KORELASI ANTARA URGENSI METODE PENGAJARA

KORELASI ANTARA URGENSI METODE PENGAJARAN EDUTAINMENT
DENGAN PROSES PEMBELAJARAN TPA AL MUKMIN
Makalah
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Edupreneurship
Dosen Pengampu: Drs. H. M. Hajar Dewantoro, M.Ag

Oleh :
1. Mochammad Yusuf Sya’bani

(17422058)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala petunjuk dan bimbingannya serta hidayah-Nya, makalah ini dapat penulis
selesaikan dengan baik, tepat pada waktunya.

Dalam penyelesaian makalah ini penulis banyak sekali mendapat masalah, namun
penulisan makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan dan dukungan berbagai
pihak yang senantiasa memotivasi dan memberikan kritik yang membangun. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih sedalam – dalamnya kepada :
1. Bapak Drs. H. M. Hajar Dewantoro, M.Ag yang telah bersedia menjadi dosen
dalam mata kuliah pengantar Edupreneurship
2. Teman-teman yang telah dengan caranya sendiri memotivasi dan mendoakan
penulis agar makalah ini dapat selesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritisk dan saran yang konstruktif untuk
perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.
Meskipun ini sifatnya sederhana semoga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan bagi penulis pada khususnya.

Yogyakarta, 4 Maret 2018

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar ..........................................................................................................................1

Daftar Isi ..................................................................................................................................2
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................5
1.3 Tujuan ................................................................................................................................5
1.4 Metode Pendekatan ...........................................................................................................5
Bab 2 Pembahasan
2.1 Definisi Edutainment
2.1.1. Pengertian Edutainment .....................................................................................7
2.1.2. Konsep Dasar Edutainment.................................................................................9
2.1.3.Pendekatan Prinsip Pembelajaran Edutainment...................................................13
2.2 Urgensi Edutainment .........................................................................................................15
2.3 Nuansa Edutainment Dalam Proses Belajar Mengajar ......................................................16
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................18

Daftar Pustaka ...........................................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Manusia yang selalu di iringi pendidikan, kehidupannya akan selalu
berkembang ke arah yang lebih baik. Tidak ada zaman yang tidak berkembang,
tidak ada kehidupan manusia yang tidak bergerak, dan tidak ada kehidupan
manusia pun yang hidup dalam stagnasi peradapan. Semuanya itu bermuara
pada pendidikan, karena pendidikan adalah pencetak peradapan manusia. 1
Pendidikan memiliki peranan yang besar dalam ikut serta membantu
kemajuan sumber daya manusia . Akan tetapi, pendidikan saat ini semakin
menarik perhatian. Setiap masuk kelas para siswa biasanya sudah merasa
terbebani dan merasa tidak nyaman dalam pembelajaran yang akan dilaluinya
apalagi ketika mereka mendapatkan pelajaran yang sulit, pelajaran yang
bermuatan teori yang banyak. Sebaliknya, saat mendengar bahwa guru sedang
rapat, berhalangan hadir, sedang sakit, atau saat ada pembatalan ujian, maka
mereka akan berteriak kegirangan dan bersorak sorai. Ekspresi kontradiktif
tersebut tentu saja membuat kita miris dan menyayangkannya. 2
Sebagian besar tidak tercapainya tujuan pembelajaran saat ini terjadi
pada jenjang pendidikan tingkatan SD, SMP, SMA ataupun SMK bahkan di
beberapa pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan Al Quran . Oleh
karena itu dalam memperoleh data, makalah ini disusun dengan menggunakan

metode pendekatan yaitu penelitian di Taman Pendidikan Al Quran. Dimana
pembelajaran di kelas yang semestinya menjadi upaya bagi para siswa untuk
menjadi pintar, bertambah pengetahuan, dan untuk mencari bekal bagi
kehidupan mereka selanjutnya kenyataannya tidak semuanya demkian. Salah
satunya ketidak tercapaian tujuan pembelajaran juga terjadi pada saat
melakukan penelitian ke Taman Pendidikan Al Quran Plosorejo Ngaglik
Sleman Yogyakarta. Dalam pembelajaran di TPA. Para siswa merasa sangat
bosan ketika hanya ditekan untuk membaca Al Quran dan Iqro tanpa adanya
1
2

Moh.Sholeh Hamid, “Metode Edutainment”,(Yogyakarta : Diva press, 2011) hal. 17
Ibid., hal. 5

kegiatan lainnya. Pada saat penelitian dapat diamati kejenuhan terjadi hampir
setengah dari jumlah siswa dan mereka memiliki beberapa aktifitas pada saat
pembelajar seperti ada yang berbicara dengan teman sebelahnya , bermain lari
lari dan sebagainya.
Hal demikian memicu penulis untuk memberi alternatif


metode

pembelajaran yang baru dalam pembelajaran seperti yang dikemukakan
menurut Mishad tentang pembelajaran aktif learning . Pembelajaran

tidak

cukup saat mengajar dengan mengasah kemampuan mendengar (auditori) atau
melihat (visual). Masih ada keterampilan siswa yang perlu difungsikan, yaitu
kemampuan unjuk kerja (kinestetik). Untuk menyinergikan tiga gaya belajar
tersebut diperlukan

cara pembelajar aktif (active learning), salah satunya

metode yang mencakup dalam pembelajaran aktif adalah metode edutaiment. 3
Metode

edutainment

merupakan


metode

pembelajaran

yang

menyelipkan humor dan permainan (game) ke dalam proses pembelajaran,
tetapi bisa juga dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan metode
bermain peran (role play), demonstrasi, dan multimedia. Tujuannya adalah agar
pembelajaran (siswa) bisa mengikuti dan mengalami proses pembelajaran dalam
suasana yang gembira, menyenangkan, menghibur dan mencerdaskan. Untuk
mencapai hal itu, maka para siswa mendapatkan pelajaran tambahan tentang
“learning how-to-learn” (belajar tentang “bagaimana belajar”) yang mampu
meningkatkan pemahaman, ingatan dan kemampuan belajar mereka. 4
Penggunaan Metode Edutainment pada Taman Pendidikan Al Quran Al
Mukmin Plosorejo akan menggunakan metode BCM ( Bermain, Cerita dan
Menyanyi ) yang dapat membantu siswa dalam memahamkan materi secara
auditori, visual maupun kinestetik . Tidak hanya itu, penggunaan media seperti
LCD dalam pemutaran film juga diharapkan mampu menunjang proses

edutainment . Sehingga pembuatan makalah dengan didukung metode penelitian
ini diharapkan dapat meningkatkan hasil pembelajaran siswa dan menjadikan
pengajar dapat terobsesi untuk menjadi guru yang kreatif dan produktif dalam

(2011)

3

Mishad, www.mishadonline.blogspot.com

4

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 125

berintrepreneur yang dapat menunjang kualitas diri sebagai guru profesional
dalam mengajar di beberapa lembaga pendidikan .

1.2 Rumusan Masalah
Dengan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka untuk
memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang permasalahan dalam penelitian ini

sebagai berikut:
1.2.1

Bagaimanakah pengertian dan konsep edutainment ?

1.2.2

Bagaimana urgensi metode edutainment bagi pendidik maupun peserta
didik sebelum dan sesudah penyelengaraan pembelajaran ?

1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Mengetahui dan memahami pengertian dan konsep dari Edutainment.

1.3.2

Mengetahui urgensi metode edutainment bagi pendidik maupun peserta
didik.


1.4 Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang di pakai dalam karya tulis ini adalah :


Metode Observasi yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian pada
penelitian. Adapun cara pelaksanaannya dengan teknik diskusi dan wawancara
serta dengan pengamatan partisipan. Dalam makalah ini, metode ini dilakukan
guna mengetahui tentang respon anak terhadap materi yang diberikan .

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
2.1.1

Pengertian Edutainment

Edutainment

terdiri


atas

dua

kata,

yaitu

education

dan

entertainment. Education artinya pendidikan, dan entertainment artinya
hiburan. Dari segi bahasa, edutainment memiliki arti pendidikan yang
menyenangkan. Sedangkan dari segi terminologi edutainment as a form of
entertainment that is designed to be educational. Jadi edutainment bisa
didefinisikan sebagai

proses


pembelajaran yang Didesain

dengan

memadukan antara muatan pendidikan dan hiburan secara harmonis,
sehingga aktivitas pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan. 5

Konsep belajar berwawasan edutainment mulai diperkenalkan
secara formal pada tahun 1980-an, dan telah menjadi satu metode
pembelajaran yang sukses dan membawa pengaruh yang luar biasa pada
bidang pendidikan dan pelatihan di era millennium ini. Belajar yang
menyenangkan, menurut konsep edutainment bisa dilakukan dengan
menyelipkan humor dan permainan (game) ke dalam proses pembelajaran,
tetapi bisa juga dengan cara-cara lain, misalnya dengan menggunakan
metode bermain peran (role play), demonstrasi, dan multimedia.

