Langkah yang dilakukan oleh Direktorat J
Langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, Kementerian
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax
amnesty)
Dengan berakhirnya program pengampunan pajak (tax ammesty)
yang berakhir pada 31 Maret 2017, akan menimbulkan pertanyaan, apa
langkah
yang
dilakukan
oleh
Direktorat
Jendral
Pajak,
Kementerian
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax amnesty)?
Sebenarnya Indonesia pernah menerapkan hal yang serupa dengan
pengampunan pajak (tax ammesty) pada tahun 1984 serta tahun 2004,
namun pada saat itu gagal. Pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak
kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi
perpajakan secara menyeluruh.
Setelah berbaik hati memberikan pengampunan, pemerintah akan
memperketat pengawasan untuk mengejar wajib pajak yang nakal dan
akan melakukan penegakan hukum (law enforcement) secara masif. Setelah
pengampunan pajak (tax ammesty) berakhir, akan lakukan law enforcement
sangat masif. Hati-hati bagi Wajib Pajak yang tidak ikut pengampunan pajak
(tax ammesty), Wajib Pajak yang menyembunyikan hartanya. Karena ini
masif, upaya penegakan hukum secara masif tersebut dilakukan dengan
memaksimalkan pemeriksaan. Bahkan Ditjen Pajak mempersiapkan belasan
ribu
petugas
pemeriksa
untuk
berburu
Wajib
Pajak
yang
masih
menyembunyikan hartanya.
Mengutip dari Guru Besar Kebijakan Kebijakan Pajak Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia Haula Rosdiana, kesuksesan yang paling
subtansial
justru
langkah-langkah
pasca
pengampunan
pajak
(tax
ammesty). Apa yang akan terjadi setelah pengampunan pajak adalah yang
akan menentukan berhasil atau tidaknya program (Kompas, 1/4/2016). Jadi
bukan dari jumlah banyaknya uang tebusan atau deklarasi. Ukurannya
adalah apakah betul terjadi reformasi perpajakan secara total setelah
program pengampunan pajak (tax ammesty). Reformasi dimaksud adalah
terjadinya rekonsialiasi nasional dari kedua sisi, yakni wajib pajak dan
pemerintah. Dari wajib pajak, tingkat kepatuhan harus meningkat. Dari
pemerintah, efektifitas sistem dan pelayanan juga harus meningkat.
Karena itu, pekerjaan rumah terbesar DJP adalah kemampuan
mengolah data hasil pengampunan pajak (tax ammesty) sekaligus memberi
kesempatan wajib pajak untuk menebus “dosa” mereka. Momentum selepas
pengampunan pajak (tax ammesty) bisa menjadi modal awal yang besar
untuk melaksanakan reformasi dan perbaikan perpajakan, dari perundangundangan dan aturan, hingga cara kerja, profesionalitas, integritas institusi
pajak dan seluruh jajarannya.
Untuk mengingat perihal tentang pajak dan pengampunan pajak (tax
amnesty) Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung.
Menurut UU No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty), pengampunan pajak (tax ammesty) adalah pengampunan atau
pengurangan pajak terhadap property yang dimiliki oleh perusahaan dalam
bentuk penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi pajak terutang,
penghapusan sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan membayar
dengan uang tebusan. Pengampunan pajak ini bukan hanya properti yang
disimpan di luar negeri tetapi juga berasal dari dalam negeri yang
laporannya tidak diberikan secara benar.
Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi
kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
1. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
2. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
3. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
Menurut UU No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty) wajib pajak adalah Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Secara umum, setiap
wajib
pajak
yang
belum
menunaikan
kewajiban
perpajakannya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program pengampunan pajak (tax
ammesty). Artinya,
program pengampunan
pajak
(tax
ammesty) ini
ditujukan kepada wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi
perpajakan dan wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi
perpajakan. Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika wajib pajak yang
hendak
berpartisipasi
dalam
program pengampunan
pajak
(tax
ammesty) telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan.
Dalam hal ini, wajib pajak yang telah diperiksa atau sedang dalam
proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam
program pengampunan pajak (tax ammesty) karena jumlah tunggakan
pajaknya
telah
dapat diberikan
undangan
diketahui
oleh
pengampunan
menyatakan
wajib
otoritas
jika
pajak
pajak.
ketentuan
yang
Wajib
pajak
peraturan
mengungkapkan
juga
perundangkewajiban
perpajakan atau harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan
penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.
Seperti yang sudah kita ketahui, pengampunan pajak (tax ammesty)
juga berlaku untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yaitu pelaku usaha
yang beromzet sampai dengan Rp 4,8 miliar pada tahun pajak terakhir. Dan
tarif yang diberlakukan untuk UMKM ini berbeda dengan pelaku usaha yang
mempunyai omzet lebih dari 4,8 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 pada
pasal 11 ayat (1) dan (2) Wajib Pajak yang memiliki kriterian sebagai UMKM
adalah yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan
atas kegiatan usaha dan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam
hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas. Pekerjaan Bebas yang dimaksud
merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak
terikat oleh suatu hubungan kerja, antara lain dokter, notaris, akuntan,
arsitek atau pengacara.
Tarif untuk kategori UMKM ini dapat kita bagi dua, kategori pertama
yaitu UMKM Bagi pelaku usaha yang melaporkan harta dengan nilai harta
sampai dengan Rp 10 miliar maka akan dikenakan tarif tebusan pajak
sebesar 0,5%. Kategori kedua, bagi pelaku UMKM yang melaporkan harta
lebih dari Rp 10 miliar akan dikenakan tarif tebusan 2%. Dan tarif yang
diperlakukan
untuk
UMKM
ini
berlaku
sejak
awal
sampai
berakhirnya pengampunan pajak (tax ammesty) yaitu 31 Maret 2017 tidak
seperti tarif yang diperuntukan kepada pengusaha yang memiliki omzet
lebih dari 4,8 miliar. Hal ini diatur dalam Undang-undang pengampunan
pajak (tax ammesty) Nomor 11 Tahun 2016 di dalam pasal 4 ayat (3).
Ketentuan
tarif
ini
dibuat
guna
membantu
UMKM
yang
ingin
memanfaatkan pengampunan pajak (tax ammesty).
Untuk persyaratan pengampunan pajak (tax ammesty) itu sendiri
diatur di dalam Undang-undang pengampunan pajak (tax ammesty) Nomor
11 tahun 2016 pasal 9 ayat (5) dinyatakan bahwa “Bagi Wajib Pajak yang
peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan
ratus
juta
rupiah)
pada
Tahun
Pajak
Terakhir,
yang ingin
memanfaatkan pengampunan pajak (tax ammesty) ini harus melampirkan
bukti pembayaran Uang Tebusan, bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi
Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak, daftar rincian Harta beserta
informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan, daftar Utang serta dokumen
pendukung, bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, fotokopi SPT PPh
Terakhir, dan Wajib Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak
mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
diterbitkannya Surat Keterangan, selain melampirkan dokumen tersebut,
Wajib Pajak dimaksud harus melampirkan surat pernyataan mengenai
besaran peredaran usaha.
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) - Wajib Pajak dengan Peredaran
Usaha Tidak Lebih Rp 4,8 Miliar (Wajib Pajak UMKM)
1 Juli 2016 – 31 Maret 2017
0,5 % Aset < Rp. 10 M
2 % Aset > Rp. 10 M
Selain itu ada juga aturan repatriasi, Secara istilah bahasa pengertian
repatriasi adalah proses kembali seseorang "secara sukarela atau secara
paksa" untuk nya tempat asal atau kewarganegaraan. Istilah repatriasi
adalah adopsi dari bahasa inggris repatriation.
Dalam No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax ammesty)
sama sekali tidak disebutkan kata repatriasi, begitu juga dalam batang
tubuh aturan pelaksanaannya yaitu PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang
Pelaksanaan UU No 11 Tahun 2016 tentang No 11 tahun 2016 tentang
pengampunan pajak (tax ammesty), definisi tersebut baru ada pada
lampiran PMK No 118/PMK.03/2016 dalam bentuk formulir surat pernyataan
harta untuk pengampunan pajak. Dalam PMK Nomor 119/PMK.08/2016
Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di
Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak istilah repatriasi bahkan
tidak muncul sama sekali.
Menurut U No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty) pengertian harta adalah akumulasi tambahan kemampuan
ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud,
baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha
maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Objek pengampunan pajak (tax ammesty)
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penambahan Nilai (PPN)
Pajak atas barang mewah (PPnBM)
Menurut UU PPh Pengertian penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun
Harta dalam No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty)
akumulasi
tambahan
kemampuan
ekonomis,
sedangkan
tambahan kemampuan ekonomis menurut UU PPh adalah pengertian dari
Penghasilan, maka dapat disimpulkan bahwa harta yang dimaksud dalam
No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax ammesty) adalah
Akumulasi Penghasilan. Akumulasi penghasilan itu bentuknya seperti
Rekening Tabungan bila di Bank, Properti (Rumah, Tanah, Bangunan), Mobil,
Uang Tunai, dll
Menurut No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty)
Pengertian
harta
repatriasi
adalah
proses
pengembalian
Akumulasi Penghasilan berupa Aset atau harta dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Uang tebus yang 2% itu tidak sama dengan tarif pajak yang
normal 25% sekarang kalau untuk badan, atau 30% kalau untuk orang. Yang
namanya tarif pajak dikenakannya terhadap pendapatan, sedangkan yang
2% itu dikenakan terhadap aset. Aset itu pasti jauh lebih besar dari pada
income
sehingga
sebenarnya
yang
dibayarkan
oleh
para
peminta
pengampunan pajak (tax ammesty) cukup besar karena yang dilihat adalah
aset bukan income. Intinya kebijakan ini harus diklarifikasi bahwa tidak
semua yang ikut pengampunan pajak (tax ammesty) adalah Wajib Pajak
nakal. Kedua, uang tebus ini bukan tarif pajak normal, uang tebus ini adalah
uang persentase terhadap aset yang belum pernah dilaporkan, sedangkan
tarif pajak normal dikalikan dengan income yang diterima orang dalam
setahun.
