MAKALAH PERKEMBANGAN SOSIAL dan MORAL

PSIKOLOGI PENDIDIKAN
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN MORAL

Disusun Oleh :
Arnika Tiara P

(13320006)

Dian Ratna Sari

(13320000)

Gebrina Rezki

(13320264)

Syifa Luthfiana A

(13320275)

Vina Rahmawati


(13320273)

PRODI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2014

A. Perkembangan Teman Sebaya dalam Perkembangan Siswa
Penelitian Koch (Ladd & Asher, 1985) terhadap anak-anak prasekolah
menemukan bahwa anak yang disukai oleh teman-teman sekelasnya lebih baik
kemampuannya untuk mentoleransi rutinitas dan tugas-tugas sekolah daripada anak
yang tidak populer di kalangan teman-temannya. Berdasarkan pengukuran perilaku
anak prasekolah terhadap teman sebayanya, Van Alstyne dan Hattwick (Ladd &
Asher, 1985) menemukan bahwa kesulitan bergaul dengan teman sebaya pada masa
dini memprediksi kesulitan penyesuaian sosialnya di sekolah dasar.
Hartup (1992) mengidentifikasikan empat fungsi hubungan teman sebaya,
yang mencakup:
-


Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik
untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress.

-

Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk
pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.

-

Hubungan teman sebaya sebagai konteks dimana keterampilan sosial dasar
(mislanya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan
keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan.

-

Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk
hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih
harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di

kalangan anak-anak prasekolah telah terbukti dapat memperhalus hubungan
antara anak-anak itu dengan adiknya.
Interaksi dengan teman di sekolah dan di lingkungan sekitar, cenderung

membawa seorang remaja untuk lebih banyak berinteraksi dengan remaja lain yang
berusia sama. Teman yang seperti ini dalam konteks sehari-hari sering disebut sebagai
teman sebaya atau dalam istilah asingnya adalah peer . Peers sendiri diartikan sebagai
“individu yang memiliki usia yang sama atau berada pada tingkat kematangan yang
sama” (Santrock, 2008).

1. Tekanan Teman Sebaya (Peer Pressure)
Interaksi dengan teman sebaya dibutuhkan oleh remaja untuk mengalami
perkembangan sosial yang normal. Meskipun interaksi dengan teman sebaya ini
penting, akan tetapi interaksi dengan teman sebaya secara langsung maupun tidak
langsung dapat menimbulkan dampak negatif bagi remaja, seperti interaksi sosial
yang tidak sehat dan perilaku menyimpang, serta kenakalan kelompok remaja.
Dampak-dampak negatif tersebut, sebagian besar muncul bukan karena keinginan
dari dalam diri remaja sendiri, akan tetapi dari ajakan atautuntutan teman atau
kelompok. Hal inilah yang disebut dengan tekanan sebaya atau peer pressure.
Peer pressure atau tekanan dari teman sebaya terjadi ketika seseorang atau

sekelompok individu mempengaruhi orang lain untuk mengikuti kemauan mereka,
biasanya dengan cara memaksa. Tujuannya adalah untuk mengubah sikap, nilainilai moral atau perilaku seseorang – biasanya kerap berkaitan dengan agama,
obat-obatan, minuman keras, dan seks. Meskipun umumnya dianggap negatif,
peer pressure juga dapat memiliki efek positif, misalnya: ketika orang-orang
dianjurkan untuk berprestasi secara akademis, berolahraga, atau berpartisipasi
dalam kegiatan sosial.
Menurut Santrock (2008), peer pressure bisa mendatangkan hal yang
positif maupun hal yang negatif, tergantung dari lingkungan pergaulan remaja.
Akan tetapi dalam faktanya, peer pressure lebih sering mendatangkan hal negatif
bagi para remaja (Boujlaleb,2006), hal ini bisa dilihat dari banyaknya remaja yang
berperilaku menyimpang dari pada remaja yang berprestasi.
2. The Self and Socialization
Lingkungan sekolah merupakan sebuah sarana yang diselenggarakan
pendidikan formal bagi anak didik guna memperoleh bekal kelak di kemudian hari
setelah dirinya tidak lagi tergantung pada orangtuanya, Disekolah, anak akan
terikat di dalam sebuah lingkungan yang serba formal dan sarat dengan segala
aturan-aturan mutlak yang formal dan baku yang sudah dilengkapi dengan
tuntutan sanksi tertentu. Dilingkungan sekolah inilah seseorang anak mulai
dikenalkan dan dibimbing untuk menjalankan norma dan nilai yang berlaku di
dalam masyarakat.


