BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebiasaan Menyirih dan Menyuntil - Hubungan Kebiasaan Menyirih Dan Menyuntil Dengan Derajat Atrisi Dan Abrasi Gigi Pada Perempuan Penyirih/Penyuntil Suku Karo Di Pancur Batu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebiasaan Menyirih dan Menyuntil

  Kebiasaan menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang

  2

  umumnya terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Kebiasaan ini merupakan praktek kuno yang umum di banyak negara Asia dan masyarakat migrasi di Afrika, Eropa, dan Amerika Utara, yang melengkapi penerimaan sosial di banyak masyarakat dan juga populer di kalangan wanita. Kebiasaan mengunyah sirih telah dikenal dan dilaporkan di berbagai negara seperti Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Papua Nugini, beberapa Pulau Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan dan Timur,

19 Inggris, Amerika Utara, dan Australia.

  Di Indonesia, khususnya pada suku Karo di Sumatera Utara, kebiasaan menyirih biasanya dilanjutkan dengan kebiasaan menyuntil. Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil pada permukaan gigi dan mukosa

  3

  sebelah labial atau bukal dengan gerakan memutar. Gumpalan suntil adalah hasil kunyahan campuran sirih ditambah dengan sejumlah tembakau, yang dibentuk menjadi gumpalan dan digosok-gosokkan ke permukaan gigi dan mukosa sebelah

  9 labial atau bukal.

  Bukti arkeologi menunjukkan bahwa mengunyah campuran sirih telah dipraktekkan sejak zaman kuno dan telah bertahan sampai ke abad dua puluh. Diperkirakan terdapat 10-20% dari populasi dunia yang memiliki kebiasaan menyirih. Kebiasaan ini banyak ditemukan di Asia Tenggara, anak benua India, Pasifik Barat, dan daerah pinggiran lainnya. Kebiasaan menyirih adalah hal yang asing di dunia Barat. Namun, orang-orang yang bermigrasi ke negara-negara barat seperti Amerika

  2 utara membawa serta kebiasaan ini.

  Secara umum kebiasaan menyirih dilakukan dengan menggunakan daun sirih, cengkeh, adas manis, kunyit, mustar atau pemanis, sering ditambahkan sesuai dengan preferensi lokal. Preferensi lain lebih memilih produk pinang kering yang diproduksi

  20

  secara komersial seperti Paan masala dan Supari. Selain untuk dikunyah, campuran sirih dan bahan-bahan yang terkandung di dalamnya secara luas digunakan untuk tujuan pengobatan, magis, dan simbolis. Bahan-bahan ini digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk gangguan pencernaan dan cacing. Hal ini diyakini untuk memfasilitasi kontak dengan kekuatan supranatural dan sering digunakan untuk mengusir roh, terutama yang berhubungan dengan penyakit. Dalam peran simbolis, bahan-bahan ini dijumpai di hampir semua upacara keagamaan dan festival dalam

  3 kalender bulan.

  Peralatan sirih terbuat dari bahan-bahan alam yang umum di daerah kepulauan. Bahan-bahan yang digunakan bersifat tahan lama, tahan air, dan ringan. Misalnya, wadah kapur yang terbuat dari sabut kelapa di Flores, dari tanduk yang diukir di Sulawesi tenggara, dan dari labu di Timor Timur. Tanduk kerbau atau kelapa juga digunakan untuk spatula. Masyarakat Ifugao di Filipina membuat kotak kapur dari tulang manusia, serta mendekorasinya dengan adegan bergambar yang menceritakan kisah kematian si pemilik tulang. Tanduk rusa digunakan di Burma untuk meremukkan pinang; pinang diremukkan menjadi potongan-potongan kecil

  3 ketika didorong dari bagian tanduk yang luas ke bagian yang sempit.

  Kebiasaan mengunyah sirih dan pinang tersebar luas di banyak bagian Asia dan dijumpai pada masyarakat migran Asia di berbagai tempat di dunia. Laporan global memperkirakan terdapat 600 juta penyirih di seluruh dunia, yang membuatnya menjadi kebiasaan paling umum keempat di seluruh dunia setelah konsumsi tembakau, alkohol, dan minuman berkafein. Campuran sirih dikunyah untuk berbagai alasan, termasuk diantaranya karena efek psychostimulating yang menyebabkan euforia, untuk memuaskan rasa lapar, menyegarkan nafas, dan praktek sosial dan

  9 budaya.

2.2 Komposisi Menyirih dan Menyuntil

2.2.1 Daun Sirih

  Daun sirih (Piper Betel Linn) adalah tumbuhan merambat Asia tropis yang berhubungan dekat dengan lada. Daun ini pada umumnya disebut betel (Bahasa Inggris), paan (Bahasa India), phlu (Bahasa Thailand) dan sirih (Bahasa Indonesia). Daun sirih banyak digunakan sebagai penyegar mulut dan tumbuh secara ekstensif di India, Sri Lanka, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara. Daunnya dikunyah tersendiri atau bersama dengan bahan lain seperti pinang (kattha),

  21 cengkeh, kapulaga, pinang, manisan mawar dan adas untuk tujuan mengunyah.

  Daun sirih memiliki rasa pedas dan menghasilkan minyak esensial yang banyak digunakan sebagai obat. Penelitian lain menunjukkan bahwa minyak esensial daun

  22 sirih memiliki efek antijamur, antiseptik, dan anthelmintik.

  Daun sirih kaya akan karoten, asam askorbat, dan fenolat. Senyawa fenolik dari tanaman ini berkaitan dengan chavicol, chavibetol, chavibetol asetat, dan

  22

eugenol . Eugenol adalah zat aromatik yang mudah menguap dan tidak jenuh yang

  dapat merangsang sistem saraf pusat, dan merupakan sejenis alkaloid, yang terkenal

  23

  memiliki sifat seperti kokain. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan mengunyah daun sirih dapat mencegah osteoporosis dalam kelompok masyarakat yang secara ekonomi dan sosial kurang beruntung. Unsur utama daun sirih adalah

  24 minyak atsiri, yang bervariasi di negara berbeda dan dikenal sebagai minyak sirih. Daun sirih bersifat aromatik, karminatif, dan stimulan, dan juga merupakan afrodisiak (zat yang dapat merangsang kinerja sel tubuh) dan antiseptik yang dapat meningkatkan proses pencernaan, memperjelas suara, dan mengobati perut kembung. Jus daun sirih dapat mengobati batuk dan gangguan pencernaan pada anak. Daunnya juga digunakan sebagai kontra-iritan untuk menekan sekresi susu pada abses payudara dan juga berkhasiat menyembuhkan luka. Minyak daun sirih adalah stimulan lokal aktif yang digunakan dalam pengobatan catarrhs pernapasan, melalui

  24 aplikasi lokal atau kumur, juga inhalant untuk penderita difteri.

  Berbagai spesies daun sirih telah ditemukan yang memperluas spektrum aktivitas antibakteri. Minyak sirih mengandung dua fenol, betel-fenol (chavibetol) dan

  

chavicol . Cadinene juga telah ditemukan. Minyak yang terbaik adalah yang berwarna

  kuning terang yang diperoleh dari daun segar. Investigasi phytochemical pada daun

  24 sirih menunjukkan bahwa daun sirih memiliki jumlah tannins yang tinggi.

  Penelitian yang dilakukan The International Agency for Research on Cancer (IARC 2004), menyatakan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa campuran sirih tanpa tembakau bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker mulut, dan campuran sirih dengan tembakau, dapat menyebabkan kanker mulut dan kanker

  25 faring dan kerongkongan.

2.2.2 Kapur

  Kapur sirih diperoleh dari berbagai sumber, seperti kerang laut, kerang air tawar, remis, moluska, batu kapur, dan batu karang. Supaya cocok untuk dikunyah, kapur diolah menjadi bubuk (kalsium oksida) dan dicampur dengan air sehingga konsistensinya seperti pasta (kalsium hidroksida). Pasta ini disebut kapur mati dan berwarna putih. Batu kapur (kalsium karbonat) diperoleh dari gunung kapur yang

  3

  banyak digunakan di Thailand, Laos, dan Vietnam. Kerang laut dan moluska, seperti siput, menjadi sumber kapur di daerah kepulauan. Remis dan kerang air tawar dari sungai atau anak sungai, banyak digunakan di Filipina. Di beberapa wilayah dahulu kemudian dihancurkan dengan palu, di Indonesia kerang dihancurkan dengan tangan, setelah dikurangi menjadi bubuk halus, air, dan kadang-kadang sedikit

  26 Gambar 2. A. Kapur sirih; B. Pasta kapur sirih.

  3

  minyak kelapa, ditambahkan untuk membentuk pasta. Sebuah metode yang sama digunakan di desa Ban Phluang, di utara-timur Thailand, dengan penambahan jintan

  3 hitam atau kunyit yang memberikan warna pink atau kemerahan pada pasta kapur.

  Kapur yang merupakan bagian dari campuran sirih menghidrolisa arecoline menjadi

  

arecaidine yang dapat merangsang sistem saraf pusat, dikombinasikan dengan

  minyak lada esensial (campuran fenol dan zat terpenlike) menyumbang sifat euforia

  23

  ketika diserap dari mukosa bukal. Pasta kapur melalui kontak langsung menyebabkan percepatan pergantian sel. Pergantian sel yang cepat dan terus-menerus meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi sel. Di daerah tertentu kapur ditambahkan langsung ke pinang, bukan dibungkus di dalam daun sirih, kemudian diletakkan pada tempat tertentu di mulut (biasanya pipi kanan atau kiri) dimana

  23

  cenderung terbentuk area ulserasi ganas. Pada perempuan penyirih/penyuntil suku Karo di Pancur Batu, bahan kapur yang digunakan umumnya adalah yang berbentuk pasta.

2.2.3 Pinang

  Pinang (Areca catechu) adalah pohon palem berbatang tunggal dan ramping yang dapat tumbuh sampai 30 m. Pinang dibudidayakan dari Afrika Timur dan Semenanjung Arab sampai ke Asia tropis dan dari Indonesia sampai ke Pasifik tengah dan New Guinea. Bijinya dikunyah sebagai stimulan pengunyahan sebesar 5% dari populasi dunia, membuatnya lebih populer daripada permen karet tapi tidak sepopuler tembakau. Pinang sering digunakan dalam ritual budaya atau sosial, dan dijumpai

  27

  dalam upacara-upacara kebudayaan Asia dan Pasifik. Pinang dapat digunakan secara sendiri maupun bersama dengan bahan lain seperti tembakau, kapur, gambir, dan bahan rempah-rempah lainnya, yang dibungkus dalam daun sirih dan disebut sebagai campuran sirih.

  Di India tengah popular produk olahan campuran sirih yang dikenal sebagai

  

pan masala . Produk ini terdiri atas pinang, gambir, kapur, dan mungkin juga

  17

  tembakau. Kebiasaan mengunyah pinang telah diketahui berpotensi merusak kesehatan. Bukti-bukti selama 40 tahun terakhir, terutama dalam bentuk studi epidemiologi dan eksperimental skala besar menunjukkan bahwa bahkan ketika dikonsumsi tanpa menggunakan tembakau atau kapur, memiliki efek yang berpotensi berbahaya pada rongga mulut. Efek ini dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu efek yang mempengaruhi jaringan keras gigi, yang meliputi gigi, jaringan periodonsium,

  28 Gambar 3. A. Pohon pinang; B. Biji pinang. dan sendi temporomandibular, dan efek yang mempengaruhi jaringan lunak, yaitu

  17

  mukosa yang melapisi rongga mulut. Ekstrak pinang diketahui bersifat sitotoksik

  23 dan genotoksik dan secara luas terlibat dalam perkembangan kanker mulut.

  Air liur penyirih dilaporkan mengandung nitrosamin yang berasal dari alkaloid pinang. Kanker sel skuamosa oral adalah tumor ganas yang paling umum terjadi di Papua Guinea, tempat dimana praktek menyirih sangat luas. Hal serupa juga

  23

  terjadi di bagian Asia Selatan dan Tenggara. Arecoline, yang merupakan alkaloid

  

cholinomimetic , adalah unsur utama dari pinang. Zat Ini memiliki efek diaphoretik

  yang kuat; merangsang kelenjar ludah, lakrimal, lambung, pankreas, usus, dan sel-sel mukosa saluran pernapasan; meningkatkan tonus otot dan pergerakan otot polos di seluruh tubuh; memperlambat denyut jantung; mengkonstriksi pupil mata, dan meniru aksi asetilkolin dalam tubuh. Penggunaan buah pinang dalam bentuk apapun tidak

  23 aman untuk kesehatan mulut.

2.2.4 Gambir

  Gambir adalah bahan astringen berwarna coklat kemerahan, yang sering dioleskan pada daun sirih yang digunakan untuk membungkus bahan menyirih. Terdapat dua jenis gambir berdasarkan pohon atau semak dari mana gambir tersebut diekstrak, salah satunya dari rebusan dan ekstrak inti kayu Acacia catechu, Willd, yang berasal dari India dan Myanmar, kadang-kadang disebut gambir hitam. Kandungan utamanya adalah catechu-tannic acid (25-35%), acacatechin (2-10%),

  9 quercetin , dan red catechu.

  Jenis gambir yang lain diperoleh dari air ekstrak daun dan tunas Uncaria

  

Gambier , Roxb. muda, yaitu sejenis semak merambat yang berasal dari Kepulauan

  Melayu, kadang-kadang disebut gambir pucat. Kandungan utamanya adalah catechin (7-33%), catechu-tannic acid (22-50%), quercetin, dan red catechu. Selain itu, di Thailand Utara, gambir dapat dibuat dari Lithocarpus polystachya yang dikeringkan kemudian ditumbuk dan disebut nang ko. Karena diawetkan sebelum digunakan, sarinya keluar, dan setelah mendingin campuran akan mengkristal, kemudian

  9 dibentuk menjadi bola kecil atau kotak.

  29 Gambar 4. A. Tunas gambir; B. Gambir.

2.2.5 Tembakau

  Tembakau sering ditambahkan ke dalam campuran sirih. Bahan tembakau dibuat dari daun Nicotiana rustica dan Nicotiana tabacum yang dikeringkan dan difermentasi sebagian, tanpa proses lebih lanjut. Di sebagian besar wilayah Indonesia, tembakau tidak termasuk bahan campuran sirih, melainkan setelah campuran sirih dikunyah selama beberapa menit, gumpalan tembakau yang diiris halus ditempatkan dalam komisura labial dan akhirnya digunakan untuk membersihkan gigi. Kadang- kadang tembakau dibuat menjadi bubuk dan dikombinasikan dengan molase atau

  3

  direbus sebelum digunakan. Tembakau tanpa asap mengandung lebih dari 3.000

  18 bahan kimia, yang mana 28 diantaranya diketahui bersifat karsinogen.

  Orang yang kecanduan tembakau tanpa asap banyak yang telah menggunakannya selama bertahun-tahun, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Masalah kesehatan yang dapat ditimbulkann adalah kanker mulut dan tenggorokan, leukoplakia, penyakit pada gusi dan gigi, gigi berlubang, gigi hilang, luka nyeri, resesi gingiva, kehilangan tulang pada rahang, abrasi gigi, gigi kuning, bau mulut kronis, masalah kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi,

  30 Gambar 5. A. Pohon tembakau; B. Irisan tembakau kering.

  Ketika digunakan sebagai bahan campuran sirih, daun tembakau memiliki risiko kanker mulut yang sama dengan populasi yang hanya mengunyah tembakau. Penelitian yang dilakukan The International Agency for Research on Cancer (IARC) 2004, menyatakan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa campuran sirih tanpa tembakau bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker mulut, dan campuran sirih dengan tembakau, dapat menyebabkan kanker mulut dan kanker

  9 faring dan kerongkongan.

2.3. Efek Menyirih dan Menyuntil Terhadap Kesehatan

  Menyirih dan menyuntil memiliki efek positif dan negatif terhadap kesehatan umum maupun rongga mulut. Efek positif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan umum diantaranya dapat menetralkan asam lambung, mengobati

  

3

  sakit perut, sakit kepala, dan demam, relaksasi, meningkatkan konsentrasi,

  9

  mengembalikan mood bekerja, meningkatkan kapasitas kerja, kewaspadaan, dan

  10

  11

  12

  stamina, menekan rasa lapar, mengurangi gejala schizoprenia, mencegah

  13

  14

morning sickness pada ibu hamil, dan mencegah osteoporosis. Efek positif

  kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan rongga mulut adalah dapat

  11 menyegarkan nafas dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi. Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan umum diantaranya terkait dengan penyakit kardiovaskular, karsinoma hepatoseluler, sirosis

  15

  hati, hiperlipidemia, hiperkalsaemia, penyakit ginjal kronis, hipertensi, obesitas, diabetes melitus, sindrom metabolik, induksi sindrom ekstrapiramidal, sindrom milk-

  

alkali , induksi displasia serviks uterus, kanker kerongkongan dan hati, berat lahir bayi

  rendah pada ibu penyirih/penyuntil, dan predisposisi kolonisasi Helicobacter pylori

  16

  dalam saluran pencernaan. Efek negatif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap rongga mulut dapat dibagi dua, yaitu terhadap mukosa mulut dan terhadap gigi. Terhadap mukosa mulut menyirih dan menyuntil dapat menyebabkan lesi oral

  

leukoplakia , fibrosis submukosa, karsinoma sel skuamosa, lesi lichenoid, perubahan

  warna pada mukosa mulut, penyakit periodontal, dan kanker mulut. Terhadap gigi menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, hipersensitivitas dentin, fraktur akar,

  17

  nekrosis pulpa, dan terbentuknya kalkulus dan stein pada gigi. Menyuntil dapat menyebabkan abrasi gigi, hipersensitivitas dentin, nekrosis pulpa, dan terbentuknya

  18 stein dan kalkulus pada gigi.

2.4 Atrisi Gigi

2.4.1 Definisi Atrisi Gigi

  Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis yang terjadi antara gigi

  31

  dengan gigi yang berantagonis dalam proses pengunyahan. Atrisi gigi dapat dibagi

  32

  dalam dua kategori, yaitu atrisi fisiologis dan atrisi patologis. Atrisi fisiologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan normal. Atrisi patologis adalah hilangnya substansi gigi akibat gesekan

  33

  mekanis antara gigi dengan gigi dalam pengunyahan yang abnormal. Pengunyahan yang abnormal ini dapat berupa kebiasaan parafungsi seperti bruxism dan clenching, dan kebiasaan mengunyah makanan atau bahan yang bersifat keras dan abrasif,

  33

  seperti mengunyah sirih atau pinang. Atrisi gigi dapat dilihat sebagai hasil dari pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang berantagonis.

  Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya. Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini

  31

  juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan. Atrisi tidah hanya disebabkan karena terpaparnya gigi oleh beban pengunyahan dalam jangka waktu yang lama, tetapi juga berkorelasi dengan kebersihan gigi, disgnati,

  34 bruxism , dan kebiasaan diet.

2.4.2 Efek Menyirih Terhadap Atrisi Gigi

  Menyirih adalah suatu proses mengunyah campuran bahan yang umumnya

  2

  terdiri atas daun sirih, kapur, gambir, dan pinang. Dalam proses menyirih terjadi peningkatan frekuensi dan tekanan pengunyahan. Meningkatnya frekuensi pengunyahan, menyebabkan meningkatnya jumlah gesekan mekanis yang diterima oleh gigi. Semakin banyak gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin banyak terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Hal ini menyebabkan meningkatnya derajat atrisi gigi. Terjadinya atrisi gigi akibat kebiasaan menyirih terutama dipengaruhi oleh komposisi menyirih yang bersifat kasar dan keras. Dalam campuran sirih bahan yang bersifat kasar adalah kapur. Kapur memiliki sifat kasar karena pada umumnya kapur terbuat dari kulit kerang atau batu kapur yang dihaluskan. Kekasaran kapur menyebabkan semakin mudahnya terjadi pengikisan pada permukaan gigi dalam proses menyirih. Semakin mudah terjadi pengikisan pada

  31 permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah.

  Dalam campuran sirih juga terdapat bahan pinang yang memiliki sifat keras. Ketika dikunyah, bahan pinang yang keras akan menstimuli otot-otot pengunyahan, antagonisnya atau bahan pinang. Semakin besar gesekan mekanis yang diterima oleh gigi, maka semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi. Semakin mudah terjadi pengikisan pada permukaan gigi, maka semakin cepat terjadi atrisi gigi yang parah. Tekanan pengunyahan yang besar dapat menyebabkan arthrosis pada sendi

  17

  temporomandibular. Apabila kapur dan pinang digunakan dengan frekuensi yang tinggi, gigi dengan segera akan mengalami atrisi gigi yang parah. Atrisi gigi yang parah dapat menyebabkan terpaparnya lapisan dentin. Dentin yang terpapar, saat menerima rangsangan panas, dingin, sentuhan, uap, atau kimiawi, akan menyebabkan cairan tubulus dentin bergerak menuju reseptor syaraf perifer pada pulpa yang kemudian melakukan pengiriman rangsangan ke otak dan akhirnya timbul persepsi

  35

  rasa sakit atau ngilu. Dentin terdiri atas 70% materi inorganik dan 30% materi organik, sementara enamel terdiri atas 96% materi inorganik dan 4% materi

  36

  organik. Hal ini menyebabkan atrisi gigi yang terjadi pada lapisan dentin lebih cepat daripada lapisan enamel. Apabila kebiasaan menyirih terus berlanjut tanpa adanya perawatan, pengikisan dengan segera akan mencapai lapisan pulpa dan menyebabkan

  37 nekrosis pulpa.

  Derajat atrisi sebagai akibat dari kebiasaan menyirih bergantung pada beberapa faktor, yaitu lama menyirih, frekuensi menyirih, komposisi menyirih, dan umur penyirih. Kebiasaan menyirih telah dilaporkan terkait dengan terjadinya fraktur akar, yang merupakan konsekuensi dari pengunyahan yang berlebihan dan berulang,

  17

  serta peningkatan beban pengunyahan saat mengunyah. Stain ekstrinsik pada gigi yaitu perubahan warna gigi menjadi hitam atau coklat karena deposit dari mengunyah sirih sering dijumpai pada penyirih, terutama pada penyirih dengan profilaksis

  31

  kebersihan mulut yang kurang dan perawatan gigi yang tidak teratur. Berdasarkan penelitian Parmar (2008), pengunyah sirih memiliki prevalensi atrisi dan sensitivitas gigi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengunyah sirih hal ini disebabkan beban dan frekuensi pengunyahan yang berlebihan dan terpapar dengan

  38

  dengan berbagai komponen dari campuran sirih. Keith (1988) menyatakan bahwa

  39

  degeneratif. Mengunyah pinang yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan menyirih telah diketahui secara luas dapat menyebabkan atrisi gigi, pewarnaan dan

  40 pembentukan faset pada gigi, dan prevalensi periodontitis yang lebih tinggi.

  Dalam penelitian ini, atrisi gigi yang diteliti adalah atrisi yang terjadi pada permukaan oklusal gigi. Peneliti menggunakan indeks keausan gigi Smith dan Kight sebagai indeks untuk menilai seberapa besar derajat atrisi gigi responden. Berdasarkan indeks keausan gigi Smith dan Knight, atrisi gigi dikelompokkan ke

  41

  dalam 5 derajat, yaitu: Derajat 0 = Tidak ada terjadi atrisi.

  • Derajat 1 = Terjadi atrisi sebatas pada enamel saja.
  • Derajat 2 = Terjadi atrisi sampai sepertiga oklusal dengan dentin terbuka.
  • Derajat 3 = Terjadi atrisi sampai sepertiga tengah dengan pulpa terbuka.
  • Derajat 4 = Terjadi atrisi sampai sepertiga servikal dengan pulpa terbuka.
  • Untuk memperjelas indeks atrisi gigi, peneliti telah membuat ilustrasi gambar indeks atrisi gigi pada gambar 6 berikut ini.

  Gambar 6. Indeks atrisi gigi. Atrisi gigi, baik pada interproksimal maupun oklusal, dapat dianggap sebagai akibat dari serangkaian interaksi antara gigi, struktur pendukungnya, dan komponen pengunyahan. Hal ini dihasilkan oleh kontak gigi dengan gigi antara gigi yang berantagonis. Efek dari atrisi gigi tidak terbatas hanya pada pengurangan dimensi gigi, tetapi juga pada perubahan skeletal, morfologi lengkung gigi, dan hubungan

  31 antara rahang atas dan bawah dengan struktur pendukungnya.

  Tingkat dan perluasan keausan gigi ditentukan oleh faktor biologis seperti morfologi gigi dan lengkung gigi, kekuatan dan arah gerakan pengunyahan, dan kekerasan enamel dan dentin. Hal ini juga dipengaruhi oleh bahan abrasif yang dimasukkan ke dalam makanan. Keausan gigi dapat juga merupakan hasil dari

  31 bruxism atau pengasahan gigi dan aksi non-pengunyahan.

  Secara klinis derajat atrisi gigi dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.

  Gambar 7. A. Atrisi gigi derajat 1; B. Atrisi gigi derajat 2; C. Atrisi gigi derajat 3;

42 D. Atrisi gigi derajat 4.

2.5 Abrasi Gigi

2.5.1 Definisi Abrasi Gigi

  Abrasi gigi adalah terkikisnya lapisan enamel gigi karena faktor mekanis

  43 selain kontak antara gigi-geligi

  . Abrasi gigi dapat terjadi sebagai akibat dari gigi yang tidak tepat, menggigit benda keras seperti pena, pensil atau gagang pipa, membuka pin rambut dengan gigi, dan menggigit kuku. Abrasi juga dapat disebabkan jepitan dari cangkolan gigi tiruan sebagian lepasan. Abrasi dapat terjadi pada penjahit

  44 yang memutuskan benang dengan gigi dan musisi yang memainkan alat musik tiup.

2.5.2 Efek Menyuntil Terhadap Abrasi Gigi

  Menyuntil adalah suatu proses menggosok-gosokkan gumpalan suntil dengan

  3 gerakan memutar pada permukaan gigi dan mukosa sebelah labial atau bukal.

  Gumpalan suntil adalah komposisi menyirih ditambah dengan sejumlah tembakau, yang dikunyah kemudian digosok-gosokkan ke permukaan gigi dan mukosa sebelah

  9

  labial atau bukal. Menyuntil telah dikaitkan dengan berbagai lesi rongga mulut. Lesi

  18

  pada gigi dapat berupa abrasi gigi dan kehilangan tulang pada rahang. Lesi pada mukosa dapat berupa melanosis, gingivitis ulseratif nekrosis akut, luka bakar dan keratotik, black hairy tongue, stomatitis nikotinik, erosi palatal, leukoplakia, displasia

  45

  epitel, dan karsinoma sel skuamosa. Menyuntil juga dapat menyebabkan resesi

  18 gingiva, penguningan gigi, stain, dan bau mulut kronis.

  Abrasi dari kegiatan menyuntil biasanya terjadi pada permukaan vestibular, namun dapat juga pada permukaan oklusal jika tembakau dikunyah. Para penyuntil biasanya menempatkan tembakau antara gusi dan pipi atau di dalam pipi dan

  46

  kemudian mengisapnya serta membuang jusnya. Abrasi gigi sebagai akibat kebiasaan menyuntil dapat dipengaruhi oleh lamanya kebiasaan menyuntil, frekuensi menyuntil, dan konsistensi bahan menyuntil. Dalam penelitian ini, abrasi gigi yang diteliti adalah abrasi gigi yang terjadi pada permukaan labial, dimana dalam menentukan besar derajat abrasi gigi responden, peneliti menggunakan indeks keausan gigi Smith dan Knight, yang membagi derajat abrasi gigi ke dalam 5 derajat,

  41

  yaitu: Derajat 0 = Tidak ada terjadi abrasi.

  • Derajat 1 = Terjadi abrasi sebatas enamel saja.

  • mengenai pulpa. Derajat 4 = Enamel abrasi pada daerah labial sampai ke lapisan pulpa. -

  Derajat 3 = Terjadi abrasi sampai ke lapisan dentin yang lebih dalam tanpa

  Untuk memperjelas indeks abrasi gigi, peneliti telah membuat ilustrasi gambar indeks abrasi gigi pada gambar 8 berikut ini.

  Gambar 8. Indeks abrasi gigi. Keausan gigi merupakan hasil interaksi dari atrisi gigi, erosi gigi, abrasi gigi,

  41

  dan abfraksi gigi, yang dapat terjadi dalam isolasi atau kombinasi. Pemakaian jaringan keras yang berlebihan adalah masalah permanen yang terjadi pada semua kelompok umur yang dianggap sebagai bagian dari proses penuaan dan merupakan

  47 masalah bagi kedokteran gigi saat ini.

  Atrisi dan abrasi gigi dapat bertindak secara independen maupun terkombinasi, yang sering terjadi selama dinamika aktivitas interoklusal. Dari perspektif bioteknologi, banyak mekanisme kombinasi aditif atau sinergis terjadi secara simultan, berurutan, atau bergantian, yang menjelaskan hilangnya jaringan

  44 keras gigi. Secara klinis derajat abrasi gigi dapat dilihat pada gambar 9 berikut ini.

  Gambar 9. A. Abrasi gigi derajat 1; B. Abrasi gigi derajat 2; C. Abrasi gigi derajat 3;

48 D. Abrasi gigi derajat 4.

2.6 Kombinasi Atrisi dan Abrasi Gigi Dalam Terjadinya Keausan Gigi

  Keausan gigi dapat dibedakan atas keausan mekanis, keausan kimia, dan

  49

  keausan biomekanis. Keausan mekanis adalah keausan yang disebabkan gesekan mekanis antara gigi dengan gigi maupun benda lain selain gigi. Keausan kimia adalah

  50

  keausan yang disebabkan oleh zat kimia. Keausan biomekanis adalah keausan yang diawali oleh mikrofraktur pada bagian servikal gigi yang disebabkan oleh tekanan

  51

  pengunyahan. Keausan gigi dapat terjadi sebagai akibat kombinasi antara keausan

  49 mekanis, kimia, dan biomekanis.

  Keausan mekanis terdiri atas atrisi dan abrasi, keausan kimia terdiri atas erosi, dan keusan biomekanis terdiri atas abfraksi. Atrisi adalah hilangnya substansi gigi karena kebiasaan fungsional dan parafungsional dan umumnya terlihat pada

  52

  permukaan insisal, oklusal, dan proksimal. Atrisi interproksimal menyebabkan

  Selain itu, atrisi oklusal menyebabkan tinggi mahkota berkurang yang berdampak pada berkurangnya tinggi wajah bagian bawah. Tinggi mahkota gigi yang berkurang memungkinkan mandibula berrotasi dalam arah maju dan ke atas, konsekuensinya

  53 adalah overjet insisivus sering diganti oleh gigitan edge to edge.

  52 Abrasi adalah keausan mekanis dari permukaan gigi karena obyek eksternal.

  Agen eksternal yang memiliki efek abrasif pada gigi termasuk bulu sikat gigi dan

  54

  faktor makanan. Erosi adalah hilangnya substansi gigi akibat zat asam eksogen atau

  52

  endogen tanpa keterlibatan bakteri. Faktor erosif dapat berupa ekstrinsik atau intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi minuman seperti jus buah segar, minuman berkarbonasi, minuman ringan, minuman beralkohol, dll. Faktor intrinsik termasuk

  54

  penyakit refluks gastrointestinal dan gangguan makan. Abfraksi adalah istilah relatif baru yang menunjukkan hilangnya substansi mikrostruktur gigi di daerah berpusatnya

  52

  tekanan, dan biasanya terlihat di daerah servikal. Telah dikemukakan bahwa abfraksi merupakan konsekuensi dari kekuatan eksentrik pada pertumbuhan gigi

  54

  alami. Meskipun proses tersebut dapat terjadi secara independen mereka dapat

  

52

terjadi dalam banyak kasus secara kolektif.

  Faktor lain yang memiliki peran penting dalam keausan gigi adalah kehilangan gigi posterior yang berkepanjangan dan tidak diganti. Sehingga pasien cenderung mengunyah menggunakan gigi anterior, yang mengakibatkan gigi anterior aus. Hal ini membuat berkurangnya dimensi vertikal oklusal pasien. Hilangnya gigi posterior umumnya dapat menyebabkan abrasi dan atrisi pada gigi anterior. Hal ini menyebabkan berpindahnya mandibula ke posisi anterior dan kekuatan pengunyahan gigi anterior menjadi lebih berat, yang menyebabkan gigi anterior menjadi aus dan goyang. Berkurangnya dimensi vertikal oklusal yang berkepanjangan akan mempengaruhi penampilan wajah. Wajah tampak lebih tua dan dalam kondisi yang parah dapat menyebabkan angular chelitis. Dalam kasus kehilangan dimensi oklusal vertikal akibat keausan gigi, terapi diperlukan untuk mendapatkan kembali dimensi vertikal. Terapi yang dilakukan seperti: memperpanjang mahkota, perawatan

  Keausan gigi fisiologis terjadi sepanjang hidup dan dapat berkembang menjadi parah sehingga menyebabkan masalah estetika, sensitivitas dan fungsional. Ausnya permukaan enamel gigi adalah hal yang umum terjadi saat ini dan semakin meningkat prevalensinya. Hal ini terjadi karena masyarakat berupaya untuk mempertahankan gigi sebanyak dan selama mungkin sementara tekanan pengunyahan semakin tinggi, yang disebabkan kebiasaan makan dan faktor stres. Keausan gigi dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin yang parah pada orang-orang tertentu dan

  52 dapat mengganggu kebiasaan kontrol plak dan bahkan fungsi normal.