PEMAKNAAN CHINESE WORK VALUE KARYAWAN PR (1)
PEMAKNAAN CHINESE WORK VALUE KARYAWAN PRIBUMI DI
PERUSAHAAN KEPEMILIKAN ETNIS TIONGHOA DI BANDUNG
Oleh
Sri Farhani1 Engkos2 Gemala3
Email: [email protected]
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia
Sri Farhani (1000385) Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi Di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa Di Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI Bandung (2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan Chinese work value pada karyawan
pribumi yang bekerja di perusahaan etnis Tionghoa. Penelitian dilakukan pada tiga subjek
yang merupakan karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan atasan atau
kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung. Penggalian informasi menggunakan pendekatan
fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Penelitian ini
menggunakan teori Chinese work value yang dikemukakan oleh Huang, Eveleth & Huo
(1998). Chinese work value adalah penilaian dan orientasi individu terhadap pekerjaan,
hubungan pribadi, dan anggota perusahaan yang menganut nilai-nilai dinamisme
konfunsianisme. Hasil dari penelitian ini bahwa subjek memaknai Chinese work value dengan
pengalaman yang berbeda-beda. Chinese work value dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan
hubungan antar rekan kerja, kepuasan kerja, tujuan pribadi, konsep diri, pengambilan resiko,
dan etika uang (money ethic). Ketiga subjek mampu bekerja sepanjang hari melebihi batas
waktu kerja. Melakukan penghematan pada fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Dua
subjek memiliki keinginan untuk mengundurkan diri karena kompensasi yang diterima tidak
sesuai dengan beban kerja.
Kata kunci: Chinese work value, Karyawan Pribumi, Etnis Tionghoa
1
Penulis Utama
Penulis Penanggung Jawab 1
3
Penulis Penanggung Jawab 2
2
Halaman 2
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
ABSTRACT
This study aim to gain insight about the meaning Chinese work value on natives employee
who works at Chinese ethnic’s company. The study conducted on three subjects that are
natives employee who works at Chinese ethnic’s Company. The Information was collected by
using phenomenological approach through in depth interview. This study use the theory of
Chinese work value that proposed by Huang, Eveleth & Huo (1998). Chinese work value is
individual valuation and orientation towards work, personal relationships and members of
company that embrace the values of Confucianism’s dynamism. The result of this study shows
that each subject interprets the Chinese work value with different experience. Chinese work
valueaffected by physical environment and relation between co-workers, job satisfaction,
individual purposes, self-concept, risk taking, and money ethic. All three subjects are able to
work all day exceeds the working time limit. Make savings on the facilities provided by the
company. Two of subjects had intention for resign because of the compensation received does
not comply with the workload.
Keyword: Chinese work value, Natives employees, Chinese Ethnic.
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
Etnis Tionghoa di Indonesia
diidentifikasikan
sebagai
kelompok
wirausaha,
khususnya
di
bidang
perdagangan baik kecil, sedang, maupun
besar (Musianto, 2003). Kata Tionghoa
artinya orang dari kerajaan di Cina yang
datang dan hidup di Indonesia (Suparlan,
2003).
Berdasarkan
sumber
dari
Backman (Setyawan, 2005) tahun 2000
jumlah penduduk Tionghoa yang tinggal
di Indonesia sebesar 201 juta jiwa dengan
pemegang modal sebesar 70%. Maka dari
itu, etnis Tionghoa mendominasi banyak
perusahaan di Indonesia. Hingga tahun
2013 jumlah TKA (Tenaga Kerja Asing)
dari China jumlahnya mencapai 10.291
orang (Depnakertrans.go.id, 2013).
Usaha kecil sampai perusahaan
besar etnis Tionghoa di Indonesia banyak
yang dikelola sebagai usaha keluarga
etnis Tionghoa, contohnya Salim Group,
Khong Guan, PT. Cap Orang Tua,
perusahaan jamu Jago, perusahaan jamu
Air Mancur, dan lain-lain (Edison, 2011).
Dalam
pembauran
di
Indonesia
perusahaan-perusahaan etnis Tionghoa
mempekerjakan orang-orang pribumi
sebagai karyawan didalamnya (Tan,
2008).
Bjerke
(2000:
117-120)
menjelaskan
karakteristik
budaya
Tionghoa di ruang lingkup perusahaan
atau bisnis dalam 5 pembahasan, yaitu
kekuasaan dan otokrasi (power and
autocracy), kekeluargaan (familism),
jaringan relasi (guanxi), harga diri dan
wibawa (face and prestige), fleksibel dan
bertahan
hidup
(flexibility
and
endurance). Penelitian yang dilakukan
oleh
Profesor
Geert
Hofstede
menjelaskan bahwa budaya yang dianut
dapat mempengaruhi kebijakan sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan
Halaman 3
(Dessler, 2000). Salah satu ciri khas
kepemimpinan Cina yaitu adanya
pengaruh religiusitas dan budaya leluhur
(Whitehead & Brown, 2011). Budaya
leluhur tersebut terlihat pada warga
Tionghoa yang masih memegang nilainilai dan pemikiran konfusianisme yang
percaya bahwa kunci dari keberhasilan
adalah bekerja keras dan berani berusaha
melalui sikap dan keyakinan (Seng,
2006).
Paham konfunsianisme ini
menekankan etika dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kehidupan
berbangsa
serta
bernegara.
Konfusianisme berpusat di sekitar 5 topik
utama,
yakni
ren
(humanity/
kemanusiaan), xiao (filial piety/ bakti),
zhi
(wisdom/
kebijakasanaan),
yi
(righteousness/ kebenaran), dan li
(propriety/ sopan santun). Ajaran-ajaran
yang lain seperti loyalty (kesetiaan)
merupakan turunan dari kelima ajaran
pokok ini (Rozie, 2012).
Budaya
leluhur
tersebut
berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut
oleh warga Tionghoa, salah satunya
berpengaruh pada nilai-nilai kerja atau
work value. Work value menurut
Hofstede (1980) adalah penilaian dan
orientasi individu terhadap pekerjaan,
hubungan
pribadi,
dan
anggota
perusahaan yang berdampak pada
loyalitas individu pada perusahaan atau
organisasi. Dengan kata lain nilai-nilai
kerja yaitu sikap atau orientasi seseorang
terhadap suatu pekerjaan. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Bond et
all bersama dengan Hofstede (dalam
Matsumoto & Juang, 2002) menemukan
kesuksesan bisnis dan industri di Asia:
Jepang, Hong Kong, Korea, Taiwan, dan
China memiliki nilai-nilai yang khas
yaitu dinamisme konfusianisme. Nilai-
Halaman 4
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
nilainya
meliputi
kegigihan
dan
ketekunan, hubungan berdasarkan status,
pelestarian aturan, penghematan, dan rasa
malu. Ajaran konfusianisme melekat
dalam work value masyarakat Tionghoa
yang disebut Chinese work value.
Huang, Eveleth & Huo (1998)
menjelaskan Chinese work value
dipengaruhi oleh ajaran konfunsianisme
terdiri dari collectivism (memprioritaskan
tujuan kelompok atas kepentingan
pribadi), endurance (kesabaran dan
ketekunan), hard work (penghematan dan
kemantapan), dan guanxi (berorientasi
pada relasi, menghormati tatanan sosial
dan tidak mempermalukan orang lain)
akan membantu untuk menciptakan
individu yang berdedikasi, memiliki
motivasi, bertanggung jawab, dengan
rasa komitmen dan loyalitas yang tinggi
kepada institusi atau organisasi kerja
sehingga meningkatkan kesejahteraan
pegawai dan kepuasan kerja. Secara
khusus, sesuai dengan tradisi Konfunsian,
komitmen organisasi dan hubungan sosial
yang harmonis (guanxi) memiliki fitur
utama dari nilai kolektivis Cina. Dalam
penelitian Lu (2006) dikatakan bahwa
karyawan dengan Chinese work value
memiliki hubungan relasi yang lebih baik
dalam nilai collectivism sehingga dapat
mereduksi stres kerja. Hasil penelitian
Lu, Kao, Siu, & Chang (2011)
menjelaskan bahwa Chinese work value
menekan stres kerja karyawan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Pada intinya Chinese work value
menekankan pada kesetiaan pada
perusahaan dan yang diidentifikasi
dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Chang & Lu, 2007) di Cina daratan
perusahaan-perusahaan
menggunakan
slogan “Cintai Pabrik Anda Sebagai
Keluarga Anda” untuk menumbuhkan
Chinese work value, sedangkan di
Taiwan kesetiaan pada perusahaan
ditunjukkan dengan bekerja lembur
secara sukarela tanpa kompensasi.
Dari fenomena diatas peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai karyawan pribumi yang
bekerja di perusahaan etnis Tionghoa
dengan pekerja dalam Chinese work
value. Istilah pribumi mengacu pada
orang yang mengaku sebagai penduduk
asli suatu wilayah karena kepemilikan,
keterikatan sejarah, tempat kelahiran, dan
pengdentifikasian dirinya di tempat
tersebut (Abdillah, 2002). Warga
Tionghoa melakukan kegiatan ekonomi
sejak tahun 1930, pada saat itu para
penduduk
Tionghoa
di
Bandung
melakukan strategi-strategi bisnis dalam
kebijakan pemerintahan Bandung yang
tidak berpihak pada golongan Tionghoa.
Hal ini menciptakan etos kerja yang tidak
pernah berhenti dan masih banyak
perusahaan yang berjalan hingga saat ini
(Skober, 2006). Berdasarkan latar
belakang di atas peneliti tertarik untuk
mendalami "Pemaknaan Chinese work
value pada karyawan pribumi di
Perusahaan
kepemilikan
Etnis
Tionghoa di Bandung.”
METDODE
Pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan
kualitatif.
