Analisis Cerita dalam Novel Tokyo Zodiac Murders Karya Soji Shimada Ditinjau dari Sosiologis

(1)

(2)

(3)

(4)

Analisi cerita dalam novel tokyo zodiac murder karya shoji

shimada ditinjau dari sosiologi.

ABSTRAK

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novellaberarti “sebuah barang baru yang kecil” yang kemudian berubah arti menjadi “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Sedangkan dalam bahasa Inggris berarti novel, dalam bahasa indonesia juga disebut novel. Novel biasanya menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan

atau khayalan. Di dalam novel banyak pelajaran yang dapat diambil oleh para

pembaca yang akan berguna di dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari kisah

yang ada di dalam novel merupakan cerminan dari kehidupan manusia berupa

realitas yang terjadi pada setiap orang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menganalisis novel Tokyo Zodiac

Murder karya Shoji Shimada, Novel ini mengungkapkan kehidupan anak tiri

yang bernama tokiko dan mendapat perlakuan deskriminasi dari ibu tiri dan

saudara tirinya. Sehingga menyebabkan terjadinya konflik sosial didalam

keluarganya. Di dalam novel ini digambarkan interaksi ibu tiri terhadap anak tiri.

Setelah perlakuan yang diterimanya tokiko pun mempunyai niat untuk membalas

dendam terhadap ibu dan saudara tirinya yaitu dengan membunuh saudaranya.

Akibatnya ibu tirinya hidup dalam penderitaan karena telah kehilangan semua

anak-anaknya. Dalam menganalisis penulis menggunakan teori sosiologi sastra

dan teori semiotik. teori sosiologi adalah menganalisis masalah-masalah sosial

yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya

dengan kenyataan yang pernah terjadi ini. Cara ini digunakan untuk mengetahui

refleksi dari kehidupan masyarakat yang ada di dalam novel Tokyo Zodiac


(5)

Teori semiotik adalah mempelajari tentang tanda atau sistem yang

mempunyai arti, dan tanda itu menunjukkan masalah yang diungkap pengarang

melalui interaksi yang terjadi antara ibu dan anak tirinya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode mungumpulankan data

dengan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang dengan cara

mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan masala penelitian. Selain dari

buku, data juga didapat dari situs internet. Kesimpulan dari novel “Tokyo Zodiac

Muder” dapat bahwa hubungan yang terjalin antara seorang anak dengan keluarga barunya adalah hubungan yang tidak baik atau buruk, keluarga barunya tidak

menerima dia sebagai satu keluarga. Melainkan memperlakukannya seperti

seorang pembantu atau pelayan tanpa ada rasa ibah. Dan sikap tidak senang

melihat anak tersebut berhasil dalam sekolahnya, serta sikap tidak suka melihat

anak tersebut hidup bahagia dengan ibu kandungnya. Interaksi antara anak dan ibu

kandungnya sangat baik, mereka saling menyanyangi dan berharap dapat hidup

bahagia hanya mereka berdua saja. Seorang anak yang tidak sanggup melihat

ibunya hidup dalam penderitaan, sehingga ia ingin melakukan sesuatu yang dapat

membahagiakan ibunya sebelum dia mati. Setelah menjalani hidup yang berat,

membuat anak tersebut ingin balas dendam kepada mereka yang membuat


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan kasih-Nya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Cerita Dalam Novel Tokyo

Zodiac Murders Karya Soji Shimada Ditinjau Dari Sosiologis” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai kesarjanaan di Fakultas Ilmu

Budaya Program Studi Strata-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan penyelesaian studi dan skripsi ini , penulis banyak

menerima bantuan dan bimbingan moril maupun materil dari berbagai pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syaron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen S-1

Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mhd. Pujiono, S.S, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I, yang

mana dalam kesibukannya sebagai pengajar telah menyediakan banyak

waktu, pikiran, dan tenaga dalam membimbing, mengarahkan, dan

memeriksa skripsi ini dari awal hingga ujian skripsi ini selesai,

sehingga penulis dapat menyelesaikannya perkuliahan dengan baik.