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)- Pengungkapan Harta Yang
Berada di Dalam Wilayah Indonesia.
1 juli – 30 September 2016 Tarif 2 %
Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 3%
1 Januari – 31 Maret 2017 Tarif 5%
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) – Pengungkapan Harta Yang
Berada di Luar Wilayah Indonesia.
1 Juli – 30 September 2016
1 Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 6%
1 Januari – 31 Maret 2017
Kaitan
Exchange
pengampunan
System
of
Tarif 4%
Tarif 10%
pajak
Information,
(tax
ammesty)
Automatic
dengan
Exchange
Automatic
System
of
Information akan menjadi pintu masuk penegakan hukum. Melalui sistem
ini, otoritas pajak dapat memperoleh informasi relevan dari otoritas pajak di
negara lain yang dapat menjadi dasar pemungutan pajak. pengampunan
pajak (tax ammesty) dalam kaitannya dengan Automatic Exchange System
of Information adalah upaya memberikan kesempatan kepada wajib pajak
untuk secara sukarela membayar pajak sebelum pemerintah melakukan law
enforcement dengan memanfaatkan data dari Automatic Exchange System
of Information.
Kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty)
adalah terobosan
kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk
menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan
meningkatnya
intensitas
pertukaran
informasi
antarnegara.
Kebijakan
pengampunan pajak (tax ammesty) juga tidak akan diberikan secara
berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan
pengampunan pajak (tax ammesty) tidak akan diberikan lagi. pengampunan
pajak (tax ammesty) diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang
selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin
akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
Angka wajib pajak sekarang +27 juta. Tentunya diharapkan naik 2 kali
lipat. Tapi bukan itu yang paling penting, yang paling penting bukan jumlah
Wajib Pajaknya, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajaknya itu
yang diharapkan bertambah. Jadi bukan sekedar, kalau itu program
ekstensifikasi namanya, tapi kalau amnesty kita harapkan baik yang sudah
punya NPWP atau belum itu kemudian mendeklarasikan hartanya secara
jujur 100%.
Pertama tentunya tidak bisa dipungkiri adanya kepentingan asingnya,
karena dengan kita melakukan pengampunan pajak (tax ammesty) apalagi
cukup banyak repatriasi maka akan ada beberapa negara yang selama ini
diuntungkan dengan adanya uang Indonesia di luar negeri dan kemudian
harus mengalami kerugian atau dampak negatif dari adanya pengampunan
pajak (tax ammesty). Jadi mungkin mereka juga bekerja melalui berbagai
cara untuk mempengaruhi opini di Indonesia, ya itu kemungkinan pertama.
Kemungkinan yang lain adalah kemungkinan salah pengertian karena
sempat di awal pernah ada ide ini adalah total amnesty, jadi langsung
menghapuskan semua jenis tindak pidana. Nah ini kami tegaskan bahwa
yang ada di Undang-Undang Pegampunan Pajak sesuai namanya yang
dihapuskan hanya pelangaran di bidang pajak, titik. Tidak lagi bisa
mengampuni atau menghapuskan pelanggaran di bidang lainnya.
Simulasi Perhitungan Tax Amnesty
Tebusan x (harta bersih – utang bersih)
Harta bersih = harta per 31 Desember 2015 – harta di SPT 2014
Contoh : Pengusaha A memiliki utang kepada pihak lain Rp. 10 Jt.
Harta pengusaha A per 31 Desember 2015 Rp. 100 Jt
dan Harta yang dilaporkan sesuai SPT 2014 Rp. 50 Jt, dengan uang
tebusan 3% maka:
Tebusan yang harus dibayar 3% x ( Rp. 50 Jt – Rp. 10 Jt) = Rp. 1,2 Jt.
Tax Amnesty berlaku sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017
Tarif tebusan yang disetujui untuk uang atau harta yang dialihkan ke
Indonesia atau
Repatriasi ditetapkan 2, 3, dan 5 %
Nilai harta tersebut nanti diungkapkan dalam surat pernyataan dalam
mata uang
Rupiah.
Surat pernyataan memuat informasi mengenai:
Identitas Wajib Pajak
Harta Wajib Pajak.
Utang Wajib Pajak.
Nilai Harta Bersih
Penghitungan uang tebusan.
Surat pernyataan ini harus disampaikan ke kantor Direktorat Jendral
Pajak (DPJ) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan
Menkeu.
Syarat dan Ketentuan Tax Amnesty 2016., Semua Wajib Pajak berhak
mendapatkan Tax Amnesty. (kecuali Wajib Pajak yang tengah menghadapi
perkara pidana atau menjalani hukuman pidana.). Bagi Wajib Pajak yang
mengalihkan dan menginvestasikan hartanya di Indonesia, pengalihan
tersebut dilakukan melalui Bank Persepsi yang akan ditunjuk
secara
khusus. melalui :
Instrumen Investasi
Sbn ( Surat Berharga Negara)
Obligasi Badan Usaha Milik Negara (Bumn)
Obligasi Lembaga Pembiayaan Yang Dimiliki Pemerintah.
Investasi Keuangan Pada Bank Persepsi.
Obligasi Perusahaan Swasta.
Investasi Infrastruktur
Investasi Sektor Riil Yang Ditentukan Pemerintah.
(Nb. Semua Akan Ditentukan Oleh Pemerintah.)
Hak dan perlindungan tax amnesty 2016 meliputi Semua data,
informasi, surat pernyataan peserta pengampunan pajak (tax ammesty)
tidak
dapat
dijadikan
sebagai
dasar
penyelidikan,
penyidikan
atau
penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. Pihak-pihak terkait seperti Menkeu
dan pegawai Kemenkeu dilarang membocorkan dan menyebarluaskan data
dan informasi Wajib Pajak peserta pengampunan pajak (tax ammesty), jika
dilanggar, akan dipidana penjara paling lama lima tahun.
Tata cara pengajuan Amnesti Pajak adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri untuk
meminta
penjelasan
kelengkapan
dokumen
mengenai
yang
pengisian
harus
dan
dilampirkan
pemenuhan
dalam
Surat
Pernyataan, yaitu:
o
bukti pembayaran Uang Tebusan;
o
bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang
memiliki Tunggakan Pajak;
o
daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang
dilaporkan;
o
daftar Utang serta dokumen pendukung;
o
bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak
yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau
penyidikan;
o
fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
o
surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah
diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak
o
surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling
singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi;
o
melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat
selama
jangka
waktu
3
(tiga)
tahun
terhitung
sejak
diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan
melaksanakan deklarasi;
o
surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi
Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM
2. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan
untuk mengajukan Amnesti Pajak melalui Surat Pernyataan, termasuk
membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya
tidak
dikembalikan
bagi
Wajib
Pajak
yang
sedang
dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan
3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan
Menteri Keuangan.
4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.
5. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan
Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta
lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak
kepada Wajib Pajak
6. Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas
nama
Menteri
belum
menerbitkan
Surat
Keterangan,
Surat
Pernyataan dianggap diterima
7. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3
(tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini
mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat
Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau
setelah
Surat
Keterangan
atas
Surat
Pernyataan
sebelumnya
dikeluarkan
Fasilitas Amnesti Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti
program Amnesti Pajak antara lain:
1. penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau
PPn BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum
diterbitkan ketetapan pajaknya;
2. penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah
diterbitkan;
3. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan,
dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan,
dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau
bangunan serta saham
Harta yang direpatriasi wajib dinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun
sejak dialihkan dalam bentuk:
1. surat berharga Negara Republik Indonesia;
2. obligasi Badan Usaha Milik Negara;
3. obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;
4. investasi keuangan pada Bank Persepsi;
5. obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan;
6. investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan
usaha;
7. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh
Pemerintah; dan/atau
8. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak tidak dapat dialihkan ke luar
negeri selama 3 tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.
Kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty), dalam penjelasan
umum
Undang-Undang
kebijakan
lain
seperti
Pengampunan
penegakan
Pajak,
hukum
hendak
yang
diikuti
lebih
dengan
tegas
dan
penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan
perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di
kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan
Undang-Undang ini. Ikut serta dalam Amnesti Pajak juga membantu
Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui
pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan
likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga,
dan peningkatan investasi; merupakan bagian dari reformasi perpajakan
menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis
data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak (tax
ammesty) adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran
pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya
penyelewengan,
pengusaha
manipulasi
yang
dan
memperoleh
tindakan moral
pemutihan
hazard lainnya.
pajak
akan
Para
melakukan
penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan
pajak (tax ammesty) bersyarat. Contohnya pengampunan pajak (tax
ammesty) bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset dan
penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun
1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap
masyarakat
dan
minimnya
keterbukaan/transparansi
serta
sosialisasi
kebijakan ini.
Hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah selalu di dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari
dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan
masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai untuk
kepentingan bersama. Berkaitan dengan hal tersebut sudah selayaknya
apabila setiap individu dalam masyarakat dapat memahami dan mengerti
akan arti dan pentingnya peran pajak dalamm kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana diketahui dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah terdapat
tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan :
a. Penerimaan dari sektor pajak
b. Penerimaan dari sektor migas (Minyak dan Gas Bumi) ; dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.
