STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

(1)

i

xi

SKRIPSI

RIZQY AMALIA PUTRI

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS

PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN

TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL

(Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

ii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS

PADA PASIEN HIV/AIDS

DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmai pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh :

RIZQY AMALIA PUTRI NIM : 201201410311057

Disetujui oleh :

Pembimbing I

Drs. Didik Hasmono, MS., Apt NIP : 195809111986011001

Pembimbing II Pembimbing III

Hidajah Rachmawati,S.Si.,Apt.,Sp.FRS Dra. Arofa Idha,M.Farm-Klin,Apt

NIP UMM : 144.0609.0449 NIP : 19680301.199603.2.002


(3)

iii

Lembar Pengujian

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS

PADA PASIEN HIV/AIDS

DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat Mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Univeristas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh:

RIZQY AMALIA PUTRI NIM : 201201410311057

Disetujui oleh:

Penguji I

Drs. Didik Hasmono, Apt., MS. NIP: 195809111986011001

Penguji II Penguji III

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. Dra. Arofa Idha,M.Farm-Klin,Apt NIP UMM: 144.0609.0449 NIP : 19680301.199603.2.002

Penguji IV Penguji V

Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. NIP UMM: 114.07040450

Nailis Syifa’, S.Farm., M.Sc., Apt.


(4)

iv

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS

PADA PASIEN HIV/AIDS

DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL

(Penelitian Dilakukan di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang)

Disusun Oleh:

Nama : Rizqy Amalia Putri NIM : 201210410311057

Institusi : Universitas Muhammadiyah Malang

Mengetahui, Kabid. Rekam Medik dan

Evapor

Wadir Pendidikan danPengembangan Profesi

drg. Asri Kusuma Djadi, MMR Pembina Tingkat I

dr. Mochamad Bachtiar Budianto,Sp.B(K).Onk Pembina


(5)

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Puji syukur tercurahkan atas segala nikmat Allah SWT, Tuhan semesta alam karena berkat rahmat serta ridhonya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL (Penelitian dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang)

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak terlepas dari peranan pembimbing dan bantuan dari seluruh pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Allah SWT , tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, nikmat, kesehatan, kelancaran, Rosulullah SAW, yang sudah menuntun kita menuju jalan yang lurus.

2. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

3. dr. Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes. selaku direktur RSUD dr. Saiful Anwar Malang, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di RSUD dr. Saiful Anwar Malang.

4. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Bapak Drs. Didik Hasmono, Apt., MS. selaku Dosen Pembimbing I, disela kesibukan bapak masih bisa meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi pengarahan dan dorongan moril sampai terselesaikannya skripsi ini.


(6)

vi

6. Ibu Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt., Sp.FRS. selaku Dosen Pembimbing II yang dengan tulus dan ikhlas penuh kesabaran, membimbing, mengarahkan dan memberikan kemudahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 7. Ibu Dra. Arofa Idha, M.Farm-Klin, Apt. selaku Dosen Pembimbing Rumah

Sakit yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberikan arahan dan masukan yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.

8. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. selaku Dosen Penguji I dan Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

9. Ibu Siti Rofida, S.Si, Apt., M.Farm selaku Dosen Pembimbing Akademik (dosen wali). Terima kasih banyak atas arahan dan motivasi selama menempuh perkuliahan.

10.Kedua orang tua tercinta, bapak Junaidi Hasyim dan ibu Sudi Asmariyani yang selalu mendoakan dan mencurahkan segenap kasih sayang yang tak terbatas dan saudara-saudara terdekat om mahfudz, reyhan, mbak anni, Abang Saihun. 11.Sahabat terdekatku Fu’ad Mas’udin Ammin terima kasih telah memberikan

keceriaan dan kebersamaannya, mendengarkan keluh kesah selama ini.

12.Teman-teman seperjuangan terhebat Mahfudhoh, Siska Hermawati, Inne, Rawina, irsan, rahmi, evy penghuni kos 324, mbak Inna, Amel, Fani, Fatimah, Linda, Lia, yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas

bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi ppenelitian berikutnya, amin.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Malang, Juli 2016 Penulis


(7)

vii

RINGKASAN

STUDI PENGGUNAAN ANTITOKSOPLASMOSIS PADA

PASIEN HIV/AIDS DENGAN TOKSOPLASMOSIS SEREBRAL

(Penelitian dilakukan di RSUD dr. Saiful Anwar Malang)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan salah satu virus yang dapat menginfeksi manusia akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Infeksi HIV dapat menghancurkan sel-sel CD4, ketika kadar CD4 di bawah 200/ml dan beban virus meningkat, maka akan menyebabkan salah satu manifestasi klinik dari HIV/AIDS yaitu infeksi opportunistik.Salah satu infeksi oportunistik yaitu Toksoplasmosis. Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit akibat infeksi oleh Toxoplasma gondii. Toxoplasma gondii dapat ditemukan pada manusia, hewan mamalia dan unggas sebagai hospes antara. Infeksi laten dari

Toxoplasma gondii pada pasien HIV/AIDS biasanya bermanifestasi sebagai

toksoplasmosis serebral. Penyakit ini ditandai dengan nyeri kepala, demam, gangguan psikomotor dan perilaku, seizure. Tujuan pengobatan pada pasien HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral adalah menyembuhkan pasien, mencegah kematian, memperbaiki kondisi pasien, menghambat dan membunuh parasit Toxoplasma gondii. Terapi yang digunakan merupakan kombinasi Pirimetamin ditambah dengan Klindamisin. Digunakan Pirimetamin karena obat ini mampu menembus ke dalam parenkim otak meskipun mengalami peradangan. Sedangkan Klindamisin merupakan antibiotik yang dapat membunuh parasit

Toxoplasma gondii pada Cairan Serebrospinal.

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pola penggunaan Antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang meliputi dosis, rute, interval pemberian, efek samping dan interaksi pada terapi Antitoksoplasmosis berkaitan dengan data laboraturium dan data klinik pasien.