Creswell
(2003)
mendefinisikan pendekatan kualitatif
sebagai sebuah proses pencarian secara
mendalam untuk memahami masalah
sosial atau masalah manusia berdasarkan
holistik yang dibentuk dengan kata-kata,
melaporkan pendangan informan secara
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
terperinci, dan disusun dalam sebuah
latar ilmiah.
Pendekatan
kualitatif
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengahasilkan suatu uraian mendalam
tentang ucapan, tulisan, atau perilaku
yang dapat diamati sehingga didapat
pemahaman yang utuh, komprehensif,
dan holistik mengenai pemaknaan
Chinese work value karyawan pribumi di
perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa
di Bandung.
Adapun desain penelitiannya yaitu
fenomenologi.
Pendekatan
fenomenologis menurut Creswell (2003)
yaitu penelitian berdasarkan pemaknaan
dari fenomena yang dialami individu.
Dalam penelitian fenomenologi peneliti
dituntut untuk memahami pengalaman
hidup subjek. Peneliti tidak boleh
mencampur pengalaman dirinya dengan
pengalaman partisipan.
Lokasi dan Sampel Penelitian
Subyek penelitian adalah karyawan
pribumi yang bekerja di perusahaan
kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung
yang dipilih secara purposive sampling
dan snowball sampling. Purposive
sampling artinya subjek dipilih secara
sengaja sesuai dengan karakteristik yang
dibutuhkan dalam penelitian (Bungin,
2003).
Snowball
sampling
yaitu
pengambilan sampel yang pada awalnya
sedikit dan untuk selanjutnya bertambah
untuk melengkapi data yang kurang.
Sampel awal digunakan sebagai informan
kunci yang akan menunjukkan informaninforman selanjutnya. Dalam hal ini
jumlah subjek bisa sedikit ataupun
banyak tergantung dari tepat tidaknya
pemilihan informan kunci (Bungin,
2003).
Halaman 5
Dalam penelitian ini yang menjadi
sampel atau subjek yaitu karyawan
pribumi dari berbagai etnis yang bekerja
di perusahaan dengan atasan etnis
Tionghoa atau kepemilikan Tionghoa
baik totok ataupun peranakan. Peneliti
menggunakan kriteria subjek untuk
mempermudah dan fokus pada tujuan
penelitian. Adapun karakteristik yang
menjadi kriteria yaitu sebagai berikut:
1. Penduduk asli Indonesia.
2. Masih bekerja sebagai karyawan di
perusahaan dengan atasan etnis
Tionghoa
atau
kepemilikan
Tionghoa.
Penggunanaan
teknik
snowball
sampling dalam penelitian ini beranjak
dari fenomena di masyarakat. Proses
penemuan subjek dalam penelitian ini
dijelaskan dalam bagan sebagai berikut:
B
Fenomena
di
masyarakat
D
A
C
D
Keterangan:
A: Subjek 1
C: Subjek 2
D: Subjek 3
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah
penelitian sendiri. Menurut Moleong
(2007) intrumen penelitian adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan alat
perekam dan catatan lapangan sebagai
alat bantu dalam pengumpulan data.
Selain itu instrumen penelitian juga
dibantu oleh kisi-kisi wawancara sebagai
pedoman untuk melakukan wawancara
berdasarkan bentuk-bentuk Chinese work
value menurut Huang, Eveleth & Huo
E
Halaman 6
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
(1998) Collectivism, Endurance Hard
work, guanxi.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
wawancara yang mendalam (in depth
interview), dengan pertanyaan semi
terstruktur yang bisa bertanya secara
terbuka untuk mendapatkan informasi
secara lengkap dan mendalam (Bungin,
2003). Wawancara dilakukan beberapa
kali sesuai dengan keperluan peneliti
yang berkaitan dengan kejelasan dan
kemantapan masalah yang diteliti.
Sebelum proses kualitatif
dilakukan
peneliti melakukan beberapa persiapan
diantaranya adalah mengembangkan
fokus penelitian, menyediakan paduan
wawancara dan menghubungi informan.
Alat wawancara yang digunakan yaitu,
buku catatan, recorder, kamera.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif antara
pengumpulan data dengan analisis data
tidak dapat dipisahkan. Dalam penelitian
ini analisis data yang dilakukan
berpatokan pada Creswell (2013)
penelitian
kulitatif
fenomenologi
memiliki teknik analisis data yang
khusus. Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam analisis data yaitu:
1. Pertama menggambarkan pengalaman
pribadi peneliti terhadap fenomena
yang
diteliti.
Ini
bertujuan
menyisihkan pengalaman pribadi
peneliti agar tidak tercampur dengan
pengalaman subjek.
2. Mengembangkan daftar peryataan
yang signifikan.
Peneliti
akan
menemukan
pernyataan-pernyataan
tentang bagaimana subjek memaknai
suatu
topik,
lalu
melakukan
horizonalizing dan perlakukan setiap
data secara berharga agar peneliti
mengembangkan daftar pernyataan
yang tidak berulang dan tidak
tumpang tindih.
3. Kemudian menuliskan pernyataan
yang signifikan dari informasi yang
didapat
kemudian
mengelompokkannya
sehingga
membentuk “meaning units” atau
tema.
4. Mendeskripsikan “apa” yang dimaknai
oleh subjek tentang fenomena yang
dialami. Hal ini disebut dengan
“textural
description”
dari
pengalaman subjek yang telah
berbentuk verbatim.
5. Selanjutnya
mendeskripsikan
“bagaimana” pengalaman tersebut
dapat terjadi. Bagaimana subjek
memaknai pengalaman yang terjadi.
Hal
ini
disebut
“structural
description.”
Pewawancara
merefleksikan pada setting dan
konteks pada fenomena yang dialami
dengan kata lain pewawancara
bertanya tentang apa yang pernah
subjek
jelaskan
tentang
pengalamannya.
6. Terakhir menggabungkan “textural
description”
dan
“structrural
description” dari fenomena yang
menjadi “composite description”.
Bagian ini akan mencapai “essence”
atau esensi yang merupakan aspek
terpenting dari studi fenomenologi.
Hasilnya berupa paragraf panjang
yang berisi apa yang dialami oleh
subjek
dan
bagaimana
subjek
mengalaminya.
Teknik Keabsahan data
Menurut Moleong (2007) teknik
keabsahan
data
merupakan
cara
pemeriksaan yang penting dalam
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
penelitian kualitatif untuk memperoleh
kesahihan dan keandalan.
Dalam penelitian ini uji kredibilitas
data dilakukan dengan triangulasi sumber
dan triangulasi waktu. Menurut Moleong
(2007) Triangulasi sumber menguji
kredibilitas data dilakukan dengan
mengecek data yang diperoleh dari
berbagai sumber. Data dari sumbersumber
tersebut
kemudian
dikategorisasikan
yang
akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang
kemudian diminta kesepakan (member
check). Dalam penelitian ini untuk
menguji kredibilitas data yang diperoleh
dan diujikan dari karyawan maka
dilakukan kepada pemimpin karyawan
tersebut, orang yang menjadi bawahan,
atau rekan kerja. Peneliti menanyakan
hal yang sama dalam kesempatan yang
berbeda kepada subjek untuk melakukan
triangulasi waktu.
Pengujian
kebergantungan
(dependability)
dilakukan
dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan
proses penelitian (Bungin, 2003). Dalam
penelitian ini caranya dapat dilakukan
dengan pengecekan oleh pembimbing
untuk mengaudit seluruh aktivitas
peneliti dalam melakukan penelitian.
Bagaimana peneliti menentukan masalah/
fokus
penelitian,
ke
lapangan,
menentukan sumber data, melakukan
analisis data, melakukan uji keabsahan
data, sampai membuat kesimpulan harus
ditunjukkan oleh peneliti.
Pengujian kepastian (confirmability),
pengujian
kepastian
disebut juga
pengujian
obyektivitas
penelitian.
Pengujian dikatakan obyektif jika terjadi
kesepakatan antarsubjek. Kesepakatan
didapat dari persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat, dan
Halaman 7
penemuan seseorang. Jika penelitian
objektif maka dapat dipercaya, faktual
dan dapat dipastikan (Moleong, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
gambaran
ini
berfokus
pemaknaan
Chinese
pada
work
value karyawan pribumi yang bekerja di
perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa.
Pemaknaan Chinese work value subjek
akan dipaparkan secara rinci sehingga
didapatkan
pemahaman
mengenai
gambaran subjek dalam memaknai nilai
kerja Cina. Hasil penelitian dibahas
berurutan dari mulai subjek satu sampai
dengan
subjek
tiga.
Berikut
ini
merupakan hasil penelitian tersebut:
1. Subjek satu (H)
Subjek H memaknai work value
sebagai prinsip dalam bekerja yang
berupa penyelesaian dalam tugas
pekerjaan yang telah menjadi
tanggung jawabnya dengan cara
bekerjasama. Dalam menyelesaian
tugas sering kali melakukan sharing
dengan rekan kerja dan atasannya.
Menurut Huang, Eveleth & Huo
(1998)
collectivism
yaitu
mementingkan
kepentingan
kelompok daripada kepentingan
pribadi. Subjek H memaknai
collectivism sebagai kerjasama dalam
menyelesaikan tugas belum sebagai
keharusan mementingan kepentingan
kelompok sebelum urusan pribadi.
Endurance yang disebutkan oleh
Huang, Eveleth & Huo (1998) yaitu
kesabaran dan ketekunan, kegigihan
Halaman 8
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
yang diikuti kesabaran. Endurance
subjek H terlihat dari selalu
melebihkan jam pulang kerjanya
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
tidak jarang lembur dan bekerja
dihari libur agar dapat menyerahkan
laporan bulanan tepat waktu.
Mengerjakan tugas hariannya dengan
terstruktur dan tetap mengurusi
pekerjaan kantor meskipun tidak
dapat masuk kerja karena sakit.
Tetapi subjek H sering kali terlambat
masuk kerja, biasanya dirinya
terlambat 5 menit ketika absen
fingerprint.