Dari ketiga sumber penerimaan diatas, penerimaan dari sektor pajak
ternyata merupakan sumber penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke
tahun kita dapat melihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan
memberi adil yang besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor
pajak
selalu
dikatakan
merupakan
primadona
dalam
membiayai
pembangunan Nasional. Sedangkan penerimaan dari migas yang dahulu
selalu jadi andalan penerimaan negara, sekarang ini sudah tidak bisa
diharapkan menjadi sumber penerimaan keuangan negara yang terus
menerus karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources). Penerimaan migas pada suatu waktu akan habis sedangkan dari
pajak selalu dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan ekonomi dan
masyarakat itu sendiri.
Kelebihan Tax Amnesty
b) Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah
memadai
yang
dapat
mendukung
diberlakukannya
penerapan
pengampunan pajak (tax ammesty). Demikian juga infrastruktur
pendukung lainnya.
c) Bila
kebijakan
perpajakan
seperti pengampunan
pajak
(tax
ammesty) diterapkan maka akan menciptakan kerelaan masyarakat
untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan
kewajiban
perpajakannya
seperti
yang
dilakukan
pemerintah
sebelumnya dengan sunset policy (kebijakan pemberian fasilitas
perpajakan) maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara
Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d) Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin
pemberlakuan pengampunan pajak (tax ammesty).
e) Program ini dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang
cukup banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana
yang selama ini diparkir di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah
air bila pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak (tax
ammesty).
f) Pengampunan pajak (tax ammesty) dapat berpengaruh positif bagi
pasar uang pada Bursa Efek Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan
maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena
perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas permasalahan
pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan merupakan salah
satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk
mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka
g) pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan pada
upaya
pemberantasan
korupsi.
Demikian
juga
dengan
diimplementasikan pengampunan pajak (tax ammesty) maka asset
recovery-nya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil
asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah
kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau
pengembalian
recovery masih
asset
relatif
korupsi.
kecil.
Selama
ini
persentase
Persentase asset
asset
recovery dapat
dijadikan acuan penentuan tarif pengampunan pajak (tax ammesty)
Kekurangan Tax Amnesty
a) Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan
hukum implementasi pengampunan pajak (tax ammesty) yang dapat
memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi
wajib pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi
pengampunan pajak (tax ammesty) akan diterapkan maka berarti
harus di
buat terlebih dahulu
peraturan
perpajakan (undang-
undang)yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan
memakan waktu yang lebih lama karena tentu saja harus mendapat
persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).
b) Dianggap mencederai asas keadilan.
Pengampunan pajak (tax ammesty) dianggap mencederai keadilan
bagi masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak. Apalagi
pada tahun 1964 dan 1984, pengampunan pajak (tax ammesty)
berjalan tidak efektif karena minimnya ketersediaan data perpajakan.
Tidak ada lengkapnya basis data perpajakan membuka kemungkinan
petugas pajak untuk mendeteksi kekayaan yang tak dilaporkan.
Pengemplang pajak pun tak perlu khawatir akan tertangkap. Terlebih,
kekayaan yang tidak dilaporkan pada umumnya berada di luar negeri
sehingga benar-benar jauh dari jangkauan petugas pajak.
c) Pengampunan pajak (tax ammesty) dikhawatirkan tidak akan berjalan
secara konsisten. Banyak yang menilai jika kekurangan penerimaan
pajak tidak hanya bisa diselesaikan dengan kebijakan pengampunan
pajak (tax ammesty) tersebut. Belum adanya kejelasan mengenai
kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan kekayaannya di
dalam negeri, besar kemungkinan individu-individu yang meminta
pengampunan pajak (tax ammesty) akan menyembunyikan kembali
kekayaan mereka di luar negeri ketika manfaat pengampunan pajak
(tax ammesty) tak lagi diberikan.
d) Pengampunan pajak (tax ammesty) Hanya Beri "Karpet Merah" bagi
Koruptor.
Pengampunan pajak (tax ammesty) dalam RAPBNP 2016 dianggap
sebagian orang bukan untuk kepentingan masyarakat. Mereka
menilai,
pengampunan
pajak
(tax
ammesty)
hanya
untuk
kepentingan pengusaha yang memiliki dana besar di luar negeri.
Pengampunan pajak (tax ammesty) hanya akan menjadi karpet
merah untuk koruptor dan konglomerat yang mendapat keuntungan
di Indonesia. Menurut mereka, pengampunan pajak (tax ammesty)
hanya dijadikan bahasa kampanye oleh politisi untuk memuluskan
proyek-proyek swasta.
Selain
Indonesia
itu
ada
beberapa
langkah
khususnya
Direktorat
Jenderal
yang
Pajak
ditempuh
guna
pemerintah
meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan program
Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan
untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan
penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam system
perpajakan
yang
berguna
meningkatkan
penerimaan
pajak
tanpa
menambah beban baik jenis pajak baru maupun persentase pajak yang
sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah
melalui program pengampunan pajak (tax ammesty).
Salah satu tujuan pengampunan pajak (tax ammesty) ini diharapkan
dapat mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang selalu
dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu dihindari,
berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly”. Pada dasarnya inovasi
atau upaya ini dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang diharapkan
bila kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty) diimplementasikan yaitu
akan dapat mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam
jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi yang pada
gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional.
Berikut langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, Kementerian
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax amnesty)?
1. Pembenahan Institusi dan Peraturan
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan tax
amnesty merupakan bagian dari program reformasi perpajakan di
Indonesia. Menurut dia, program selanjutnya yang akan dilakukan Tim
Reformasi Perpajakan adalah membenahi institusi dan aturan pajak.
Anggota Tim Reformasi Perpajakan, Yustinus Prastowo, mengatakan
setelah tax amnesty berakhir, tim akan melakukan beberapa program
reformasi perpajakan, antara lain revisi aturan perundang-undangan
terkait
Perpajakan,
perbaikan
administrasi,
dan
reformasi
kelembagaan pajak. Setelah ini
(tax amnesty), program yang
dilakukan
reformasi.
yaitu
menuntaskan
Jadi
yang
belum
terselesaikan seperti revisi undang-undang, perbaikan adminsitrasi IT,
reformasi kelembagaannya.
Adapun revisi peraturan perundang-undangan yang diajukan
Tim Reformasi Pajak adalah Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Undang-Undang sedang diajukan ke Dewan
Perwakilan Rakyat. Akan mulai dibahas. Kalau di internal, peraturan
menteri itu sedang diperbaiki.
Dari
segi
tindakan.
Tim
Reformasi
Perpajakan
akan
menyelesaikan dengan penegak hukum. Kalau dari sisi tindakannya
penegakan hukum, dan memperkuat pengawasan di lapangan. itu
yang akan dilakukan. Pelaksanaan program tax amensty sudah cukup
berhasiil. Kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah untuk
mensukseskan program tersebut. Masih ada kesan ini hajatannya
Kementrian Keuangan, Ditjen pajak. Meskipun Presiden mendukung,
tidak
terlihat
adanya
koordinasi
yang
baik
termasuk
dengan
Kepolisian, Kejaksaan atau yang lain. tax amensty akan menjadi awal
baru
bagi
perpajakan
Indonesia.
Program pengampunan
pajak
berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat soal pentingnya pajak
bagi pembangunan negeri.
2. Pembenahan Mekanisme Perpajakan
Setelah program tax berakhir, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen
Pajak)
Kementerian
keuangan
(Kemenkeu)
sudah
menyiapkan
berbagai strategi dan prosedur untuk memeriksa para wajib pajak.
Salah satunya adalah pembekalan data yang kuat kepada pegawai
pajak sebelum melakukan pemeriksaan kepada para wajib pajak.
Data yang digunakan untuk pemeriksaan tersebut berasal dari data
intelijen Ditjen Pajak dan sumber data lainnya.
Ditjen Pajak dalam memberikan pelayanan, tidak diperlukan
bertemu face to face dengan wajib pajak. Bahkan untuk pemeriksaan
kasus
pajak,
Ditjen
Pajak
memastikan
tidak
akan
ada
lagi
pemeriksaan di luar kantor pajak. Dengan begitu, pertugas pemeriksa
tidak lagi bisa bertemu wajib pajak di luar kantor. Pemeriksaan, akan
jalan sepanjang ada data. Kalau tidak ada data tidak akan kami
lakukan pemeriksaan karena prinsipnya adalah self assesment.
Dengan prinsip self assesment, wajib pajak masih menentukan
besar kecilnya jumlah utang pajak. Sementara pemeriksaan hanya
melakukan koreksi atas data dari wajib pajak. Pemeriksa tidak boleh
ketemu
wajib
pajak
di
luar
Kantor
Ditjen
Pajak.
Pada
saat
pemeriksaan pertama wajib pajak yang dipanggil.
Tidak ada kepala kantor atau siapa saja, apakah staf pemeriksa
atau AR (account representative) melakukan pertemuan dengan
Wajib Pajak di luar jam kantor dan di luar kompleks kantor, atau di
luar ruangan kantor yang sudah ditetapkan. Fiskus juga tidak boleh
melakukan pemeriksaan berdasarkan angka-angka yang tidak jelas
asal muasalnya. Oleh karena itu, dalam melakukan pemeriksaan,
fiskus harus memiliki data yang valid agar Wajib Pajak tidak merasa
dihadapkan pada pemeriksaan yang sifatnya secara semena-mena
atau tidak memiliki dasar yang jelas.