Metode penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap sampel penelitian. Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu berupa studi retrospektif (penelitian yang dilakukan dengan meninjau ke belakang). Kriteria inklusi meliputi data rekam medis kesehatan pasien dengan diagnosa HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral dan mendapatkan terapi Antitoksoplasmosis di instalasi rawat inap RSUD dr. Saiful Anwar Malang periode 1 Januari 2015 sampai 31 Desember 2015.

Hasil penelitian ini diperoleh 22 data RMK sebagai sampel dari total 30 populasi. Data demografi pasien HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral berdasarkan jenis kelamin sebanyak 6 pasien wanita (27%) dan 16 pasien pria (73%) dengan angka kejadian paling tinggi pada rentang usia 30-39 tahun sebanyak 9 pasien (41%) dan rentang usia 40-49 tahun sebanyak 9 pasien (41%). Infeksi Opportunistik terbanyak selain toksoplasmosis serebral adalah Kandidiasis Oral yaitu sebanyak 10 pasien (45%). Terapi yang diberikan meliputi profilaksis dan antitoksoplasmosis. Penggunaan profilaksis Kotrimoksazol paling banyak adalah dalam bentuk sediaan dengan dosis (1x960 mg) per oral yaitu sebanyak 16


(8)

viii

pasien (73%). Penggunaan Antitoksoplasmosis yang digunakan oleh pasien HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral adalah kombinasi pirimetamin dengan dosis Loading Dose (1x200 mg) per oral Maintanance Dose (1x75 mg) per oral dan ditambahkan dengan klindamisin (4x600 mg) per oral yaitu sebanyak 19 pasien (86%), kombinasi pirimetamin dengan dosis Loading Dose (1x200 mg) per oral Maintanance Dose (1x50 mg) per oral dan ditambahkan dengan klindamisin (4x600 mg) per oral yaitu sebanyak 1 pasien (5%), kombinasi pirimetamin dengan dosis Loading Dose (1x200 mg) per oral Maintanance Dose

(2x25 mg) per oral dan ditambahkan dengan klindamisin (4x600mg) per oral yaitu sebanyak 2 pasien (9%). Lama terapi Antitoksoplasmosis terbanyak adalah pada rentang 1-5 hari sebanyak 9 pasien (41%). Interaksi yang potensial terjadi disebabkan oleh pemberian pirimetamin dan fenitoin, pirimetamin dan Kotrimoksazol. Penggunaan Antitoksoplasmosis yang diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan Toksoplasmosis Serebral terkait dengan dosis, rute, interval pemberian telah sesuai denganliteratur.

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah diperlukan penelitian dengan metode prospektif agar penliti dapat mengamati kondisi pasien dan permasalahan terkait terapi obat secara langsung, dapat berinteraksi dengan pasien, dokter dan para klinisi serta dihasilkan profil penggunaan obat yang lebih representatif.


(9)

xi

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PENGUJIAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN RUMAH SAKIT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RINGKASAN ... vii

ABSTRACT ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ………... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tinjauan Tentang HIV ... 6

2.1.1 Definisi HIV ... 6

2.1.2 Epidemiologi HIV ... 7

2.1.3 Etiologi HIV ... 8

2.1.4 Patofisiologi HIV ... 10

2.1.5 Patogenensis HIV ... 11

2.1.6 Gejala HIV ... 12

2.1.7 Transmisi / Penularan HIV ... 13


(10)

xii

2.1.9 Infeksi Opportunistik HIV ... 15

2.1.10 Terapi HIV ... 16

2.2 Tinjauan Tentang Toksoplasmosis Serebral ... 18

2.2.1 Definisi Toksoplasmosis Serebral ... 19

2.2.2 Epidemiologi Toksoplasmosis Serebral ... 20

2.2.3 Etiologi Toksoplasmosis Serebral ... 21

2.2.4 Manifestasi Klinin Toksoplasmosis Serebral ... 22

2.2.5 Siklus Hidup dan Penularan Toksoplasmosis Serebral ... 23

2.2.6 Diagnosis Toksoplasmosis Serebral ... 25

2,2.6.1 Data Laboraturium ... 25

2.2.6.2 Data Klinis ... 27

2.2.7 Terapi Toksoplasmosis Serebral ... 28

2.2.7.1 Sulfonamida ... 31

2.2.7.2 Pirimetamin ... 35

2.2.7.3 Makrolide dan Linkosamid ... 36

2.2.7.4 Atavakuon ... 39

2.2.8 Terapi Lain ... 40

2.2.8.1 Terapi Edema ... 41

2.2.8.2 Terapi Nyeri Kepala ... 41

2.2.8.3 Terapi Kejang ... 41

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 43

3.1 Uraian Kerangka Konseptual ... 43

3.2 Skema Kerangka Konseptual ... 45

3.3 Skema Kerangka Operasional ... 46

BAB IV METODE PENELITIAN ... 47

4.1 Rancangan Penelitian ... 47

4.2 Bahan Penelitian... 47

4.3 Kriteria Inklusi ... 47

4.4 Kriteria Eksklusi ... 47

4.5 Populasi... 47

4.6 Sampel ... 48


(11)

xiii

4.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 48

4.9 Definisi Operasional ... 48

4.10 Prosedur Pengumpulan Data ... 49

4.11 Analisis Data ... 49

BAB V HASIL PENELITIAN... 51

5.1 Jumlah Sampel Penelitian... 51

5.2 Data Demografi Pasien ... 52

5.2.1 Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

5.2.2 Distribusi Berdasarkan Usia ... 52

5.2.3 Distribusi Berdasarkan Status Jaminan Kesehatan ... 52

5.2.4 Sebaran Infeksi Oportunistik Selain Toksoplasmosis Serebral… .. 53

5.2.5 Keluhan dan Gejala ... 53

5.2.6 Profil Kesadaran Pasien (GCS) ... 54

5.2.7 Data Laboraturium ... 54

5.2.8 Profil Pengobatan ... 55

5.2.8.1 Terapi Profilaksis ... 55

5.2.8.2 Terapi Antitoksoplasmosis ... 56

5.2.8.3 Terapi Selain Antitoksoplasmosis ... 57

5.2.9 Lama Terapi Antitoksoplasmosis ... 58

5.2.10 Lama Perawatan Pasien di Rumah Sakit ... 59

5.2.11 Keadaan Keluar Rumah Sakit ... 59

BAB VI PEMBAHASAN ... 60

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1 Kesimpulan ... 77

7.2 Saran ... 77


(12)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Gejala dan Tanda Klinis Infeksi HIV ... 12

II.2 Manifestasi yang Membedakan Ensefalitis dan Abses Otak ... 23

II.3 Tabel Data Lab. Yang Membedakan Ensefalitis dan Abses Otak ... 26

II.4 Terapi Toksoplasmosis Serebral menurut WHO ... 30

II.5 Terapi Toksoplasmosis Serebral menurut CDC ... 31

II.6 Tabel Interaksi Sulfadiazin dengan beberapa obat lain ... 33

II.7 Tabel Interaksi Kombinasi Sulfadiazin dan Pirimetamin dengan obat lain .... 34

II.8 Tabel Interaksi Pirimetamin dengan beberapa obat lain ... 36

II.9 Tabel Interaksi Klindamisin dengan beberapa obat lain ... 39

II.10 Tabel Interaksi Atavaquon dengan beberapa obat lain ... 40

II.11 Terapi Seizure (Fase Iktal dan Post Iktal) ... 42

V.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

V.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Usia ... 52

V.3 Distribusi Pasien Berdasarkan Status Jaminan Kesehatan ... 52

V.4 Sebaran Infeksi Oportunistik Selain Toksoplasmosis Serebral ... 53

V.5 Sebaran Keluhan dan Gejala yang Sering Terjadi ... 53

V.6 Data Total Skor Kesadaran Pasien ... 54

V.7 Prosentase Pasien Berdasarkan Perkembangan Kesadaran ... 54

V.8 Sebaran Data Pemeriksaan Laboraturium Pasien ... 55

V.9 Terapi Profilaksis yang Digunakan Pasien ... 55

V.10 Prosentase Pasien Berdasarkan Penggunaan Kotrimoksazol ... 56

V.11 Pola Terapi Antitoksoplasmosis ... 56

V.12 Sebaran Terapi Selain Antitoksoplasmosis ... 57

V.13 Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Terapi Antitoksoplasmosis ... 58

V.14 Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan di Rumah Sakit ... 59

V.15 Cara Pasien Keluar Rumah Sakit ... 59

V.16 Kondisi Klinis Pasien Keluar Rumah Sakit ... 59


(13)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987-2014 ... 8

2.2 Struktur Virus HIV ... 9

2.3 Patofisiologi HIV/AIDS ... 10

2.4 Siklus/Perjalanan Hidup Toksoplasma gondii ... 24

2.5 Faktor-Faktor Penularan Toksoplasma ... 25

2.6 Pemeriksaan MRI yang menunjukkan adanya edema di otak ... 26

2.7 Rumus Struktur Sulfadiazin... 32

2.8 Rumus Struktur Sulfadoksin ... 33

2.9 Rumus Struktur Pirimetamin ... 35

2.10 Rumus Struktur Spiramisin ... 36

2.11 Rumus Struktur Azitromisin ... 37

2.12 Rumus Struktur Klindamisin ... 38

2.13 Rumus Struktur Atavakuon ... 39

3.1 Skema Kerangka Konseptual ... 45

3.2 Skema Kerangka Operasional ... 46


(14)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Daftar Riwayat Hidup... 82

2. Surat Penyataan ... 83

3. Surat Penghadapan Penelitian (Nota Dinas) ... 84

4. Keterangan Kelayakan Etik ... 85


(15)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome ART : Antiretroviral Therapy

ARV : Antiretroviral

CD4+ : Cluster of Differentiation 4

CDC : Centers for Disease Control and Preventing

CMV : Cytomegalovirus

CNS : Central Nervous System

CSF : Cerebrospinal Fluid

CSS : Cairan Serebrospinal

CT : Computerized Tomography (scanning)

DMK : Dokumen Medik Kesehatan

DNA : Deoxyribonucleic Acid

ELISA : Enzymelinked Immunosorbent Assay

GCS : Glasgow Coma Scale

GP : Glikoprotein

HAART : Highly Active Antiretroviral Therapy

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IgG : Immunoglobulin G

IgM : Immunoglobulin M

IL : Interleukin

IO : Infeksi Opportunistik

IV : Intravena

LAV : Lymphadenopaty Associated Virus

LPD : Lembar Pengumpulan Data

MRI : Magnetic Resonance Imaging

NNRTI : Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor NRTI : Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor PCP : Pneumocystis Carinii Pneumonia

PCR : Polymerase Chain Reaction


(16)

xviii

PO : Peroral

RNA : Ribonucleic Acid

SIV : Simian Immunodeficiency Virus

SMZ : Sulfametoksazol

SSP : Sistem Saraf Pusat

TE : Toxoplasmic meningoencephalitis

TB : Tuberkulosis

TMP : Trimetoprim

UNAIDS : United Nations Program on HIV/AIDS

UNICEF : United Nations International Children's Emergency Fund

WB : Western Blot

WHO : World Health Organization


(17)

78

DAFTAR PUSTAKA

Ambary, E., 2003. Deteksi Antigen Toksoplasma dengan Imunohistokimia pada

Abortus Spontan. http://repository.usu.ac.id, 12 November 2015.

Anderson, P.L., Kakuda, T.N., Fletcher, C.V., 2008. Human Immunodefciency Virus Infection, In Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M, Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 7th ed. USA : The Mc Graw-Hill Companies, Inc, p.2078

Artama, W.T., Retnanasari, A., Widartono, B.S., Wijayanti, M.A., Sujono., 2015. Pemetaan Penyakit Zoonotik Menggunakan Sistem Informasi

Geografis (SIG) dengan Pendekatan One Health. Prosiding Seminar

Ilmiah Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekular Indonesia. Fakultas Kedokteran UGM, p. 1-10

Baggish, A.L., Hill, D.R., 2002. Antiparasitic Agent Atovaquone. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/127192, 18 November 2015

Barakbah, J., Soewandojo, E., Nasronudin, 2008. Protap HIV & AIDS RSU Dr.

Soetomo Surabaya / Fakultas Kedokteran Unair. Surabaya : Airlangga

University Press, hal. 301-380

Baxter, K. 2009. Stockley’s Drug Interactions Pocket Companion 2009. USA : Pharmaceutical Press, p. 102-103, p.380

Date, H. L. and Fisher, M., 2012. HIV Infections. In: R. Walker and C. Whittlesea, eds. Clinical Pharmacy and Therapeutics. Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier, p. 621.

Faucher, B., Moreau, J., Zaegel, O., Franck, J., Piarroux, R., 2015. Failure of Conventional Treatment With Pyrimethamine and Sulfadiazin for Secondary Prophylaxis of Cerebral Toxoplasmosis in A Patient With

AIDS, http://jac.oxfordjournals.org/, 16 Oktober 2015

Fauci, A.S., Kasper, D.L., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, S.L., and Lozcalzo J., 2008. Harrison’s Principles Of Internal Medicine 17th


(18)

79

xi

Febriani, N., 2010. Pola Penyakit Saraf pada Penderita HIV/AIDS di RSUP Dr.

Kariadi Semarang. http://respository.usu.ac.id. 19 November 2015.

Hope, Thomas J., Trono D., 2009. Structure, expression and regulation of the

HIV-1 genome The AIDS Knowledge Base

http://hivinsite.ucsf.edu/akb/1997/03genome/index.html, 8 November 2015

Jayawardena, S., Singh, S., Burzyantseva, O., Clarke, Hillary., 2008. Cerebral

Toxoplasmosis in Adult Patient With HIV Infection,

http://www.turner-white.com/, 7 Oktober 2015

Juanda, 2006. TORCH (Toxo, Rubella, CMV, Herpes) Akibat dan Solusinya. Solo : PT Wangsa Jatra Lestari, hal 25-31

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Interpretasi Data

Klinik, Jakarta: KEMENKES.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana

Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa,

Jakarta: KEMENKES.

Mandal, B.K., Wilkins, E.G.L., Dunbar, E.M., Mayon-White, R.T., 2008. Lecture

Notes : Penyakit Infeksi edisi 6. Alih bahasa : Surapsari, J. Jakarta :

Penerbit Erlangga, hal. 82, 210, 263 dan 264

Mberi, M.N., Kuonza, L.R., Dube, N.M., Nattey, C., Manda, S., Summers, R., Robert, S., 2015. Determinants of Loss to Follow-up in Patients on

Antiretroviral Treatmant South Africa. BMC Health Services

Research, Vol.15, P.259

Mc.Evoy, G.K., Pharm. D.(Editor), 2008. Azitromycin. AHFS Drug Information. Wisconsin : American Society of Health-System Pharmacist Inc.

Natadisastra, D., Agoes, R., 2009. Parasitologi kedokteran Ditinjau dari Organ

Tubuh yang Diserang. Jakarta: Penerbit EGC. Hal.151-161.

Nissapatorn, V. 2001. Toxoplasmosis in HV/AIDS:A Living Legacy. Southeast Asian

J Trop Med Public Health Vol. 40(6) : 1178-1158

Sarguna, P., 2006. Ventriculoperitonial Shunt Infectin. Indian Journal of Medical


(19)

80

xi

Soheilian, M., Ramezani, A., Azimzadeh, A., Sadoughi, M.M., Dehghan, M.H., Shahghadami, R., Yaseri, M., Peyman, G.A., 2011. Randomized Trial of Intravitreal Clindamycin and Dexamethasone Versus Pyrimethamin, Sulfadiazin, and Prednisolon in Treatment of Ocular Toxoplasmosis. American Academy of Ophthalmology, Vol.118, p.134-141

Sidharta, P., 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalan Neurologi. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat, hal. 542-546

Silaban, D., Ritarwan, K., dan Dhanu, R., 2008. Ensefalitis Toksoplasmosis pada

Penderita HIV-AIDS. http://repository.usu.ac.id. 20 November 2015.

Skiest, D.J., 2002. Focal Neurological Disease in Patients with Acquired

Immunodeficiency Syndrome. CID Vol. 34 : 103-115

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing, hal.2861

Sweetman, S.C., 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th ed. USA: Pharmaceutical Press, p.610, p.826.

Underwood, J.C.E., 1999. Patologi Umum dan Sistematik Volume I Edisi 2. Alih bahasa : Prof. Dr. Sarjadi, dr., SpPa. Jakarta : Buku Kedokteran EGC, hal.225-227

Unicef Indonesia, 2012. Respon Terhadap HIV/AIDS ,

http://www.unicef.org/indonesia/id, 9 Juli 2015

U.S Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2009. Guidelines for Prevention and Treatment of Oportunistic Infection in HIV-Infected Adults and Adolescents Recommendations from CDC, the National Institutes of Health,and the HIV Medicine Associatio of the Infectious Diseases Society of America.58 (RR 4) http://www.cdc.gov/. 20 November 2015

World Health Organization, 2007. Guidelines for Management of Oportunities Infection and Antretroviral Treatment in Adolescents and Adult in Ethiopia Part I, http://www.who.int/hiv/amds/Ethiopia-adults-2007, 23 Oktober 2015


(20)

81

xi

World Health Organization, 2008. WHO Model Formulary, http://www.who.int/selection_medicines/list/WMF2008.pdf, 20 November 2015

World Health Organization, 2011. 18 Expert Committee on Selection and Use Of essential Medicine Section 6 Anti-infective medicine (Adults). http://www.who.int/selection_medicines/committee/expert/18/applications /Sulfamethoxazole_trimethoprm.pdf, 20 November 2015

Yulianti, D.(editor), 2004. Leksikon istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC hal.30-31, hal.83-84 dan hal.115-116

Yusri, A., Muda S and Rasmaliah., 2012. Karakteristik Penderita AIDS dan Infeksi Oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam

Malik Medan. Fakultas Kedokteran USU. S2 Tesis

Zeth, A.H.M., Asdie, A.H., Mukti, A.G., Mansaden, J., 2012. Perilaku dan Risiko Penyakit HIV/AIDS di Masyarakat PapuaStudi Pengembangan

Model Lokal Kebijakan HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Pelayanan

Kesehatan, Vol.13 No.4, p.206-219


(21)

1

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2013, United Nations Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa diperkirakan 35,3 juta orang hidup dengan HIV secara global. Wilayah yang terkena dampak paling tinggi adalah Sub Saharan Afrika, yang menyumbang hampir 70 % dari semua infeksi HIV baru pada tahun 2013. Afrika selatan memiliki penderita HIV tertinggi dengan jumlah 6,3 juta, dan juga memiliki program pengobatan HIV terbesar yaitu 1,8 juta pasien yang dilaporkan telah mendapatkan pengobatan antiretroviral (Mberi et al, 2015). Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Jakarta dan Bali menduduki tempat teratas untuk tingkat kasus HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki jumlah kasus baru tertinggi (4.012 pada tahun 2011) (UNICEF RI, 2012).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip (Zeth, 2010). HIV adalah virus yang tergolong Retrovirus. Retrovirus HIV masuk ke dalam tubuh dan menyerang sel T-helper yang mengandung antigen CD4+. HIV menyalin materi genetiknya dengan cara terbalik, yang memungkinkan terjadinya produksi DNA dari RNA viralnya. DNA viral masuk inti sel, tempatnya bergabung dengan DNA sel pejamu dan di transkripsi menjadi RNA yang lebih viral. Sel pejamu mengalami reproduksi, menduplikasi DNA viralnya dan menurunkan kepada daughter cell yang baru terbentuk. Enzim viral (protease) menyusun RNA menjadi partikel viral. Partikel viral bergerak ke perifer sel pejamu, tempat kuncup viral keluar dan berjalan untuk menginfeksi sel-sel lain. Infeksi HIV menghancurkan sel-sel CD4+, sel-sel imun lain, dan sel-sel neuroglia (Buss, 2013). Ketika kadar CD4 di bawah 200/ml dan beban virus meningkat,


(22)

2

2

maka akan menyebabkan salah satu manifestasi klinik dari HIV/AIDS yaitu infeksi oportunistik (Brashers, 2008).

Infeksi opurtunistik (IO) merupakan infeksi mikroorganisme akibat adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan. Pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah masuk ke stadium AIDS karena mengalami IO. Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit Cluster of

differentiation 4 (CD4) sebagai pertanda munculnya IO pada penderita AIDS.

Infeksi-infeksi opurtunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200 sel/mL atau dengan kadar lebih rendah. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis, Cryptococcal), paru-paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberkulosis), mata (Cytomegalovirus), mulut dan saluran napas (Kandidiasis), usus (Cytomegalovirus, Mycobacterium avium complex), alat kelamin (Herpes genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes simplex) (Febriani, 2010). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa proporsi IO di berbagai negara berbeda-beda. Di Mexico, Sarkoma Kaposi paling sering dijumpai (30-43%), diikuti TB Paru (28%), PCP (24%), serta Toksoplasmosis (17%). Data Departemen Kesehatan RI (2007) menunjukkan proporsi IO pada penderita AIDS di Indonesia adalah Kandidiasis Mulut (80,8%), Tuberkulosis (40,1%), Sitomegalovirus (28,8%), Ensefalitis Toksoplasma (17,3%), PCP (13,4%), Herpes Simpleks (9,6%), Mycobacterium Avium Complex (4,0%), Kriptosporodiosis (2,0%), dan Histoplasmosis Paru (2,0%) (Yusri, 2012).

Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit kosmopolitan akibat infeksi oleh

Toxoplasma gondii. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting karena memiliki dampak sosial-ekonomi yang berkaitan dengan biaya perawatan penderita, retardasi mental,hidrosefalus, keguguran pada ibu hamil dan kerugian ekonomi pada peternak akibat keguguran pada hewan ternak. Toksoplasmosis juga penyakit yang mematikan pada penderita imunosupresif seperti AIDS. Toxoplasma gondii dapat ditemukan pada manusia, hewan mamalia dan unggas sebagai hospes antara. Kucing merupakan hospes definitif dari protozoa ini. Manusia terinfeksi akibat menelan ookista dari tinja kucing yang mencemari sayuran mentah, buah dan air, mengkonsumsi daging ternak yang mengandung kista dan dimasak tidak cukup matang, transmisi dari ibu ke janin


(23)

3

3

melalui plasenta, transfusi darah dan pencangkokan organ (Artama, 2015). Toksoplasmosis merupakan penyebab paling sering dari kelainan sususan saraf pada penderita HIV/AIDS (Natadisastra 2009). Infeksi laten dari Toxoplasma

gondii pada pasien AIDS biasanya bermanifestasi sebagai toksoplasmosis serebral

( Jayawardena, 2008).

Toksoplasmosis serebral merupakan salah satu infeksi sistem saraf pusat yang disebabkan karena parasit Toxoplasma gondii. Penyakit toksoplasma serebral ini akan mengenai individu yang terinfeksi HIV atau individu yang mengalami imunodefisiensi karena sebab lain (Yulianti, 2004). Toksoplasmosis serebral atau Toxoplasmic meningoencephalitis (TE) merupakan salah satu IO pertama yang digambarkan pada pasien yang terinfeksi HIV. Manifestasi klinis biasanya ditandai nyeri kepala (49%-55%), demam (41%-47%), gangguan psikomotor dan perilaku (12%-43%), dan seizure (24%-29%) (skiest, 2002). Pasien dengan infeksi HIV beresiko toksoplasmosis jika memiliki CD4 <100 sel/mL atau <200 sel/mL(Jayawardena,2008). Tingkat prevalensi toksoplasmosis serebral ditemukan bervariasi, 16-40% di USA dan UK, 60% di Spanyol, 50-80% di Brazil, 75-90% di Perancis dan <20% di Asia ( Nissapatorn, 2011).

Terapi lini pertama untuk toksoplasmosis akut pada pasien dengan HIV adalah pirimetamin, sulfadiazine dan kotrimoksazol. Sebagai kombinasi dapat menyebabkan penghambatan jalur sintesis enzim pada asam folat. Leucovorin harus ditambahkan untuk menghindari komplikasi hematologi. Kombinasi pirimetamin, sulfadiazin, dan leucovorin adalah rejimen awal yang direkomendasikan. Pirimetamin dimulai dengan cara oral dengan dosis 100-200 mg sehari, diikuti dengan dosis yang lebih rendah, sulfadiazin diberikan secara oral empat kali sehari pada dosis 4-8 g/hari. Klindamisin atau TMP-SMX dapat digunakan jika sulfadiazin tidak tersedia ( Jayawardena, 2008). Menurut literatur lain, pengobatan utama untuk toksoplasmosis terdiri dari pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folinat. Pirimetamin diberikan 25 mg sehari (dosis awal 75 mg sehari selama 2 hari), sulfadiazin 500 mg setiap 6 jam (dosis awal 4 g sehari selama 2 hari), dan 5 mg asam folinat setiap hari selama 6 minggu (Soheilan, 2011).

Di Ethiopia, secara empiris pada pasien HIV/AIDS dengan toksoplasmosis serebral diberikan terapi antitoksoplasmosis. Pasien HIV/AIDS yang disertai


(24)

4

4

toksoplasmosis serebral mendapatkan terapi obat kombinasi terdiri dari pirimetamin, sulfadiazin, dan leukovorin. Pada keadaan ideal, sebagai terapi lini pertama pasien diberikan sulfadiazin 1-2 mg per oral setiap 6 jam selama 6 minggu atau 3 minggu setelah pasien mengeluh sakit kemudian dikombinasi dengan pemberian pirimetamin dengan dosis muatan 200 mg satu kali dilanjutkan dengan dosis 50-75 mg per hari dan leukovorin dengan dosis 10-20 mg per hari (WHO,2007). Di Eropa, pasien toksoplasmosis serebral dengan infeksi HIV/AIDS diberikan pengobatan terapi dengan antitoksoplasmosis, yaitu pirimetamin ( 100 mg pada hari pertama kemudian 75 mg/hari), asam folinat (25 mg/ hari) dan sulfadiazin ( 6 g/ hari) selama 6 minggu, dan setelah diberikan terapi tersebut pasien mengalami peningkatan jumlah CD4 yaitu di atas 200 sel/mL (Faucher, 2015).

Banyaknya beberapa permasalahan mengenai antitoksoplasmosis terkait efek samping dan interaksi obat perlu menjadi perhatian tenaga kesehatan agar pasien dapat mencapai perbaikan klinis. Salah satu contoh permasalahan terkait efek samping yaitu pirimetamin dan sulfonamida. Pirimetamin memiliki t1/2 plasma yang sangat panjang yaitu kurang lebih 4 hari. Oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian pirimetamin kepada pasien Toksoplasmosis Serebral, karena penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan depresi sumsum tulang dan anemia tertentu (Sweetman, 2009). Sedangakan sulfonamida dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti alergi dan kerusakan ginjal (Zulkoni, 2010). Selain itu, adanya interaksi obat antitoksoplasmosis dengan obat lain juga perlu menjadi perhatian. Salah satunya adanya interaksi antara pirimetamin dengan fenitoin sebagai obat kejang. Dimana menurut salah satu studi klinis pada 100 pasien AIDS yang mengalami kejang 15-40% diantaranya adalah pasien AIDS disertai Toksoplasmosis Serebral (Fauciet al., 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas dan terkait dengan banyaknya permasalahan penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan toksoplasmosis serebral. Maka hal inilah yang dapat mendorong peneliti untuk meneliti bagaimana studi penggunaan obat antitoksoplasmosis pada paasien HIV/AIDS disertai dengan toksoplasmosis serebral di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


(25)

5

5

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pola penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien Toksoplasmosis Serebral HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Dr.Saiful Anwar Malang ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral di RSUD Dr.Saiful Anwar Malang, yang meliputi dosis yang diberikan, rute pemberian dan lama pemberian serta waktu pemberian.

2. Mengetahui hubungan antara penggunaan antitoksoplasmosis dengan dosis yang diberikan, rute pemberian, lama pemberian dan waktu pemberian yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium yang diperoleh di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait dalam menentukan kebijakan tentang penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi kesehatan dan masyarakat umum mengenai penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

3. Bermanfaat bagi farmasis agar bisa aktif untuk berkontribusi dalam asuhan kefarmasian terkait dengan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan pada instalasi farmasi terutama pada kasus penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.


(1)

xi

World Health Organization, 2008. WHO Model Formulary, http://www.who.int/selection_medicines/list/WMF2008.pdf, 20 November 2015

World Health Organization, 2011. 18 Expert Committee on Selection and Use Of essential Medicine Section 6 Anti-infective medicine (Adults). http://www.who.int/selection_medicines/committee/expert/18/applications /Sulfamethoxazole_trimethoprm.pdf, 20 November 2015

Yulianti, D.(editor), 2004. Leksikon istilah Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC hal.30-31, hal.83-84 dan hal.115-116

Yusri, A., Muda S and Rasmaliah., 2012. Karakteristik Penderita AIDS dan Infeksi Oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H. Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran USU. S2 Tesis

Zeth, A.H.M., Asdie, A.H., Mukti, A.G., Mansaden, J., 2012. Perilaku dan Risiko Penyakit HIV/AIDS di Masyarakat PapuaStudi Pengembangan Model Lokal Kebijakan HIV/AIDS. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol.13 No.4, p.206-219


(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2013, United Nations Program on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan bahwa diperkirakan 35,3 juta orang hidup dengan HIV secara global. Wilayah yang terkena dampak paling tinggi adalah Sub Saharan Afrika, yang menyumbang hampir 70 % dari semua infeksi HIV baru pada tahun 2013. Afrika selatan memiliki penderita HIV tertinggi dengan jumlah 6,3 juta, dan juga memiliki program pengobatan HIV terbesar yaitu 1,8 juta pasien yang dilaporkan telah mendapatkan pengobatan antiretroviral (Mberi et al, 2015). Proyeksi Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa tanpa percepatan program penanggulangan HIV, lebih dari setengah juta orang di Indonesia akan positif HIV pada tahun 2014. Epidemi tersebut dipicu terutama oleh penularan seksual dan penggunaan narkoba suntik. Tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), Jakarta dan Bali menduduki tempat teratas untuk tingkat kasus HIV baru per 100.000 orang. Jakarta memiliki jumlah kasus baru tertinggi (4.012 pada tahun 2011) (UNICEF RI, 2012).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip (Zeth, 2010). HIV adalah virus yang tergolong Retrovirus. Retrovirus HIV masuk ke dalam tubuh dan menyerang sel T-helper yang mengandung antigen CD4+. HIV menyalin materi genetiknya dengan cara terbalik, yang memungkinkan terjadinya produksi DNA dari RNA viralnya. DNA viral masuk inti sel, tempatnya bergabung dengan DNA sel pejamu dan di transkripsi menjadi RNA yang lebih viral. Sel pejamu mengalami reproduksi, menduplikasi DNA viralnya dan menurunkan kepada daughter cell yang baru terbentuk. Enzim viral (protease) menyusun RNA menjadi partikel viral. Partikel viral bergerak ke perifer sel pejamu, tempat kuncup viral keluar dan berjalan untuk menginfeksi sel-sel lain. Infeksi HIV menghancurkan sel-sel CD4+, sel-sel imun lain, dan sel-sel neuroglia (Buss, 2013). Ketika kadar CD4 di bawah 200/ml dan beban virus meningkat,


(3)

2

maka akan menyebabkan salah satu manifestasi klinik dari HIV/AIDS yaitu infeksi oportunistik (Brashers, 2008).

Infeksi opurtunistik (IO) merupakan infeksi mikroorganisme akibat adanya kesempatan untuk timbul pada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan. Pengidap HIV di Indonesia cenderung mudah masuk ke stadium AIDS karena mengalami IO. Secara klinis digunakan hitung jumlah limfosit Cluster of differentiation 4 (CD4) sebagai pertanda munculnya IO pada penderita AIDS. Infeksi-infeksi opurtunistik umumnya terjadi bila jumlah CD4 < 200 sel/mL atau dengan kadar lebih rendah. Infeksi ini dapat menyerang otak (Toxoplasmosis, Cryptococcal), paru-paru (Pneumocytis pneumonia, Tuberkulosis), mata (Cytomegalovirus), mulut dan saluran napas (Kandidiasis), usus (Cytomegalovirus, Mycobacterium avium complex), alat kelamin (Herpes genitalis, Human papillomavirus), dan kulit (Herpes simplex) (Febriani, 2010). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa proporsi IO di berbagai negara berbeda-beda. Di Mexico, Sarkoma Kaposi paling sering dijumpai (30-43%), diikuti TB Paru (28%), PCP (24%), serta Toksoplasmosis (17%). Data Departemen Kesehatan RI (2007) menunjukkan proporsi IO pada penderita AIDS di Indonesia adalah Kandidiasis Mulut (80,8%), Tuberkulosis (40,1%), Sitomegalovirus (28,8%), Ensefalitis Toksoplasma (17,3%), PCP (13,4%), Herpes Simpleks (9,6%), Mycobacterium Avium Complex (4,0%), Kriptosporodiosis (2,0%), dan Histoplasmosis Paru (2,0%) (Yusri, 2012).

Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit kosmopolitan akibat infeksi oleh Toxoplasma gondii. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena memiliki dampak sosial-ekonomi yang berkaitan dengan biaya perawatan penderita, retardasi mental, hidrosefalus, keguguran pada ibu hamil dan kerugian ekonomi pada peternak akibat keguguran pada hewan ternak. Toksoplasmosis juga penyakit yang mematikan pada penderita imunosupresif seperti AIDS. Toxoplasma gondii dapat ditemukan pada manusia, hewan mamalia dan unggas sebagai hospes antara. Kucing merupakan hospes definitif dari protozoa ini. Manusia terinfeksi akibat menelan ookista dari tinja kucing yang mencemari sayuran mentah, buah dan air, mengkonsumsi daging ternak yang mengandung kista dan dimasak tidak cukup matang, transmisi dari ibu ke janin


(4)

3

melalui plasenta, transfusi darah dan pencangkokan organ (Artama, 2015). Toksoplasmosis merupakan penyebab paling sering dari kelainan sususan saraf pada penderita HIV/AIDS (Natadisastra 2009). Infeksi laten dari Toxoplasma gondii pada pasien AIDS biasanya bermanifestasi sebagai toksoplasmosis serebral ( Jayawardena, 2008).

Toksoplasmosis serebral merupakan salah satu infeksi sistem saraf pusat yang disebabkan karena parasit Toxoplasma gondii. Penyakit toksoplasma serebral ini akan mengenai individu yang terinfeksi HIV atau individu yang mengalami imunodefisiensi karena sebab lain (Yulianti, 2004). Toksoplasmosis serebral atau Toxoplasmic meningoencephalitis (TE) merupakan salah satu IO pertama yang digambarkan pada pasien yang terinfeksi HIV. Manifestasi klinis biasanya ditandai nyeri kepala (49%-55%), demam (41%-47%), gangguan psikomotor dan perilaku (12%-43%), dan seizure (24%-29%) (skiest, 2002). Pasien dengan infeksi HIV beresiko toksoplasmosis jika memiliki CD4 <100 sel/mL atau <200 sel/mL(Jayawardena,2008). Tingkat prevalensi toksoplasmosis serebral ditemukan bervariasi, 16-40% di USA dan UK, 60% di Spanyol, 50-80% di Brazil, 75-90% di Perancis dan <20% di Asia ( Nissapatorn, 2011).

Terapi lini pertama untuk toksoplasmosis akut pada pasien dengan HIV adalah pirimetamin, sulfadiazine dan kotrimoksazol. Sebagai kombinasi dapat menyebabkan penghambatan jalur sintesis enzim pada asam folat. Leucovorin harus ditambahkan untuk menghindari komplikasi hematologi. Kombinasi pirimetamin, sulfadiazin, dan leucovorin adalah rejimen awal yang direkomendasikan. Pirimetamin dimulai dengan cara oral dengan dosis 100-200 mg sehari, diikuti dengan dosis yang lebih rendah, sulfadiazin diberikan secara oral empat kali sehari pada dosis 4-8 g/hari. Klindamisin atau TMP-SMX dapat digunakan jika sulfadiazin tidak tersedia ( Jayawardena, 2008). Menurut literatur lain, pengobatan utama untuk toksoplasmosis terdiri dari pirimetamin, sulfadiazin, dan asam folinat. Pirimetamin diberikan 25 mg sehari (dosis awal 75 mg sehari selama 2 hari), sulfadiazin 500 mg setiap 6 jam (dosis awal 4 g sehari selama 2 hari), dan 5 mg asam folinat setiap hari selama 6 minggu (Soheilan, 2011).

Di Ethiopia, secara empiris pada pasien HIV/AIDS dengan toksoplasmosis serebral diberikan terapi antitoksoplasmosis. Pasien HIV/AIDS yang disertai


(5)

4

toksoplasmosis serebral mendapatkan terapi obat kombinasi terdiri dari pirimetamin, sulfadiazin, dan leukovorin. Pada keadaan ideal, sebagai terapi lini pertama pasien diberikan sulfadiazin 1-2 mg per oral setiap 6 jam selama 6 minggu atau 3 minggu setelah pasien mengeluh sakit kemudian dikombinasi dengan pemberian pirimetamin dengan dosis muatan 200 mg satu kali dilanjutkan dengan dosis 50-75 mg per hari dan leukovorin dengan dosis 10-20 mg per hari (WHO,2007). Di Eropa, pasien toksoplasmosis serebral dengan infeksi HIV/AIDS diberikan pengobatan terapi dengan antitoksoplasmosis, yaitu pirimetamin ( 100 mg pada hari pertama kemudian 75 mg/hari), asam folinat (25 mg/ hari) dan sulfadiazin ( 6 g/ hari) selama 6 minggu, dan setelah diberikan terapi tersebut pasien mengalami peningkatan jumlah CD4 yaitu di atas 200 sel/mL (Faucher, 2015).

Banyaknya beberapa permasalahan mengenai antitoksoplasmosis terkait efek samping dan interaksi obat perlu menjadi perhatian tenaga kesehatan agar pasien dapat mencapai perbaikan klinis. Salah satu contoh permasalahan terkait efek samping yaitu pirimetamin dan sulfonamida. Pirimetamin memiliki t1/2 plasma yang sangat panjang yaitu kurang lebih 4 hari. Oleh karena itu perlu diperhatikan pemberian pirimetamin kepada pasien Toksoplasmosis Serebral, karena penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan depresi sumsum tulang dan anemia tertentu (Sweetman, 2009). Sedangakan sulfonamida dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti alergi dan kerusakan ginjal (Zulkoni, 2010). Selain itu, adanya interaksi obat antitoksoplasmosis dengan obat lain juga perlu menjadi perhatian. Salah satunya adanya interaksi antara pirimetamin dengan fenitoin sebagai obat kejang. Dimana menurut salah satu studi klinis pada 100 pasien AIDS yang mengalami kejang 15-40% diantaranya adalah pasien AIDS disertai Toksoplasmosis Serebral (Fauciet al., 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas dan terkait dengan banyaknya permasalahan penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan toksoplasmosis serebral. Maka hal inilah yang dapat mendorong peneliti untuk meneliti bagaimana studi penggunaan obat antitoksoplasmosis pada paasien HIV/AIDS disertai dengan toksoplasmosis serebral di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


(6)

5 1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pola penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien Toksoplasmosis Serebral HIV/AIDS di Rumah Sakit Umum Dr.Saiful Anwar Malang ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pola penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral di RSUD Dr.Saiful Anwar Malang, yang meliputi dosis yang diberikan, rute pemberian dan lama pemberian serta waktu pemberian.

2. Mengetahui hubungan antara penggunaan antitoksoplasmosis dengan dosis yang diberikan, rute pemberian, lama pemberian dan waktu pemberian yang dikaitkan dengan data klinik dan data laboratorium yang diperoleh di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang terkait dalam menentukan kebijakan tentang penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi kesehatan dan masyarakat umum mengenai penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

3. Bermanfaat bagi farmasis agar bisa aktif untuk berkontribusi dalam asuhan kefarmasian terkait dengan kepatuhan pasien dalam menggunakan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.

4. Meningkatkan kualitas pelayanan pada instalasi farmasi terutama pada kasus penggunaan obat antitoksoplasmosis pada pasien HIV/AIDS disertai dengan Toksoplasmosis Serebral.