Subjek H menggunakan fasilitas
kantor seperti komputer dan internet
untuk keperluan bekerja, tetapi
sering
menggunakan
fasilitas
tersebut untuk keperluan pribadi
ketika jam istirahat kantor. Selain itu
menyisihkan uang gajinya dan
diberikan kepada orang tua. Hal ini
memperlihatkan
bahwa
subjek
memaknai hard work dalam Chinese
work value. Hubungan antar rekan
kerja dan atasan masih sebatas
teman, belum melibatkan kewajibankewajiban timbal balik untuk
membantu masalah diluar urusan
pekerjaan. Namun sistem perusahaan
yang
mengharuskan
seluruh
karyawan untuk makan siang
bersama, menumbuhkan perasaan
kekeluargaan pada diri subjek H.
Subjek H berkeinginan untuk
mengundurkan diri dari perusahaan
karena ketidaksesuaian antara gaji
yang didapatkan dengan tugas yang
diterima. Menurut Xiao & Froese
(2008) salah satu faktor yang
mempengaruhi work value yaitu
money
ethic,
uang
dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dalam
bentuk gaji dan akan mempengaruhi
dalam pembentukan nilai kerja.
Menurut Xiao & Froese (2008)
bahwa kepuasan kerja seseorang
berpengaruh pada nilai kerja dan
akan
berpengaruh
pula
pada
komitmen kerja seseorang.
2. Subjek dua (D)
Seluruh karyawan di toko tersebut
harus bisa mengerjakan semua
pekerjaan. Hal ini menumbuhkan
collectivism karena ketika subjek D
sedang mengerjakan suatu tugas
maka karyawan yang lain akan
membantu menggantikannya dalam
mengerjakan suatu tugas, begitu
sebaliknya. Dia akan membantu
tugas karyawan lain ketika dirinya
tidak sedang mengerjakan tugas,
mengajarkan
karyawan
baru
mengerjakan tugas-tugas yang ada di
toko. Menurut Huang, Eveleth &
Huo (1998) collectivism yaitu
mementingkan
kepentingan
kelompok daripada kepentingan
pribadi. Sikap endurance terlihat
ketika
Subjek
D
selalu
menyelesaikan pekerjaan yang satu
sebelum mengerjakan tugas yang
lain. Selalu menyelesaikan tugasnya
untuk melayani pelanggan walaupun
sudah masuk jam pulang kerja. Dia
hanya terlambat 2 kali selama
bekerja tiga tahun dan seringkali
bekerja ketika hari libur, tetapi
dirinya tidak merasa keberatan
karena
pemilik
toko
akan
memberikan bonus di luar gaji
pokok. Seperti yang dijelaskan oleh
Smith (Xiao & Froese, 2008) uang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
dalam bentuk gaji dan akan
mempengaruhi dalam pembentukan
nilai kerja.
Subjek D memaknai hard work
dalam Chinese work value seperti
ketika mendapatkan gaji dirinya akan
mempergunakan gaji tersebut untuk
keperluan sehari-hari, memberikan
kepada orang tua sebagian dan
sebagian lagi ditabung. Sering kali
bekerja pada hari libur dan
menggunakan mesin fax hanya untuk
memesan barang, tetapi sering kali
mengguanakan komputer untuk
urusan diluar pekerjaan. Menurut
Huang, Eveleth & Huo (1998) hard
work yaitu melakukan penghematan
dan kemantapan dalam bekerja.
Dirinya seringkali menghabiskan
waktu di luar kantor bersama rekanrekan kerjanya, kegiatan yang biasa
dilakukan yaitu berbelanja, makan
bersama, dan saling berbagi cerita
pribadi. Mereka memiliki kewajiban
untuk mentraktir rekan kerja yang
lain jika sedang ada peristiwa
penting seperti hari ulang tahun,
mendapatkan gaji, hari jadi pacaran,
dll.
Kegiatan-kegiatan
tersebut
menumbuhkan rasa kekeluargaan
darinya yang dimaknai sebagai
guanxi. Subjek D memaknai Chinese
work value sebagai keharusan
mementingkan kelompok khususnya
perusahaan dengan mengerjakan
seluruh pekerjaan secara bersamasama dan mengesampingkan urusan
pribadi, bekerja sesuai dengan jam
kerja dan mendapatkan bayaran lebih
jika bekerja lebih banyak dari awal
perjanjian
kerja
yang
telah
ditentukan, memiliki kewajiban
Halaman 9
untuk membantu sesama rekan kerja
diluar urusan pekerjaan.
3. Subjek Tiga (I)
Subjek I bekerja di perusahaan
tersebut dari awal tahun 1990.
Awalnya subjek menjabat sebagai
staf gudang, lalu sebagai staf
keuangan dan sekarang sebagai
kepala gudang. Dia belajar bersama
karyawan yang lain dan juga
langsung belajar kepada programmer
perusahaan untuk mengatasi tuntutan
perusahaan
dalam
pemakaian
program. Karena usia yang terpaut
jauh
dan
perbedaan
tingkat
pendidikan, sehingga kurang mampu
bekerja sama dengan staf baru.
Menurut
Hofstede
(1997)
Lingkungan fisik maupun orangorang yang berada dalam lingkungan
kerja akan mempengaruhi work
value individu. Lingkungan dan
hubungan antara rekan kerja akan
mendorong seseorang untuk bersikap
pada suatu hal, yang akan
memunculkan work value. Menurut
Huang, Eveleth & Huo (1998)
collectivism (memprioritaskan tujuan
kelompok atas kepentingan pribadi)
disini subjek I satu-satunya orang
yang mengetahui dan menguasai
pekerjaan di pabrik. Memahami
macam-macam benang, kain, rajut,
jarum
dll.
Dia
membantu
membimbing
dan
mengajarkan
ilmunya tersebut kepada karyawan
yang baru agar suatu saat nanti
perusahaan memiliki regenerasi yang
menguasai pabrik bagian produksi.
Subjek I memaknai endurance,
menurut Huang, Eveleth & Huo
(1998) salah satu aspek dari Chinese
work
value
yaitu
endurance
Halaman 10
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
(kesabaran dan ketekunan) dirinya
menunjukkan ketahannya dalam
bekerja walaupun pekerjaan yang
dirasa sangat berat tetapi subjek I
tetap mengerjakan pekerjaan hingga
selesai. Subjek I menyelesaikan
seluruh
tugas
yang
diterima
walaupun dirinya belum menguasai
program yang digunakan oleh
perusahaan, dia tetap mempelajari
program tersebut. Mengerjakan
pekerjaan tersebut sesuai dengan
prosedur
perusahaan
untuk
menghindari teguran dari pimpinan.
tidak jarang dirinya mengerjakan
perkerjaan di rumah karena harus
menyelesaikanya hari itu juga. Dia
memeliki kemantapan dalam bekerja
karena sampai saat ini tidak pernah
terlambat sampai kantor dan tidak
pernah membolos karena takut
mendapatkan Surat Peringatan (SP).
Menurut Xiao & Froese (2008)
pembentukan nilai kerja dipengaruhi
oleh pengambilan resiko. Orang yang
tidak ingin mengambil risiko lebih
memilih untuk diajarkan secara
eksplisit oleh atasan dan aturan
perusahaan mereka, dan tidak ingin
mengambil risiko apapun enderung
puas
dengan
aturan-aturan
perusahaan.
Selain itu dirinya tidak pernah
meminta fasilitas kantor untuk
urusan diluar pekerjaan, perusahaan
tidak memberikan fasilitas kantor
selain gaji pokok, uang jabatan, dan
uang kehadiran. Subjek I memaknai
hard work dalam Chinese work value
sebagai memliki kemantapan kerja
dan penghematan. Dirinya tidak
memiliki hubungan kekerabatan dan
kewajiban saling untuk membantu
urusan diluar pekerjaan. Kurang
memiliki kerjasama dengan staf yang
baru karena usia yang berbeda, selain
itu suaminya melarang untuk
berhubungan akrab dengan karyawan
laki-laki. Sehingga subjek I tidak
memaknai guanxi seperti dalam
aspek Chinese work value. Menurut
Hofsede (1997) lingkungan dan
hubungan antara rekan kerja akan
mendorong seseorang untuk bersikap
pada suatu hal, yang akan
memunculkan nilai kerja. Subjek I
memaknai work value sebagai
prinsip
bekerja
mementingkan
kepentingan kelompok daripada
urusan pribadi, bekerja sepanjang
hari dengan tugas yang banyak tidak
sesuai dengan kompensasi yang
didapatkan. Pengalaman subjek I ini
membuatnya merasa tidak nyaman
untuk bekerja, dirinya beberapa kali
mengajukan pengunduran diri karena
tugas yang diterima tidak sesuai
dengan kompensasi yang diberikan.
Menurut Xiao & Froese (2008) uang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja
dalam bentuk gaji dan akan
mempengaruhi dalam pembentukan
work value. Menurut Hofstede
(1997) tujuan pribadi seseorang
mempengaruhi dalam pembentuk
work value. Tujuan pribadi adalah
sasaran atau goal yang ingin dicapai
oleh karyawan, hal ini akan
mendorong
karyawan
untuk
mengeluarkan seluruh tenaganya
demi mencapai tujuan. Saat ini
dirinya merasa sudah tua dan tidak
mempunyai
kesempatan
untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi
diperushaan. Tujuan kerjanya hanya
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
membiayai
keluarga.
kebutuhan
ekonomi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam Chinese work value
seorang karyawan memiliki collectivism
(memprioritaskan tujuan kelompok atas
kepentingan
pribadi),
endurance
(kesabaran dan ketekunan), hard work
(penghematan dan kemantapan), dan
guanxi
(berorientasi
pada
relasi,
menghormati tatanan sosial dan tidak
mempermalukan orang lain). Keempat
hal tersebut merupakan aspek dalam
Chinese work value yang mengantarkan
seseorang pada prinsip-prinsip kerja
budaya etnis Tionghoa. Berikut gambaran
work value pada masing-masing subjek:
1. Subjek satu (H) mampu bekerja
sepanjang hari hingga melebihi batas
jam pulang kerja dan bekerja pada
hari libur. Menyelesaikan seluruh
tugas
dengan
melakukan
penghematan
terhadap
fasilitas
perusahaan. Memiliki hubungan
pertemanan dengan karyawan lain
tetapi tidak memiliki kewajiban
untuk membantu urusan diluar
pekerjaan. Subjek H memiliki
keinginan untuk mengundurkan diri
karena kompensasi yang diterima
tidak sesuai dengan beban kerja.