Proses pemeriksaan memiliki standar operasional prosedur
(SOP) baru terkait bisnis proses antara Wajib Pajak dan aparatur pajak
atau fiskus. Seluruh bisnis pemungutan pajak harus dilakukan oleh
fiskus secara layak melalui bisnis proses dan etika pejabat publik.
Dalam melakukan tugas ini dengan sungguh-sungguh dan secara
konsisten sehingga diharapkan Wajib Pajak juga menghormati dengan
tidak
melakukan
upaya-upaya,
seperti
melakukan
penyogokan
kepada petugas pajak.
SOP efektif pada April 2017 setelah program tax amnesty
rampung. SOP-nya akan sangat berbeda dari sekarang. Berikutnya,
dalam prosedur baru, fiskus tidak akan melakukan pemeriksaan jika
tidak memiliki data. Barulah, selanjutnya Wajib Pajak dipanggil untuk
menjelaskan data yang dimiliki oleh fiskus dan SPTnya. Pemeriksa
dilarang sama sekali berhubungan atau dalam rangka pekerjaannya
bertemu di luar kantor, jadi di kantor pajak nanti ada CCTV, ada
rekaman, ada yang mengawasi juga.
3. Memburu Wajib Pajak “Nakal”
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah berjanji akan
memburu para penghindar pajak yang tidak memanfaatkan program
Pengampunan Pajak (tax amnesty). Para wajib pajak yang telah
mendapatkan Pengampunan Pajak (tax amnesty) juga dituntut untuk
seterusnya
patuh
menunaikan
kewajiban
perpajakan
mereka.
Pemerintah tidak boleh berat sebelah. Jangan mentang-mentang
sudah memiliki data lengkap peserta Pengampunan Pajak (tax
amnesty), yang dikejar-kejar nantinya justru hanya mereka.
Bagi para wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran dan terus
berusaha menyembunyikan harta mereka dibiarkan bebas. Data para
terduga penghindar pajak tidak sulit diperoleh. Pemerintah memiliki
daya
dan
kuasa
untuk
menelusuri
kekayaan
dan
perolehan
pendapatan wajib pajak dari berbagai sumber. Tidak ada satupun
perusahaan di negara ini lepas dari mata Dirjen Pajak. Para petugas
pemeriksa pajak tersebut akan bekerja secara serius. Sehingga sulit
bagi Wajib Pajak yang bandel untuk menyembunyikan hartanya.
Mudah-mudahan pemeriksa kita semua bekerja sesuai aturan. Jangan
bekerja asal-asalan.
Era keterbukaan informasi akan segera berlangsung dengan
berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI). Saat itu data
keuangan dari 100 negara di seluruh dunia akan dibuka untuk tujuan
perpajakan. Dengan demikian, pihak DJP akan semakin mudah untuk
menyelidiki data Wajib Pajak yang tidak menjalankan kewajibannya.
Artinya tidak ada lagi tempat sembunyi. Tahun depan sudah ada AEoI.
Bila masih banyak wajib pajak yang bebas dari jerat sanksi,
patut kita curigai pemerintah sengaja melakukan pembiaran. Itu baru
dari sisi penerimaan pajak. Masih ada sisi pengeluaran yang tidak
boleh dianggap remeh. Kepatuhan membayar pajak akan percuma
bila pemanfaatannya dipenuhi penyimpangan. Pegawai pajak masih
leluasa bersekongkol dengan wajib pajak nakal untuk mengerat
potensi penerimaan pajak
4. Peningkatan Kesadaran dan Kewajiban Wajib Pajak
Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) dikatakan berhasil
bila bisa meningkatkan kesadaran wajib pajak. Dengan kesadaran
wajib pajak dapat menjadi pintu atau jembatan reformasi pajak.
Selain kesadaran perlu konsisten dalam menjalankan kewajiban wajib
pajak. Kewajiban dinilai sebagai langkah lanjutan dalam membangun
budaya baru kepatuhan pajak. Kewajiban pertama yaitu pengalihan
dan investasi harta di dalam negeri.
Wajib Pajak yang melakukan repatriasi, wajib mengalihkan
harta dari luar negeri ke Indonesia dan menempatkan dana tersebut
dalam
instrumen
investasi
sesuai
ketentuan
yang
berlaku.
Penempatan dana dalam instrumen investasi di Indonesia ini berlaku
paling kurang tiga tahun, sejak harta dialihkan ke indonesia.
Bagi Wajib Pajak yang melakukan deklarasi harta dalam negeri,
juga memiliki kewajiban untuk tidak mengalihkan harta tersebut
keluar dari Indonesia, dalam jangka waktu paling singkat selama tiga
tahun. Ini terhitung sejak Wajib Pajak tersebut menerima Surat
Keterangan Pengampunan Pajak (SKPP). Kewajiban kedua, para Wajib
Pajak yang telah mengikuti program tax amnesty juga diwajibkan
untuk melakukan pelaporan berkala atas harta tambahannya.
Wajib Pajak yang telah mengikuti program Pengampunan Pajak
(tax amnesty), diwajibkan melaporkan status penempatan harta
tambahan yang dialihkan ke dalam negeri dan harta yang sudah ada
di Indonesia. Laporan tersebut pun disampaikan paling lambat pada
batas waktu penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan setiap
tahun, hingga tiga tahun ke depan. Laporan disampaikan dalam
bentuk hardcopy dan softcopy ke kantor pelayanan pajak (KPP)
tempat Wajib Pajak terdaftar. Caranya dengan mendatangi langsung
atau melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat, dan saluran
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Sanksi dan Pidana bagi Pelanggar Pajak
DJP telah menyiapkan sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak
menjalankan kewajiban ini. Sanksinya berupa pengenaan pajak
dengan tarif normal hingga 30 persen atas harta bersih tambahan
yang telah diungkapkan dalam Surat Penyampaian Harta (SPH),
beserta sanksi administrasi dua persen per bulan selama maksimal
24 bulan. Sementara bagi Wajib Pajak yang menolak membereskan
catatan
perpajakan
masa
lalu
dan
tidak
mengikuti
program
Pengampunan Pajak (tax amnesty) juga akan menghadapi risiko.
Pada pasal 18 UU Pengampunan Pajak, Wajib Pajak tersebut
akan dikenakan tarif pajak hingga 30 persen beserta sanksi atas harta
yang tidak pernah diungkapkannya. Bagi Wajib Pajak yang telah
ikut Pengampunan Pajak (tax amnesty), tapi masih menyembunyikan
hartanya, akan dikenakan tarif hingga 30 persen dan juga denda
sebesar 200 persen. Bila sanksi denda masih dirasa kurang maka
perlu adanya tindakan penyitaan terhadap aset wajib pajak nakal
atau ahli waris dan bila masih belum terpenuhi tindakan penyitaan
aset keluarga wajib pajak nakal. Tindakan ini bertujuan untuk
memberikan efek jera kepada pelanggar pajak di Indonesia.
Penulis:
Nama : Qio Qio Suryanto Hartono
NBI : 1311401510 / Kelas R
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax
amnesty)
Dengan berakhirnya program pengampunan pajak (tax ammesty)
yang berakhir pada 31 Maret 2017, akan menimbulkan pertanyaan, apa
langkah
yang
dilakukan
oleh
Direktorat
Jendral
Pajak,
Kementerian
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax amnesty)?
Sebenarnya Indonesia pernah menerapkan hal yang serupa dengan
pengampunan pajak (tax ammesty) pada tahun 1984 serta tahun 2004,
namun pada saat itu gagal. Pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak
kurang merespons dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi
perpajakan secara menyeluruh.
Setelah berbaik hati memberikan pengampunan, pemerintah akan
memperketat pengawasan untuk mengejar wajib pajak yang nakal dan
akan melakukan penegakan hukum (law enforcement) secara masif. Setelah
pengampunan pajak (tax ammesty) berakhir, akan lakukan law enforcement
sangat masif. Hati-hati bagi Wajib Pajak yang tidak ikut pengampunan pajak
(tax ammesty), Wajib Pajak yang menyembunyikan hartanya. Karena ini
masif, upaya penegakan hukum secara masif tersebut dilakukan dengan
memaksimalkan pemeriksaan. Bahkan Ditjen Pajak mempersiapkan belasan
ribu
petugas
pemeriksa
untuk
berburu
Wajib
Pajak
yang
masih
menyembunyikan hartanya.
Mengutip dari Guru Besar Kebijakan Kebijakan Pajak Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Indonesia Haula Rosdiana, kesuksesan yang paling
subtansial
justru
langkah-langkah
pasca
pengampunan
pajak
(tax
ammesty). Apa yang akan terjadi setelah pengampunan pajak adalah yang
akan menentukan berhasil atau tidaknya program (Kompas, 1/4/2016). Jadi
bukan dari jumlah banyaknya uang tebusan atau deklarasi. Ukurannya
adalah apakah betul terjadi reformasi perpajakan secara total setelah
program pengampunan pajak (tax ammesty). Reformasi dimaksud adalah
terjadinya rekonsialiasi nasional dari kedua sisi, yakni wajib pajak dan
pemerintah. Dari wajib pajak, tingkat kepatuhan harus meningkat. Dari
pemerintah, efektifitas sistem dan pelayanan juga harus meningkat.
