Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL
THE TOKYO
ZODIAC MURDERS
KARYA SOJI SHIMADA
SOJI SHIMADA NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC
MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : LISKA RAHAYU
NIM: 100708066
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL
THE TOKYO
ZODIAC MURDERS
KARYA SOJI SHIMADA
SOJI SHIMADA
NO SAKUHIN NO ‘THE TOKYO ZODIAC
MURDERS’ NO SHOUSETSU NI OKERU TANTEI NO YOUSO
SKRIPSI
Skripsi Ini Diajukan Kepada Panita Ujian Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan untuk Melengkapi Salah Satu
Syarat Ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh : LISKA RAHAYU
NIM: 100708066
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum Drs. Nandi S_______ NIP. 19600919 1988 03 1 00 1 NIP. 19600822 1988 031002
DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(3)
Disetujui Oleh:
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Medan, Mei 2015
Departemen Sastra Jepang
Ketua,
Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum NIP. 19600919 1988 03 1 00 1
(4)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dan tak lupa pula shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan kepada seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi yang berjudul “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana pada Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra
Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membantu pengerjaan skripsi ini.
(5)
3. Bapak Drs. Nandi. S selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi saya yang telah teliti untuk membaca dan mengoreksi penulisan skripsi ini untuk menjadi lebih sempurna, sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik selama penulis menjalani aktifitas perkuliahan.
4. Semua Bapak/Ibu Dosen Program Studi Sastra Jepang Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan pengajaran bahasa dan sastra Jepang selama masa perkuliahan. Dan juga kepada Bang Joko selaku Staf
administrasi Departemen Sastra Jepang yang telah membantu
menyelesaikan berbagai surat-menyurat untuk berkas-berkas penulis.
5. Rasa terima kasih yang sangat mendalam penulis sampaikan kepada
orangtua penulis yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendoakan keberhasilan anak-anaknya, yaitu Ayahanda Muhammad Yusuf dan Ibunda Nur Azizah. Serta abang, kakak dan adik penulis, Yusrizal, Nurjannah dan Fara Dila yang turut memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Untuk sahabat terbaik yang selalu memberikan semangat dan tempat
mengukir mimpi bersama sejak masa SMA, Ade Syahputra, S.S dan Siti Hajar.
7. Untuk sahabat-sahabat terbaik yang selalu menjadi sandaran ketika penulis
mengalami kendala, sahabat-sahabat yang selama 4 tahun selalu menjadi tempat penulis mencurahkan keluh kesahnya dan selalu memberikan semangat untuk mengukir mimpi bersama-sama, Echa, Pedro, Dila, Elvi, Indah.
(6)
8. Untuk teman-teman AOTAKE stambuk 2010, Rauf, Baim, Barry, Rina, Bundo, Ola, Nurul, April, Puti, Onesi, Dian, Chusam, Reni, Linda, Ila, Martha, Lina, dan teman stambuk 2012 Resti. Serta teman-teman stambuk 2010 A dan B yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Akhirnya kepada Allah SWT penulis kembalikan segala persoalan serta berserah diri dan selalu meminta petunjuk agar senantiasa dalam lindungan-Nya dan penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki kesalahan pada masa mendatang. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi dunia pendidikan dan bagi masyarakat luas pada umumnya dan khususnya bagi Mahasiswa Sastra Jepang.
Medan, Mei 2015
Penulis
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 8
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 9
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 17
1.6 Metode Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEPROMAN DETEKTIF, UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG 2.1 Defenisi Novel ... 19
2.1.1 Unsur Intrinsik ... 21
2.1.2 Unsur Ekstrinsik ... 28
2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders ... 28
2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif ... 32
2.4 Unsur-Unsur Detektif ... 34
(8)
2.4.2 Unsur Misteri ... 36
2.4.3 Unsur Detektif ... 38
2.4.4Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga Pada
Akhir Cerita ... 38
2.5 Biografi Pengarang ... 39
BAB III UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS KARYA SOJI SHIMADA
3.1 Sinopsis Novel ... 42
3.2Unsur-unsur Detektif dalam Novel The Tokyo Zodiac Murders 49
3.2.1 Unsur Kejahatan ... 49
3.2.2 Unsur Misteri ... 54
3.2.3 Unsur Detektif ... 61
3.2.4 Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga pada
Akhir Cerita ... 67
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ... 72
4.2 Saran... 74
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
(9)
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS KARYA SOJI SHIMADA
ABSTRAK
Novel adalah salah satu dari karya sastra yang menceritakan kehidupan tokoh-tokohnya, tetapi novel tidak lebih luas dibandingkan dengan roman. Roman menceritakan banyak tokoh, sedangkan novel hanya terfokus pada kehidupan dan cerita satu tokoh. Salah satu novel Jepang yang populer adalah The Tokyo Zodiac
Murders karya Soji Shimada. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini,
menceritakan tentang pembunuhan yang terjadi pada satu keluarga yang terjadi sekitar 40 tahun silam. Kasus pembunuhan tersebut kemudian menjadi sebuah misteri yang tidak terpecahkan karena keganjilan yang ditemukan dalam kasus-kasus tersebut. Kasus pembunuhan pertama terjadi pada Heikichi Umezawa, seorang seniman gila yang terobsesi untuk membuat wanita cantik dan sempurna seperi di dalam mimpinya. Dia kemudian menuliskan sebuah catatan mengenai rincian pembunuhan yang akan dia lakukan menurut ilmu astrologi yang dipahaminya. Menurutnya, ia akan membuat Azoth dengan berdasarkan zodiak-zodiak yang menaungi para korbannya, yang adalah anak-anak dan keponakannya sendiri. Namun kemudian, Heikichi ditemukan tewas tertanggal tiga hari setelah penulisan surat itu. Dia ditemukan di studionya dengan kepala terhantam benda tumpul.
(10)
Berdasarkan cerita di atas, novel yang berjudul The Tokyo Zodiac Murders ini mengandung unsur-unsur detektif, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Unsur kejahatan di dalam novel ini dapat dilihat dari adanya pembunuhan di dalam novel tersebut. Adanya unsur misteri ditunjukkan oleh adanya hal-hal yang menimbulkan pertanyaan dalam cerita novel ini. Detektif yang memecahkan misteri adalah unsur detektif di dalam novel ini dan yang terakhir adalah unsur pemecahan masalah yang tidak terduga. Di dalam novel ini, pembaca dibuat terperangah karena adanya pemecahan masalah yang tidak terduga mengenai pelaku yang sebenarnya yang telah melakukan pembunuhan tersebut.
Dalam novel ini hal yang dibahas mengenai keempat unsur detektif tersebut. Unsur pertama yang dibahas dalam pembahasan ini adalah unsur kejahatan, adapun unsur kejahatan yang terdapat dalam novel ini adalah tindak pembunuhan. Unsur kedua adalah unsur misteri. Unsur misteri yang dibahas di dalam pembahasan ini adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan sehingga memicu adanya pencarian jawaban. Banyak misteri di dalam novel ini, di antaranya mengenai kasus pembunuhan di ruangan terkunci dan kasus pembunuhan Azoth yang terdiri dari pembunuhan keenam gadis Umezawa. Setelah dibunuh, gadis-gadis itu dikuburkan dengan kedalaman yang berbeda-beda hingga menimbulkan pertanyaan pada pembaca. Unsur selanjutnya adalah unsur detektif yang terdiri dari detektif itu sendiri. Dan unsur yang terakhir adalah unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Dalam
(11)
pembahasan ini, terungkaplah bahwa pelaku pembunuhan dalam novel ini adalah Tokiko Umezawa yang sudah berganti nama menjadi Taeko Sudo.
Dalam kesimpulan dari pembahasan mengenai unsur-unsur detektif yang
terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, bahwa novel ini memenuhi
keempat unsur-unsur detektif yang telah dikemukakan oleh Sukapiring, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga. Pembunuhan Heikichi Umezawa, Kazue dan kelima gadis-gadis lainnya adalah tindak kejahatan yang telah dilakukan oleh Tokiko sebagai pelaku kejahatan. Berbagai pertanyaan mengenai bagaimana cara Tokiko membunuh Heikichi, Kazue dan kelima gadis lainnya menimbulkan pertanyaan sehingga muncul adanya usaha pencarian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Detektif Kiyoshi Mitarai adalah detektif yang memecahkan kasus pembunuhan dan misteri di dalam novel ini. Dalam novel ini juga dijelaskan mengenai prosesnya dalam memecahkan kasus tersebut. Dan yang terakhir adalah pemecahan masalah yang tidak terduga yang membahas adanya dugaan yang salah yang disengaja. Pengarang sejak awal membuat pembaca percaya bahwa Tokiko sudah tewas bersama gadis lainnya, namun tidak ada yang menyangka, bahwa Tokiko-lah pelaku sebenarnya dalam novel ini.
Kemudian berdasarkan kesimpulan, menurut penulis novel The Tokyo
Zodiac Murders ini lebih dominan unsur kejahatannya, karena novel ini menceritakan tentang pembunuhan berantai yang terjadi di Tokyo 40 tahun silam. Pembunuhan-pembunuhan tersebut bahkan termasuk kasus mutilasi, di mana kelima mayat gadis-gadis Umezawa dipotong-potong tubuhnya untuk
(12)
menyamarkan pembunuhan yang sebenarnya ada lima mayat, menjadi enam mayat. Sehingga pelaku sebenarnya yang adalah Tokiko, disimpulkan ikut mati bersama keenam gadis tersebut, namun ternyata itu adalah taktik Tokiko agar dirinya tidak diketahui sebagai pembunuh yang sebenarnya.
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Sastra ialah karya seni yang dikarang menurut standar bahasa kesusastraan. Standar bahasa kesusastraan yang dimaksudkan adalah penggunaan kata-kata yang indah dan gaya bahasa serta gaya cerita yang menarik. Sedangkan kesusastraan adalah karya seni yang pengungkapannya baik dan diwujudkan dengan bahasa yang indah. Rene Wellek dan Austin Warren (1983:3) menuliskan bahwa, sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah cabang seni. Sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Sastra adalah karya imajinatif. Karya sastra juga merupakan suatu wadah untuk mengungkapkan gagasan, ide dan
pikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Sastra menyuguhkan
pengalaman batin yang dialami pengarang kepada penikmat karya sastra (masyarakat).
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Karena itu, untuk dapat memahaminya, karya sastra harus dianalisis. Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu adalah sebuah karya yang utuh.
(14)
Di samping itu, sebuah struktur sebagai kesatuan yang utuh dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling berhubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur atau bagian-bagian lainnya dengan keseluruhannya. Hal ini juga sesuai dengan yang dikatakan oleh Pradopo dalam Putra (2009:9), bahwa karya sastra itu merupakan struktur (sistem) tanda-tanda yang bermakna dan tanda-tanda tersebut mempunyai makna sesuai dengan konvensi ketandaan.
Sastra memiliki banyak jenis, ada puisi, prosa, cerpen, drama dan novel. Setiap jenis itu merupakan sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Kata novel mulai dikenal pada zaman renaisans (abad ke 14 hingga abad ke 17). Saat itu, tahun 1353 penulis Italia, Giovanni Boccaccio menggunakan istilah novella untuk karya prosa pendeknya. Ketika karyanya diterjemahkan, istilah
novel masuk ke dalam bahasa Inggris. Sekarang kata novella dalam bahasa
Inggris digunakan untuk menyebut novel pendek. Kata novel dalam bahasa
Indonesia diserap dari bahasa Inggris. Di Perancis kata roman lebih banyak
digunakan dibanding kata novel. Jadi istilah novel dan roman sebenarnya memiliki pengertian yang sama (Maya Novaria, 2004:2)
Di Jepang novel dikenal dengan sebutan shousetsu (小 ). Banyak novel
terkenal yang telah dihasilkan oleh sastrawan-sastrawan Jepang. Sastrawan Jepang dapat digolongkan dalam 2 bagian yaitu sastrawan klasik dan sastrawan kontemporer. Sastrawan klasik selalu mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi
(15)
Jepang dalam setiap karyanya. Sedangkan sastrawan kontemporer selalu mengadaptasi budaya Amerika atau Eropa dalam setiap karyanya. Salah satu sastrawan kontemporer Jepang yang terkenal adalah Soji Shimada.
Novel karangan Soji Shimada yang populer adalah The Tokyo Zodiac
Murders. Novel detektif ini bercerita mengenai pembunuhan 6 orang wanita yang merupakan sanak saudara dari sang pembunuh. Dijelaskan bahwa sang pembunuh berprofesi sebagai seniman bernama Heikichi Umezawa, seniman gila yang terobsesi pada astrologi dan hal-hal yang berbau ilmu hitam. Dia berobsesi untuk membuat Azoth, sosok perempuan cantik yang memiliki senyum malaikat dari potongan-potongan tubuh keenam perempuan yang adalah keluarganya sendiri. Dan proses dari rencana pembuatan Azoth itu dia tuangkan dalam catatannya secara terperinci. Yang membuat novel ini menarik adalah cara pengarang membuat alur ceritanya yang menjadi tak terduga dan membuat pembaca penasaran akan jalan ceritanya. Hal itu ditunjukkannya dalam alur cerita di mana si pembunuh yang adalah Heikichi Umezawa, meninggal dibunuh dalam ruang tertutup. Tapi beberapa hari setelah kematiannya, skenario pembunuhan Azoth benar-benar terlaksana dengan sangat rapi dan persis dengan apa yang telah dicatatkan pada buku catatannya. Misteri terus berlanjut dan tak terungkapkan sampai 40 tahun lebih lamanya. Hingga kasus ini jatuh ke tangan seorang detektif eksentrik bernama Kiyoshi Mitarai bersama temannya Kazumi Ishioka.
Novel detektif berpusat atas penyelidikan sebuah kejahatan, biasanya pembunuhan, oleh seorang detektif, baik profesional ataupun amatir. Fiksi detektif
(16)
novel detektif biasanya menceritakan tentang kasus-kasus kejahatan yang harus diungkapkan oleh seorang yang lebih pintar dari semua tokoh yang ada di dalam novel tersebut, dialah detektif. Detektif adalah seseorang yang melakukan penyelidikan terhadap suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun sebagai detektif swasta. Detektif swasta biasanya bekerja secara komersial dan memerlukan lisensi. Secara formal, terutama dalam kisah-kisah fiksi, detektif sering digambarkan sebagai seorang tanpa lisensi yang mengusut suatu tindakan kriminal. Contoh detektif fiksi terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle) dan Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie). (http://id.wikipedia.org/wiki/Detektif)
Kejahatan dalam novel ini merupakan aksi serangkaian pembunuhan mutilasi yang dilakukan oleh si pelaku berdasarkan catatan dari Heikichi Umezawa. Menurut Van Bammelen, kejahatan adalah tiap kelakukan yang bersifat tidak susila dan merugikan, dan menimbulkan begitu banyak ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tertentu. (http://yosie-indra.blogspot.com/2013/08/kejahatan-dan-penjahat.html)
Kejadian pembunuhan berantai dalam novel ini membuat geger masyarakat Jepang saat itu dan menimbulkan ketidaktenangan dalam masyarakat. Banyak detektif yang mencoba memecahkan kasus tersebut, namun nihil. Dan untuk itu, detektif Kiyoshi Mitarai dan sahabatnya tertantang untuk ikut memecahkan misteri di balik pembunuhan tersebut. Dalam novel ini, diceritakan
(17)
bagaimana detektif Kiyoshi Mitarai menguak satu persatu kasus pembunuhan tersebut hingga akhirnya menyelesaikan kasus pembunuhan berantai tersebut.
Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti
novel yang masuk nominasi Edogawa Rampo Award for Mystery Novels, salah
satu penghargaan bergengsi tentang novel misteri di Jepang. Novel ini banyak mengandung unsur-unsur misteri, cerita detektif dan pemecahan kasus yang diceritakan melalui cara tak terduga. Salah satunya adalah ketika pengarang sengaja membuat surat di dalam novel sebelum menuju bab yang mengungkap misterinya, seolah menantang para pembaca untuk ikut memecahkan kasusnya. Pembaca tidak akan menduga-duga, karena sama sekali tidak ada bayangan ataupun petunjuk tentang pembunuhan itu. Sampai kemudian, si detektif akhirnya menemukan trik sang pembunuh. Rangkaian misteri yang membangun cerita, cara kerja detektif yang membuat perasaan tegang dan menebak-nebak hingga pemecahan kasus yang tidak terduga yang merupakan unsur-unsur detektif di dalam novel ini, membuat penulis merasa tertarik untuk membahas novel ini
dalam skripsi dengan judul: “Unsur-Unsur Detektif dalam Novel The Tokyo
Zodiac Murders Karya Soji Shimada”.
1.2Perumusan Masalah
Novel The Tokyo Zodiac Murders adalah novel misteri karangan Soji
Shimada yang menceritakan tentang 3 kasus pembunuhan pada tahun 1936. Kasus pertama menceritakan tentang pembunuhan Heikichi Umezawa, seorang seniman gila yang terobsesi membuat wanita cantik yang diberi nama Azoth melalui
(18)
potongan-potongan tubuh perempuan yang adalah anak dan keponakannya sendiri. Melalui catatannya, ia menjelaskan akan mengambil potongan-potongan tubuh gadis-gadis itu berdasarkan astrologi mereka masing-masing. Untuk kemudian, dia akan menyambungkan bagian-bagian tubuh itu menjadi satu dan membuat seorang wanita cantik bernama Azoth. Tetapi, ia dibunuh terlebih dahulu. Kasus kedua adalah pembunuhan anak tertua Heikichi Umezawa yang adalah anak tirinya, bernama Kazue. Ia ditemukan tewas di rumahnya dengan dugaan perampokan dan pemerkosaan. Namun, dugaan itu hanyalah sebatas dugaan, karena polisi tidak pernah mengetahui motif pasti kematiannya. Kasus ketiga adalah pembunuhan keenam gadis yang adalah anak dan keponakan dari Umezawa sendiri. Kasus pembunuhan ini anehnya dilakukan sesuai dengan catatan Umezawa mengenai pembuatan Azoth. Kasus-kasus pembunuhan ini tidak bisa terpecahkan selama lebih dari 40 tahun. Hingga akhirnya, suatu hari berkas-berkas kasus ini sampai di tangan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif eksentrik yang baru sembuh dari depresinya. Bersama temannya, Kazumi Ishioka, Mitarai memecahkan kasus pembunuhan yang menggemparkan Jepang yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo tersebut.
Soji Shimada mengungkapkan tentang penyelesaian kasus-kasus pembunuhan di novel ini. Secara terperinci, pengarang mengungkapkan bagaimana terjadinya kasus pembunuhan yang dilengkapi dengan gambar-gambar yang membantu pembaca untuk ikut menganalisis dan memecahkan kasusnya. Pengarang juga mengungkapkan bagaimana cara penyelesaian kasus tersebut melalui analisis-analisis dari tokoh detektif Kiyoshi Mitarai. Keahlian astrologi
(19)
dan kejeniusan detektif Kiyoshi dalam mengurai masalah demi masalah tersebut akhirnya mampu menuntun mereka dalam petualangan mencari sang pembunuh jenius. Misteri-misteri dalam kasus di novel ini secara kebetulan sangat berkesinambungan, hingga menjadikan kasus pembunuhan berantai ini menjadi misteri yang menarik untuk dipecahkan oleh sang detektif. Dalam sebuah roman detektif atau cerita detektif, setidak-tidaknya memiliki 4 unsur utama di dalam ceritanya yang membangun jalan cerita, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Unsur kejahatan dalam novel ini terlihat dari adanya pembunuhan berantai yang terjadi pada anak dan keponakan dari Heikichi Umezawa. Unsur misteri dapat dilihat dari tak terpecahkannya kasus ini hingga 40 tahun lamanya. Unsur detektif dari novel ini dapat digambarkan dari cara detektif Kiyoshi Mitarai yang menyelidiki kasus dari awal hingga memecahkannya. Unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita dapat dilihat dari pemecahan yang dilakukan oleh detektif Kiyoshi hingga terungkaplah bahwa pembunuh yang sebenarnya adalah Tokiko yang adalah anak kandung Umezawa dari istri pertamanya.
Unsur-unsur detektif tersebut menjadikan novel The Tokyo Zodiac
Murders menarik untuk dibaca dan dibahas. Pembaca dibuat penasaran akan ceritanya yang penuh misteri, di mana misteri-misteri tersebut membuat pembaca mengalami perasaan tegang yang terus menerus dan menebak-nebak siapa dalang di balik pembunuhan yang sangat rapi tersebut.
Untuk menunjukkan adanya unsur-unsur detektif dalam novel ini, penulis
(20)
terkait dan membahasnya. Untuk memudahkan arah sasaran yang ingin dikaji
dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, maka masalah penelitian yang
dirumuskan dalam pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Apa saja unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The Tokyo
Zodiac Murders?
2. Bagaimanakah unsur-unsur detektif yang diungkapkan oleh Soji
Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac Murders?
1.3Ruang Lingkup Pembahasan
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dimaksudkan agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas sehingga dapat lebih terarah dan terfokus.
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian terfokus pada analisis unsur-unsur detektif yang terdiri dari unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tak terduga pada akhir cerita yang
terkandung dalam novel The Tokyo Zodiac Murders karya Soji Shimada. Adapun
yang terdapat unsur kejahatan adalah pembunuhan, di dalam unsur misteri adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan, yang terdapat di dalam unsur detektif adalah detektif swasta dan yang terdapat dalam unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita adalah adanya dugaan yang salah. fokus penelitian hanya akan terfokus kepada keempat hal tersebut. Penelitian ini juga akan membahas mengenai konsep roman detektif dan unsur-unsur detektif yang
(21)
penulis juga akan menjelaskan mengenai defenisi novel, setting cerita novel The Tokyo Zodiac Murders, tentang konsep roman detektif, biografi pengarang beserta unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini.
1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bahan bacaan, novel dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu karya serius dan karya hiburan. Pendapat demikian memang benar, tapi juga ada kelanjutannya. Yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa disebut karya sastra serius. Sebuah novel serius bukan saja dituntut agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga memberikan karya, juga memberikan hiburan pada kita. Tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Novel syarat utamanya adalah harus menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang habis membacanya. Novel yang baik adalah novel yang isinya dapat memanusiakan
(22)
para pembacanya. Sebaliknya novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Tradisi novel hiburan terikat dengan pola-pola. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius punya fungsi sosial, sedangkan novel hiburan cuma berfungsi personal. Novel berfungsi sosial lantaran novel yang baik ikut membina masyarakat. Sedangkan novel hiburan tidak mempedulikan apakah cerita yang dihidangkan membina atau tidak, yang penting
adalah bahwa novel memikat dan orang-orang merasa terhibur.
(https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/)
Novel hiburan salah satunya adalah novel detektif. Dalam novel detektif, kebanyakan misteri yang harus dipecahkan oleh seorang detektif adalah kasus pembunuhan yang sama sekali tidak terduga oleh pembaca. Sehingga membuat pembaca merasa terkesima oleh kemampuan analisis tokoh detektif yang dibuat oleh si pengarangnya. Tokoh detektif fiksi di dunia yang terkenal antara lain adalah Sherlock Holmes (karangan Sir Arthur Conan Doyle), Hercule Poirot (karangan Agatha Cristie) dan Shinichi Kudo (karangan Gosho Aoyama).
Detektif berasal dari kata dasar “detect” yang artinya menemukan atau
memecahkan. Jadi, ini adalah suatu pekerjaan untuk memecahkan suatu masalah.
Dan dapat pula dikatakan sebagai suatu early morning sign terhadap suatu
masalah. Orang mengira detektif adalah pekerjaan mata-mata, yang lain ada yang mengatakan detektif tentang menangkap penjahat, selebihnya mengatakan detektif adalah polisi dan polisi adalah detektif. Tapi dalam perkembangan sekarang ini
(23)
tidak bisa dikatakan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh polisi saja. Dunia detektif sekarang ini memiliki dimensi yang luas. Detektif dapat berarti suatu pekerjaan profesional untuk menyelidiki, mengobservasi, menganalisa suatu anatomi masalah yang terjadi dalam dunia sehari-hari berdasarkan bukti-bukti atau fakta. Mereka memecahkan masalah melalui pengumpulan data atau informasi secara akurat. (http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengena l-arti-detektif.html)
Di bidang kriminal, nama detektif sangat melekat sekali. Detektif memang diidentikkan dengan suatu pekerjaan untuk mempelajari dan mengamati kebiasaan para pelaku kejahatan sehingga di saat mereka harus mencari dan menemukan seorang tersangka, mereka dapat melakukannya dengan berpegang kepada model kebiasaan dan teori anatomi suatu kejahatan. Dan kebiasaan pelaku yang dapat
dipelajari diperoleh dari bukti-bukti atau jejak (evidence) yang mereka tinggalkan
di TKP (crimecene) atau tempat berlangsungnya kejahatan tersebut.
(http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengenal-arti-detektif.html)
Defenisi kejahatan menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis dan sudut pandang sosiologis. Dilihat dari sudut pandang yuridis, menurut R. Soesilo, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Dilihat dari sudut pandang sosiologis, pengertian kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa
(24)
hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban. (http://www.hukumonline.c om)
Di dalam novel The Tokyo Zodiac Murders, kejahatan yang terjadi di
dalamnya dapat digolongkan sebagai kejahatan yang dilihat dari sudut sosilogis, karena merugikan penderita yang adalah korban dan merugikan masyarakat karena dibayang-bayangi oleh pembunuh berantai yang belum tertangkap sejak lama.
1.4.2 Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian, perlu adanya landasan teori yang mendasari karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi tumpuan seluruh pembahasan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat dari Sukapiring yang menjelaskan mengenai unsur-unsur detektif yang dikemukakannya berdasarkan konvensi cerita detektif atau roman detektif dari Teeuw, Sudjiman dan Faruk. Penulis juga akan menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan semiotik
dalam menganalisis unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders
ini.
Pendekatan struktural adalah suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya. Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar
(25)
struktural itu. Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan objektif, pendekatan formal atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji dan teliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antaraspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik seperti pengarang, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus dikesampingkan, karena ia tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut.
Pendekatan struktural mempunyai konsepsi dan kriteria sebagai berikut:
(1) Karya sastra dipandang dan diperlukan sebagai sebuah sosok yang
berdiri sendiri, yang mempunyai dunianya sendiri, mempunyai rangka dan bentuknya sendiri.
(2) Memberi penilaian terhadap keserasian atau keharmonisan semua
komponen membentuk keseluruhan struktur. Mutu karya sastra
ditentukan oleh kemampuan penulis menjalin hubungan
antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhannya yang bermakna dan bernilai estetik.
(3) Memberikan penilaian terhadap keberhasilan penulis menjalin
hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang amat penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra.
(26)
(4) Walaupun memberikan perhatian istimewa terhadap jalinan hubungan antara isi dan bentuk, namun pendekatan ini menghendaki adanya analisis yang objektif sehingga perlu dikaji atau diteliti setiap unsur yang terdapat dalam karya sastra tersebut.
(5) Pendekatan struktural berusaha berlaku adil terhadap karya sastra
dengan jalan hanya menganalisis karya sastra tanpa mengikutsertakan hal-hal yang berada di luarnya.
(6) Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan,
pemikiran, falsafah, cerita, pusat pengisahan, tema. Sedangkan yang dimaksudkan dengan bentuk adalah alur (plot), bahasa, sistem penulisan, dan perangkatan perwajahan sebagai karya tulis.
(7) Peneliti boleh melakukan analisis komponen yang diingininya.
Pendekatan struktural ini memang berusaha untuk objektif dan analisis dan bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen yang ikut terlibat di dalamnya. Tak cukup hanya dengan pendekatan struktural, penelitian ini juga akan menggunakan pendapat dari Sukapiring mengenai unsur-unsur detektif melalui konvensi roman detektif Teeuw, Sudjiman dan Faruk untuk dijadikan landasan teori dalam melakukan penelitian.
Pradopo dalam Putra (2009:9) menjelaskan bahwa, karya sastra merupakan sebuah sistem yang mempunyai konvensi-konvensi sendiri. Menurut Sudjiman dalam www.supartobrata.blogdspot.com konvensi adalah cara penyajian yang menjadi alat pengungkapan yang mapan, yang akhirnya menjadi
(27)
teknik yang diterima umum. Dalam menganalisis karya sastra, peneliti harus menganalisis sistem tanda itu dan menemukan konvensi-konvensi apa yang memungkinkan tanda-tanda atau struktur tanda-tanda dalam karya sastra itu mempunyai makna. Karena itu, untuk mendapatkan makna karya sastra haruslah diketahui konvensi-konvensi yang memungkinkan diproduksinya makna. Menurut Pradopo dalam Putra (2009:10), konvensi-konvensi sastra ini sendiri bermacam-macam, hal tersebut sesuai dengan sifat sastra secara umum dan secara khusus sesuai dengan jenis-jenis sastra itu sendiri. Salah satu konvensi sastra tersebut adalah konvensi roman detektif atau konvensi cerita detektif. Di sini, tidak dibedakan pengertian novel dan roman, karena menurut Sudjiman dalam Putra (2009:10), roman adalah istilah lain daripada novel, yang kedua-duanya mempunyai pengertian prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Konvensi roman detektif atau konvensi roman cerita detektif ini sendiri merupakan konvensi yang ada di dalam cerita rekaan seperti roman, cerpen dan novel.
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.
Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat
(28)
butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga, kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135), hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan syarat-syarat tersebut.
Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang dideteksi.
Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga. Penulis akan menguraikan secara terperinci mengenai unsur-unsur detektif tersebut dalam bab II. Maka dengan adanya pendapat dari Sukapiring tersebut, penulis akan melakukan analisis dalam penelitian dengan menggunakan pendapat dari Sukapiring tersebut. Dan untuk menemukan keempat unsur tersebut, maka diperlukan pendekatan semiotik untuk menelitinya.
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, dan konvensi tanda,
(29)
maka struktur karya sastra ataupun karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya secara optimal (Pradopo Djoko, 2002:71). Dengan kerangkai teori seperti di atas, penulis berupaya untuk menemukan unsur-unsur detektif yang akan dibahas di skripsi ini.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.5.1 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menjelaskan unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel The
Tokyo Zodiac Murders.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana unsur-unsur detektif yang
diungkapkan oleh Soji Shimada melalui novel The Tokyo Zodiac
Murders.
1.5.2 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dikatakan berhasil apabila bermanfaat bagi peneliti, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat:
1. Menambah bahan bacaan pembaca dan peneliti tentang unsur-unsur
detektif dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
2. Memperkaya referensi ilmu sastra, khususnya ilmu semiotika yang
berkenaan tentang unsur-unsur detektif dalam novel The Tokyo Zodiac
(30)
3. Bagi pembaca dan peminat karya sastra penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian-penelitian sebelumnya maupun penelitian berikutnya yang akan diteliti.
1.6 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Ratna (2003:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya, kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Dalam metode ini, penulis menguraikan, memberikan pemahaman serta penjelasan dari topik yang diteliti.
Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dari metode pustaka
(library research). Dalam mengumpulkan data-data yang berguna untuk
mendukung teori, penulis mengambil dari kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut dapat bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), internet dan sumber-sumber lainnya yang dibutuhkan.
(31)
BAB II
TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS, SETTING NOVEL, KONSEP ROMAN DETEKTIF,
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DAN BIOGRAFI PENGARANG
2.1 Defenisi Novel
Menurut H.B Jassin dalam Astuti (2014: 20), novel adalah suatu karangan yang menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita), luar biasa karena dari kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian, yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Wujud novel adalah konsentrasi, pemusatan, kehidupan dalam suatu saat, dalam satu krisis yang menentukan. Dengan demikian, novel hanya menceritakan salah satu segi kehidupan sang tokoh yang benar-benar istimewa yang mengakibatkan terjadinya perubahan nasib. Apakah itu segi cintanya, ketamakannya, kerakusannya, keperkasaannya, dan lain-lain. Sudah barang tentu di dalam segi itu terdapat beberapa peristiwa kehidupan yang dialami sang tokoh sehingga ia sampai mengalami perubahan jalan hidup. Hal itu berbeda dengan cerpen yang hanya menceritakan satu peristiwa kehidupan tokoh akan tetapi tidak sampai mengubah jalan hidup atau nasibnya.
Sedangkan menurut Santoso dan Wahyunigtyas (2010:46), bahwa kata novel bersama dari bahasa latin novellas, yang terbentuk dari kata novous yang
(32)
sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Ada juga
yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya
sama dengan bahasa latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya hanya mengungkapkan suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seorang (dari suatu episode kehidupan seseorang) secara singkat dan yang pokok-pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya. Dan kejadian yang digambarkan itu mengandung suatu konflik jiwa yang mengakibatkan adanya perubahan nasib.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1996 dalam Siswanto
(2008:1410, novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Masalah yang dibahas tidak sekompleks roman. Biasanya novel menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih mirip bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, penggarapan unsur-unsur intrinsiknya masih lengkap, seperti tema, plot, latar, gaya bahasa, nilai tokoh dan penokohan. Dengan catatan, yang ditekankan aspek tertentu dari unsur intrinsik tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa novel adalah sebuah rekaan prosa panjang yang mengandung cerita kehidupan seseorang dengan orang lain yang menonjolkan cerita istimewa yang membuat pembaca penasaran dengan jalan kehidupan orang tersebut, hingga menimbulkan
(33)
pergolakan jiwa yang diakibatkan oleh peristiwa yang dialami oleh tokoh yang dibuat oleh penulisnya.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel dapat memberikan dampak positif bagi pembacanya karena nobel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan. Selain itu Nurgiantoro (2010:18-19), menjelaskan bahwa novel dibagi dua jenis, yaitu novel populer dan novel serius. Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya. Sedangkan novel serius adalah novel yang disoroti dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.
Selain itu, novel mampu menghadirkan perkembangan suatu karakter, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam dengan lebih mendetail. Jadi novel merupakan suatu media untuk mengungkapkan sisi
kehidupan suatu zaman secara nyata dalam bentuk yang lebih
menarik.
2.1.1 Unsur Intrinsik
Setiap novel harus memiliki unsur pembangun dalam karya sastra tersebut. Unsur tersebut terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Menurut Padi (2013:4), unsur intrinsik adalah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti: tema, tokoh, alur,
(34)
latar, dan sudut pandang penceritaan serta gaya bahasa dan lain-lain. Adapun unsur-unsur intrinsik adalah sebagai berikut.
a. Tema
Semi dalam Reza (2012:20) mengungkapkan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Kedudukan tema dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang mengikat keseluruhan unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur lainnya adalah sebagai pendukung tema. Dapat disimpulkan tema adalah ide cerita yang merupakan dasar pembentuk cerita yang menjiwai seluruh bagian cerita.
Dalam hal ini, novel The Tokyo Zodiac Murders menghadirkan tema
misteri yang memunculkan detektif sebagai tokohnya. Cerita dalam novel ini secara kesuluruhan adalah tentang pemecahan misteri pembunuhan yang dilakukan 40 tahun silam.
b. Alur
Plot atau Alur cerita menurut Padi (2013:7) yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian :
a. Awal yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
b. Tikaian yaitu terjadi konflik diantara tokoh-tokoh pelaku.
c. Gawatan atau rumitan yaitu konflik-konflik tokoh semakin seru.
(35)
e. Leraian yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan plot/alur mulai terungkap.
f. Akhir yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25), alur atau plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat dari awal sampi akhir cerita. Dari pengertian tersebut jelas bahwa tiap peristiwa tidak berdiri sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut berakhir.
Alur dibagi dua berdasarkan urutan jalan ceritanya, yaitu:
1. Alur Maju (progresif)
Yaitu alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai memuncak, dan diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian.
2. Alur Mundur (flash back progresif)
Yaitu, alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi ke peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang demikian biasanya pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa yang sekarang terjadi.
(36)
Novel The Tokyo Zodiac Murders ini termasuk pada alur maju. Alur dari novel ini dimulai ketika detektif Kiyoshi Mitarai menerima dokumen kasus pembunuhan yang diberi nama Pembunuhan Zodiak Tokyo yang diberikan oleh rekannya yaitu Kazumi Ishioka. Setelahnya, detektif Kiyoshi Mitarai melakukan perjalanan singkat untuk memecahkan misteri pembunuhan yang tidak terpecahkan itu. Selama memecahkan misteri itu, ia mencoba menjabarkan kejadian-kejadian yang terjadi 40 tahun sebelumnya itu dengan analisisnya.
c. Penokohan
Menurut Abraham dalam Astuti (2014:23), tokoh cerita atau penokohan adalah orang (orang-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Dengan adanya tokoh, cerita yang ditampilkan akan terasa hidup untuk dibaca. Di dalam karya sastra fiksi tokoh biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan keterlibatannya dalam cerita. Tokoh dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.
Menurut Sayuti dalam Arista (2013:20), tokoh utama adalah tokoh paling terlibat dalam makna atau tema, paling banyak berhubungan dengan tokoh yang lain dan paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang mendukung jalan cerita dari sebuah karya sastra.
(37)
Tokoh utaam dalam novel The Tokyo Zodiac Murders adalah detektif Kiyoshi Mitarai. Pada awal cerita, diceritakan bahwa detektif Kiyoshi baru sembuh dari depresi yang dideritanya, hingga dia tidak mau begitu saja menerima kasus yang diberikan oleh Kazumi padanya. Tapi kemudian, detektif Kiyoshi menggunakan kemampuan deduksinya untuk memecahkan kasus tersebut atas dorongan dari Kazumi.
Tokoh-tokoh tambahan digambarkan sebagai teman-temannya, seperti Kazumi Ishioka dan Emoto. Beberapa orang yang secara tidak langsung terlibat dalam kasus pembunuhan itu, yaitu Fumihiko Takegoshi, yaitu putra dari Bunjiro yang adalah polisi yang dijebak oleh pelaku pembunuhan pada tahun 1936, Tokiko. Hachiro Umeda, yaitu penjaga taman bertema yang dicari oleh Kazumi dan Kiyoshi. Umeda sempat dicurigai oleh Kazumi sebagai pelaku karena nama belakangnya yang mirip dengan tersangka pembunuhan, yaitu Umezawa. Misako Iida, putri dari Bunjiro. Mr. Iida, polisi yang adalah suami dari Misako Iida. Mrs. Kato, putri dari Tamio Yasukawa, si pengarajin maneken dan juga ada Shusai Yoshida, peramal nasib dan pembuat boneka.
d. Setting
Menurut Suroto dalam Astuti (2014:25) yang dimaksud dengan setting atau latar belakang adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta susunan terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh.
(38)
Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau penokohan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku atau informasi dari orang lain.
e. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam menyampaikan cerita. Gaya bahasa adalah cara mengucapkan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakannya. Menurut Nurgiyantoro dalam Reza (2012:22), mengungkapkan bahwa pada hakikatnya gaya merupakan teknik di mana teknik yang dimaksud adalah pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan.
f. Sudut Pandang
Menurut Abrams dalam Astuti (2014:26) sudut pandang (point of view) merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi.
Menurut Abrams dalam Astuti (2014:27) sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:
(39)
1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama. Sudut pandang ini mengisahkan apa yang terjadi dengan diri pengarang dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan. Dengan sudut
pandang ini, pengarang lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita. Pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang imperasional. Dengan sudut pandang
ini, pengarang sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini, pengarang menggunakan
sudut pandang tokoh bawahan. Soji Shimada menceritakan tokoh-pertokohan dengan menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam novel ini.
g. Amanat
Amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat biasanya merupakan pengalaman hidup pengarang tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Menurut Kenny dalam Arum (2012:19), amanat dalam cerita biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis kemudian dapat diambil melalui cerita oleh pembaca.
Dalam novel ini, pengarang tidak serta-merta menyampaikan amanat yang ingin ia sampaikan dalam cerita. Amanat justru pengarang sampaikan melalui
(40)
dialog-dialog yang diucapkan oleh tokoh-tokohnya, seperti detektif Kiyoshi Mitarai.
2.1.2 Unsur Ekstrinsik
Menurut Padi (2013:9), unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Unsur tersebut meliput latar belakang pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk tiap karya sastra sama, unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat cerita dan tema. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.
2.2 Setting Novel The Tokyo Zodiac Murders
Menurut Ikram dalam Simbolon (2011:14), setting adalah tempat secara umum dan waktu atau masa terjadi. Menurut Abrams dalam Simbolon (2011:14), latar belakang atau setting yang disebut juga sebagai landasan tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
(41)
Setting merupakan bagian intrinsik dalam novel. Setting menunjukkan tempat, waktu dan menjelaskan suasana terjadinya suatu kejadian dalam sebuah cerita novel. Dengan adanya setting, para pembaca juga bisa dengan mudah menghayati dan membayangkan suasana saat kejadian dalam cerita novel tersebut terjadi.
Menurut Nurgiyantoro (1995:227), unsur latar atau setting dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu, tempat, waktu dan sosial. Meskipun ketiga unsur itu masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
1. Latar Tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi. Unsur-unsur tempat yang dipergunakan bisa berupa dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu atau mungkin juga dengan suatu penggambaran
lokasi tertentu tanpa menyebutkan namanya. Dalam novel The Tokyo
Zodiac Murders, lokasi tempat cerita berada di dua tempat, yaitu di Tokyo dan di Kyoto. Untuk tempat-tempat lainnya, tidak diceritakan secara jelas.
2. Latar Waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa, dalam plot secara historis. Melalui pemberian waktu secara jelas, akan tergambar tujuan fiksi tersebut secara jelas pula. Dengan adanya latar waktu akan tergambar jelas urutan setiap kejadian-kejadian yang ada dalam cerita,
(42)
sehingga akan mudah untuk memahami cerita. Latar waktu dalam
novel The Tokyo Zodiac Murders tidak terlalu dijelaskan secara
spesifik nama hari, tanggal dan bulannya. Novel ini menjelaskan dua setting. Pertama pada tahun 1936, di mana pembunuhan tersebut terjadi dan kedua adalah pada tahun 1979, di mana detektif Kiyoshi Mitarai mencoba menyelesaikannya.
3. Latar Sosial
Menurut Nurgiyantoro (1995:233), latar sosial mencakup terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam sebuah cerita. Termasuk di dalamnya ada unsur adat istiadat, keyakinan, perilaku, budaya, pandangan hidup dan cara berpikir serta bersikap. Latar sosial diketahui sangat penting secara baik dan benar, karena hal ini berkaitan erat dengan bahasa, nama dan status tokoh di dalam sebuah cerita. Novel ini menceritakan tentang pekerjaan detektif yang memecahkan kasus pembunuhan yang tak terpecahkan lebih dari 40 tahun. Di
Jepang, pekerjaan sebagai detektif disebut sebagai Keiji, yaitu polisi
yang bertugas sebagai penyidik. (http://www.denpasar.id.emb-japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa14_027.html). Polisi-polisi ini bekerja untuk pemerintah karena polisi ini adalah
bagian dari polisi Jepang yang dinamakan National Police Agency
(Keisatsu Chou) yang disingkat NPA, yaitu lembaga yang dikelola oleh National Public Safety Commission of the Cabinet Office dalam
(43)
kabinet Jepang dan merupakan badan koordinasi pusat dari sistem Jepang.
Dihimpun dari majalah Animonster, selain polisi, di Jepang juga ada detektif swasta. Mereka bergerak dalam bisnis mengumpulkan informasi tentang perilaku atau keberadaan orang tertentu dengan menghubungkan berbagai petunjuk kecil untuk memecahkan misteri atau mengungkapkan fakta-fakta tentang masalah hukum, keuangan atau pribadi dan melaporkan hasilnya kepada kliennya. Sebagian besar kasus yang mereka tangani adalah masalah rumah tangga, perselingkuhan pasangan atau penguntitan yang 90% kliennya adalah wanita. Detektif swasta juga menawarkan berbagai layanan termasuk perlindungan perusahaan, selebriti dan lain-lain. Mereka juga menyediakan bantuan dalam kasus tuntutan pidana dan perdata, klaim asuransi, penipuan, hak asuh anak, kasus perlindungan dan kasus orang hilang.
Selain kasus-kasus tersebut, di Jepang juga terdapat kantor detektif swasta untuk membantu para kliennya mencari cinta pertama mereka yang pernah menghabiskan waktu bersama tapi belum pernah terdengar lagi sejak berpisah. Bahkan di Jepang juga ada sekolah detektif, yang hampir setengah muridnya adalah wanita, yang kebanyakan dari mereka telah menikah dan sangat curiga terhadap suami mereka. Beberapa wanita tersebut mengatakan bahwa mereka ingin memperoleh keterampilan untuk mengungkapkan kecurangan
(44)
suami mereka. Di Jepang terdapat ribuan agensi detektif yang mempekerjakan puluhan ribu detektif yang juga bekerja untuk perusahaan asuransi terhadap klaim yang dicurigai penipuan, lalu pada berbagai perusahaan yang memeriksa calon karyawannya dan pada
para pengacara yang membutuhkan informasi.
(https://id-id.facebook.com/SSJofficialpage/posts/425659154176899)
2.3 Konsep Roman Detektif dan Unsur-Unsur Detektif
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring (1987:132), kata detektif berarti polisi rahasia. Dalam Kamus Inggris Indonesia, kata detektif
berasal dari kata bahasa Inggris detective yang berarti: detektif, reserse, mata-mata
polisi. Kata reserse di Kamus Umum Bahasa Indonesia dalam Sukapiring
(1987:132) berarti polisi rahasia. Selain kata detective dalam bahasa Inggris juga
dikenal kata detect yang berarti: menemukan, mencium, mendapatkan, merasakan.
Secara terperinci, Webster‟s New International Dictionary dalam Sukapiring
(1987:132) mengatakan detect (verb) berarti: (1) menemukan, membuka kedok,
membongkar: membuat jelas, membuat nyata: menyatakan, menampakkan, membuka, mengungkapkan; (2) memberitahu kepada, menyatakan kepada;
menuduh, menyalahkan; membuka, menyingkapkan terhadap cahaya,
membongkar; (3) menemukan/ mengetahui rahasia; (4) menemukan eksistensi, kehadiran atau kenyataan dari sesuatu (sesuatu yang tersembunyi atau tak jelas).
Misalnya menemukan bau, kejahatan. Kata detective berarti seseorang yang
(45)
hukum atau membuntuti tersangka. Cerita detektif diartikan cerita yang mengisahkan pencarian atau pelacakan kejahatan.
Menurut Poerwadarminta dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud roman detektif ialah cerita roman yang menceritakan perbuatan-perbuatan detektif.
Eksiklopedi Indonesia II dalam Sukapiring (1987:133) menjelaskan, yang dimaksud dengan roman detektif ialah, cerita roman yang menokohkan agen polisi yang trampil menyingkap rahasia, pembunuhan dan liku-liku kejahatan.
Menurut Jakob Sumardjo dalam Sukapiring (1987:133) yang dimaksud dengan dengan novel detektif ialah cerita novel yang dimulai dengan pembunuhan, kemudian sang detektif mencari bukti-bukti, melacak si pembunuh, dan akhirnya ditutup dengan ditemukannya si pembunuh yang tak disangka-sangka pembaca.
Selain itu di dalam Kamus Istilah Sastra yang terdapat di dalam
Sukapiring (1987:133), yang dimaksud dengan cerita detektif (detective story)
adalah kisahan yang mengungkapkan sebuah misteri melalui kumpulan tafsiran isyarat-isyarat. Dari uraian tersebut di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan roman detektif ialah cerita yang mengisahkan perbuatan-perbuatan detektif yang trampil menyingkap misteri pembunuhan dan liku-liku kejahatan melalui kumpulan tafsiran.
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:134) ada tiga konvensi roman detektif. Yang pertama harus ada mayat, yang kedua harus ada detektif, yaitu tokoh yang lebih pintar dari semua tokoh lain dalam roman ini. Orang ini merupakan satu-satunya tokoh yang nantinya mampu memecahkan segala
(46)
teka-teki yang ada dalam roman detektif itu. Konvensi yang ketiga adalah, pemecahan teka-taki yang tidak terduga pada akhir cerita.
Kemudian Sudjiman dalam Sukapiring (1987:134) mengatakan, konvensi cerita detektif ada empat. Yang pertama di dalam cerita detektif terdapat butir-butir kepintaran si penjahat. Yang kedua, kedunguan polisi. Yang ketiga, kehebetan detektif, dan yang keempat, pengungkapan kejahatan yang mengesankan. Di samping keempat konvensi tersebut, dalam cerita detektif, ada hukum yang lazim berlaku. Menurut Sudjiman dalam Sukapiring (1987:135), hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif ialah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan syarat-syarat tersebut.
Kemudian Faruk dalam Sukapiring (1987:135) mengatakan, cerita detektif setidak-tidaknya dua komponen yang utama, yaitu pendeteksian dan unsur yang dideteksi.
Menurut Sukapiring (1987:135), dari batasan konvensi detektif serta konvensi roman detektif Teeuw, Panuti Sudjiman dan Faruk itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa cerita detektif itu setidak-tidaknya mempunyai 4 komponen yang utama, yaitu: unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga.
2.4 Unsur-Unsur Detektif
Setelah dikonvensikan, Sukapiring (1987:135) mengatakan bahwa dalam sebuah roman detektif atau cerita detektif, setidak-tidaknya memiliki 4 unsur
(47)
utama di dalam ceritanya yang membangun cerita detektif tersebut, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita.
2.4.1 Unsur Kejahatan
Dalam www.supartobrata.com dikatakan bahwa, salah satu kekhasan dari novel detektif adalah hadirnya sebuah tragedi kematian yang dilanjutkan dengan penemuan-penemuan untuk menyelesaikan masalah, siapa detektifnya, siapa yang melakukan pembunuhan dan apa motifnya sehingga terjadi kasus pembunuhan tersebut.
Kejahatan merupakan salah satu komponen yang utama roman detektif. Itulah sebabnya Teeuw (1983:20, 1984:101-102) menyebutkan konvensi roman detektif yang pertama harus ada mayat. Mayat itu ada karena tindak kejahatan. Menurut Kartini Kartono (1981:147-148) secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat, asosiasi sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang tercakup dalam undang-undang, maupun yang belum tercantum dalam undang-undang pidana). (Sukapiring, 1987: 135-136)
(48)
Kemudian Kartini Kartono dalam Sukapiring (1987:136) menyebutkan bahwa, yang dapat dimasukkan dalam perbuatan kejahatan ialah: 1. Pembunuhan, penyembelihan, pencekikan sampai mati, pengracunan sampai mati; 2. Perampasan, perampokan, penyerangan, penggarongan; 3. Pelanggaran seks dan pemerkosaan; 4. Maling, mencuri; 5. Pengancaman, intimidasi, pemerasan; 6. Pemalsuan, penggelapan; 7. Korupsi, penyogokan, penyuapan; 8. Pelanggaran ekonomi; 9. Penggunaan senjata api dan perdagangan senjata-senjata api; 10. Pelanggaran sumpah; 11. Bigami (kawin rangkap pada satu saat); 12. Kejahatan-kejahatan politik; 13. Penculikan; 14. Perdagangan dan penyalahgunaan narkotika.
Jadi kejahatan itu bisa jadi berupa pembunuhan dan dapat berupa perbuatan yang bukan pembunuhan, yaitu perbuatan yang melanggar hukum.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kejahatan ialah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan yang dapat merugikan
masyarakat luas. Dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini peneliti akan
mengungkapkan kejahatan-kejahatan para pelaku dalam novel tersebut yang berupa pembunuhan.
2.4.2 Unsur Misteri
Misteri merupakan salah satu komponen utama roman detektif, merupakan komponen yang dideteksi, yang harus dipecahkan. Karena misteri merupakan salah satu komponen yang utama, kehadiran mayat seperti dikemukakan Teeuw dalam Sukapiring (1987:136-137) itu tidak penting, kehadiran mayat sesungguhnya hanya merupakan alat bagi kehadiran misteri itu. Selain mayat,
(49)
terdapat pula alat-alat lainnya, seperti yang dikemukakan oleh Kartini Kartono sebelumnya. Yang penting semuanya itu harus misterius, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, seperti siapakah pembunuhnya, siapakah pencurinya, siapakah penculiknya dan lain-lainnya. Pertanyaan-pertanyaan itulah yang akan melahirkan sebuah usaha pencari jawaban. Usaha pencarian jawaban ini oleh Faruk dalam Sukapiring (1987:136-137) disebut deteksi dan pencarian jawaban detektif.
Selanjutnya, pencarian-pencarian jawaban itu akan menimbulkan ketegangan bagi pembaca, seperti yang dikemukakan oleh Teeuw dalam Putra (2009:16) mengatakan, ketegangan itu merupakan hal yang penting dalam sebuah roman detektif. Ini menunjukkan bahwa rasa tegang itu selalu diharapkan oleh pembaca roman detektif. Pembaca selalu dibuat ragu-ragu oleh sesuatu hal, apakah hal itu penting ataukah tidak dalam perkembangan alurnya. Sudjiman dalam Putra (2009:16) merumuskan istilah tegangan sebagai ketidakpastian yang berkelanjutan atas suasana yang makin mendebarkan yang diakibatkan jalinan alur dalam cerita rekaan atau lakon. Tegangan ini menopang keingintahuan pembaca akan kelanjutan cerita. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan misteri yang berupa hal-hal yang menimbulkan pertanyaan yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
(50)
2.4.3 Unsur Detektif
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:137) unsur detektif merupakan kedua yang harus ada dalam roman detektif. Dialah yang membuka misteri dalam cerita. Detektif dibedakan atas detektif swasta atau bukan, anggota organisasi detektif atau aparat pemerintah. Ada juga detektif yang bekerja sebagai detektif tanpa dibantu detektif lain, kecuali polisi.
Proses pengungkapan misteri kejahatan yang dilakukan detektif dalam cerita detektif, pada dasarnya mengandalkan kecerdasan detektif. Detektif dalam menjalankan tugas sering menyamar sebagai tokoh yang berprofesi lain.
Dalam www.wikipedia_bahasa_indonesia.ensiklopedi.org dijelaskan
detektif adalah seseorang yang melakukan penyelidikan suatu kejahatan, baik sebagai detektif polisi maupun sebagai detektif swasta. Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa detektif adalah seorang yang bekerja untuk memecahkan suatu masalah dengan memecahkan lika-liku kejahatan melalui kumpulan tafsiran-tafsiran. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan mengenai detektif swasta yang menyelesaikan kasus pembunuhan tersebut dalam
novel The Tokyo Zodiac Murders.
2.4.4 Unsur Pemecahan Masalah yang Tidak Terduga pada Akhir Cerita
Menurut Teeuw dalam Sukapiring (1987:137), unsur pemecahan yang tidak terduga pada akhir cerita merupakan komponen ketiga yang harus ada dalam cerita detektif. Cerita detektif biasanya melibatkan banyak sekali tokoh yang dapat
(51)
dicurigai sebagai pelaku kejahatan misterius yang dideteksi itu. Semua tokoh itu diberi latar belakang tertentu, perilaku tertentu, yang membuat pembaca menduga bahwa satu di antaranya nanti terbukti sebagai pelaku kegiatan misterius itu. Di dalam cerita detektif, informasi-informasi itu biasanya menggiring pembaca ke arah dugaan yang salah. Kecenderungan semacam inilah yang oleh Roland
Barthes dalam Sukapiring (1987:32) disebut sebagai snare “perangkap”. Karena
menampilkan pemecahan yang tidak terduga pada akhir cerita. (Sukapiring, 1987: 137-138)
Jadi dalam penelitian ini, peneliti akan mengungkapkan mengenai dugaan
yang salah yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders.
2.5 Biografi Pengarang
Soji Shimada lahir pada tanggal 12 Oktober 1984 di kota Fuyukuma,
Prefektur Hiroshima, Jepang. Ia lulus dari Seishikan High School di kota
Fuyukuma dan kemudian Musashino Art University sebagai seni komersial desain utama. Setelah menghabiskan bertahun-tahun sebagai pengemudi truk sampah, penulis bebas dan musisi, ia melakukan debut sebagai penulis misteri pada tahun
1981 ketika The Tokyo Zodiac Murders ditetapkan sebagai finalis di penghargaan
Edogawa Rampo. Karyanya yang paling terkenal termasuk Detective Mitarai
Series dan Detective Yoshiki Series.
Adapun serial dari Detective Mitarai Series sendiri sudah memiliki banyak
judul, di antaranya: The Tokyo Zodiac Murders, Murder In The Crooked Mansion,
(52)
Vertigo, The Ryugatei Murders, Hollywood Certificate, Phantom Russian Warship dan masih banyak lainnya.
Karya-karyanya sering melibatkan tema-tema seperti hukuman mati, Nihonjinron (teorinya pada orang Jepang), Jepang dan budaya internasional. Dia
adalah pendukung kuat dari amatir Honkaku (otentik, ortodoks) penulis misteri.
Mengikuti tren Sekolah Sosial Fiksi kejahatan yang dipimpin oleh Seicho
Matsumoto, ia adalah pelopor “Shin-Honkaku” (ortodoks baru) genre misteri
logika. Dia dibesarkan penulis seperti Yukito Ayatsuji, Rintaro Norizuki dan
Shogo Utano, dan ia booming sebagai pemimpin misteri dari akhir 1980-an.
Sebagai ayah dari “Shin-Honkaku”, Shimada kadang-kadang disebut sebagai
“The Godfather of Shin-Honkaku”.
Meskipun seorang kritikus serius dan penulis, Shimada bukanlah orang yang keras. Banyak yang membayangkan bahwa dia adalah orang yang suram, tapi pada kenyataannya, dia cukup ramah secara pribadi. Sesekali karakter
humornya bisa didapat di kisah misterinya, seperti di Soseki and The London
Mummy Murders dan Let There Be Murder, Any Kind of Murder. Novel ini, terutama yang terakhir, melibatkan trik misteri mewah serta unsur sindiran, kebingungan, pemuda dan kelangsungan hidup. Tema yang bermacam-macam membuat novelnya menjadi sukses besar dan dibuat menjadi seri pendek.
Dalam beberapa tahun terakhir, ia telah memulai tantangan baru, sebuah
serial animasi yang disebut “Taiga Novels”, berkolaborasi dengan ilustrator
terkenal Masamune Shirow. Setelah dimulai pada bulan Januari 2008, ia dan Shirow berencana untuk menciptakan dua belas buku melalui penerbit Kodansha
(53)
BOX. Di atas BOX, Shimada memegang kolom di majalah terkenal, Shinco Weekly. Dia juga memimpin dua kontes baru novel misteri amatir, yang pertama,
“The City of Roses Fukuyama Mystery Award” untuk penulis amatir di Jepang,
dan “The Soji Shimada Mystery Award” di Taiwan, yang disponsori oleh Crown
Publishing Company. Bahkan melewati usia enam puluh, semangat menulis telah
menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Ia benar-benar maestro dari misteri
(54)
BAB III
UNSUR-UNSUR DETEKTIF DALAM NOVEL THE TOKYO ZODIAC MURDERS KARYA SOJI SHIMADA
3.1 Sinopsis Novel
Novel The Tokyo Zodiac Murders dibuka dengan surat tulisan tangan
berisi pesan dan wasiat terakhir dari Heikichi Umezawa pada 21 Februari 1936. Di dalam surat itu, dia menuliskan bagaimana dirinya sejak kecil. Ia mengaku bahwa dia dirasuki iblis, roh jahat yang bertindak di luar kehendaknyan sejak kecil. Dia mengatakan bahwa iblis itu memainkan tipuan padanya, dan dirinya hanyalah sekadar boneka. Iblis itu sering menguasi dirinya bahkan sampai dirinya sendiri tidak bisa melawannya. Teman-temannya menganggapnya gila, hingga dia berusaha untuk mengeluarkan iblis itu dari tubuhnya dengan caranya sendiri. Di dalam surat itu Heikichi juga menceritakan bahwa dia sering bermimpi aneh di malam hari dan dia juga mengakui kekagumannnya terhadap wanita.
Saat dia merasa iblis mempermainkannya seperti boneka, di saat itulah dia bermimpi tentang sang wanita sempurna. Ia terpesona oleh kecantikannya, kemampuan psikisnya, kekuatannya, dia sendiri sadar bahwa dia tidak bisa melukiskannya di kanvas. Ia kemudian memberi nama Azoth kepada wanita sempurna yang ada di dalam mimpinya tersebut. Yang artinya “dari A ke Z”. Wanita itu memenuhi impiannya sepenuhnya.
(55)
Berdasarkan pemahamannya mengenai tubuh manusia, ada enam bagian tubuh yang utama: kepala, dada, perut, pinggul, paha dan kaki. Ia juga
menjelaskan bahwa dalam ilmu astrologi, tubuh manusia—sebuah objek yang
berbentuk kantong—merupakan cerminan miniatur alam semesta. Masing-masing
bagian tubuh memiliki planetnya sendiri yang mengatur, melindungi dan memberdayakannya.
Kepala dilindungi dan dikuasai Mars, planet penguasa untuk Aries, yang juga diberdayakan oleh Mars. Dada merupakan wilayah Gemini dan Leo, dilindungi Merkurius dan juga Matahari. Jika dia mengganti dada dengan payudara wanita, maka mereka berada di bawah naungan Cancer. Perut adalah untuk Virgo, dikuasai Merkurius. Pinggul diserahkan kepada Libra, dikuasai Venus. Namun dirinya menyebut bahwa ia mengganti pinggul dengan rahim, Scorpio yang menaunginya. Paha berada dalam wilayah Sagitarius yang dikuasai Jupiter. Kaki adalah Aquarius, dikuasai Uranus.
Ia menyebutkan bahwa masing-masing dari tubuh seseorang, diberi kekuatan oleh planet penguasanya. Dan identitas astrologi seseorang ditentukan oleh persejajaran matahari dengan planet-planet saat dia lahir. Lambang serta bagian tubuh yang berkaitan menentukan jati diri orang tersebut. Ia sadar bahwa tidak ada orang yang sempurna, karena semua orang mendapatkan anugerah dari planet yang menguasainya. Jadi dia berpikir; jika dia bisa memperoleh kepala yang sempurna, payudara yang sempurna, dan kaki yang sempurna, kemudian menyatukannya menjadi tubuh seorang wanita, maka dia akan mendapatkan sang wanita sempurna. Dan jika dia menyatukan enam bagian tubuh yang masih
(56)
perawan, kecantikan gabungan yang tercipta tak akan tertandingi. Ia mengakui bahwa sejak saat itu, fokusnya hanyalah sang dewi itu. Dan secara tak terduga, ia menyadari bahwa enam perawan dengan lambang zodiak yang berbeda hidup di dekatnya, yaitu putri-putrinya serta para keponakannya. Keenam wanita itu memenuhi lambang-lambang zodiak yang ia cari. Dan setelahnya, ia mengaku bahwa iblis menyuruhnya untuk mengorbankan gadis-gadis itu. Ia kemudian berencana untuk mengambil kepala dari Tokiko, dada dari Yukiko dan perut dari Reiko. Pinggul akan diambil dari Akiko, paha dari Nobuyo dan kaki dari Tomoko. Kemudian dia akan menyusun bagian-bagian itu menjadi satu untuk menciptakan seorang wanita.
Setelahnya, ia memikirkan cara penguburan untuk keenam wanita itu berdasarkan ilmu alkimia. Ia menuliskan bahwa Tokiko, yang memberikan kepalanya, adalah seorang Aries, maka ia akan dibuang ke tempat yang menghasilkan besi. Yukiko seorang Cancer, maka ia akan dibuang ke tempat yang menghasilkan perak. Reiko seorang Virgo di tempat yang menghasilkan merkuri. Akiko seorang Scorpio di tempat yang menghasilkan besi. Nobuyo seorang Sagitarius di tempat yang menghasilkan timah. Tomoko seorang Aquarius di tempat yang menghasilkan timbel. Setelahnya gadis-gadis itu dikuburkan, ia mengatakan bahwa Azoth akan muncul dengan kekuatan tertinggi.
Tak sampai di sana, di dalam surat itu juga tertulis di mana Heikichi akan menyembunyikan Azoth-nya. Dengan pemahaman ilmu geografinya, ia mengatakan bahwa Azoth harus ditempatkan di pusat negeri Jepang. Ia
(57)
menjelaskan pusat-pusat kota dan pulau-pulau di Jepang. Pada akhirnya, ia memutuskan untuk menempatkan Azoth di pusat angka 13.
Empat puluh tahun kemudian, dokumen-dokumen tentang rencana pembunuhan itu sampai di tangan Kiyoshi Mitarai, seorang detektif yang baru sembuh dari depresinya. Temannya, Kazumi Ishioka yang memberikannya. Pembunuhan keenam gadis tersebut terlaksana sesuai dengan surat yang sudah dituliskan oleh Heikichi Umezawa, tetapi anehnya, Heikichi Umezawa sendiri telah ditemukan tewas sebelum pembunuhan terhadap enam gadis tersebut dimulai. Pembunuhan tersebut menjadi sebuah misteri yang tak terpecahkan selama 40 tahun lamanya.
Kiyoshi sebenarnya tak tertarik dengan kasus pembunuhan tersebut, tetapi Kazumi terus memaksa Kiyoshi untuk memecahkan kasusnya. Kazumi pun secara bertahap menceritakan tentang kasus pembunuhan tersebut. Bahwa pembunuhan tersebut terdiri atas tiga kasus, yang pertama adalah pembunuhan Heikichi Umezawa, yang kedua pembunuhan Kazue yang adalah putri tiri Umezawa dan yang ketiga adalah pembunuhan ganda gadis-gadis tersebut berdasarkan catatan Heikichi yang ditemukan di studionya saat mayatnya ditemukan.
Dalam penjelasannya, Kazumi menjelaskan apa-apa saja yang menjadi bukti dari kasus-kasus pembunuhan tersebut, termasuk surat yang ditemukan di dalam studio milik Heikichi Umezawa saat dia ditemukan tewas. Beberapa nama kemudian disebutkan oleh Kazumi yang kemudian mereka curigai sebagai tersangka atau terlibat dalam pembunuhan tersebut. Hingga kemudian, muncul
(1)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dengan adanya analisis di bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Unsur-unsur detektif yang terdapat dalam novel ini ada empat, yaitu unsur kejahatan, unsur misteri, unsur detektif dan unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita.
2. Unsur kejahatan adalah salah satu komponen yang utama dalam roman detektif. Kejahatan di dalam novel ini adalah tindak pembunuhan, di mana terdapat tiga kasus pembunuhan di dalam novel ini yang dilakukan oleh satu orang pelaku.
3. Unsur yang kedua dalam novel ini adalah unsur misteri. Unsur misteri adalah hal-hal yang menimbulkan pertanyaan hingga menimbulkan adanya usaha pencarian jawaban atas pertanyaan tersebut. Berdasarkan penelitian, misteri di dalam novel ini adalah bagaimana cara si pelaku membunuh di dalam ruangan terkunci? Mengapa si pelaku membersihkan vas bunga beling jika ingin menghilangkan barang bukti? Dan mengapa kedalaman penguburan setiap mayat gadis-gadis Umezawa harus berbeda kedalamannya.
(2)
4. Unsur yang ketiga adalah unsur detektif. Detektif sendiri adalah polisi atau orang yang mempunyai tugas untuk memecahkan kejahatan dan teka-teki atau kasus kejahatan lainnya. Kemudian dalam menyelesaikan tugas-tugasnya, detektif memiliki analisis-analisis mengenai kasus-kasus yang dia pecahkan. Dalam novel ini, detektif yang bertugas memecahkan misteri tersebut adalah detektif Kiyoshi Mitarai.
5. Unsur terakhir yang dibahas dalam penelitian ini adalah unsur pemecahan masalah yang tidak terduga pada akhir cerita. Pada unsur ini, penelitian hanya terfokus pada adanya dugaan yang salah yang disengaja oleh si pengarang. Dari awal cerita, pengarang sudah mengarahkan dan menjelaskan bahwa Tokiko ikut dibunuh bersama kelima gadis lainnya. Namun pada akhir cerita, dijelaskan bahwa pelaku sebenarnya adalah Tokiko Umezawa yang sudah berganti nama menjadi Taeko Sudo, dan ini mengandung unsur yang tidak terduga pada akhir cerita.
6. Menurut penulis, novel The Tokyo Zodiac Murders ini lebih dominan unsur kejahatannya, karena novel ini menceritakan tentang pembunuhan berantai yang terjadi di Tokyo 40 tahun silam. Pembunuhan-pembunuhan tersebut bahkan termasuk kasus mutilasi, di mana kelima mayat gadis-gadis Umezawa dipotong-potong tubuhnya untuk menyamarkan pembunuhan yang sebenarnya ada lima mayat, menjadi enam mayat. Sehingga pelaku sebenarnya yang adalah Tokiko, disimpulkan ikut mati bersama keenam gadis tersebut, namun ternyata
(3)
itu adalah taktik Tokiko agar dirinya tidak diketahui sebagai pembunuh yang sebenarnya.
4.2 Saran
Ada banyak aspek yang terdapat dalam novel The Tokyo Zodiac Murders ini, sehingga novel ini masih bisa diteliti lebih lanjut. Salah satunya adalah aspek sosiologi sastra yang tidak peneliti bahas dalam novel ini. Menganalisis aspek psikologi sastra yang dialami oleh tokoh Tokiko juga bisa dijadikan bahan penelitian berikutnya. Selain itu, penelitian ini juga bisa dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya jika ingin menganalisis aspek psikologi sastra.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arista, Dwi. 2013. Analisis Psikologi Tokoh Utama Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto. Skripsi Sarjana. Medan. FIB USU
Arum, Milani Rayi. 2012. Analisis Cerita Novel “Rashomon Gate” Karya Inggrid J. Parker Dilihat Dari Pendekatan Kesejarahan. Skripsi Sarjana. FIB USU
Astuti, Yuli. 2014. Kepemimpinan Tokoh Utama Sang Penakluk Dari Owari Dalam Novel Oda Nobunaga Karya Sohachi Yamaoka. Skripsi Sarjana. FIB USU
Maya, Novaria. 2004. Analisis Psikologis Para Tokoh Dalam Novel Keindahan Dan Kepiluan Karya Yasunari Kawabata. Skripsi Sarjana. Medan. FIB USU
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: UGM Press __________________ 2010. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Padi, Editorial. 2013. Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesia. Jakarta: Padi Pradopo Djoko, Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta:
Gama Media.
Putra, Wiradi. 2009. Unsur-Unsur Detektif dalam Novel Rahasia Meede Karya E.S Ito. Skripsi Sarjana. Medan FIB USU
(5)
Ratna Kutha, Nyoman. 2003. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Reza, Dela Dinila. 2012. Analisis Didaktis Tokoh Toyotomi Hideyoshi Dalam Novel “The Swordless Samurai” Karya Kitami Masao. Skrips Sarjana. Medan. FIB USU
Santosa, Wijaya Heru dan Wahyuningtyas, Sri. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa. Surakarta: Yuma Pustaka
Shimada, Soji. 2012. The Tokyo Zodiac Murders (Terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Simbolon, Rani Lestari Farida. 2011. Analisis Interaksi Sosial Dua Kelompok Siswa Dalam Novel “Grotesque” Karya Natsuo Kirino. Skripsi Sarjana. Medan. FIB USU
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra, Malang: Grasindo.
Sukapiring, Peraturen. 1987. Analisis Struktural dan Semiotik Terhadap Roman-Roman Soeman HS. Yogyakarta: UGM
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1983.Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.
www.wikipedia_bahasa_indonesia.ensiklopedi.org
(6)
https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pengertian-novel-dan-unsur-unsurnya/
(http://yosie-indra.blogspot.com/2013/08/kejahatan-dan-penjahat.html)
(http://thinklikedetective.blogspot.com/2012/10/mengenal-arti-detektif.html)
(http://www.hukumonline.com)
http://www.booksfromjapan.jp/authors/item/948-soji-shimada
http://en.wikipedia.org/wiki/Soji_Shimada
(http://www.denpasar.id.emb-japan.go.jp/indonesia/konnichiwa%2014/konnichiwa14_027.html).