ke arah selatan dan
daerah batuan beku terobosan/intrusi tersebar di beberapa tempat di Kabupaten Maros yang
merupakan wilayah air tanah langka.
2.4. Karstifikasi
Proses terbentuknya karst sering disebut dengan proses karstifikasi. Proses karstifikasi atau
juga pelarutan diawali oleh CO2 didalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil
terurai menjadi H− dan HCO2−. Ion H− inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi

Ca2+ dan HCO2− (Haryono dan Adji, 2004). Secara ringkas proses pelarutan dirumuskan
dengan reaksi kimia yang disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3. Peta sebaran wilayah air tanah Kab. Maros
(Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi, 2004)

Gambar 4. Skema Proses Pelarutan Batu Gamping
(Trudgil,1985 dalam Haryono dan Adji, 2004)


III. METODE PENELITIAN
Penelitian dengan objek studi Goa Saleh dilakukan untuk identifikasi saluran sungai bawah
tanah yang mengalir di bawah permukaan morfologi karst berbasiskan pemodelan, dengan
salahsatu metode geofisika yaitu geolistrik. Pengukuran geolistrik dilakukan dengan
menggunakan alat geolistrik tipe S-Field multichannel yang terhubung dengan seperangkat
komputer/laptop. Alat S-Field multichannel akan dihubungkan dengan 16 buah elektroda
pada lintasan kabel pengukuran yang berfungsi sebagai penginjeksi arus ke bawah tanah.
Data yang didapatkan berupa harga tahanan jenis (resistivity) setiap lapisan tanah dan batuan
bawah permukaan yang direkam pada aplikasi GeoRes pada sebuah perangkat
komputer/laptop. Pengambilan data dengan metode geolistrik menggunakan konfigurasi
Wenner-Schlumberger untuk 9 lintasan pengukuran (Gambar 7(a)). Data yang diperoleh akan
diolah dengan menggunakan software Res2DInv yang hasilnya berupa penampang resistivitas
2 Dimensi (2D) bawah permukaan lalu dikompilasikan dengan hasil koreksi titik GPS
menggunakan software Voxler untuk mendapatkan penampang resistivitas 3 Dimensi (3D).
Sebagai pendukung data pengukuran geolistrik, dilakukan juga pemetaan topografi untuk
menggambarkan pengaruh elevasi/ketinggian bentang lahan karst di lokasi penelitian
terhadap proses geologi melalui pengkajian garis kontur. Pengukuran dilakukan sebanyak
224 titik dengan batas 200 m ke arah utara-selatan, 200 m ke arah barat-timur. dengan
menggunakan GPS Garmin tipe 62s. Data yang diperoleh berupa koordinat (x,y,z) dalam

UTM setiap titik, yang selanjutnya diolah dengan menggunakan software Surfer v10.
Pemetaan lorong/saluran bawah tanah (Goa Saleh) dilakukan secara manual yaitu dengan
metode langkah-kompas. Data yang didapatkan di setiap stasiun pengamatan berupa jarak
antar stasiun, jarak lantai-atap goa (tinggi), dan jarak kiri-kanan goa (lebar). Data tersebut
akan diolah dengan menggunakan software Survex dan Speleoliti yang selanjutnya akan di
kompilasikan dengan data pengukuran geolistrik. Pengukuran struktur geologi (strike/dip)
dalam hal ini arah dominan pola rekahan dengan menggunakan sebuah kompas geologi dan
pita ukur, yang datanya diolah dengan software DIPS. Dari model Diagram Rose yang
dihasilkan, akan digunakan untuk melihat pengaruh pola rekahan dominan terhadap
perkembangan arah lorong/saluran bawah permukaan (Goa Saleh).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Interpretasi Tahanan Jenis/Resistivity
Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa pada lokasi penelitian kawasan Karst Maros
didominasi oleh batugamping yang memiliki nilai resistivitas 50-400 Ωm. Udara memiliki
nilai resistivitas yang sangat tinggi berkisar ρ>2000 Ωm. Karena Goa berisikan udara, jadi
untuk identifikasi alur Goa maka perlu diperhatikan bagian dari penampang tahanan jenis
yang bernilai ρ>2000 Ωm. Untuk membantu dalam menginterpretasikan alur Goa, terlebih
dahulu hasil inversi dari pengukuran geolistrik tahanan jenis disamakan dengan interval nilai
resistivitas tiap lintasan. Sehingga dapat dikategorikan bagian dari penampang resistivitas
yang memiliki nilai yang sangat besar ρ>2000 Ωm diprediksi sebagai saluran/lorong Goa

Saleh di bawah permukaan.