Karena itu, pekerjaan rumah terbesar DJP adalah kemampuan
mengolah data hasil pengampunan pajak (tax ammesty) sekaligus memberi
kesempatan wajib pajak untuk menebus “dosa” mereka. Momentum selepas
pengampunan pajak (tax ammesty) bisa menjadi modal awal yang besar
untuk melaksanakan reformasi dan perbaikan perpajakan, dari perundangundangan dan aturan, hingga cara kerja, profesionalitas, integritas institusi
pajak dan seluruh jajarannya.
Untuk mengingat perihal tentang pajak dan pengampunan pajak (tax
amnesty) Menurut UU No. 28 Tahun 2007 Pajak adalah kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung.
Menurut UU No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty), pengampunan pajak (tax ammesty) adalah pengampunan atau
pengurangan pajak terhadap property yang dimiliki oleh perusahaan dalam
bentuk penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi pajak terutang,
penghapusan sanksi pidana tertentu yang harus diharuskan membayar
dengan uang tebusan. Pengampunan pajak ini bukan hanya properti yang
disimpan di luar negeri tetapi juga berasal dari dalam negeri yang
laporannya tidak diberikan secara benar.
Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi
kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
1. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
2. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
3. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
Menurut UU No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty) wajib pajak adalah Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Secara umum, setiap
wajib
pajak
yang
belum
menunaikan
kewajiban
perpajakannya
diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam program pengampunan pajak (tax
ammesty). Artinya,
program pengampunan
pajak
(tax
ammesty) ini
ditujukan kepada wajib pajak yang telah berada dalam sistem administrasi
perpajakan dan wajib pajak yang belum masuk dalam sistem administrasi
perpajakan. Perlakuan yang berbeda dimungkinkan ketika wajib pajak yang
hendak
berpartisipasi
dalam
program pengampunan
pajak
(tax
ammesty) telah diperiksa atau sedang dalam proses pemeriksaan.
Dalam hal ini, wajib pajak yang telah diperiksa atau sedang dalam
proses pemeriksaan tersebut tidak diperbolehkan berpartisipasi dalam
program pengampunan pajak (tax ammesty) karena jumlah tunggakan
pajaknya
telah
dapat diberikan
undangan
diketahui
oleh
pengampunan
menyatakan
wajib
otoritas
jika
pajak
pajak.
ketentuan
yang
Wajib
pajak
peraturan
mengungkapkan
juga
perundangkewajiban
perpajakan atau harta kekayaannya secara sukarela berhak mendapatkan
penurunan atau penghapusan sanksi administrasi.
Seperti yang sudah kita ketahui, pengampunan pajak (tax ammesty)
juga berlaku untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yaitu pelaku usaha
yang beromzet sampai dengan Rp 4,8 miliar pada tahun pajak terakhir. Dan
tarif yang diberlakukan untuk UMKM ini berbeda dengan pelaku usaha yang
mempunyai omzet lebih dari 4,8 miliar.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 pada
pasal 11 ayat (1) dan (2) Wajib Pajak yang memiliki kriterian sebagai UMKM
adalah yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan
atas kegiatan usaha dan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam
hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas. Pekerjaan Bebas yang dimaksud
merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak
terikat oleh suatu hubungan kerja, antara lain dokter, notaris, akuntan,
arsitek atau pengacara.
Tarif untuk kategori UMKM ini dapat kita bagi dua, kategori pertama
yaitu UMKM Bagi pelaku usaha yang melaporkan harta dengan nilai harta
sampai dengan Rp 10 miliar maka akan dikenakan tarif tebusan pajak
sebesar 0,5%. Kategori kedua, bagi pelaku UMKM yang melaporkan harta
lebih dari Rp 10 miliar akan dikenakan tarif tebusan 2%. Dan tarif yang
diperlakukan
untuk
UMKM
ini
berlaku
sejak
awal
sampai
berakhirnya pengampunan pajak (tax ammesty) yaitu 31 Maret 2017 tidak
seperti tarif yang diperuntukan kepada pengusaha yang memiliki omzet
lebih dari 4,8 miliar. Hal ini diatur dalam Undang-undang pengampunan
pajak (tax ammesty) Nomor 11 Tahun 2016 di dalam pasal 4 ayat (3).
Ketentuan
tarif
ini
dibuat
guna
membantu
UMKM
yang
ingin
memanfaatkan pengampunan pajak (tax ammesty).
Untuk persyaratan pengampunan pajak (tax ammesty) itu sendiri
diatur di dalam Undang-undang pengampunan pajak (tax ammesty) Nomor
11 tahun 2016 pasal 9 ayat (5) dinyatakan bahwa “Bagi Wajib Pajak yang
peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan
ratus
juta
rupiah)
pada
Tahun
Pajak
Terakhir,
yang ingin
memanfaatkan pengampunan pajak (tax ammesty) ini harus melampirkan
bukti pembayaran Uang Tebusan, bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi
Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak, daftar rincian Harta beserta
informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan, daftar Utang serta dokumen
pendukung, bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan, fotokopi SPT PPh
Terakhir, dan Wajib Pajak harus melampirkan surat pernyataan tidak
mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
diterbitkannya Surat Keterangan, selain melampirkan dokumen tersebut,
Wajib Pajak dimaksud harus melampirkan surat pernyataan mengenai
besaran peredaran usaha.
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) - Wajib Pajak dengan Peredaran
Usaha Tidak Lebih Rp 4,8 Miliar (Wajib Pajak UMKM)
1 Juli 2016 – 31 Maret 2017
0,5 % Aset < Rp. 10 M
2 % Aset > Rp. 10 M
Selain itu ada juga aturan repatriasi, Secara istilah bahasa pengertian
repatriasi adalah proses kembali seseorang "secara sukarela atau secara
paksa" untuk nya tempat asal atau kewarganegaraan. Istilah repatriasi
adalah adopsi dari bahasa inggris repatriation.
Dalam No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax ammesty)
sama sekali tidak disebutkan kata repatriasi, begitu juga dalam batang
tubuh aturan pelaksanaannya yaitu PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang
Pelaksanaan UU No 11 Tahun 2016 tentang No 11 tahun 2016 tentang
pengampunan pajak (tax ammesty), definisi tersebut baru ada pada
lampiran PMK No 118/PMK.03/2016 dalam bentuk formulir surat pernyataan
harta untuk pengampunan pajak. Dalam PMK Nomor 119/PMK.08/2016
Tentang Tata Cara Pengalihan Harta Wajib Pajak Ke Dalam Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia Dan Penempatan Pada Instrumen Investasi Di
Pasar Keuangan Dalam Rangka Pengampunan Pajak istilah repatriasi bahkan
tidak muncul sama sekali.
Menurut U No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty) pengertian harta adalah akumulasi tambahan kemampuan
ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud,
baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha
maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Objek pengampunan pajak (tax ammesty)
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penambahan Nilai (PPN)
Pajak atas barang mewah (PPnBM)
Menurut UU PPh Pengertian penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun
Harta dalam No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty)
akumulasi
tambahan
kemampuan
ekonomis,
sedangkan
tambahan kemampuan ekonomis menurut UU PPh adalah pengertian dari
Penghasilan, maka dapat disimpulkan bahwa harta yang dimaksud dalam
No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax ammesty) adalah
Akumulasi Penghasilan. Akumulasi penghasilan itu bentuknya seperti
Rekening Tabungan bila di Bank, Properti (Rumah, Tanah, Bangunan), Mobil,
Uang Tunai, dll
Menurut No 11 tahun 2016 tentang pengampunan pajak (tax
ammesty)
Pengertian
harta
repatriasi
adalah
proses
pengembalian
Akumulasi Penghasilan berupa Aset atau harta dari luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Uang tebus yang 2% itu tidak sama dengan tarif pajak yang
normal 25% sekarang kalau untuk badan, atau 30% kalau untuk orang. Yang
namanya tarif pajak dikenakannya terhadap pendapatan, sedangkan yang
2% itu dikenakan terhadap aset. Aset itu pasti jauh lebih besar dari pada
income
sehingga
sebenarnya
yang
dibayarkan
oleh
para
peminta
pengampunan pajak (tax ammesty) cukup besar karena yang dilihat adalah
aset bukan income. Intinya kebijakan ini harus diklarifikasi bahwa tidak
semua yang ikut pengampunan pajak (tax ammesty) adalah Wajib Pajak
nakal. Kedua, uang tebus ini bukan tarif pajak normal, uang tebus ini adalah
uang persentase terhadap aset yang belum pernah dilaporkan, sedangkan
tarif pajak normal dikalikan dengan income yang diterima orang dalam
setahun.
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)- Pengungkapan Harta Yang
Berada di Dalam Wilayah Indonesia.
1 juli – 30 September 2016 Tarif 2 %
Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 3%
1 Januari – 31 Maret 2017 Tarif 5%
Tarif Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) – Pengungkapan Harta Yang
Berada di Luar Wilayah Indonesia.
1 Juli – 30 September 2016
1 Oktober – 31 Desember 2016 Tarif 6%
1 Januari – 31 Maret 2017
Kaitan
Exchange
pengampunan
System
of
Tarif 4%
Tarif 10%
pajak
Information,
(tax
ammesty)
Automatic
dengan
Exchange
Automatic
System
of
Information akan menjadi pintu masuk penegakan hukum. Melalui sistem
ini, otoritas pajak dapat memperoleh informasi relevan dari otoritas pajak di
negara lain yang dapat menjadi dasar pemungutan pajak. pengampunan
pajak (tax ammesty) dalam kaitannya dengan Automatic Exchange System
of Information adalah upaya memberikan kesempatan kepada wajib pajak
untuk secara sukarela membayar pajak sebelum pemerintah melakukan law
enforcement dengan memanfaatkan data dari Automatic Exchange System
of Information.
Kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty)
adalah terobosan
kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk
menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan
meningkatnya
intensitas
pertukaran
informasi
antarnegara.
Kebijakan
pengampunan pajak (tax ammesty) juga tidak akan diberikan secara
berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan
pengampunan pajak (tax ammesty) tidak akan diberikan lagi. pengampunan
pajak (tax ammesty) diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang
selama ini belum atau kurang bayar, disamping meningkatkan kepatuhan
membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin
akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak.
Angka wajib pajak sekarang +27 juta. Tentunya diharapkan naik 2 kali
lipat. Tapi bukan itu yang paling penting, yang paling penting bukan jumlah
Wajib Pajaknya, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajaknya itu
yang diharapkan bertambah. Jadi bukan sekedar, kalau itu program
ekstensifikasi namanya, tapi kalau amnesty kita harapkan baik yang sudah
punya NPWP atau belum itu kemudian mendeklarasikan hartanya secara
jujur 100%.
Pertama tentunya tidak bisa dipungkiri adanya kepentingan asingnya,
karena dengan kita melakukan pengampunan pajak (tax ammesty) apalagi
cukup banyak repatriasi maka akan ada beberapa negara yang selama ini
diuntungkan dengan adanya uang Indonesia di luar negeri dan kemudian
harus mengalami kerugian atau dampak negatif dari adanya pengampunan
pajak (tax ammesty). Jadi mungkin mereka juga bekerja melalui berbagai
cara untuk mempengaruhi opini di Indonesia, ya itu kemungkinan pertama.
Kemungkinan yang lain adalah kemungkinan salah pengertian karena
sempat di awal pernah ada ide ini adalah total amnesty, jadi langsung
menghapuskan semua jenis tindak pidana. Nah ini kami tegaskan bahwa
yang ada di Undang-Undang Pegampunan Pajak sesuai namanya yang
dihapuskan hanya pelangaran di bidang pajak, titik. Tidak lagi bisa
mengampuni atau menghapuskan pelanggaran di bidang lainnya.
Simulasi Perhitungan Tax Amnesty
Tebusan x (harta bersih – utang bersih)
Harta bersih = harta per 31 Desember 2015 – harta di SPT 2014
Contoh : Pengusaha A memiliki utang kepada pihak lain Rp. 10 Jt.
Harta pengusaha A per 31 Desember 2015 Rp. 100 Jt
dan Harta yang dilaporkan sesuai SPT 2014 Rp. 50 Jt, dengan uang
tebusan 3% maka:
Tebusan yang harus dibayar 3% x ( Rp. 50 Jt – Rp. 10 Jt) = Rp. 1,2 Jt.
Tax Amnesty berlaku sejak 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017
Tarif tebusan yang disetujui untuk uang atau harta yang dialihkan ke
Indonesia atau
Repatriasi ditetapkan 2, 3, dan 5 %
Nilai harta tersebut nanti diungkapkan dalam surat pernyataan dalam
mata uang
Rupiah.
Surat pernyataan memuat informasi mengenai:
Identitas Wajib Pajak
Harta Wajib Pajak.
Utang Wajib Pajak.
Nilai Harta Bersih
Penghitungan uang tebusan.
Surat pernyataan ini harus disampaikan ke kantor Direktorat Jendral
Pajak (DPJ) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan
Menkeu.
Syarat dan Ketentuan Tax Amnesty 2016., Semua Wajib Pajak berhak
mendapatkan Tax Amnesty. (kecuali Wajib Pajak yang tengah menghadapi
perkara pidana atau menjalani hukuman pidana.). Bagi Wajib Pajak yang
mengalihkan dan menginvestasikan hartanya di Indonesia, pengalihan
tersebut dilakukan melalui Bank Persepsi yang akan ditunjuk
secara
khusus. melalui :
Instrumen Investasi
Sbn ( Surat Berharga Negara)
Obligasi Badan Usaha Milik Negara (Bumn)
Obligasi Lembaga Pembiayaan Yang Dimiliki Pemerintah.
Investasi Keuangan Pada Bank Persepsi.
Obligasi Perusahaan Swasta.
Investasi Infrastruktur
Investasi Sektor Riil Yang Ditentukan Pemerintah.
(Nb. Semua Akan Ditentukan Oleh Pemerintah.)
Hak dan perlindungan tax amnesty 2016 meliputi Semua data,
informasi, surat pernyataan peserta pengampunan pajak (tax ammesty)
tidak
dapat
dijadikan
sebagai
dasar
penyelidikan,
penyidikan
atau
penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak. Pihak-pihak terkait seperti Menkeu
dan pegawai Kemenkeu dilarang membocorkan dan menyebarluaskan data
dan informasi Wajib Pajak peserta pengampunan pajak (tax ammesty), jika
dilanggar, akan dipidana penjara paling lama lima tahun.
Tata cara pengajuan Amnesti Pajak adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri untuk
meminta
penjelasan
kelengkapan
dokumen
mengenai
yang
pengisian
harus
dan
dilampirkan
pemenuhan
dalam
Surat
Pernyataan, yaitu:
o
bukti pembayaran Uang Tebusan;
o
bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang
memiliki Tunggakan Pajak;
o
daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang
dilaporkan;
o
daftar Utang serta dokumen pendukung;
o
bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau
pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak
yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau
penyidikan;
o
fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
o
surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah
diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak
o
surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling
singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak
dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi;
o
melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat
selama
jangka
waktu
3
(tiga)
tahun
terhitung
sejak
diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan
melaksanakan deklarasi;
o
surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi
Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM
2. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan
untuk mengajukan Amnesti Pajak melalui Surat Pernyataan, termasuk
membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi
pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya
tidak
dikembalikan
bagi
Wajib
Pajak
yang
sedang
dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan
3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan
Menteri Keuangan.
4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.
5. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan
Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta
lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak
kepada Wajib Pajak
6. Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas
nama
Menteri
belum
menerbitkan
Surat
Keterangan,
Surat
Pernyataan dianggap diterima
7. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3
(tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini
mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat
Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau
setelah
Surat
Keterangan
atas
Surat
Pernyataan
sebelumnya
dikeluarkan
Fasilitas Amnesti Pajak yang akan didapat oleh Wajib Pajak yang mengikuti
program Amnesti Pajak antara lain:
1. penghapusan pajak yang seharusnya terutang (PPh dan PPN dan/atau
PPn BM), sanksi administrasi, dan sanksi pidana, yang belum
diterbitkan ketetapan pajaknya;
2. penghapusan sanksi administrasi atas ketetapan pajak yang telah
diterbitkan;
3. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan,
dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan;
4. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan
penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak
sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan,
dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan; dan
5. Penghapusan PPh Final atas pengalihan Harta berupa tanah dan/atau
bangunan serta saham
Harta yang direpatriasi wajib dinvestasikan ke dalam negeri selama 3 tahun
sejak dialihkan dalam bentuk:
1. surat berharga Negara Republik Indonesia;
2. obligasi Badan Usaha Milik Negara;
3. obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;
4. investasi keuangan pada Bank Persepsi;
5. obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan;
6. investasi infrastruktur melalui kerja sama Pemerintah dengan badan
usaha;
7. investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh
Pemerintah; dan/atau
8. bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak tidak dapat dialihkan ke luar
negeri selama 3 tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan.
Kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty), dalam penjelasan
umum
Undang-Undang
kebijakan
lain
seperti
Pengampunan
penegakan
Pajak,
hukum
hendak
yang
diikuti
lebih
dengan
tegas
dan
penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan
perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di
kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan
Undang-Undang ini. Ikut serta dalam Amnesti Pajak juga membantu
Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui
pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan
likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga,
dan peningkatan investasi; merupakan bagian dari reformasi perpajakan
menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis
data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan
meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk
pembiayaan pembangunan.
Di sisi lain kelemahannya bila diterapkan pengampunan pajak (tax
ammesty) adalah tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja setoran
pajak ke kas negara. Hal ini bisa sebaliknya berpotensi terjadinya
penyelewengan,
pengusaha
manipulasi
yang
dan
memperoleh
tindakan moral
pemutihan
hazard lainnya.
pajak
akan
Para
melakukan
penggelapan kewajiban pajaknya. Kecuali bila diberlakukan pengampunan
pajak (tax ammesty) bersyarat. Contohnya pengampunan pajak (tax
ammesty) bersyarat, wajib pajak harus transparan terhadap aset-aset dan
penghasilan mereka. Hal ini guna menghindari kekeliruan yang sama tahun
1984 tidak terulang kembali yaitu minimnya akses informasi terhadap
masyarakat
dan
minimnya
keterbukaan/transparansi
serta
sosialisasi
kebijakan ini.
Hampir dalam setiap proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah selalu di dengungkan bahwa proyek yang dibangun dibiayai dari
dana pajak yang telah dikumpulkan dari masyarakat. Untuk itu, diharapkan
masyarakat juga menjaga proyek yang ada untuk dapat dipakai untuk
kepentingan bersama. Berkaitan dengan hal tersebut sudah selayaknya
apabila setiap individu dalam masyarakat dapat memahami dan mengerti
akan arti dan pentingnya peran pajak dalamm kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana diketahui dalam APBN yang dibuat oleh pemerintah terdapat
tiga sumber penerimaan yang menjadi pokok andalan :
a. Penerimaan dari sektor pajak
b. Penerimaan dari sektor migas (Minyak dan Gas Bumi) ; dan
c. Penerimaan dari sektor bukan pajak.
