BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dalam praktik istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih

  dipahami secara rancu. Banyak para pihak memaknai kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Hal tersebut jelas dapat dilihat dalam ketentuan

  Burgerlijk Wetboekyang dalam hukum Indonesia dikenal dengan Kitab Undang-

  Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat BW/KUH Perdata) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama yang dapat dilihat dalam Buku III tentang Perikatan.

  Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Sementara itu, perjanjian menurut R. Wiryono Prodjodikoro adalah suatu perbuatan hukum dimana mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain

  

1

berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.

  Sementara itu, istilah kontrak dalam perjanjian menyatakan adanya hubungan hukum antara para pihak yang terlibat di dalamnya, seperti kontrak sewa menyewa, kontrak jual beli, kontrak kerja, hampir tidak perlu klarifikasi bagi masyarakat awan

1 R.Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur), 1989, hlm.9

  1 dan seringkali bertolak dari pandangan bahwa yang dimaksud dengan kontrak sebuah

  2 dokumen tertulis.

  Suatu perjanjian atau kontrak dibuat adalah untuk diakui oleh hukum. Dalam perjanjian menurut Ridwan Khairandy “Terdapat tiga asas yang saling berkaitan, yaitu asas konsensualisme (the principle of consensualism), asas kekuatan mengikat kontrak (the principle of binding force of contract) dan asas kebebasan berkontrak

  3 (the principle of freedom of contract)”.

  Subekti yang dikutip Agus Nuda Hermoko berpendapat berbeda mengenai istilah “perjanjian atau persetujuan” dengan “kontrak”. Menurut Subekti, istilah kontrak mempunyai pengertian yang lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian

  4

  atau persetujuan yang tertulis. Sementara dalam Islam, secara etimologis perjanjian (yang dalam bahasa Arab diistilahkan dengan Mu’ahadah Ittifa’, Akad) atau kontrak dapat diartikan sebagai “perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

  5 sorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih”.

  Sebuah perjanjian atau kontrak juga dapat memuat berbagai klausula yang berisi tentang hal-hal yang diperjanjiakan termasuk juga klausul eksonerasi atau klausul pengecualian. Klausula Eksonerasi dimaksudkan agardalam suatu perjanjian dimungkinkan adanya syarat-syarat untuk pengecualian (pembatasan atau 2 Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis Menurut Sistem Civil Law, Common Law, dan Praktek Dagang Internasional, (Bandung : Mandar Maju), 2003, hlm. 65. 3 Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana, Univeversitas Indonesia, Jakarta 2004, hlm. 27. 4 Agus Nuda Hernoko, Hukum Perjajnjian asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), Cet 2, 2011, hlm 13. 5 Chairuman Pasaribu H, Surahwadi K.Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika), Cet 3, 2004, hlm. 1 penghapusan/pembebasan) tanggung jawab. Syarat-syarat itu dituangkan dalam 3 (tiga) macam bentuk yuridis, yaitu :

  1. Tanggung jawab untuk akibat hukum dikurangi atau dihapuskan karena tidak atau kurang baik memenuhi kewajiban (ganti rugi dalam hal wanprestasi);

  2. Kewajiban-kewajiban dibatasi atau dihapuskan (perluasan keadaan darurat);

  3. Salah satu pihak dibebani dengan kewajiban untuk memikul tanggung jawab pihak yang lain, yang mungkin ada untuk kerugian yang diderita oleh pihak

  6 ketiga.

  Berdasarkan uraian di atas, secara prinsipil perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara dua pihak yang cakap melakukan perbuatan hukum, yang bertujuan melaksanakan prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak, yang tidak bertentangan dengan undang undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Namun, seringkali “kedudukan” dari kedua pihak dalam suatu negosiasi yang tidak seimbang,

  7 sehingga menimbulkan perjanjian yang lebih menguntungkan satu pihak saja.

  Pada umumnya apabila dalam hal risiko dan kewajiban atau tanggung jawab antara para pihak tidak seimbang, maka diadakan syarat eksonerasi. Pada hakekatnya tujuan pembatasan atau pembebasan tanggung jawab (syarat eksonerasi) bukanlah untuk memojokkan atau merugikan salah satu pihak, tetapi justru untuk pembagian beban risiko yang layak.Adanya klausula eksonerasi ini juga ditemukan pada perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan yang menjadi objek penelitian tesis ini.

  6 Sudikno Mertokusumo, Penataran Hukum Perikatan II, (Ujung Pandang:Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata), Cet 5, 2006, hlm 13. 7 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, (Bandung :CV. Mandar Maju), 2012, hlm. 216.

  Adanya perjanjian penyerahan anak ini dilakukan antara orang tua kandung atau wali yang kurang mampu kepada panti asuhan agar memperoleh kehidupan yang lebih layak. Jadi dalam hal ini perjanjian penyerahan anak merupakan suatu perbuatan hukum dengan melakukan menyerahkan anak dari orangtua kandung di satu pihak atas anak tersebut kepada pihak lain dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui suatu perjanjian dengan segala akibat hukumnya.

  Penyerahan anak kepadapanti asuhan pada umumnya dilakukan oleh orang tua yang masih hidup atau wali dari anak yang bersangkutan untuk mengurangi beban mereka dan demi mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak bagi anak anak mereka, kemampuan ekonomi yang lemah lah yang menjadi faktor utama. Adanya penyerahan anak kepada panti asuhan ini merupakan salah satu upaya perlindungan dan kasih sayang secara layak dan wajar dari keluarga, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat yang mempunyai andil yang sangat besar bagianak, terutama dalam peran pengasuhan dan mendidik anak menjadi seorang anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Namun karena dalam sebuah keluarga anak tidak mendapat penghidupan yang layak, maka pihak orang tua atau wali dapat menyerahkan anak dimaksud kepada panti asuhan sebagau wujud peran serta masyarakat dan negara dalam perlindungan anak.

  Berkenaan dengan anak, anak sendiri merupakan hasil dari sebuah perkawinan, adapun perkawinan dirumuskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor

  1 Tahun 1974 (UU Nomor 1 Tahun 1974) tentang Perkawinan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

  Sementara pengertian perkawinan menurut Hukum Islam “Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan, yang dilaksanakan

  8

  menurut ketentuan hukum syariat Islam”. Sehubungan dengan pengertian perkawinanini A.Ridwan Halim memberi perincian yang didasarkan pada ketentuan UU No.1 Tahun 1974, bahwa pada dasarnya perkawinan adalah :

  a. Hubungan atau ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita ;

  b. Pada waktu yang sama sebagai suami isteri (asas monogami) ;

  c. Bertujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang sejahtera,

  9 d. Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

  Idealnya dalam sebuah rumah tangga yang dibina melalui hubungan perkawinan berarti anak harus tinggal bersama orang tuanya, untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Akan tetapi pada kenyataanya, masih banyak ditemukan anak-anak yang terlantar. Padahal dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

  23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 4 berbunyi setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan

  8 Zahri Hamid, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-undang Perkawinan di Indonesia, Cet. 3 (Yogyakarta: Binacipta), 2000, hlm. 1. 9 Abdul Ridwan Halim , Hukum Perdata dalam Tanya jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia Jakarta), 2002 , hlm. 35 harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  Apabila dikaitkan dengan adanya perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan yang menjadi objek penelitian ini, maka anak dimaksud tidak hanya anak yang lahir dari anak sebuah perkawinan tetapi juga dapat merupakan anak terlantar yang tidak memiliki orang tua kandung atau anak yang orang tuanya tidak diketahui kedua orang tua kandungnya tetapi masih memiliki wali dari pihak keluarga orang tuanya.

  Adanya penyerahan anak kepada panti asuhan ini juga terjadi di wilayah Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh, di mana dalam praktiknya penyerahan anak kepada panti asuhan ini terjadi pada Panti Asuhan anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Panti asuhan Panti Asuhan anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura merupakan salah satu panti asuhan yang ada di wilayah Provinsi Aceh yang dalam pelaksanaannya bertujuan untuk mengayomi anak anak yatim maupun piatu dalam masa pendidikan 9 (sembilan) tahun, dengan harapan anak anak tersebut tidak putus sekolah. Setelah masa pendidikan itu, anak akan dikembalikan ke orang tua atau walinya masing masing.

  Panti asuhan ini merupakan salah satu program sosial dari Muhammadiyah, dengan membuat panti panti anak yatim seperti ini, diharapkan anak anak yang merupakan generasi penerus bangsa mendapatkan pendidikan formal dan dapat memiliki prestasi seperti anak anak lainnya, sehingga kendala ekonomi menjadi bukan masalah, karena pihak panti akan bertanggungjawab untuk pendidikan selama menjadi anak asuhan di panti tersebut, karena pendidikan merupakan salah satu hak seorang anak.

  Hak anak yang harus dijamin pemenuhannya dalam Islam diantaranya:

  1. Hak untuk hidup Ketika Islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur penangguhan pelaksanaan hukuman terhadap wanita hamil, pada saat itulah kita temukan pengaturan adanya hak untuk hidup bagi anak dalam Islam. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Isra; ayat 31 yang artinya “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar”.

  Aborsi hanya boleh dilakukan apabila kehamilan itu mengancam keselamatan nyawa ibu, sebab keselamatan ibu harus diutamakan. Adapun alasan lain untuk aborsi tidak diperbolehkan sama sekali. Apabila ada yang melakukan aborsi, maka negara akan mengenakan sanksi berupa qishos atau diyat atas pembunuhan jiwa yang dilakukan. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 178 yang artinya:

  “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishosh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang dimaafkan) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik”.

  2. Hak mendapatkan nama yang baik Nama anak adalah penting, karena nama dapat menunjukkan identitas keluarga, bangsa, bahkan aqidah. Islam menganjurkan agar orangtua memberikan nama anak yang menunjukkan identitas Islam, suatu identitas yang melintas batas-batas rasial, geografis, etnis, dan kekerabatan. Selain itu nama juga akan berpengaruh pada konsep diri seseorang. Secara tak sadar orang akan didorong untuk memenuhi image (citra/gambaran) yang terkandung dalam namanya.

  3. Hak pengasuhan (hadhanah)

  4. Hak mendapat kasih sayang

  5. Hak mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga

  6. Hak mendapatkan pendidikan

  10 7. Hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga negara. 10 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian,(Bandung: Alumni Bandung), 2004, hlm. 112. Pasal 4 sampai dengan 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak-hak anak diantaranya:

  1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

  2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

  3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

  4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

  5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

  7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

  8. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

  9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

  10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.

  11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rahabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

  12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapt perlindungan dari keperluan:

  a. Diskriminasi;

  b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

  c. Penelantaran;

  d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan f. Perlakuan salah lainnya.

  13. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

  14. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

  15. Setiap anak behak untuk memperoleh perlindungan dari:

  a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

  b. Pelibatan dalam sengketan bersenjata;

  c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

  d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. Pelibatan dalam peperangan.

  16. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

  17. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

  18. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

  19. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

  a. Mendapatkan perlakuan secara manusiasi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidal memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

  20. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

  21. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

  11 mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

  Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah ini dalam menerima penyerahan anak dilakukan melalui surat pernyataan yang dibuat oleh orangtua kandung secara tertulis dan bermaterai sebagai suatu perjanjian. Surat pernyataan tersebut ditujukan kepada pihak yang akan memelihara anak tersebut. Sejak diserahkannya anak 11 Ibid tersebut, maka sejak itu pula anak tersebut menjadi asuhan pihak panti, dan pihak panti bertanggungjawab dalam biaya pendidikan dan pangan,anak anak juga mendapatkan santunan sandang dari para donatur pada hari hari besar agama Islam.

  Anak yang diasuh oleh panti yang diserahkan langsung oleh orangtua kandung yang masih hidup atau wali dari anak yang bersangkutan dan tetap dicatatkan dalam suatu pembukuan atau pencatatan sehingga semua anak yang diasuh oleh panti tercatat di Dinas Sosial. Mengenai bentuk surat pernyataan penyerahan anak dari orangtua kandung bentuknya sudah baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulklausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

  12 perubahan.

  Adapun klausula baku yang terdapat dalam surat pernyataan tersebut adalah pernyataan bahwa orangtua kandung atau wali tidak akan menggugat apapun yang berkaitan dengan anak tersebut selama dalam asuhan pihak panti asuhan,dan hak orang tua atau wali yang dibatasi ketika akan menjemput anak tersebut.

  Klausula seperti ini disebut klausula eksonerasi yaitu klausula berupa upaya dari panti untuk menghindari dari tanggung jawab terhadap kemungkinan adanya gugatan dari orangtua kandung mengenai anak yang diserahkannya ke pantitersebut.

  Klausula yang hanya menguntungkan salah satu pihak ini bertentangan dengan asas dalam suatu perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak menurut 12 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Yang Seimbang

  Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia), 1993, hlm. 66.

  KUHPerdata, sebagaimana diketahui, bahwa dalam membuat suatu perjanjian seharusnya tidak boleh mencantumkan klausula eksonerasi sebagai upaya pembatasan salah satu pihak dari tanggung jawab hukum jika terjadi hal-hal diluar kehendak para pihak yang bersangkutan, dalam hal ini adalah orangtua kandung yang masih hidup atau wali dengan pihak panti asuhan.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah :

  1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen ?

  2. Bagaimana kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak asuh tersebut ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata?

  3. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahuipelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen.

  2. Untuk mengetahui kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak asuh tersebut ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata.

  3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam.

  D. Manfaat Penelitian

  Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut:

  1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, serta perkembangan hukum di bidang hukum perjanjian dan hukum perlindungan anak, khusunya yang berhubungan dengan masalah perjanjian yang memuat klausula eksenorasi pada penyerahan anak asuh kepada panti asuhan.

  2. Secara Praktis Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Bireuen Provinsi

  Aceh yang terkait dengan penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian termasuk dalam perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen,Aceh)” tidak ditemukan judul penelitian yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka.

  Adapun penelitian sebelumnya yang meneliti tentang perjanjian yang memuat klausula eksenorasi adalah sebagai berikut :

  1. Penelitian berjudul “Suatu Kajian tentang Klausula eksenorasi dalam Perjanjian Kredit Bank di Kota Kisaran (Kajian Dari Profesi Notaris)”,Oleh saudara Timbang Laut, Mahasiswa Kenotariatan, Nomor Induk Mahasiswa 002111042.

  2. Penelitian berjudul Perlindungan Hukum terhadap Nasabah dalam Ketentuan Kontrak Standar (Klausula Baku) Dalam Pembiayaan syari’ah Pada PT. Bank Syari’ah Mandiri Cabang Ahmad Yani dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 18 Undang Undang Perlindungan Konsumen”, Oleh saudara Rommy Yudistira Lubis, Nomor Induk Mahasiswa 107005017.

  3. Penelitian berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang Dalam Pengiriman Barang Paket Dengan Klausula Eksonerasi (Studi Kasus di PT. Eltha Medan)”, Oleh saudara Olga Anne Marie Depari, Nomor Induk Mahasiswa 017011049.

  4. Penelitian berjudul “Tinjauan Hukum Atas Klausula eksenorasi dalam Perjanjian Pengangkutan Udara”, Oleh saudari Sophia Eka Cita, Nomor Induk Mahasiswa 037011079.

  Jika dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,maka terlihat perbedaan sudut pandang objek penelitian sebelumnya dengan penelitian ini, dengan demikian pokok pembahasannya akan berbeda pula. Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)” adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa “untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran

  13

  teoritis’’ Dilihat dari substansi penelitian, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian yang bersifat normatif dan dokrinal. Penelitian normatif berupa penelitian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi (case law), kontrak, dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Penelitian terhadap nilai-nilai yang

  14 hidup dalam masyarakat kadang-kadang disebut juga penelitian hukum empirik.

  Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara cara untuk mengorganisasikan dan mengintrepretasikan hasil hasil penelitian dan

  15

  menghubungkannya dengan hasil hasil penelitian. Apabila dikaitkan dengan objek penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan pisau 13 14 Ronny H. Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta : Intermasa) 1992, hlm 22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (jakarta:Yurika Vol.16 Nomor.1, Maret-

  April), 2001, hlm 126 15 Burhan ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta), 1998, hlm.23

  analisis dalam membahas masalah penelitian. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Teori Kepentingan (UtilitarianismeTheory) dari Jeremy Bentham.

  Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith dengan teori ekonomi klasiknya mendasari pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme. Utilatarianism

  

16

  dan teori klasik ekonomi laissez faire. dianggap saling melengkapi dan sama-

  17 sama menghidupkan pemikiran liberlis individualistis.

  Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and

  Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-

  mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut Teory Utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya.

  Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada

  18

  hukum. Dalam hal ini pendapat dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum.

  Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum (kaedah hukum), dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara. Keistimewaan dari 16 Istilah laissez bukan berasal dari Adam Smith. Istilah itu pada mulanya dikemukakan oleh

  Vincent de Gournay, salah seorang pelopor mazhab fisiokrat. Istilah lengkapnya adalah “laissez faire, laissez passer, lemonade va alors de lui meme”, secara arafiah berarti “Biarlah berbuat, biarlah berlalu, dunia akan tetap berputar terus’. 17 18 Sutan Remy Sjahdeini,Ibid, hlm.17.

  L.J.van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Pradnya Paramita: Jakarta), 1981 hlm. 168. norma hukum justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya berupa ancaman hukuman. Bahwa undang-undang adalah keputusan kehendak dari satu pihak; perjanjian, keputusan kehendak dari dua pihak; dengan kata lain, bahwa orang terikat pada perjanjian berdasar atas kehendaknya sendiri, pada

  19 undang-undang terlepas dari kehendaknya.

  b. Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe Mengenai Teori kedaudalan sebagaimana dikatakan Krabbe: “aldus moet ook

  van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, yang kurang lebih artinya,

  “Demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk Negara. Oleh karena itu, menurut Krabbe; Negara yang baik adalah negara hukum (rechtstaat), tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan

  20 kepada hukum.

  Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasanya mungkin ia tidak membaca menjadi 19 20 Ibid., hlm. 168.

  Ibid. tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang

  21 diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

  Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan Syahrani, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pda saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar (ontvangs theorie), tetapi dalam keadaan luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai dialamatnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau beberapa

  22 bulan kemudian, misalnya karena berpergian atau sakit keras.

  Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUHPerdata, dalam istilah “semua”. Kata-kata “semua” menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan

  23 perjanjian.

  c. Teori Kemaslahatan Kemaslahatan sangat penting dalam Hukum, karena hukum itu diciptakan untuk kemaslahatan banyak orang. Demikian pula dengan perjanjian yang dibahas dalam penulisan ini, dibuat untuk kemaslahatan para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.Kemaslahatan dalam perspektif hukum Islam adalah 21 22 Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta: Intermasa) Cet VI. 2009, hlm. 29-30. 23 Riduan Syahrani, Op.Cit. hlm. 216.

  Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Bandung Alumni), 1994, hlm. 87. sesuatu yang prinsip. Prinsip maslahat sebagai dasar orientasi perkembangan hukum islam telah disepakati oleh para ahli. Namun, para ulama cukup berpolemik dalam menentukan kriteria kemaslahatan umum tersebut. Diantara gagasan yang mengemuka dan cukup kontroversial dalam teori kemaslahatan dalam visi pembaruan hukum Islam ini dikemukakan oleh Najm al-Din al-Thufi. Dalam pemikiran Najm al-Din al-Thufi, intisari dari keseluruhan ajaran Islam

  24 yang termuat dalam nash ialah kemaslahatan bagi manusia secara universal.

  Secara terminologis, al-Thufi merumuskan al-maslahah sebagai suatu ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara’ dalam bentuk ibadah atau adat kebiasaan. Dengan demikian, kemaslahatan dalam arti syara’ dipandang sebagai sesuatu yang dapat membawa kepada tujuan syara’.

  Dalam persepsi umum para ulama, kemaslahatan itu harus mendapatkan dukungan dari syara’, baik melalui nash tertentu maupun cakupan makna dari sejumlah nash. Sementara Ghazali merusmuskan kemaslahatan dalam kerangka mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk memelihara tujuan tujuan

  25 syara’, secara sederhana kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik.

  Kemaslahatan dalam hukum islam tidak boleh bertentangan dengan syariat.

2. Kerangka Konsepsional

  Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori dan sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam 24 Efrinaldi, ”Teori Kemaslahatan”, http://multiply.com/journal/item/15. diakses tanggal 26 Febuari 2013. 25 Ibid

  pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan

  26

  dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas. Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefinisikan beberapa istilah yang merupakan konsep dasar, yaitu : a. Perikatan dan Perjanjian

  Mengenai ketentuan tentang kontrak diatur dalam Buku III KUHPerdata yang berjudul Perihal Perikatan. Perkataan “perikatan”(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Dalam Buku III juga diatur tentang hubungan hukum yang sama sekali sekali tidak bersumber kepada suatu persetujuan atau perjanjian. Pada umumnya Buku III mengatur tentang perikatan- perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Istilah “Hukum Perikatan”, terdiri dari dua golongan besar, yaitu, hukum perikatan yang berasal dari undang-undang dan hukum perikatan yang berasal dari Perjanjian. Menurut Subekti perikatan berisi hukum perjanjian, perikatan merupakan sesuatu yang

  27 abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.

  b. Klausula Eksenorasi Klausula yang berisi ketentuan dan persyaratan dikenal sebagai klausula eksonerasi(exoneration clouse) atau klausula eksemsi(exsemtion clause).

  Klausula baku yang merupakan klausul eksonerasi jelas telah merugikan pihak penutup kontrak atau penerima tawaran, karena ia harus bertanggungjawab atas akibat hukum tertentu dan memikul kewajiban tertentu yang menurut hukum bukan merupakan tanggungjawab atau kewajibannya. 26 27 Samadi suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo), 1998, hlm.38 Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa) Cetakan ke-XII, 2005. hlm. 122.

  c. Perjanjian penyerahan anak Perjanjian ini merupakan perjanjian yang dibuat oleh pihak yayasan atau panti asuhan selaku pihak yang menerima anak dengan pihak orang tua atau wali selaku pihak yang menyerahkan anak. Perjanjian ini tidak berpengaruh pada status hukum anak dan walinya, anak hanya dititipkan dalam asuhan pihak panti selama masa sekolah.

  d. Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh.

  Panti asuhan ini merupakan sebuah wadah sosial yang merupakan program amal dari Muhammadiyah, bergerak di bidang pengasuhan anak anak yatim dan piatu khusus usia sekolah. Berlokasi di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh.

G. Metode Penelitian

  Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodologi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu penelitian, normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat ada yang melaluiwawancara langsung. Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif.

  Dalam penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis empiris dengan melakukan kajian yang komprehensif dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung ke lokasi penelitian, sedangkan untuk mendukung hasil wawancara dilakukan dengan metode normatif, yaitu dengan mengkaji berbagai sumber hukum yang berlaku.

1. Pendekatan Masalah Penelitian

  a. Sifat Penelitian Guna mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian bersifat deskriptis analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah metode pendekatan empiris, yang penelitan yang mengacu pada hasil penelitian lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara.

  Metode pendekatanyang digunakan adalah yuridis empiris yang digunakan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji aplikasi di lapangan, melihat bentuk perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen, kedudukan dan keabsahan klausula eksonerasi dalam perjanjian dan akibat hukum yang timbul. dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam.

  b. Lokasi Penelitian

  Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena adanya sebuah Panti Asuhan di wilayah kecamatan yang menggunakan perjanjian dalam penyerahan anak asuh dan perjanjian tersebut memuat klausula eksenorasi.

  c. Populasi dan sampel penelitian Populasi adalah keseluruhan unit dari lokasi dalam penelitian, sedangkan sampel adalah unit terkecil yang diambil guna mewakili populasi itu sendiri. Sampel yang diambil peneliti adalah seluruh pengurus Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, dan 10% (sepuluh persen) wali dari anak asuh.

2. Teknik Pengumpulan Data

  Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelaahan bahan hasil wawancara atau data primer, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

  a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permaslahan.

  b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi yang meliputi buku buku dan karya ilmiah.

  c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang diharapkan memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

  Untuk mendukung data primer tersebut, dilakukan wawancara terhadap responden dan informan yang ditentukan, yaitu pihak Panti asuhan Anak Yatim Muhammadiyah cabang Gandapura Kabupaten Bireun, Aceh, wali anak asuh, dan Pejabat di Dinas Sosial Kota Bireuen.

3. Alat Pengumpulan Data

  Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpul data yaitu :

  a. Studi dokumen yang dilakukan untuk menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting yang berhubungan dengan perjanjian penyerahan anak asuh kepada Panti Asuhan.

  b. Wawancara dengan responden dan informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini. Wawancara dimaksud adalah sebagaimana dikemukakan Herman Warsito dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide) yang digunakan pewawancara, menguraikan masalah penelitian yang biasanya dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak

  28 menghambat jalannya wawancara.

  Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara secara langsung (tatap muka) dengan menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) yang akan diajukan secara lisan kepada responden daninforman, bertujuan untuk mendapatkan data yang mendalam, utuh dan lengkap sehingga dapat dipakai untuk membantu.

4. Analisis Data

  Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian disusun secara sistematis, pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterprestasian secara logis sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berpikir induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan ilmiah.

Dokumen yang terkait

Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)

7 182 162

Kesejahteraan Sosial Anak Binaan Panti Asuhan Elida

4 79 103

Pengaruh Pelayanan Sosial Terhadap Perilaku Anak Asuh Di Panti Asuhan Bait Allah Medan

2 84 131

Gambaran Perilaku Anak Panti Asuhan Terhadap Pencegahan Scabies Di Yayasan Panti Asuhan Putera Al Jam’iyatl Washliyah Kecamatan Binjai Selatan Tahun 2015

7 67 125

Sistem Informasi Manajemen Panti Asuhan Di Panti Sosial Asuhan Anak Amanah Bunda Bandung

1 7 1

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang - Koeksistensi Sistem Hukum Dalam Pengelolaan Pendidikan Panti Asuhan Al-Hakiim Desa Paya Kulbi Karang Baru Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN - Efektivitas Pelayanan Sosial Anak di Bidang Pendidikan di Panti Asuhan Yayasan Amal-Sosial Al-Washliyah Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor

0 0 9

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Pemilik Panti Asuhan Terhadap Kekerasan Yang Dilakukan Pada Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klas I.A Khusus Tangerang No. 1617/Pid.Sus/2014/Pn.Tng)

0 0 23

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perbedaan Kesepian antara Remaja Panti Asuhan dan Remaja yang Tinggal dengan Keluarga

0 1 13

BAB II PELAKSANAAN PENYERAHAN ANAK ASUH PADA PANTI ASUHAN ANAK YATIM MUHAMMADIYAH CABANG GANDAPURA BIREUEN A. Pengertian Anak dan Anak Asuh - Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelit

1 5 51