Fungsi dan peran sekolah dalam bersosialisasi :
-

Mengajarkan anak tentang norma dan adat dalam masyarakat yang lebih luas.
Secara tradisional, anak-anak disosialisasikan peran gender konvensional
Sebagai sarana pematangan kepribadian
Sebagai sarana pengembangan potensi demi pemenuhan kebutuhan pribadi
dan pengembangan masyarakat.

Menurut Freud, Diri adalah produk sosial, bagaimanapun juga, naluri
impulsif alami dalam konflik dengan kendala sosial. Kepribadian dipengaruhi
oleh hal lain terutama orang tuanya. Piaget juga menyatakan bahwa
perkembangan

manusia

Perkembangan

dalam


dapat

kognitif

dicapai
dapat

melalui

dibagi

tahap

menjadi

4

perkembangan.
tahap.


Kunci

perkembangan adalah interaksi sosial
3. Karakteristik-Karakteristik Hubungan Pertemanan
Hubungan interaksi antara teman dapat dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok berdasarkan karakteristik yang ada dalam hubungan pertemanan
tersebut. Karakteristik hubungan pertemanan dikelompokkan menjadi 3,
-

yakni persahabatan, geng, dan crowd.
Karakteristik persahabatan :
 Merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial
 Jika gagal menempa persahabatan yang akrab, anak atau remaja akan
mengalami kesepian dan penghayatan akan martabat dirinya (self
worth) akan menurun
 Lebih terbuka mengenai hal-hal yang yang intim dan informasi yang
bersifat pribadi kepada kawan-kawannya
 Lebih banyak tergantung pada kawan-kawan daripada orang tua untuk
memenuhi kebutuhan mereka atas kebersamaan, ketentraman hati dan

intimasi
 Bergosip mengenai kawan sebaya sering kali mendominasi percakapan
(umumnya pada anak perempuan)

-

Karakteristik geng :
 Kelompok yang anggotanya berkisar dari 2 hingga 12 individu (ratarata beranggotakan 5 hingga 6 individu)
 Biasanya memiliki kesamaan gender dan usia
 Dapat terbentuk karena anak terlibat dalam aktivitas yang sama

-

 Sering menghabiskan waktu bersama
 Saling berbagi minat yang sama
 Menikmati kebersamaan mereka
Karakteristik crowd :
 Anggota lebih besar dari geng dan kurang personal
 Anggota kelompok lebih heterogen, terdiri dari berbagai gender dan
usia

 Keanggotaan dalam crowd biasanya berdasarkan atas reputasi, mereka
biasa meluangkan banyak waktu bersama namun bisa juga tidak
 Banyak crowd yang diidentifikasi sesuai dengan aktivitas yang
dilakukan oleh remaja
 Reputasi yang didasarkan pada crowd sering muncul pertama kali di
masa remaja awal dan biasanya berkurang pada masa remaja akhir

4. Popularitas dan Isolasi Siswa
- Popularitas
Popularitas seorang anak ditentukan oleh berbagai kualitas pribadi yang
dimilikinya. Hartup (1983) mencatat bahwa anak yang pouler adalah anak yang
ramah, suka bergaul, bersahabat, sangat peka secara sosial, dan sangat mudah
bekerjasama dengan orang lain. Asher et.al (dalam Seifert dan Huffnung,1994),
juga mencatat bahwa anak-anak yang populer adalah anak-anak yang dapat
menjalin interaksi sosial dengan mudah, memahami situasi sosial, memiliki
keterampilan yang tinggi dalam hubungan antar pribadi dan cenderung bertindak
dengan cara-cara yang kooperatif, prososial, serta selaras dengan norma-norma
kelompok.
Anak yang tidak populer dapat dibedakan atas 2 tipe, yaitu: anak-anak
yang ditolak (Rejected Children), dan anak-anak yang diabaikan (Neglected