Dari ketiga sumber penerimaan diatas, penerimaan dari sektor pajak
ternyata merupakan sumber penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke
tahun kita dapat melihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan
memberi adil yang besar dalam penerimaan negara. Penerimaan dari sektor
pajak
selalu
dikatakan
merupakan
primadona
dalam
membiayai
pembangunan Nasional. Sedangkan penerimaan dari migas yang dahulu
selalu jadi andalan penerimaan negara, sekarang ini sudah tidak bisa
diharapkan menjadi sumber penerimaan keuangan negara yang terus
menerus karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable
resources). Penerimaan migas pada suatu waktu akan habis sedangkan dari
pajak selalu dapat diperbaharui sesuai dengan perkembangan ekonomi dan
masyarakat itu sendiri.
Kelebihan Tax Amnesty
b) Sumber daya yang dimiliki pada instansi aparatur pajak saat ini sudah
memadai
yang
dapat
mendukung
diberlakukannya
penerapan
pengampunan pajak (tax ammesty). Demikian juga infrastruktur
pendukung lainnya.
c) Bila
kebijakan
perpajakan
seperti pengampunan
pajak
(tax
ammesty) diterapkan maka akan menciptakan kerelaan masyarakat
untuk mendaftarkan diri menjadi Wajib Pajak dan menunaikan
kewajiban
perpajakannya
seperti
yang
dilakukan
pemerintah
sebelumnya dengan sunset policy (kebijakan pemberian fasilitas
perpajakan) maupun pemebebasan pajak fiskal bagi warga negara
Indonesia yang hendak bepergian ke luar negeri dengan syarat
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
d) Kondisi ekonomi nasional saat ini relatif stabil dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen. Hal ini dapat menjamin
pemberlakuan pengampunan pajak (tax ammesty).
e) Program ini dapat meningkatkan dana-dana masuk ke Indonesia yang
cukup banyak di simpan di luar negeri. Di samping itu, dana-dana
yang selama ini diparkir di luar negeri dapat kembali masuk ke tanah
air bila pemerintah secepatnya menerapkan pengampunan pajak (tax
ammesty).
f) Pengampunan pajak (tax ammesty) dapat berpengaruh positif bagi
pasar uang pada Bursa Efek Indonesia. Bila kebijakan ini diterapkan
maka mempunyai potensi terjadi penambahan emiten baru karena
perusahaan-perusahaan tidak perlu khawatir atas permasalahan
pajak yang telah lewat. Karena masalah perpajakan merupakan salah
satu faktor yang dianggap memberatkan bagi calon emiten untuk
mengubah status perushaaannya menjadi perusahaan terbuka
g) pemerintah dapat mengkonsentrasikan atau memfokuskan pada
upaya
pemberantasan
korupsi.
Demikian
juga
dengan
diimplementasikan pengampunan pajak (tax ammesty) maka asset
recovery-nya lebih mudah karena tidak perlu melakukan penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan proses hukum lainnya untuk mengambil
asset koruptor. Asset recovery adalah perbandingan antara jumlah
kerugian negara yang didakwakan dengan penyitaan asset atau
pengembalian
recovery masih
asset
relatif
korupsi.
kecil.
Selama
ini
persentase
Persentase asset
asset
recovery dapat
dijadikan acuan penentuan tarif pengampunan pajak (tax ammesty)
Kekurangan Tax Amnesty
a) Tidak mempunyai payung hukum yang dapat menjadi landasan
hukum implementasi pengampunan pajak (tax ammesty) yang dapat
memberikan aturan jelas. Hal ini akan menambah keraguan bagi
wajib pajak dan calon wajib pajak. Namun apabila implementasi
pengampunan pajak (tax ammesty) akan diterapkan maka berarti
harus di
buat terlebih dahulu
peraturan
perpajakan (undang-
undang)yang mengatur tentang hal itu. Hal in tentu saja akan
memakan waktu yang lebih lama karena tentu saja harus mendapat
persetujuan dari DPR (Dewan Pertimbangan Rakyat).
b) Dianggap mencederai asas keadilan.
Pengampunan pajak (tax ammesty) dianggap mencederai keadilan
bagi masyarakat yang selama ini patuh membayar pajak. Apalagi
pada tahun 1964 dan 1984, pengampunan pajak (tax ammesty)
berjalan tidak efektif karena minimnya ketersediaan data perpajakan.
Tidak ada lengkapnya basis data perpajakan membuka kemungkinan
petugas pajak untuk mendeteksi kekayaan yang tak dilaporkan.
Pengemplang pajak pun tak perlu khawatir akan tertangkap. Terlebih,
kekayaan yang tidak dilaporkan pada umumnya berada di luar negeri
sehingga benar-benar jauh dari jangkauan petugas pajak.
c) Pengampunan pajak (tax ammesty) dikhawatirkan tidak akan berjalan
secara konsisten. Banyak yang menilai jika kekurangan penerimaan
pajak tidak hanya bisa diselesaikan dengan kebijakan pengampunan
pajak (tax ammesty) tersebut. Belum adanya kejelasan mengenai
kewajiban bagi wajib pajak untuk menempatkan kekayaannya di
dalam negeri, besar kemungkinan individu-individu yang meminta
pengampunan pajak (tax ammesty) akan menyembunyikan kembali
kekayaan mereka di luar negeri ketika manfaat pengampunan pajak
(tax ammesty) tak lagi diberikan.
d) Pengampunan pajak (tax ammesty) Hanya Beri "Karpet Merah" bagi
Koruptor.
Pengampunan pajak (tax ammesty) dalam RAPBNP 2016 dianggap
sebagian orang bukan untuk kepentingan masyarakat. Mereka
menilai,
pengampunan
pajak
(tax
ammesty)
hanya
untuk
kepentingan pengusaha yang memiliki dana besar di luar negeri.
Pengampunan pajak (tax ammesty) hanya akan menjadi karpet
merah untuk koruptor dan konglomerat yang mendapat keuntungan
di Indonesia. Menurut mereka, pengampunan pajak (tax ammesty)
hanya dijadikan bahasa kampanye oleh politisi untuk memuluskan
proyek-proyek swasta.
Selain
Indonesia
itu
ada
beberapa
langkah
khususnya
Direktorat
Jenderal
yang
Pajak
ditempuh
guna
pemerintah
meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak, antara lain melaksanakan program
Sensus Pajak Nasional. Selain itu melakukan penyempurnaan peraturan
untuk menangani tindakan penghindaran pajak (tax avoidance), tindakan
penggelapan pajak melalui transfer pricing, dan pengenaan pajak final.
Selain itu salah satu bentuk upaya atau inovasi lain dalam system
perpajakan
yang
berguna
meningkatkan
penerimaan
pajak
tanpa
menambah beban baik jenis pajak baru maupun persentase pajak yang
sudah ada kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah
melalui program pengampunan pajak (tax ammesty).
Salah satu tujuan pengampunan pajak (tax ammesty) ini diharapkan
dapat mengurangi citra negatif pada aparat perpajakan yang selalu
dipersepsikan selalu bersikap sewenang-wenang dan harus selalu dihindari,
berubah menjadi hubungan yang lebih “friendly”. Pada dasarnya inovasi
atau upaya ini dapat diterapkan di Indonesia. Keunggulan yang diharapkan
bila kebijakan pengampunan pajak (tax ammesty) diimplementasikan yaitu
akan dapat mendorong masuknya dana-dana dari luar negeri yang dalam
jangka panjang dapat digunakan sebagai pendorong investasi yang pada
gilirannya bermanfaat untuk menstimulasi perekonomian nasional.
Berikut langkah yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak, Kementerian
Keuangan dan Wajib Pajak pasca Pengampunan Pajak (tax amnesty)?
1. Pembenahan Institusi dan Peraturan
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan tax
amnesty merupakan bagian dari program reformasi perpajakan di
Indonesia. Menurut dia, program selanjutnya yang akan dilakukan Tim
Reformasi Perpajakan adalah membenahi institusi dan aturan pajak.
Anggota Tim Reformasi Perpajakan, Yustinus Prastowo, mengatakan
setelah tax amnesty berakhir, tim akan melakukan beberapa program
reformasi perpajakan, antara lain revisi aturan perundang-undangan
terkait
Perpajakan,
perbaikan
administrasi,
dan
reformasi
kelembagaan pajak. Setelah ini
(tax amnesty), program yang
dilakukan
reformasi.
yaitu
menuntaskan
Jadi
yang
belum
terselesaikan seperti revisi undang-undang, perbaikan adminsitrasi IT,
reformasi kelembagaannya.
Adapun revisi peraturan perundang-undangan yang diajukan
Tim Reformasi Pajak adalah Undang-Undang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), dan UU Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Undang-Undang sedang diajukan ke Dewan
Perwakilan Rakyat. Akan mulai dibahas. Kalau di internal, peraturan
menteri itu sedang diperbaiki.
Dari
segi
tindakan.
Tim
Reformasi
Perpajakan
akan
menyelesaikan dengan penegak hukum. Kalau dari sisi tindakannya
penegakan hukum, dan memperkuat pengawasan di lapangan. itu
yang akan dilakukan. Pelaksanaan program tax amensty sudah cukup
berhasiil. Kurangnya koordinasi antar instansi pemerintah untuk
mensukseskan program tersebut. Masih ada kesan ini hajatannya
Kementrian Keuangan, Ditjen pajak. Meskipun Presiden mendukung,
tidak
terlihat
adanya
koordinasi
yang
baik
termasuk
dengan
Kepolisian, Kejaksaan atau yang lain. tax amensty akan menjadi awal
baru
bagi
perpajakan
Indonesia.
