Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)

(1)

TESIS

Oleh

NIA WINATA

117011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NIA WINATA

117011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 117011009

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD) (Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD

2. Notaris/PPAT Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris/PPAT Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

Nama : NIA WINATA

Nim : 117011009

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA

EKSONERASI DALAM PERJANJIAN PENYERAHAN ANAK ASUH KEPADA PANTI ASUHAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : NIA WINATA


(6)

Kondisi ini selanjutnya mendorong orang tua atau wali menyerahkan anak yang dimaksud ke panti asuhan. Penyerahan anak tersebut seperti halnya yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen melalui sebuah perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi yang berpotensi merugikan salah satu pihak.

Teori yang digunakan dalam Penelitian ini adalah teori kepentingan (Utilitarianisme Theory), teori kedaulatan hukum dan teori kemaslahatan, sedangkan metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen. Teknik pengumpulan data dalam tesis ini dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen dilakukan melalui sebuah perjanjian penyerahan anak berupa berita acara penyerahan dan pernyataan orang tua atau wali yang yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak panti asuhan, yang berisi klausula mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian. Kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak asuh tersebut ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata merupakan perjanjian yang dibuat atas kesepakatan para pihak yang terlibat di dalamnya dan mengikat kedua pihak walaupun hanya dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan. Perjanjian penyerahan anak yang memuat klausula eksonerasi tidak memenuhi asas kebebasan berkontrak karena hal yang penting dalam membuat suatu perjanjian yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak tidak terpenuhi yaitu mengenai kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya. Akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi dilihat dari sistem kemasyarakatan yang dianut oleh masyarakat setempatAdanya klausul eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak hanya sebatas dalam masa pembinaan dan tidak berakibat pada putusnya hubungan antara anak dengan orang tua/walinya.


(7)

support the life and the education of the child. Therefore, they are motivated to send the child to an orphanage. The process of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen, is done through a contract which contains a clause which potentially harms one of the parties.

The research used utilitarianism theory, legal sovereignty theory, and benefit theory; besides that, it also used descriptive analytic and judicial normative approach which described, explained, and analyzed the implementation of the contract of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen. The data were gathered by conducting interviews and library research.

The result of the research showed that the implementation of the contract of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen, was done through a contract of handing over a child which consisted of minutes of the handing over and the statement from the parents or guardians which had been prepared by the management of the orphanage, containing a clause about the right and obligation of the parties concerned in the contract. The position of the exoneration clause in the contract, according to the Islamic Law and the Civil Law, is made on the agreement of the parties involved in the contract which binding and conclusive although it is made underhandedly. A contract of handing over a child which contains exoneration clause does not fulfill the principle of freedom for making an agreement because the important thing in making a contract which is based on the freedom for making an agreement is not fulfilled; that is, about the freedom to determine or to select the clause of the contract. The legal consequence of the contract which contains exoneration element can be seen from the community system followed by the local people. An exoneration clause in a contract of handing over a child is only limited to the period of guidance, and it does not cause the broken off between the child and his parents or guardians.


(8)

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)”.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar BapakBapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN., Prof. H. M. Hasballah Thaib, M.A., Ph.D., dan Notaris/PPAT Dr. Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(9)

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah. 6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan Reguler Khusus tahun 2011 yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

8. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pemberi motivasi terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya Kedua orang tua sertaSaudara-saudariku yang telah memberikan semangat dan doa kepada Penulis.

Teristimewa penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada Suami dan Anak-anakku yang selama ini telah menjadi inspirasi dan memberikan semangat sehingga menjadi motivasi warna tersendiri dalam kehidupan dan juga


(10)

pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariaan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.Amien Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, Januari 2014 Penulis,


(11)

1. Nama : Nia Winata

2. Tempat, Tanggal Lahir : Gandapura, 30 Mei 1987 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : Islam

6. Alamat : Jl. Cendana Utama No.3, Jeulingke, Banda Aceh

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Mahdi Usman, S.H

2. Nama Ibu : Nurlela, A.Md

3. Nama Saudara : Tia Rizky III. PENDIDIKAN

1. SD : MIN Gandapura Tahun

Tahun 1993-1999

2. SMP : MTsN Darul Ulum

Tahun 1999-2002

3. SMA : SMU Negeri 4 Banda Aceh

Tahun 2002-2005 4. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Syiah Kuala

Tahun 2005-2009

5. Perguruan Tinggi (S2) : Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara


(12)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ASING... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 20

BAB II PELAKSANAAN PENYERAHAN ANAK ASUH PADA PANTI ASUHAN ANAK YATIM MUHAMMADIYAH CABANG GANDAPURA BIREUEN ... 25

A. Pengertian Anak dan Anak Asuh ... 25

B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak ... 35

C. Tanggung Jawab Terhadap Anak ... 43

D. Pengertian Panti Asuhan dan Tujuannya dalam Pemeliharaan Anak Asuh ... 51

E. Pelaksanaan Penyerahaan Anak Asuh Pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Gandapura Bireuen ... 60

BAB III KEDUDUKAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN PENYERAHAN ANAK ASUH DITINJAU DARI HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA ... 76

A. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian ... 76

B. Hak dan Kewajiban dalam Perjanjian ... 96


(13)

PENYERAHAN ANAK ASUH YANG MENGANDUNG KLAUSUL EKSENORASI DITINJAU DARI HUKUM

ISLAM ... 127

A. Pengertian Akibat Hukum Terhadap Para Pihak dalam Perjanjian ... 127

B. Akibat Hukum Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan dengan Klausul Eksonerasi Menurut Hukum Islam ... 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 137

A. Kesimpulan ... 137

B. Saran ... 139


(14)

Burgerlijk Wetboek : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Case law : Yurisprudensi

Child Abuse : Anak dengan perlakuan salah Confectie karakter : Sifat konfeksi

Consensualism : Konsensus/konsensualisme Contract/Overeenkomst : Perjanjian

Contracts underseal : Perjanjian tertulis dan bercap

Curatele : Pengampuan

Curiously : Rasa ingin tahu

De leer van de algemenewils

onderwerping : Ajaran penundukan kehendak yang umum

Offer : Penawaran

Exoneration clouse : Klausula eksonerasi Exsemtion clause : Klausula eksemsi

Freedom : Kebebasan

Khaliq : Pencipta

Legal cause : Sebab yang halal

Meerderjarigheid : Telah dewasa Minderjarigheid : Belum dewasa Mu’ahadah Ittifa’/ Akad : Perjanjian

Mumayyiz : Menjelang dewasa

Nasab : Keturunan/hubungan keluarga

Negotiabe contracts : Perjanjian penembusan Onrechmatige daad : Perbuatan Melawan Hukum

Open system : Sistem terbuka

Optimal law : Hukum pelengkap

Promisor : Pemberi janji

Rechtsstaat : Negara Hukum

Recognizance : Perjanjian di hadapan pengadilan Sa’adatal-dunain : Dunia dan akhirat

Undue influence : Penyalahgunaan keadaan Utilitarianisme : Kepentingan

Venia aetetis : Pendewasaan

Verbintenis : Perikatan

Verklaring : Pernyataan

Waladan salih : Anak yang shalih

Will : Keinginan


(15)

KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

QS : AlQur’an Surat

SWT : Subhanahu Wa Ta’ala

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SMA : Sekolah Menengah Atas

UEP : Usaha Ekonomi Produktif

UU : Undang-Undang


(16)

Kondisi ini selanjutnya mendorong orang tua atau wali menyerahkan anak yang dimaksud ke panti asuhan. Penyerahan anak tersebut seperti halnya yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen melalui sebuah perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi yang berpotensi merugikan salah satu pihak.

Teori yang digunakan dalam Penelitian ini adalah teori kepentingan (Utilitarianisme Theory), teori kedaulatan hukum dan teori kemaslahatan, sedangkan metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, yang menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis tentang pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen. Teknik pengumpulan data dalam tesis ini dilakukan dengan cara wawancara dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen dilakukan melalui sebuah perjanjian penyerahan anak berupa berita acara penyerahan dan pernyataan orang tua atau wali yang yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh pihak panti asuhan, yang berisi klausula mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian. Kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak asuh tersebut ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata merupakan perjanjian yang dibuat atas kesepakatan para pihak yang terlibat di dalamnya dan mengikat kedua pihak walaupun hanya dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan. Perjanjian penyerahan anak yang memuat klausula eksonerasi tidak memenuhi asas kebebasan berkontrak karena hal yang penting dalam membuat suatu perjanjian yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak tidak terpenuhi yaitu mengenai kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya. Akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi dilihat dari sistem kemasyarakatan yang dianut oleh masyarakat setempatAdanya klausul eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak hanya sebatas dalam masa pembinaan dan tidak berakibat pada putusnya hubungan antara anak dengan orang tua/walinya.


(17)

support the life and the education of the child. Therefore, they are motivated to send the child to an orphanage. The process of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen, is done through a contract which contains a clause which potentially harms one of the parties.

The research used utilitarianism theory, legal sovereignty theory, and benefit theory; besides that, it also used descriptive analytic and judicial normative approach which described, explained, and analyzed the implementation of the contract of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen. The data were gathered by conducting interviews and library research.

The result of the research showed that the implementation of the contract of handing over a child to Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, Bireuen, was done through a contract of handing over a child which consisted of minutes of the handing over and the statement from the parents or guardians which had been prepared by the management of the orphanage, containing a clause about the right and obligation of the parties concerned in the contract. The position of the exoneration clause in the contract, according to the Islamic Law and the Civil Law, is made on the agreement of the parties involved in the contract which binding and conclusive although it is made underhandedly. A contract of handing over a child which contains exoneration clause does not fulfill the principle of freedom for making an agreement because the important thing in making a contract which is based on the freedom for making an agreement is not fulfilled; that is, about the freedom to determine or to select the clause of the contract. The legal consequence of the contract which contains exoneration element can be seen from the community system followed by the local people. An exoneration clause in a contract of handing over a child is only limited to the period of guidance, and it does not cause the broken off between the child and his parents or guardians.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dalam praktik istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak para pihak memaknai kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Hal tersebut jelas dapat dilihat dalam ketentuan

Burgerlijk Wetboekyang dalam hukum Indonesia dikenal dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat BW/KUH Perdata) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama yang dapat dilihat dalam Buku III tentang Perikatan.

Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih. Sementara itu, perjanjian menurut R. Wiryono Prodjodikoro adalah suatu perbuatan hukum dimana mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji tersebut.1

Sementara itu, istilah kontrak dalam perjanjian menyatakan adanya hubungan hukum antara para pihak yang terlibat di dalamnya, seperti kontrak sewa menyewa, kontrak jual beli, kontrak kerja, hampir tidak perlu klarifikasi bagi masyarakat awan


(19)

dan seringkali bertolak dari pandangan bahwa yang dimaksud dengan kontrak sebuah dokumen tertulis.2

Suatu perjanjian atau kontrak dibuat adalah untuk diakui oleh hukum. Dalam perjanjian menurut Ridwan Khairandy “Terdapat tiga asas yang saling berkaitan, yaitu asas konsensualisme (the principle of consensualism), asas kekuatan mengikat kontrak (the principle of binding force of contract) dan asas kebebasan berkontrak (the principle of freedom of contract)”.3

Subekti yang dikutip Agus Nuda Hermoko berpendapat berbeda mengenai istilah “perjanjian atau persetujuan” dengan “kontrak”. Menurut Subekti, istilah kontrak mempunyai pengertian yang lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.4Sementara dalam Islam, secara etimologis perjanjian (yang dalam bahasa Arab diistilahkan denganMu’ahadah Ittifa’, Akad) atau kontrak dapat diartikan sebagai “perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana sorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seseorang lain atau lebih”.5

Sebuah perjanjian atau kontrak juga dapat memuat berbagai klausula yang berisi tentang hal-hal yang diperjanjiakan termasuk juga klausul eksonerasi atau klausul pengecualian. Klausula Eksonerasi dimaksudkan agardalam suatu perjanjian dimungkinkan adanya syarat-syarat untuk pengecualian (pembatasan atau

2Soedjono Dirdjosisworo, Kontrak Bisnis Menurut Sistem Civil Law, Common Law, dan

Praktek Dagang Internasional, (Bandung : Mandar Maju), 2003, hlm. 65.

3Ridwan Khairandy, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana,

Univeversitas Indonesia, Jakarta 2004, hlm. 27.

4Agus Nuda Hernoko,Hukum Perjajnjian asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group), Cet 2, 2011, hlm 13.

5Chairuman Pasaribu H, Surahwadi K.Lubis,Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta : Sinar


(20)

penghapusan/pembebasan) tanggung jawab. Syarat-syarat itu dituangkan dalam 3 (tiga) macam bentuk yuridis, yaitu :

1. Tanggung jawab untuk akibat hukum dikurangi atau dihapuskan karena tidak atau kurang baik memenuhi kewajiban (ganti rugi dalam hal wanprestasi); 2. Kewajiban-kewajiban dibatasi atau dihapuskan (perluasan keadaan darurat); 3. Salah satu pihak dibebani dengan kewajiban untuk memikul tanggung jawab

pihak yang lain, yang mungkin ada untuk kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.6

Berdasarkan uraian di atas, secara prinsipil perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara dua pihak yang cakap melakukan perbuatan hukum, yang bertujuan melaksanakan prestasi yang diperjanjikan dalam kontrak, yang tidak bertentangan dengan undang undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Namun, seringkali “kedudukan” dari kedua pihak dalam suatu negosiasi yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan perjanjian yang lebih menguntungkan satu pihak saja.7

Pada umumnya apabila dalam hal risiko dan kewajiban atau tanggung jawab antara para pihak tidak seimbang, maka diadakan syarat eksonerasi. Pada hakekatnya tujuan pembatasan atau pembebasan tanggung jawab (syarat eksonerasi) bukanlah untuk memojokkan atau merugikan salah satu pihak, tetapi justru untuk pembagian beban risiko yang layak.Adanya klausula eksonerasi ini juga ditemukan pada perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan yang menjadi objek penelitian tesis ini.

6Sudikno Mertokusumo,Penataran Hukum Perikatan II, (Ujung Pandang:Dewan Kerjasama

Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata), Cet 5, 2006, hlm 13.


(21)

Adanya perjanjian penyerahan anak ini dilakukan antara orang tua kandung atau wali yang kurang mampu kepada panti asuhan agar memperoleh kehidupan yang lebih layak. Jadi dalam hal ini perjanjian penyerahan anak merupakan suatu perbuatan hukum dengan melakukan menyerahkan anak dari orangtua kandung di satu pihak atas anak tersebut kepada pihak lain dengan tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik melalui suatu perjanjian dengan segala akibat hukumnya.

Penyerahan anak kepadapanti asuhan pada umumnya dilakukan oleh orang tua yang masih hidup atau wali dari anak yang bersangkutan untuk mengurangi beban mereka dan demi mendapatkan kehidupan dan pendidikan yang layak bagi anak anak mereka, kemampuan ekonomi yang lemah lah yang menjadi faktor utama. Adanya penyerahan anak kepada panti asuhan ini merupakan salah satu upaya perlindungan dan kasih sayang secara layak dan wajar dari keluarga, karena keluarga merupakan lembaga terkecil dalam masyarakat yang mempunyai andil yang sangat besar bagianak, terutama dalam peran pengasuhan dan mendidik anak menjadi seorang anak yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Namun karena dalam sebuah keluarga anak tidak mendapat penghidupan yang layak, maka pihak orang tua atau wali dapat menyerahkan anak dimaksud kepada panti asuhan sebagau wujud peran serta masyarakat dan negara dalam perlindungan anak.

Berkenaan dengan anak, anak sendiri merupakan hasil dari sebuah perkawinan, adapun perkawinan dirumuskan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (UU Nomor 1 Tahun 1974) tentang Perkawinan “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri


(22)

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Sementara pengertian perkawinan menurut Hukum Islam “Perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan, yang dilaksanakan menurut ketentuan hukum syariat Islam”. 8 Sehubungan dengan pengertian perkawinanini A.Ridwan Halim memberi perincian yang didasarkan pada ketentuan UU No.1 Tahun 1974, bahwa pada dasarnya perkawinan adalah :

a. Hubungan atau ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita ; b. Pada waktu yang sama sebagai suami isteri (asas monogami) ;

c. Bertujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang sejahtera, d. Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.9

Idealnya dalam sebuah rumah tangga yang dibina melalui hubungan perkawinan berarti anak harus tinggal bersama orang tuanya, untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Akan tetapi pada kenyataanya, masih banyak ditemukan anak-anak yang terlantar. Padahal dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 4 berbunyi setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpatisipasi secara wajar sesuai dengan

8Zahri Hamid,Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-undang

Perkawinan di Indonesia,Cet. 3 (Yogyakarta: Binacipta), 2000, hlm. 1.

9Abdul Ridwan Halim , Hukum Perdata dalam Tanya jawab, (Jakarta : Ghalia Indonesia


(23)

harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Apabila dikaitkan dengan adanya perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan yang menjadi objek penelitian ini, maka anak dimaksud tidak hanya anak yang lahir dari anak sebuah perkawinan tetapi juga dapat merupakan anak terlantar yang tidak memiliki orang tua kandung atau anak yang orang tuanya tidak diketahui kedua orang tua kandungnya tetapi masih memiliki wali dari pihak keluarga orang tuanya.

Adanya penyerahan anak kepada panti asuhan ini juga terjadi di wilayah Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh, di mana dalam praktiknya penyerahan anak kepada panti asuhan ini terjadi pada Panti Asuhan anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Panti asuhan Panti Asuhan anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura merupakan salah satu panti asuhan yang ada di wilayah Provinsi Aceh yang dalam pelaksanaannya bertujuan untuk mengayomi anak anak yatim maupun piatu dalam masa pendidikan 9 (sembilan) tahun, dengan harapan anak anak tersebut tidak putus sekolah. Setelah masa pendidikan itu, anak akan dikembalikan ke orang tua atau walinya masing masing.

Panti asuhan ini merupakan salah satu program sosial dari Muhammadiyah, dengan membuat panti panti anak yatim seperti ini, diharapkan anak anak yang merupakan generasi penerus bangsa mendapatkan pendidikan formal dan dapat memiliki prestasi seperti anak anak lainnya, sehingga kendala ekonomi menjadi bukan masalah, karena pihak panti akan bertanggungjawab untuk pendidikan selama


(24)

menjadi anak asuhan di panti tersebut, karena pendidikan merupakan salah satu hak seorang anak.

Hak anak yang harus dijamin pemenuhannya dalam Islam diantaranya: 1. Hak untuk hidup

Ketika Islam mengharamkan aborsi dan pembunuhan anak serta mengatur penangguhan pelaksanaan hukuman terhadap wanita hamil, pada saat itulah kita temukan pengaturan adanya hak untuk hidup bagi anak dalam Islam. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Isra; ayat 31 yang artinya “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberikan rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar”.

Aborsi hanya boleh dilakukan apabila kehamilan itu mengancam keselamatan nyawa ibu, sebab keselamatan ibu harus diutamakan. Adapun alasan lain untuk aborsi tidak diperbolehkan sama sekali. Apabila ada yang melakukan aborsi, maka negara akan mengenakan sanksi berupa qishos atau diyat atas pembunuhan jiwa yang dilakukan. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 178 yang artinya:

“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishosh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang dimaafkan) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik”.

2. Hak mendapatkan nama yang baik

Nama anak adalah penting, karena nama dapat menunjukkan identitas keluarga, bangsa, bahkan aqidah. Islam menganjurkan agar orangtua memberikan nama anak yang menunjukkan identitas Islam, suatu identitas yang melintas batas-batas rasial, geografis, etnis, dan kekerabatan. Selain itu nama juga akan berpengaruh pada konsep diri seseorang. Secara tak sadar orang akan didorong untuk memenuhiimage(citra/gambaran) yang terkandung dalam namanya. 3. Hak pengasuhan (hadhanah)

4. Hak mendapat kasih sayang

5. Hak mendapatkan perlindungan dan nafkah dalam keluarga 6. Hak mendapatkan pendidikan

7. Hak mendapatkan kebutuhan pokok sebagai warga negara.10

10M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian,(Bandung: Alumni Bandung), 2004,


(25)

Pasal 4 sampai dengan 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai hak-hak anak diantaranya:

1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.

5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

8. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.

10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri. 11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rahabilitasi,

bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

12. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapt perlindungan dari keperluan:

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;


(26)

e. Ketidakadilan; dan f. Perlakuan salah lainnya.

13. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

14. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

15. Setiap anak behak untuk memperoleh perlindungan dari: a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. Pelibatan dalam sengketan bersenjata; c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan e. Pelibatan dalam peperangan.

16. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

17. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. 18. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan

apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

19. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:

a. Mendapatkan perlakuan secara manusiasi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidal memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

20. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

21. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.11

Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah ini dalam menerima penyerahan anak dilakukan melalui surat pernyataan yang dibuat oleh orangtua kandung secara tertulis dan bermaterai sebagai suatu perjanjian. Surat pernyataan tersebut ditujukan kepada pihak yang akan memelihara anak tersebut. Sejak diserahkannya anak


(27)

tersebut, maka sejak itu pula anak tersebut menjadi asuhan pihak panti, dan pihak panti bertanggungjawab dalam biaya pendidikan dan pangan,anak anak juga mendapatkan santunan sandang dari para donatur pada hari hari besar agama Islam.

Anak yang diasuh oleh panti yang diserahkan langsung oleh orangtua kandung yang masih hidup atau wali dari anak yang bersangkutan dan tetap dicatatkan dalam suatu pembukuan atau pencatatan sehingga semua anak yang diasuh oleh panti tercatat di Dinas Sosial. Mengenai bentuk surat pernyataan penyerahan anak dari orangtua kandung bentuknya sudah baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausulklausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.12

Adapun klausula baku yang terdapat dalam surat pernyataan tersebut adalah pernyataan bahwa orangtua kandung atau wali tidak akan menggugat apapun yang berkaitan dengan anak tersebut selama dalam asuhan pihak panti asuhan,dan hak orang tua atau wali yang dibatasi ketika akan menjemput anak tersebut. Klausula seperti ini disebut klausula eksonerasi yaitu klausula berupa upaya dari panti untuk menghindari dari tanggung jawab terhadap kemungkinan adanya gugatan dari orangtua kandung mengenai anak yang diserahkannya ke pantitersebut.

Klausula yang hanya menguntungkan salah satu pihak ini bertentangan dengan asas dalam suatu perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak menurut

12Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia), 1993, hlm. 66.


(28)

KUHPerdata, sebagaimana diketahui, bahwa dalam membuat suatu perjanjian seharusnya tidak boleh mencantumkan klausula eksonerasi sebagai upaya pembatasan salah satu pihak dari tanggung jawab hukum jika terjadi hal-hal diluar kehendak para pihak yang bersangkutan, dalam hal ini adalah orangtua kandung yang masih hidup atau wali dengan pihak panti asuhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang merupakan permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen ?

2. Bagaimana kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan anak asuh tersebut ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Perdata?

3. Bagaimanakah akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahuipelaksanaan perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan kepada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen. 2. Untuk mengetahui kedudukan klausula eksonerasi dalam perjanjian penyerahan


(29)

3. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran dalam ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, serta perkembangan hukum di bidang hukum perjanjian dan hukum perlindungan anak, khusunya yang berhubungan dengan masalah perjanjian yang memuat klausula eksenorasi pada penyerahan anak asuh kepada panti asuhan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat, khususnya kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh yang terkait dengan penggunaan klausula eksonerasi dalam perjanjian termasuk dalam perjanjian penyerahan anak kepada panti asuhan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum dan pada Program Pascasarjana Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara penelitian tentang “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten


(30)

Bireuen,Aceh)” tidak ditemukan judul penelitian yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat disebut asli dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional dan objektif serta terbuka.

Adapun penelitian sebelumnya yang meneliti tentang perjanjian yang memuat klausula eksenorasi adalah sebagai berikut :

1. Penelitian berjudul “Suatu Kajian tentang Klausula eksenorasi dalam Perjanjian Kredit Bank di Kota Kisaran (Kajian Dari Profesi Notaris)”,Oleh saudara Timbang Laut, Mahasiswa Kenotariatan, Nomor Induk Mahasiswa 002111042. 2. Penelitian berjudul Perlindungan Hukum terhadap Nasabah dalam Ketentuan

Kontrak Standar (Klausula Baku) Dalam Pembiayaan syari’ah Pada PT. Bank Syari’ah Mandiri Cabang Ahmad Yani dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 18 Undang Undang Perlindungan Konsumen”, Oleh saudara Rommy Yudistira Lubis, Nomor Induk Mahasiswa 107005017.

3. Penelitian berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Pengiriman Barang Dalam Pengiriman Barang Paket Dengan Klausula Eksonerasi (Studi Kasus di PT. Eltha Medan)”, Oleh saudara Olga Anne Marie Depari, Nomor Induk Mahasiswa 017011049.

4. Penelitian berjudul “Tinjauan Hukum Atas Klausula eksenorasi dalam Perjanjian Pengangkutan Udara”, Oleh saudari Sophia Eka Cita, Nomor Induk Mahasiswa 037011079.

Jika dilihat dari latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya,maka terlihat perbedaan sudut pandang objek penelitian sebelumnya


(31)

dengan penelitian ini, dengan demikian pokok pembahasannya akan berbeda pula. Oleh karena itu, penelitian dengan judul “Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)” adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara akademik.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny H. Soemitro bahwa “untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis’’13Dilihat dari substansi penelitian, penelitian hukum dapat dibedakan menjadi penelitian yang bersifat normatif dan dokrinal. Penelitian normatif berupa penelitian peraturan perundang-undangan, yurisprudensi (case law), kontrak, dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Penelitian terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat kadang-kadang disebut juga penelitian hukum empirik.14

Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara cara untuk mengorganisasikan dan mengintrepretasikan hasil hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil hasil penelitian.15Apabila dikaitkan dengan objek penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan pisau

13Ronny H. Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta : Intermasa) 1992, hlm 22 14Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (jakarta:Yurika Vol.16 Nomor.1,

Maret-April), 2001, hlm 126


(32)

analisis dalam membahas masalah penelitian. Adapun teori yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Teori Kepentingan (UtilitarianismeTheory) dari Jeremy Bentham.

Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith. Adam Smith dengan teori ekonomi klasiknya mendasari pemikirannya pada ajaran hukum alam, hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianisme. Utilatarianism dan teori klasik ekonomi laissez faire.16dianggap saling melengkapi dan sama-sama menghidupkan pemikiran liberlis individualistis.17

Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduction to the Morals and

Legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan

semata-mata apa yang berfaedah bagi orang. Menurut Teory Utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagian sebesar-besarnya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama dari pada hukum.18Dalam hal ini pendapat dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum.

Peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum (kaedah hukum), dibuat oleh penguasa Negara, isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat Negara. Keistimewaan dari

16Istilahlaissezbukan berasal dari Adam Smith. Istilah itu pada mulanya dikemukakan oleh

Vincent de Gournay, salah seorang pelopor mazhab fisiokrat. Istilah lengkapnya adalah“laissez faire, laissez passer, lemonade va alors de lui meme”, secara arafiah berarti “Biarlah berbuat, biarlah berlalu, dunia akan tetap berputar terus’.

17Sutan Remy Sjahdeini,Ibid, hlm.17.


(33)

norma hukum justru terletak dalam sifatnya yang memaksa, dengan sanksinya berupa ancaman hukuman. Bahwa undang-undang adalah keputusan kehendak dari satu pihak; perjanjian, keputusan kehendak dari dua pihak; dengan kata lain, bahwa orang terikat pada perjanjian berdasar atas kehendaknya sendiri, pada undang-undang terlepas dari kehendaknya.19

b. Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe

Mengenai Teori kedaudalan sebagaimana dikatakan Krabbe: “aldus moet ook van recht de heerscappij gezocht worden in de reactie van het rechtsgevoel, en ligt dus het gezag niet buiten maar in den mens”, yang kurang lebih artinya, “Demikian halnya dengan kekuasan hukum yang harus kami cari dari dalam reaksi perasaan hukum; jadi, kekuasaan hukum itu tidak terletak diluar manusia tetapi didalam manusia. Hukum berdaulat yaitu diatas segala sesuatu, termasuk Negara. Oleh karena itu, menurut Krabbe; Negara yang baik adalah negara hukum (rechtstaat), tiap tindakan Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada hukum.20

Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasanya mungkin ia tidak membaca menjadi

19Ibid.,hlm. 168. 20Ibid.


(34)

tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.21

Sementara itu, Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan Syahrani,ontvangs theoriedan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pda saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar (ontvangs theorie), tetapi dalam keadaan luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai dialamatnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau beberapa bulan kemudian, misalnya karena berpergian atau sakit keras.22

Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUHPerdata, dalam istilah “semua”. Kata-kata “semua” menunjukan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.23

c. Teori Kemaslahatan

Kemaslahatan sangat penting dalam Hukum, karena hukum itu diciptakan untuk kemaslahatan banyak orang. Demikian pula dengan perjanjian yang dibahas dalam penulisan ini, dibuat untuk kemaslahatan para pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.Kemaslahatan dalam perspektif hukum Islam adalah

21Subekti, Hukum Perjanjian,( Jakarta: Intermasa) Cet VI. 2009, hlm. 29-30. 22Riduan Syahrani, Op.Cit. hlm. 216.

23Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Bandung Alumni), 1994,


(35)

sesuatu yang prinsip. Prinsip maslahat sebagai dasar orientasi perkembangan hukum islam telah disepakati oleh para ahli. Namun, para ulama cukup berpolemik dalam menentukan kriteria kemaslahatan umum tersebut. Diantara gagasan yang mengemuka dan cukup kontroversial dalam teori kemaslahatan dalam visi pembaruan hukum Islam ini dikemukakan oleh Najm al-Din al-Thufi. Dalam pemikiran Najm al-Din al-Thufi, intisari dari keseluruhan ajaran Islam yang termuat dalam nash ialah kemaslahatan bagi manusia secara universal.24

Secara terminologis, al-Thufi merumuskan al-maslahah sebagai suatu ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara’ dalam bentuk ibadah atau adat kebiasaan. Dengan demikian, kemaslahatan dalam arti syara’ dipandang sebagai sesuatu yang dapat membawa kepada tujuan syara’.

Dalam persepsi umum para ulama, kemaslahatan itu harus mendapatkan dukungan dari syara’, baik melalui nash tertentu maupun cakupan makna dari sejumlah nash. Sementara Ghazali merusmuskan kemaslahatan dalam kerangka mengambil manfaat dan menolak kemudharatan untuk memelihara tujuan tujuan syara’, secara sederhana kemaslahatan diartikan sebagai sesuatu yang baik.25 Kemaslahatan dalam hukum islam tidak boleh bertentangan dengan syariat.

2. Kerangka Konsepsional

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori dan sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam

24Efrinaldi, ”Teori Kemaslahatan”, http://multiply.com/journal/item/15. diakses tanggal 26

Febuari 2013.


(36)

pikiran atau ide. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi antara abstraksi dan realitas.26Oleh karena itu, dalam penelitian ini didefinisikan beberapa istilah yang merupakan konsep dasar, yaitu : a. Perikatan dan Perjanjian

Mengenai ketentuan tentang kontrak diatur dalam Buku III KUHPerdata yang berjudul Perihal Perikatan. Perkataan “perikatan”(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan “perjanjian”. Dalam Buku III juga diatur tentang hubungan hukum yang sama sekali sekali tidak bersumber kepada suatu persetujuan atau perjanjian. Pada umumnya Buku III mengatur tentang perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Istilah “Hukum Perikatan”, terdiri dari dua golongan besar, yaitu, hukum perikatan yang berasal dari undang-undang dan hukum perikatan yang berasal dari Perjanjian. Menurut Subekti perikatan berisi hukum perjanjian, perikatan merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang konkrit.27 b. Klausula Eksenorasi

Klausula yang berisi ketentuan dan persyaratan dikenal sebagai klausula eksonerasi(exoneration clouse) atau klausula eksemsi(exsemtion clause). Klausula baku yang merupakan klausul eksonerasi jelas telah merugikan pihak penutup kontrak atau penerima tawaran, karena ia harus bertanggungjawab atas akibat hukum tertentu dan memikul kewajiban tertentu yang menurut hukum bukan merupakan tanggungjawab atau kewajibannya.

26Samadi suryabrata,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo), 1998, hlm.38


(37)

c. Perjanjian penyerahan anak

Perjanjian ini merupakan perjanjian yang dibuat oleh pihak yayasan atau panti asuhan selaku pihak yang menerima anak dengan pihak orang tua atau wali selaku pihak yang menyerahkan anak. Perjanjian ini tidak berpengaruh pada status hukum anak dan walinya, anak hanya dititipkan dalam asuhan pihak panti selama masa sekolah.

d. Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh.

Panti asuhan ini merupakan sebuah wadah sosial yang merupakan program amal dari Muhammadiyah, bergerak di bidang pengasuhan anak anak yatim dan piatu khusus usia sekolah. Berlokasi di Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode merupakan unsur paling utama dan didasarkan pada fakta dan pemikiran yang logis sehingga apa yang diuraikan merupakan suatu kebenaran. Metodologi penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang akan digunakan dalam melakukan suatu penelitian. Penelitian hukum pada dasarnya dibagi dalam 2 (dua) jenis yaitu penelitian, normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan penelitian dengan menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di masyarakat ada yang melaluiwawancara


(38)

langsung. Penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif.

Dalam penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis empiris dengan melakukan kajian yang komprehensif dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung ke lokasi penelitian, sedangkan untuk mendukung hasil wawancara dilakukan dengan metode normatif, yaitu dengan mengkaji berbagai sumber hukum yang berlaku.