2. Subjek dua (D) mengerjakan seluruh
pekerjaan yang ditugaskan oleh
pemilik perusahaan dengan cara
bekerja sama dengan karyawan lain,
dan memengtingkan kepentingan
perusahaan daripada urusan pribadi.
Dia akan mendapatkan bonus
bayaran ketika bekerja melebihi jam
kerja. Selain itu juga memiliki
Halaman
11
kewajiban
untuk
membantu
karyawan lain di luar urusan
pekerjaan, misalnya meminjamkan
uang ketika ada karyawan lain yang
membutuhkan. Memiliki kewajiban
untuk mentraktir karyawan lain pada
perayaan hari-hari penting misalnya
hari ulang tahun, hari jadian pacaran,
dan
hari
mendapatkan
gaji.
lingkungan kerja dan kepuasan kerja
membuat subjek D merasa nyaman
bekerja diperusahaan tersebut.
3. Subjek tiga (I) memandang dirinya
sebagai anggota kelompok dalam
perusahaan dengan mengajarkan
setiap karyawan baru karena
mementingkan
regerenasi
perusahaan, bekerja sepanjang hari
dengan tugas yang banyak tidak
sesuai dengan kompensasi yang
didapatkan. Tetapi kurang dapat
bekerja sama dengan staf baru karena
menganggap usianya sudah tua dan
rendahnya
tingkat
pendidikan.
Pembentukan
work
value
dipengaruhi oleh lingkungan kerja,
kepuasan kerja dan money ethic.
Pengalaman ini membuatnya tidak
merasa nyaman untuk bekerja,
dirinya beberapa kali mengajukan
pengunduran diri karena hubungan
dengan atasan dan tugas yang
diterima tidak sesuai dengan
kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan.
Ketiga subjek memaknai Chinese
work value sebagai kemampuan bekerja
sepanjang hari melebihi batas waktu kerja
dengan melakukan penghematan pada
fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.
Halaman 12
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Sangat disarankan bagi peneliti
selanjutnya
untuk
melanjutkan
penelitian ini dengan melakukan
penelitian
lintas
budaya
dan
menggabungkannya dengan budaya
kerja di Indonesia.
2. Bagi subjek penelitian, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
a. Subjek satu, lebih membuka diri
untuk berteman lebih akrab
dengan karyawan khususnya
bagian Accounting. Hal tersebut
dapat mempengaruhi karyawan
lain untuk membantu pekerjaan
ketika mengalami kesulitan.
b. Subjek dua, agar lebih fleksibel
terhadap rekan kerja lawan jenis.
Lingkungan
dan
hubungan
antara rekan kerja
akan
mendorong seseorang untuk
bersikap pada suatu hal, yang
akan memunculkan work value.
c. Subjek tiga, agar tidak merasa
minder
dengan
tingkat
pendidikan
yang
dimiliki.
Konsep diri mempengaruhi
seseorang dalam membentuk
work value. Jika subjek I
percaya pada kemampuan diri
maka subjek I akan mampu
masuk ke dalam kelompok
karyawan muda.
3. Bagi
perusahaan,
agar
lebih
meperhatikan porsi kerja subjek
dengan kompensasi yang diberikan.
Perusahaan juga harus mampu
melihat hubungan antar karyawan,
keharmonisan
antar
karyawan
berdampak pada kenyamanan serta
nilai-nilai kerja karyawan tersebut.
Abadillah, U. S. (2002). Politik Identitas
Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa
Identitas. Magelang: Yayasan
IndonesiaTera.
Bjerke, B.V. 2000. A Typified, CultureBased,
Interpretation
of
Management of SMEs in Southeast
Asia. Asia Pasific Journal of
Management, 17: 103-132.
Bungin, B. (2003). Analisis Data
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Chang, K. C., & Lu, L. (2007).
Characteristics of organizational
culture, stressors and well-being:
The
case
of
Taiwanese
organizations.
Journal
of
Managerial Psychology, Vol 22
No.6, 2007 page 549–568. Diterima
dari
www.emeraldinsight.com/0268Creswell, J. W. (2003). Research Design:
Qualitative, Quantitative, and
Mixed Method Approaches(2nd
ed.). Thousand Oaks, California:
Sage Publications Inc.
Creswell, J. W. (2013). Qualitative
Inquiry and Research Design
Choosing Among Five Approaches
3rd Ed. Thousand Oaks, California:
Sage Publications Inc.
Departemen
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi. (2013). Pekerjaasal
China, Jepang dan Korea Selatan
Mendominasi TKA di Indonesia,
Jakarta: Depnaker. Diterima dari
http://www.depnakertrans.go.id/ne
ws.html,61,naker.
Diakses
14
November 2013.
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
Dessler, G. (2000). Human Resource
Management (8th ed.). New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Edison. 2011. Etnis Tionghoa Lebih Siap
Hadapi
globalisasi.
http://www.beritabatavia.com/detail
/2011/11/15/21/9611/etnis.tionghoa
.lebih.siap.hadapi.globalisasi#.VCg
lH2eSzbg . Diakses 6 Mei 2014.
Hofstede,
G.
(1980).
Culture’s
consequences,
International
differences in work-related values.
Newbury Park, CA: SAGE
Publications, Inc.
Hofstede, G. (1997). Culture and
Organizations: Software of the
Mind. New York: McGraw-Hill.
Huang, H. J., Eveleth, D. M., & Huo, Y.
P. (1998). Chinese work-related
value system:Developing a “GCFLEACH”
framework
for
comparative
studies
among
Chinesesocieties. Paper presented
at The Inaugural Conference of the
Asia Academy ofManagement,
Hong Kong, China
Lu, L. (2006). Cultural fit: Individual and
societal discrepancies in values,
beliefs and SWB. Journal of Social
Psychology, 146, 203–221.
Lu, L., Kao, S. F., Siu, O.L., Chang, Q.
L. (2011). Work Stress, Chinese
Work Values,and Work Well-Being
in the Greater China. The Journal
of Social Psychology, 2011, 151(6),
767–783.
http://dx.doi.org/10.1080/00224545
.2010.538760
Matsumoto, D & L, Juang. (2003).
Culture and Psychology, 3 edition.
Belmont,
CA:
Wadsworth
Publishing.
Halaman
13
Moleong, J. L. (2007). Metodologi
Penelitian
Kualitatif
(Edisi
Revisi).Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya.
Musianto, S. L. (2003) . Peran Orang
Tionghoa dalam Perdagangan dan
Hidup
Perekonomian
dalam
Masyarakat. Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 5, No. 2,
September 2003: 193 – 206.
Jurusan Ekonomi Manajemen,
Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Petra.
Rozie F. 2012. Negeri Sejahtera Ala
Konfusianisme
Melalui
Self
Cultivation. Jurnal KALAM, 2012,
27
(1).Diterima
dari:Http://ejournal.iainradenintan.a
c.id/index.php/kalam/article/view/4
8. Diakses 3 Juni 2014.
Seng, W.A. (2006). Rahasia Bisnis
Orang Cina. Jakarta: Hikmah.
Setyawan S. (2005). Konteks Budaya
Etnis Tionghoa dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jurnal
Manajemen & Bisnis BENEFIT
Vol.9 No.2 Hal. 164-170, ISSN
1410-4571.
Skober, R.T. (2006). Orang Cina Di
Bandung, 1930-1960: Merajut
Geliat Siasat Minoritas Cina.
Universitas Padjadjaran. Konferensi
Nasional Sejarah VIII.
Suparlan. (2003). Kesukubangsaan dan
Posisi
Orang
Cina
dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia.
Jurnal Antropologi XXVII No. 71,
May - August 2003. Diterima dari
http://anthropology.fisip.ui.ac.id/htt
pdocs/jurnal/2003/71/full/05psu71.
pdf
Halaman 14
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
Tan, M. G. (2008). Etnis Tionghoa di
Indonesia: Kumpulan Tulisan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Whitehead, E.G & Brown, M. (2011).
Authenticity
In
Chinese
Leadership: A Quantitative Study
Comparing Western Notions Of
Authentic Constructs With Chinese
Responses To An Authenticity
Instrument. International Journal
Of Leadership Studies, Vol. 6 Iss. 2,
2011 ISSN 1554-3145. Diterima
dari
http://www.regent.edu/acad/global/
publications/ijls/new/vol6iss2/1_W
hitehead-Brown_pp%20161187_jm.pdf
Xiao, S & Froese, F. J. (2008). Work
Values, Job Satisfaction and
Organizational Commitment in
China. Paper presented on July 1,
2008
at
the AIB
Annual
Conference, Milan, Italy. Diterima
dari http://aib.msu.edu/events/2008/
PERUSAHAAN KEPEMILIKAN ETNIS TIONGHOA DI BANDUNG
Oleh
Sri Farhani1 Engkos2 Gemala3
Email: [email protected]
Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia
Sri Farhani (1000385) Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi Di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa Di Bandung. Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI Bandung (2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemaknaan Chinese work value pada karyawan
pribumi yang bekerja di perusahaan etnis Tionghoa. Penelitian dilakukan pada tiga subjek
yang merupakan karyawan pribumi yang bekerja di perusahaan dengan atasan atau
kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung. Penggalian informasi menggunakan pendekatan
fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam. Penelitian ini
menggunakan teori Chinese work value yang dikemukakan oleh Huang, Eveleth & Huo
(1998). Chinese work value adalah penilaian dan orientasi individu terhadap pekerjaan,
hubungan pribadi, dan anggota perusahaan yang menganut nilai-nilai dinamisme
konfunsianisme. Hasil dari penelitian ini bahwa subjek memaknai Chinese work value dengan
pengalaman yang berbeda-beda. Chinese work value dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan
hubungan antar rekan kerja, kepuasan kerja, tujuan pribadi, konsep diri, pengambilan resiko,
dan etika uang (money ethic). Ketiga subjek mampu bekerja sepanjang hari melebihi batas
waktu kerja. Melakukan penghematan pada fasilitas yang diberikan oleh perusahaan. Dua
subjek memiliki keinginan untuk mengundurkan diri karena kompensasi yang diterima tidak
sesuai dengan beban kerja.
Kata kunci: Chinese work value, Karyawan Pribumi, Etnis Tionghoa
1
Penulis Utama
Penulis Penanggung Jawab 1
3
Penulis Penanggung Jawab 2
2
Halaman 2
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
ABSTRACT
This study aim to gain insight about the meaning Chinese work value on natives employee
who works at Chinese ethnic’s company. The study conducted on three subjects that are
natives employee who works at Chinese ethnic’s Company. The Information was collected by
using phenomenological approach through in depth interview. This study use the theory of
Chinese work value that proposed by Huang, Eveleth & Huo (1998). Chinese work value is
individual valuation and orientation towards work, personal relationships and members of
company that embrace the values of Confucianism’s dynamism. The result of this study shows
that each subject interprets the Chinese work value with different experience. Chinese work
valueaffected by physical environment and relation between co-workers, job satisfaction,
individual purposes, self-concept, risk taking, and money ethic. All three subjects are able to
work all day exceeds the working time limit. Make savings on the facilities provided by the
company. Two of subjects had intention for resign because of the compensation received does
not comply with the workload.
Keyword: Chinese work value, Natives employees, Chinese Ethnic.
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
Etnis Tionghoa di Indonesia
diidentifikasikan
sebagai
kelompok
wirausaha,
khususnya
di
bidang
perdagangan baik kecil, sedang, maupun
besar (Musianto, 2003). Kata Tionghoa
artinya orang dari kerajaan di Cina yang
datang dan hidup di Indonesia (Suparlan,
2003).
Berdasarkan
sumber
dari
Backman (Setyawan, 2005) tahun 2000
jumlah penduduk Tionghoa yang tinggal
di Indonesia sebesar 201 juta jiwa dengan
pemegang modal sebesar 70%. Maka dari
itu, etnis Tionghoa mendominasi banyak
perusahaan di Indonesia. Hingga tahun
2013 jumlah TKA (Tenaga Kerja Asing)
dari China jumlahnya mencapai 10.291
orang (Depnakertrans.go.id, 2013).
Usaha kecil sampai perusahaan
besar etnis Tionghoa di Indonesia banyak
yang dikelola sebagai usaha keluarga
etnis Tionghoa, contohnya Salim Group,
Khong Guan, PT. Cap Orang Tua,
perusahaan jamu Jago, perusahaan jamu
Air Mancur, dan lain-lain (Edison, 2011).
Dalam
pembauran
di
Indonesia
perusahaan-perusahaan etnis Tionghoa
mempekerjakan orang-orang pribumi
sebagai karyawan didalamnya (Tan,
2008).
Bjerke
(2000:
117-120)
menjelaskan
karakteristik
budaya
Tionghoa di ruang lingkup perusahaan
atau bisnis dalam 5 pembahasan, yaitu
kekuasaan dan otokrasi (power and
autocracy), kekeluargaan (familism),
jaringan relasi (guanxi), harga diri dan
wibawa (face and prestige), fleksibel dan
bertahan
hidup
(flexibility
and
endurance). Penelitian yang dilakukan
oleh
Profesor
Geert
Hofstede
menjelaskan bahwa budaya yang dianut
dapat mempengaruhi kebijakan sumber
daya manusia dalam suatu perusahaan
Halaman 3
(Dessler, 2000). Salah satu ciri khas
kepemimpinan Cina yaitu adanya
pengaruh religiusitas dan budaya leluhur
(Whitehead & Brown, 2011). Budaya
leluhur tersebut terlihat pada warga
Tionghoa yang masih memegang nilainilai dan pemikiran konfusianisme yang
percaya bahwa kunci dari keberhasilan
adalah bekerja keras dan berani berusaha
melalui sikap dan keyakinan (Seng,
2006).
Paham konfunsianisme ini
menekankan etika dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kehidupan
berbangsa
serta
bernegara.
Konfusianisme berpusat di sekitar 5 topik
utama,
yakni
ren
(humanity/
kemanusiaan), xiao (filial piety/ bakti),
zhi
(wisdom/
kebijakasanaan),
yi
(righteousness/ kebenaran), dan li
(propriety/ sopan santun). Ajaran-ajaran
yang lain seperti loyalty (kesetiaan)
merupakan turunan dari kelima ajaran
pokok ini (Rozie, 2012).
Budaya
leluhur
tersebut
berpengaruh pada nilai-nilai yang dianut
oleh warga Tionghoa, salah satunya
berpengaruh pada nilai-nilai kerja atau
work value. Work value menurut
Hofstede (1980) adalah penilaian dan
orientasi individu terhadap pekerjaan,
hubungan
pribadi,
dan
anggota
perusahaan yang berdampak pada
loyalitas individu pada perusahaan atau
organisasi. Dengan kata lain nilai-nilai
kerja yaitu sikap atau orientasi seseorang
terhadap suatu pekerjaan. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Bond et
all bersama dengan Hofstede (dalam
Matsumoto & Juang, 2002) menemukan
kesuksesan bisnis dan industri di Asia:
Jepang, Hong Kong, Korea, Taiwan, dan
China memiliki nilai-nilai yang khas
yaitu dinamisme konfusianisme. Nilai-
Halaman 4
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
nilainya
meliputi
kegigihan
dan
ketekunan, hubungan berdasarkan status,
pelestarian aturan, penghematan, dan rasa
malu. Ajaran konfusianisme melekat
dalam work value masyarakat Tionghoa
yang disebut Chinese work value.
Huang, Eveleth & Huo (1998)
menjelaskan Chinese work value
dipengaruhi oleh ajaran konfunsianisme
terdiri dari collectivism (memprioritaskan
tujuan kelompok atas kepentingan
pribadi), endurance (kesabaran dan
ketekunan), hard work (penghematan dan
kemantapan), dan guanxi (berorientasi
pada relasi, menghormati tatanan sosial
dan tidak mempermalukan orang lain)
akan membantu untuk menciptakan
individu yang berdedikasi, memiliki
motivasi, bertanggung jawab, dengan
rasa komitmen dan loyalitas yang tinggi
kepada institusi atau organisasi kerja
sehingga meningkatkan kesejahteraan
pegawai dan kepuasan kerja. Secara
khusus, sesuai dengan tradisi Konfunsian,
komitmen organisasi dan hubungan sosial
yang harmonis (guanxi) memiliki fitur
utama dari nilai kolektivis Cina. Dalam
penelitian Lu (2006) dikatakan bahwa
karyawan dengan Chinese work value
memiliki hubungan relasi yang lebih baik
dalam nilai collectivism sehingga dapat
mereduksi stres kerja. Hasil penelitian
Lu, Kao, Siu, & Chang (2011)
menjelaskan bahwa Chinese work value
menekan stres kerja karyawan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Pada intinya Chinese work value
menekankan pada kesetiaan pada
perusahaan dan yang diidentifikasi
dengan nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Chang & Lu, 2007) di Cina daratan
perusahaan-perusahaan
menggunakan
slogan “Cintai Pabrik Anda Sebagai
Keluarga Anda” untuk menumbuhkan
Chinese work value, sedangkan di
Taiwan kesetiaan pada perusahaan
ditunjukkan dengan bekerja lembur
secara sukarela tanpa kompensasi.
Dari fenomena diatas peneliti
tertarik untuk mengkaji lebih dalam
mengenai karyawan pribumi yang
bekerja di perusahaan etnis Tionghoa
dengan pekerja dalam Chinese work
value. Istilah pribumi mengacu pada
orang yang mengaku sebagai penduduk
asli suatu wilayah karena kepemilikan,
keterikatan sejarah, tempat kelahiran, dan
pengdentifikasian dirinya di tempat
tersebut (Abdillah, 2002). Warga
Tionghoa melakukan kegiatan ekonomi
sejak tahun 1930, pada saat itu para
penduduk
Tionghoa
di
Bandung
melakukan strategi-strategi bisnis dalam
kebijakan pemerintahan Bandung yang
tidak berpihak pada golongan Tionghoa.
Hal ini menciptakan etos kerja yang tidak
pernah berhenti dan masih banyak
perusahaan yang berjalan hingga saat ini
(Skober, 2006). Berdasarkan latar
belakang di atas peneliti tertarik untuk
mendalami "Pemaknaan Chinese work
value pada karyawan pribumi di
Perusahaan
kepemilikan
Etnis
Tionghoa di Bandung.”
METDODE
Pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian
ini
adalah
pendekatan
kualitatif.
Creswell
(2003)
mendefinisikan pendekatan kualitatif
sebagai sebuah proses pencarian secara
mendalam untuk memahami masalah
sosial atau masalah manusia berdasarkan
holistik yang dibentuk dengan kata-kata,
melaporkan pendangan informan secara
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
terperinci, dan disusun dalam sebuah
latar ilmiah.
Pendekatan
kualitatif
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengahasilkan suatu uraian mendalam
tentang ucapan, tulisan, atau perilaku
yang dapat diamati sehingga didapat
pemahaman yang utuh, komprehensif,
dan holistik mengenai pemaknaan
Chinese work value karyawan pribumi di
perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa
di Bandung.
Adapun desain penelitiannya yaitu
fenomenologi.
Pendekatan
fenomenologis menurut Creswell (2003)
yaitu penelitian berdasarkan pemaknaan
dari fenomena yang dialami individu.
Dalam penelitian fenomenologi peneliti
dituntut untuk memahami pengalaman
hidup subjek. Peneliti tidak boleh
mencampur pengalaman dirinya dengan
pengalaman partisipan.
Lokasi dan Sampel Penelitian
Subyek penelitian adalah karyawan
pribumi yang bekerja di perusahaan
kepemilikan etnis Tionghoa di Bandung
yang dipilih secara purposive sampling
dan snowball sampling. Purposive
sampling artinya subjek dipilih secara
sengaja sesuai dengan karakteristik yang
dibutuhkan dalam penelitian (Bungin,
2003).
Snowball
sampling
yaitu
pengambilan sampel yang pada awalnya
sedikit dan untuk selanjutnya bertambah
untuk melengkapi data yang kurang.
Sampel awal digunakan sebagai informan
kunci yang akan menunjukkan informaninforman selanjutnya. Dalam hal ini
jumlah subjek bisa sedikit ataupun
banyak tergantung dari tepat tidaknya
pemilihan informan kunci (Bungin,
2003).
Halaman 5
Dalam penelitian ini yang menjadi
sampel atau subjek yaitu karyawan
pribumi dari berbagai etnis yang bekerja
di perusahaan dengan atasan etnis
Tionghoa atau kepemilikan Tionghoa
baik totok ataupun peranakan. Peneliti
menggunakan kriteria subjek untuk
mempermudah dan fokus pada tujuan
penelitian. Adapun karakteristik yang
menjadi kriteria yaitu sebagai berikut:
1. Penduduk asli Indonesia.
2. Masih bekerja sebagai karyawan di
perusahaan dengan atasan etnis
Tionghoa
atau
kepemilikan
Tionghoa.
Penggunanaan
teknik
snowball
sampling dalam penelitian ini beranjak
dari fenomena di masyarakat. Proses
penemuan subjek dalam penelitian ini
dijelaskan dalam bagan sebagai berikut:
B
Fenomena
di
masyarakat
D
A
C
D
Keterangan:
A: Subjek 1
C: Subjek 2
D: Subjek 3
Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah
penelitian sendiri. Menurut Moleong
(2007) intrumen penelitian adalah
peneliti sendiri dengan menggunakan alat
perekam dan catatan lapangan sebagai
alat bantu dalam pengumpulan data.
Selain itu instrumen penelitian juga
dibantu oleh kisi-kisi wawancara sebagai
pedoman untuk melakukan wawancara
berdasarkan bentuk-bentuk Chinese work
value menurut Huang, Eveleth & Huo
E
Halaman 6
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
(1998) Collectivism, Endurance Hard
work, guanxi.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
wawancara yang mendalam (in depth
interview), dengan pertanyaan semi
terstruktur yang bisa bertanya secara
terbuka untuk mendapatkan informasi
secara lengkap dan mendalam (Bungin,
2003). Wawancara dilakukan beberapa
kali sesuai dengan keperluan peneliti
yang berkaitan dengan kejelasan dan
kemantapan masalah yang diteliti.
Sebelum proses kualitatif
dilakukan
peneliti melakukan beberapa persiapan
diantaranya adalah mengembangkan
fokus penelitian, menyediakan paduan
wawancara dan menghubungi informan.
Alat wawancara yang digunakan yaitu,
buku catatan, recorder, kamera.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif antara
pengumpulan data dengan analisis data
tidak dapat dipisahkan. Dalam penelitian
ini analisis data yang dilakukan
berpatokan pada Creswell (2013)
penelitian
kulitatif
fenomenologi
memiliki teknik analisis data yang
khusus. Langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam analisis data yaitu:
1. Pertama menggambarkan pengalaman
pribadi peneliti terhadap fenomena
yang
diteliti.
Ini
bertujuan
menyisihkan pengalaman pribadi
peneliti agar tidak tercampur dengan
pengalaman subjek.
2. Mengembangkan daftar peryataan
yang signifikan.
Peneliti
akan
menemukan
pernyataan-pernyataan
tentang bagaimana subjek memaknai
suatu
topik,
lalu
melakukan
horizonalizing dan perlakukan setiap
data secara berharga agar peneliti
mengembangkan daftar pernyataan
yang tidak berulang dan tidak
tumpang tindih.
3. Kemudian menuliskan pernyataan
yang signifikan dari informasi yang
didapat
kemudian
mengelompokkannya
sehingga
membentuk “meaning units” atau
tema.
4. Mendeskripsikan “apa” yang dimaknai
oleh subjek tentang fenomena yang
dialami. Hal ini disebut dengan
“textural
description”
dari
pengalaman subjek yang telah
berbentuk verbatim.
5. Selanjutnya
mendeskripsikan
“bagaimana” pengalaman tersebut
dapat terjadi. Bagaimana subjek
memaknai pengalaman yang terjadi.
Hal
ini
disebut
“structural
description.”
Pewawancara
merefleksikan pada setting dan
konteks pada fenomena yang dialami
dengan kata lain pewawancara
bertanya tentang apa yang pernah
subjek
jelaskan
tentang
pengalamannya.
6. Terakhir menggabungkan “textural
description”
dan
“structrural
description” dari fenomena yang
menjadi “composite description”.
Bagian ini akan mencapai “essence”
atau esensi yang merupakan aspek
terpenting dari studi fenomenologi.
Hasilnya berupa paragraf panjang
yang berisi apa yang dialami oleh
subjek
dan
bagaimana
subjek
mengalaminya.
Teknik Keabsahan data
Menurut Moleong (2007) teknik
keabsahan
data
merupakan
cara
pemeriksaan yang penting dalam
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
penelitian kualitatif untuk memperoleh
kesahihan dan keandalan.
Dalam penelitian ini uji kredibilitas
data dilakukan dengan triangulasi sumber
dan triangulasi waktu. Menurut Moleong
(2007) Triangulasi sumber menguji
kredibilitas data dilakukan dengan
mengecek data yang diperoleh dari
berbagai sumber. Data dari sumbersumber
tersebut
kemudian
dikategorisasikan
yang
akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang
kemudian diminta kesepakan (member
check). Dalam penelitian ini untuk
menguji kredibilitas data yang diperoleh
dan diujikan dari karyawan maka
dilakukan kepada pemimpin karyawan
tersebut, orang yang menjadi bawahan,
atau rekan kerja. Peneliti menanyakan
hal yang sama dalam kesempatan yang
berbeda kepada subjek untuk melakukan
triangulasi waktu.
Pengujian
kebergantungan
(dependability)
dilakukan
dengan
melakukan audit terhadap keseluruhan
proses penelitian (Bungin, 2003). Dalam
penelitian ini caranya dapat dilakukan
dengan pengecekan oleh pembimbing
untuk mengaudit seluruh aktivitas
peneliti dalam melakukan penelitian.
Bagaimana peneliti menentukan masalah/
fokus
penelitian,
ke
lapangan,
menentukan sumber data, melakukan
analisis data, melakukan uji keabsahan
data, sampai membuat kesimpulan harus
ditunjukkan oleh peneliti.
Pengujian kepastian (confirmability),
pengujian
kepastian
disebut juga
pengujian
obyektivitas
penelitian.
Pengujian dikatakan obyektif jika terjadi
kesepakatan antarsubjek. Kesepakatan
didapat dari persetujuan beberapa orang
terhadap pandangan, pendapat, dan
Halaman 7
penemuan seseorang. Jika penelitian
objektif maka dapat dipercaya, faktual
dan dapat dipastikan (Moleong, 2007).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian
gambaran
ini
berfokus
pemaknaan
Chinese
pada
work
value karyawan pribumi yang bekerja di
perusahaan kepemilikan etnis Tionghoa.
Pemaknaan Chinese work value subjek
akan dipaparkan secara rinci sehingga
didapatkan
pemahaman
mengenai
gambaran subjek dalam memaknai nilai
kerja Cina. Hasil penelitian dibahas
berurutan dari mulai subjek satu sampai
dengan
subjek
tiga.
Berikut
ini
merupakan hasil penelitian tersebut:
1. Subjek satu (H)
Subjek H memaknai work value
sebagai prinsip dalam bekerja yang
berupa penyelesaian dalam tugas
pekerjaan yang telah menjadi
tanggung jawabnya dengan cara
bekerjasama. Dalam menyelesaian
tugas sering kali melakukan sharing
dengan rekan kerja dan atasannya.
Menurut Huang, Eveleth & Huo
(1998)
collectivism
yaitu
mementingkan
kepentingan
kelompok daripada kepentingan
pribadi. Subjek H memaknai
collectivism sebagai kerjasama dalam
menyelesaikan tugas belum sebagai
keharusan mementingan kepentingan
kelompok sebelum urusan pribadi.
Endurance yang disebutkan oleh
Huang, Eveleth & Huo (1998) yaitu
kesabaran dan ketekunan, kegigihan
Halaman 8
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
yang diikuti kesabaran. Endurance
subjek H terlihat dari selalu
melebihkan jam pulang kerjanya
untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
tidak jarang lembur dan bekerja
dihari libur agar dapat menyerahkan
laporan bulanan tepat waktu.
Mengerjakan tugas hariannya dengan
terstruktur dan tetap mengurusi
pekerjaan kantor meskipun tidak
dapat masuk kerja karena sakit.
Tetapi subjek H sering kali terlambat
masuk kerja, biasanya dirinya
terlambat 5 menit ketika absen
fingerprint.
Subjek H menggunakan fasilitas
kantor seperti komputer dan internet
untuk keperluan bekerja, tetapi
sering
menggunakan
fasilitas
tersebut untuk keperluan pribadi
ketika jam istirahat kantor. Selain itu
menyisihkan uang gajinya dan
diberikan kepada orang tua. Hal ini
memperlihatkan
bahwa
subjek
memaknai hard work dalam Chinese
work value. Hubungan antar rekan
kerja dan atasan masih sebatas
teman, belum melibatkan kewajibankewajiban timbal balik untuk
membantu masalah diluar urusan
pekerjaan. Namun sistem perusahaan
yang
mengharuskan
seluruh
karyawan untuk makan siang
bersama, menumbuhkan perasaan
kekeluargaan pada diri subjek H.
Subjek H berkeinginan untuk
mengundurkan diri dari perusahaan
karena ketidaksesuaian antara gaji
yang didapatkan dengan tugas yang
diterima. Menurut Xiao & Froese
(2008) salah satu faktor yang
mempengaruhi work value yaitu
money
ethic,
uang
dapat
mempengaruhi kepuasan kerja dalam
bentuk gaji dan akan mempengaruhi
dalam pembentukan nilai kerja.
Menurut Xiao & Froese (2008)
bahwa kepuasan kerja seseorang
berpengaruh pada nilai kerja dan
akan
berpengaruh
pula
pada
komitmen kerja seseorang.
2. Subjek dua (D)
Seluruh karyawan di toko tersebut
harus bisa mengerjakan semua
pekerjaan. Hal ini menumbuhkan
collectivism karena ketika subjek D
sedang mengerjakan suatu tugas
maka karyawan yang lain akan
membantu menggantikannya dalam
mengerjakan suatu tugas, begitu
sebaliknya. Dia akan membantu
tugas karyawan lain ketika dirinya
tidak sedang mengerjakan tugas,
mengajarkan
karyawan
baru
mengerjakan tugas-tugas yang ada di
toko. Menurut Huang, Eveleth &
Huo (1998) collectivism yaitu
mementingkan
kepentingan
kelompok daripada kepentingan
pribadi. Sikap endurance terlihat
ketika
Subjek
D
selalu
menyelesaikan pekerjaan yang satu
sebelum mengerjakan tugas yang
lain. Selalu menyelesaikan tugasnya
untuk melayani pelanggan walaupun
sudah masuk jam pulang kerja. Dia
hanya terlambat 2 kali selama
bekerja tiga tahun dan seringkali
bekerja ketika hari libur, tetapi
dirinya tidak merasa keberatan
karena
pemilik
toko
akan
memberikan bonus di luar gaji
pokok. Seperti yang dijelaskan oleh
Smith (Xiao & Froese, 2008) uang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
dalam bentuk gaji dan akan
mempengaruhi dalam pembentukan
nilai kerja.
Subjek D memaknai hard work
dalam Chinese work value seperti
ketika mendapatkan gaji dirinya akan
mempergunakan gaji tersebut untuk
keperluan sehari-hari, memberikan
kepada orang tua sebagian dan
sebagian lagi ditabung. Sering kali
bekerja pada hari libur dan
menggunakan mesin fax hanya untuk
memesan barang, tetapi sering kali
mengguanakan komputer untuk
urusan diluar pekerjaan. Menurut
Huang, Eveleth & Huo (1998) hard
work yaitu melakukan penghematan
dan kemantapan dalam bekerja.
Dirinya seringkali menghabiskan
waktu di luar kantor bersama rekanrekan kerjanya, kegiatan yang biasa
dilakukan yaitu berbelanja, makan
bersama, dan saling berbagi cerita
pribadi. Mereka memiliki kewajiban
untuk mentraktir rekan kerja yang
lain jika sedang ada peristiwa
penting seperti hari ulang tahun,
mendapatkan gaji, hari jadi pacaran,
dll.
Kegiatan-kegiatan
tersebut
menumbuhkan rasa kekeluargaan
darinya yang dimaknai sebagai
guanxi. Subjek D memaknai Chinese
work value sebagai keharusan
mementingkan kelompok khususnya
perusahaan dengan mengerjakan
seluruh pekerjaan secara bersamasama dan mengesampingkan urusan
pribadi, bekerja sesuai dengan jam
kerja dan mendapatkan bayaran lebih
jika bekerja lebih banyak dari awal
perjanjian
kerja
yang
telah
ditentukan, memiliki kewajiban
Halaman 9
untuk membantu sesama rekan kerja
diluar urusan pekerjaan.
3. Subjek Tiga (I)
Subjek I bekerja di perusahaan
tersebut dari awal tahun 1990.
Awalnya subjek menjabat sebagai
staf gudang, lalu sebagai staf
keuangan dan sekarang sebagai
kepala gudang. Dia belajar bersama
karyawan yang lain dan juga
langsung belajar kepada programmer
perusahaan untuk mengatasi tuntutan
perusahaan
dalam
pemakaian
program. Karena usia yang terpaut
jauh
dan
perbedaan
tingkat
pendidikan, sehingga kurang mampu
bekerja sama dengan staf baru.
Menurut
Hofstede
(1997)
Lingkungan fisik maupun orangorang yang berada dalam lingkungan
kerja akan mempengaruhi work
value individu. Lingkungan dan
hubungan antara rekan kerja akan
mendorong seseorang untuk bersikap
pada suatu hal, yang akan
memunculkan work value. Menurut
Huang, Eveleth & Huo (1998)
collectivism (memprioritaskan tujuan
kelompok atas kepentingan pribadi)
disini subjek I satu-satunya orang
yang mengetahui dan menguasai
pekerjaan di pabrik. Memahami
macam-macam benang, kain, rajut,
jarum
dll.
Dia
membantu
membimbing
dan
mengajarkan
ilmunya tersebut kepada karyawan
yang baru agar suatu saat nanti
perusahaan memiliki regenerasi yang
menguasai pabrik bagian produksi.
Subjek I memaknai endurance,
menurut Huang, Eveleth & Huo
(1998) salah satu aspek dari Chinese
work
value
yaitu
endurance
Halaman 10
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
(kesabaran dan ketekunan) dirinya
menunjukkan ketahannya dalam
bekerja walaupun pekerjaan yang
dirasa sangat berat tetapi subjek I
tetap mengerjakan pekerjaan hingga
selesai. Subjek I menyelesaikan
seluruh
tugas
yang
diterima
walaupun dirinya belum menguasai
program yang digunakan oleh
perusahaan, dia tetap mempelajari
program tersebut. Mengerjakan
pekerjaan tersebut sesuai dengan
prosedur
perusahaan
untuk
menghindari teguran dari pimpinan.
tidak jarang dirinya mengerjakan
perkerjaan di rumah karena harus
menyelesaikanya hari itu juga. Dia
memeliki kemantapan dalam bekerja
karena sampai saat ini tidak pernah
terlambat sampai kantor dan tidak
pernah membolos karena takut
mendapatkan Surat Peringatan (SP).
Menurut Xiao & Froese (2008)
pembentukan nilai kerja dipengaruhi
oleh pengambilan resiko. Orang yang
tidak ingin mengambil risiko lebih
memilih untuk diajarkan secara
eksplisit oleh atasan dan aturan
perusahaan mereka, dan tidak ingin
mengambil risiko apapun enderung
puas
dengan
aturan-aturan
perusahaan.
Selain itu dirinya tidak pernah
meminta fasilitas kantor untuk
urusan diluar pekerjaan, perusahaan
tidak memberikan fasilitas kantor
selain gaji pokok, uang jabatan, dan
uang kehadiran. Subjek I memaknai
hard work dalam Chinese work value
sebagai memliki kemantapan kerja
dan penghematan. Dirinya tidak
memiliki hubungan kekerabatan dan
kewajiban saling untuk membantu
urusan diluar pekerjaan. Kurang
memiliki kerjasama dengan staf yang
baru karena usia yang berbeda, selain
itu suaminya melarang untuk
berhubungan akrab dengan karyawan
laki-laki. Sehingga subjek I tidak
memaknai guanxi seperti dalam
aspek Chinese work value. Menurut
Hofsede (1997) lingkungan dan
hubungan antara rekan kerja akan
mendorong seseorang untuk bersikap
pada suatu hal, yang akan
memunculkan nilai kerja. Subjek I
memaknai work value sebagai
prinsip
bekerja
mementingkan
kepentingan kelompok daripada
urusan pribadi, bekerja sepanjang
hari dengan tugas yang banyak tidak
sesuai dengan kompensasi yang
didapatkan. Pengalaman subjek I ini
membuatnya merasa tidak nyaman
untuk bekerja, dirinya beberapa kali
mengajukan pengunduran diri karena
tugas yang diterima tidak sesuai
dengan kompensasi yang diberikan.
Menurut Xiao & Froese (2008) uang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja
dalam bentuk gaji dan akan
mempengaruhi dalam pembentukan
work value. Menurut Hofstede
(1997) tujuan pribadi seseorang
mempengaruhi dalam pembentuk
work value. Tujuan pribadi adalah
sasaran atau goal yang ingin dicapai
oleh karyawan, hal ini akan
mendorong
karyawan
untuk
mengeluarkan seluruh tenaganya
demi mencapai tujuan. Saat ini
dirinya merasa sudah tua dan tidak
mempunyai
kesempatan
untuk
menduduki jabatan yang lebih tinggi
diperushaan. Tujuan kerjanya hanya
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
membiayai
keluarga.
kebutuhan
ekonomi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam Chinese work value
seorang karyawan memiliki collectivism
(memprioritaskan tujuan kelompok atas
kepentingan
pribadi),
endurance
(kesabaran dan ketekunan), hard work
(penghematan dan kemantapan), dan
guanxi
(berorientasi
pada
relasi,
menghormati tatanan sosial dan tidak
mempermalukan orang lain). Keempat
hal tersebut merupakan aspek dalam
Chinese work value yang mengantarkan
seseorang pada prinsip-prinsip kerja
budaya etnis Tionghoa. Berikut gambaran
work value pada masing-masing subjek:
1. Subjek satu (H) mampu bekerja
sepanjang hari hingga melebihi batas
jam pulang kerja dan bekerja pada
hari libur. Menyelesaikan seluruh
tugas
dengan
melakukan
penghematan
terhadap
fasilitas
perusahaan. Memiliki hubungan
pertemanan dengan karyawan lain
tetapi tidak memiliki kewajiban
untuk membantu urusan diluar
pekerjaan. Subjek H memiliki
keinginan untuk mengundurkan diri
karena kompensasi yang diterima
tidak sesuai dengan beban kerja.
2. Subjek dua (D) mengerjakan seluruh
pekerjaan yang ditugaskan oleh
pemilik perusahaan dengan cara
bekerja sama dengan karyawan lain,
dan memengtingkan kepentingan
perusahaan daripada urusan pribadi.
Dia akan mendapatkan bonus
bayaran ketika bekerja melebihi jam
kerja. Selain itu juga memiliki
Halaman
11
kewajiban
untuk
membantu
karyawan lain di luar urusan
pekerjaan, misalnya meminjamkan
uang ketika ada karyawan lain yang
membutuhkan. Memiliki kewajiban
untuk mentraktir karyawan lain pada
perayaan hari-hari penting misalnya
hari ulang tahun, hari jadian pacaran,
dan
hari
mendapatkan
gaji.
lingkungan kerja dan kepuasan kerja
membuat subjek D merasa nyaman
bekerja diperusahaan tersebut.
3. Subjek tiga (I) memandang dirinya
sebagai anggota kelompok dalam
perusahaan dengan mengajarkan
setiap karyawan baru karena
mementingkan
regerenasi
perusahaan, bekerja sepanjang hari
dengan tugas yang banyak tidak
sesuai dengan kompensasi yang
didapatkan. Tetapi kurang dapat
bekerja sama dengan staf baru karena
menganggap usianya sudah tua dan
rendahnya
tingkat
pendidikan.
Pembentukan
work
value
dipengaruhi oleh lingkungan kerja,
kepuasan kerja dan money ethic.
Pengalaman ini membuatnya tidak
merasa nyaman untuk bekerja,
dirinya beberapa kali mengajukan
pengunduran diri karena hubungan
dengan atasan dan tugas yang
diterima tidak sesuai dengan
kompensasi yang diberikan oleh
perusahaan.
Ketiga subjek memaknai Chinese
work value sebagai kemampuan bekerja
sepanjang hari melebihi batas waktu kerja
dengan melakukan penghematan pada
fasilitas yang diberikan oleh perusahaan.
Halaman 12
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Sangat disarankan bagi peneliti
selanjutnya
untuk
melanjutkan
penelitian ini dengan melakukan
penelitian
lintas
budaya
dan
menggabungkannya dengan budaya
kerja di Indonesia.
2. Bagi subjek penelitian, peneliti
memberikan saran sebagai berikut:
a. Subjek satu, lebih membuka diri
untuk berteman lebih akrab
dengan karyawan khususnya
bagian Accounting. Hal tersebut
dapat mempengaruhi karyawan
lain untuk membantu pekerjaan
ketika mengalami kesulitan.
b. Subjek dua, agar lebih fleksibel
terhadap rekan kerja lawan jenis.
Lingkungan
dan
hubungan
antara rekan kerja
akan
mendorong seseorang untuk
bersikap pada suatu hal, yang
akan memunculkan work value.
c. Subjek tiga, agar tidak merasa
minder
dengan
tingkat
pendidikan
yang
dimiliki.
Konsep diri mempengaruhi
seseorang dalam membentuk
work value. Jika subjek I
percaya pada kemampuan diri
maka subjek I akan mampu
masuk ke dalam kelompok
karyawan muda.
3. Bagi
perusahaan,
agar
lebih
meperhatikan porsi kerja subjek
dengan kompensasi yang diberikan.
Perusahaan juga harus mampu
melihat hubungan antar karyawan,
keharmonisan
antar
karyawan
berdampak pada kenyamanan serta
nilai-nilai kerja karyawan tersebut.
Abadillah, U. S. (2002). Politik Identitas
Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa
Identitas. Magelang: Yayasan
IndonesiaTera.
Bjerke, B.V. 2000. A Typified, CultureBased,
Interpretation
of
Management of SMEs in Southeast
Asia. Asia Pasific Journal of
Management, 17: 103-132.
Bungin, B. (2003). Analisis Data
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Chang, K. C., & Lu, L. (2007).
Characteristics of organizational
culture, stressors and well-being:
The
case
of
Taiwanese
organizations.
Journal
of
Managerial Psychology, Vol 22
No.6, 2007 page 549–568. Diterima
dari
www.emeraldinsight.com/0268Creswell, J. W. (2003). Research Design:
Qualitative, Quantitative, and
Mixed Method Approaches(2nd
ed.). Thousand Oaks, California:
Sage Publications Inc.
Creswell, J. W. (2013). Qualitative
Inquiry and Research Design
Choosing Among Five Approaches
3rd Ed. Thousand Oaks, California:
Sage Publications Inc.
Departemen
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi. (2013). Pekerjaasal
China, Jepang dan Korea Selatan
Mendominasi TKA di Indonesia,
Jakarta: Depnaker. Diterima dari
http://www.depnakertrans.go.id/ne
ws.html,61,naker.
Diakses
14
November 2013.
Antologi Prodi Psikologi Volume 2, Nomor 3, Desember 2014
Dessler, G. (2000). Human Resource
Management (8th ed.). New Jersey:
Prentice Hall, Inc.
Edison. 2011. Etnis Tionghoa Lebih Siap
Hadapi
globalisasi.
http://www.beritabatavia.com/detail
/2011/11/15/21/9611/etnis.tionghoa
.lebih.siap.hadapi.globalisasi#.VCg
lH2eSzbg . Diakses 6 Mei 2014.
Hofstede,
G.
(1980).
Culture’s
consequences,
International
differences in work-related values.
Newbury Park, CA: SAGE
Publications, Inc.
Hofstede, G. (1997). Culture and
Organizations: Software of the
Mind. New York: McGraw-Hill.
Huang, H. J., Eveleth, D. M., & Huo, Y.
P. (1998). Chinese work-related
value system:Developing a “GCFLEACH”
framework
for
comparative
studies
among
Chinesesocieties. Paper presented
at The Inaugural Conference of the
Asia Academy ofManagement,
Hong Kong, China
Lu, L. (2006). Cultural fit: Individual and
societal discrepancies in values,
beliefs and SWB. Journal of Social
Psychology, 146, 203–221.
Lu, L., Kao, S. F., Siu, O.L., Chang, Q.
L. (2011). Work Stress, Chinese
Work Values,and Work Well-Being
in the Greater China. The Journal
of Social Psychology, 2011, 151(6),
767–783.
http://dx.doi.org/10.1080/00224545
.2010.538760
Matsumoto, D & L, Juang. (2003).
Culture and Psychology, 3 edition.
Belmont,
CA:
Wadsworth
Publishing.
Halaman
13
Moleong, J. L. (2007). Metodologi
Penelitian
Kualitatif
(Edisi
Revisi).Bandung:
PT
Remaja
Rosdakarya.
Musianto, S. L. (2003) . Peran Orang
Tionghoa dalam Perdagangan dan
Hidup
Perekonomian
dalam
Masyarakat. Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 5, No. 2,
September 2003: 193 – 206.
Jurusan Ekonomi Manajemen,
Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Petra.
Rozie F. 2012. Negeri Sejahtera Ala
Konfusianisme
Melalui
Self
Cultivation. Jurnal KALAM, 2012,
27
(1).Diterima
dari:Http://ejournal.iainradenintan.a
c.id/index.php/kalam/article/view/4
8. Diakses 3 Juni 2014.
Seng, W.A. (2006). Rahasia Bisnis
Orang Cina. Jakarta: Hikmah.
Setyawan S. (2005). Konteks Budaya
Etnis Tionghoa dalam Manajemen
Sumber Daya Manusia. Jurnal
Manajemen & Bisnis BENEFIT
Vol.9 No.2 Hal. 164-170, ISSN
1410-4571.
Skober, R.T. (2006). Orang Cina Di
Bandung, 1930-1960: Merajut
Geliat Siasat Minoritas Cina.
Universitas Padjadjaran. Konferensi
Nasional Sejarah VIII.
Suparlan. (2003). Kesukubangsaan dan
Posisi
Orang
Cina
dalam
Masyarakat Majemuk Indonesia.
Jurnal Antropologi XXVII No. 71,
May - August 2003. Diterima dari
http://anthropology.fisip.ui.ac.id/htt
pdocs/jurnal/2003/71/full/05psu71.
Halaman 14
Sri Farhani : Pemaknaan Chinese work value Karyawan Pribumi di Perusahaan
Kepemilikan Etnis Tionghoa di Bandung
Tan, M. G. (2008). Etnis Tionghoa di
Indonesia: Kumpulan Tulisan.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Whitehead, E.G & Brown, M. (2011).
Authenticity
In
Chinese
Leadership: A Quantitative Study
Comparing Western Notions Of
Authentic Constructs With Chinese
Responses To An Authenticity
Instrument. International Journal
Of Leadership Studies, Vol. 6 Iss. 2,
2011 ISSN 1554-3145. Diterima
dari
http://www.regent.edu/acad/global/
publications/ijls/new/vol6iss2/1_W
hitehead-Brown_pp%20161187_jm.pdf
Xiao, S & Froese, F. J. (2008). Work
Values, Job Satisfaction and
Organizational Commitment in
China. Paper presented on July 1,
2008
at
the AIB
Annual
Conference, Milan, Italy. Diterima
dari http://aib.msu.edu/events/2008/