Manfaat Pemakaian Pembalut Herbal Untuk Mencegah Infeksi Saluran Kemih (Evaluasi Pada Mahasiswi Kedokteran yang Belum Menikah

(1)

MANFAAT PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL

UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH

(Evaluasi Pada Mahasiswi Kedokteran yang Belum Menikah)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Disusun Oleh:

Imtiyazi Nabila

1112103000068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.

Alhamdulillah penelitian penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Arif Sumantri, SKM., M. Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD dan dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.

THT-KL selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu membimbing dan mengarahkan saya dalam menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 4. Kedua orang tua saya tercinta, Prof. Drs. H. Muhammad Sirozi,

M.A.Ph.D. dan Dra. Eni Zahara, M.Pd.I

5. Adik-adik saya yang saya sayangi, Izzaty Zephaniah dan Muhammad Fazal Rizvi

6. Seluruh mahasiswa PSPD Angkatan 2012 dan semua teman serta sahabat saya selama masa pre-klinik


(6)

Saya sangat mengharapkan kritik dan saran dalam penelitian ini agar dapat terus dilanjutkan kepada adik-adik di angkatan selanjutnya. Karena Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.

Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 15 Oktober 2015


(7)

vii

ABSTRAK Imtiyazi Nabila

"Manfaat Pemakaian Pembalut Herbal Untuk Mencegah Infeksi Saluran Kemih (Evaluasi Pada Mahasiswi Kedokteran yang Belum Menikah"

Latar Belakang: Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan istilah umum yang dipakai dalam menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Kelompok wanita yang beresiko tinggi mengalami ISK adalah wanita yang sedang mengalami menstruasi. Di Indonesia, hanya sebagian kecil wanita yang menggunakan pembalut herbal selama menstruasi. Untuk itu peneliti ingin memperdalam pengaruh pemakaian pembalut herbal terhadap kejadian ISK dengan menilai profil urin sebagai indikator penegakkan diagnosis ISK.

Metode Penelitian: Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

intervention study dengan desain cross over. Untuk menentukan jumlah sampel tidak bisa menggunakan rumus karena belum ada penelitian sebelumnya. Jadi, sebagai penelitian pendahuluan diambil jumlah sampel sebanyak 30 orang.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 subjek penelitian dengan leukosit >15 pasca menggunakan pembalut non herbal dan nitrit negatif berdasarkan hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan dipstcik urine test.

Kesimpulan: 1. Didapatkan 1 subjek penelitian yang mengalami peningkatan jumlah leukosit pasca menggunakan pembalut non herbal. 2. Tidak didapatkan perbedaan nitrit urin pasca menggunakan pembalut herbal dibandingkan dengan pembalut non herbal

ABSTRACT Imtiyazi Nabila

"Benefits of Using Herbal Pads To Prevent Urinary Tract Infections (Evaluation At the Medical Student Not Married"

Background: Urinary Tract Infection (UTI) is a general term used to indicate the presence of microorganisms in the urine. A group of women at high risk for UTI is women who are menstruating. In Indonesia, only a small proportion of women who use herbal sanitary napkins during menstruation. To the researchers wanted to deepen the effect of the use of herbal pads on the incidence of UTI by assessing the profile of urine as indicators of the diagnosis of UTI

Methods: The method used in this study is the intervention study with cross-over design. To determine the number of samples can not use formula because no previous studies. Thus, as the number of samples taken preliminary study of 30 people.

Results: The results showed that the first subject of research with leukocytes >15 after the use of non herbal pads and negative nitrite based on the results of urinalysis using dipstcik urine test.

Conclusion: 1. Obtained 1 research subjects who experienced an increase in the number of leukocytes after the use of non herbal pads. 2. There were no differences in urinary nitrite after using herbal pads compared with non-herbal pads.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... LEMBAR PERSETUJUAN ... LEMBAR PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ... 1.2 Rumusan masalah ... 1.3 Hipotesis ... 1.4 Tujuan penelitian ... 1.4.1 Tujuan umum ... 1.4.2 Tujuan khusus ... 1.5 Manfaat penelitian ... 1.5.1 Bagi peneliti ... 1.5.2 Bagi institusi ... 1.5.3 Bagi masyarakat ...

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori... 2.1.1 Pembalut wanita... 2.1.2 Jenis pembalut wanita... 2.1.3 Kandungan pembalut herbal... 2.1.4 Fungsi kandungan pembalut herbal... 2.1.5 Anatomi pembalut herbal... 2.1.6 Perbandingan pembalut herbal dan non herbal...

ii iii iv v vii viii xi xii 1 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 7


(9)

ix

2.1.7 Infeksi saluran kemih (ISK)... 2.1.8 Klasifikasi infeksi saluran kemih (ISK)... 2.1.9 Insidens infeksi saluran kemih (ISK)... 2.1.10 Patogenesis infeksi saluran kemih (ISK)...

2.1.10.1. Anatomi urinary tract..... 2.1.10.2. Faktor dari host... 2.1.10.3. Faktor dari mikroorganisme... 2.1.11 Diagnosis infeksi saluran kemih (ISK)………...…………..

2.1.12 Terapi infeksi saluran kemih (ISK)... 2.1.13 Penyulit infeksi saluran kemih (ISK)... 2.1.14 Dipstick urine test... 2.2 Kerangka konsep... 2.3 Kerangka teori... 2.4 Definisi operasional...

BAB 3 METODE PENELITIAN

1.1 Desain penelitian ... 1.2 Waktu dan tempat penelitian ...

1.2.1 Waktu penelitian ... 1.2.2 Tempat penelitian ... 1.3 Populasi dan sampel penelitian ... 3.3.1. Populasi penelitian... 3.3.2. Sampel penelitian... 3.3.3. Kriteria inklusi dan eksklusi... 3.3.3.1. Kriteria inklusi... 3.3.3.2. Kriteria eksklusi... 1.4 Cara kerja penelitian ... 1.4.1 Alat penelitian ... 1.4.2 Bahan penelitian ... 1.4.3 Pengukuran sampel... 3.4.3.1. Urin... 7 7 8 9 9 10 10 11 13 13 14 16 18 20 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 23 23 23 23 23


(10)

3.4.3.2. Dipstick urine test... 3.4.3.3. Cara kerja... 1.5 Pengolahan dan analisis data ... 1.6 Alur penelitian ………... 3.6.1. Desain cross over...

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisitik responden kuesioner dan subjek penelitian... 4.2 Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan

dipstick urine test... 4.3 Rangkuman hasil kuesioner infeksi saluran kemih (ISK)... 4.3.1. Keluhan berkemih... 4.3.2. Perilaku higienitas personal diluar siklus menstruasi... 4.3.3. Perilaku kebiasaan selama menstruasi...

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

24 24 25 26 26

28

30 32 32 33 36

39 39

40 43


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Karakteristik responden kuesioner dan subjek penelitian... Tabel 4.2 Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan

dipstick urine test... Tabel 4.3 Rangkuman hasil kuesioner ISK...

28

30 32


(12)

Lampiran 1. Tabel sebaran keluhan berkemih responden kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 2. Tabel sebaran keluhan berkemih responden kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 3. Tabel sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 4. Tabel sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 5. Tabel sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 6. Tabel sebaran kebiasaan selama menstruasi responden

kuesioner dan subjek penelitian... Lampiran 7. Permohonan ethical approval penelitian... Lampiran 8. Formulir informed consent... Lampiran 9. Pemberian informasi... Lampiran 10. Surat tanda terima komite etik... Lampiran 11. Riwayat penulis...

43

44

45

47

48

49 50 51 52 54 55


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan istilah umum yang dipakai dalam menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105colony forming units (CFU) pada biakan urin.1 Bakteriuria bermakna tanpa disertai manifestasi klinis ISK disebut bakteriuria asimptomatik. Sebaliknya, bakteriuria bermakna disertai manifestasi klinis disebut bakteriuria simptomatik. Infeksi saluran kemih dibagi berdasarkan lokasinya yaitu saluran kemih atas dan bawah.

Setiap individu beresiko mengalami infeksi bakteri pada saluran kemihnya, terutama wanita dewasa. Kelompok wanita yang beresiko tinggi adalah wanita yang sedang mengalami masa menstruasi.

Menstruasi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya ISK karena pengaruh dari sistem endokrin, yaitu hormon estrogen. Selain itu didukung juga dari faktor anatomi sistem urinary wanita yaitu panjang uretra wanita yang hanya berkisar antara 3-4 cm dan letaknya yang berdekatan dengan sistem reproduksi, ostium vagina dan anus. Sehingga, wanita mempunyai risiko lebih besar mengalami ascending infection dari daerah perineum dan sekitarnya.

Penyakit ISK merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% laki-laki dan 0,7% di perempuan. Pada anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4,5% sementara berkurang di laki-laki menjadi 0,5%. Menjelang remaja, insidens ISK bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada laki-laki muda.2

Pemakaian pembalut wanita selama menstruasi juga merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya ISK. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan


(14)

oleh Sinha (2013)3 menyatakan bahwa pemakaian pembalut yang higienis selama menstruasi merupakan hal yang paling penting dengan tujuan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan seperti infeksi saluran reproduksi, infeksi saluran kemih, dan bau tidak sedap pada organ reproduksi dan saluran kemih.

Selain itu, Datta dkk (2012)4 mendapatkan higienitas selama masa menstruasi merupakan komponen terpenting pada wanita, higienitas yang rendah dapat menjadi penyebab terjadinya infeksi saluran kemih, infeksi saluran reproduksi, penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.

Pembalut wanita terdiri dari dua jenis yaitu, pembalut herbal dan pembalut non herbal. Hal yang membedakan diantara kedua jenis pembalut tersebut adalah komposisi herbal alami yang terkandung di dalam pembalut herbal yang tidak hanya berfungsi menyerap darah haid tetapi juga berfungsi sebagai antiseptik.

