Proses Berpikir Siswa Dalam Penyelesaian Masalah Pythagoras Berdasarkan Gender di Kelas VIII MTs Arrahmah Institutional Repository of IAIN Tulungagung
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teori
1.
Definisi Matematika
Istilah matematika yang mulanya diambil dari perkataan yunani,
mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar
perkataan kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan
mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa,
yaitu mathamein yang mengandung arti belajar (berpikir).1
Secara etimologis, perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh
tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas
dalam dunia rasio (penalaran). Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Berikut beberapa
definisi matematika menurut beberapa ahli:
Johnson
dan
Rising,
matematika
adalah
pola
berpikir,
pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang terdefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi.
1
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ...., hal.
16.
14
Ibid , hal.17
13
14
Reys mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Kline juga mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri
yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan sarana berpikir bentuk, susunan, simbol, serta pola hubungan untuk
membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan adanya
matematika manusia mampu memahami permasalahan sosial, ekonomi, dll.
2.
Proses Berpikir
a.
Definisi Berpikir
Berpikir bagi siswa pada hakikatnya merupakan kemampuan siswa untuk
menyeleksi dan menganalisis bahkan mengkritik pengetahuan yang ia peroleh.
Berpikir juga tidak lepas dari usaha mengadakan penyesuaian pemahaman atas
informasi baru dengan informasi yang sudah dimilikinya sebagai sebuah
pengetahuan. Berfikir dapat didefinisikan sebagai berikut :
Berpikir adalah merupakan aktivitas yang intensional dan terjadi apabila
seseorang menjumpai problema (masalah) yang harus dipecahkan.
2
Berpikir
adalah satu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah
kepada suatu tujuan. 3
2
3
43
Imam Malik, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hal. 55
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.
15
Menurut Psikologi Gestalt memandang berpikir itu merupakan keaktifan
psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengat indra kita.17
Berpikir adalah aktifitas jiwa yang bertujuan untuk memecahkan sesuatu masalah
atau problem, sehingga menemukan hubungan-hubungan dan menentukan sangkut
pautnya.4
Dari pendapat pengertian berpikir diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir
merupakan aktivitas dan proses psikis manusia yang terjadi ketika menemukan
masalah serta bertujuan untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga
menemukan keputusan dari masalah yang dihadapi. Pada umunya, berpikir hanya
dilakukan oleh orang-orang yang sedang mengalami sebuah permasalahan, baik
dalam bentuk soal ujian, kehilangan sesuatu, pengambilan keputusan dan
sebagainya.
b.
Proses Berpikir
Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara
alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang
digunakan,
serta
menghasilkan
suatu
perubahan
terhadap
objek
yang
mempengaruhinya.5 Proses berpikir adalah proses yang terdiri atas penerimaan
informasi (dari luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan, penyimpanan, dan
pengambilan kembali informasi itu dari ingatan siswa.6 Dalam pikiran seseorang
17
Ibid., hal. 46
Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hal. 156
5
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir .., hal. 3
6
Nana Hasanah, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Dan Gender, jurnal tidak di
terbitkan.
4
16
ada struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter dan
fasilitator bagi pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru.
Pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru terbentuk setelah seseorang
mendapatkan masalah, sehingga seseorang berpikir untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Dalam dunia pendidikan masalah diperoleh ketika seorang siswa
mendapatkan soal atau masalah dari seorang guru, salah satunya masalah
matematika.
Masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk
dikerjakan. Dalam hal ini segala sesuatu mengacu kepada pertanyaan,
sehingga dengan kata lain masalah dalam matematika dapat diartikan sebagai
suatu pertanyaan yang membutuhkan atau menghendaki adanya
penyelesaian.7
Masalah matematika menghendaki adanya penyelesaian, maka dalam
menyelesaikan masalah matematika diperlukan proses berpikir agar mampu
menyelesaikan masalah objek dalam matematika. Hal ini didukung oleh pendapat
Soedjadi yang menyatakan bahwa objek dasar matematika yang merupakan fakta,
konsep, relasi/operasi dan prinsip merupakan hal-hal yang abstrak sehingga untuk
memahaminya tidak cukup hanya dengan menghafal tetapi dibutuhkan adanya
proses berpikir8. Maka pembelajaran matematika seharusnya memberikan
penekanan pada proses berpikir siswa, sehingga siswa memiliki kemampuan
berpikir yang baik.
7
Agus Supriyanto dkk, Karakteristik Berpikir Matematis Siswa SMP Majelis Tafsir Al-Qur’an
(Mta) Gemolong Dalam Memecahkan Masalah Matematika P ada Materi Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel (Spldv) Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran Siswa Dan Gender, Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, Vol.2, No.10, Hal 1056-1068, Desember 2014
8
Darma Andreas Ngilawajan, Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Materi Turunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent Dan Field Dependent,
Pedagogia Vol. 2, No. 1, Februari 2013: Halaman 71-83.
17
Dengan memiliki kemampuan berpikir, maka siswa akan lebih baik dalam
memahami dan menguasai konsep-konsep matematika yang dipelajarinya.9 Untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir seperti yang telah dijabarkan diatas,
maka pembelajaran matematika dewasa ini seharusnya difokuskan pada upaya
untuk melatih siswa menggunakan potensi berpikir yang dimiliki. Hal tersebut juga
didukung oleh pendapat Hudojo yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
matematika terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu
melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan
kegiatan mental.10 Pada saat memecahkan masalah, siswa melakukan proses
berpikir dalam pikiran sehingga siswa dapat menentukan jawaban.
Marpaung juga menyatakan bahwa tugas pendidikan matematika adalah
memperjelas proses berpikir siswa dalam mempelajari matematika dan bagaimana
pengetahuan matematika itu diinterpretasi dalam pikiran11. Dengan melakukan
interpretasi terhadap informasi (data) yang dikumpulkan melalui pengamatan
terhadap tingkah laku siswa ketika sedang mempelajari matematika (baik dalam hal
pembentukan konsep maupun dalam suasana pemecahan masalah) akan dapat
dikonstruksi proses berpikir siswa tersebut. Dengan mengetahui proses berpikir
siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
9
Ibid.,
Lela Nur Safrida, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Pemecahan Masalah Terbuka
Berbasis Polya Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX Smp Negeri 7 Jember , ©Kadikma, Vol. 6, No.
1, Hal 25-38, April 2015
11
Nana Hasanah, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Dan Gender, jurnal tidak di
terbitkan.
10
18
Marzano, dkk. Mengajukan delapan komponen utama dari proses berpikir
yakni, pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, penelitian, penyusunan, dan berwacana secara
oral.12 Kemudian Proses berpikir menurut Sumadi bahwa Proses atau jalannya
berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: 1) pembentukan pengertian, 2)
pembentukan pendapat, dan 3) penarikan kesimpulan.13
1)
Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk
melalui tiga tingkat, sebagai berikut:
a)
Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek
tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu.
b)
Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan
ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang
selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan
mana yang tidak hakiki.
c)
Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya
yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki.
2)
12
Pembentukan pendapat
Didi Suryadi dan Tatang Suherman, Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan
Masalah , (Jakarta: Karya Duta Wahana,2008), hal. 23
13
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hal.
55
19
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah
pengertian atau lebih. Selanjutnya pendapat dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
a)
Pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang mengyakan,
yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
b)
Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara
tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada
sesuatu hal.
c)
Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang
menerangkan
kebarangkalian,
kemungkinan-kemungkinan
sesuatu sifat pada sesuatu hal.
3)
Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentukan pendapat
baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu:
a) Keputusan induktif, aitu keputusan yang diambil dari pendapatpendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
b) Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang
khusus, jadi berlawanan dengan keputusan induktif.
c) Keputusan analogis ialah keputusan yang diperoleh dengan
jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapatpendapat khusus yang telah ada.
20
Menurut M Irham yang mengambil pendapat dari Wasty Soemanto, pada
dasarnya aktivitas atau kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yang kompleks
dan dinamis. Proses dinamis dalam berpikir mencakup 3 tahapan, yaitu proses
pembentukan pengertian, proses pembentukan pendapat, dan proses pembentukan
keputusan.14 Atas dasar pendapat tersebut, proses berpikir merupakan aktivitas
memahami sesuatu atau memecahkan suatu masalah melalui proses pemahaman
terhadap sesuatu atau inti masalah yang sedang dihadapi dan faktor-faktor lainnya.
Pada proses menentukan pendapat dalam bentuk menentukan hubungan
antarsesuatu atau masalah tersebut menjadi sebuah konsep tentang bagaimana
individu memandang sesuatu atau masalah yang dihadapi. Pada tahap membentuk
atau mengambil keputusan dilakukan atas dasar pemahaman dan pendapatnya yang
telah terbentuk selama proses dan tahapan-tahapan berpikir sebelumnya.
Proses berpikir pada siswa merupakan wujud keseriusannya dalam belajar.
Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan atau masalah dalam proses
pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti eksperimen, observasi,
dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir pada siswa dalam proses belajar
mengajar bertujuan untuk membangun dan membentuk kebiasaan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik, benar, efektif, dan
efisien.15 Tujuan akhirnya adalah berharap siswa akan menggunakan keterampilanketerampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan nyata di masyarakat.
14
15
Muhammad Irham, dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan ..., hal. 42
Ibid, hal. 48
21
Berdasarkan pemahaman tentang pentingnya kedudukan proses berpikir
dalam pengembangan pribadi dan potensi-potensi siswa, pendidikan dan proses
pembelajaran seharusnya menyediakan ketrampilan berpikir siswa. Dalam proses
berpikir, banyak metode atau model yang dapat digunakan untuk menemukan ide.
Metode dan model-model pembelajaran modern, dapat diterapkan untuk
mengembangkan proses berpikir siswa, sekaligus mengaktifkan proses berpikir
pada belahan otak kanan dan otak kiri.
Dari pendapat ahli yang dikemukakan diatas maka peneliti menyimpulkan
menggunakan tahapan proses berpikir dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Indikator Proses Berpikir
No.
Indikator
1.
1. Siswa memahami ciri-ciri yang dimiliki
objek.
2. Siswa mampu menentukan unsurunsurnya satu demi satu dalam objek
2.
Pembentukan pendapat
1. Siswa mampu menyadari adanya suatu
tanggapan atau pengertian.
2. Siswa mampu menguraikan tanggapan
atau pengertian yang sudah ada, menjadi
beberapa tanggapan yang lebih bersifat
lebih khusus.
3. Siswa mampu menentukan hubungan
antar bagian-bagian menjadi suatu
pendapat yang bersifat kompleks.
Penarikan kesimpulan atau
pembentukan keputusan
1. Siswa menerapkan solusi penyelesaian
dari pendapat yang telah dia bentuk.
2. Siswa
membentuk
keputusan
berdasarkan pendapat-pendapat yang
telah terbentuk.
Pembentukan pengertian
3.
3.
Deskriptor
Penyelesaian Masalah
22
Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan suatu proses penerimaan
tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.16 Langkahlangkah yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah sebagai berikut:17
Pemahaman terhadap maslah, maksudnya mengerti maslah dan melihat apa
a.
yang dikehendaki;
Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai berikut:
a
Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat dipahami kata demi
kata, kalmat demi kalimat.
b
Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari maslah apa yang
dikehendaki dari masalah.
Perencanaan pemecahan masalah
b.
Perencanaan Masalah maksudnya melihat bagaimana macam soal
dihubungkan dan bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan data agar
memperoleh ide membuat suatu rencana pemecahan masalah. Untuk itu dalam
menyusun perencanaan pemecahan maslah, dibutuhkan suatu kreativitas dalam
menyusun strategi pemecahan masalah.
c.
Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah
d.
Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah
Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah maksudnya sebelum
menjawab permasalahan, perlu mereview apakah penyelesaian masalah sudah
sesuai
16
17
dengan
melakukan
kegiatan
sebgai
berikut:
mengecek
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD ...., hal. 116
Ibid ., hal. 124
hasil,
23
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara
lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan
meninjau kembali apakah ada penyelesaia yang lain sehingga dalam memecahkan
masalah dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaian saja, tetapi perlu
dikaji dengan beberapa cara penyelesaian.
4.
Proses Berpikir Menurut Islam
Manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Tapi
manusia dibekali dengan perantara (wasilah) untuk mencari ilmu dan ma’rifah
yaitu dengan akal (‘aql), pendengaran (sam’), dan penglihatan (bashar).18 Semua
perantara tersebut diberikan kepada manusia dengan tujuan untuk mengetahui
kebenaran (haqq) dan menjadikannya dalil atas argumennya dalam berpikir.
Adapun kebenaran yang dipahami dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol
diri supaya tidak terjerumus dalam kesesatan (bathil). Dan untuk mengetahui
kebenaran-kebenaran tersebut diperlukan cara berpikir yang benar pula (tafakkur).
Apabila cara berpikirnya salah maka objek dan hasil yang dipahaminya
pun akan menjadi salah. Maka berikut ini akan dibahas mengenai konsep berpikir
dalam al-Qur’an sebagai aktifitas yang mampu mengantarkan manusia kepada
keimanan dan kesesatan.
a.
Surat Al-Baqarah ayat 21919
18
Mohammad Ismail, Konsep Berpikir Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Akhlak, Ta’dib: Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014, hal.291-312.
19
Al Qur’an dan Terjemahnya , (Medinah: Khadim al Haramain asy Syarifain Raja Fahd, 1411
H), hal. 53
24
ِ اَْ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ٌْْ َكبِ ٌر َوَمنَافِ ُع لِلن
ك َما َذا يُْن ِف ُقو َن قُ ِل
ْ ك َع ِن
َ َّاس َوإُُِْْه َما أَ ْك ََُ ِم ْن نَ ْفعِ ِه َما َويَ ْسأَلُون
َ َيَ ْسأَلُون
ِ
ِ َاّ لَ ُكم اآ
ت لَ َعلّ ُك ْم تَتَ َف ّكُرو َن
َ الْ َع ْف َو َك َذل
ُك يُبَِن
َ ُ ُّ ِ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berpikir,”. (QS. Al-Baqarah: 219)
Surat Al-Baqarah ayat 26620
b.
ِ
ِ ِ
ِ
ٍ َأَي وّد أَح ُد ُكم أَ ْن تَ ُكو َن لَهُ جنّةٌ ِمن ََِ ٍيل وأ َْعن
ْ اب ََْ ِري ِم ْن ََْتِ َها
َُااهَهُ الْك ََُ َولَه
َ اأَْ ُار لَهُ ف َيها م ْن ُك ِنل الّ َّمَرات َوأ
ْ َ
ْ َ ََ
َ
ِ
ِ َاّ لَ ُكم اآ
ِ ِ ذُ ِريّةٌ ضع َفاء فَأَا َاَا إِع
ت لَ َعلّ ُك ْم تَتَ َف ّكُرو َن
َ ت َك َذل
ْ َاح َََق
ُك يُبَِن
ْ َص ٌار فيه ٌََر ف
َ ْ َ َ ُ َُ ن
َ ُ ُّ ِ
Artinya: “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai
kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia
mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah
masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecilkecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu
terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu
supaya kamu memikirkannya ”. (QS. Al-Baqarah: 266)
Surat Al-An’am ayat 5021
c.
20
21
Ibid ., hal. 67.
Ibid ., hal. 194.
25
ِّ ول لَ ُكم ِعْن ِدي خزائِن
ِ ِ ِ ٌ َول لَ ُكم إِِنِ مل
َ قُ ْل ََ ْل
َّ ِوح إ
َ ْ ُ ُب َوا أَق
َ ُك إ ْن أَتّب ُع إا َما ي
ْ ُ ُقُ ْل ا أَق
ُ ََ
َ اّ َوا أ َْعلَ ُم الْغَْي
ِ اأعم والْب
ص ُر أَفَا تَتَ َف ّكُرو َن
َ َ َ ْ يَ ْستَ ِوي
Artinya: “Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib
dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak
memikirkan (nya)? ”. (QS. Al-An’am: 50)
Dari ketiga ayat tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian ayat yang
memerintahkan untuk berpikir. Manusia yang diciptakan lebih sempurna
dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, dimana kesempurnaan ini dapat
dilihat dari adanya akal yang dapat dipergunakan. Allah SWT memerintahkan
kepada kita melalui Surat Al-Baqarah dan Surat Al-An’am untuk mempergunakan
akal dalam menilai, memilah dan memilih, serta memperhatikan perbedaan sebagai
tanda kekuasaanNya. Menjadi sangat penting, terlebih kepada seorang guru untuk
senantiasa mengajak siswa mempergunakan akal yang telah Allah SWT
anugerahkan dengan melakukan pembelajaran yang menuntut keaktifan berpikir
siswa berdasarkan pada tingkat perkembangan kognitif atau intelektual.
5.
Pythagoras
Teorema Pythagoras secara umum menyatakan bahwa dalam sebuah segitiga
siku-siku, luas persegi pada sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah luas
persegi pada kedua sisi siku-sikunya.22 Perhatikan dua segitiga siku-siku berikut
ini.
22
Agustinus Subekti, dkk, Ensiklopedia Matematika 2 ..., hal 114.
26
l
q
p
m
k
r
Gambar 2.1 Segitiga siku-siku
Gambar 2.2 Segitiga Siku-siku
Segitiga siku-siku pada gambar (a) berlaku Teorema Pythagoras:
2
. Segitiga siku-siku pada gambar (b) berlaku Teorema Pythagoras:
2
2
2
=
=
2
2
+
+
Sehingga pada segitiga siku-siku berlaku suatu dalil atau aturan yang disebut
Teorema phytagoras. Teorema Phytagoras berbunyi “ Kuadrat sisi miring sama
dengan jumlah kuadrat kedua sisi lainnya”.23 Misalkan diketahui segitiga siku-siku
ABC berikut:
C
A
B
Gambar 2.3 Segitiga ABC
AC = sisi alas
23
Amir Tjolleng, Jagoan Matematika SMP kelas VII, VIII, dan IX . . ., hal. 186
27
BC = sisi miring
AC = sisi tegak
Sudut A adalah sudut siku-siku. Sisi miring selalu berada di depan sudut sikusiku. Dengan menerapkan dalil Pythagoras pada segitiga di atas diperoleh :
2
2
2
a.
=
=
=
2
2
2
+
−
−
2
2
2
Menentukan panjang sisi segitiga siku-siku
Penggunaan Teorema Pythagoras hanya terbatas pada segitiga siku-siku saja.
Diluar segitiga siku-siku, Teorema Pythagoras tidak dapat digunakan. Apabila kita
menemukan sebuah segitiga siku-siku yang panjang kedua sisinya diketahui, maka
sisi yang ketiga dapat ditentukan panjangnya. Untuk menentukan panjang salah satu
sisi segitiga siku-siku yang belum diketahui tersebut. Dapat digunakan Teorema
Pythagoras yang tentu tidak terlalu sulit diterapkan.
b.
Teorema Pythagoras pada bangun datar
Pada bangun datar, Teorema Pythagoras dapat diterapkan untuk mencari
panjang sisi atau panjang diagonal bangun datar yang bersangkutan. Adapun
caranya sama dengan cara menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku.
6.
Gender
a.
Pengertian gender
Jender berasal dari bahasa Inggris, gender, berarti “jenis kelamin”. Dalam
bukunya Nasaruddin Umar, Webster’s New World Dictionary,mengungkapkan
bahwa jender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
28
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.”24 Gender secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
sosial-budaya.25
Menurut istilah gender merujuk pada kepada perbedaan karakter laki-laki dan
perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat,
status, posisi, dan perannya dalam masyarakat.26 Dalam bukunya Siti Musdah
Mulia, Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.27
Konsep gender mengacu kepada seperangkat sifat, peran, tanggungjawab,
fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat
bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan
dibesarkan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gender
merupakan suatu konsep untuk mengidentifikasi perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya dalam masyarakat.
b.
Kesetaraan gender
Persoalan gender dalam kemajuan pendidikan telah disepakati ada dua basis
legal yang ada di Indonesia yaitu: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang
berbunyi “Setiap warga negara baik perempuan maupun laki-laki, mendapatkan
24
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Dian
Rakyat, 2010), hal. 29
25
Ibid, hal. 31
26
Amin Abdullah, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam ...,hal.11
27
Siti Musdah Mulia, Islam & Inspirasi Kesetaraan Gender ..., hal. 55
29
kesempatan setara untuk mengecap pendidikan”, 2. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang
“Keputusan
mengimplementasikan
Mainstreaming)
Pengarusutamaan
Gender
(Gender
dalam seluruh bidang pembangunan.28 Secara landasan
konstitusional memang tidak ada perbedaan perlakuan.
Landasan kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
1)
Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Q.s adz-dzariyat/51:56:
ِ الِ ّن واْنْ إِا لِي عب ُد
ون
ُ َوَما َخلَ ْق
ُْ َ َ َ ْ ت
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku”
2)
Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara
laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus yaitu, Q.s An- Nahl 16:97
ِ
ِ ِ من ع ِمل
َح َس ِن َما َكانُوا
ْ ّه ْم أ
ْ ِِ َجَرَُ ْم
ُ ااًِا م ْن ذَ َك ٍر أ َْو أُنَّْ َوَُ َو ُم ْؤم ٌن فَلَنُ ْحيِيَنّهُ َحيَا ًة طَيِنبَةً َولَنَ ْج ِزيَن
َ َ َ َْ
يَ ْع َملُو َن
Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan”.
c.
Perbedaan gender
28
Ali Ridho, Bias Gender Dalam Tes, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hal. 3
30
Perbedaan individual menunjukkan pada banyaknya variasi dan variabilitas
dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki individu. Perbedaan individu sangat
kompleks tidak sepenuhnya diperhatikan dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, bahkan oleh seorang ahli pembelajaran sekalipun. Sugihartono
menjelaskan terdapat beberapa jenis perbedaan individu yang banyak dikaji dalam
proses pendidikan dan pembelajaran yaitu kemampuan umum dan khusus atau
intelegensia, bentuk kepribadian, gaya belajar serta jenis kelamin dan gender.29
Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan individu dari sudut pandang biologis lakilaki dan perempuan, sedangkan gender lebih pada aspek psikososial atau peran jenis
antara laki-laki dengan perempuan.
Gender lebih banyak dilihat pada proses dan kegiatan yang dilakukan atau
aktivitas yang berhubungan dengan peran sosial, tingkah laku, kecenderungan sifat
dan atribut lainnya yang menjelaskan arti apakah seorang individu menjadi seorang
laki-laki atau perempuan. Gender muncul disebabkan faktor pengajaran atau karena
diajarkan, baik sadar ataupun tidak disadari masyarakat mulai dari lingkungan
keluarga sampai masyarakat luas. Perbedaan terbesar antara laki-laki dan
perempuan adalah dalam bentuk bagaimana memperlakukan mereka. Hal ini
disebabkan pola perlakukan yang diajarkan dan diturunkan secara sosio-kultural
dari generasi ke generasi secara estafet atau disebut juga pewarisan budaya.
Perbedaan gender dalam hubungannya dengan pendidikan ditunjukkan Elliot
seperti yang terangkum dalam tabel 2.2 berikut.30
29
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan : Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran ..., hal.78
30
Ibid, hal.80
31
Tabel 2.2 Perbedaan Gender Laki-Laki Dan Perempuan
Karakteristik
Perbedaan gender
Perbedaan fisik
Meskipun perempuan matang lebih cepat, laki-laki lebih kuat.
Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas verbal di
tahun- tahun awal dan dapat dipertahankan. Lakilaki mengalami
masalah-masalah bahasa yang lebih banyak dibandingkan
perempuan.
Kemampuan
verbal
Kemampuan
spasial
Kemampuan
matematika
Sains
Agresi
Motivasi
berprestasi
Kemampuan
kognitif
Self-Esteem
Aspirasi Karier
Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spasial, yang berlanjut
semasa sekolah.
Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit perbedaan, lakilaki
menunjukkan superiotas selama sekolah menengah.
Perbedaan gender terlihat meningkat, perempuan mengalami
kemunduran, sementara prestasi laki-laki meningkat.
Laki-laki memiliki pembawaan lebih agresif dibandingkan
perempuan.
Perbedaan tampaknya berhubungan dengan tugas dan situasi.
Laki-laki lebih baik dalam melakukan tugas-tugas stereotype
maskulin (sains, matematika) dan perempuan dalam tugas
stereotype feminism (seni, music). Dalam kompetisi langsung
antara laki-laki dan perempuan ketika remaja, perempuan tampak
turun.
Anak laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki
kemampuan kognitif yang hampir sama. Namun demikian, anak
perempuan lebih baik dalam keterampilan atau tugastugas verbal,
sedangkan anak laki-laki lebih baik dalam hal visual-spasial.
Anak laki-laki lebih memiliki rasa percaya diri dalam mengatasi
masalah dan menilai kinerjanya secara lebih positif, sedangkan
anak perempuan merasa lebih percaya diri dalam hal melakukan
hubungan interpersonal.
Anak laki-laki akan memilih ekspetasi jangka panjang yang lebih
tinggi dan menggambarkan serta mengembangkan stereotype
“maskulinnya”, sedangkan anak perempuan cenderung memilih
karier yang tidak akan mengganggu peran mereka di masa depan
sebagai pasangan atau orang tua.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaaan kemampuan
antara laki-laki dan perempuan, dan memiliki keunggulan masing-masing.
Menurut Susento perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan
kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan
matematika. Keitel menyatakan “Gender, social, and cultural
dimensions are very powerfully interacting in conceptualization of
32
mathematics education,...”. Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender,
sosial dan budaya berpengaruh pada pembelajaran Matematika.31
Oleh karena itu aspek gender perlu menjadi perhatian khusus dalam
pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh TIMSS32
menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan soal-soal spatial yang diberikan kapada
kelompok male dan kelompok female mempunyai perbedaan dalam proses
menjawab soal. Untuk kelompok male mengandalkan strategi spatial ketika
menyelesaikan tugas rotasi mental, sedangkan kelompok female cenderung
menggunakan strategi verbal untuk menyelesaikan tugas ini. Pada tes berikutnya
kelompok female menggunakanketrampilanverbalnyauntuktes visualisasi spatial
yaitu dengan menggunakan petunjuk verbal untuk menyelesaikan soal matematika,
sedangkan kelompok male dengan kemampuan sebaliknya pada tes visualisasi
spatial yang sama mengandalkan petunjuk gambar visual. Hasil akhirnya adalah
kelompok female memiliki skor matematika terendah yang artinya bahwa
kelompok ini mempunyai kemampuan verbal tinggi dan kemampuan spatial
rendah. Kelompok ini merasa kesulitan mengubah informasi verbal menjadi bentuk
gambar. Dengan demikian mendukung teori sebelumnya bahwa siswa perempuan
unggul dalam bidang verbal, namun lemah dalam bidang spatial.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sartini menunjukkan bahwa secara
umum
prestasi
akademik perempuan lebih baik
dibandingkan
dengan
laki-laki33. Indikasi temuan ini sebenarnya sudah ada sejak dasawarsa tujuh
31
Zubaidah Amir MZ, Perspektif Gender Dalam Pembelajaran Matematika , Marwah Vol.
XII No. 1 Juni Th. 2013, hal 14-31.
32
Ibid.,
33
Sartini Nuryoto, Perbedaan Prestasi Akademik Antara Laki-Laki Dan Perempuan Studi Di
Wilayah Yogyakarta , Jurnal Psikologi, 1998, No 2, 16 - 24
33
puluhan. Dengan demikian, perempuan mempunyai comparative advantage pada
bidang pendidikan (Dijk, 1975). Mereka ini lebih tekun, lebih teliti (terutama untuk
bidang ajar matematika), dan bersedia mendengarkan dengan baik. Sikap
emosionalnya yang lebih dominan di banding pada kemampuan fisiknya telah
menempatkan perempuan pada posisi yang sangat baik. Akibatnya, banyak sekali
dijumpai kenyataan bahwa perempuan menempati sebagian besar dari urutan 10
terbesar di setiap sekolah.
Praktik pendidikan memunculkan perlakuan-perlakuan yang berbeda antara
laki-laki dan perempiuan dengan beberapa asumsi yang tidak dapat lepas dari
perbedaan gender. Perbedan-perbedaaan perlakuan guru dan orang tua dilandasi
oleh kecerdasan dan pola interaksi yang dibangun. Perbedaan-perbadaan
pemberian perlakuan atau perilaku terhadap laki-laki dan perempuan dengan
berbagai karakteristiknya lebih banyak disebabkan oleh perlakuan lingkungan yaitu
orang tua dan guru disekolah. Guru perlu memberikan kesempatan yang sama pada
siswa laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas pembelajaran dan
memberikan dukungan pada siswanya untuk aktif dalam setiap proses
pembelajaran. Dengan demikian tidak akan ada lagi perbedaan perilaku dalam
proses pembelajaran disebabkan perbedaan jenis kelamin sehingga siswa akan
belajar dan berprestasi sesuai dengan kemampuan masing-masing tanpa bayangbayang gender.
34
B.
Penelitian Terdahulu
1.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hilda Rusida dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah
matematika materi lingkaran di MTsN Sumberjo Sanankulon Blitar Tahun
Ajaran 2014/2015”, bahwa dalam penelitian yang dilakukan disimpulkan
bahwa: (1) siswa berkemampuan akademik tinggi memenuhi ketiga tahap
proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan
penarikan kesimpulan. (2) siswa berkemampuan akademik sedang memenuhi
dua tahap proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, dan pembentukan
pendapat. (3) siswa berkemampuan akademik rentah tidak memenuhi semua
tahap proses berpikir.
2.
Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Avissa Purnama Yanti dan Muhamad
Syazali yang berjudul “Analisis Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan
Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Bransford dan Stein
Ditinjau dari Adversity Quotient di X MIA 4 MAN I Bandar Lampung.”
Bahwa dalam penelitian yang telah diuji keabsahannya menggunakan
triangulasi teknik dan pembahasan, maka pada penelitian ini diperoleh
simpulan :
a
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe climbers
cenderung
memiliki
tipe
proses
berpikir
konseptual
dalam
menyelesaikan masalah. Subjek AF dalam menyelesaikan masalah
memiliki proses berpikir konseptual dan subjek FN memiliki proses
berpikir konseptual.
35
b
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe campers
cenderung memiliki tipe proses berpikir semikonseptual. Subjek MD
dalam
menyelesaikan
semikonseptual
dan
masalah
subjek
QT
memiliki
memiliki
proses
berpikir
proses
berpikir
semikonseptual.
c
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe quitters
cenderung memiliki tipe proses berpikir komputasional. Subjek LA
dalam menyelesaikan masalah memiliki proses berpikir komputasional
dan subjek SD memiliki proses berpikir komputasional.
3.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hadi Atikasari dalam skripsinya
yang berjudul “Analisis Pemahaman Siswa Berdasarkan Teori Bruner
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Pokok Sudut Dan Garis Pada
Kelas VII-A Mts Guppi Pogalan Trenggalek Tahun Ajaran 2014/2015. ”
bahwa pemahaman siswa di MTs Guppi Pogalan menurut teori Bruner yaitu
bahwa pemahaman siswa itu ada tiga tahapan yaitu tahap enaktif, tahap ikonik
dan tahap simbolik. Setelah diamati dan dianalisis berdasarkan teori Bruner
dalam memahami soal sudut dan garis, ratarata pemahaman siswa masih pada
tahap enaktif. Hal ini dapat membantu siswa untuk mengetahui tingkat pema
hamannya dalam mengerjakan soal. Selain itu dapat menambah keinginan
siswa untuk meningkatkan belajarnya.
36
C.
Paradigma Penelitian
Masalah
Tes
Wawancara
Proses Berpikir
Putra
Putri
Kesimpulan
Kesimpulan
37
Bagan 2.1 Paradigma Penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Deskripsi Teori
1.
Definisi Matematika
Istilah matematika yang mulanya diambil dari perkataan yunani,
mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar
perkataan kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Perkataan
mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa,
yaitu mathamein yang mengandung arti belajar (berpikir).1
Secara etimologis, perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang
diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh
tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas
dalam dunia rasio (penalaran). Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Berikut beberapa
definisi matematika menurut beberapa ahli:
Johnson
dan
Rising,
matematika
adalah
pola
berpikir,
pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang
menggunakan istilah yang terdefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat,
representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide
daripada mengenai bunyi.
1
Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ...., hal.
16.
14
Ibid , hal.17
13
14
Reys mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan
hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
Kline juga mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri
yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa matematika
merupakan sarana berpikir bentuk, susunan, simbol, serta pola hubungan untuk
membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dengan adanya
matematika manusia mampu memahami permasalahan sosial, ekonomi, dll.
2.
Proses Berpikir
a.
Definisi Berpikir
Berpikir bagi siswa pada hakikatnya merupakan kemampuan siswa untuk
menyeleksi dan menganalisis bahkan mengkritik pengetahuan yang ia peroleh.
Berpikir juga tidak lepas dari usaha mengadakan penyesuaian pemahaman atas
informasi baru dengan informasi yang sudah dimilikinya sebagai sebuah
pengetahuan. Berfikir dapat didefinisikan sebagai berikut :
Berpikir adalah merupakan aktivitas yang intensional dan terjadi apabila
seseorang menjumpai problema (masalah) yang harus dipecahkan.
2
Berpikir
adalah satu keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah
kepada suatu tujuan. 3
2
3
43
Imam Malik, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), hal. 55
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal.
15
Menurut Psikologi Gestalt memandang berpikir itu merupakan keaktifan
psikis yang abstrak, yang prosesnya tidak dapat kita amati dengat indra kita.17
Berpikir adalah aktifitas jiwa yang bertujuan untuk memecahkan sesuatu masalah
atau problem, sehingga menemukan hubungan-hubungan dan menentukan sangkut
pautnya.4
Dari pendapat pengertian berpikir diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir
merupakan aktivitas dan proses psikis manusia yang terjadi ketika menemukan
masalah serta bertujuan untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga
menemukan keputusan dari masalah yang dihadapi. Pada umunya, berpikir hanya
dilakukan oleh orang-orang yang sedang mengalami sebuah permasalahan, baik
dalam bentuk soal ujian, kehilangan sesuatu, pengambilan keputusan dan
sebagainya.
b.
Proses Berpikir
Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara
alamiah atau terencana dan sistematis pada konteks ruang, waktu, dan media yang
digunakan,
serta
menghasilkan
suatu
perubahan
terhadap
objek
yang
mempengaruhinya.5 Proses berpikir adalah proses yang terdiri atas penerimaan
informasi (dari luar atau dari dalam diri siswa), pengolahan, penyimpanan, dan
pengambilan kembali informasi itu dari ingatan siswa.6 Dalam pikiran seseorang
17
Ibid., hal. 46
Noer Rohmah, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hal. 156
5
Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir .., hal. 3
6
Nana Hasanah, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Dan Gender, jurnal tidak di
terbitkan.
4
16
ada struktur pengetahuan awal (skema) yang berperan sebagai suatu filter dan
fasilitator bagi pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru.
Pengalaman-pengalaman dan ide-ide baru terbentuk setelah seseorang
mendapatkan masalah, sehingga seseorang berpikir untuk menyelesaikan masalah
tersebut. Dalam dunia pendidikan masalah diperoleh ketika seorang siswa
mendapatkan soal atau masalah dari seorang guru, salah satunya masalah
matematika.
Masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk
dikerjakan. Dalam hal ini segala sesuatu mengacu kepada pertanyaan,
sehingga dengan kata lain masalah dalam matematika dapat diartikan sebagai
suatu pertanyaan yang membutuhkan atau menghendaki adanya
penyelesaian.7
Masalah matematika menghendaki adanya penyelesaian, maka dalam
menyelesaikan masalah matematika diperlukan proses berpikir agar mampu
menyelesaikan masalah objek dalam matematika. Hal ini didukung oleh pendapat
Soedjadi yang menyatakan bahwa objek dasar matematika yang merupakan fakta,
konsep, relasi/operasi dan prinsip merupakan hal-hal yang abstrak sehingga untuk
memahaminya tidak cukup hanya dengan menghafal tetapi dibutuhkan adanya
proses berpikir8. Maka pembelajaran matematika seharusnya memberikan
penekanan pada proses berpikir siswa, sehingga siswa memiliki kemampuan
berpikir yang baik.
7
Agus Supriyanto dkk, Karakteristik Berpikir Matematis Siswa SMP Majelis Tafsir Al-Qur’an
(Mta) Gemolong Dalam Memecahkan Masalah Matematika P ada Materi Sistem Persamaan Linear
Dua Variabel (Spldv) Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran Siswa Dan Gender, Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, Vol.2, No.10, Hal 1056-1068, Desember 2014
8
Darma Andreas Ngilawajan, Proses Berpikir Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Materi Turunan Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent Dan Field Dependent,
Pedagogia Vol. 2, No. 1, Februari 2013: Halaman 71-83.
17
Dengan memiliki kemampuan berpikir, maka siswa akan lebih baik dalam
memahami dan menguasai konsep-konsep matematika yang dipelajarinya.9 Untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir seperti yang telah dijabarkan diatas,
maka pembelajaran matematika dewasa ini seharusnya difokuskan pada upaya
untuk melatih siswa menggunakan potensi berpikir yang dimiliki. Hal tersebut juga
didukung oleh pendapat Hudojo yang menyatakan bahwa dalam proses belajar
matematika terjadi proses berpikir, sebab seorang dikatakan berpikir bila orang itu
melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika pasti melakukan
kegiatan mental.10 Pada saat memecahkan masalah, siswa melakukan proses
berpikir dalam pikiran sehingga siswa dapat menentukan jawaban.
Marpaung juga menyatakan bahwa tugas pendidikan matematika adalah
memperjelas proses berpikir siswa dalam mempelajari matematika dan bagaimana
pengetahuan matematika itu diinterpretasi dalam pikiran11. Dengan melakukan
interpretasi terhadap informasi (data) yang dikumpulkan melalui pengamatan
terhadap tingkah laku siswa ketika sedang mempelajari matematika (baik dalam hal
pembentukan konsep maupun dalam suasana pemecahan masalah) akan dapat
dikonstruksi proses berpikir siswa tersebut. Dengan mengetahui proses berpikir
siswa, guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
9
Ibid.,
Lela Nur Safrida, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Pemecahan Masalah Terbuka
Berbasis Polya Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX Smp Negeri 7 Jember , ©Kadikma, Vol. 6, No.
1, Hal 25-38, April 2015
11
Nana Hasanah, dkk, Analisis Proses Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Extrovert-Introvert Dan Gender, jurnal tidak di
terbitkan.
10
18
Marzano, dkk. Mengajukan delapan komponen utama dari proses berpikir
yakni, pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, penelitian, penyusunan, dan berwacana secara
oral.12 Kemudian Proses berpikir menurut Sumadi bahwa Proses atau jalannya
berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: 1) pembentukan pengertian, 2)
pembentukan pendapat, dan 3) penarikan kesimpulan.13
1)
Pembentukan pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk
melalui tiga tingkat, sebagai berikut:
a)
Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah objek yang sejenis. Objek
tersebut kita perhatikan unsur-unsurnya satu demi satu.
b)
Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan
ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang
selalu ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan
mana yang tidak hakiki.
c)
Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-cirinya
yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki.
2)
12
Pembentukan pendapat
Didi Suryadi dan Tatang Suherman, Eksplorasi Matematika Pembelajaran Pemecahan
Masalah , (Jakarta: Karya Duta Wahana,2008), hal. 23
13
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2004), hal.
55
19
Membentuk pendapat adalah meletakkan hubungan antara dua buah
pengertian atau lebih. Selanjutnya pendapat dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
a)
Pendapat afirmatif atau positif, yaitu pendapat yang mengyakan,
yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
b)
Pendapat negatif, yaitu pendapat yang menidakkan, yang secara
tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada
sesuatu hal.
c)
Pendapat modalitas atau kebarangkalian, yaitu pendapat yang
menerangkan
kebarangkalian,
kemungkinan-kemungkinan
sesuatu sifat pada sesuatu hal.
3)
Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan
Keputusan ialah hasil perbuatan akal untuk membentukan pendapat
baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam
keputusan, yaitu:
a) Keputusan induktif, aitu keputusan yang diambil dari pendapatpendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
b) Keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum ke hal yang
khusus, jadi berlawanan dengan keputusan induktif.
c) Keputusan analogis ialah keputusan yang diperoleh dengan
jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapatpendapat khusus yang telah ada.
20
Menurut M Irham yang mengambil pendapat dari Wasty Soemanto, pada
dasarnya aktivitas atau kegiatan berpikir merupakan sebuah proses yang kompleks
dan dinamis. Proses dinamis dalam berpikir mencakup 3 tahapan, yaitu proses
pembentukan pengertian, proses pembentukan pendapat, dan proses pembentukan
keputusan.14 Atas dasar pendapat tersebut, proses berpikir merupakan aktivitas
memahami sesuatu atau memecahkan suatu masalah melalui proses pemahaman
terhadap sesuatu atau inti masalah yang sedang dihadapi dan faktor-faktor lainnya.
Pada proses menentukan pendapat dalam bentuk menentukan hubungan
antarsesuatu atau masalah tersebut menjadi sebuah konsep tentang bagaimana
individu memandang sesuatu atau masalah yang dihadapi. Pada tahap membentuk
atau mengambil keputusan dilakukan atas dasar pemahaman dan pendapatnya yang
telah terbentuk selama proses dan tahapan-tahapan berpikir sebelumnya.
Proses berpikir pada siswa merupakan wujud keseriusannya dalam belajar.
Berpikir membantu siswa untuk menghadapi persoalan atau masalah dalam proses
pembelajaran, ujian, dan kegiatan pendidikan lain seperti eksperimen, observasi,
dan praktik lapangan lainnya. Proses berpikir pada siswa dalam proses belajar
mengajar bertujuan untuk membangun dan membentuk kebiasaan siswa dalam
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan baik, benar, efektif, dan
efisien.15 Tujuan akhirnya adalah berharap siswa akan menggunakan keterampilanketerampilan berpikirnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan nyata di masyarakat.
14
15
Muhammad Irham, dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan ..., hal. 42
Ibid, hal. 48
21
Berdasarkan pemahaman tentang pentingnya kedudukan proses berpikir
dalam pengembangan pribadi dan potensi-potensi siswa, pendidikan dan proses
pembelajaran seharusnya menyediakan ketrampilan berpikir siswa. Dalam proses
berpikir, banyak metode atau model yang dapat digunakan untuk menemukan ide.
Metode dan model-model pembelajaran modern, dapat diterapkan untuk
mengembangkan proses berpikir siswa, sekaligus mengaktifkan proses berpikir
pada belahan otak kanan dan otak kiri.
Dari pendapat ahli yang dikemukakan diatas maka peneliti menyimpulkan
menggunakan tahapan proses berpikir dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Indikator Proses Berpikir
No.
Indikator
1.
1. Siswa memahami ciri-ciri yang dimiliki
objek.
2. Siswa mampu menentukan unsurunsurnya satu demi satu dalam objek
2.
Pembentukan pendapat
1. Siswa mampu menyadari adanya suatu
tanggapan atau pengertian.
2. Siswa mampu menguraikan tanggapan
atau pengertian yang sudah ada, menjadi
beberapa tanggapan yang lebih bersifat
lebih khusus.
3. Siswa mampu menentukan hubungan
antar bagian-bagian menjadi suatu
pendapat yang bersifat kompleks.
Penarikan kesimpulan atau
pembentukan keputusan
1. Siswa menerapkan solusi penyelesaian
dari pendapat yang telah dia bentuk.
2. Siswa
membentuk
keputusan
berdasarkan pendapat-pendapat yang
telah terbentuk.
Pembentukan pengertian
3.
3.
Deskriptor
Penyelesaian Masalah
22
Pemecahan atau penyelesaian masalah merupakan suatu proses penerimaan
tantangan dan kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut.16 Langkahlangkah yang perlu diperhatikan untuk pemecahan masalah sebagai berikut:17
Pemahaman terhadap maslah, maksudnya mengerti maslah dan melihat apa
a.
yang dikehendaki;
Cara memahami suatu masalah antara lain sebagai berikut:
a
Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat dipahami kata demi
kata, kalmat demi kalimat.
b
Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari maslah apa yang
dikehendaki dari masalah.
Perencanaan pemecahan masalah
b.
Perencanaan Masalah maksudnya melihat bagaimana macam soal
dihubungkan dan bagaimana ketidakjelasan dihubungkan dengan data agar
memperoleh ide membuat suatu rencana pemecahan masalah. Untuk itu dalam
menyusun perencanaan pemecahan maslah, dibutuhkan suatu kreativitas dalam
menyusun strategi pemecahan masalah.
c.
Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah
d.
Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah
Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah maksudnya sebelum
menjawab permasalahan, perlu mereview apakah penyelesaian masalah sudah
sesuai
16
17
dengan
melakukan
kegiatan
sebgai
berikut:
mengecek
Endang Setyo Winarni dan Sri Harmini, Matematika untuk PGSD ...., hal. 116
Ibid ., hal. 124
hasil,
23
menginterprestasikan jawaban yang diperoleh, meninjau kembali apakah ada cara
lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan penyelesaian yang sama, dan
meninjau kembali apakah ada penyelesaia yang lain sehingga dalam memecahkan
masalah dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaian saja, tetapi perlu
dikaji dengan beberapa cara penyelesaian.
4.
Proses Berpikir Menurut Islam
Manusia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Tapi
manusia dibekali dengan perantara (wasilah) untuk mencari ilmu dan ma’rifah
yaitu dengan akal (‘aql), pendengaran (sam’), dan penglihatan (bashar).18 Semua
perantara tersebut diberikan kepada manusia dengan tujuan untuk mengetahui
kebenaran (haqq) dan menjadikannya dalil atas argumennya dalam berpikir.
Adapun kebenaran yang dipahami dapat berfungsi sebagai alat untuk mengontrol
diri supaya tidak terjerumus dalam kesesatan (bathil). Dan untuk mengetahui
kebenaran-kebenaran tersebut diperlukan cara berpikir yang benar pula (tafakkur).
Apabila cara berpikirnya salah maka objek dan hasil yang dipahaminya
pun akan menjadi salah. Maka berikut ini akan dibahas mengenai konsep berpikir
dalam al-Qur’an sebagai aktifitas yang mampu mengantarkan manusia kepada
keimanan dan kesesatan.
a.
Surat Al-Baqarah ayat 21919
18
Mohammad Ismail, Konsep Berpikir Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Akhlak, Ta’dib: Vol. XIX, No. 02, Edisi November 2014, hal.291-312.
19
Al Qur’an dan Terjemahnya , (Medinah: Khadim al Haramain asy Syarifain Raja Fahd, 1411
H), hal. 53
24
ِ اَْ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َما إِ ٌْْ َكبِ ٌر َوَمنَافِ ُع لِلن
ك َما َذا يُْن ِف ُقو َن قُ ِل
ْ ك َع ِن
َ َّاس َوإُُِْْه َما أَ ْك ََُ ِم ْن نَ ْفعِ ِه َما َويَ ْسأَلُون
َ َيَ ْسأَلُون
ِ
ِ َاّ لَ ُكم اآ
ت لَ َعلّ ُك ْم تَتَ َف ّكُرو َن
َ الْ َع ْف َو َك َذل
ُك يُبَِن
َ ُ ُّ ِ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berpikir,”. (QS. Al-Baqarah: 219)
Surat Al-Baqarah ayat 26620
b.
ِ
ِ ِ
ِ
ٍ َأَي وّد أَح ُد ُكم أَ ْن تَ ُكو َن لَهُ جنّةٌ ِمن ََِ ٍيل وأ َْعن
ْ اب ََْ ِري ِم ْن ََْتِ َها
َُااهَهُ الْك ََُ َولَه
َ اأَْ ُار لَهُ ف َيها م ْن ُك ِنل الّ َّمَرات َوأ
ْ َ
ْ َ ََ
َ
ِ
ِ َاّ لَ ُكم اآ
ِ ِ ذُ ِريّةٌ ضع َفاء فَأَا َاَا إِع
ت لَ َعلّ ُك ْم تَتَ َف ّكُرو َن
َ ت َك َذل
ْ َاح َََق
ُك يُبَِن
ْ َص ٌار فيه ٌََر ف
َ ْ َ َ ُ َُ ن
َ ُ ُّ ِ
Artinya: “Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai
kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia
mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah
masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecilkecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu
terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu
supaya kamu memikirkannya ”. (QS. Al-Baqarah: 266)
Surat Al-An’am ayat 5021
c.
20
21
Ibid ., hal. 67.
Ibid ., hal. 194.
25
ِّ ول لَ ُكم ِعْن ِدي خزائِن
ِ ِ ِ ٌ َول لَ ُكم إِِنِ مل
َ قُ ْل ََ ْل
َّ ِوح إ
َ ْ ُ ُب َوا أَق
َ ُك إ ْن أَتّب ُع إا َما ي
ْ ُ ُقُ ْل ا أَق
ُ ََ
َ اّ َوا أ َْعلَ ُم الْغَْي
ِ اأعم والْب
ص ُر أَفَا تَتَ َف ّكُرو َن
َ َ َ ْ يَ ْستَ ِوي
Artinya: “Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib
dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah
sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak
memikirkan (nya)? ”. (QS. Al-An’am: 50)
Dari ketiga ayat tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian ayat yang
memerintahkan untuk berpikir. Manusia yang diciptakan lebih sempurna
dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, dimana kesempurnaan ini dapat
dilihat dari adanya akal yang dapat dipergunakan. Allah SWT memerintahkan
kepada kita melalui Surat Al-Baqarah dan Surat Al-An’am untuk mempergunakan
akal dalam menilai, memilah dan memilih, serta memperhatikan perbedaan sebagai
tanda kekuasaanNya. Menjadi sangat penting, terlebih kepada seorang guru untuk
senantiasa mengajak siswa mempergunakan akal yang telah Allah SWT
anugerahkan dengan melakukan pembelajaran yang menuntut keaktifan berpikir
siswa berdasarkan pada tingkat perkembangan kognitif atau intelektual.
5.
Pythagoras
Teorema Pythagoras secara umum menyatakan bahwa dalam sebuah segitiga
siku-siku, luas persegi pada sisi miring (hipotenusa) sama dengan jumlah luas
persegi pada kedua sisi siku-sikunya.22 Perhatikan dua segitiga siku-siku berikut
ini.
22
Agustinus Subekti, dkk, Ensiklopedia Matematika 2 ..., hal 114.
26
l
q
p
m
k
r
Gambar 2.1 Segitiga siku-siku
Gambar 2.2 Segitiga Siku-siku
Segitiga siku-siku pada gambar (a) berlaku Teorema Pythagoras:
2
. Segitiga siku-siku pada gambar (b) berlaku Teorema Pythagoras:
2
2
2
=
=
2
2
+
+
Sehingga pada segitiga siku-siku berlaku suatu dalil atau aturan yang disebut
Teorema phytagoras. Teorema Phytagoras berbunyi “ Kuadrat sisi miring sama
dengan jumlah kuadrat kedua sisi lainnya”.23 Misalkan diketahui segitiga siku-siku
ABC berikut:
C
A
B
Gambar 2.3 Segitiga ABC
AC = sisi alas
23
Amir Tjolleng, Jagoan Matematika SMP kelas VII, VIII, dan IX . . ., hal. 186
27
BC = sisi miring
AC = sisi tegak
Sudut A adalah sudut siku-siku. Sisi miring selalu berada di depan sudut sikusiku. Dengan menerapkan dalil Pythagoras pada segitiga di atas diperoleh :
2
2
2
a.
=
=
=
2
2
2
+
−
−
2
2
2
Menentukan panjang sisi segitiga siku-siku
Penggunaan Teorema Pythagoras hanya terbatas pada segitiga siku-siku saja.
Diluar segitiga siku-siku, Teorema Pythagoras tidak dapat digunakan. Apabila kita
menemukan sebuah segitiga siku-siku yang panjang kedua sisinya diketahui, maka
sisi yang ketiga dapat ditentukan panjangnya. Untuk menentukan panjang salah satu
sisi segitiga siku-siku yang belum diketahui tersebut. Dapat digunakan Teorema
Pythagoras yang tentu tidak terlalu sulit diterapkan.
b.
Teorema Pythagoras pada bangun datar
Pada bangun datar, Teorema Pythagoras dapat diterapkan untuk mencari
panjang sisi atau panjang diagonal bangun datar yang bersangkutan. Adapun
caranya sama dengan cara menentukan panjang salah satu sisi segitiga siku-siku.
6.
Gender
a.
Pengertian gender
Jender berasal dari bahasa Inggris, gender, berarti “jenis kelamin”. Dalam
bukunya Nasaruddin Umar, Webster’s New World Dictionary,mengungkapkan
bahwa jender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
28
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.”24 Gender secara umum
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
sosial-budaya.25
Menurut istilah gender merujuk pada kepada perbedaan karakter laki-laki dan
perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat,
status, posisi, dan perannya dalam masyarakat.26 Dalam bukunya Siti Musdah
Mulia, Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.27
Konsep gender mengacu kepada seperangkat sifat, peran, tanggungjawab,
fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat
bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan
dibesarkan. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gender
merupakan suatu konsep untuk mengidentifikasi perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya dalam masyarakat.
b.
Kesetaraan gender
Persoalan gender dalam kemajuan pendidikan telah disepakati ada dua basis
legal yang ada di Indonesia yaitu: 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1) yang
berbunyi “Setiap warga negara baik perempuan maupun laki-laki, mendapatkan
24
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Dian
Rakyat, 2010), hal. 29
25
Ibid, hal. 31
26
Amin Abdullah, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam ...,hal.11
27
Siti Musdah Mulia, Islam & Inspirasi Kesetaraan Gender ..., hal. 55
29
kesempatan setara untuk mengecap pendidikan”, 2. Inpres No 9 Tahun 2000 tentang
“Keputusan
mengimplementasikan
Mainstreaming)
Pengarusutamaan
Gender
(Gender
dalam seluruh bidang pembangunan.28 Secara landasan
konstitusional memang tidak ada perbedaan perlakuan.
Landasan kesetaraan gender dalam al-Qur’an.
1)
Laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba
Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada
Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Q.s adz-dzariyat/51:56:
ِ الِ ّن واْنْ إِا لِي عب ُد
ون
ُ َوَما َخلَ ْق
ُْ َ َ َ ْ ت
Artinya : “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku”
2)
Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan antara
laki-laki dan perempuan, ditegaskan secara khusus yaitu, Q.s An- Nahl 16:97
ِ
ِ ِ من ع ِمل
َح َس ِن َما َكانُوا
ْ ّه ْم أ
ْ ِِ َجَرَُ ْم
ُ ااًِا م ْن ذَ َك ٍر أ َْو أُنَّْ َوَُ َو ُم ْؤم ٌن فَلَنُ ْحيِيَنّهُ َحيَا ًة طَيِنبَةً َولَنَ ْج ِزيَن
َ َ َ َْ
يَ ْع َملُو َن
Artinya : “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan”.
c.
Perbedaan gender
28
Ali Ridho, Bias Gender Dalam Tes, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hal. 3
30
Perbedaan individual menunjukkan pada banyaknya variasi dan variabilitas
dari perbedaan-perbedaan yang dimiliki individu. Perbedaan individu sangat
kompleks tidak sepenuhnya diperhatikan dalam dunia pendidikan dan
pembelajaran, bahkan oleh seorang ahli pembelajaran sekalipun. Sugihartono
menjelaskan terdapat beberapa jenis perbedaan individu yang banyak dikaji dalam
proses pendidikan dan pembelajaran yaitu kemampuan umum dan khusus atau
intelegensia, bentuk kepribadian, gaya belajar serta jenis kelamin dan gender.29
Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan individu dari sudut pandang biologis lakilaki dan perempuan, sedangkan gender lebih pada aspek psikososial atau peran jenis
antara laki-laki dengan perempuan.
Gender lebih banyak dilihat pada proses dan kegiatan yang dilakukan atau
aktivitas yang berhubungan dengan peran sosial, tingkah laku, kecenderungan sifat
dan atribut lainnya yang menjelaskan arti apakah seorang individu menjadi seorang
laki-laki atau perempuan. Gender muncul disebabkan faktor pengajaran atau karena
diajarkan, baik sadar ataupun tidak disadari masyarakat mulai dari lingkungan
keluarga sampai masyarakat luas. Perbedaan terbesar antara laki-laki dan
perempuan adalah dalam bentuk bagaimana memperlakukan mereka. Hal ini
disebabkan pola perlakukan yang diajarkan dan diturunkan secara sosio-kultural
dari generasi ke generasi secara estafet atau disebut juga pewarisan budaya.
Perbedaan gender dalam hubungannya dengan pendidikan ditunjukkan Elliot
seperti yang terangkum dalam tabel 2.2 berikut.30
29
Muhammad Irham dan Novan Ardy Wiyani, Psikologi Pendidikan : Teori dan Aplikasi
dalam Proses Pembelajaran ..., hal.78
30
Ibid, hal.80
31
Tabel 2.2 Perbedaan Gender Laki-Laki Dan Perempuan
Karakteristik
Perbedaan gender
Perbedaan fisik
Meskipun perempuan matang lebih cepat, laki-laki lebih kuat.
Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas verbal di
tahun- tahun awal dan dapat dipertahankan. Lakilaki mengalami
masalah-masalah bahasa yang lebih banyak dibandingkan
perempuan.
Kemampuan
verbal
Kemampuan
spasial
Kemampuan
matematika
Sains
Agresi
Motivasi
berprestasi
Kemampuan
kognitif
Self-Esteem
Aspirasi Karier
Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spasial, yang berlanjut
semasa sekolah.
Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit perbedaan, lakilaki
menunjukkan superiotas selama sekolah menengah.
Perbedaan gender terlihat meningkat, perempuan mengalami
kemunduran, sementara prestasi laki-laki meningkat.
Laki-laki memiliki pembawaan lebih agresif dibandingkan
perempuan.
Perbedaan tampaknya berhubungan dengan tugas dan situasi.
Laki-laki lebih baik dalam melakukan tugas-tugas stereotype
maskulin (sains, matematika) dan perempuan dalam tugas
stereotype feminism (seni, music). Dalam kompetisi langsung
antara laki-laki dan perempuan ketika remaja, perempuan tampak
turun.
Anak laki-laki dan perempuan pada dasarnya memiliki
kemampuan kognitif yang hampir sama. Namun demikian, anak
perempuan lebih baik dalam keterampilan atau tugastugas verbal,
sedangkan anak laki-laki lebih baik dalam hal visual-spasial.
Anak laki-laki lebih memiliki rasa percaya diri dalam mengatasi
masalah dan menilai kinerjanya secara lebih positif, sedangkan
anak perempuan merasa lebih percaya diri dalam hal melakukan
hubungan interpersonal.
Anak laki-laki akan memilih ekspetasi jangka panjang yang lebih
tinggi dan menggambarkan serta mengembangkan stereotype
“maskulinnya”, sedangkan anak perempuan cenderung memilih
karier yang tidak akan mengganggu peran mereka di masa depan
sebagai pasangan atau orang tua.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaaan kemampuan
antara laki-laki dan perempuan, dan memiliki keunggulan masing-masing.
Menurut Susento perbedaan gender bukan hanya berakibat pada perbedaan
kemampuan dalam matematika, tetapi cara memperoleh pengetahuan
matematika. Keitel menyatakan “Gender, social, and cultural
dimensions are very powerfully interacting in conceptualization of
32
mathematics education,...”. Berdasarkan pendapat Keitel bahwa gender,
sosial dan budaya berpengaruh pada pembelajaran Matematika.31
Oleh karena itu aspek gender perlu menjadi perhatian khusus dalam
pembelajaran matematika. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh TIMSS32
menyebutkan bahwa untuk menyelesaikan soal-soal spatial yang diberikan kapada
kelompok male dan kelompok female mempunyai perbedaan dalam proses
menjawab soal. Untuk kelompok male mengandalkan strategi spatial ketika
menyelesaikan tugas rotasi mental, sedangkan kelompok female cenderung
menggunakan strategi verbal untuk menyelesaikan tugas ini. Pada tes berikutnya
kelompok female menggunakanketrampilanverbalnyauntuktes visualisasi spatial
yaitu dengan menggunakan petunjuk verbal untuk menyelesaikan soal matematika,
sedangkan kelompok male dengan kemampuan sebaliknya pada tes visualisasi
spatial yang sama mengandalkan petunjuk gambar visual. Hasil akhirnya adalah
kelompok female memiliki skor matematika terendah yang artinya bahwa
kelompok ini mempunyai kemampuan verbal tinggi dan kemampuan spatial
rendah. Kelompok ini merasa kesulitan mengubah informasi verbal menjadi bentuk
gambar. Dengan demikian mendukung teori sebelumnya bahwa siswa perempuan
unggul dalam bidang verbal, namun lemah dalam bidang spatial.
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Sartini menunjukkan bahwa secara
umum
prestasi
akademik perempuan lebih baik
dibandingkan
dengan
laki-laki33. Indikasi temuan ini sebenarnya sudah ada sejak dasawarsa tujuh
31
Zubaidah Amir MZ, Perspektif Gender Dalam Pembelajaran Matematika , Marwah Vol.
XII No. 1 Juni Th. 2013, hal 14-31.
32
Ibid.,
33
Sartini Nuryoto, Perbedaan Prestasi Akademik Antara Laki-Laki Dan Perempuan Studi Di
Wilayah Yogyakarta , Jurnal Psikologi, 1998, No 2, 16 - 24
33
puluhan. Dengan demikian, perempuan mempunyai comparative advantage pada
bidang pendidikan (Dijk, 1975). Mereka ini lebih tekun, lebih teliti (terutama untuk
bidang ajar matematika), dan bersedia mendengarkan dengan baik. Sikap
emosionalnya yang lebih dominan di banding pada kemampuan fisiknya telah
menempatkan perempuan pada posisi yang sangat baik. Akibatnya, banyak sekali
dijumpai kenyataan bahwa perempuan menempati sebagian besar dari urutan 10
terbesar di setiap sekolah.
Praktik pendidikan memunculkan perlakuan-perlakuan yang berbeda antara
laki-laki dan perempiuan dengan beberapa asumsi yang tidak dapat lepas dari
perbedaan gender. Perbedan-perbedaaan perlakuan guru dan orang tua dilandasi
oleh kecerdasan dan pola interaksi yang dibangun. Perbedaan-perbadaan
pemberian perlakuan atau perilaku terhadap laki-laki dan perempuan dengan
berbagai karakteristiknya lebih banyak disebabkan oleh perlakuan lingkungan yaitu
orang tua dan guru disekolah. Guru perlu memberikan kesempatan yang sama pada
siswa laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas pembelajaran dan
memberikan dukungan pada siswanya untuk aktif dalam setiap proses
pembelajaran. Dengan demikian tidak akan ada lagi perbedaan perilaku dalam
proses pembelajaran disebabkan perbedaan jenis kelamin sehingga siswa akan
belajar dan berprestasi sesuai dengan kemampuan masing-masing tanpa bayangbayang gender.
34
B.
Penelitian Terdahulu
1.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hilda Rusida dalam skripsinya yang
berjudul “Analisis proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah
matematika materi lingkaran di MTsN Sumberjo Sanankulon Blitar Tahun
Ajaran 2014/2015”, bahwa dalam penelitian yang dilakukan disimpulkan
bahwa: (1) siswa berkemampuan akademik tinggi memenuhi ketiga tahap
proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan
penarikan kesimpulan. (2) siswa berkemampuan akademik sedang memenuhi
dua tahap proses berpikir, yaitu pembentukan pengertian, dan pembentukan
pendapat. (3) siswa berkemampuan akademik rentah tidak memenuhi semua
tahap proses berpikir.
2.
Dikutip dari jurnal yang ditulis oleh Avissa Purnama Yanti dan Muhamad
Syazali yang berjudul “Analisis Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan
Masalah Matematika Berdasarkan Langkah-Langkah Bransford dan Stein
Ditinjau dari Adversity Quotient di X MIA 4 MAN I Bandar Lampung.”
Bahwa dalam penelitian yang telah diuji keabsahannya menggunakan
triangulasi teknik dan pembahasan, maka pada penelitian ini diperoleh
simpulan :
a
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe climbers
cenderung
memiliki
tipe
proses
berpikir
konseptual
dalam
menyelesaikan masalah. Subjek AF dalam menyelesaikan masalah
memiliki proses berpikir konseptual dan subjek FN memiliki proses
berpikir konseptual.
35
b
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe campers
cenderung memiliki tipe proses berpikir semikonseptual. Subjek MD
dalam
menyelesaikan
semikonseptual
dan
masalah
subjek
QT
memiliki
memiliki
proses
berpikir
proses
berpikir
semikonseptual.
c
Kelompok subjek dengan Adversity Quotient (AQ ) tipe quitters
cenderung memiliki tipe proses berpikir komputasional. Subjek LA
dalam menyelesaikan masalah memiliki proses berpikir komputasional
dan subjek SD memiliki proses berpikir komputasional.
3.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hadi Atikasari dalam skripsinya
yang berjudul “Analisis Pemahaman Siswa Berdasarkan Teori Bruner
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Materi Pokok Sudut Dan Garis Pada
Kelas VII-A Mts Guppi Pogalan Trenggalek Tahun Ajaran 2014/2015. ”
bahwa pemahaman siswa di MTs Guppi Pogalan menurut teori Bruner yaitu
bahwa pemahaman siswa itu ada tiga tahapan yaitu tahap enaktif, tahap ikonik
dan tahap simbolik. Setelah diamati dan dianalisis berdasarkan teori Bruner
dalam memahami soal sudut dan garis, ratarata pemahaman siswa masih pada
tahap enaktif. Hal ini dapat membantu siswa untuk mengetahui tingkat pema
hamannya dalam mengerjakan soal. Selain itu dapat menambah keinginan
siswa untuk meningkatkan belajarnya.
36
C.
Paradigma Penelitian
Masalah
Tes
Wawancara
Proses Berpikir
Putra
Putri
Kesimpulan
Kesimpulan
37
Bagan 2.1 Paradigma Penelitian