Makalah MODEL DAn PEMBELAJARAN KOLABORASI

Makalah MODEL PEMBELAJARAN KOLABORASI
(COLLABORATIVE LEARNING)

MODEL
PEMBELAJARAN
(COLLABORATIVE LEARNING)

1.
2.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

KOLABORASI

A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA MODEL KOLABORASI
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktekpraktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction),

pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimisasi perbedaanperbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan
formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu:
Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam
kehidupan di dunia nyata;
Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran
bermakna.
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk
dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis
sebuah buku “Democracy and Education” yang isinya bahwa kelas merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:
Siswa hendaknya aktif, learning by doing
Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik
Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap
Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling
menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.
Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan
mengembangkan dunia tersebut.
Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai

berikut (Smith & MacGregor, 1992):
1.
Belajar itu aktif dan konstruktif
Untuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa
perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.
2.
Belajar itu bergantung konteks
Kegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait
dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau
pemecahan masalah itu.
3.
Siswa itu beraneka latar belakang
Para siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latarbelakang, gaya belajar,
pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan
kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam
proses belajar.
4.
Belajar itu bersifat sosial
Proses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna

yang diterima bersama.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.

2.

Menurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya
tiga teori, yaitu:
1.
Teori Kognitif
Teori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada
pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu

pengetahuan pada setiap anggota.
2.
Teori Konstruktivisme Sosial
Pada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan
individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.
3.
Teori Motivasi
Teori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan
memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota
untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota
dalam kelompok.
Piaget dengan konsepnya “active learning” berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik
jika mereka berpikir secara kelompok, menurut pikiran mereka maka oleh sebab itu menjelaskan
sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan keras. Piaget juga berpendapat bila suatu
kelompok aktif klompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga
dalam belajar lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).
B. TUJUAN MODEL KOLABORASI
Dalam penerapan pembelajaran kolaborasi, terdapat pergeseran peran si belajar (MacGregor,
2005):
Dari pendengar, pengamat dan pencatat menjadi pemecah masalah yang aktif, pemberi

masukan dan suka diskusi.
Dari persiapan kelas dengan harapan yang rendah atau sedang menjadi ke persiapan kelas
dengan harapan yang tinggi.
Dari kehadiran pribadi atau individual dengan sedikit resiko atau permasalahan menjadi
kehadiran publik dengan banyak resiko dan permasalahan.
Dari pilihan pribadi menjadi pilihan yang sesuai dengan harapan komunitasnya.
Dari kompetisi antar teman sejawat menjadi kolaborasi antar teman sejawat.
Dari tanggung jawab dan belajar mandiri, menjadi tanggung jawab kelompok dan belajar
saling ketergantungan.
Dahulu melihat guru dan teks sebagai sumber utama yang memiliki otoritas dan sumber
pengetahuan sekarang guru dan teks bukanlah satu-satunya sumber belajar. Banyak sumber
belajar lainnya yang dapat digali dari komunitas kelompoknya.
Gokhale mendefinisikan bahwa “collaborative learning” mengacu pada metode pengajaran di
mana siswa dalam satu kelompok yang bervariasi tingkat kecakapannya bekerjasama dalam
kelompok kecil yang mengarah pada tujuan bersama. Pengertian kolaborasi sendiri yaitu:
Keohane berpendapat bahwa kolaborasi adalah bekerja bersama dengan yang lain, kerja
sama, bekerja dalam begian satu team, dan di dalamnya bercampur didalam satu kelompok
menuju keberhasilan bersama.
Patel berpendapat bahwa kolaborasi adalah suatu proses saling ketergantungan
fungsional dalam mencoba untuk keterampilan koordinasi, to coordinate skills, tools, and

rewards.
Dari pengertian kolaborasi yang diungkapkan oleh berbagai ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pengertian belajar kolaborasi adalah suatu strategi pembelajaran di mana para siswa

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.
2.
3.

4.
5.