Huo GZ, et al (1995) dan Alankar (2009)5 yang dirujuk oleh Rachma dijelaskan beberapa komposisi herbal alami beserta fungsinya yang terkandung dalam pembalut herbal. Mai Fang Shi, dengan nama latin

Maifanitum/Mai Fang Stone/Talcum, berkhasiat mengurangi bau busuk. Hal ini dikarenakan bahan ini dapat mencegah perkembangan virus dan bakteri.

Peppermint dengan nama latin Menthae Herb, berfungsi untuk mengurangi nyeri dan memberikan sensasi dingin pada luka. Selain itu, manfaat

peppermint pada proses penyembuhan luka antara lain sebagai antibiotik dan analgesik. Ming Fang (Alumen), berfungsi sebagai antiseptik dan membunuh kuman pada vagina sekaligus pembersih darah beku dalam rahim. Bing Pian, dengan nama latin Borneol/Borneolum, sebagai salah satu bahan yang terkandung dalam pembalut herbal yang dapat mengatasi peradangan, meningkatkan permeabilitas epitel, dan menekan pertumbuhan bakteri. Kuai Mu You, dengan nama latin Agrilariae Lignum, berfungsi mengurangi sakit pada otot dan sendi, mengurangi sakit pinggang dan punggung, mencegah penyakit kulit, meningkatkan sistem peredaran darah, dan mengandung


(15)

pembalut herbal juga mengandung kapas murni (Gossypium) sebagai bahan penyerap utama dan tidak memicu timbulnya kanker serviks.

Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan pemeriksaan urin. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urin. Pada urinalisis dicari kemungkinan adanya sel leukosit, eritrosit, ataupun bakteri. Pemeriksaan kultur urin dimaksudkan untuk menentukan keberadaan bakteri, jenis bakteri, dan sekaligus menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk membunuh bakteri penyebab infeksi. Meskipun kultur urin merupakan standar baku emas untuk penegakkan diagnosis ISK, akan tetapi kelemahan utama dari pemeriksaan kultur urin adalah hasil yang didapat memerlukan waktu yang lama, sekitar 3-5 hari dan dibutuhkan biaya yang cukup mahal, sedangkan penyakit ISK ini sendiri perlu penegakkan diagnosis yang cepat untuk tata laksana selanjutnya.

Dalam penelitian ini, pemeriksaan yang dilakukan sebagai indikator untuk penegakkan diagnosis ISK adalah dip-stick urine test. Dip-stick urine test

merupakan pemeriksaan alternatif yang dapat dilakukan sebelum dilakukan atau didapatkan hasil dari pemeriksaan kultur urin.

Di Indonesia, hanya sebagian kecil wanita yang menggunakan pembalut herbal selama menstruasi. Untuk itu peneliti ingin memperdalam pengaruh pemakaian pembalut herbal terhadap kejadian ISK dengan menilai profil urin sebagai indikator penegakkan diagnosis ISK.

Sampai saat ini belum ada penelitian untuk mengetahui peran penggunaan pembalut herbal untuk mencegah ISK pasca menstruasi. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemakaian pembalut herbal dapat mencegah kejadian ISK ?

1.3Hipotesis


(16)

1.4Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui manfaat pemakaian pembalut herbal dalam mencegah kejadian ISK pasca menstruasi.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui perubahan jumlah leukosit urin sebelum dan sesudah menstruasi pada pengguna pembalut herbal dibandingkan pembalut non herbal.

2. Mengetahui perbedaan proporsi kejadian nitrit urin positif antara pengguna pembalut herbal dengan pengguna pembalut non herbal.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk : 1.5.1 Institusi

a. Berpartisipasi dalam pengembangan penelitian sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

b. Meningkatkan jumlah penelitian original yang tepat guna untuk dapat digunakan di masyarakat.

1.5.2 Peneliti

a. Menambah pengetahuan mengenai efek pemakaian pembalut herbal terhadap kejadian ISK.

b. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.3 Masyarakat

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai efek pemakaian pembalut herbal terhadap profil urin.

b. Menjadi sebuah acuan dalam pemilihan jenis pembalut yang mana yang baik untuk digunakan.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pembalut Wanita

Pembalut wanita adalah sebuah perangkat yang digunakan oleh wanita di saat menstruasi, berfungsi untuk menyerap darah dari vagina. Selain saat menstruasi, pembalut juga digunakan pada saat setelah melahirkan, sesudah aborsi, setelah pembedahan vagina, maupun situasi lainnya yang membutuhkan pembalut untuk menyerap setiap cairan yang berupa perdarahan pada vagina.6

Pembalut dipakai ketika wanita sedang mengalami periode menstruasi dengan tujuan untuk menyerap darah yang keluar. Pembalut digunakan sebagai pemakaian luar, diantara vulva dan pakaian dalam wanita.7

2.1.2. Jenis Pembalut Wanita

Pembalut wanita terdiri dari dua jenis yaitu, pembalut herbal dan pembalut non herbal. Hal yang membedakan diantara kedua jenis pembalut tersebut adalah komposisi herbal alami yang terkandung di dalam pembalut herbal yang tidak hanya berfungsi menyerap darah haid tetapi juga berfungsi sebagai antiseptik. 2.1.3. Kandungan Pembalut Herbal

Huo GZ, et al (1995) dan Alankar (2009)5 yang dirujuk oleh Rachma dijelaskan beberapa komposisi herbal alami beserta fungsinya yang terkandung dalam pembalut herbal. Komposisi yang terkandung dalam pembalut herbal yaitu Mai Fang Shi, dengan nama latin Maifanitum/Mai Fang Stone/Talcum, Peppermint dengan nama latin Menthae Herb, Ming Fang (Alumen), Bing Pian, dengan nama latin Borneol/Borneolum, Kuai Mu You, dengan nama latin Agrilariae Lignum, Selain itu, pembalut herbal juga mengandung kapas murni (Gossypium) sebagai bahan penyerap utama.


(18)

2.1.4. Fungsi Kandungan Pembalut Herbal

Mai Fang Shi, dengan nama latin Maifanitum/Mai Fang Stone/Talcum, berkhasiat mengurangi bau busuk. Hal ini dikarenakan bahan ini dapat mencegah perkembangan virus dan bakteri. Peppermint dengan nama latin

Menthae Herb, berfungsi untuk mengurangi nyeri dan memberikan sensasi dingin pada luka. Selain itu, manfaat peppermint pada proses penyembuhan luka antara lain sebagai antibiotik dan analgesik. Ming Fang (Alumen), berfungsi sebagai antiseptik dan membunuh kuman pada vagina sekaligus pembersih darah beku dalam rahim. Bing Pian, dengan nama latin

Borneol/Borneolum, sebagai salah satu bahan yang terkandung dalam pembalut herbal yang dapat mengatasi peradangan, meningkatkan permeabilitas epitel, dan menekan pertumbuhan bakteri. Kuai Mu You, dengan nama latin Agrilariae Lignum, berfungsi mengurangi sakit pada otot dan sendi, mengurangi sakit pinggang dan punggung, mencegah penyakit kulit, meningkatkan sistem peredaran darah, dan mengandung Phytoncide yang membantu menstabilkan emosi terutama saat haid. Selain itu, pembalut herbal juga mengandung kapas murni (Gossypium) sebagai bahan penyerap utama dan tidak memicu timbulnya kanker serviks.5

2.1.5. Anatomi Pembalut Herbal


(19)

2.1.6. Perbandingan Pembalut Herbal dan Non Herbal

Gambar 2. Perbandingan Pembalut Herbal dan Non Herbal 2.1.7. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan istilah umum yang dipakai dalam menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (CFU) pada biakan urin.1 Bakteriuria bermakna tanpa disertai manifestasi klinis ISK disebut bakteriuria asimptomatik. Sebaliknya, bakteriuria bermakna disertai manifestasi klinis disebut bakteriuria simptomatik. Infeksi saluran kemih dibagi berdasarkan lokasinya yaitu saluran kemih atas dan bawah.

2.1.8. Klasifikasi ISK

Terdapat beberapa istilah dalam ISK, yaitu : 1. ISK uncomplicated (sederhana)

ISK uncomplicated adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran kemih. 2. ISK complicated (rumit).


(20)

ISK complicated adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik atau struktur saluran kemih, atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika.

3. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection

First infection atau isolated infection adalah infeksi saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang didapat setelah sekurang-kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK.

4. Unresolved bakteriuria

Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten (kebal) terhadap pemberian antibiotika yang dipilih.

5. Infeksi berulang

Infeksi berulang adalah timbulnya kembali bakteriuria setelah sebelumnya dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi atau bakteriuria persistent. Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar saluran kemih, sedangkan bakteriuria persistent bakteri penyebab infeksi berasal dari dalam saluran kemih.

2.1.9. Insiden ISK

Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Persentase kejadian ISK pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria. Namun pada masa neonatus ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki (2,7%) yang tidak menjalani sirkumsisi dibandingkan dengan bayi perempuan (0,7%). Dengan bertambahnya usia insiden ISK terbalik, yaitu pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan 3% sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insiden ISK pada usia remaja, anak perempuan meningkat 3,3% sampai 5,8%. Bakteriuria asimptomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka itu meningkat menjadi 20% pada wanita usia lanjut.2


(21)

2.1.10. Patogenesis ISK

Infeksi saluran kemih terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang-biak di dalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui beberapa cara :

1. Ascending infection

2. Hematogen, seperti pada penularan Mycobacterium tuberculosis atau

Staphylococcus aureus

3. Limfogen

4. Langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah terinfeksi

Sebagian besar mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara

ascending infection. Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, preputium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus.18

Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent yang meningkat.19

2.1.10.1. Anatomi urinary tract


(22)

2.1.10.2. Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral maupun imunitas seluler.

Tabel 1. Pertahanan Lokal Tubuh Terhadap Infeksi

2.1.10.3. Faktor dari mikroorganisme

Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat di permukaannya. Pili berfungsi untuk menempel pada urotelium melalui reseptor yang ada di permukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak menimbulkan infeksi pada sistitis) dan tipe pili 2 (yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut). Selain itu beberapa bakteri mempunyai sifat dapat membentuk antigen, menghasilkan toksin (hemolisin), dan menghasilkan enzim urease yang dapat merubah suasana urine menjadi basa.

No. Beberapa faktor pertahanan lokal dari tubuh terhadap suatu infeksi 1. Mekanisme pengosongan urine yang teratur dari vesika urinaria dan gerakan

peristaltik ureter (wash out mechanism)

2. Derajat keasaman (pH) urine yang rendah 3. Adanya ureum di dalam urine

4. Osmolalitas urine yang cukup tinggi 5. Estrogen pada wanita pada usia produktif 6. Panjang uretra pada pria

7. Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic antibacterial factor) yang terdiri atas unsur Zn

8. Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan bakteri pada urotelium


(23)

2.1.11. Diagnosis ISK

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ-organ lain. Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organ-organ berongga (buli-buli, ureter, dan pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan.

1. Pemeriksaan Urin

Pemeriksaan urin merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada ISK. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urin. Pada urinalisis dicari kemungkinan adanya sel leukosit, eritrosit, ataupun bakteri. Pemeriksaan kultur urin dimaksudkan untuk menentukan keberadaan kuman, jenis kuman, dan sekaligus menentukan jenis antibiotika yang cocok untuk membunuh kuman tersebut.

Sel darah putih (leukosit) dapat diperiksa dengan dipstick urine test

maupun secara mikroskopik. Urin dikatakan mengandung leukosit atau

piuria jika secara mikroskopik didapatkan >10 leukosit per mm3 atau terdapat >5 leukosit per lapangan pandang besar. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan >105 cfu (colony forming unit) per mL pada pengambilan urin porsi tengah, sedangkan pada pengambilan urin melalui aspirasi suprapubik dikatakan bakteriuria bermakna jika didapatkan >103 cfu per mL.

Pada pemeriksaan kultur urin, urin dapat diambil dengan cara : 1. Aspirasi suprapubik

Aspirasi suprapubik sering dilakukan pada bayi 2. Kateterisasi per-uretram

Kateterisasi per-uretram dilakukan pada wanita untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri di sekitar introitus vagina.


(24)

3. Midstream urine (urin porsi tengah)

Miksi dengan pengambilan urin porsi tengah.

2. Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menilai adanya proses infeksi atau inflamasi. Jika didapatkan leukositosis, peningkatan laju endap darah, atau didapatkannya sel-sel muda pada sediaan hapusan darah menandakan adanya proses inflamasi akut. Pada keadaan infeksi berat, perlu diperiksa faal ginjal, faal hepar, faal hemostasis, elektrolit darah, analisis gas darah, serta kultur bakteri untuk penanganan ISK secara intensif.

3. Pencitraan

Pada ISK yang berat (complicated) perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab atau sumber terjadinya infeksi. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen bertujuan untuk mengetahui adanya batu radio-opak pada saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis akut. Adanya kekaburan atau hilangnya bayangan garis psoas dan kelainan dari bayangan bentuk ginjal merupakan petunjuk adanya abses perirenal atau abses ginjal. Batu kecil atau batu semiopak kadangkala tidak terlihat pada pemeriksaan foto polos abdomen, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan tomografi.

2. PIV (Particle Image Velocimetry)

PIV adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang menderita ISK complicated. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya pielonefritis akut dan adanya obstruksi saluran kemih, tetapi pemeriksaan ini sulit untuk mendeteksi adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses ginjal pada ginjal yang fungsinya buruk.


(25)

3. Voiding Sistouretrografi

Pemeriksaan ini diperlukan untuk mendeteksi adanya refluks vesiko-ureter, kandung kemih neurogenik, atau divertikulum uretra pada wanita yang sering menyebabkan infeksi berulang.

4. Ultrasonografi

Ultrasonografi adalah pemeriksaan yang sangat berguna untuk mendeteksi adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses pada perirenal atau ginjal.

5. CT scan

Pemeriksaan ini lebih sensitif dalam mendeteksi penyebab ISK daripada PIV atau ultrasonografi, tetapi biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan ini relatif mahal.

2.1.12. Terapi ISK

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis (asymptomatic bacteriuria)

tidak perlu pemberian terapi, tetapi ISK yang telah memberikan keluhan harus segera mendapatkan antibiotik, bahkan jika infeksi cukup parah diperlukan perawatan di rumah sakit guna tirah baring, pemberian hidrasi, dan pemberian medikamentosa secara intravena berupa analgetik dan antibiotik. Antibiotik yang diberikan berdasarkan atas kultur bakteri dan test kepekaan antibiotik.

2.1.13. Penyulit ISK

Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa penyulit, yaitu : 1. Gagal ginjal akut

Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal akan mendesak sistem pelviokalises sehingga menimbulkan gangguan aliran urin. Pada pemeriksaan urogram terlihat spastisitas sistem pelviokalises atau pada pemeriksaan radionuklir, asupan (uptake) zat radioaktif tampak menurun. 2. Urosepsis

Urosepsis dapat menyebabkan nekrosis tubulus ginjal akut. 3. Nekrosis papilla ginjal


(26)

Infeksi ginjal pada pasien diabetes sering menimbulkan pengelupasan papilla ginjal dan nefritis interstialis.

4. Terbentuknya batu saluran kemih

Adanya papilla yang terkelupas akibat infeksi saluran kemih serta debris dari bakteri merupakan nidus pembentukan batu saluran kemih. Selain itu beberapa bakteri yang dapat memecah urea mampu merubah suasana pH urin menjadi basa. Suasana basa ini memungkinkan unsur-unsur pembentuk batu mengendap di dalam urin dan membentuk batu pada saluran kemih.

5. Supurasi atau pembentukan abses

Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menimbulkan abses pada ginjal yang meluas ke rongga perirenal dan bahkan ke pararenal, demikian pula yang mengenai prostat dan testis dapat menimbulkan abses pada prostat dan abses testis.

6. Granuloma

2.1.14. Dipstick Urine Test

Gold standard pemeriksaan urin pada kasus ISK adalah kultur urin, dengan pemeriksaan kultur urin dapat di identifikasi patogen atau bakteri penyebab infeksi. Pemeriksaan kultur urin juga merupakan pemeriksaan yang sensitivitas nya cukup tinggi untuk menegakkan diagnosis ISK. Pemeriksaan lain yang sering digunakan dan tergolong cukup mudah dan praktis dilakukan adalah pemeriksaan dengan menggunakan dip sticks, untuk mendeteksi adanya bakteri atau mendeteksi terjadinya proses inflamasi. Untuk mengetahui jumlah patogen atau bakteri penyebab infeksi, dapat dilakukan pemeriksaan urin mikroskopik dan kultur urin.

1. Dipsticks

Dipsticks urine test merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk memperkuat diagnosis apabila berdasarkan gejala klinis pasien mengarah ke infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi nitrit (produk metabolik yang dihasilkan oleh


(27)

bakteri patogen tertentu pada saluran kemih), leukosit esterase, protein dan darah (penanda terjadinya proses inflamasi pada saluran kemih).

Pemeriksaan dengan dip-stick urine test dapat mendeteksi adanya leukosit esterase, enzim yang terdapat di dalam leukosit neutrofil, yang menggambarkan banyaknya leukosit dalam urin. Sedangkan pemeriksaan nitrit esterase dalam urin merupakan pemeriksaan tidak langsung terhadap bakteri dalam urin, tetapi dapat ditemukan jika nitrat (yang berasal dari makanan) diubah menjadi nitrit oleh bakteri. Sebagian besar kuman Gram negatif dan beberapa kuman Gram positif dapat mengubah nitrat menjadi nitrit, sehingga jika uji nitrit positif berarti terdapat bakteri dalam urin.


(28)

2.2. Kerangka Konsep

Menstruasi

Cairan Elektrolit Darah

Zat Besi Hemoglobin Sodium Tidak mengandung unsur untuk

proses pembekuan darah (prothrombin, thrombin, dan

fibrinogen)

Potasium

ISK Faktor Eksternal: Sikap atau perilaku

Higienitas Seksual Aktif Faktor Internal: Anatomi Sistem Imun Usia Jenis Kelamin Pembalut

Pembalut Herbal Pembalut Non Herbal

Mai Fang Shi Peppermint Ming Fang Bing Pian Kuai Mu You Gossypium m Mencegah perkembangan virus dan bakteri Mengurangi bau busuk Mengurangi nyeri Memberikan sensasi dingin pada luka Antiseptik Membunuh kuman pada vagina Mengatasi peradangan Mengurangi rasa sakit Bahan penyerap Proses inflamasi

berkurang Rayon Dioxin Absorbsi Pemutih bahan

flanel atau kapas pada pembalut Faktor

Mikroorganisme: Virulensi Jumlah bakteri


(29)

Catatan:

1. Usia dikontrol dengan menentukan usia subjek penelitian yaitu wanita dengan rentang usia 18-25 tahun.

2. Faktor internal: Membandingkan pre dan pasca menggunakan pembalut herbal dan non herbal pada orang yang sama.


(30)

2.3. Kerangka Teori

Menstruasi

Cairan Elektrolit Darah

Zat Besi Hemoglobin Sodium Tidak mengandung unsur untuk

proses pembekuan darah (prothrombin, thrombin, dan

fibrinogen)

Potasium

ISK Faktor Eksternal: Sikap atau perilaku

Higienitas Seksual Aktif Faktor Internal: Anatomi Sistem Imun Usia Jenis Kelamin Pembalut

Pembalut Herbal Pembalut Non Herbal

Faktor Mikroorganisme:

Virulensi Jumlah bakteri

Mai Fang Shi Peppermint Ming Fang Bing Pian Kuai Mu You Gossypium m Mencegah perkembangan virus dan bakteri Mengurangi bau busuk Mengurangi nyeri Memberikan sensasi dingin pada luka Antiseptik Membunuh kuman pada vagina Mengatasi peradangan Mengurangi rasa sakit Bahan penyerap Proses inflamasi

berkurang Rayon Dioxin Absorbsi Pemutih bahan

flanel atau kapas pada pembalut Mengurangi faktor risiko

infeksi pada saluran kemih Faktor risiko ISK berkurang

Gejala ISK tidak ada Pemeriksaan urinalisis

dengan menggunakan dipstick urine test Leukosit <15 Nitrit negatif


(31)

Catatan:

1. Usia dikontrol dengan menentukan usia subjek penelitian yaitu wanita dengan rentang usia 18-25 tahun.

2. Faktor internal: Membandingkan pre dan pasca menggunakan pembalut herbal dan non herbal pada orang yang sama.


(32)

2.4. Definisi Operasional

No. Variabel Cara

Pengukuran

Hasil Pengukuran

Jenis Variabel

1. Jumlah

mengkonsumsi air mineral/hari

Kuesioner L/hari Numerik

2. Kebiasaan mengganti pembalut/hari

Kuesioner Kali/hari Numerik

3. Frekuensi Buang Air Kecil (BAK)/hari

Kuesioner Kali/hari Numerik

4. Skor perilaku kebersihan

urogenital

Kuesioner Score Numerik

5. Leukosit Urin Dipstick Urine Test 15-74 75-124 125-500 >500 Ordinal

6. Nitrit Urin Dipstick Urine Test

+ ++

Ordinal

7. Pembalut Herbal dan Non Herbal

Kuesioner Ya Tidak

Kategorik

8. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Kuesioner Ya Tidak


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah intervention study

dengan desain cross over.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 – Oktober 2015 dengan pengambilan sampel dilaksanakan dari April 2015 – Juli 2015.

3.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Patologi Klinik, laboratorium Biologi dan laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, jl. Kertamukti No. 05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah wanita dengan rentang usia 18-25 tahun.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah mahasiswi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.3.3.1 Kriteria Inklusi

1. Wanita dengan rentang usia 18-25 tahun 2. Siklus menstruasi teratur

3. Bersedia menjadi sampel penelitian 3.3.3.2 Kriteria Eksklusi


(34)

2. Sudah menikah

3. Riwayat penggunaan pembalut herbal dalam 2 bulan terakhir.

Urin yang digunakan adalah urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine), hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga pasca menstruasi. Urin diperoleh dari mahasiswi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 orang dan terbagi menjadi dua kelompok, kelompok I dengan pemakaian pembalut herbal dan kelompok II tanpa pemakaian pembalut herbal.

Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian, digunakan rumus sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jumlah sampel beda rerata perubahan leukosit digunakan rumus mencari beda rerata kelompok berpasangan dengan rumus :

Sd : SD of mean difference

D : minimal clinically important difference

2. Untuk mencari beda proporsi nitrit urin positif dengan dan tanpa penggunaan pembalut herbal digunakan rumus mencari beda proporsi pada kelompok berpasangan dengan rumus sebagai berikut :

2 d β α

d

s

)

z

(z

n

2 α 2 2 2 β a p

f

]

z

[z

:

e

alternativ

d

}

d

f

z

f

{z

n


(35)

Np : Number of pairs

f : Proportion of participants pair with discordant response (literature, pilot study)

d : (P1– P2)

Dengan desain cross over, maka percontoh dan kontrol adalah pada subjek penelitian yang sama. Karena penelitian seperti ini belum pernah dilakukan sebelumnya, maka dilakukan penelitian pendahuluan dengan besar sampel 30 subjek penelitian. 30 subjek penelitian terpilih diambil karena jumlah sampel tersebut sudah mencukupi untuk dilakukan analisis data dan hasil dari penelitian dapat diaplikasikan.

3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pot urin beserta label yang telah tersedia dan dip-stick urine test.

3.4.2 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine), hari pertama, hari kedua, dan hari ketiga pasca menstruasi yang diperoleh dari mahasiswi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.4.3. Pengukuran Sampel 3.4.3.1 Urin

Pengambilan urin dilakukan satu kali sehari selama tiga hari berturut-turut, yaitu saat hari pertama pasca menstruasi, hari kedua pasca menstruasi, dan hari ketiga pasca menstruasi. Pengambilan urin dilakukan dengan memberikan pot urin sebanyak 3 buah pada mahasiswi yang sedang


(36)

mengalami menstruasi. Sebelum pengambilan urin, mahasiswi dipastikan terlebih dahulu menggunakan pembalut jenis apa, pembalut herbal atau non herbal. Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan terjadinya kerancuan pada pengambilan data. Urin ditampung di pot urin dan diukur dengan menggunakan dip-stick urine test. Pengukuran tersebut dilakukan untuk mengukur kadar leukosit dan ada tidaknya bakteri dalam urin.

3.4.3.2 Dipstick Urine Test

3.4.3.3 Cara Kerja

1. Urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi pada pot urin.

2. Pindahkan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi dari dalam pot urin ke dalam tabung reaksi.


(37)

3. Masukkan strip reagent ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi urin hingga mengenai semua permukaan kertas indikator atau strip reagen test.

4. Amati reaksi yang terjadi dengan melihat perubahan pada kertas indikator atau strip reagen test.

5. Tiriskan, letakkan pada selembar tissue.

6. Membaca hasil dalam ruang yang terang, membandingkan dengan standar yang tertera pada tabung dipstick urine atau menggunakan alat semiotomatik atau otomatik.

7. Hasil pembacaan diberi penilaian secara semi kuantitatif.

3.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data hasil pemeriksaan urin dengan menggunakan dip-stick urine test yang terkumpul dilakukan pengolahan dan pengujian data secara komputerisasi menggunakan program statistik.


(38)

3. 6 Alur Penelitian

3.6.1. Desain Cross Over

30 subjek penelitian terpilih yang memenuhi krtieria inklusi terbagi menjadi dua kelompok, kelompok I dengan pemakaian pembalut herbal dan kelompok II tanpa pemakaian pembalut herbal. Setiap individu di setiap kelompok ditanyakan hari pertama haid terakhir dengan tujuan untuk menentukan tanggal pengambilan urin pre menstruasi yaitu seminggu sebelum jadwal haid sesuai dengan siklus setiap individu.

Pada jadwal haid yang telah ditentukan, kelompok I menggunakan pembalut herbal dan kelompok II menggunakan pembalut non herbal selama menstruasi. Setelah selesai masa haid, keesokan harinya dari setiap kelompok

Percontohan atau subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

Pembalut Herbal Pembalut Non herbal Cek profil urin menjelang siklus

menstruasi

Kelompok I Kelompok II

Cek profil urin 3 hari berturut-turut pasca

menstruasi

Cek profil urin 3 hari berturut-turut pasca

menstruasi 1 bulan berikutnya Pembalut Non Herbal

1 bulan berikutnya Pembalut Herbal Cek profil urin 3 hari

berturut-turut pasca menstruasi Cek profil urin 3 hari

berturut-turut pasca menstruasi


(39)

diambil urin segar pagi hari porsi tengah 3 hari berturut-turut pasca menstruasi. Bulan depannya sesuai dengan siklus sebelumnya, dilakukan metode cross over yaitu kelompok I menggunakan pembalut non herbal dan kelompok II menggunakan pembalut herbal. Dan dilakukan pengambilan kembali urin segar pagi hari porsi tengah 3 hari berturut-turut pasca menstruasi.


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan mulai Maret 2015 sampai dengan Juli 2015 dengan mahasiswi PSPD Angkatan 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai subjek penelitian. Kuesioner disebarkan pada 60 mahasiswi untuk mendapatkan percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian, sehingga didapatkan 30 subjek penelitian. Seluruh responden telah menerima segala bentuk informasi mengenai intervensi yang akan diberikan dalam penelitian dan telah menandatangani surat persetujuan menjadi responden penelitian. Identitas responden dituliskan dalam bentuk inisial nama dan tiga angka terakhir pada nomor induk mahasiswa untuk menjaga kerahasiaan dan privasi responden.

Tabel 4.1 Karakteristik responden kuesioner dan subjek penelitian

Variabel Responden kuesioner (%) n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Riwayat penggunaan pembalut herbal

1 (1,6%) -

Konsumsi kafein (sehari) 1-3 kali

4-6 kali > 6 kali Tidak pernah 47 (78,3%) - - 13 (21,6%) 24 (80%) - - 6 (20%) Konsumsi air mineral

1-3 gelas (200ml - 600ml) 4-6 gelas (800ml - 1200ml) > 6 gelas (>1200ml) Siklus menstruasi teratur

Ya Tidak

Lama (hari) menstruasi 3-4 hari

4-7 hari > 7 hari

13 (21,6%) 36 (60%) 11 (18,3%) 47 (78,3%) 13 (21,6%) 2 (3,3%) 45 (75%) 13 (21,6%) 7 (23,3%) 15 (50%) 8 (26,6%) 30 (100%) - 2 (6,6%) 22 (73,3%) 6 (20%)


(41)

Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel 1 mengenai karakteristik responden kuesioner dan subjek penelitian, didapatkan bahwa 1 orang pernah menggunakan pembalut herbal dengan riwayat pemakaian pembalut herbal selama satu bulan terakhir. Pada 47 responden kuesioner (78,3%) dan 24 subjek penelitian (80%) didapatkan bahwa frekuensi mengkonsumsi kafein (ex. Kopi dan teh) adalah sebanyak 1-3 kali sehari. Pada 13 responden kuesioner (21,6%) dan 7 subjek penelitian (23,3%) didapatkan bahwa frekuensi mengkonsumsi air mineral sebanyak 1-3 gelas (200ml-600ml).

Frekuensi mengkonsumsi kafein dalam sehari penting untuk ditanyakan karena akan menjadi faktor perancu, karena efek dari mengkonsumsi kafein berkaitan dengan salah satu gejala klinis ISK yaitu poliuria. Hal ini karena mengkonsumsi kafein dalam jumlah berlebih dapat meningkatkan frekuensi berkemih dalam sehari.

Kafein merupakan salah satu stimulan yang paling luas penggunaannya, termasuk di kalangan remaja. Kebiasaan konsumsi dapat membentuk suatu pola sikap yang dapat terjadi berulang-ulang dalam mengonsumsi pangan tertentu. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi (2009)8 menyatakan bahwa trimetilsantin yang terkandung di dalam kopi dan teh dapat menyebabkan ketagihan dan peningkatan frekuensi buang air kecil (BAK). Konsumsi kafein khususnya kopi dan teh harus dibatasi yaitu tidak lebih dari 100 mg/hari untuk menjaga kesehatan tubuh. Sensitifitas seseorang terhadap kafein dapat berbeda-beda sehingga terdapat kemungkinan kopi tidak menimbulkan pengaruh apapun meskipun mengandung 60 mg kafein.

Selain konsumsi kafein, konsumsi air mineral yang cukup banyak atau lebih dari jumlah minimal dalam sehari, sekitar >8 gelas (>1600ml) sehari dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan frekuensi berkemih.

Konsumsi air mineral dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Jumlah minimal konsumsi air mineral sehari adalah 8 gelas (1600ml). Kurangnya asupan air harian berhubungan dengan risiko terjadinya batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. Asupan air yang kurang menyebabkan peningkatan


(42)

osmolalitas plasma dan penurunan volume arteri efektif. Hasil akhirnya menurunnya volume urin dan ekskresi natrium.16

Adanya penurunan volume urin akan meningkatkan osmolalitas urin dengan kata lain meningkatkan konsentrasi solut di urin. Sesuai dengan patogenesisnya, menurunnya volume urin serta kecepatan aliran urin akan meningkatkan saturasi zat pembentuk batu. Volume urin berperan dalam penanggulangan terbentuknya batu kalsium, dan disarankan minimal volume urin 2 liter/24 jam.9

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Izhar (2007)10 menjelaskan bahwa subjek penelitian yang memiliki kebiasaan minum kurang (<1,5 liter/hari) memiliki risiko terjadinya sedimen kalsium oksalat sebesar 4,3 kali dibandingkan dengan subjek yang minum 1,5 liter/hari atau lebih.

Minum air 1,5 liter/hari merupakan salah satu pencegahan supersaturasi garam-garam yang tidak larut di dalam urin dan sebagai bagian dari fungsi transportasi zat-zat di dalam tubuh. Meningkatnya intake cairan akan mengakibatkan bertambahnya volume urin sehingga menyebabkan tingkat saturasi (kejenuhan) kalsium oksalat menurun dan mengurangi kemungkinan pembentukan kristal. Intake cairan yang sedikit menurunkan jumlah urin sehingga mengakibatkan peningkatan kalsium dan oksalat dan pengurangan aliran urin.

Tabel 4.2 Gambaran hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan dipstick urine test

Indikator Interpretasi Pre Menstruasi Pembalut Herbal

Pembalut Non Herbal

Leukosit Leukosit < 15 Leukosit >15

30 -

30 -

29 1 Nitrit Nitrit +

Nitrit -

- 30

- 30

- 30

Berdasarkan hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan dipstick urine test yang dilakukan saat pre menstruasi dan pemeriksaan urin pasca


(43)

menstruasi menggunakan pembalut herbal didapatkan hasil leukosit < 15 pada seluruh subjek penelitian.

Pada saat pemeriksaan urin pasca menstruasi menggunakan pembalut non herbal didapatkan 1 subjek penelitian dengan leukosit > 15. Kadar leukosit > 15 yang didapatkan pada satu subjek penelitian setelah menggunakan pembalut non herbal menunjukkan tidak adanya hubungan dengan riwayat higienitas personal (di luar siklus menstruasi) dan riwayat kebiasaan selama menstruasi.

Berdasarkan hasil kuesioner, subjek penelitian tidak mengeluh adanya tanda-tanda atau gejala yang mengarah ke infeksi saluran kemih. Dan dari riwayat higienitas personal (di luar siklus menstruasi) dan riwayat kebiasaan selama menstruasi, subjek penelitian juga selalu memperhatikan higienitas personal. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa subjek penelitian memiliki risiko mengalami infeksi pada saluran kemih. Perlu dilakukannya pemeriksaan kultur urin yang merupakan gold standar untuk menegakkan diagnosis ISK. Pemeriksaan kultur urin ini sendiri membutuhkan waktu dua sampai tiga hari untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi.

Kemungkinan lain yang dapat mengakibatkan hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan dipstick urin test menunjukkan positif palsu adalah kesalahan dari subjek penelitian ketika mengumpulkan urin segar pagi hari porsi tengah dan jenis pembalut non herbal yang digunakan selama menstruasi, pembalut non herbal yang tidak sesuai dapat mengakibatkan iritasi dan inflamasi pada daerah kewanitaan. Proses inflamasi yang terjadi dapat menunjukkan hasil positif palsu pada pemeriksaan urin

Berdasarkan hasil pemeriksaan urinalisis dengan menggunakan dipstick urine test didapatkan indikator penilaian untuk mengukur keberadaan nitrit di dalam urin didapatkan hasil nitrit (-) pada seluruh pemeriksaan urinalisis, baik saat pre menstruasi, pasca menstruasi menggunakan pembalut herbal dan non herbal. Hasil pemeriksaan nitrit (-) menginterpretasikan bahwa tidak adanya bakteri yang terdapat di dalam urin.


(44)

Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Kuesioner ISK

Variabel Subjek Penelitian

Kuesioner keluhan berkemih >1 gejala

Tidak ada gejala

Kuesioner perilaku higienitas personal diluar siklus menstruasi

Perilaku berisiko ringan-sedang (skor <30)

Perilaku berisiko sedang-berat (skor>30)

Kuesioner perilaku kebiasaan selama menstruasi Perilaku berisiko ringan-sedang

(skor <14)

Perilaku berisiko sedang-berat (skor>14)

21 9

16

14

21

9

Semua pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner penelitian ini dirujuk dari beberapa sumber dan dirangkum menjadi satu.

I. Keluhan Berkemih

Berdasarkan hasil kuesioner mengenai sebaran keluhan berkemih dengan 13 variabel pertanyaan, didapatkan 21 orang mengalami gejala yang mengarah ke infeksi saluran kemih dan 9 orang tidak memiliki gejala sama sekali.

Gejala yang banyak dikeluhan berdasarkan urutan terbanyak jumlah subjek penelitian adalah urgency setiap kali ingin berkemih (46,6%), perasaan tidak tuntas setiap kali selesai berkemih (30%), kadang-kadang tidak dapat menahan rasa ingin berkemih sebelum tiba di toilet (13,3%), merasakan urin


(45)

keluar ketika sedang tertawa, bersin, batuk, loncat, atau berlari (10%), buang air kecil (BAK) >8 kali dalam sehari, terbangun pada malam hari untuk berkemih 3-4 kali, perlu untuk sedikit mengejan ketika ingin berkemih, merasa urin cukup lama keluar ketika ingin berkemih (3,3%).

Untuk menegakkan diagnosis pasti infeksi saluran kemih pada seluruh subjek penelitian yang mengalami gejala tersebut perlu dilakukannya pemeriksaan dengan kultur urin untuk mengetahui bakteri penyebab terjadinya infeksi. Pemeriksaan kultur urin merupakan pemeriksaan yang cukup mahal dan membutuhkan waktu 24-48 jam untuk mendapatkan hasil dari pemeriksaan.

Berdasarkan pedoman praktik klinik infeksi saluran kemih, sensitivitas dari pemeriksaan kultur urin bervariasi, dari 50% sampai 95% tergantung dari derajat infeksi. Sama hal nya dengan spesifisitasnya, dari 85% sampai dengan 99%. Pemeriksaan kultur urin tidak direkomendasikan pada pasien dengan infeksi saluran kemih tanpa komplikasi karena sensitivitas dari pemeriksaan ini rendah dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada pasien dengan infeksi saluran kemih tanpa komplikasi cukup dilakukan tata laksana sederhana tanpa harus menunggu hasil dari kultur urin.11

Lapisan korneum kulit pada daerah kewanitaan secara fisiologis berbeda dari daerah tubuh yang lainnya. Daerah kewanitaan seringkali mengalami friksi ketika berjalan dan peningkatan temperatur karena faktor anatomi.14 Maka dari itu, perubahan dari komposisi flora vagina tidak sepenuhnya merupakan penyebab terjadinya penyakit. Semuanya bergantung pada interaksi antara virulensi mikroba, jumlah mikroba, dan respon dari sistem imun.

II.Perilaku Higienitas Personal Diluar Siklus Menstruasi

Berdasarkan hasil kuesioner mengenai higienitas personal diluar siklus menstruasi meliputi 16 variabel pertanyaan dengan keterangan angka 2 menunjukkan faktor risiko tertinggi, angka 1 sedang, dan angka 0 tidak sama


(46)

sekali. Keterangan angka tersebut disesuaikan dengan jenis pertanyaan yang ditanyakan dalam kuesioner.

Didapatkan 16 orang memiliki faktor risiko ringan sampai sedang (skor <30) dan 14 orang memiliki faktor risiko sedang sampai berat (skor >30). Faktor risiko higienitas personal (di luar siklus menstruasi) yang banyak dilakukan berdasarkan urutan tiga terbanyak jumlah subjek penelitian adalah frekuensi mengganti pakaian dalam <3 kali sehari (93,2%), frekuensi membersihkan tubuh (mandi) 1-2 kali sehari (90%), jenis pakaian dalam yang digunakan yaitu bahan cotton dan synthetic (nylon) (40%).

Selain itu, urutan terbanyak selanjutnya adalah frekuensi membersihkan bagian dalam dari labia mayora <3 kali dalam seminggu dan tidak mengeringkan daerah kewanitaan setiap kali selesai berkemih (33,3%), mengeringkan daerah kewanitaan setiap kali selesai berkemih dengan menggunakan handuk (non-disposable/tidak sekali pakai) dan mencuci pakaian dalam secara terpisah dari pakaian yang lain (23,3%), frekuensi membersihkan daerah kewanitaan <3 kali dalam seminggu dan cara membersihkan bagian rektum dan vagina setelah buang air besar (BAB) dari belakang ke depan (19,9%).

Didapatkan juga, membersihkan daerah kewanitaan dengan menggunakan sabun mandi (16,6%), kadang-kadang membersihkan bagian dalam dari labia mayora (dibersihkan dengan air atau menggunakan sabun) dan mencuci pakaian dalam dengan menggunakan sabun (13,3%), membersihkan rambut pubis pada daerah kewanitaan dengan menggunakan air (10%), kadang-kadang membersihkan daerah kewanitaan, membersihkan bagian dalam dari labia mayora dengan menggunakan sabun, dan tidak mengeringkan pakaian dalam dibawah sinar matahari (6,6%), frekuensi membersihkan rambut pubis >2 bulan sekali (3,3%).

Frekuensi mengganti pakaian dalam dalam sehari berkaitan dengan faktor risiko untuk terjadinya infeksi, baik infeksi saluran kemih maupun infeksi pada saluran reproduksi. Apabila dikaitkan dengan hasil kuesioner, terdapat 6,6% dari 60 responden kuesioner dan 6,6% dari 30 subjek penelitian memiliki resiko untuk


(47)

terjadinya infeksi pada saluran kemih karena frekuensi mengganti pakaian dalam yang <3 kali dalam sehari.

Apabila pakaian dalam yang digunakan merupakan bahan yang tidak dapat menyerap keringat atau air (ex. Synthetic (nylon)), maka hal ini dapat meningkatkan risiko ISK. Tapi apabila jenis bahan pakaian dalam yang digunakan adalah bahan yang dapat menyerap keringkat (ex. Cotton), maka faktor predisposisi untuk terjadinya ISK dapat berkurang namun erat hubungannya dengan frekuensi mengganti pakaian dalam dalam sehari. Jenis pakaian dalam seperti bahan synthetic (nylon) yang tidak menyerap keringat lebih banyak seperti bahan cotton, dapat menyebabkan perineum menjadi lembab dan meningkatkan resiko untuk terjadinya infeksi pada saluran kemih.

Mengeringkan pakaian dalam dibawah sinar matahari merupakan salah satu cara untuk mematikan kuman atau bakteri. Maka apabila pakaian dalam yang sudah dicuci tidak dikeringkan dibawah sinar matahari dapat menciptakan kondisi yang lembap dan memicu pertumbuhan bakteri.

Minimal waktu yang dianjurkan untuk membersihkan rambut pubis terutama dengan cara memotong rambut pubis yaitu 40 hari sekali atau kurang lebih satu bulan sekali. Karena apabila tidak dibersihkan, dapat meningkatkan risiko terjadinya ISK. Frekuensi memotong dan membersihkan rambut pubis setiap dua bulan sekali, satu bulan sekali, atau kurang dari satu bulan sekali dapat menurunkan resiko infeksi pada saluran kemih.12 Anjuran untuk memotong rambut pubis juga terdapat dalam hadis :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu‟anhu, Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :

“Fitrah ada lima : khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, potong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, dan yang


(48)

Secara tegas hadis ini menganjurkan kaum muslimin untuk mencukur bulu

kemaluan. Kemudian terdapat riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu „anhu,

bahwa beliau mengatakan :

“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam memberikan batas waktu kepada kami

untuk memendekkan kumis, potong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur

bulu kemaluan, agar tidak kami biarkan lebih dari 40 hari.” (HR. Ahmad, Muslim,

Nasai, Abu Daud, dan yang lainnya).17

Keterangan hadis-hadis diatas tidak memberikan batasan harus dilakukan setiap kali suci dari haid. Karena batasan waktu yang diberikan berdasarkan rentang 40 hari. Dan ini berlaku baik bagi laki-laki maupun wanita.

Dari hasil kuesioner didapatkan bahwa 2 (3,3%) dari 60 responden kuesioner dan 1 (3,3%) dari 30 subjek penelitian memiliki resiko untuk terjadinya infeksi pada saluran kemih.

Mengeringkan daerah kewanitaan dengan menggunakan handuk non-disposable atau tidak sekali pakai merupakan salah satu faktor predisposisi untuk terjadinya ISK, apabila penggunaan handuk tersebut diikuti dengan frekuensi mengganti handuk yang jarang. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sevil (2013)12 menyatakan bahwa tingginya frekuensi infeksi saluran reproduksi pada wanita yang menggunakan kain (non-disposable) untuk mengeringkan daerah kewanitaan. Mengeringkan daerah kewanitaan setelah BAK merupakan salah satu tindakan preventif untuk mencegah terjadinya lingkungan yang basah dan lembab pada daerah kewanitaan yang dapat meningkatkan proliferasi bakteri.

III. Perilaku Kebiasaan Selama Menstruasi

Berdasarkan hasil kuesioner mengenai kebiasaan selama menstruasi meliputi 8 variabel pertanyaan dengan keterangan angka 2 menunjukkan faktor risiko tertinggi, angka 1 sedang, dan angka 0 tidak sama sekali. Keterangan angka tersebut disesuaikan dengan jenis pertanyaan yang ditanyakan dalam kuesioner.


(49)

Didapatkan 21 orang memiliki faktor risiko ringan sampai sedang (skor <14) dan 9 orang memiliki faktor risiko sedang sampai berat (skor >14). Faktor risiko kebiasaan selama menstruasi yang banyak dilakukan berdasarkan urutan terbanyak jumlah subjek penelitian adalah frekuensi mengganti pembalut yang digunakan ketika sedang menstruasi (rata-rata selama menstruasi) <3 kali (86,6%), frekuensi membersihkan tubuh (mandi) 1-2 kali dalam sehari (80%), membersihkan daerah kewanitaan dengan menggunakan sabun selama menstruasi (26,6%), membersihkan daerah kewanitaan selama menstruasi dengan cara dari belakang ke depan (3,3%).

Frekuensi mengganti pembalut selama menstruasi ini sendiri sangat erat kaitannya untuk terjadinya infeksi, baik infeksi saluran reproduksi maupun infeksi saluran kemih. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ocaktan (2010)13 menyatakan bahwa mengganti pembalut setiap 3 sampai 4 jam sekali selama menstruasi, dapat menurunkan resiko infeksi pada saluran kemih.

Berdasarkan hasil kuesioner, didapatkan bahwa frekuensi mengganti pembalut selama menstruasi sebanyak > 3 kali sehari tidak sampai setengahnya dari keseluruhan responden kuesioner dan subjek penelitian. Hal ini apabila dibandingkan dengan teori, seluruh responden kuesioner dan subjek penelitian memiliki resiko untuk terjadinya infeksi pada saluran kemih. Namun ada beberapa faktor lain yang ikut berpengaruh untuk terjadinya infeksi pada saluran kemih yang berkaitan dengan frekuensi mengganti pembalut dalam sehari selama menstruasi, yaitu : lamanya pajanan yang berhubungan dengan seberapa lama kebiasaan mengganti pembalut < 3 kali dalam sehari selama menstruasi, jenis pembalut yang digunakan, dan kebiasaan membersihkan daerah kewanitaan selama menstruasi.

Faktor lain yang berkaitan untuk terjadinya infeksi selain frekuensi mengganti pembalut selama menstruasi adalah frekuensi mandi dalam sehari. Frekuensi mandi disini secara tidak langsung berkaitan dengan frekuensi membersihkan organ reproduksi. Jadi semakin tinggi frekuensi mandi dalam sehari, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi juga frekuensi untuk membersihkan organ reproduksi selama menstruasi dalam sehari.


(50)

Penggunaan sabun mandi untuk membersihkan daerah kewanitaan dalam frekuensi yang sering dan dalam waktu yang cukup lama dapat mengubah kondisi lingkungan pada daerah kewanitaan, salah satunya adalah dapat mengubah pH vagina yang dapat meningkatkan risiko kejadian ISK.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sevil (2013)12

menyatakan bahwa tingginya frekuensi infeksi saluran reproduksi pada wanita yang menggunakan sabun atau shampo untuk membersihkan daerah kewanitaan (genital). Berdasarkan hasil kuesioner jika dibandingkan dengan teori yang dikemukakan dalam penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa 31,6% dari 60 responden kuesioner dan 16,6 % dari 30 subjek penelitian memiliki resiko untuk terjadinya infeksi pada saluran kemih.

Tekhnik yang salah ketika membersihkan daerah perineum dan daerah kewanitaan yaitu dari belakang ke depan dapat meningkatkan resiko infeksi pada saluran kemih, akibat dari pindahnya bakteri dari anus ke vagina. Rata-rata seluruh responden kuesioner dan subjek penelitian sudah melakukan cara atau tekhnik yang benar ketika membersihkan daerah perineum dan daerah kewanitaan, yaitu dengan cara membersihkan dari depan ke belakang. Walaupun masih didapatkan satu subjek penelitian membersihkan daerah perineum dan daerah kewanitaan dengan cara dari belakang ke depan (3,3%).


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Didapatkan 1 subjek penelitian yang mengalami peningkatan jumlah leukosit pasca menggunakan pembalut non herbal.

2. Tidak didapatkan perbedaan nitrit urin pasca menggunakan pembalut herbal dibandingkan dengan pembalut non herbal.

5.2. Saran

1. Dibutuhkan penelitian dengan jumlah subjek penelitian lebih banyak dan karakteristik percontoh yang lebih bervariasi

2. Penelitian lebih lanjut, identifikasi sebaiknya menggunakan mikroskop untuk menghitung jumlah leukosit dan tanda infeksi lain dalam urin dan untuk menentukan jenis bakteri penyebab infeksi dilakukan pemeriksaan berupa kultur urin.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Yulianto. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif Dari Pasien Infeksi Saluran Kemih Terhadap Antibiotika Golongan Beta Laktam di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tahun 2001-2005. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Program Pendidikan Dokter Umum. 2009.

2. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto. 2012. Bab 4 Halaman 51-79

3. Sinha S, Singh A. Adolescent Health-Tackling Menstrual Hygiene Issues through Social Marketing of Sanitary Napkins Scheme: An Evaluation Study from Haryana. Journal of Postgraduate Medicine, Education and Research. 2013; 47[3]:127-130

4. Datta A, Manna N, Datta M, Sarkar J, Baur B, Saraswati. Menstruation and Menstrual Hygiene Among Adolescent Girls of West Bengal , India : A School Based Comparative Study. Department of Community Medicine, Medical College, Kolkata, 88, College Street, Kolkata – 73, India. Global Journal of Medicine and Public Health. 2012; 1[5]:50-51

5. Rachma N, Andriany M. Studi Kasus : Penggunaan Pembalut Herbal Sebagai Absorbed Pada Modern Dressing. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro. Jurnal Keperawatan Komunitas. 2013; 1[2]:130-134

6. Daryani S. Efektivitas Pemakaian Pembalut Wanita Herbal Terhadap Penurunan Agen Infeksius Bakteri Pada Wanita Pekerja Seks di Lokalisasi Kelurahan Sukosari Kecamatan Bawen Semarang. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2010.


(53)

7. Nyoni A, Sibanda, Nkiwane, Gonde. Performance Characteristics of Local and Imported Sanitary Pads. Zimbabwe Journal of Science and Technology. 2014. Special Issue (2011) Ms. 7:1-9

8. Febriana ID, Anwar F, Amalia L. Persepsi Terhadap Konsumsi Kopi dan Teh Mahasiswa TPB-IPB Tahun Ajaran 2007-2008. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. 2009; 4[1]:20-28

9. Rully A. Batu Staghorn pada Wanita: Faktor Risiko dan Tata Laksananya. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran Indonesia. 2010; 1[1]:55-57

10. Izhar D, Haripurnomo, Darmoatmodjo S. Hubungan Antara Kesadahan Air Minum, Kadar Kalsium dan Sedimen Kalsium Oksalat Urin Pada Anak Usia Sekolah Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM). Jurnal Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM). 2007; 23[4]:200-209

11. Gradwohl ES, Bettcher C, Chenoweth C, Harrison V, Zoschnick L. Urinary Tract Infection Guideline. University of Michigan Health System.

2011. Available from:

http://www.med.umich.edu/1info/FHP/practiceguides/uti/uti.pdf

12. Sevil S, Kevser O, Aleattin U, Dilek A, Tijen N. An Evaluation of The Relationship Between Genital Hygiene Practice, Genital Infection. Gynecology and Obstetrics. 2013; 3[6]:1000187[5 Hal]

13. Ocaktan EM, Baran E, Akdur R. Evaluation of Habitual Behavior Related to Genital Hygiene in Women Living in a Health Care Center Area. Saudi Med J 2010; 31[11]:1251-6


(54)

14. Pontes CA, Rose, Amaral, Giraldo CP, Beghini J, Helena, et al. A Systematic Review of The Effect of Daily Panty Liner Use on The Vulvovaginal Environment. International Journal of Gynecology and Obstetrics. 2014; 127:1-5

15. Zalina N, Aruku, Azura. Prevalence of Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) Among Young Age Medical Population. Original Article of Urogynaecology and Pelvic Reconstructive Unit. Department of Obstetrics and Gynecology. International Islamic University Malaysia. 2011; 10[1]:7-15

16. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2010. Bab 14 Halaman 553-597

17. Mashadi Mohammad. Kebersihan dan Kesehatan Dalam Pandangan Agama. Kementerian Agama Blitar. 2013. Available from: http://jatim.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=10651

18. Kumar. Cotran. Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC. 2012. Bab 14 Halaman 571-573

19. Tortora, J Gerard. Principles of Anatomy and Physiology. 12th edition. USA: John Wiley and Sons. Inc. 2009.


(55)

LAMPIRAN 1

Tabel 1. Sebaran keluhan berkemih responden kuesioner dan subjek penelitian

Variabel Responden kuesioner (%) n=60

Subjek penelitian (%) n=30

2 (6,6%) 16 (53,3%)

12 (40%)

Urgency berkemih Ya Tidak Kadang-kadang 7 (11,6%) 32 (53,3%) 21 (35%) Menahan berkemih Ya Tidak Kadang-kadang 54 (90%) - 6 (10%) 26 (86,6%) - 4 (13,3%) Urin keluar (saat tertawa, bersin,

batuk, loncat, atau berlari) Ya

Tidak

Mengejan saat berkemih Ya

Tidak

Urin keluar cukup lama Ya

Tidak

Berkemih tidak tuntas Ya Tidak 6 (10%) 54 (90%) 4 (6,6%) 56 (93,3%) 8 (13,3%) 52 (86,6%) 16 (26,6%) 44 (73,3%) 3 (10%) 27 (90%) 1 (3,3%) 29 (96,6%) 1 (3,3%) 29 (96,6%) 9 (30%) 21 (70%)


(56)

LAMPIRAN 2

Tabel 2. Sebaran keluhan berkemih responden kuesioner dan subjek penelitian

Variabel Responden kuesioner (%) n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Frekuensi berkemih (sehari) 1-4 kali

5-8 kali > 8 kali

20 (33,3%) 35 (58,3%) 5 (8,3%)

10 (33,3%) 19 (63,3%) 1 (3,3%) Frekuensi berkemih (malam

hari) 1-2 kali 3-4 kali Tidak pernah

38 (63,3%) 1 (1,6%) 21 (35%)

16 (53,3%) 1 (3,3%) 13 (43,3%)


(57)

LAMPIRAN 3

Tabel 3. Sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian

Item Pertanyaan Responden kuesioner (%)

n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Frekuensi mandi (sehari) 1-2 kali 3-5 kali 57 (95%) 3 (5%) 27 (90%) 3 (10%) Membersihkan daerah kewanitaan

Ya Kadang-kadang 53 (88,3%) 7 (11,6%) 28 (93,3%) 2 (6,6%) Frekuensi membersihkan daerah

kewanitaan (dalam seminggu) < 3 kali

> 3 kali

16 (26,6%) 44 (73,3%)

6 (19,9%) 24 (80%) Yang digunakan untuk membersihkan

daerah kewanitaan Air

Sabun mandi

Sabun khusus untuk daerah kewanitaan (ex. Sabun sirih) Membersihkan bagian dalam dari labia mayora (dengan air atau menggunakan sabun)

Ya Tidak

Kadang-kadang

Frekuensi membersihkan bagian dalam dari labia mayora (dalam seminggu)

< 3 kali > 3 kali

Yang digunakan untuk membersihkan bagian dalam dari labia mayora

Air

Sabun mandi

Sabun khusus untuk daerah kewanitaan (ex. Sabun sirih) Frekuensi membersihkan rambut pubis

< 2 bulan sekali/2 bulan sekali > 2 bulan sekali

34 (56,6%) 19 (31,6%) 7 (11,6%) 47 (78,3%) 5 (8,3%) 8 (13,3%) 19 (31,6%) 36 (60%) 38 (63,3%) 12 (20%) 5 (8,3%) 58 (96,6%) 2 (3,3%) 21 (70%) 5 (16,6%) 4 (13,3%) 24 (80%) 2 (6,6%) 4 (13,3%) 10 (33,3%) 18 (60%) 23 (76,6%) 2 (6,6%) 3 (10%) 29 (96,5%) 1 (3,3%)


(58)

Cara membersihkan rambut pubis Dengan air

Dengan sabun

Memotong rambut pubis Dengan air + memotong rambut pubis

Dengan sabun + memotong rambut pubis

Membersihkan bagian rektum dan vagina setelah buang air besar (BAB)

Depan ke belakang Belakang ke depan

5 (8,3%) 7 (11,6%)

1 (1,6%) 15 (25%) 32 (53,3%)

53 (88,3%) 7 (11,6%)

3 (10%) 3 (10%) 1 (3,3%) 10 (33,3%) 13 (43,3%)

24 (80%) 6 (19,9%)


(59)

LAMPIRAN 4

Tabel 4. Sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian

Item Pertanyaan Responden kuesioner (%)

n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Frekuensi mengganti pakaian dalam (sehari)

< 3 kali > 3 kali Jenis pakaian dalam

Cotton

Cotton dan synthetic (nylon)

Mencuci pakaian dalam terpisah dari pakaian yang lain

Ya Tidak

Yang digunakan untuk mencuci pakaian dalam

Sabun

Detergent bubuk (powder) Detergent cair (liquid) Mengeringkan pakaian dalam dibawah sinar matahari

Ya Tidak

Menggunakan panty liners Ya

Tidak

Kadang-kadang Frekuensi mengganti panty liners (sehari) 1 kali 2-3 kali 56 (93,2%) 4 (6,6%) 41 (68,3%) 19 (31,6%) 42 (70%) 18 (30%) 7 (11,6%) 29 (48,3%) 24 (40%) 56 (93,3%) 4 (6,6%) 7 (11,6%) 38 (63,3%) 15 (25%) 5 (8,3%) 17 (28,3%) 28 (93,2%) 2 (6,6%) 18 (60%) 12 (40%) 23 (76,6%) 7 (23,3%) 4 (13,3%) 15 (50%) 11 (36,6%) 28 (93,3%) 2 (6,6%) 3 (10%) 17 (56,6%) 10 (33,3%) 2 (6,6%) 11 (36,6%)


(60)

LAMPIRAN 5

Tabel 5. Sebaran higienitas personal (diluar siklus menstruasi) responden kuesioner dan subjek penelitian

Item Pertanyaan Responden kuesioner (%)

n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Mengeringkan daerah kewanitaan Ya

Tidak

Yang digunakan untuk mengeringkan daerah kewanitaan

Handuk (disposable/sekali pakai) Handuk (non-disposable/tidak sekali pakai)

37 (61,6%) 23 (38,3%)

22 (36,6%) 15 (25%)

20 (66,6%) 10 (33,3%)

13 (43,3%) 7 (23,3%)


(61)

LAMPIRAN 6

Tabel 6. Sebaran kebiasaan selama menstruasi responden kuesioner dan subjek penelitian

Item Pertanyaan Responden kuesioner (%)

n=60

Subjek penelitian (%) n=30

Frekuensi mengganti pembalut selama menstruasi

< 3 kali > 3 kali

48 (80%) 12 (20%)

26 (86,6%) 4 (13,3%) Frekuensi mandi selama menstruasi

(sehari) 1-2 kali 3-5 kali 48 (80%) 12 (20%) 24 (80%) 6 (20%) Yang digunakan untuk membersihkan

daerah kewanitaan selama menstruasi Air

Sabun mandi

Sabun khusus untuk daerah kewanitaan (ex. Sabun sirih)

34 (56,6%) 21 (35%) 5 (8,3%) 18 (60%) 8 (26,6%) 4 (13,3%)

Membersihkan daerah kewanitaan selama menstruasi

Depan saja

Depan ke belakang Belakang ke depan

7 (11,6%) 52 (86,6%) 1 (1,6%) 3 (10%) 26 (86,6%) 1 (3,3%)


(62)

LAMPIRAN 7 Permohonan Ethical Approval Penelitian

No :

Hal : Permohonan Ethical Approval Penelitian

Kepada :

Yth. Ketua Komite Etik Penelitian

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Ciputat

Dengan Hormat,

Bersama ini kami mohon bantuan kepada komite etik penelitian kedokteran FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat memberikan keterangan lolos kaji etik (Ethical Approval) untuk penelitian saya yang berjudul “Peran

Pemakaian Pembalut Herbal Untuk Mencegah Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita Belum Menikah”.

Terlampir kami sampaikan (masing-masing 4 kopi), 1. Proposal Penelitian

2. Formulir Informed Consent 3. Kuesioner penelitian

Dengan permohonan kami, atas bantuan dari Bapak/Ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti Pembimbing

Imtiyazi Nabila dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD NIM : 1112103000068 NIP : 197701022005012007

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK NIP : 197110232011012003


(63)

LAMPIRAN 8

Formulir Informed Consent

PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH

Setelah memperoleh penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh peneliti dalam penelitan PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Program Studi :

Semester :

Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia berpartisipasi dalam penelitian tersebut dan bersedia menjalani pengambilan urin pre menstruasi dan pasca menstruasi, serta pemakaian pembalut herbal selama menstruasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH, dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya, serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apapun dan dari pihak manapun.

Jakarta, ...2015 Mengetahui,

Yang membuat pernyataan Peneliti


(64)

PEMBERIAN INFORMASI

Pelaksana perlakuan (intervensi) Pemberi Informasi

Penerima Informasi dan pemberi persetujuan

NO. JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( √ ) 1. Perlakuan (intervensi) Pemakaian pembalut herbal

2. Tata Laksana Pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pre menstruasi. Selanjutnya, pemakaian pembalut herbal avail selama menstruasi pada bulan pertama dan dilakukan pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi, bulan selanjutnya diganti dengan pemakaian pembalut non herbal dan sebaliknya. Setelah itu, dilakukan pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi kembali pada hari 1,2, dan 3.

3. Tingkat Keamanan Aman digunakan oleh wanita dewasa

4. Tata Cara Pembalut herbal digunakan sepanjang masa menstruasi

5. Tujuan Menyerap darah haid dan


(65)

6. Manfaat Menyerap darah haid Mengurangi risiko infeksi bakteri pada daerah kewanitaan

Mengurangi bau tidak sedap pada daerah kewanitaan Memberikan rasa dingin, sejuk dan segar pada daerah kewanitaan

Mengurangi keputihan

7. Risiko Efek samping pemakaian

pembalut herbal

8. Efek Samping Rasa panas pada daerah kewanitaan

Gatal-gatal pada daerah kewanitaan

Iritasi pada daerah kulit vagina

9. Tata Laksana Efek Samping

Penghentian pemakaian pembalut herbal dan rujuk ke dokter spesialis kulit 10. Perkiraan Kesembuhan Baik

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah memberi pernyataan mengenai hal-hal di atas secara benar dan jelas.

Tanda Tangan

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.


(1)

LAMPIRAN 7 Permohonan Ethical Approval Penelitian

No :

Hal : Permohonan Ethical Approval Penelitian

Kepada :

Yth. Ketua Komite Etik Penelitian FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Ciputat

Dengan Hormat,

Bersama ini kami mohon bantuan kepada komite etik penelitian kedokteran FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat memberikan keterangan lolos kaji etik (Ethical Approval) untuk penelitian saya yang berjudul “Peran Pemakaian Pembalut Herbal Untuk Mencegah Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita Belum Menikah”.

Terlampir kami sampaikan (masing-masing 4 kopi), 1. Proposal Penelitian

2. Formulir Informed Consent 3. Kuesioner penelitian

Dengan permohonan kami, atas bantuan dari Bapak/Ibu, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Hormat Saya,

Peneliti Pembimbing

Imtiyazi Nabila dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, PhD NIM : 1112103000068 NIP : 197701022005012007

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Dokter

dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp. GK NIP : 197110232011012003


(2)

LAMPIRAN 8 Formulir Informed Consent

PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH

Setelah memperoleh penjelasan mengenai tujuan, manfaat, prosedur dan kemungkinan risiko, serta jawaban atas pertanyaan saya yang diberikan oleh peneliti dalam penelitan PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH, maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

Program Studi :

Semester :

Dengan ini menyatakan dengan penuh kesadaran bersedia berpartisipasi dalam penelitian tersebut dan bersedia menjalani pengambilan urin pre menstruasi dan pasca menstruasi, serta pemakaian pembalut herbal selama menstruasi sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam penelitian PERAN PEMAKAIAN PEMBALUT HERBAL UNTUK MENCEGAH INFEKSI SALURAN KEMIH PADA WANITA BELUM MENIKAH, dengan catatan semua data mengenai diri saya dirahasiakan. Selanjutnya, bila suatu ketika, dalam masa penelitian, saya merasa dirugikan karena penelitian ini, saya berhak mengundurkan diri dari keterlibatan saya, serta membatalkan persetujuan ini, tanpa sanksi apapun dan dari pihak manapun.

Jakarta, ...2015 Mengetahui,


(3)

PEMBERIAN INFORMASI

Pelaksana perlakuan (intervensi)

Pemberi Informasi

Penerima Informasi dan pemberi persetujuan

NO. JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( √ ) 1. Perlakuan (intervensi) Pemakaian pembalut herbal

2. Tata Laksana Pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pre menstruasi. Selanjutnya, pemakaian pembalut herbal avail selama menstruasi pada bulan pertama dan dilakukan pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi, bulan selanjutnya diganti dengan pemakaian pembalut non herbal dan sebaliknya. Setelah itu, dilakukan pengambilan urin segar pagi hari porsi tengah (midstream urine) pasca menstruasi kembali pada hari 1,2, dan 3.

3. Tingkat Keamanan Aman digunakan oleh wanita dewasa

4. Tata Cara Pembalut herbal digunakan sepanjang masa menstruasi

5. Tujuan Menyerap darah haid dan


(4)

6. Manfaat Menyerap darah haid Mengurangi risiko infeksi bakteri pada daerah kewanitaan

Mengurangi bau tidak sedap pada daerah kewanitaan Memberikan rasa dingin, sejuk dan segar pada daerah kewanitaan

Mengurangi keputihan

7. Risiko Efek samping pemakaian

pembalut herbal

8. Efek Samping Rasa panas pada daerah kewanitaan

Gatal-gatal pada daerah kewanitaan

Iritasi pada daerah kulit vagina

9. Tata Laksana Efek Samping

Penghentian pemakaian pembalut herbal dan rujuk ke dokter spesialis kulit 10. Perkiraan Kesembuhan Baik

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah memberi pernyataan mengenai hal-hal di atas secara benar dan jelas.

Tanda Tangan

Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya.


(5)

LAMPIRAN 10

SURAT TANDA TERIMA KOMITE ETIK

Pada hari Rabu, tanggal 30 September 2015

Telah dilakukan serah terima dokumen oleh dan diantara : Nama : Imtiyazi Nabila

NIM : 1112103000068

Program Studi : Program Studi Pendidikan Dokter Selanjutnya disebut sebagai “PIHAK PERTAMA”

dan

Nama : __________________________________ NIP : __________________________________ Jabatan : __________________________________ Selanjutnya disebut sebagai “PIHAK KEDUA”

PIHAK PERTAMA dengan ini menyerahkan kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA dengan ini menerima dari PIHAK PERTAMA, dokumen-dokumen sebagai berikut :

1. Satu lembar surat permohonan etichal approval penelitian 2. 4 copy proposal penelitian

Dengan tanda terima dokumen ini dibuat berdasarkan keadaan yang sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, maka para pihak dengan ini sepakat.

Yang menyerahkan, Yang menerima,

_________________ _________________


(6)

Lampiran 11 Riwayat Penulis

Identitas

Nama : Imtiyazi Nabila

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 11 Januari 1994

Agama : Islam

Alamat : Jalan Suka Melati No.2615 RT. 029 RW. 006 Kelurahan Sukajaya Kecamatan Sukarami

e-Mail : imtiyazin@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

 1998-2000 : TK Perwanida Palembang  2000-2006 : SD Negeri 183 Palembang

 2006-2009 : SMP Life Skill Tekhnologi Informatika Indo Global Mandiri (IGM) Palembang

 2009-2012 : SMA Plus Negeri 17 Palembang

 2012 - sekarang : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta