BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “THE TOKYO ZODIAC MURDERS”, TOKOH HEIKICHI UMEZAWA, DAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 2.1. Definisi Novel - Analisis Psikologis Tokoh Heikichi Umezawa dalam Novel “The Tokyo Zodiac Murders” Karya Soji Shimada

  

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “THE TOKYO ZODIAC MURDERS”,

TOKOH HEIKICHI UMEZAWA, DAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD

2.1. Definisi Novel

  Novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella, yang dalam bahasa Jerman Novelle, dan dalam bahasa Yunani yaitu Novellus. Kemudian setelah masuk ke Indonesia berubah menjadi Novel. Dewasa ini istilah Novella dan Novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia Novelette (Inggris : Novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cakupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.

  Novel menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelakunya. Dalam The American Colage, dikatakan bahwa novel adalah suatu cerita fiksi dengan panjang tertentu, melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata representative dalam suatu alur atau suatu kehidupan yang agak kacau dan kusut.

  Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk karya sastra ini paling banyak beredar, dikarenakan daya komunikasinya yang luas pada masyarakat.

  Novel dalam arti umum berarti cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas yaitu cerita dengan plot dan tema yang kompleks, karakter yang banyak dan setting cerita yang beragam.

  Novel merenungkan dan melukiskan realitas yang dilihat, dirasakan dalam bentuk tertentu hasrat manusia. Novel memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1.

  Menceritakan sebagian kehidupan yang luar biasa.

  2. Terjadinya konflik hingga menimbulkan perubahan nasib.

  3. Terdapat beberapa alur atau jalan cerita.

  4. Terdapat beberapa insiden yang mempengaruhi jalan cerita.

  5. Perwatakan atau penokohan dilukiskan secara mendalam.

  Novel yang baik adalah novel yang mengandung keindahan yang dapat menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan perasaan pembaca.

  Pengalaman jiwa yang terdapat dalam karya sastra juga dapat memperkaya kehidupan batin bagi pembaca. Banyak para sastrawan yang memberikan definisi atau batasan novel. Definisi atau batasan yang mereka berikan juga berbeda-beda karena menggunakan sudut pandang yang berbeda-beda pula. Beberapa defenisi novel antara lain adalah sebagai berikut :

  1. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu : unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra.

  2. Novel adalah bentuk karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya sosial, moral, dan pendidikan.

  3. Novel merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.

  4. Novel merupakan karangan yang panjang dengan jumlah halaman yang banyak.

  Peristiwa cerita dan tokoh ceritanya dilukiskan secara mendetail. Biasanya bercerita tentang riwayat hidup tokoh utama. dalam karya sastra itu sendiri (unsur intrinsik) ataupun dari luar karya sastra tersebut (unsur ekstrinsik) yang secara tidak langsung sangat mempengaruhi cerita dari karya sastra tersebut.

2.1.1 Unsur Intrinsik

  Unsur intrinsik adalah unsur yang ikut membangun karya sastra dari dalam. Unsur- unsur yang termasuk dalam unsur intrinsik yaitu :

a. Tema

  Tema adalah gagasan pokok yang mendasari sebuah cerita. Tema-tema yang terdapat dalam sebuah cerita biasanya tersurat (langsung dapat terlihat jelas dalam cerita) dan tersirat (tidak langsung, yaitu pembaca harus menyimpulkan sendiri). Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi umum, lebih luas, dan abstrak. Dengan demikian, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia haruslah disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu cerita (Nurgiyantoro, 2009:68). Dengan demikian, tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum, dari sebuah novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan setia mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain seperti penokohan, pelataran, dan penyudut pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut (Nurgiyantoro, 2009:70).

  1) Tema mayor : tema pokok, tema utama, yaitu permasalahan dominan yang menjiwai cerita.

  2) Tema minor : tema bawahan, yaitu persoalan-persoalan kecil yang mendukung keberadaan tema mayor (Najid, 2003: 28).

  Pada dasarnya tema adalah dasar cerita, yakni pokok persoalan yang mendominasi suatu karya sastra, sebagaimana dikemukakan oleh Aminuddin (2010:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Brook dkk, bahwa tema adalah pandangan hidup yang tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra (Tarigan, 1984:125).

  Sesuai dengan cerita yang ada dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders”, novel ini berceritakan kehidupan tokoh Heikichi Umezawa yang merupakan seorang seniman yang sangat terkenal ditahun 1930an. Sebagai seorang seniman, ia mempunyai ambisi-ambisi tertentu yang ingin ia capai walaupun dalam proses pencapaiannya itu harus memakan banyak korban. Ambisi berlebihan yang menyebabkan terganggunya kondisi psikologis dari seorang Heikichi Umezawa inilah yang menjadi fokus utama cerita dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders” karya Soji Shimada.

b. Plot atau Alur Novel

  Sebuah cerpen atau novel menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Sebuah cerita adalah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan waktu, kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linier atau lurus suatu prosa fiksi disebut alur cerita (Najid, 2003: 20).

  Susunan alur dalam sebuah prosa fiksi secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian: 1) Bagian awal : berisi informasi penting yang berkaitan dengan hal-hal yang diceritakan pada tahap-tahap berikutnya. Informasi-informasi tersebut dapat berupa pengenalan latar, pengenalan tokoh, dan penciptaan suasana. 2) Bagian tengah : menyajikan konflik yang sudah mulai dimunculkan. Konflik bisa terjadi secara internal (konflik batin) maupun eksternal (konflik sosial).

  3) Bagian akhir : merupakan tahap peleraian. Berbagai jawaban atas berbagai persoalan yang dimunculkan dalam cerita terlihat alternatif penyelesaiannya (Najid, 2003: 20).

  Plot atau alur adalah jalan cerita atau rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebab-akibat). Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai berikut : 1.

  Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai dengan suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Di tahap ini berisi pengenalan tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran tempat.

  2. Menuju ketahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan antar pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi dalam diri sang tokoh.

  b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar diri tokoh (konflik tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan, dll). Komplikasi/tahap penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai semakin berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku semakin sulit diduga).

4. Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan nasib pelaku sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir cerita).

  5. Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan mengenai nasib-nasib yang dialami para tokoh dalam cerita setelah mengalami konflik dalam cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan penyelesaian kepada pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau menggantung.

c. Tokoh

  Suatu peristiwa dalam prosa fiksi selalu didukung oleh sejumlah tokoh atau pelaku- pelaku tertentu. Pelaku yang mendukung peristiwa sehingga mampu menjalin suatu cerita disebut tokoh, sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh disebut penokohan. Oleh karena itu, penokohan merupakan unsur cerita yang tidak dapat ditiadakan. Dengan adanya penokohan, sebuah cerita menjadi lebih nyata dan lebih hidup. Melalui penokohan itu pula, seorang pembaca dapat dengan jelas menangkap wujud manusia atau makhluk lain yang perikehidupannya sedang diceritakan pengarangnya (Najid, 2003: 23). Istilah penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2009: 166).

  Adapun cara pengarang menampilkan watak tokoh cerita adalah sebagai berikut: 1) Disampaikan sendiri oleh pengarang kepada pembaca.

  2) Disampaikan oleh pengarang melalui perkataan tokoh-tokoh cerita itu sendiri. 3) Disampaikan melalui apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang tokoh tertentu.

  (Rahmanto, 1992: 72). Dalam novel ini tokoh yang digunakan bernama Heikichi Umezawa yang dikesehariannya adalah seorang seniman yang mempunyai ambisi-ambisi yang ingin ia capai dengan menghalalkan berbagai macam cara.

2.1.2 Unsur Ektrinsik

  Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang dapat mempengaruhi jalan cerita sebuah karya sastra, namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh atau cukup menentukan terhadap totalitas jalan cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

  Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang, dan lain-lain diluar unsur intrinsik. Perhatian-perhatian terhadap unsur ini akan membantu keakuratan penafsiran isi suatu karya sastra.

2.2 Setting Novel “The Tokyo Zodiac Murders”

  Latar / setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981 : 175).

  Senada dengan pendapat diatas menyatakan bahwa setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita. Setting ini meliputi waktu, tempat, sosial budaya.

  Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan sungguh ada dan terjadi.

  Latar adalah penggambaran situasi tempat, waktu serta suasana terjadinya sebuah peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukakan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung atau melalui bacaan-bacaan atau informasi dari orang lain.

  Nurgiyantoro (2009:227) mengatakan setting dapat dibedakan kedalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu, dan sosial. Ketiga unsur ini membahas permasalahan yang berbeda-beda tetapi pada kenyataannya tetap saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain.

2.2.1 Latar Tempat

  Latar tempat menunjukkan pada pengertian tempat di mana cerita yang dikisahkan itu terjadi (Nurgiyantoro, 2009:251). Unsur tempat yang digunakan dapat berupa suatu tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Deskripsi tempat yang teliti dan realistis sangat penting sehingga pembaca seolah-olah terkesan bahwa waktu dan tempat yang diceritakan sungguh ada dan benar-benar terjadi.

  Adapun latar tempat dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders” ini adalah Tokyo.

  Latar waktu dapat dipahami sebagai kapan berlangsungnya berbagai peristiwa yang dikisahkan dalam cerita fiksi. Dalam banyak kasus masalah waktu lazimnya dikaitkan dengan waktu kejadian yang ada di dunia nyata, waktu faktual, dan waktu yang mempunyai referensi sejarah (Nurgiyantoro, 2009:47). Novel “The Tokyo Zodiac Murders” menggambarkan latar waktu bangsa Jepang sekitar tahun 1936-1980an, saat terjadinya kasus pembunuhan 6 orang wanita muda pada tahun 1936 yang misteri pembunuhannya tidak dapat terpecahkan oleh siapa pun sampai tahun 1979.

2.2.3 Latar Sosial

  Latar sosial-budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau atas. (Nurgiyantoro, 2009: 233- 234).

  Jika dilihat dari latar sosialnya novel “The Tokyo Zodiac Murders” menggambarkan kehidupan sebuah keluarga yang jika dilihat dari luar tampak rukun dan harmonis tetapi apabila dilihat dari dalam ternyata hanya sebuah keluarga yang dingin antara anggota keluarganya sendiri dan masing-masing hanya memikirkan diri sendiri. Novel ini secara kesuluruhan menggambarkan perjalanan hidup seorang seniman yang demi untuk mewujudkan ambisinya rela untuk mengorbankan dan melakukan apa saja. Meskipun hal tersebut melanggar hukum dan norma-norma di masyarakat. sebagai seorang seniman, Heikici harus selalu dapat menghasilkan karya-karya baru yang dapat diterima oleh masyarakat. Dikarenakan perhatiannya yang selalu terpusat untuk menghasilkan karya seni yang bagus pastilah ia selalu berada di studio seni yang berada di halaman belakang rumahnya. Secara tidak langsung ia mulai jarang berinteraksi dengan dunia luar. Sekalinya keluar pun hanya menemui teman-teman yang sudah ia kenal saja itu pun jumlahnya sangat sedikit dan bisa dihitung.

2.3 Karakteristik Tokoh Heikichi Umezawa

  Soji shimada menggambarkan tokoh utama dalam novel “The Tokyo Zodiac Murders sebagai seorang seniman terkenal yang penyendiri, ambisius, sedikit mengalami gangguan psikologis dan juga seorang ayah yang tidak begitu baik bagi anak-anak perempuannya. Ambisinya untuk menciptakan sebuah karya seni yang belum pernah diciptakan oleh para seniman lain melatarbelakangi sehingga Heikichi rela untuk membunuh dan mengorbankan putri-putrinya sebagai bahan utama untuk mebuat karya seni tersebut.

  Dorongan kuat dari dalam dirinya untuk membuat karya seni tersebut membuatnya tidak lagi dapat mengontrol diri. Ia tidak tahu lagi yang dilakukannya benar atau salah. Yang ada didalam fikirannya hanya bagaimana karya seni itu dapat dibuat. Hal ini menimbulkan konflik batin serta gangguan psikologis didalam dirinya. Gangguan tersebut lambat laun semakin mempengaruhi sehingga apapun yang ia lakukan dianggapnya benar. Ia tidak akan lagi memperdulikan perkataan-perkataan orang sekitar. Yang paling penting hanya bagaimana mewujudkan karya seni tersebut sehingga ia dapat dikenal dunia sebagai satu- satunya seniman yang berhasil membuat karya seni itu.

  Soji Shimada lulus dari Sekolah Menengah Umum Seishikan di Fukuyama City, Perfecture Hiroshima, dan juga dari Musashino Art University Desain Arts Komersial. Dia saat ini tinggal di Los Angeles, California, Amerika Serikat. Setelah menghabiskan bertahun- tahun sebagai sopir truk, penulis lepas, dan musisi, Shimada melakukan debut sebagai novelis pada tahun 1981 ketika novelnya The Tokyo Zodiac Murders (sebelumnya dikenal sebagai Astrologi’s Magic) menjadi finalis dalam penghargaan Rampo Edogawa.

  Karya-karyanya yang terkenal yaitu Detektif Mitarai Series dan Detektif Yoshiki

  

Series . Karya-karyanya sering mengungkapkan tema-tema seperti hukuman mati,

Nihonjinron (teorinya pada orang-orang Jepang), budaya Jepang dan budaya internasional.

  Dia adalah pendukung kuat dari Logic Mistery sekaligus penulis amatir cerita dengan genre Logic Mistery. Mengikuti tren "Misteri Shakaiha" (Logika Misteri di Masyarakat) yang dipimpin oleh Seicho Matsumoto, Shimada adalah pelopor dari genre Logic Mistery "Shinhonkaku". Dia dibesarkan oleh penulis seperti Yukito Ayatsuji dan Shogo Utano, dan ia merupakan penulis yang memimpin boomingnya cerita misteri dari tahun 1980-an hingga saat ini. Sebagai bapak "Shinhonkaku" Shimada kadang-kadang disebut sebagai "The

  Godfather of Shinhonkaku " atau "The God of Mistery."

  Meskipun ia seorang penulis yang sering menuliskan kritikan-kritikan serius, Shimada bukanlah karakter yang keras, suram yang banyak dibayangkan oleh orang-orang, bahkan ia cukup ramah secara pribadi. Kita bisa melihat karakternya yang asli dari novel-novel dengan genre Humor Misteri seperti “Soseki and The London Mummy Murders”, “Let There Be

  

Murder ”, dan “Any kind of Murder”. Buku-bukunya terutama yang terakhir, melibatkan

  berbagai trik misteri yang berhubungan dengan unsur satire (humor), kebingungan, masa menjadi hit besar, dan dibuat menjadi seri pendek.

  Dalam beberapa tahun terakhir ini, Shimada telah memulai sebuah tantangan serial animasi baru yang disebut "Novel Taiga," berkolaborasi dengan ilustrator terkenal Masamune Shirow. Setelah peluncuran perdananya pada bulan Januari 2008, ia berencana untuk menciptakan serangkaian dua belas buku melalui penerbit Kodansha Box. Di Kodansha Box, Shimada juga memegang sebuah kolom di sebuah majalah terkenal, yaitu Shincho Weekly. Dia juga mengadakan kontes pertama "The City of Roses Fukuyama Mystery Award” untuk para penulis misteri amatir di jepang, dan “Soji Shimada Logic Mystery Award” di Taiwan, yang disponsori oleh Crown Publishing Company. Bahkan meskipun sudah melewati usia enam puluh, gairah Shimada untuk menulis menjadi lebih kuat daripada sebelumnya, ia benar-benar merupakan seorang maestro misteri Shinhonkaku.

2.5 Psikoanalisa Freud

  Jiwa oleh Freud dibagi dalam 3 bagian, yaitu : Kesadaran (consciousness), Prakesadaran (preconsciousness), dan Ketidaksadaran (uncounsciousness).

  Kesadaran adalah bagian kejiwaan yang berisi hal-hal yang yang disadarinya, diketahuinya. Fungsi kesadaran diatur oleh hukum-hukum tertentu yang dinamakannya “proses sekunder”, yaitu antara lain : logika, kesadaran jiwa yang berorientasi kepada realitas dan isinya berubah terus. Isi kesadaran terdiri dari hal-hal yang terjadi diluar maupun didalam tubuh seseorang.

  Prakesadaran adalah bagian kejiwaan yang berisikan hal-hal yang sewaktu-waktu dapat dipanggil ke kesadaran melalui asosiasi-asosiasi. Freud tidak memperinci proses yang yang diajukannya.

  Ketidaksadaran adalah bagian yang terpenting dan yang paling banyak diuraikan dalam sistem kejiwaan Freud. Bagian ini berisi proses-proses yang tidak disadari, akan tetapi tetap berpengaruh pada tingkah laku orang yang bersangkutan. Proses yang tidak disadari itu dinamakan “proses primer” dan ditandai emosi, keinginan-keinginan dan insting. Realitas tidak akan mendapat tempat dalam ketidaksadaran.

  Sehubungan dengan eksperiman-eksperimen dan teori yang dikemukakan Freud maka psikoanalisa dikenal dengan adanya tiga aspek, yaitu psikoanalisa sebagai teori kepribadian, sebagai teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi. Sesuai dengan masalah yang akan dianalisis maka dari ketiga aspek diatas yang akan dibahas adalah teori kepribadian.

2.5.1 Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian

  Freud menganggap bahwa kesadaran hanya merupakan sebagian kecil saja daripada seluruh kehidupan psikis. Freud memisalkan jiwa manusia sebagai gunung es di tengah lautan, yang ada di atas permukaan air laut menggambarkan kesadaran, sedangkan yang ada di bawah permukaan air laut yang merupakan bagian yang menggambarkan ketidaksadaran.

  Di dalam ketidaksadaran itulah terdapat kekuatan-kekuatan dasar yang mendorong pribadi. Karena itu untuk benar-benar memahami kepribadian manusia psikologi kesadaran yang oleh Freud disebut psikologi permukaan tidak mencukupi.

  Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi 3 pokok bahasan, yaitu sistem kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Dalam hal ini penulis hanya akan membahas tentang sistem kepribadian dan dinamika kepribadian. Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kendatipun sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sukar untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.

2.5.2 Sistem Kepribadian

a. Id

  Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir atau sistem dasar kepribadian. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, Id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan, keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan atau ketegangan.

  Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. Id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi.

  Dorongan-dorongan dari Id dapat dipusatkan melalui proses primer yang dapat diperoleh dengan tiga cara: a. Perbuatan

  Seorang bayi yang sedang timbul dorongan primitifnya, misalnya menangis karena ingin menyusu dari ibunya. Bayi akan berhenti menangis ketika ia menemukan putting susu ibunya dan mulai menyusu.

  Yaitu kemampuan individu untuk membayangkan atau mengingat hal-hal yang memuaskan yang pernah dialami dan diperoleh. Dalam kasus ini individu akan berkhayal terhadap hal-hal yang nikmat atau menyenangkan.

  c. Ekspresi dari Afeksi atau Emosi Yaitu dengan memperhatikan emosi tertentu akan terjadi pengurangan terhadap dorongan-dorongan premitifnya.

  Namun segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima. Menurut Freud, Id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.

  Id tidak mampu untuk menilai atau membedakan apa yang benar dan salah, sehingga harus dikembangkan jalan untuk memperoleh khayalan itu secara nyata yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya maslah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan Ego.

b. Ego

  Ego adah aspek psikologis dari kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang yang lapar perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada di dalam dirinya, ini berarti bahwa orgasme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan pokok antara Id dan Ego, yaitu kalau Id hanya mengenal dunia subjektif batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia objektif/realitas).

  Di dalam berfungsinya Ego berpegang pada “Prinsip Kenyataan” atau “Prinsip Realitas” dan bereaksi dengan proses sekunder. Ego dapat pula dipandang sebagai aspek eksekutif kepribadian, oleh karena itu Ego mengontrol jalan-jalan yang ditempuh, memilih kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi serta cara-cara memenuhinya, serta memilih objek-objek yang dapat memenuhi kebutuhan. Di dalam menjalankan fungsi ini seringkali Ego harus mempersatukan pertentangan- pertentangan antara Id, Super Ego dan dunia luar. Namun haruslah selalu diingat, bahwa Ego adalah derivate dari Id dan bukan untuk merintanginya. Peran utamanya adalah menjadi perantara antara kebutuhan- kebutuhan instingtif dengan keadaan lingkungan, demi kepentingan adanya orgasme.

  Pelaksanaan potensi ini dicapai melalui pengalaman, latihan dan pendidikan. Dalam tugasnya Ego harus menjaga benar bahwa pelaksanaan dorongan ini tidak bertentangan dengan kenyataan dan tuntutan –tuntutan dari Super Ego.

c. Super Ego

  Super Ego adalah aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagai mana ditafsirkan orang tua kepada anak- anaknya, yang dimaksudkan dengan berbagai perintah dan larangan. Fungsinya yang pokok ialah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, dan dengan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Super Ego diinternalisasikan dalam perkembangan anak sebagai response terhadap hadiah dan hukuman yang diberikan oleh orang tua. aspek kepribadian itu, yaitu : (a)

  Merintangi impuls-impuls Id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat.

  (b) Mendorong Ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada yang realitis. (c) Mengejar kesempurnaan.

  Dalam keadaan biasa ketiga sistem kepribadian ini bekerja sama dengan diatur oleh Ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.

2.5.3 Dinamika Kepribadian

  Menurut Freud semua orang termotivasi untuk mencari kepuasan dan mengurangi ketegangan serta kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi fisik maupun psikis yang berasal dari dorongan-dorongan dasar. Dorongan-dorongan dasar sering diterjemahkan sebagai insting, namun sebetulnya lebih tepat jika disebut sebagai dorongan atau rangsangan.

  Dorongan-dorongan secara konstan bekerja sebagai kekuatan yang memotivasi, sebagai stimulus dari dalam diri dorongan-dorongan yang tidak dapat dihindari.

2.5.3.1 Naluri (Insting)

  Menurut Freud dalam Sumadi (2007:103) di dalam diri setiap manusia ada dua macam insting-insting, yaitu : (1)

  Insting-insting hidup, dan (2)

  Insting-insting mati

  Fungsi insting-insting hidup adalah melayani maksud individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras. Bentuk-bentuk utama daripada insting ini ialah insting-insting makan, minum, dan seksual. Bentuk energi yang dipakai oleh insting-insting hidup itu disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual.

  (2) Insting-Insting Mati

  Insting-insting mati disebut juga insting merusak. Insting-insting ini berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting-insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal.

  Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud dalam Sumadi (2007: 132) merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati”. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati. Pendapat tentang adanya keinginan mati itu didasarkan kepada prinsip konstansi yang dirumuskan oleh Frechner, yaitu bahwa semua proses kehidupan itu cenderung untuk kembali kepada ketetapan dunia tiada kehidupan.

  Insting mati dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu Insting mati Intern dan Insting mati Ekstern. Insting mati Intern lebih kepada keinginan seseorang untuk mati atau membunuh dirinya sendiri karena dorongan-dorongan yang ia rasakan, sementara Insting mati Ekstern merupakan niatan untuk membunuh orang lain demi mencapai suatu keinginan yang ingin dicapai. menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit, mengunyah, dan menelan makanan.

2.5.3.2 Kecemasan

  Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango”, “anci” yang berarti mencekik. Menurut Freud dalam Alwisol (2009:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

  Lingkungan mempunyai kekuatan untuk memberikan kepuasan dan mereduksikan tegangan, maupun menimbulkan sakit dan meningkatkan tegangan, dapat juga menyenangkan maupun mengganggu. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut.

  Orang yang merasa terancam umumnya adalah orang yang penakut.

  Freud mengemukakan ada tiga macam kecemasan, yaitu : (1) Kecemasan realita adalah rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata.

  (2) Kecemasan neurotik adalah rasa takut kalau-kalau insting akan keluar jalur dan tidak dapat dikendalikan sehingga menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum. nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral.

Dokumen yang terkait

Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

4 98 89

Analisis Cerita dalam Novel Tokyo Zodiac Murders Karya Soji Shimada Ditinjau dari Sosiologis

11 122 74

Analisis Psikologis Tokoh Heikichi Umezawa dalam Novel “The Tokyo Zodiac Murders” Karya Soji Shimada

2 72 72

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto

26 200 59

Analisis Psikologis Tokoh Akihiro Dalam Novel Saga No Gabai Baachan Karya Yoshichi Shimada

2 46 88

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF, UNSUR- UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel - Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SKANDAL, PSIKOANALISA SIGMUN FREUD DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Definisi Novel - Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru

0 1 15

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL “100 KAI NAKU KOTO” KARYA NAKAMURA KOU 2.1 Defenisi Novel - Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel “100 Kai Naku Koto” Karya Nakamura Kou

0 0 13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL COIN LOCKER BABIES DAN PSIKOANALISA SIGMUD FREUD 2.1 Definisi Novel - Analisis Psikologi Tokoh Hashio Mizouchi Dalam Novel Coin Locker Babieskarya Ryu Murakami.

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Cerita dalam Novel Tokyo Zodiac Murders Karya Soji Shimada Ditinjau dari Sosiologis

0 0 12