6.
7.

dengan variasi yang bertingkat bekerjasama dalam kelompok kecil kearah satu tujuan. Dalam
kelompok ini para siswa saling membantu antara satu dengan yang lain. Jadi situasi belajar
kolaboratif ada unsur ketergantungan yang positif untuk mencapai kesuksesan.
Belajar kolaboratif menuntut adanya modifikasi tujuan pembelajaran dari yang semula sekedar
penyampaian informasi menjadi konstruksi pengetahuan oleh individu melalui belajar kelompok.
Dalam belajar kolaboratif, tidak ada perbedaan tugas untuk masing-masing individu, melainkan
tugas itu milik bersama dan diselesikan secara bersama tanpa membedakan percakapan belajar
siswa.
Dari uraian diatas, kita bisa mengetahui hal yang ditekankan dalam belajar kolaboratif yaitu
bagaimana cara agar siswa dalam aktivitas belajar kelompok terjadi adanya kerjasama,
interaksi, dan pertukaran informasi.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah sebagai
berikut :
Memaksimalkan proses kerjasama yang berlangsung secara alamiah di antara para siswa.
Menciptakan lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa, kontekstual,
terintegrasi, dan bersuasana kerjasama.

Menghargai pentingnya keaslian, kontribusi, dan pengalaman siswa dalam kaitannya
dengan bahan pelajaran dan proses belajar.
Memberi kesempatan kepada siswa menjadi partisipan aktif dalam proses belajar.
Mengembangkan berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah.
Mendorong eksplorasi bahan pelajaran yang melibatkan bermacam-macam sudut
pandang.
Menghargai pentingnya konteks sosial bagi proses belajar.
Menumbuhkan hubungan yang saling mendukung dan saling menghargai di antara para
siswa, dan di antara siswa dan guru.
Membangun semangat belajar sepanjang hayat.
C. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Berikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif.
Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendirisendiri.
Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis..
Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan,
meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS
atau masalah yang ditemukan sendiri.
Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing
siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua

kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok
kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati,
membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih
kurang 20-30 menit.
Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan
revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.
Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun
perkelompok kolaboratif.

8.

1.

2.

3.

4.

5.


6.

7.

8.

Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya,
dan didiskusikan.
D. MACAM-MACAM PEMBELAJARAN KOLABORATIF
Ada banyak macam pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun
praktisi pendidikan, teristimewa oleh para ahli Student Team Learning pada John Hopkins
University. Tetapi hanya sekitar sepuluh macam yang mendapatkan perhatian secara luas, yaitu:
Learning Together
Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam
kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh
guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian
didasarkan pada hasil kerja kelompok.
Teams-Games-Tournament (TGT)
Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba

dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian
didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok.
Group Investigation (GI)
Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan
pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan
siapa saja yang akan melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan
forum kelas. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.
Academic-Constructive Controversy (AC)
Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual
yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok
maupun dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian
dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan
antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap
anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya.
Jigsaw Proscedure (JP)
Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang
suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok bahasan, tes
diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes
kelompok.
Student Team Achievement Divisions (STAD)
Para siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam
setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan
seorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan
kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada
pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok.
Complex Instruction (CI)
Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada
penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah
menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode
ini umumnya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa)
dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja
kelompok.
Team Accelerated Instruction (TAI)

Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/ kolaboratif
dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang
harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama
dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa
mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa belum dapat menyelesaikan
soal tahap pertama dengan benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap
tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasarkan pada hasil belajar
individual maupun kelompok.
9.
Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan).
Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan
pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau
skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan
sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
10.
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model pembelajaran ini
menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para
siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun
lisan di dalam kelompoknya.
Keterampilan yang dibutuhkan oleh peserta yang berpartisipasi dalam model
pembelajaran kolaboratif adalah:
1.
Pembentukan kelompok
2.
Bekerja dalam satu kelompok
3.
Pemecahan masalah kelompok
4.
Manajemen perbedaan kelompok
Menurut Reid (2004) dalam menggembangkan collaborative learning ada lima tahapan
yang harus dilakukan, yaitu:
1.
Engagement
Pada tahap ini, pengajar melakukan penilaian terhadap kemampuan, minat, bakat dan kecerdasan
yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Lalu, siswa dikelompokkan yang di dalamnya terdapat
siswa terpandai, siswa sedang, dan siswa yang rendah prestasinya.
2.
Exploration
Setelah dilakukan pengelompokkan, lalu pengajar mulai memberi tugas, misalnya dengan
memberi permasalahan agar dipecahkan oleh kelompok tersebut. Dengan masalah yang
diperoleh, semua anggota kelompok harus berusaha untuk menyumbangkan kemampuan berupa
ilmu, pendapat ataupun gagasannya.
3.
Transformation
Dari perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, lalu setiap anggota saling
bertukar pikiran dan melakukan diskusi kelompok. Dengan begitu, siswa yang semula
mempunyai prestasi rendah, lama kelamaan akan dapat menaikkan prestasinya karena adanya
proses transformasi dari siswa yang memiliki prestasi tinggi kepada siswa yang prestasinya
rendah.
4.
Presentation
Setelah selesai melakukan diskusi dan menyusun laporan, lalu setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusinya. Pada saat salah satu kelompok melakukan presentasi, maka

kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan
menanggapi.
5.
Reflection
Setelah selesai melakukan presentasi, lalu terjadi proses Tanya-jawab antar kelompok.
Kelompok yang melakukan presentasi akan menerima pertanyaan, tanggapan ataupun sanggahan
dari kelompok lain. Dengan pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain, anggota kelompok
harus bekerjasama secara kompak untuk menanggapi dengan baik.
Brandt (2004) menekankan adanya lima elemen dasar yang dibutuhkan agar kerjasama
dalam proses pembelajaran dapat sukses, yaitu :
1.
Possitive interdependence (saling ketergantungan positif)
Yaitu siswa harus percaya bahwa mereka adalah proses belajar bersama dan mereka peduli pada
belajar siswa yang lain. Dalam pembelajaran ini setiap siswa harus merasa bahwa ia bergantung
secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab
menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun
menguasainya. Mereka merasa tidak akan sukses bila siswa lain juga tidak sukses.
2.
Verbal, face to face interaction (interaksi langsung antarsiswa)
Yaitu hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antarsiswa
yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian tujuan belajar. Siswa juga harus menjelaskan, berargumen,
elaborasi, dan terikat terhadap apa yang mereka pelajari sekarang untuk mengikat apa yang
mereka pelajari sebelumnya.
3.
Individual accountability (pertanggungjawaban individu)
Yaitu setiap kelompok harus realis bahwa mereka harus belajar. Agar dalam suatu kelompok
siswa dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap siswa dituntut harus
menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok
bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap
hasil belajar kelompok.
4.
Social skills (keterampilan berkolaborasi)
Yaitu keterampilan sosial siswa sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai
keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk
saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif. Siswa harus
belajar dan diajar kepemimpian, komunikasi, kepercayaan, membangun dan keterampilan dalam
memecahkan konflik.
5.
Group processing (keefektifan proses kelompok)
Yaitu kelompok harus mampu menilai kebaikan apa yang mereka kerjakan secara bersama dan
bagaimana mereka dapat melakukan secara lebih baik. Siswa memproses keefektifan kelompok
belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang belajar dan mana
yang tidak serta membuat keputusan-keputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu
diubah.
Tiga pola pengelompokkan, yaitu:
1.
The two-person group (tutoring)
Yaitu satu orang ditugasi mengajar yang lain. Jadi, siswa dapat berperan sebagai pengajar yang
disebut tutor, sedangkan siswa yang lain disebut tutee.
2.
The small group (interactive recitation; discussion)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Adalah cara penyampaian baha pelajaran di mana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan
masalah.
3.
Small or large group (recitation)
Yaitu suatu metode mengajar dan pengajar memberikan tugas untuk mempelajari sesuatu kepada
pembelajar, kemudian melaporkan hasilnya. Tugas-tugas yang diberikan oleh pengajar dapat
dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, laboratorium, atau di tempat lain.
Karakteristik dalam belajar kolaboratif adalah :
Siswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa ketergantungan dalam proses
belajar, penyelesaian tugas kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.
Interaksi intensif secara tatap muka antar anggota kelompok.
Masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang telah disepakati.
Siswa harus belajar dan memiliki ketrampilan komunikasi interpesonal.
Peran guru sebagai mediator.
Adanya sharing pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.
pengelompokkan secara heterogen.
E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
1.
Kelebihan
a. Siswa belajar bermusyawarah
b. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain
c. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional
d. Dapat memupuk rasa kerja sama
e. Adanya persaingan yang sehat
2.
Kelemahan
a. Padapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan.
b. Membutuhkan waktu cukup banyak.
c. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa
rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.
d. Kebulatan atau kesimpulan bahan kadang sukar dicapai.
F. PENUTUP
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa collaborative learning merupakan salah satu
strategi pembelejaran yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar. Dalam strategi tersebut
lebih memfokuskan bagaimana memaksimalkan partisipasi dan keaktifan dalam pembelajaran
serta bagaimana siswa dapat mengkonstruksi sendiri ilmu pengetahuan untuk menjadi miliknya.
Dalam strategi ini, peran guru cenderung menjadi fasilitator, motivator, dan membimbing
menemukan alternatif pemencahan bila terjadi siswa mengalami kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, Sri. 1996. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian
Proyek Penataran Guru Slip Setara D-III.
Parwoto. 2007. Strategi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
http://pembelajaran-kolaborasi.web.id/pk.php
http://garduguru.blogspot.com/2008/12/metode-kolaboratif-untuk-pembelajaran.html

TYPE STAD, TGT DAN JIGSAW II
Telah dikenal sedikitnya ada 29 tipe model CL, ada Role Playing, Problem Based
Intruction (PBI), Course Review Horay (Bingo), Mind Mapping, Student Teams
Achievement Divisions (STAD), Team Game Tournament (TGT), Jigsaw II, dan lainnya,
Dalam makalah ini yang akan dibahas hanya tiga tipe model CL terakhir tersebut.
1.
1.
2.
3.
4.
5.

A. Model pembelajaran CL tipe STAD
Menurut Robert E Slavin dan kawan-kawan , model CL tipe STAD terdiri dari 5 komponen (fase) ,
yakni :
Presentasi Kelas (Class presentation)
Pembentukan tim (Teams)
Kuis Individu (Individual Quizzes)
Perubahan skor individu (Individual improvement score)
Pengakuan tim (Team recognition)
Model ini sangat cocok untuk menyajikan materi pembelajaran terstruktur, yang terdiri dari beberapa
bagian dan saling berhubungan antar bagian-nya. Misalnya seorang guru akan menyajikan pokok
materi/ bahasan yang tertruktur terdiri atas 4 sub pokok materi/ bahasan A, B, C dan D. Artinya,
sebelum dapat mempelajari sub B, siswa harus menguasai sub A, sebelum mempelajari sub c,
siswa harus sudah menguasai sub A dan sub B, demikian seterusnya untuk sub D.
Langkah-langkah
:
Fase 1 : Guru presentasi di depan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan
informasi tentang materi yang akan dipelajari, misalnya konsep, materi secara garis besar dan
prosedur
kegiatan
(eksperimen).
Guru juga perlu menjelaskan tata cara kerjasama dalam kelompok, terutama kepada kelompok atau
kelas
yang
belum
terbiasa
menjalankan
model
CL.
Fase 2 : Guru membentuk kelompok, berdasarkan kemampuan (prestasi sebelumnya), jenis
kelamin, ras dan etnik. Jumlah anggota tiap kelompok antara 3-5 orang siswa
Fase 3 : Bekerja dalam kelompok, Siswa belajar bersama, diskusi, menjawab soal atau
mengerjakan
eksperimen
sesuai
LKS
yang
diberikan
guru
Fase 4 : Scafolding. Guru melakukan bimbingan kepada kelompok atau kelas
Fase 5 : Validation. Guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan
hasil
tugas
kelompok
Fase 6 : Quizzes. Guru mengadakan kuis secara individual. Hasil nilai yang diperoleh tiap
anggota, dikumpulkan, kemudian dirata-rata dalam kelompok, untuk menentukan predikat kelompok.
Dalam menjawab quiz, anggota tidak boleh saling membantu. Perubahan skor awal (base score)
individu dengan skor hasil quiz disebut skor perkembangan. Penghitungan skor perkembangan
sebagai
berikut
:
Tabel 1 : Nilai Penghargaan Kelompok (Penghitungan skor Perkembangan)

NO

SKOR TES

1.
2
3
4

Lebih dari 20 poin di atas skor awal
Sama atau hingga 10 poin di atas skor awal
Sepuluh hingga satu poin di bawah skor awal
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

NILAI
PERKEMBANGAN
30
20
10
5

Fase 7 : Penghargaan kelompok : Berdasarkan skor penghitungan yang diperoleh anggota, diratarata.
Hasilnya
untuk
menentu-kan
predikat
tim
(lihat
Tabel
2)
Tabel 2 : Perolehan Skor dan Predikat Tim Tipe STAD dan Jigsaw

NO
1
2
3
1.
2.
3.
4.
5.
1.

PREDIKAT TIM
Super Team
Great Team
Good team

RATA-RATA SKOR
25 – 30
20 – 24
15 – 19

:
Fase
8:
Evaluasi
oleh
guru
Selamat mencoba !
Persiapan : Lembar Kerja Siswa (LKS)
Persiapan Lembar Pertanyaan Quiz dan lembar jawab.
Sediakan Tabel nilai Konversi perubahan skor awal dengan skor hasil kuis individu
Sediakan tanda penghargaan/ sertifikat sederhana
Validasi kelas, bimbingan terhadap kelompok dan individu
Model pembelajaran CL tipe Jigsaw II :
Model CL tipe Jigsaw II ini dikenal juga Kelompok Ahli. Model ini dapat diterapkan pada materi
pembelajaran yang tak berstruktur (tidak saling berhubungan antar sub-sub materi).
Prosedur pelaksanaan Jigsaw mirip dengan STAD, cara menentukan skor individu dalam kelompok
(nilai perkembangan) dan kriteria penghargaan kelompok sama dengan tipe STAD.
Menurut Slavin (1998), tipe Jigsaw terdiri 5 fase. Pembagian kelompok berdasarkan kriteria prestasi
individu (dari ulangan sebelumnya atau pretest), gender, etnik dan ras. Tiap kelompok
beranggotakan 2 – 4 orang. KelompokExpert , jumlahnya disesuaikan dengan pokok bahasan
materi yang dipelajari. Contoh, suatu topik/ pokok materi terdiri 4 sub pokok materi (pokok bahasan),
maka
kelompok
expert
jumlahnya
juga
4.
Masing-masing kelompok expert beranggotakan wakil dari sejumlah kelompok belajar siswa.
Contoh : Suatu kelas terdiri dari 40 siswa, maka dapat dibentuk menjadi 10 kelompok (Kelompok 1,
2, 3 ……10). Tiap kelompok terdiri 4 orang siswa. Setelah kelompok belajar terbentuk, guru
membagikan LKS untuk dipela-jari bersama. Pada kegiatan ini, oleh Slavin disebut Fase

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.

1.
2.
3.
4.

1 (Reading). Selanjutnya, anggota masing-masing kelompok tersebut berunding mem-bagi tugas
untuk masuk ke kelompok expert. Misalnya, pokok materi ter-diri dari 4 sub pokok materi/ bahasan,
maka dapat dibentuk sejumlah 4 kelompok expert (Expert A, B, C, D). Kemudian kelompok belajar
tersebut berunding untuk menentukan satu orang siswa sebagai wakil dari kelom-pok belajar
bergabung ke tiap kelompok expert A, B, C dan D, sesuai hasil perundingan. Jadi dalam kelompok
expert masing-masing beranggotakan 10 orang siswa. Fase 2 (Expert Group Discussions) : Di
dalam kelompok expert, siswa berdiskusi membahas dan memecahkan masalah atau soal yang
terdapat dalam LKS. Setelah diskusi kelompok expert selesai, semua anggota kelompok expert
kembali ke kelompok belajar semula. Fase 3 (Team reports) : Siswa yang ditunjuk sebagai wakil
kelompok belajar di kelompok expert menjelaskan kepada teman-temannya se kelompok. Demikian
juga teman dari expert yang lain menjelaskan kepada teman- teman sekelompok tentang apa yang
dibahas dan dikerjakan selama di dalam kelompok expert. Pada saat diskusi expert inilah, guru
dapat mem-berikan bimbingan, validasi materi dan jawaban siswa dari masing-masing expert. Fase
berikutnya Fase 4 (Assessment) : Guru mengadakan kuis yang harus dikerjakan oleh siswa
secara individual. Hasilnya berupa nilai individu anggota kelompok. Fase 5 (Team
recognition) : Guru bersama siswa menghitung perubahan nilai awal (base score) siswa
dengan nilai hasil kuis secara individual menggunakan Tabel 1 (lihat Tabel Nilai Peng-hargaan
Kelompok STAD dan Jigsaw). Kemudian nilai semua siswa ang-gota masing-masing kelompok
dijumlahkan dan dirata-rata, maka akan diperoleh nilai antara 5 – 30 sebagai nilai kelompok. Untuk
menentukan predikat kelompok, gunakan Tabel 2 Penghargaan Kelompok, caranya sama seperti
penghargaan
kelompok
pada
model
tipe
STAD.
Persiapan Guru :
Menyiapkan bacaan (LKS)
Kalau kegiatan expert berupa praktik atau demonstrasi, maka guru menyiapkan alat/ bahan
Menyiapkan instrumen untuk kuis
Menyiapkan tabel nilai pengamatan psikomotor dan sikap.
Menyiapkan tabel rekapitulasi nilai individu dikonversi ke nilai penghar-gaan kelompok (lihat
lampiran)
Menyiapkan tabel rekapitulasi rerata nilai kelompok
Menyediakan tanda penghargaan/ sertifikat untuk kelompok
Silahkan mencoba, semoga sukses !
C. Model Pembelajaran CL Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih banyak dipilih karena waktu relatif
lebih singkat dan cara melakukannya relatif lebin mudah dibanding STAD dan Jigsaw. Untuk kelaskelas di Indonesia, fase-fase TGT dikembangkan dari empat menjadi delapan, sebagai berikut :
Fase
1:
Penjelasan
guru
(Teacher
presentation).
Pada fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat
tentang
LKS
yang
dibagikan
kepada
kelom-pok.
Fase
2:
Pembagian
kelompok
Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan krite-ria kemampuan (prestasi)
siswa dari pretest atau ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras. Tiap
kelompok beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin, 1998). Jumlah anggota kelom-pok dapat juga
dikembangkan
menjadi
5
orang.
Fase
3:
Kerja
kelompok
(Team
study)
Setelah menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama dalam kelom-pok masing-masing, diskusi,
praktikum
atau
menjawab
soal-soal
pada
LKS.
Fase
4:
Bimbingan
kelompok/
kelas
(Scafolding)
Guru membimbing kerja kelompok, mengamati psikomotorik dan sikap siswa secara individual
dalam
kerja
kelompok
Fase
5:
Tournament
(Quizzes)
Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes). Jumlah soal turnamen antara 10 – 20 butir
soal. Aturan main tournamen model TGT adalah sebagai berikut :
Setiap kelompok menentukan salah satu anggota sebagai Reader (pembaca soal kuis
turnamen) pertama dan pembaca kunci jawaban. Pembaca soal ke dua, ke tiga dan seterusnya
digilir berurutan searah dengan putaran jarum jam. Pembaca kunci jawaban adalah siswa yang
posisi duduknya di sebelah kanan reader.
Kesempatan pertama menjawab soal kuis turnamen diberikan kepada reader, selanjutnya
giliran menjawab bagi anggota kelom-pok yang lain searah putaran jarum jam.
Jika semua anggota kelompok menjawab benar, siswa yang memperoleh point adalah
siswa pertama yang menjawab benar.
Turnamen berlanjut, sampai semua soal sudah dibacakan. Kemu-dian perolehan skor
masing-masing anggota dihitung berdasarkan jumlah jawaban benar sekaligus untuk perhitungan
skor kelompok
Fase
6:
Validation
Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci jawaban kuis. Tujuannya adalah
memperkuat
pemahaman
siswa
terhadap
materi
pem-belajaran.
Fase
7:
Penghargaan
kelompok
(Team
recognition)
Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok, kemudian diadakan rekapitulasi
nilai dan ditentukan skor kelompok menggunakan Tabel 3 ( Penghitungan skor kelompok) di bawah
ini
:
Skor kelompok pada model TGT minimal 190 dan skor maksimal 210 (untuk pemain 5orang).
Tabel 3 : Penghitungan Skor Kelompok

Jumlah
Anggota
2
3
4
5

Penghitungan skor kelompok
60
60
20
60
30
20
60

40 20 40
50 60 40 40
20 30 40
50 60 60 50
30 40 30 50
20 20 30 20
50 60 60 60

50 30 40
60
30
30
50

40
40
40
60

50 40 50 40 40 50 30 40 50
30
30
60 40 50 40 50 60 50 50 50

50
40
30
20

50
40
30
20

40
40
30
20

50
30
30
20

50
40
30
30

50
50
30
20

40
40
40
20

50
30
30
30

40
40
40
30

40
40
40
40

40
40
40
40

50
40
40
20

40
40
30
30

50
30
30
30

50
50
30
30

50
40
30
30

Untuk menentukan penghargaan kelompok, menggunakan Tabel 4 berdasarkan skor rata-rata
kelompok.
Tabel 4 : Skor Penghargaan Kelompok Tipe TGT

NO
1
2
3
1.
2.
3.
4.
5.
6.

PEROLEHAN SKOR RATA-RATA
45 atau lebih
40 – 44
30 – 39

PREDIKAT
Super Team
Great Team
Good Team

Fase
8
:
Evaluasi
oleh
PERSIAPAN GURU :
Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Soal Kuis (atau berupa kartu soal)
Lembar kunci jawaban
Lembar format rekap skor individu
Lembar format rekap skor kelompok
Alat dan bahan praktik (jika ada kegiatan eksperimen/ demonstrasi)
SELAMAT MENCOBA, SEMOGA BERHASIL !

III.

guru

KESIMPULAN DAN SARAN

1.
Kesimpulan :
1.
Model-model Cooperative Learning dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran
2.
Model-model Cooperative Learning dapat berjalan efektif, apabila guru mampu
membuat perencanaan pembelajaran yang baik, meliputi persiap an bahan ajar, skenario kegiatan
pembelajaran dan pengaturan kelompok secara konsekuen.
3.
Penentuan tipe model Cooperative Learning yang efektif harus disesuai-kan dengan
struktur materi pembelajaran/ pokok bahasan
2.
Saran :
1.
Siswa perlu dikondisikan belajar mandiri secara kelompok melalui kerja-sama
2.
Perlu dilakukan suatu penelitian tindakan kelas (action research) tentang pengaruh
tipe model pembelajaran cooperative learning terhadap peningkatan prestasi belajar siswa

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pendidikan Menengah Umum, 2002, Pendekatan Kontekstual (Contexrual Teaching
and
Learning
(CTL), Dit.PLP,
Ditjen
Dikdasmen,
Jakarta
Dryden, Gordon & Vos, Jeannette, 2003, The Learning Revolution (Terjemahan) Cetakan VII,
Penerbit
Kaifa,
Bandung
Meier,
Dave,
2003, The
Accelerated
Learning (Terjemahan),
Kaifa,
Bandung
Nasution S, 2000, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, Cetakan ke tujuh,
PT
Bumi
Aksara,
Bandung
SEAMEO-RECSAM, 2003, Model-model Cooperative Learning (Hand-out) Sosialisasi Hasilhasil
Pelatihan
Guru
Matematika
dan
IPA
SMA
di
RECSAM,
Malaysia
Slavin, Robert E, 1995, Cooperative Learning Theory, Research and Practise, Allyn & Bacon A
simon
&
Schuster
Company,
Second
Edition,
Singapore
Zamroni, 2003, Pendidikan untuk Demokrasi, Bigraf Publishing, Yogyakarta