1. Pendekatan Masalah Penelitian

a. Sifat Penelitian

Guna mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan dengan penelitian bersifat deskriptis analisis dan jenis penelitian yang diterapkan adalah metode pendekatan empiris, yang penelitan yang mengacu pada hasil penelitian lapangan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Metode pendekatanyang digunakan adalah yuridis empiris yang digunakan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji aplikasi di lapangan, melihat bentuk perjanjian penyerahan anak asuh yang dilakukan pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Bireuen, kedudukan dan keabsahan klausula eksonerasi dalam perjanjian dan akibat hukum yang timbul. dari perjanjian yang mengandung unsur eksenorasi ditinjau dari Hukum Islam.


(39)

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh. Alasan peneliti memilih lokasi ini adalah karena adanya sebuah Panti Asuhan di wilayah kecamatan yang menggunakan perjanjian dalam penyerahan anak asuh dan perjanjian tersebut memuat klausula eksenorasi.

c. Populasi dan sampel penelitian

Populasi adalah keseluruhan unit dari lokasi dalam penelitian, sedangkan sampel adalah unit terkecil yang diambil guna mewakili populasi itu sendiri. Sampel yang diambil peneliti adalah seluruh pengurus Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura, dan 10% (sepuluh persen) wali dari anak asuh.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelaahan bahan hasil wawancara atau data primer, yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permaslahan.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi yang meliputi buku buku dan karya ilmiah.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang diharapkan memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum,


(40)

kamus hukum, majalah, surat kabar dan internet yang relevan dengan penelitian ini.

Untuk mendukung data primer tersebut, dilakukan wawancara terhadap responden dan informan yang ditentukan, yaitu pihak Panti asuhan Anak Yatim Muhammadiyah cabang Gandapura Kabupaten Bireun, Aceh, wali anak asuh, dan Pejabat di Dinas Sosial Kota Bireuen.

3. Alat Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka dalam penelitian akan dipergunakan alat pengumpul data yaitu :

a. Studi dokumen yang dilakukan untuk menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, kemudian bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Dokumen ini merupakan sumber informasi yang penting yang berhubungan dengan perjanjian penyerahan anak asuh kepada Panti Asuhan.

b. Wawancara dengan responden dan informan yang berhubungan dengan materi penelitian ini. Wawancara dimaksud adalah sebagaimana dikemukakan Herman Warsito dengan menggunakan pedoman wawancara (interview quide) yang digunakan pewawancara, menguraikan masalah penelitian yang biasanya


(41)

dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka dan tidak menghambat jalannya wawancara.28

Dalam melakukan penelitian lapangan ini digunakan metode wawancara secara langsung (tatap muka) dengan menggunakan pedoman wawancara (daftar pertanyaan) yang akan diajukan secara lisan kepada responden daninforman, bertujuan untuk mendapatkan data yang mendalam, utuh dan lengkap sehingga dapat dipakai untuk membantu.

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian disusun secara sistematis, pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterprestasian secara logis sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berpikir induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan ilmiah.

28Herman Warsito, Herman Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan


(42)

BAB II

PELAKSANAAN PENYERAHAN ANAK ASUH PADA PANTI ASUHAN ANAK YATIM MUHAMMADIYAH

CABANG GANDAPURA BIREUEN

A. Pengertian Anak dan Anak Asuh

Masalah anak merupakan persoalan yang selalu menjadi perhatian dari berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-haknya dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui kebijakan-kebijakannya dalam mengayomi anak. Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Dengan kata lain anak adalah seorang laki-laki atau perempuan yang belum atau belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua dimana kata “anak’’ merujuk dari lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.

Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu29Pengertian ini memberikan gambaran bahwa anak tersebut adalah turunan dari ayah dan ibu sebagai turunan pertama. Jadi anak adalah suatu kondisi akibat adanya perkawinan antara kedua orang tuanya. Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata hukum. Ia tetap dinamakan anak,

29WJS. Poerdarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1992), hlm.


(43)

sehingga pada definisi ini tidak dibatasi dengan usia. Hassan juga mengartikan anak sebagai muda-mudi/remaja yang masih dianggap anak-anak, yang masih memerlukan bimbingan dari orang tua/keluarga serta masih harus belajar banyak baik melalui pendidikan orang tua maupun menimba pengalaman-pengalaman dalam kehidupan bermasyarakat.30

Haditono mengutip pendapat Sumadi Suryabrata, menyatakan bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.31

Pengertian di atas menjelaskan bahwa anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmu pengetahuan, agama, hukum, dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin aktual dalam lingkungan sosial.

Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang

30Hassan, Kumpulan Soal Tanya Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. (Bandung :

Diponegoro), 1983, hlm. 518.

31Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis. (Yogyakarta : Andi), 2000,


(44)

dalam diri anak yang bersangkutan. Meletakkan anak sebagai subjek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum secara substansial meliputi peristiwa hukum pidana maupun hubungan kontrak yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.32

Anak merupakan generasi penerus bangsa dan sumber insan bagi pembangunan nasional, maka harus diperhatikan dan dibina sedini mungkin agar menjadi insan yang berkualitas dan berguna bagi bangsa. Walaupun anak dilahirkan oleh orang tua, namun pada hakekatnya anak merupakan individu yang berbeda dengan siapapun, termasuk dengan kedua orang tuanya. Bahkan anak memiliki takdirnya sendiri yang belum tentu sama dengan orang tuanya.33Dengan demikian maka jelaslah anak merupakan mahluk independen. Hal ini perlu disadari sehingga orang tua tidak berhak untuk memaksakan kehendaknya pada anak, biarkan anak tumbuh dewasa dengan suara hati nuraninya. Orang tua hanya memantau dan mengarahkan agar jangan sampai menyusuri jalan yang sesat.34Orang tua hanya berkewajiban berusaha, yaitu agar anak tumbuh dewasa menjadi kepribadian yang shaleh dengan merawat, mengasuh, dan mendidiknya dengan pendidikan yag benar.

32Maulana Hasan Wadong, Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum

Perlindungan Anak, (Jakarta : Grasindo), 2000,hlm. 3.

33M. Nipan Halim, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka), 2001,

hlm. 21.


(45)

Apabila ditelaah ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.35Ketentuan dalam Undang-undang di atas menerangkan bahwa anak yang masih dalam kandungan pun dikategorikan anak sampai dengan anak berusia 18 tahun.

Pengertian anak dalam konteks hukum perdata erat kaitannya dengan pengertian mengenai kedewasaan. Hukum Indonesia mengenai anak masih digolongkan sebagai anak terdapat perbedaan penentuan. Menurut ketentuan hukum terdapat perbedaan tolok ukur dimaksud antara lain:36

a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Pasal 330 Ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa batas antara belum dewasa (minderjerigheid) dengan telah dewasa (Meerderjarigheid), yaitu 21 tahun kecuali Anak itu sudah kawin sebelum berumur 21 tahun dan Pendewasaan (venia aetetisPasal 419).37

b. Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

Pasal 47 ayat (1) menyatakan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melakukan pernikahan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaan orang tuanya. Pasal 50 ayat (1)

35Undang-undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang RI

Nomor 23 Tahun 2002tentang Perlindungan Anak ,(Surabaya : Media Centre), 2006, hlm. 119.

36Irma Setyowati,Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Bumi Aksara), 1990,hlm. 17. 37Ibid., hlm 17.


(46)

menentukan bahwa “anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali”. Dari ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut di muka dapat disimpulkan bahwa dalam Undang-undang tersebut menentukan batas belum dewasa atau sudah dewasa adalah 16 tahun ada 19 tahun.

c. Hukum kebiasaan (hukum adat)

Menurut hukum adat tidak ada ketentuan yang pasti kapan seseorang dapat dianggap dewasa dan wewenang bertindak. Hasil penelitian Mr. R. Soepomo tentang hukum perdata Jawa Barat dijelaskan bahwa ukuran kedewasaan seseorang diukur dari segi: (1) Dapat bekerja sendiri (mandiri), (2) Cakap untuk melakukan apa yang disyaratkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bertanggung jawab; dan 3) Dapat mengurus harta kekayaannya sendiri.38

Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa dalam hukum adat ukuran kedewasaan tidak berdasarkan hitungan usia tapi pada ciri tertentu yang nyata.39 Dengan demikian setelah melihat ketentuan yang berlainan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian anak berlaku bagi seseorang yang berusia di bawah 21 tahun.

Masa kanak-kanak dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu masa bayi umur 0 menjelang dua tahun, masa kanak pertama umur 2-5 tahun dan masa

kanak-38Ibid, hlm. 18. 39Ibid, hlm. 19.


(47)

kanak terakhir antara umur 5-12 tahun.40Adapun proses perkembangan anak terdiri dari beberapa fase pertumbuhan yang dapat digolongkan atau berdasarkan pada paralelitas perkembangan jasmani anak dengan perkembangan jiwa anak.

Penggolongan tersebut dibagi ke dalam tiga fase, yaitu:

1) Fase pertama adalah dimulainya pada usia anak 0 tahun sampai dengan 7 tahun yang bisa disebut sebagai masa anak kecil dan masa perkembangan kemampuan mental, perkembangan fungsi-fungsi tubuh, perkembangan emosional, bahaya bayi dan arti bahasa bagi anak-anak, masa kritis (tro zalter) pertama dan tumbuhnya seksualitas awal pada anak;

2) Fase kedua adalah dimulainya pada usia 7 sampai dengan 14 tahun disebut sebagai masa kanak-kanak;41

3) Fase ketiga adalah dimulai pada usia 14 sampai dengan 21 tahun yang dinamakan masa remaja, dalam arti yang sebenarnya, yaitu fase fubertas dan adolescant, dimana terdapat masa penghubung dan masa peralihan dari anak menjadi dewasa.42

Fase-fase yang disebutkan di atas masing-masing menjelaskan, fase pertama antara 0-7 tahun disebut sebagai masa anak kecil, perkembangan kemampuan mental dan lain sebagainya, lebih dari 7 tahun maka anak tersebut digolongkan dalam fase kedua yaitu masa kanak-kanak dengan ketentuan batas usianya adalah 14 tahun. Sementara untuk fase terakhir adalah 14 sampai dengan 21 tahun dikategorikan remaja dan ketentuan pada usia 21 inilah akhir fase disebut anak.

Pada pengertian anak di atas, meskipun dikutip dari beberapa sumber akan tetapi yang menjadi acuan utama di sini adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang spesifik menjelaskan tentang perlindungan

40Gatot Supramono,Hukum Acara Peradilan Anak,(Jakarta : Djambatan), 2005, hlm. 1. 41Wagiati Soetodjo,Hukum Pidana Anak, (Jakarta : Refika Adiatama), 2006, hlm. 7. 42Ibid., hlm 8.


(48)

anak. Jadi dengan demikian dari semua pengertian anak di atas hanya sebagai komparasi dari undang-undang dan ketentuan-ketentuan yang ada, baik dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ataupun hukum adat.

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah anak merupakan “buah hati sibiran tulang”, sebagaimana diungkapkan masyarakat melayu dalam mengekspresikan begitu pentingnya eksistensi seorang anak bagi kelangsungan hidup mereka. Anak seyogyanya dipandang sebagai aset berharga suatu bangsa dan negara di masa mendatang yang harus dijaga dan dilindungi hak-haknya. Hal ini dikarenakan bagaimanapun juga di tangan anak-anaklah kemajuan suatu bangsa tersebut akan ditentukan.43 Semakin modern suatu negara, seharusnya semakin besar perhatiannya dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak dalam rangka perlindungan. Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak meliputi berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan keamanan maupun aspek hukum.

Dalam kehidupan bermasyarakat juga dikenal adanya macam-macam anak beberapa sarjanamenggolongkan anak kedalam beberapa bagian, diantaranya adalah : 1. Anak Angkat

43Rumilawati Windari, Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan


(49)

Dalam kamus umum bahasa Indonesia mengartikan anakangkat adalah anak orang lain yang diambil dandisamakan dengan anaknya sendiri.44Mahmud Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya adadua pengertian anak angkat.“Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dandididik dengan penuh perhatian dan kasih sayang, tanpadiberikan status “anak kandung” kepadanya, Cuma iadiperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anaksendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anaksendiri dan ia diberi status sebagai “anak kandung”,sehingga ia berhak memakai nama keturunan (nasab)orang tua angkatnya dan saling mewarisi hartapeninggalan, serta hak-hak lain sebagai akibat hukumantara anak angkat dan orang tua angkatnya itu”.45 2. Anak Tiri, adalah anak kepada isteri atau suami seseorangdaripada perkawinan

yang terdahulu.46

3. Anak Susuan, adalah anak yang disusui dengan cara masuknya airsusu seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarattertentu.

4. Anak Laqith, adalah anak yang dipungut di jalanan, sama dengananak yatim, bahwa anak seperti ini lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang dalam Islam dianjurkan untukmemeliharanya.47

5. Anak Asuh

44W.J.S. Poerwadarminta,Op.Cit.,hlm 120.

45A. Aziz Dahlan, Ensiklopedi hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), 1996,

hlm 29-30

46Ibid. 47Ibid.


(50)

Anak asuh erat kaitannya dengan program wajib belajaryang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 2 Mei 1984bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional. Hubunganantara orang tua asuh dengan anak asuh sebatasberkaitan dengan bantuan biaya pendidikan agar anakasuh dapat mengikuti pendidikan pada lembagapendidikan tingkat dasar sampai selesai. Oleh sebab itu,lembaga anak asuh berbeda dengan lembaga anakangkat.48

6. Anak Piara

Di dalam hukum adat mengenal suatu lembaga yang dinamakanlembaga anak piara, yaitu seseorang menitipkan seoranganak kepada orang lain untuk dipelihara. Lembaga iniberbeda dengan lembaga pengangkatan anak, karenaorang tua yang dititipi tersebut hanya melakukan tugassebagai pemelihara. Demikian pula akibat hukumnyaberbeda dengan pengangkatan anak.49

7. Anak Pungut

Selain itu, ada pula yang membedakan antara anak pungut dengananak angkat. Kedudukan anak angkat telah bernilaibahkan seperti mengambil kedudukan anak kandung,sedangkan anak pungut tidak mendapat kedudukanistimewa tetapi hanya mendapat pemeliharaan dari orangyang memungutnya. Pada anak angkat terdapat cinta, sedangkan pada anak pungut hanya terdapat belaskasihan. Kata

48Huzaemah T Yanggo, Pengangkatan Anak Dalam hukum Islam, (Jakarta : Dalam Suara

Uldilag, Vol 3, No. X, Mahkamah Agung RI), 2007, hlm 25-27 .

49Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta : Pradnya Paramita), 2006,


(51)

“dipungut” menunjukkan makna mengambilsesuatu yang tidak atau kurang berarti, sedangkan“diangkat” bermakna meninggikan dari keadaansemula.50

Kenyataan yang terjadinya pemeliharaan terhadapseorang anak oleh orang tua atau pihak lainnya yang bukan orang tuakandungnya sendiri tidak serta merta dapat disimpulkanbahwa telah terjadi pengangkatan anak tetapi dapat saja hanya sebatas pemeliharaan dan pengasuhan (anak asuh) sebatas memenuhi kebutuhan untuk pendidikan.

Dalam upaya pemberian perlindungan terhadap anak saat ini dikenal pula adanya calon anak asuh, yaituanak usia sekolah dari keluarga tidak mampu yang membutuhkan bantuan dari orang lain agar dapat menyelesaikan Pendidikan Dasar 9 Tahun secara berkesinambunga.51Kemudian setelah ada pihak lain yang memberikan bantuan untuk biaya pendidikannya, maka disebut sebagai anak asuh yaitu calon anak asuh yang telah mendapatkan bantuan dari orang tua asuh untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.52

Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa anak asuh adalah anak yang berasal dari keluarga kurang mampu atau keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk membiayaan kehidupan anak khususnya di bidang pendidikan yang kemudian diserahkan kepada pihak lain baik secara perorangan maupun

50Mohd Fuad dan Fachruddin,Masalah Anak Dalam Hukum Islam,(Jakarta : Pedoman Ilmu

Jaya), 1991, hlm 47.

51Yayasan Satu Benih, Definisi Anak Asuh, http://satubenih.blogspot.com.html., Diakses 20

Agustus 2013 Pukul 20.30 Wib.


(52)

lembaga atau yayasan untuk mengikuti pendidikan wajib bagi seorang anak seperti halnya Pendidikan Dasar 9 Tahun yang diprogramkan pemerintah.

Anak dalam pertumbuhan dan perkembangan memerlukan perhatian dan perlindungan khusus baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, maka tidaklah cukup hanya diberikan hak-hak dan kebebasan asasi yang sama dengan orang dewasa. Sesuai dengan Konvensi tentang Hak Anak yang telah diterima secara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang mengakui perlunya jaminan dan perawatan khusus, termasuk perlindungan hukum yang tepat bagi anak sebelum dan sesudah kelahirannya. Demikian juga dengan anak-anak terlantar yang membutuhkan perlindungan dalam hal pemenuhan hak di bidang pendidikan, kesehatan, sehingga apabila orang tua kandung merasa tidak mampu untuk mencukupinya, anak dapat diasuh oleh orang lain yang lebih mampun baik secara perorangan atau melalui yayasan atau panti asuhan yang mampu dalam hal pembiayaan/material.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Hak Anak

Secara etimologi, pengertian perlindungan hak anak dapat dilihat dari pengertian kata “perlindungan” dan kata “hak anak”. Perlindungan memiliki pengertian tempat berlindung atau bersembunyi.53Kata “hak anak” memilikibagian

53Peter Salim dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Modern English


(53)

dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi olehorang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.54

Perlindungan terhadap anak adalah suatu hasil interaksi karena adanyainterrelasi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi. Oleh sebab itu,perlindungan anak yang baiki dan buruk, tepat atau tidak tepat, maka harusdiperhatikan fenomena mana yang relevan, yang mempunyai peran penting dalamterjadinya kegiatan perlindungan anak.55

Dalam rangka mengembangkan usaha kegiatan perlindungan anak, paraorang tua harus lebih waspada dan juga harus sadar adanya akibat yang samasekali tidak diinginkan, yaitu yang dapat menimbulkan korban. Kerugian karenapelaksanaan perlindungan anak yang tidak rasional positif, tidak bertanggungjawab, dan tidak bermanfaat. Oleh karena itu, hendaknya dapat diusahakanadanya sesuatu yang mengatur dan menjamin pelaksanaan perlindungan anak,serta harus dicegah pengaturan usaha perlindungan anak yang beraneka ragam itusendiri tidak menjamin perlindungan hak anak dan bahkan menimbulkanberbagai penyimpangan negatif yang lain.

Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam statussosial anak dalam kehidupan masyarakat, sebagai bentuk perlindungan terhadapkepentingan-kepentingan anak yang mengalami masalah sosial.

54Penjelasan Umum Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 55Shanty Dellyana.Wanita Dan Anak Di Mata Hukum. (Yogyakarta : Liberty), 2004, hlm.13


(54)

Perlindungandapat diberikan pada hak-hak dengan berbagai cara.56Perlindungan hak asasi anak dapat diberikan dalam berbagai cara yangsistematis, melalui serangkaian program, stimulasi, latihan, pendidikan,bimbingan, permainan dan juga dapat diberikan melalui bantuan hukum yangdinamakan advokasi dan hukum perlindungan anak.57

Kemudian apabila ditelaah mengenai hak anak dan anak asuh dapat dikemukakan bahwa anak-anak yang karena ketidakmampuan, ketergantungan dan ketidakmatangan, baik fisik, mental maupun intelektualnya perlu mendapat perlindungan, perawatan dan bimbingan dari orang tua (dewasa). Perawatan, pengasuhan serta pendidikan anak merupakan kewajiban orang tua sesuai dengan perintah agama dan kemanusiaan yang harus dilaksanakan mulai dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Pasal 13 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002, disebutkan, setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan :

a. Diskriminasi;

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran;

d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. Ketidakadilan, dan

56Maulana Hasan Wadong. Advokasi dan Hukum Pelindungan Anak. (Jakarta : Grasindo),

2000, hlm 36


(55)

f. Perlakuan salah lainnya.

Pasal 11 UU No. 23 Tahun 2002 disebutkan pula, bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri karena anak adalah pemimpin masa depan. Siapapun yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang anak-anak.

Kemudian apabila ditinjau dari hukum Islam hak anak dalam Islam memiliki aspek universal terhadap kepentingananak. Meletakkan hak anak dalam pandangan Islam, memberikan gambaranbahwa dasar tujuan kehidupan umat Islam adalah membangun umat manusia yangmemegang teguh ajaran Islam. Dengan demikian, hak anak dalam pandanganIslam ini meliputi aspek hukum dalam lingkungan seseorang. Cara pandang yangdimaksud tidak saja memposisikan umat Islam yang harus tunduk pada hukumIslam sebagai formalitas-formalitas wajib yang harus ditaati dan apabila dilanggarmaka perbuatan tersebut akan mendapatkan laknat baik di dunia maupun diakhirat.

Dimensi Islam dalam meletakkan hak asasi manusia sangatlah luas danmulia. Dari ajaran kehidupan moral, hak asasi anak juga dipandang sebagai benihdalam sebuah masyarakat. Dalam pandangan ini Abdur Rozak Huseinmenyatakan “jika benih anak dalam masyarakat itu baik, maka sudah pastimasyarakat akan terbentuk menjadi masyarakat yang baik pula”, lebih lanjut dikatakan, Islam menyatakan bahwa


(56)

anak-anak merupakan benih yang akan tumbuh untuk membentuk masyarakat di masa yang akan datang.58

Dalam daur kehidupan, manusia mengalami 4 (empat) fase yang pastidilalui yaitu: pertama, dari awal kelahirannya, kedua, dari awal kelahiran sampai anak menjelang dewasa (mumayyiz), ketiga, dari awal mumayyiz sampai dewasa(baligh), dan keempat, dari awal baligh sampai menjelang meninggal dunia.59Selama daur yang dilalui manusia itu dibarengi dengan hak dan kewajiban, baikdalam garis vertikal maupun horizontal.

Hak dan kewajiban vertikal adalah hubungan manusia dengan Tuhannyasebagai sang Khaliq (penciptanya). Sedangkan hubungan horizontal adalah hakdan kewajiban terhadap sesama manusia yang terjadi secara alami maupun yang dibuat dan direncanakan untuk dan oleh manusia sendiri. Diantara hak dan kewajiban horizontal adalah kewajiban memperhatikan hak keluarganya, hak suami isteri, dan hak anak-anaknya. Subhi Mahmasani berpendapat bahwa orang tua memperhatikan hak anak untuk masa depan mereka, yaitu hak menyusui, hak untuk mendapatkan asuhan, hak untuk mendapatkan nama baik dan kewarganegaraan, hak nafkah atau harta, hak pengajaran, serta hakpendidikan, akhlak dan agama.60

Secara garis besar, hak anak menurut Islam dapat dikelompokkanmenjadi 7 (tujuh) macam, yaitu:

58Abdur Rozak Husein, Hak dan Pendidikan Dalam Islam, alih bahsa H. Azwir Butun

(Bandung: Fikahati Aneska), 1992, hlm. 19.

59Ibid., hlm 20.

60Subhi Mamasani,Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia (Studi Pebandingan Syari’at Islam

dan Perundang-undangan Modern), Alih bahasa Hasanuddun, (Jakarta: Tintamas Indonesia),1987, hlm. 204.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Achmadi, Abu.Sosiologi Pendidikan. (Jakarta : Rineka Cipta) 2003.

Al-Barry, Zakariya Ahmad, Ahkan Al-Aulat fi Al Islam, Alih bahasa oleh Chadijah Nasution, (Jakarta: Bulan Bintang), 1977.

Al-Faruqi, Isma’il R., Altar Budaya Islam, Menjelajah Kazanah Peradaban Gemilang, (Bandung: Mizan), 2003.

Ansarian, Husain,Struktur Keluarga Islam,(Jakarta : Intermasa), 2000.

Apeldoorn, L.J.Van,Pengantar Ilmu Hukum,(Pradnya Paramita: Jakarta), 1981. Ashsofa, Burhan,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta), 1998.

Badrulzaman, Mariam Darus, ”Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standard),” (Makalah disampaikan pada Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, Jakarta, 16-18 Oktober 1980). Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Bandung Alumni),

1994.

Badrulzaman, Mariam Darus, Asas Kebebasan Berkontrak Dan Kaitannya Dengan PerjanjianBaku (Standart) dalam Media Notariat Nomor 28-29, Tahun VIII, Juli-Oktobert 1993.

Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Baku (standar) Perkembangannya di Indonesia, Alumni Bandung, 1990.

Budiono, Herlien, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, (Bandung :Citra Aditya Bakti), 2007.

Chainur Arrasjid,Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika), 2004.

Dahlan, A. Aziz, Ensiklopedi hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), 1996.


(2)

Dellyana, Shanty.Wanita Dan Anak Di Mata Hukum. (Yogyakarta : Liberty), 2004. Dirdjosisworo, Soedjono, Kontrak Bisnis Menurut Sistem Civil Law, Common Law,

dan Praktek Dagang Internasional, (Bandung : Mandar Maju), 2003.

Efrinaldi, ”Teori Kemaslahatan”, http://multiply.com/journal/item/15. diakses tanggal 26 Febuari 2013.

Fuad, Mohd dan Fachruddin, Masalah Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya), 1991.

Fuaduddin, Pengasuhan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Lembaga Bagian Agama dan Jender, Solidaritas Perempuan danThe Asian Foundation), 1999.

Fuady, Munir, Hukum kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Gosita, Arif.1998.Masalah Perlindungan Anak. (Jakarta, Akademiko Persido), 1998. Halim, Abdul Ridwan, Hukum Perdata dalam Tanya jawab, (Jakarta : Ghalia

Indonesia Jakarta) , 2002.

Halim, M. Nipan, Anak Saleh Dambaan Keluarga, (Yogyakarta : Mitra Pustaka), 2001.

Hamid, Zahri, Pokok-pokok Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-undang Perkawinan di Indonesia,Cet. 3 (Yogyakarta: Binacipta), 2000. Harahap, M. Yahya,Segi-segi Hukum Perjanjian,(Bandung: Alumni Bandung), 2004. Hassan,Kumpulan Soal Tanya Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama. (Bandung

: Diponegoro), 1983.

Hernoko, Agus Nuda, Hukum Perjajnjian asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), Cet 2, 2011.

Husein, Abdur Rozak, Hak dan Pendidikan Dalam Islam, alih bahsa H. Azwir Butun (Bandung: Fikahati Aneska), 1992

Johannes Gunawan,Analisis Hukum Material Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Penataran Nasional Angkatan I Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, (Bandung: 17-19 Maret, 2005).


(3)

Khairandy, Ridwan, Iktikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pascasarjana, Univeversitas Indonesia, Jakarta 2004.

Ma’mun, Abdurrahman, “Anak” Dalam Panji Masyarakat, Nomor 16 Tahun I (4 Agustus 1997).

Madjid, Nurcholis, “Anak dan Orang tua”, Dalam Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina), 2000.

Mahfudz, Sahal,Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LKiS), 1994.

Mamasani, Subhi, Konsep Dasar Hak-hak Asasi Manusia (Studi Pebandingan Syari’at Islam dan Perundang-undangan Modern), Alih bahasa Hasanuddun, (Jakarta: Tintamas Indonesia),1987.

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung : Alumni), 1983.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (jakarta:Yurika Vol.16 Nomor.1, Maret-April), 2001.

Mas’udi, Masdar F.,Islam dan Hak-hak Reroproduksi Perempuan, (Jakarta : Mizan), 1997.

Mertokusumo, Sudikno, Penataran Hukum Perikatan II, (Ujung Pandang:Dewan Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata), Cet 5, 2006.

Metrokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty), 1987.

Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), (Jakarta : Raja Grafindo Persada, Jakarta), 2007.

Mosjchoen Sofwan, Sri Soedewi, Hukum Perjanjian, Yayasan Badan Penerbit, Gadjah Mada, Yogyakarta, 1980.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti), 1993

Muhammad, Abdul Kadir,Hukum Perikatan, (Bandung : Alumni), 1982. Muhammad, Abdul Kadir,Hukum Perikatan,Alumni, Bandung, 1992.


(4)

Muhammad, Abdulkadir,Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : Citra Aditya Bakti), 1992.

Muhammad, Bushar,Pokok-Pokok Hukum Adat,(Jakarta : Pradnya Paramita), 2006. Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003.

Musthoffa, Aziz, Untaian Mutiara Buat Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka), 2003.

Pasaribu H, Chairuman, Surahwadi K.Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta : Sinar Grafika), Cet 3, 2004.

Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung : CV. Pustaka Setia) 1999.

Poerwadarminta, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1992.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur Bandung, 1985.

Projodikoro, R.Wirjono,Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung : Sumur), 1989. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka) 1996.

Rahmat, Jalaludin,Islam Alternatif, Cet. Ke-10, (Jakarta: Mizan), 1999.

Ramulyo, Mohd. Idris.,Hukum Perkawinan Islam,(Jakarta :Sinar Grafika),1996. Rofiq, Ahmad,Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers), 1998.

Saifullah, Problematika Anak dan Solusinya Pendekatan Saddudzzara’I, Mimbar Hukum Nomor 42 Tahun ke-10 (mei, 1999).

Salim , Peter dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta : Modern EnglishPresh), 2000

Salim HS.,H., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika), 2003.


(5)

Setyowati, Irma,Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Bumi Aksara), 1990. Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Hukum Yang

Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia), 1993.

Soemitro, Ronny H., Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta : Intermasa) 1992. Soeroso, R.,Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika), 1993.

Soesilo, A.L.S., Pengaruh Sikap Orang Tua Terhadap Anak, Peranan Keluarga Memandu Anak, (Jakarta: Rajawali), 1985.

Soetodjo, Wagiati,Hukum Pidana Anak, (Jakarta : Refika Adiatama), 2006.

Subekti R.,Pokok Pokok Hukum Perdata, (Jakarta:Intermasa) Cetakan ke-XII, 2005. Subekti, R, Hukum Perjanjian,(Jakarta: Intermasa) Cet VI. 2009.

Subekti, R.,Aneka Perjanjian, (Bandung : Alumni), 1984. Subekti, R.,Hukum Perjanjian,Intermasa, Jakarta, 1984.

Supramono, Gatot,Hukum Acara Peradilan Anak,(Jakarta : Djambatan), 2005. Suryabrata, Sumadi,Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo), 1998.

Suryabrata, Sumadi, Pengembangan Alat Ukur Psikologis. (Yogyakarta : Andi), 2000.

Syaifuddin, Muhammad,Hukum Kontrak, (Bandung :CV. Mandar Maju), 2012. Tim Sosiologi. Sosiologi Suatu Kajian Tentang Kehidupan Masyarakat. (Jakarta :

Yudhistira), 2004.

Undang-undang RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , (Surabaya : Media Centre), 2006.

Wadong, Maulana Hasan, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Grasindo), 2000.

Warsito, Herman, Herman Warsito,Pengantar Metodologi Penelitian, Buku Panduan Mahasiswa,(Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama), 1997.


(6)

Windari, Rumilawati, Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-Undang di Indonesia dan Beijing Rule, http://rusmilawati.wordpress.com/2010, Diakses 25 Mei 2013 Pukul 23.10 Wib.

Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah, cet. Ke-2 (Bandung: Mizan), 1994.

Yanggo, Huzaemah T, Pengangkatan Anak Dalam hukum Islam, (Jakarta : Dalam Suara Uldilag, Vol 3, No. X, Mahkamah Agung RI), 2007.

Yayasan Satu Benih, Definisi Anak Asuh, http://satubenih.blogspot.com.html., Diakses 20 Agustus 2013 Pukul 20.30 Wib.

B. Peraturan Perundang- Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan

Anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang Republik Indonesia 23 Tahun 2002 TentangPerlindungan Anak Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 TentangYayasan

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988Tentang Usaha Kesejahteraan Anak bagi yang Mempunyai Masalah

Keppres Nomor 36 tahun 1990 TentangPengesahan Konvensi Hak-hak Anak Inpres Nomor 1 Tahun 1991 TentangKompilasi Hukun Islam.


Dokumen yang terkait

Gambaran Status Gizi Anak di Panti Asuhan Yayasan Terima Kasih Abadi Kecamatan Medan Barat Tahun 2010

7 80 57

PEMBELAJARAN HADIS ARBA‘ῙN DALAM MEMBENTUK AKHLAK ANAK ASUH DI PANTI ASUHAN YATIM (PAY) MUHAMMADIYAH Pembelajaran Hadis Arba‘in Dalam Membentuk Akhlak Anak Asuh Di Panti Asuhan Yatim (PAY) Muhammadiyah Andong Boyolali Tahun 2016.

0 3 13

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA ANAK YATIM DI PANTI ASUHAN YATIM MUHAMMADIYAH PURWOREJO Kesejahteraan Subjektif Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Purworejo.

0 3 15

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA ANAK YATIM DI PANTI ASUHAN YATIM MUHAMMADIYAH PURWOREJO Kesejahteraan Subjektif Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Purworejo.

0 2 15

PENDAHULUAN Kesejahteraan Subjektif Pada Anak Yatim Di Panti Asuhan Yatim Muhammadiyah Purworejo.

0 2 8

PERAN PANTI ASUHAN YATIM CABANG MUHAMMADIYAH JUWIRING KLATEN DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN Peran panti asuhan yatim cabang muhammadiyah juwiring klaten dalam membentuk kemandirian anak asuh tahun 2014.

0 0 15

PERAN PANTI ASUHAN YATIM CABANG MUHAMMADIYAH JUWIRING KLATEN DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK Peran panti asuhan yatim cabang muhammadiyah juwiring klaten dalam membentuk kemandirian anak asuh tahun 2014.

2 24 17

BAB II PELAKSANAAN PENYERAHAN ANAK ASUH PADA PANTI ASUHAN ANAK YATIM MUHAMMADIYAH CABANG GANDAPURA BIREUEN A. Pengertian Anak dan Anak Asuh - Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelit

1 5 51

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)

0 0 24

Analisis Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Penyerahan Anak Asuh Kepada Panti Asuhan (Suatu Penelitian pada Panti Asuhan Anak Yatim Muhammadiyah Cabang Gandapura Kabupaten Bireuen, Aceh)

0 0 15