Children). Anak-anak yang diabaikan adalah anak yang menerima sedikit
perhatian dari teman-teman sebaya mereka, tetapi bukan berarti mereka tidak
disenangi oleh teman-teman sebayanya. Anak-anak yang ditolak adalah anak-anak
yang tidak disukai oleh taman-teman sebaya mereka dan mereka cenderung
bersifat mengganggu, egois, dan mempunyai sedikit sifat positif.
Anak-anak yang ditolak kemungkinan untuk memperlihatkan perilaku
agresif, hiperaktif, kurang perhatian atau ketidakdewasaan, sehingga sering

bermasalah dalam perilaku dan akademis disekolah (Pu tallaz dan Waserman,
1990), akan tetapi tidak semua anak-anak yang ditolak bersifat agresif.
Penerimaan teman sebaya diartikan sebagai dipilihnya seseorang menjadi
teman atau anggota kelompok untuk mengikuti suatu aktivitas dalam kelompok.
Penerimaan teman sebaya merupakan 3 indikator keberhasilan anak berperan
dalam kelompok sosialnya yang menunjukkan derajat rasa suka anggota
kelompok yang lain untuk bermain dengan dirinya. Adanya penerimaan atau
penolakan teman sebaya berdasarkan dari karakter yang dimunculkan anak ketika
anak dan teman-temannya berinteraksi. Melalui pertemanan dengan berbagai
dinamika interaksi yang terjadi, anak mulai memahami adanya persamaan dan
perbedaan antara dirinya dan orang lain. Melalui interaksi sosial, anak akan
belajar berbagi, bergantian, mengendalikan dan menyelesaikan konflik, serta

menjaga dan mempertahankan hubungan (Rubin, Bukowski, & Parker, 1998).
Jadi dapat diintisarikan bahwa pada anak usia dini semakin banyak
berinteraksi sosial, maka hubungan timbal balik akan terjadi sehingga secara
psikologis kemampuan sosialisasi semakin terasah. Interaksi teman sebaya
merupakan pusat sosialisasi pada masa kanak-kanak. Interaksi ini menambah
kemahiran kompetensi sosial dan kompetensi yang bersifat komunikasi dalam
sebuah sikap yang tidak seperti kontribusi yang diperoleh dari interaksi dengan
orang dewasa. Seperti hasil penelitian Putallaz (1983) yang mengatakan bahwa
anak yang mencapai status yang tinggi dalam kelompok teman sebaya nampak
memiliki kemampuan untuk membaca situasi sosial dan menyesuaikan
perilakunya pada saat interaksi berlangsung. Penelitian-penelitian (Coie & Dodge,
1988; Newcomb, Bukowski, & Pattee, 1993) yang mengkaji berbagai status
penerimaan teman sebaya banyak yang menggunakan teknik sosiometri, yaitu
penilaian seseorang oleh teman-temannya yang seusia. Adapun kategori
sosiometri yang biasa dipakai adalah kategori anak yang populer (popular),
ditolak (rejected), diabaikan (neglected), kontroversi (controversial) . Untuk lebih
rinci dipaparkan pada tabel berikut ini :

No
1.

Status
Popular

Penerimaan Sosial Karakteristik Anak
1. Anak yang disukai oleh sebagian besar teman-temannya dan
sedikit tidak disukai
2. Anak terlihat lebih suka menolong, berinteraksi secara aktif
dengan anak lain, menunjukkan keterampilan memimpin, dan
mengajak dalam permainan konstruktif. Nampak kooperatif,
ramah, dan suka bergaul.

2.

Ditolak

1. Anak yang tidak disukai oleh sebagian besar teman-temannya

(rejected

dan hanya sedikit yang menyukainya.

children)

2. Anak menunjukkan agresi tinggi, menarik diri, serta
kemampuan sosial dan kognitif yang rendah
a. Anak yang agresif Perilaku agresif yang tinggi, kontrol diri
rendah, serta
menunjukkan perilaku bermasalah atau menganggu
b. Anak yang non agresif Melarikan diri, cemas, dan tidak
memiliki keterampilan sosial

3.

Diabaikan

1. Anak cenderung menarik diri, sehingga memiliki sedikit teman,

(neglected

serta sedikit dibutuhkan oleh temannya

children)

2. Anak nampak berinteraksi dengan teman sebaya dengan
frekuensi lebih sedikit daripada anak lain, tidak ada bukti yang
konsisten yang muncul yang menunjukkan bahwa anak yang
diabaikan menunjukkan kecemasan sosial, kecerobohan sosial
yang ekstrem (extreme social wairness), atau sangat menarik
diri dalam pergaulan (Coie & Dodge, 1988). Coie dan Dodge
(1988) juga mencatat bahwa anak yang ditolak tidak hanya
rendah agresinya, tetapi mereka nampak menghindari

4.

Kontroversial

menghadapi agresi secara aktif.
1. Kelompok ini unik karena anak kontroversial

(controversia

tinggi dalam penerimaan dan penolakan. Karena itu, anak

l

kontroversial nampak memiliki banyak ciri pada anak-anak

children)

yang popular maupun anak yang ditolak. Anak ini sebagian
teman menyukainya dan sebagian lagi tidak menyukainya.
Coie dan Dodge (1988) melaporkan bahwa anak laki-laki
kontroversial, seperti anak laki-laki yang ditolak, berperilaku
agresif dan mengacaukan, secara sosial menarik diri, mudah
marah dan biasa dengan kekerasan, dan sangat aktif. Pada sisi
lain, mereka melaporkan bahwa anak laki-laki kontroversial
seperti anak laki-laki yang popular bahwa mereka
menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam menolong,
bekerjasama, kepemimpinan dan dalam beberapa hal, dan

-

Isolasi Siswa
Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari

interaksi orang lain. Individu merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
memiliki kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegagalan.
Individu kehilangan kemampuan untuk berhubungan secara spontan dengan orang
lain (RSJ, 1996).
Menurut Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik diri merupakan
usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu
merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir,
berperasaan, berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

B. Kognisi Sosial
1. Perspective Taking
Perspective taking atau pemindahan perspektif adalah kemampuan
individu untuk memahami cara pandang atau pemikiran serta perasaan orang lain.
robert selman (dalam Santrock, ) berpendapat bahwa pemindahan perspektif
(perspective taking) dimulai sejak masa usia 3 tahun hingga masa remaja. Tahapan
diawali dengan adanya pandangan egosentris di masa kanak-kanak awal dan
diakhiri dengan adanya pengambilalihan perspektif yang semakin dalam di masa
remaja. Rangkaian perspective taking ini terdiri dari lima tahap, yaitu:
Tahap

Tahap pengambilalihan usia

deskripsi

0

cara pandang
Sudut

Anak mulai sadar bahwa ada perbedaan

egosentris

pandang (3-6)

anatara dirinya dan orang lain dari sisi
pikiran dan perasaan, tetapi anak belum
mampu untuk membedakannya. Anak
belum dapat melihat hubungan sebab
akibat dalam proses penalaran terhadap
tindakan sosial tetapi sudah mampu
memeberi label pada perasaan orang

1

Pengambilalihan

cara 6-8

lain.
Anak menyadari bahwa setiap orang

pandang secara sosial-

memiliki perspektif sosial yang didasari

informansional

oleh

pemikirannya

masing-masing.

akan tetapi, anak cenderung berfokus
pada

satu

perspektif

menggabungkan
2

Pengambilalihan

8-10

refleksi diri

daripada

beberapa

sudut

pandang.
Anak sangat menyadari bahwa orang
sadar terhadap perspektif orang lain
yang

dimana

kesadaran

tersebut

mempengaruhi cara pandang antara satu
sama lain. Cara yang dilakukan untuk
memahami

dan

menilai

keinginan,

tujuan dan tindakan orang lain yaitu
dengan menempatkan diri pada posisi
orang lain.Anak dapat membentuk suatu
rangkaian perspektif yang terstruktur
tetapi tidak dapat melakukan abstraksi
dari tingkat ini untuk mencapai tahapan
3

Pengambilalihan
perspektif

10-12
secara

mutualis

mutualis simultan.
Remaja sadar bahwa dirinya maupun
orang lain dapat melihat satu sama lain
sebagai

objek

secara

bersamaan

(mutualis) dan secara simultan. Remaja
dapat
4

melihat

interaksi

dengan

Tahap pengambilalijan 12-15

perspektif orang ketiga.
Remaja menyadari bahwa pemindahan

perspektif

perspektif secara mutual tidak selalu

sistem

tentang
sosial

konvensional.

dan

menghasilkan

pemahaman

yang

lengkap. Konvensi sosial dilihat sebagai
suatu

pernyataan

mutlak

karena

konvensi dimengerti oleh semua orang
secara umum tanpa memperdulikan
posisi, peran atau pengalaman.

2. Theory of Mind
Menurut Goldman, theory of mind adalah cabang ilmu kognitif yang
menyelidiki bagaimana seseorang mengetahui kondisi mental dan memprediksi
perilaku orang lain. Dengan kata lain, TOM ini juga menyelidiki mindreading dan
mentalizing atau kemampuan mentalistik. Menurut Upton (2012), teori ini
menjelaskan bahwasannya kondisi mental seseorang (pikiran, perasaan,
pengetahuan, hasrat) berbeda dengan kondisi mental orang lain. Theory of mind
ini berlangsung terutama pada usia 7 tahun hingga memasuki masa remaja. TOM
ini mengajarkan individu untuk dapat mengerti dan menempatkan diri pada posisi
orang lain, yaitu dengan cara membayangkan dan mengidentifikasi perasaan orang
lain ketika dalam situasi tertentu. Maka dari itu, dalam proses perkembangan
moral teori ini merupakan salah satu bagian terpenting. Dalam perkembangannya
TOM ini dianggap menunjukkan perubahan kualitatif dalam proses berpikir anakanak. Pada anak usia di bawah 4 tahun anak-anak cenderung belum bisa
memahami kondisi mental orang lain. Namun, pada anak usia 4 tahun sudah
mampu mengkaitkan pengetahuan dengan kondisi mental orang lain secara
koheren.

C. Perkembangan Moral dan Prososial
1. 3 level dan 6 tahap penalaran moral menurut Kohlberg

-

Level I: Preconventional Morality
 Stage 1: Punishment and Obedience Orientation
Tahap ini disebut juga moralitas heteronomi. suatu orientasi pada
hukuman dan kepatuhan. Penentuan benar atau salah didasarkan pada
konsekuensi ragawi suatu tindakan. Penalaran pada tahap ini sangat
egosentrik, penalar tidak dapat mempertimbangkan perspektif orang lain.
 Stage 2: Individualism, instrumental purpose, and exchange
Tahap kedua disebut tujuan instrumental, individualisme dan pertukaran
(kebutuhan dan keinginan). Tahap ini ditandai oleh pemahaman baik atau
benar sebagai sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan,
baik diri sendiri maupun orang lain. Kebutuhan pribadi dan kebutuhan

-

orang lain merupakan pertimbangan utama penalaran pada tingkat ini.
Level II: Conventional Morality
 Stage 3: Mutual interpersonal expectation, relationship, and
interpersonal conformity
Tahap harapan, hubungan dan penyesuaian antarpribadi. Mengerjakan
sesuatu yang benar pada tahap ini berarti memenuhi harapan orang-orang
lain, loyal terhadap kelompok, dan dapat dipercaya dalam kelompok
tersebut. Perhatian terhadap kesejahteraan orang lain dianggap hal yang
penting. Kesadaran akan perlunya saling menaruh harapan dan saling
memberikan persetujuan terhadap perasaan dan perspektif orang lain, serta
minat kelompok menjadi perspektif sosial seseorang.

 Stage 4: Social system and conscience (law and order)
Tahap keempat adalah sistem sosial dan hati nurani. Mengerjakan sesuatu
yang benar pada tahap ini berarti mengerjakan tugas kemasyarakatan dan
mendukung aturan sosial yang ada. Tanggung jawab dan komitmen
-

seseorang haruslah menjaga aturan sosial dan menghormati diri sendiri.
Level III: Postconventional Morality or Principled
 Stage 5: Social contract or utility and individual right
Tahap ini adalah kontrak sosial dan hak individual. Yang dianggap benar
menurut tahap ini adalah yang mendukung hak-hak dan nilai-nilai dasar,
serta saling menyetujui kontrak sosial. Orientasi penalaran tahap ini adalah
pada upaya memaksimalkan kesejahteraan masyarakat dan menghargai

kemauan golongan mayoritas, di samping menjaga hak-hak golongan
minoritas. Apabila undang-undang dan aturan yang ada dianggap tidak
sesuai, misalnya bertentangan dengan hak-hak kemanusiaan, maka penalar
pada tahap kelima ini dapat melakukan kritik dan mengusahakan
perubahan dan mempelajari cara mengatasinya. Tahap kelima ini memiliki
sifat utilitarianism rational, yakni suatu keyakinan bahwa tugas dan
kewajiban harus didasarkan pada tercapainya kebahagiaan bagi sebagian
besar manusia.
 Stage 6: Universal ethical principles
Tahap keenam adalah prinsip etis universal. Pada tahap ini yang dianggap
benar adalah bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip pilihan sendiri yang
sesuai bagi semua manusia. Prinsip-prinsip diterima oleh orang yang
berada pada tahap ini bukan disebabkan oleh persetujuan sosial, tetapi
prinsip-prinsip tersebut berasal dari ide dasar keadilan, yaitu persamaan
hak-hak kemanusiaan dan penghargaan terhadap martabat manusia.Penalar
pada tahap ini sudah dapat membuat keputusan moral secara otonomi.
Perhatian utamanya pada tercapainya keadilan melalui penghargaan
terhadap keunikan hak-hak individu.

Selanjutnya, Kohlberg menggunakan dilema moral untuk mengetahui
kedudukan seseorang dalam tahap-tahap perkembangan penalaran moral. Dari
keputusan seseorang dalam menghadapi dilema tersebut, disertai alasan yang
mendasari keputusan, akan dapat ditentukan tahap perkembangan penalaran orang
tersebut. Dalam konteks evaluasi moral, mengetahui

tahap-tahap perkembangan

penalaran moral seseorang tidak sama dengan mengetahui tindakan moral orang
tersebut, karena antara pemikiran dan tindakan dapat terjadi tidak seiring sejalan.
Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi lain yang dapat mengungkap aspek sikap
maupun perilaku.

DAFTAR PUSTAKA
Coie, J., Dodge, K. A., & Coppotelli, H. (1982). Dimensions and types of social status: A
control in preschoolers. International Journal of Behavioral Development, 26, 167–176
Desmita .2010. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Hetherington E. M, and Parke, R.D. (1996). Child Psychology; A Contemporary Viewpoint
New York : MC Graw Hill. In Blackwell Handbook of Early childhood Development. Edtr.
Kathleen McCartney and Deborah Phillips. UK : Blackwell Publishing, Ltd
Penney Upton. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rubin, K.H., Bukowski, W., & Parker, J. (1998). Peer interactions, relationships, and groups.
In N. Eisenberg(Ed), Handbook of Child Psychology (5th edition): Social, emotional,
and personality development. (pp. 619-700). New York: Wiley
Santrock. J. W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Edisi: 6. Jakarta: Erlangga
Santrock, J. W. 2011. Life-Span Development. Diterjemahkan oleh Benedictine Widyasinta.
Jakarta : Erlangga
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195106011979031DIDI_TARSIDI/Makalah
%26Artikel_Tarsidi_PLB/Hubungan_Teman_Sebaya_Kompetensi_Sosial_Anak.pdf
http://www.academia.edu/1517127/variasi_pengaruh_peer_pressure_terhadap_latar_belakang_status_
sosial_ekonomi_remaja

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45