Program pengampunan
pajak
berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat soal pentingnya pajak
bagi pembangunan negeri.
2. Pembenahan Mekanisme Perpajakan
Setelah program tax berakhir, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen
Pajak)
Kementerian
keuangan
(Kemenkeu)
sudah
menyiapkan
berbagai strategi dan prosedur untuk memeriksa para wajib pajak.
Salah satunya adalah pembekalan data yang kuat kepada pegawai
pajak sebelum melakukan pemeriksaan kepada para wajib pajak.
Data yang digunakan untuk pemeriksaan tersebut berasal dari data
intelijen Ditjen Pajak dan sumber data lainnya.
Ditjen Pajak dalam memberikan pelayanan, tidak diperlukan
bertemu face to face dengan wajib pajak. Bahkan untuk pemeriksaan
kasus
pajak,
Ditjen
Pajak
memastikan
tidak
akan
ada
lagi
pemeriksaan di luar kantor pajak. Dengan begitu, pertugas pemeriksa
tidak lagi bisa bertemu wajib pajak di luar kantor. Pemeriksaan, akan
jalan sepanjang ada data. Kalau tidak ada data tidak akan kami
lakukan pemeriksaan karena prinsipnya adalah self assesment.
Dengan prinsip self assesment, wajib pajak masih menentukan
besar kecilnya jumlah utang pajak. Sementara pemeriksaan hanya
melakukan koreksi atas data dari wajib pajak. Pemeriksa tidak boleh
ketemu
wajib
pajak
di
luar
Kantor
Ditjen
Pajak.
Pada
saat
pemeriksaan pertama wajib pajak yang dipanggil.
Tidak ada kepala kantor atau siapa saja, apakah staf pemeriksa
atau AR (account representative) melakukan pertemuan dengan
Wajib Pajak di luar jam kantor dan di luar kompleks kantor, atau di
luar ruangan kantor yang sudah ditetapkan. Fiskus juga tidak boleh
melakukan pemeriksaan berdasarkan angka-angka yang tidak jelas
asal muasalnya. Oleh karena itu, dalam melakukan pemeriksaan,
fiskus harus memiliki data yang valid agar Wajib Pajak tidak merasa
dihadapkan pada pemeriksaan yang sifatnya secara semena-mena
atau tidak memiliki dasar yang jelas.
Proses pemeriksaan memiliki standar operasional prosedur
(SOP) baru terkait bisnis proses antara Wajib Pajak dan aparatur pajak
atau fiskus. Seluruh bisnis pemungutan pajak harus dilakukan oleh
fiskus secara layak melalui bisnis proses dan etika pejabat publik.
Dalam melakukan tugas ini dengan sungguh-sungguh dan secara
konsisten sehingga diharapkan Wajib Pajak juga menghormati dengan
tidak
melakukan
upaya-upaya,
seperti
melakukan
penyogokan
kepada petugas pajak.
SOP efektif pada April 2017 setelah program tax amnesty
rampung. SOP-nya akan sangat berbeda dari sekarang. Berikutnya,
dalam prosedur baru, fiskus tidak akan melakukan pemeriksaan jika
tidak memiliki data. Barulah, selanjutnya Wajib Pajak dipanggil untuk
menjelaskan data yang dimiliki oleh fiskus dan SPTnya. Pemeriksa
dilarang sama sekali berhubungan atau dalam rangka pekerjaannya
bertemu di luar kantor, jadi di kantor pajak nanti ada CCTV, ada
rekaman, ada yang mengawasi juga.
3. Memburu Wajib Pajak “Nakal”
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah berjanji akan
memburu para penghindar pajak yang tidak memanfaatkan program
Pengampunan Pajak (tax amnesty). Para wajib pajak yang telah
mendapatkan Pengampunan Pajak (tax amnesty) juga dituntut untuk
seterusnya
patuh
menunaikan
kewajiban
perpajakan
mereka.
Pemerintah tidak boleh berat sebelah. Jangan mentang-mentang
sudah memiliki data lengkap peserta Pengampunan Pajak (tax
amnesty), yang dikejar-kejar nantinya justru hanya mereka.
Bagi para wajib pajak yang tidak memiliki kesadaran dan terus
berusaha menyembunyikan harta mereka dibiarkan bebas. Data para
terduga penghindar pajak tidak sulit diperoleh. Pemerintah memiliki
daya
dan
kuasa
untuk
menelusuri
kekayaan
dan
perolehan
pendapatan wajib pajak dari berbagai sumber. Tidak ada satupun
perusahaan di negara ini lepas dari mata Dirjen Pajak. Para petugas
pemeriksa pajak tersebut akan bekerja secara serius. Sehingga sulit
bagi Wajib Pajak yang bandel untuk menyembunyikan hartanya.
Mudah-mudahan pemeriksa kita semua bekerja sesuai aturan. Jangan
bekerja asal-asalan.
Era keterbukaan informasi akan segera berlangsung dengan
berlakunya Automatic Exchange of Information (AEoI). Saat itu data
keuangan dari 100 negara di seluruh dunia akan dibuka untuk tujuan
perpajakan. Dengan demikian, pihak DJP akan semakin mudah untuk
menyelidiki data Wajib Pajak yang tidak menjalankan kewajibannya.
Artinya tidak ada lagi tempat sembunyi. Tahun depan sudah ada AEoI.
Bila masih banyak wajib pajak yang bebas dari jerat sanksi,
patut kita curigai pemerintah sengaja melakukan pembiaran. Itu baru
dari sisi penerimaan pajak. Masih ada sisi pengeluaran yang tidak
boleh dianggap remeh. Kepatuhan membayar pajak akan percuma
bila pemanfaatannya dipenuhi penyimpangan. Pegawai pajak masih
leluasa bersekongkol dengan wajib pajak nakal untuk mengerat
potensi penerimaan pajak
4. Peningkatan Kesadaran dan Kewajiban Wajib Pajak
Program Pengampunan Pajak (tax amnesty) dikatakan berhasil
bila bisa meningkatkan kesadaran wajib pajak. Dengan kesadaran
wajib pajak dapat menjadi pintu atau jembatan reformasi pajak.
Selain kesadaran perlu konsisten dalam menjalankan kewajiban wajib
pajak. Kewajiban dinilai sebagai langkah lanjutan dalam membangun
budaya baru kepatuhan pajak. Kewajiban pertama yaitu pengalihan
dan investasi harta di dalam negeri.
Wajib Pajak yang melakukan repatriasi, wajib mengalihkan
harta dari luar negeri ke Indonesia dan menempatkan dana tersebut
dalam
instrumen
investasi
sesuai
ketentuan
yang
berlaku.
Penempatan dana dalam instrumen investasi di Indonesia ini berlaku
paling kurang tiga tahun, sejak harta dialihkan ke indonesia.
Bagi Wajib Pajak yang melakukan deklarasi harta dalam negeri,
juga memiliki kewajiban untuk tidak mengalihkan harta tersebut
keluar dari Indonesia, dalam jangka waktu paling singkat selama tiga
tahun. Ini terhitung sejak Wajib Pajak tersebut menerima Surat
Keterangan Pengampunan Pajak (SKPP). Kewajiban kedua, para Wajib
Pajak yang telah mengikuti program tax amnesty juga diwajibkan
untuk melakukan pelaporan berkala atas harta tambahannya.
Wajib Pajak yang telah mengikuti program Pengampunan Pajak
(tax amnesty), diwajibkan melaporkan status penempatan harta
tambahan yang dialihkan ke dalam negeri dan harta yang sudah ada
di Indonesia. Laporan tersebut pun disampaikan paling lambat pada
batas waktu penyampaian SPT tahunan pajak penghasilan setiap
tahun, hingga tiga tahun ke depan. Laporan disampaikan dalam
bentuk hardcopy dan softcopy ke kantor pelayanan pajak (KPP)
tempat Wajib Pajak terdaftar. Caranya dengan mendatangi langsung
atau melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat, dan saluran
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Sanksi dan Pidana bagi Pelanggar Pajak
DJP telah menyiapkan sanksi bagi Wajib Pajak yang tidak
menjalankan kewajiban ini. Sanksinya berupa pengenaan pajak
dengan tarif normal hingga 30 persen atas harta bersih tambahan
yang telah diungkapkan dalam Surat Penyampaian Harta (SPH),
beserta sanksi administrasi dua persen per bulan selama maksimal
24 bulan. Sementara bagi Wajib Pajak yang menolak membereskan
catatan
perpajakan
masa
lalu
dan
tidak
mengikuti
program
Pengampunan Pajak (tax amnesty) juga akan menghadapi risiko.
Pada pasal 18 UU Pengampunan Pajak, Wajib Pajak tersebut
akan dikenakan tarif pajak hingga 30 persen beserta sanksi atas harta
yang tidak pernah diungkapkannya. Bagi Wajib Pajak yang telah
ikut Pengampunan Pajak (tax amnesty), tapi masih menyembunyikan
hartanya, akan dikenakan tarif hingga 30 persen dan juga denda
sebesar 200 persen. Bila sanksi denda masih dirasa kurang maka
perlu adanya tindakan penyitaan terhadap aset wajib pajak nakal
atau ahli waris dan bila masih belum terpenuhi tindakan penyitaan
aset keluarga wajib pajak nakal. Tindakan ini bertujuan untuk
memberikan efek jera kepada pelanggar pajak di Indonesia.
Penulis:
Nama : Qio Qio Suryanto Hartono
NBI : 1311401510 / Kelas R
Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya