BAB II PARADIGMA DAN TEORI KOMUNIKASI 2.1.Kajian Terdahulu - Kecenderungan Pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran (Studi Analisis Isi Pada Kasus Pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran Dan Standar Program Siaran Media Televisi Ya

BAB II PARADIGMA DAN TEORI KOMUNIKASI

2.1.Kajian Terdahulu

  Penulis Yanita Petriella (090903774) / Ilmu Komunikasi / Universitas Atma Jaya Yogyakarta

  Pembimbing Drs. Mario Antonius Birowo, MA., Ph.D Judul Pedoman Perilaku Peyiaran dan Standar Program Siaran Dalam

  Pemberitaan Bencana Banjir Di Televisi (Studi Analisi Isi Evaluasi Pemberitaan Bencana Banjir DKI Jakarta dan Sekitarnya Periode 10 Januari hingga 6 Februari 2013 di Metro Tv)

  Metode Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisi isi evaluatif yang bertujuan untuk melihat bagaimana P3SPS diterapkan pada peristiwa bencana

  Hasil Metro Tv belum sepenuhnya menerapkan P3SPS dan jurnalsme empati dalam pemberitaan bencana banjir. Jurnalis Metro Tv masih melakukan pemaksaan dalam pengambilan gambar maupun mewawancarai korban. Pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan korban dan tidak berempati terhadap korban kerap kali dilontarkan tanpa memandang kondisi psikologis korban. Seringkali korban diminta untuk menceritakan kronologis peristiwa banjir yang dialami korban. Namun dalam hal luka dan darah korban serta wajah korban, Metro Tv sudah menerapkan pasal-pasal dalam P3SPS dan jurnalisme empati untuk tidak menayangkan gambar secara detail atau close-up.

  8 Universitas Sumatera Utara Penulis Tiro Ramadhani (L100080102) / Ilmu Komunikasi / Universitas Muhammadiyah Surakarta

  Pembimbing Fajar Junaedi, S.Sos., M. Si dan Rinasari Kusuma, S.Sos., M.I.Kom

  Judul Kekerasan dan Pornomedia Dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi pada Program Acara Komedi Pesbukers di ANTV periode Bulan Juni 2012)

  Metode Penelitian ini adalah penelitian deskripif kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi analisis isi Hasil Terdapat dua jenis kekerasan yakni fisik dan psikologis, serta tiga jenis pornomedia yakni pornografi, pornosuara dan pornoaksi. Kemunculan variabel kekerasan sebanyak 602 adegan (27,6%) dan pornomedia sebanyak 320 adegan (14,7%). Frekuensi kekerasan terdiri dari 262 adegan (43,5%), kekerasan fisik dan psikologi 340 adegan (56,5%), frekuensi porno media yang terdiri dari pornografi sebanyak 226 adegan (70.6%), pornosuara 65 adegan (20,3%), pornoaksi 29 adegan (9,1%). Jumlah durasi adegan kekerasan sebanyak 3.331 detik dari keseluruhan durasi 19 jam 19 menit 37 detik. Serta sebanyak 72 baba dari 104 detik. Kecenderungan dalam melakukan adegan kekerasan dilakukan pemeran pria sebanyak 363 kemunculan (76,9%), dan pemeran wanita 139 kemunculan (23,1%) dari keseluruhan variabel pornomedia. Kecenderungan berdasarkan posisi tokoh dalam melakukan adegan kekerasan didominasi tokoh utama 299 kemunculan (66,2%), serta tokoh tamu 203 kemunculan (33,8%). Dan pornomedia didominasi oleh peran utama sebanyak 203 frekuensi kemunculan (63,4%) serta tokoh tamu 117 (36,6%) sesuai kategori jenis tayangan.

  Penulis Fakhril Fattah (44107010188) / Ilmu Komunikasi (Broadcasting) / Universitas Mercu Buana

  Pembimbing Dadan Anugrah, M.Si Judul Penerapan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

  Siaran (P3SPS) pada Tayangan Primitive Runaway di Trans Tv (Analisis Isi Tayangan Primitive Runaway Periode Desember 2010)

  Metode Analisis isi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif Hasil Tayangan Primitive Runaway pada periode Desember 2010 tidak seluruhnya menerapkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan

  Standar Program Siaran (P3SPS). Hal ini menunjukan bahwa tayangan Primitive Runaway cenderung mengantung tindakan- tindakan (baik secara visual maupun narasi) yang mengarah pada merendahkan dan melecehkan suku tertentu dalam tayangannya.

  

Penulis Irma Agita (44108010076) / Ilmu Komunikasi / Universitas Mercu

Buana Pembimbing Afdal Makkuraga Putra, S.Sos, M.Si

Judul Penerapan Pasal-Pasal Jurnalistik Pada P3SPS Terhadap program

  

Intens di RCTI (Analisis Isi Periode Desember 2011)

Metode Penelitian ini adalah penelitian deskripif kuantitatif yang menggunakan pendekatan studi analisis isi

Hasil Ditemukan banyak pelanggaran pasal-pasal jurnalistik pada P3SPS. Pedoman Perilaku Penyiaran pelanggaran yang paling dominan terdapat dalam pasl 18 dan 19, sedangkan untuk Standar Program Siaran pelanggaran yang paling dominan terdapat dalam pasal 42. Pelanggaran yang terjadi pun hampir serupa yakni isi berita tidak berimbang (cover both side). Meskipun Intens hanya meliput berita mengenai selebriti, tetap saja kegiatan yang dilakukan oleh intens adalah bagian dari jurnalistik. Maka dari itu, intes wajib mengikuti atau memenuhi pakem-pakem dari P3SPS selaku pengatur atau acuan bagi pertelevisian Indonesia. Penulis Wasis Triantoro (44109120025) / Jurnalistik / Universitas Mercu Buana

  Pembimbing Dicky Andika, M.Si Judul Strategi Editor Dalam Memenuhi P3SPS dan Kode Etik

  Jurnalistik pada Program Jurnal Siang di Berita Satu Tv Periode Bulan Juni 2012

  Metode Analisi isi dengan pendekatan deskriptif kuantitatif Hasil Penelitian ini menemukan bahwa Program Jurnal Siang di

  BeritaSatu Tv telah sesuai dengan ketentuan pasal 23, 24, dan 25 P3SPS yang mengatur mengenai batasan dan larangan penayangan adegan-adegan kekerasan, adegan yang ada gambar berdarah, tidak menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti : tauran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengerusakan barang- barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri , serta mengatur tentang pelanggaran menampilkan adegan yang mengandung kata-kata atau ungkapan-ungkapan kasar atau makian-makian. Editor-editor pada Program Jurnal Siang di BeritaSatu Tv melakukan teknik editing dengan memotong adegan-adegan kekerasan, adegan yang ada gambar berdarah, serta adegan yang mengandung kata-kata atau ungkapan-ungkapan kasar atau makian-makian. Dengan demikian, editor pada Program Jurnal Siang di BeritaSatu Tv telah melakukan strategi-strategi dalam memenuhi P3SPS dan Kode Etik Jurnalistik dalam memproduksi Program Berita yang beretika.

2.2. Paradigma Penelitian

  Positivisme sebagai salah satu aliran filsafat yang bebas nilai dikembangkan mulai abad ke 19

  1. Positivisme Sosial Dikemukakan oleh Hendry Sain Simon dan Aguste Comte. Paham ini menyakini bahwa kehidupan sosial hanya dapat di capai melalui penerapan ilmu-ilmu positif.

  2. Positivisme Evolusioner Dikemukakan oleh Charles Lyell, Charles Darwin, Herbert Spencer, Wilhem Wundt, Ernst Hackel. Positivisme evolusioner meyakini interaksi manusia-semesta sebagai penentu kemajuan.

  3. Positivisme Logis Dikemukakan oleh Rudolph Carnapp, Alfred Ayer, Wittgnestein. Paham ini lebih memfokuskan diri pada logika dan bahasa ilmiah. Prinsip yang diyakini paham ini adalah ISOMORFI yaitu adanya hubungan mutlak antara bahasa dan dunia nyata.

  Positivis berarti apa yang berdasarkan pada faktor objektif. Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terkait oleh tertib hukum. Fokus kajian positivisme adalah peristiwa sebab-akibat (kausalitas).

  Dalam hal ini, positivisme menyebutkan ada dua jalan untuk mengetahui : 1.

  Verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal).

  2. Penemuan lewat logika (rasional) Positivisme mempunyai selogan yang terkenal yaitu “savoir pour prevoir, yang artinya dari ilmu muncul prediksi, dan dari prediksi

  prevoir pour pouvoir” muncul aksi.

  Ide pokok positivisme menurut Kincaid : 1.

  Ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya, dan karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah.

  2. Ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum, untuk segala bidang atau disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam ilmu alam.

3. Pandangan-pandangan metafisika tidak dapat diterima sebagai ilmu, tetapi sekedar merupakan pseudoscientific.

  Kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. atau dengan kata lain suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebut bersesuaian (korespondensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.

  Komponen-komponen pokok teori dan metodologi positivis adalah : 1.

  Metode penelitian : kuantitatif 2. Sifat metode positivisme adalah objektif 3. Penalaran : deduktif 4. Hipotetik.

2.3. Kerangka Teori

  Kerangka teori adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalahtertentu. Dalam kerangka teori, teori secara logis dikembangkan, digambarkan, dan dielaborasi jaringan-jaringan dari asosiasi antara variabel-variable yang diidentifikasi melalui survei atau telaah literatur (Silalahi, 2009:92).

  Fungsi teori dalam sebuah riset atau penelitian adalah untuk membantu peneliti menjelaskan fenomena sosial atau fenomena yang dialami menjadi pusat perhatian. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan persepsi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala tersebut (Kriyantono, 2006:43). Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah : 2.3.1.

   Teori Struktural Fungsional Arti Struktur mengacu pada pengulangan aktivitas atau prilaku anggota masyarakat yang telah diorganisasikan dan Arti Fungsi mengacu pada sumbangan dari sebagian bentuk perulangan aktivitas prilaku anggota suatu masyarakat dalam menangani (mempertahankan) stabilitas atau keseimbangan masyarakat. Struktural fungsional adalah sebuah teori yang menjelaskan berbagai kegiatan yang melembaga (institutionalized) dalam kaitannya dengan kebutuhan masyarakat.

  Masyarakat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian yang saling berkaitan atau sub sistem. Setiap sub sistem tersebut memiliki peran yang berarti. Salah satu sub sistem tersebut adalah media. Media diharapkan dapat menjamin integrasi ke dalam ketertiban dan memiliki kemampuan memberikan respon terhadap kemungkinan baru yang didasarkan pada realitas yang sebenarnya.

  Pokok-pokok perspektif fungsionalisme struktural adalah: Masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem yang didalamnya

  • memiliki subsistem-subsistem sebagai unsur yang saling berhubungan.
  • yang dinamis.

  Masyarakat secara alamiah cenderung mengarah pada suatu keseimbangan

  • memberikan konstribusi kearah terbentuknya suatu keadaan yang seimbang.

  Seluruh perulangan aktivitas atau perilaku dalam suatu masyarakat

  • perilaku dalam suatu masyarakat yang nampaknya tidak dapat dihindari, karena itu maka dalam suatu masyarakat ada fungsi yang harus menjadi syarat mutlak sebagai penunjang seluruh sistem kalau dalam keadaan yang keritis karena tanpa itu sistem akan terganggu (Robert K. Merton).

  Hanya ada nenerapa bagian kecil dari perulangan aktivitas maupun pola

  Beberapa alasan yang menunjang penggunaan perspektif struktural fungsional dalam kajian komunikasi:

  • massa dengan masyarakat dan seperangkat konsep yang sulit untuk diganti.

  Menyajikan kerangka berfikir untuk membalas hubungan antara media

  • beberapa aspek struktur dan proses sosial.

  Membantu memahami kegiatan utama media dalam kaitannya dengan

  • dengan teori normatif yang membahas peran yang seharusnya dibawakan oleh media.

  Menciptakan jembatan antara pengamatan empiris tentang institusi media

  Fungsi media dalam masyarakat: Informasi : menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam

  • masyarakat dan dunia, menunjukan hubungan kekuasaan, memudahkan inovasi, adaptasi dan kemajuan.
  • informasi. Menunjang otoritas dan norma-norma yang mapan. Melakukan sosialisasi. Mengkoordinasikan beberapa kegiatan. Membentuk kesepakatan.

  Korelasi : menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan

  • keberadaan kebudayaan yang khusus serta perkembangan budaya baru. Meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.

  Kesinambungan : mengekspresikan budaya dominan dan mengakui

  • Meredakan ketegangan sosial.

  Hiburan : menyediakan hiburan, pengalihan perhatian dan sarana relaksasi.

  • pembangunan ekonomi, pekerjaan dan kadang kala juga dalam bidang agama 2.3.2.

  Mobilisasi : mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik,

   Teori Normatif

  Teori normatif media massa memiliki gagasan pokok bagaimana media seharusnya, atau setidaknya diharapkan, dikelola dan bertindak untuk kepentingan publik yang lebih luas maupun untuk kebaikan masyarakat, namun media juga menjalankan tujuan-tujuan sosial tertentu. Di antaranya adalah bahwa media biasa digunakan untuk menghasilkan dampak yang direncanakan (intended effect) yang dianggap positif.

  Berbicara tentang teori normatif, maka rujukannya adalah gagasan mengenai hak dan kewajiban yang mendasari harapan akan munculnya hal-hal baik yang dilakukan oleh media bagi masyarakat. Teori normatif media memiliki dua sumber, yaitu :

  1. Sumber Internal Sumber internal berasal dari konteks historis bahwa media dalam masyarakat modren memiliki peran dan relasi yang kuat dengan lembaga politik, dan juga memiliki kemampuan untuk menciptakan opini publik.

  2. Sumber Eksternal Sumber eksternal adalah harapan dari khalayak, bahwa media dan khalayak (termasuk pengiklan) diikat oleh sebuah relasi ekonomi.

  Sehingga ada tuntutan eksternal agar media bertindak normatif sesuai dengan perjanjian tertentu.

2.3.3. Analisis Isi

  Analisis isi (content analysis) adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol

  

coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi

  interpretasi. Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi- inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan salih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Logika dasar komunikasi bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verba maupun nonverba.

  Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi. Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan- bahan dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen), komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).

  Ada beberapa bentuk klasifikasi dalam analisis isi. Janis menjelaskan klasifikasi sebagai berikut :

1. Analisis Isi Pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin.

  2. Analisis Isi Semantik, dilakukan untuk mengklasifikasikan : tanda menurut maknanya. Analisis ini terbagi menjadi tiga : a.

  Analisis Penunjuk (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (benda, orang, kelompok atau konsep) dirujuk b. Analisis Penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa sering karakteristik dirujuk (misalnya referensi kepada ketidak jujuran).

  c.

  Analisis Pernyataan (assertions), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusu.

  Analisis ini secara kasar disubut anlisis tematik.

  3. Analisis Sarana Tanda (sign-vechile), dilakukan untuk mengklasifikasi isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali suatu kata muncul. Analisis isi sering digunakan dalam analisis-analisis verifikasi. Cara kerja atau logika analisis data ini sesungguhnya sama dengan kebanyakan analisis data kuantitatif. Peneliti memulai analisisnya dengan menggunakan lambang-lambang tertentu, mengklasifikasikan data tersebut dengan kriteria-kriteria tertentu dengan teknik analisis yang tertentu pula. Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.

  1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).

  2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

  3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data- data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.

2.3.4. Komunikasi Massa

  Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan oleh para ahli komunikasi. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa yakni media cetak dan elektronik (Nurudin, 2011:3-4). Menurut Rakhmat (2011 : 90) definisi yang paling sederhana dari komunikasi massa adalah yang dirumuskan Bitner (1980), yaitu “Mass Communication is messages

  

communicated through a mass medium to a large number of peopel ” (komunikasi

  massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa kepada sejumlah besar orang).

  Berdasarkan definisi tersebut, dapat diartikan bahwa komunikasi massa merujuk pada “pesan”, namun menurut Wiriyanto (2000:10) “komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi”. Komunikasi massa dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti radio, televisi dan film (Cangara, 2002 : 36). Sastropoetra (1990 : 12 ) mendefinisikan ciri komunikasi massa sebagai berikut : 1.

  Komunikasi ditujukan kepada massa atau orang banyak sebagai komunikasi.

  2. Komunikasi dilakukan serentak.

  3. Komunikasi merupakan suatu original lembaga atau orang yang dilembagakan.

  4. Pesannya bersifat umum.

  5. Media yang digunakan adalah media massa artinya bisa menjagkau sekaligus banyak orang.

  6. Umpan balik atau feedback tidak langsung. Elizabeth Noelle-Neuman (1973) dalam Rakhmat (20011 : 92) menyebutkan empat tanda pokok dari komunikasi massa, yaitu : Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis (teknologi

  • media). Komunikasi massa mengharuskan adanya media massa dalam prosesnya, hal ini dikaranakan teknologi yang membuat komunikasi massa dapat terjadi. Dapat dibayangkan bahwa tidak mungkin seseorang melakukan komunikasi massa tanpa bantuan media massa (teknologi), bahkan bila ia berteriak sekencang-kencangnya.
  • komunikasi. Dalam istilah komunikasi, reaksi khalayak yang dijadikan masukan untuk proses komunikasi berikutnya disebut umpan balik (feedback). Namun dalam sistem komunikasi massa, komunikator sukar menyesuaikan pesannya dengan reaksi komunikan (khalayak luas dalam hal ini). komunikasi bersifat irreversible, yang artinya ketika sudah terjadi tidak dapat diputar balik (diulang). Begitu juga halnya dengan komunikasi massa. Sebuah informasi yang telah disebarkan, tidak dapat diputar ulang seperti membuat air menjadi es, kemudian membuat es menjadi air kembali. Dalam komunikasi massa, publik atau khalayak hanya menjadi penerima informasi. Pada saat komunikasi massa dilakukan, khalayak tidak dapat langsung memberikan feedback untuk mempengaruhi pemberi informasi, dalam hal ini untuk aliran komunikasi sepenuhnya diatur oleh komunikator. Namun demikian, dalam komunikasi massa masih terdapat kemungkinan adanya siaran ulang, yaitu memutar ulang tayangan yang sama dalam televisi atau radio.

  Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi anatara peserta-peserta

  • anonim. Komunikasi dengan media massa memungkinkan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada publik yang tidak terbatas jumlahnya, siapapun dan berapapun orangnya selama mereka memiliki alat penerima (media) siaran tersebut.

  Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan

  • sebelumnya, komunikasi massa tidak hanya ditujukan bagi sekolompok orang dikawasan tertentu, namun lebih kepada khalayak luas dimanapun

  Mempunyai publik yang secara geografis tersebar. Seperti dikemukakan mereka berada. Oleh karena itu, lewat media massa seseorang atau sekelompok orang dapat melakukan persuasi kepada banyak orang diberbagai tempat dengan efisien. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Komunikasi massa diharapkan dapat memberikan efek kepada penerimanya. Wilbur Schramm dalam bukunya “How Communication Works” dalam Wiryanto (2000 : 15) menggolongkan efek komunikasi massa ke dalam efek yang bersifat khusus dan efek yang bersifat umum :

  1. Efek Umum Efek umum menyangkut efek yang paling mendasar yang diharapkan dapat terjadi akibat pesan-pesan yang disiarkan melalui media massa.

  2. Efek Khusus Efek khusus menyangkut suatu ramalan tentang efek yang diperkirakan akan timbul pada individu-individu dalam suatu mass audience pada perilaku mereka dalam menerima pesan-pesan di media massa.

2.3.5. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

  Media massa merupakan saluran atau media yang dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Yang termasuk media massa disini adalah televisi, surat kabar, majalah, radio dan film. Media massa dapat digolongkan sebagai media elektronik dan media cetak yang keseluruhan sering juga disebut pers.

  Istilah televisi terdiri dari “tele” yang berarti jauh dan “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Televisi adalah salah satu bentuk media komunikasi massa yang selain mempunyai daya tarik yang kuat, disebabkan unsur – unsur kata, musik dan sound effect, juga memiliki keunggulan yaitu visual berupa gambar hidup yang dapat menimbulkan pesan mendalam bagi pemirsanya (Effendy, 2003 : 192).

  Sebagai media massa yang didukung oleh teknologi yang modren, televisi mempunyai banyak keunggulan yang diantaranya ialah siaran yang di pancarkan melalui televisi dapat menjangkau seluruh lapisan yang ada di mayarakat. Sedangkan kekurangan dari media massa elektronik ini adalah berbagai macam informasi yang disajikan hanya bersifat sekilas saja. Dalam arti bahwa yang muncul pada pesawat televisi tidak dapat dikaji ulang, berbeda dengan pesan- pesan media cetak.

  Menurut sosiolog Marshall McLuhan, kehadiran televisi membuat dunia menjadi “Desa Global” yaitu suatu masyarakat dunia yang batasnya diterobos oleh media televisi (Kuswandi, 1996 : 20). Adapun ciri-ciri televisi antara lain adalah (Effendy, 2003 : 21 ) 1.

  Berlangsung satu arah.

  2. Komunikasi melembaga.

  3. Pesan bersifat umum.

  4. Sasarannya menimbulkan keserempakan.

  5. Komunikanyan bersifat heterogen.

  Televisi merupakan media komunikasi massa karena memenuhi unsur- unsur yang terdiri dari sumber (sorce), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver) serta efek (effect) (Wiriyanto, 2000: 67). Komunikasi massa televisi ialah proses komunikasi antar komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi.

  Televisi adalah salah satu media dalam komunikasi. Dalam semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia (Ardianto dkk, 2004 : 125). Televisi merupakan media yang paling banyak menarik perhatian komunikan karena kelebihannya yang mempu menyatukan unsur audio visual sekaligus. Televisi memiliki keuntungan atas pesanya yang bisa dilihat serta didengar dalam waktu yang bersamaan (Suhandang, 2005 : 89).

  Media televisi bersifat trsnsitory (hanya meneruskan), dalam paradigma Harol Lasswell tentang proses komunikasi yang berbunyi “who, says what, to

  

whom, in which channel, and with what effect ”. Secara langsung menggambarkan

  bahwa proses komunikasi seseorang memerlukan media. Memasukan paradigma Lasswell dalam komunikasi massa media televisi, secara tegas memperlihatkan bahwa dalam setiap pesan yang disampaikan televisi, tentu saja mempunyai tujuan khalayak, sasaran, serta akan mengakibatkan umpan balik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.3.6. Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran

  Penyiaran sebagai penyalur informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya sangat sentris terutama dalam mengembangkan alam demokrasi di negara Indonesia. Oleh karena itu ditetapkanlah undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dengan total XII BAB pokok pembahasan dan 64 pasal, untuk menjadi dasar dalam menyelenggarakan penyiaran dan menghasilkan kualitas siaran di Indonesia.

  Pembentukan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tidak terlepas dari undang-undang dasar tahun 1945, undang-undang nomor 8 tahun 1992 tentang perfilman, undang-undang nomor 5 tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi, undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia, undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, dan undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta. Undang-undang nomor 32 tahun 2002, disusun berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut : a.

  Penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan, termasuk menjamin kebebasan berkreasi dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supermasi hukum.

  b.

  Penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu/orang lain.

  c.

  Memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik dalam skala nasional maupun internasional. d.

  Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, internet, dan bentuk – bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran.

  e.

  Lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi dalam memajukan penyiaran nasional, untuk itu dibentuk komisi penyiaran indonesia yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran.

  f.

  Penyiaran berkaitan erat dengan spektum frekuensi radio dan orbit satelit

  geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien.

  g.

  Pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas, bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai budaya asing. Sebagaimana yang ditetapkan dalam undang-undang penyiaran, pada BAB

  II mengenai Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah, telah diatur dalam pasal-pasal berikut:

  Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.

  Pasal 3 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajkan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokrasi, adil, dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran indonesia.

  Pasal 4 (1)

  Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekatan sosial. (2)

  Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

  Pasal 5 Penyiaran diarahkan untuk : (1)

  Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  (2) Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;

  (3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia;

  (4) Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa;

  (5) Meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;

  (6) Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup;

  (7) Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran;

  (8) Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisai;

  (9) Memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;

  (10) Memajukan kebudayaan nasional. Dalam melaksanakan penyiaran tentunya tidak terlepas dari lembaga penyiaran yaitu selaku penyelenggara penyiaran, baik lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2.4. Kerangka Konsep

  Konsep adalah generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang sama yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Bungin, 2011:148). Konsep menggambarkan suatu fenomena secara abstrak yang dibentuk dengan jalan membuat generalisasi terhadap sesuatu yang khas (Nazir, 2008:17).

  Kerangka adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai (Nawawi, 2001:40). Kerangka pemikiran menggambarkan bagaimana suatu permasalahkan penelitian dijabarkan. Adapun yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu : 2.4.1.

   Komisi Penyiaran Indonesia

  Dalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di psat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran.

  BAB III Penyelenggaraan Penyiaran dalam undang-undang penyiaran nomor 32 tahun 2002, bagian kedua, menjelaskan tentang Komisi Penyiaran Indonesia.

Pasal 7 1. Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI.

  2. KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal- hal mengenai penyiaran.

  3. KPI terdiri atas KPI pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI daerah dibentuk ditingkat provinsi.

  4. Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibanya, KPI pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.

Pasal 8 1. KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran.

  2. Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:

  (1) menetapkan standar program siaran (2) menyusun peraturan dan menetapkan pedoman perilaku penyiaran. (3) mengawasi pelaksanaan peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran.

  (4) memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran (5) melakukan koordinasi dan / atau kerjasama dengan pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.

  3. KPI mempunyai tugas dan kewajiban : (1) menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia (2) ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran (3) ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait (4) memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang (5) menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang- gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye- lenggaraan penyiaran dan

  (6) menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas dibidang penyiaran. Komisi penyiaran indonesia bertanggung jawab menjaga dan menegur penyelenggaraan penyiaran yang menyinggung nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa.

2.4.2. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Tahun 2012

  Pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran ini pada dasarnya dirancang berdasarkan amanat yang diberikan undang-undang Republik Indonesia No. 32/2002 tentang penyiaran kepada Komisi Penyiaran Indonesia. Dalam pasal

  8 UU tersebut dinyatakan bahwa Komisi Penyiaran Indonesia memiliki wewenang menetapkan Standar Program Siaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran, serta memberikan sanksi terhadap pelanggaranStandar dan Pedoman tersebut

  Pedoman perilaku penyiaran merupakan panduan tentang batasan-batasan mengenai apa yang dipebolehkan dan atau tidak diperbolehkan berlangsung dalam proses pembuatan program siaran, sedangkan standar program siaran merupakan panduan tentang batasan apa yang diperbolehkan dan atau yang tidak diperbolehkan ditayangkan dalam program siaran.

  Penetapan P3SPS berdasarkan pada nilai-nilai agama, moral, norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum, berbagai kode etik, standar profesional dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundangan yang berlaku, misalnya undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, undang-undang nomor 8 tahun 1992 tentang perfilman, undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, dan kitab undang-undang hukum pidana.

  P3SPS ini pada dasarnya dirancang dengan merujuk pada sarangkaian prinsip dasar yang harus diikuti setiap lembaga penyiaran di Indonesia, Yakni :

  1. Lembaga penyiaran wajib taat dan patuh hukum terhadap segenap peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia.

  2. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia.

  3. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural.

  4. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dan hak privasi

  5. Lembaga penyiaran harus menjunjung tinggi prinsip ketidak berpihakan dan keakuratan.

  6. Lembaga penyiaran wajib melindungi kehidupan anak-anak, remaja, dan kaum perempuan.

  9. Siaran langsu, dan 10.

  6. Penolakan untuk perpanjangan izin.

  5. Pembekuan kegiatan siaran lembaga penyiaran untuk waktu tertentu.

  4. Denda administratif.

  3. Pembatasan durasi dan waktu siaran.

  2. Penghentian sementara mata acara yang bermasalah.

  Teguran tertulis.

  Penyiaran dan Standar Program Siaran, yaitu: 1.

  Siaran Iklan Pelanggaran atas pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran dikenakan sanksi administratif, yang tercantum pada pasal 78 Pedoman Perilaku

  Ketepatan dan kenetralan program berita.

  7. Lembaga penyiaran wajib melindungi kaum yang tidak diuntungkan.

  7. Penyiaran program dalam bahasa asing 8.

  6. Penggolongan program menurut usia khalayak.

  5. Perlindungan terhadap anak-anak, remaja, dan perempuan.

  4. Pelarangan dan pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme,.

  3. Kesopanan, dan kesusilaan.

  2. Rasa hormat terhadap hal pribadi.

  1. Rasa hormat terhadap pandangan kagamaan.

  9. Lembaga penyiaran wajib menumbuhkan demokratisasi. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 48 (4) UU penyiaran, dinyatakan pula bahwa P3SPS yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan :

  8. Lembaga penyiaran wajib melindungi publikdari kebodohan dan kejahatan.

  7. Pencabutan izin penyelenggaran penyiaran. Penetapan sanksi bagi lembaga penyiaran yang terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pedoman perilaku penyiaran dan standar program siaran diberikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran tahun 2012, BAB XXXI Sanksi Administratif, dimana setiap yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam :

  Pasal 79 a. Program siaran yang melanggar sebagaimana diatur paada ketentuan Pasal 6; Pasal 7 huruf c, dan d; Pasal 8; Pasal 9; Pasal 10 ayat (1); Pasal 11; Pasal 13 ayat (1), dan ayat (2); pasal 14; Pasal 15; Pasal 16; Pasal 17; Pasal 18 huruf e, g, h, i, j, dan k; Pasal 19; Pasal 20 ayat (3); Pasal 21; Pasal 22; Pasal 23 huruf d; Pasal 25; Pasal 26; Pasal 27 ayat (2); Pasal 28 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 29 ayat (2); Pasal 30 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, dan g dan ayat (2); Pasal 31; Pasal 32; pasal 33 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 35 ayat (4); Pasal 36 ayat (4); Pasal 37 ayat (4); Pasal 38 ayat (2);

  Pasal 39; Pasal 40; Pasal 41; Pasal 42; Pasal 43; Pasal 44; Pasal 45; Pasal 46; Pasal 47; Pasal 49; Pasal 50 huruf a dan c; Pasal 51; Pasal 52; Pasal 53; Pasal 54; Pasal 55 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 56; Pasal 58 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) huruf d, f, g, h, dan ayat (5);

  Pasal 59; Pasal 60; Pasal 61; Pasal 62; Pasal 65; Pasal 66 ayat (2); Pasal 67; Pasal 68; Pasal 69; Pasal 70; Pasal 71, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh KPI.

  b.

  Jangka waktu pengenaan sanki administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran paling sedikit selama 7 (tujuh) hari kalender.

  c.

  Dalam hal lembaga penyiaran tidak memperhatikan teguran pertama dan kedua, KPI akan memberikan sanksi administratif lain sebagaimana diatur pada ketentuan pasal 75 ayat (1).

  Pasal 80 1. Program siaran yang melanggar sebagaimana diatur pada ketentuan Pasal 7 huruf a; Pasal 18 huruf a, b, c, d, f, dan l; Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2); Pasal 23 huruf a, b, c, dan e; Pasal 24; Pasal 28 ayat (4);

  Pasal 30 ayat (1) huruf f; Pasal 48; Pasal 50 huruf b, d, dan e; Pasal 57; Pasal 58 ayat (4) huruf a, b, c, d, dan e; dan Pasal 70 ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu.

  2. Selama waktu pelaksaan sanksi administratif penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas berlangsung, lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran dengan format sejenis pada waktu siar yang sama atau waktu yang lain.

  3. Dalam hal lembaga penyiaran tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah diberikan peringatan tertulis, maka program siaran yang mendapat sanksi administratif penghentian sementara tersebut dikenakan sanksi administratif lain sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 75 ayat (2).

  Pasal 81 Program siaran iklan niaga yang melebihi 20% (dua puluh perseratus) dari seluruh waktu siaran per hari sebagaimana dimaksud pada pasal 58 ayat (2), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai sanksi administratif berpa denda administratif untuk jasa penyiaran radio paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu miliar rupiah).

  Pasal 82 Program siaran iklan rokok yang disiarkan di luar pukul 21.30 – 05.00 waktu setempat sebagaimana dimaksud pada pasal 59 ayah (1), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai sanksi administratif berupa denda administratif untuk jasa penyiaran televisi paling banyak Rp. 1.000.000.000.- (satu limiar rupiah).

  Pasal 83

  Lembaga penyiaran swasta yang tidak menyediakan waktu siaran untuk program siaran iklan layanan masyarakat paling sedikit 10% (sepuluh pers eratus) dari seluruh waktu siaran iklan niaga per hari sebagaimana dimaksud pada pasal 60 ayat (1), setelah mendapat teguran tertulis sebanyak 2 (dua) kali, dikenai sanksi administratif berupa denda administratif untuk jasa penyiaran televisi peling banyak RP. 1.000.000.000.- (satu miliar rupiah).

  Pasal 84 Dalam hal lembaga penyiaran swasta tidak melaksanakan denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender setelah denda administratif dijatuhkan, maka sanksi ditingkatkan menjadi pembekuan kegiatan siaran sampai dipenuhinya kewajiban membayar denda administratif.

  Adapun Tata Cara Penjatuahan Sanksi terhadap pelanggaran pedoman perilaku penyiaran dan standar program siar telah diatur dalam : Pasal 85

  (1) Penjatuhan sanksi administratif berupa teguran tertulis pertama dan kedua dapat dilakukan oleh KPI tanpa melalui tahapan klarifikasi dari lembaga penyiaran.

  (2) Penjatuhan sanksi administratif di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dilakukan melalui tahapan klarifikasi dengan ketentuan sebagai berikuat:

  (1) KPI menyampaikan surat undangan pemeriksaan pelanggaran kepada lembaga penyiaran yang diduga melakukan pelanggaran setelah ditetapkan dalam rapat pleno KPI;

  (2) Setiap lembaga penyiaran yang diminta melakukan klarifikasi wajib mematuhi undangan KPI dan diwakili oleh direksi dan/ atau pejabat pengambil keputusan yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap program siaran yang melanggar;

  (3) Dalam hal lembaga penyiaran tidak memenuhi undangan dari KPI dan/atau hanya memberikan klarifikasi secara tertulis, maka lembaga penyiaran yang bersangkutan dianggap telah menggunakan haknya untuk menyampaikan klarifikasi terhadap pelanggaran yang dilakukan;

  (4) Sidang pemeriksaan pelanggaran dimpin oleh Ketua, wakil Ketua atau Anggota KPI yang ditunjuk untuk memimpin sidang pemeriksaan pelanggaran;

  (5) Sidang pemeriksaan pelanggaran dihadiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang Anggota KPI dan dituangkan dalam berita acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh perwakilan lembaga penyiaran dan Anggota KPI yang hadir;

  (6) Sidang pemeriksaan pelanggaran dilakukan secara tertutup, didokumentasikan secara administratif, dan tidak diumumkan kepada publik;

  (7) Dokumen pemeriksaan, bukti rekaman pelanggaran, dokumen temuan pemantauan, dan berita acara pemeriksaan menjadi bahan bukti pendukung dalam penjatuhan sanksi; dan

  (8) Hasil pemeriksaan pelanggaran selanjutnya dilaporkan ke rapat pleno KPI yang akan memutuskan dan/atau menetapkan jenis sanksi administratif yang dijatuhkan atas pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.

  Pasal 86 (1)

  Penjatuhan setiap jenis sanksi administratif wajib dilakukan oleh KPI dalam rapat pleno. (2)

  Rapat pleno penjatuhan sanksi administratif dilakukan oleh KPI selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah proses pemeriksaan pelanggaran. (3)

  Penetapan jenis sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada

  pasal 85 ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan hasil klarifikasi yang didukung dengan bukti-bukti yang meliputi: bukti aduan, bukti rekaman, dan/atau bukti hasil analisis.

  (4) Keputusan rapat pleno penjatuhan sanksi administratif sebagaimana yang dimaksud pada pasal 85 ayat (2) dituangkan dalam berita acara yang ditanda tangani oleh Anggota KPI yang menghadiri rapat pleno.

  Pasal 87 a. Sanksi denda administratif di luar ketentuan sebagaimana diatur pada Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83 dapat dijatuhkan berdasarkan sanksi denda administratif yang diatur dalam Undang-Undang Penyiaran, Peraturan Pemerintah, serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran.

  b.

  Pembayaran denda administratif dilakukan oleh lembaga penyiaran paling lambat 14 (empat belas) hari kalender sejak surat keputusan penjatuhan sanksi denda administratif diterima.

  c.

  Pembayaran denda administratif oleh lembaga penyiaran dilakukan pada kantor kas negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  d.

  Dalam pelaksanaan sanksi administratif yang dibayarkan kepada kas negara, KPI melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan RI untuk memperoleh laporan pembayaran pelaksanaan sanksi denda administratif.

  e.

  Lembaga penyiaran wajib menyanpaikan salinan tanda bukti pembayaran denda administratif kepada KPI dan KPI wajib mencatat serta membuat laporan keuangan tentang pembayaran denda administratif secara berkala sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

2.5.Model Teoritis

  Komponen – komponen yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagi berikut :

  

Bagan 1

Model Teoritis

  Pelanggaran yang dimuat diWebsite Nama Stasiun Televisi kpi.go.id

  Jenis Program Faktual & Non Faktual

  Pasal dan Sanksi

2.6. Operasionalisasi Konsep

  Operasional konsep digunakan untuk melihat komponen-komponen yang menjadi kajian dari penelitian. Berdasarkan kerangka toeri dan konsep diatas, maka dibuat menjadi operasional konsep untuk mempermudah proses penelitian, yaitu sebagai berikut :

  

Tabel 2.6.

Operasionalisasi konsep

Komponen Teoritis Komponen Operasional

  1.

  a. Waktu pelanggaran yang Waktu pelanggaran

  • dimuat di website kpi.go.id

  Juli s/d desember 2014 1.

  a. Pelanggaran P3SPS tahun Program

  2012 1.