6

Edutainment menurut Sumantri dan Permana memiliki 4 prinsip
atau kebenaran

tetap

yang

dapat mempengaruhi

aspek-aspek

pembelajaran. Ke empat aspek itu adalah:

a. Hal apapun yang dipelajari oleh murid, maka ia harus mempelajarinya sendiri
tidak ada seorangpun yang dapat melakukan kegiatan belajar tersebut untuknya.
b. Setiap murid belajar menurut tempo (kecepatan sendiri dan setiap kelompok
umur terdapat variasi dalam kecepatan belajar).

5

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal 124-125
Mulyani Sumantri dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: C.V Maulana, 2001), hal
101

6

c. Seorang murid belajar lebih banyak bilamana setiap langkah memungkinkan
belajar secara keseluruhan lebih berarti.
d. Apabila murid diberikan tanggungjawab untuk mempelajari sendiri, maka ia
lebih termotivasi untuk belajar, ia akan belajar dan mengingat secara lebih
baik.7
Konsep edutainment tentu sangat menarik bila dikembangkan dengan sistematis
dan terstruktur. Jika berjalan dengan baik, tentu suasana pembelajaran di kelas akan
berubah dari sesuatu yang menakutkan menjadi sesuatu yang menyenangkan, dari suatu
yang membosankan menjadi membahagiakan, atau dari sesuatu yang dibenci menjadi
sesuatu yang dirindukan oleh para peserta didik. Sehingga, mereka ingin dan ingin
terus belajar di kelas, karena dipengaruhi rasa semangat dan antusiasme yang tinggi
untuk mengikuti pelajaran. Karena konsep edutainment lebih menekankan cara guru
dalam menjalankan fungsinya, maka ia harus melengkapi diri dengan kemampuan
menerapkan konsep edutainment di dalam kelas. Hal ini tentu bukan pekerjaan
gampang, sebab perubahan pengajaran dari konvensional dimana guru sangat dominan
di kelas, menjadi konsep edutainment.

8

Oleh karena itu, dari sekian banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh dari
bermain, maka pembelajaran

edutainment

perlu digunakan sebagai metode

pembelajaran. Pelajaran dikemas dalam suasana hiburan dan bereksperimen sehingga
proses belajar tidak lagi membosankan, tetapi justru merupakan arena hiburan yang
edukatif dan menyenangkan bagi peserta didik. 9

7

Mulyani Sumantri dan Johar Permana, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: C.V Maulana, 2001) hal.
102)
8

9

Moh.Sholeh Hamid, “Metode Edutainment”,(Yogyakarta : Diva press, 2011) hal. 13 - 14

http://alyaty.multiply.com/item/reply-to-message/alyaty:journal:2, diakses pada 3 Maret
2018

2.1.2

Konsep Dasar Edutainment

Ada beberapa komponen yang dapat menjadikan sebuah proses pembelajaran
bernuansa edutainment diantaranya
a. Quantum Learning
Konsep belajar Quantum terancang proses pembelajaran secara harmonis
dengan mengkombinasikan unsur keterampilan akademis, prestasi fisik, dan
keterampilan dalam hidup. Falsafah dasarnya adalah bahwa agar belajar bisa
berhasil dengan efektif, maka aktivitas belajar harus menyenangkan. Untuk
mendukung falsafah ini, dipersiapkan lingkungan yang kondusif, sehingga semua
siswa merasa penting, aman dan nyaman. 10
Quantum learning bersandar pada konsep : Bawalah dunia mereka ke
dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Inilah asas utama –alasan
dasar dibalik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum learning setiap
interaksi dengan siswa dan setiap rancangan pembelajaran dibangun di atas asas
bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. 11
Pada proses pembelajaran harus dikembangkan konsep AMBAK adalah
singkatan dari “Apa Manfaatnya BAgiKu”. Sebelum seseorang melakukan
berbagai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, termasuk aktivitas belajar, konsep
Quantum Learning menyarankan untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri,
“Apa manfaatnya bagiku?” Mulai dari pekerjaan sehari-hari yang paling sederhana
hingga monumental yang mengubah hidup. Segala sesuatu harus menjanjikan
manfaat pribadi, bila tidak bisa saja seseorang merasa tak mempunyai motivasi
untuk melakukannya. Motivasi untuk melakukan sesuatu yang diperoleh dari
latihan mental ini disebut dengan “AMBAK”.12
Dalam banyak situasi, menemukan AMBAK sama saja dengan
menciptakan

minta

terhadap

apa

yang

sedang

dipelajari

dengan

menghubungkannya pada “dunia nyata”. Ini terutama benar dalam situasi belajar
yang formal. Apakah itu kelas reguler, seminar, atau belajar di kampus, maka

10

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008)
(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008), hal. 132
11

Bobbi De Porter, dkk., Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas
2002 hal. 6
12
Ibid. hal.142

setiap pembelajar harus mencari cara untuk menjadikan materi yang dipelajarinya
berarti bagi hidupnya sendiri. 13
b. Active Learning.
Untuk mempelajari sesuatu dengan baik, teori Active Learning membantu
siswa dalam mendengar, melihat, mengajukan pertanyaan, dan mendiskusikannya
dengan orang lain. Yang misalnya memecahkan masalah sendiri, menemukan
contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas
yang tergantung pada pengetahuan yang telah mereka miliki atau yang harus
mereka capai. 14
Bahkan lebih dari 2400 tahun yang lalu Confucius membuat sebuah
pernyataan yang kemudian dimodifikasi dan diperluas oleh Melvin L Silberman
bahwa:

1) Apa yang saya dengar, saya lupa
2) Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa
teman lain, saya mulai paham.

3) Dari yang saya dengar dan saya lihat, saya ingat sedikit
4) Apa yang saya dengar, lihat, bahas dan terapkan, saya dapatkan pengetahuan
dan ketrampilan

5) Yang saya ajarkan kepada orang lain, saya kuasai.15
Dalam dimensi psikologis, Active learning harus mampu menumbuhkan
motivasi intrinsik yang tinggi dari peserta didik dalam belajar sehingga peserta
didik dapat mengambil inisiatif, peserta didik memulai (secara psikologis) adanya
proses belajar mengajar. Peserta didik tidak hanya aktif mendengarkan dan melihat
permainan guru di depan kelas, melainkan mereka yang seharusnya memulai
permainan itu. 16

13

14

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 143

Ibid. hal. 170
Melvin L Silberman, Active learning 101 Cara Belajar Peserta didik Aktif, Terj Raisul Muttaqien,
(Bandung: Nuansa Media 2006), hal. 23
16
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 131

15

Dalam dimensi proses peserta didik diberi peluang untuk ikut terlibat sejak
tahap pra instruksional, tahap instruksional, tahap evaluasi, sampai tahap
pengembangan, sehingga peserta didik benarbenar menjadi subyek belajar bukan
obyek. 17
Dalam dimensi waktu khususnya dalam proses belajar, selayaknya
dipahami bahwa waktu adalah milik peserta didik sehingga peserta didiklah yang
seharusnya banyak diberi kesempatan untuk berfikir dan berbicara. Namun tidak
berarti menghilangkan peran guru yang justru akan menjadi pasif. 18
Dalam pengajaran yang dimiliki dalam Active learning, maka posisi dan
peran guru harus menempatkan diri sebagai:

1) Pemimpin

belajar, artinya merencanakan, mengorganisasi,

melaksanakan dan mengontrol kegiatan belajar peserta didik

2) Fasilitator belajar artinya memberikan kemudahan-kemudahan peserta didik
dalam melakukan kegiatan belajarnya misal, menyediakan sumber dan alat
belajar, menyediakan waktu belajar yang cukup, memberi bantuan,
menunjukkan jalan keluar pemecahan masalah, menengahi perdebatan
pendapat dan
sebagainya.

3) Moderator belajar artinya sebagai pengatur arus belajar peserta didik, guru
menampung persoalan yang diajukan oleh peserta didik dan mengembalikan
lagi persoalan tersebut kepada peserta didik lain, untuk dijawab dan
dipecahkan. Jawaban tersebut dikembalikan kepada penannya atau kepada
kelas untuk dinilai benar salahnya.

4) Motivator belajar sebagai pendorong agar peserta didik mau melakukan
kegiatan belajar

5) Evaluator artinya sebagai penilai yang obyektif dan komprehensif, guru
berkewajiban memantau, mengawasi, proses belajar peserta didik dan hasil
belajar yang dicapainya.19

17
18

19

Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 131
Ibid. Hal 132

Nana Sudjana, , CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo 1996), hal.
32-35

Dalam memulai pelajaran apa pun, seorang guru perlu menjadikan siswa
aktif sejak awal. Jika tidak, kemungkinan besar sikap pasif siswa akan terus
melekat, sehingga membutuhkan waktu lama untuk mengaktifkannya.20
c. Discovery Inquiry
Proses pengajaran, intinya adalah kegiatan belajar para siswa. Tinggi
rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh metode mengajar yang
digunakan guru. Ada beberapa pendapat mengenai metode mengajar. Richard
Anderson mengajukan dua metode, yakni: metode yang berorientasi kepada guru
atau disebut teacher centered dan metode yang berorientasi kepada siswa atau
disebut student centered. Metode pertama disebut juga tipe otokratis dan metode
kedua disebut tipe demokratis. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Massialas yang
mengajukan dua metode, yakni metode expository dan metode discovery Inquiry.
21

Kedua metode di atas hakikatnya sama, hanya nama dan istilahnya saja
yang berbeda. Metode inquiry merupakan metode mengajar yang berusaha
meletakkan dasar dan mengembangkan cara berfikir ilmiah. Metode ini
menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kekreatifan
dalam memecahkan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek yang
belajar. Peranan guru dalam discovery Inquiry adalah pembimbing belajar dan
fasilitator belajar. Tugas utama guru adalah memilih masalah yang perlu
dilontarkan kepada kelas untuk dipecahkan oleh siswa sendiri. Metode inquiry
dalam mengajar termasuk metode modern, yang sangat didambakan untuk
dilaksanakan di setiap sekolah. Setiap adanya tuduhan bahwa sekolah menciptakan
kultur bisu, tidak akan terjadi apabila metode ini digunakan. 22
Discovery Inquiry menekankan pada proses menemukan sendiri jawaban
dengan observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan
menyimpulkan, yang semuanya memerlukan metodologi keilmuan. Dengan strategi
tersebut diharapkan peserta didik menemukan fakta-fakta kebenaran dari hasil
pengamatan, dugaan, hingga penyimpulan.23

20
21

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 183
Nurhadi, Kurikulum 2004; Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: Grassindo, 2004), hal. 21

22

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1999), hal 173

23

Ibid. hal. 174

Tekanan utama pembelajaran dengan discovery Inquiry adalah:
1) Pengembangan kemampuan berpikir individual lewat penelitian
2) Peningkatan kemampuan mempraktekkan metode dan teknik penelitian
3) Latihan keterampilan intelektual khusus, yang sesuai dengan cabang ilmu tertentu
4) Latihan menemukan sesuatu, seperti “belajar bagaimana belajar” sesuatu.24
Discovery inquiry termasuk bentuk pembelajaran modern, yang sangat
didambakan untuk dilaksanakan di setiap sekolah. Adanya tuduhan bahwa sekolah
menciptakan kultur bisu, tidak akan terjadi apabila metode ini digunakan. Metode
discovery inquiry dapat dilaksanakan apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1) Guru harus terampil memilih persoalan yang relevan untuk diajukan kepada
kelas (persoalan bersumber dari bahan pelajaran yang menantang peserta
didik/problematik) dan sesuai dengan daya nalar peserta didik

2) Guru harus terampil menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dan
menciptakan situasi belajar yang menyenangkan

3) Adanya fasilitas dan sumber belajar yang cukup Adanya kebebasan peserta
didik untuk berpendapat, berkarya, berdiskusi

4) Partisipasi setiap peserta didik dalam setiap kegiatan belajar
5) Guru tidak banyak campur tangan dan intervensi terhadap kegiatan peserta
didik.25

2.1.3

Pendekatan Prinsip Pembelajaran Edutainment

Sebenarnya tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Paradigma
lama tidak lagi bisa dipertahankan. Teori, penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah paradigma pengajaran.
Pendidik perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dimana
pengetahuan ditemukan dan dikembangkan oleh siswa. Guru hanya menciptakan
kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa membentuk makna dari bahan-bahan

24
25

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rinneka Cipta, 1999), hal 173
Sudjana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, hal. 154

pelajaran melalui suatu proses belajar, dan menyimpannya dalam ingatan yang sewaktu
waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.26

Prinsip-prinsip yang menjadi karakteristik dari pendekatan edutainment. Pertama,
konsep pendekatan edutainment adalah salah satu rangkaian pendekatan dalam
pembelajaran untuk menjembatani jurang yang memisahkan antara proses mengajar
dan proses belajar sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil dan proses belajar,
sehingga diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar. Konsep ini dirancang agar proses
belajar mengajar dilakukan secara holistic dengan menggunakan pengetahuan yang
berasal dari berbagai disiplin ilmu, seperti pengetahuan tentang cara kerja otak dan
memori, motivasi, konsep diri, emosi (perasaan), metakognisi, gaya belajar, kecerdasan
majemuk, teknik memori, teknik membaca, teknik mencatat, dan teknik belajar
lainnya.27
Kedua, konsep dasar pendekatan edutainment, seperti halnya konsep belajar
akselerasi, berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung dalam suasana yang
kondusif dan menyenangkan. 28
Ketiga, pendekatan edutainment menawarkan suatu sistem pembelajaran yang
dirancang dengan satu jalinan yang efisien, meliputi dari anak didik, guru, proses
pembelajaran dan lingkungan pembelajaran. pendekatan edutainment menempatkan
anak sebagai pusat dari proses pembelajaran, dan sekaligus sebagai subyek pendidikan.
Tidak seperti yang terjadi selama ini, anak didik ditempatkan dalam suatu posisi yang
tidak pas, yaitu sebagai obyek pendidikan. Proses pembelajaran terbaik yang dapat
diberikan kepada anak didik, menurut konsep ini, adalah suatu proses pembelajaran
yang diawali dengan menggali dan mengerti kebutuhan anak didik. Berangkat dari sini,
seorang pendidik harus bisa membawa anak didik, melalui suatu metode pembelajaran
yang benar, agar anak bisa berkembang seusai dengan potensi mereka seutuhnya. 29
Keempat, dalam pendekatan edutainment, proses dan aktivitas pembelajaran tidak
lagi tampil dalam wajah yang ‘menakutkan’ tetapi dalam wujud yang humanis dan
dalam interaksi edukatif yang terbuka dan menyenangkan. Interaksi edukatif seperti ini
26

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 127128
27
Ibid. hal. 199
28
Ibid. hal. 199
29
Ibid. hal. 200

akan membuahkan aktivitas belajar yang efektif dan menjadi kunci utama suksesnya
sebuah pembelajaran. Asumsinya, jika manusia mampu menggunakan potensi nalar dan
emosinya secara jitu, maka ia akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa
diduga sebelumnya. Bila seseorang mampu mengenali tipe belajarnya dan melakukan
pembelajaran yang sesuai, maka belajar akan terasa sangat menyenangkan dan akan
memberikan hasil yang optimal.30

2.2 Urgensi Edutainment
Urgensi dari edutainment memiliki filosofi bertolak belakang dengan
pemikiran yang mengatakan peserta didik diibaratkan dengan kertas putih
(tabularasa), wadah kosong yang harus diisi dan diwarnai oleh guru atau
siapapun. Kontroversi ini, dilatarbelakangi bahwa konsep edutaiment
mengajak kita membuka ruang sebesar-besarnya akan eksistensi setiap
manusia (humanis). 31
Terkait

dengan

pembelajaran

edutainment

bagi

Profesor

Hamruni menjelaskan ada tiga asumsi menjadi landasan dalam
pelaksanaan pembelajaran . Pertama, perasaan positif (senang/gembira)
akan mempercepat pembelajaran. Sedangkan perasaan negatif seperti
sedih, takut, terancam dan merasa tidak mampu akan memperlambat
belajar atau bahkan bisa menghentikannya sama sekali. Maka konsep
edutainment mencoba memadukan dua aktivitas yang tadinya terpisah
dan tidak berhungan (yakni pendidikan dan hiburan). Kedua, jika
seseorang mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu,
maka ia akan membuat loncatan prestasi belajar yang tidak terduga
sebelumnya. Dengan menggunakan metode yang tepat, siswa bisa
meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Ketiga, apabila setiap
peserta didik dapat dimotivasi dengan tepaat dan diajar dengan cara

30

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 200201
31
Ibid. Hal 8

yang benar, menghargai gaya belajar dan modalitas mereka, maka
mereka semua akan dapat mencapai hasil belajar yang optimal. 32
Menggunakan

konsep

pembelajaran

edutainment

mengarahkan

pendekatan student center, yang tidak lagi menjadi sasaran pembelajaran
tapi sebagai pelaku pembelajaran. Dihiasi dengan pembelajaran yang
membuat peserta didik aktif, senang, dan bergairah setiap jam pelajaran
tanpa ada istilah membosankan atau pernyataan tidak sanggup lagi dan
evaluasi setiap materi yang diajarkan sangat memuaskan. Bukankah
proses pembelajaran yang seperti itu diharapkan para guru?
Dengan demikian, tidak ada lagi istilah menolak akan konsep
edutainment. Bahkan metode pembelajaran edutaintment justru akan
membawa gairah guru untuk lebih kreatif dan produktif dalam
berintrepreneur yang dapat menunjang kualitas diri sebagai guru
profesional dalam mengajar . Paradigma menggugah, membuka ruangruang yang tertutup selama ini (tradisional) seperti kelas hanya ruangan
sepi yang tak ada manusia didalamnya menjadi kelas yang sangat
menyenangkan. Mengkambing hitamkan peserta didik dalam klaim
pembenaran (truth of clim) bahwasannya peserta didiklah yang bersalah
untuk tidak mau menghafal dan belajar . Padahal belum tentu hanyalah
peserta didik yang ikut andil dalam kasus tersebut , bisa jadi ada pula
pengaruh guru dalam memberikan metode pembelajaran .

32

Hamruni, Konsep Edutainment dalam Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Sukses Offset, 2008) hal. 9

2.3 Nuansa edutainment dalam proses belajar mengajar

Gambar A1 Saat mendengar metode ceramah tanpa
metode edutainment

anak anak cenderung

tidak memperhatikan pengajar

Gambar A 2 Saat pembelajaran menggunakan
metode

edutainment

anak

anak

justru

bersemangat dalam membaca quran , dan
bergairah dalam menerima nilai nilai islam

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Metode Edutainment merupakan metode pembelajaran yang berpengaruh dalam
keberhasilan pendidikan . Hal ini didukung dengan pemuktian dalam penelitian yang
telah dilakukan pada TPA Al Mukmin Plosorejo Ngaglik Sleman Yogyakarta . Dimana
urgensi menggunakan metode edutainment membuat suasana belajar yang selama ini
menjadi momok menakutkan bagi peserta didik berubah arus menjadi sangatlah
menyenangkan dan bahkan dapat dijadikan sebagai suatu hiburan . Sehingga kemasan
pembelajaran yang menarik pastilah akan mendapat perhatian yang serius dari para
peserta didik.

Dalam hal ini edutainment berupaya agar pembelajaran yang terjadi berlangsung
dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan. Sebab konsep ini menawarkan
sebuah perpaduan dua aktifitas yaitu ‘pendidikan’ dan ‘hiburan’. Selain itu, dengan

adanya metode edutainment pengajar sangatlah terbantu untuk menemukan
salah satu metode pengajaran yang mewujudkan guru yang kreatif dan
produktif dalam berintrepreneur dan dapat menunjang kualitas diri sebagai
guru profesional dalam mengajar di beberapa lembaga pendidikan .

DAFTAR PUSTAKA

http://alyaty.multiply.com/item/reply-to-message/alyaty:journal:2,
diakses pada 3 Maret 2018
Bobbi De Porter, dkk. 2002 Quantum Teaching: Mempraktikkan
Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung : Kaifa
Dimyati dan Mudjiono,1999. Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Rinneka Cipta, 1999).
Hamid,Moh. Sholeh. (2011). Metode Edutainment.Yogyakarta:
Diva Press.
Hamruni,

2008.

Konsep

Edutainment

dalam

Pendidikan

Islam.

Yogyakarta: Sukses Offset
Mishad, 2011. Active learning, belajar yang mengasyikan. diakes dari
www.mishadonline.blogspot.Com/2011/05/Active-Learning-BelajarYang.html 3
Maret 2018
Nurhadi, Kurikulum 2004. Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grassindo
Thoha, Chabib, 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Silberman, L Melvin, 2006. Active learning 101 Cara Belajar Peserta
didik Aktif, Terj Raisul Muttaqien. Bandung: Nuansa Media.
Sudjana, Nana. 1996. CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana, 2001. Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: C.V Maulana