Lintasan 1-Lintasan 5
Lintasan 1- Lintasan 5

Gambar 5. Penampang resistivitas lintasan 1- lintasan 5
Nilai resistivitas yang dihasilkan dari inversi tahanan jenis 2D berkisar 20-6000 Ωm dengan
kedalaman 32 meter. Pada Gambar 5, berdasarkan penggolongan dari zona yang telah
dilakukan diperoleh interpretasi bahwa zona resistivitas tinggi merupakan udara yang
ditafsirkan sebagai alur dari Goa Saleh yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna
ungu-ungu tua namun terpisah pada kedalaman 2,5-13 meter dan kedalaman 32 meter. Pada
daerah di sekitarnya, dengan nilai resistivitas 50-400 Ωm diinterpretasikan sebagai batu
gamping yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna kuning-merah. Zona resistivitas
rendah sebesar 20-40 Ωm yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna biru muda-biru
tua.

Lintasan 6-Lintasan 9
Lintasan 6- Lintasan 9

Gambar 6. Penampang resistivitas lintasan 6 - lintasan 9

Nilai resistivitas yang dihasilkan dari inversi tahanan jenis 2D berkisar 20-6000 Ωm dengan
kedalaman 32 meter. Pada Gambar 6, berdasarkan penggolongan dari zona yang telah
dilakukan diperoleh interpretasi bahwa zona resistivitas tinggi merupakan udara yang
ditafsirkan sebagai alur dari Goa Saleh yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna
ungu-ungu tua. Terdapat dua zona yang memiliki resistivitas tinggi dan saling terpisah sesuai
dengan jarak dan kedalaman. Pada daerah di sekitarnya, dengan nilai resistivitas 50-400 Ωm
diinterpretasikan sebagai batu gamping yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna
kuning-merah dan mendominasi dari penampang resistivitas. Zona resistivitas rendah sebesar
20-40 Ωm yang mewakili nilai resistivitasnya adalah warna biru muda-biru tua.
Penggabungan penampang resistivitas 2D dan perpotongan antara tiap lintasan pada
pengukuran metode geolistrik Wenner-Schlumberger di kawasan Goa Saleh dapat dilihat
pada Gambar 7(b). Berdasarkan penggolongan dari zona yang telah dilakukan diperoleh
interpretasi bahwa zona resistivitas tinggi merupakan udara yang ditafsirkan sebagai lorong
dari Goa Saleh yang ditandai oleh nilai resistivitas dengan warna ungu-ungu tua. Penampang
resistivitas 3D menggunakan voxler Gambar 7(c), warna ungu merupakan gambaran dari
resistivitas yang memiliki nilai tinggi sehingga diinterpretasi sebagai lorong Goa Saleh
dengan nilai kisaran 1500-2000 Ωm.

(a)

(b)

(c)

Gambar 7. (a). Skema lintasan pengukuran geolistrik,
7.(b). Penampang resistivitas 2D dengan software Res2DInv,
7.(c). Penampang resistivitas 3D dengan software Voxler
4.2. Analisis Topografi
Pengukuran topografi bertujuan untuk menggambarkan elevasi morfologi kasrt yang
dipengaruhi proses geologi melalui pengkajian garis kontur. Data pengukuran sebanyak 224
titik dengan batas pengukuran 200 m ke arah utara-selatan dan 300 m ke arah barat-timur
dengan koordinat (X,Y,Z) dalam UTM dari tiap titik pengukuran, seperti pada Gambar 8:

Gambar 8. Elevasi permukaan morfologi karst lokasi penelitian
(2Dimensi)
Berdasarkan Gambar 8, model kontur yang rapat dan ketinggian dari titik pengambilan data
menunjukkan bahwa lokasi karst Goa Saleh terdiri dari perbukitan bentanglahan karst yang
tinggi, terjal, dan terpisah antar bukit serta beberapa lekuk lembah. Mulut/entry Goa Saleh
berada pada koordinat (9441212, 801764) dengan ketinggian 139 m. Adapun beberapa titik
yang memiliki kedalaman 136-144 m yang ditunjukkan dengan warna biru yaitu berada pada
sisi sebelah barat Goa Saleh. Ketinggian maksimum sebesar 196 m terletak di sebelah timur
laut dari Goa Saleh. Adanya variasi elevasi pada bentanglahan karst di lokasi penelitian
merupakan salahsatu faktor pengontrol, selain pengaruh curah hujan tinggi, intensifnya
proses karstifikasi berlangsung terus menerus sehingga mempengaruhi pembentukan saluran
atau lorong goa dan aliran sungai bawah tanah.
4.3. Analisis Struktur Geologi (Pola Rekahan)
Pengukuran pola rekahan/kekar dilakukan secara acak meliputi strike dan dip, panjang,
bukaan dan isian kekar. Hasil rekonstruksi sistem rekahan berupa model Diagram Rose
(Rosette plot) pada Gambar 9, didapatkan dari pengolahan data hasil pengukuran kekar di
lokasi penelitian yang diolah dengan menggunakan software Dips sehingga didapatkan arah
berkisar ke Baratdaya (N245o E) dan Barat laut (N 320o E). Dari model Diagram Rosette,
dapat disimpulkan bahwa sistem/pola rekahan berarah Baratdaya yaitu N 65o E-N 245o E
relatif searah dengan sistem perGoaan yang merupakan lorong kering, dan berarah tenggara
ke arah barat laut N 320o E relatif searah dengan sistem perGoaan yang merupakan lorong
sungai bawah tanah Goa Saleh.
Pola rekahan permukaan dan bawah permukaan di kawasan karst merupakan zona
permeabilitas yang baik untuk tersalurkannya air limpasan permukaan menjadi aliran bawah
permukaan. Pola rekahan merupakan salahsatu faktor pengontrol keberadaan aliran di bawah
permukaan selain sifat larut batuan, ketebalan dan tingkat kekompakan batuannya. Pola
rekahan/kekar yang didapatkan di lokasi penelitian berfungsi sebagai daerah imbuhan air
tanah, sehingga diperkirakan mengendalikan debit air sungai bawah tanah yang mengalir
pada saluran/lorong Goa Saleh.

Gambar 9. Rekonstruksi struktur geologi (pola rekahan) di
overlay dengan peta 1Dimensi lorong Goa Saleh
4.4. Peta Lorong Goa Saleh
Berdasarkan pengukuran lorong goa, secara garis besar ada tiga besaran fisis yang diperlukan
untuk pemetaan goa yakni panjang antar stasiun, sudut kemiringan antar stasiun, dan arah
antar stasiun. Dari hasil pengukuran lorong goa, diperoleh bentukan lorong goa Saleh hasil
pengolahan data dengan menggunakan software survex. Pada Gambar 10 dapat dilihat stasiun
tempat merekam data yang diperlukan yang ditandai dengan penomoran tiap stasiun. Panjang
lorong goa yakni 200 m dengan nilai kedalaman bervariasi antara 84-130 mdpl. Kedalaman
minimum sebesar 84 mdpl yang ditunjukkan dengan warna biru dan kedalaman maksimum
sebesar 130 mdpl yang ditunjukkan warna merah yang merupakan mulut goa.

Gambar 10. Peta 2D Goa Saleh (survex)

Stasiun 0 merupakan mulut Goa, kemudian stasiun 1-5 merupakan bongkah yang terjadi
karena akibat proses geologi. Dari stasiun 5 menuju 6 terdapat percabangan sehingga akan
dibedakan menjadi dua nama stasiun yaitu stasiun 6 dan stasiun 6b pada sisi yang satunya.
Stasiun 6-7 terdapat lubang sempit dan selanjutnya stasiun 7-10 merupakan tempat yang
berlumpur tetapi kering. Stasiun 10-11 merupakan percabangan dua sungai. Sungai pertama
yakni pada stasiun 11-12 sedangkan sungai kedua pada stasiun 10-16a, diujung stasiun 16a17a adalah lokasi yang diduga terhubung dengan air terjun. Stasiun 12-15 merupakan lokasi
yang terletak di samping sungai pertama. Stasiun 5-20b merupakan lorong yang berada dalam
kondisi kering dan stasiun 21b merupakan ujung dari lorong kering tersebut. Peta Goa Saleh
secara 3 Dimensi (3D) diperlihatkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 11. (a). Peta 3D Goa Saleh (survex), 11.(b). Peta 3D
Goa Saleh (voxler)
Identifikasi saluran bawah permukaan Goa Saleh bentuk 3 dimensi kawasan karst Maros
dilakukan dengan mengkompilasi hasil pengukuran lorong Goa, morfologi permukaan atas
Goa dan penampang resistivitas batuan. Dari ketiga acuan data tersebut maka akan terlihat
bagaimana kecocokan dari pengukuran lorong Goa, morfologi dan resistivitas dengan metode
geolistrik konfigurasi Wenner-Schlumberger.

Kompilasi Morfologi, Lorong Goa dan Resistivitas 3D

Gambar 12. Kompilasi morfologi, peta lorong Goa Saleh dan
inversi resistivitas 3D
Pada Gambar 12 merupakan simulasi 3D hasil kompilasi dari lorong goa, morfologi dan
resistivitas yang diolah dengan perangkat Voxler. Tujuan dari kompilasi tersebut yaitu untuk
mengidentifikasi sistem/saluran pada kawasan karst Goa Saleh dengan menemukan
kecocokan dari tiga pengukuran tersebut. Pada Gambar 13 membandingkan antara lorong
Goa dan nilai resistivitas untuk mengidentifikasi sistem Goa dengan menggunakan nilai
resistivitas yang tinggi.

Gambar 13. Perbandingan lorong Goa dan resistivitas Goa
V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan analisis dan interpretasi data adalah:
1. Data pengukuran geolistrik dan data pemetaan Goa Saleh menunjukkan bahwa alur Goa
dapat teridentifikasi melalui nilai resistivitas yang sangat tinggi berkisar ρ>2000 Ωm.
Diketahui bahwa panjang lorong Goa Saleh yakni sekitar 200 m dengan kedalaman bervariasi
antara 84-130 mdpl. Saluran sungai bawah tanah teridentifikasi pada kedalaman 84-110 mdpl
dan mengalir dari arah Tenggara menuju arah Barat laut.

2. Analisis pola rekahan dan peta morfologi di lokasi penelitian didapatkan arah dominan
dari system atau pola rekahan berarah tenggara ke arah barat laut N 320o E relatif searah
dengan sistem pergoaan yang merupakan saluran sungai bawah tanah Goa Saleh. Kondisi
morfologi permukaan yang terdiri atas lereng tinggi, terjal, serta lekuk lembah yang sangat
berperan dalam proses peresapan (infiltrasi) air limpasan permukaan (run off) sehingga
diperkirakan ikut mempengaruhi pelarutan yang intensif dan adanya pembentukan sistem
pergoaan dalam hal ini saluran sungai bawah tanah di Goa Saleh.

DAFTAR PUSTAKA
Bonacci, O. 2009. Sinking, Losing and Underground Karst Streamflows. Sustainability of
The Karst Environment. Dinaric Karst And Other Karst Region. IHP-VII Series on
Groundwater No.2,9-16.
Dinas Pertambangan dan Energi. 2004. Peta Hidrogeologi Kabupaten Maros Dan Pangkep,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Haryono, E dan Adji., 2004. Geomorfologi dan Hidrologi Karst. Yogyakarta, Universitas
Gadjah Mada.
Hiscock, K. M. 2005. Physical Hydrogeology. Hidrogeology Principles and Practice.
Blackwell Publishing, hal 28-29.
Husein,dkk., 2007. Morfotektonik Pembentukan Karst Maros Sulsel. Yogyakarta, Universitas
Gadjah Mada.
Milanovic, P.J., 1981. Karst Hydrogeology. Water Resource Publications.
Noor, D., 2011. Geologi untuk Perencanaan. Yogyakarta, Graha Ilmu.
Raguz, V. 2008. Karst And Waters In It. A Literature Study on Karst in General and on
Problems and Possibilities of Water Management in Karst in Particular. Science Centre.
Physical Geography and Ecosystems Analysis, Lund University. Sölvegatan 12 S-223
62 Lund, Sweden.
Ritter, D.F., 1978, Process Geomorphology,Wm.C.Brown, Dubuque. Lowa.
Setiawan, T., Brahmantyo, B., Irawan, D. E. 2008. Analisis Kelurusan Morfologi Untuk
Interpretasi Hidrogeologi Kars Cijulang, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Prosiding PIT IAGI ke 37, Hotel Horison. Bandung.
Sukamto, R. A. B., Supriatna, S. A.. M. 1982. Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng
dan Sinjai. Direktorat Geologi, Departemen Pertambangan Republik Indonesia
bekerjasama dengan USGS.
Sunarto., 1997. Paleogeomorfologi dalam Analisis Perubahan Lingkungan Kompleks Goa
Karst Maros Sulawesi Selatan. Majalah Geografi Indonesia 19(11): 31-51.