4. Bapak Drs. H. Yuddi Adriana Muliadi, M.A, selaku Dosen


(7)

kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Dosen Penguji Ujian Skripsi yang telah menyediakan waktu membaca

dan menguji skripsi ini. Tak lupa pula penulis sampaikan kepada

seluruh stap pengajar Program S-1 Sastra Jepang yang telah

memberikan banyak ilmu kepada penulis sebagai bekal di masa depan

dari tahun pertama perkuliahan hingga akhir perkuliahan dan dapat

menyelesaikannya dengan baik. Dan ilmu yang diberikan dapat

bermanfaat bagi banyak orang. Untuk bang Joko yang telah membantu

mengurusi semua keperluan yang dibutuhkan selama perkuliahan

hingga akhir.

6. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada keluarga

untuk doanya yaitu Bapak manurung dan Ibu.br limbong yang telah

membesarkan ku dengan penuh kasih sayang dan memberikan ku

kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga ke jenjang ini

walaupun ditengah keterbatasan dan kekurangan, untuk kedua adik ku

, Novita dan Aulia untuk doa-doanya. Begitu juga untuk Paktua dan

Maktua yang memberikanku tempat tinggal dan semua bantuan yang

ku terima selama kuliah. Untuk kak siska nasehat-nasehat nya

terimakasih. Semoga Tuhan membalas kebaikan mereka.

7. Untuk teman-temanku, Reni Pramita Manurung, Krisma Ginting, Ana

Siagian, Marta Saragih, Sumi Butar-Butar, Nara Sinaga, Anna


(8)

yang tiada hentinya serta doa-doanya kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini

8. Dan seluruh teman-teman angkatan 2010 Sastra Jepang yang

namannya tak dapat disebut satu persatu. Terlebih untuk teman-teman

di kelas A, senang bisa belajar bersama kalian dan mengenal satu sama

lain selama kurang lebih 4 tahun ini.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk

dalam penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ilmiah ini masih

banyak terdapat kekurangan , oleh karena itu penulis mohon maaf yang

sebesar-besarnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis, bagi masyarakat luas

pada umumnya khususnya mahasiswa sastra jepang.

Medan, Desember 2014

Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah...1

1.2 Rumusan Masalah...4

1.3 Ruang Lingkup Penelitian...5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori...6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian...9

1.6 Metode Penelitian...10

BAB II TINJAUN UMUM TERHADAP KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL TOKYO ZODIAC MURDERS. 2.1 Defenisi Novel...12

2.2 Kajian Sosiologi Sastra...19

2.3 Setting dalam novel Tokyo Zodiac Murder...23

2.4 Biografi Pengarang...26

2.5 Gambaran kehidupan anak tiri di Jepang dalam lingkungan keluarga...27

BAB III ANALISIS CERITA DALAM NOVEL TOKYO ZODIAC MUDERS KARYA SHOJI SHIMADA 3.1 Sinopsis Cerita...29

3.2 Analisis Cerita dalam novel Tokyo Zodiac Murder karya Shoji Shimada 3.2.1 Bentuk Pendeskriminasian yang terjadi di dalam Keluarga...32

3.2.2 Bentuk Penyiksaan yang terjadi di dalam keluarga...38

3.2.3 Interaksi yang terjadi antara Tokiko, ibu kandungya, serta ayahnya di dalam keluarga...42


(10)

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan...45 4.2 Saran...47

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK


(11)

Analisi cerita dalam novel tokyo zodiac murder karya shoji

shimada ditinjau dari sosiologi.

ABSTRAK

Novel berasal dari bahasa Italia, yaitu novellaberarti “sebuah barang baru yang kecil” yang kemudian berubah arti menjadi “cerita pendek dalam bentuk prosa”. Sedangkan dalam bahasa Inggris berarti novel, dalam bahasa indonesia juga disebut novel. Novel biasanya menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan

atau khayalan. Di dalam novel banyak pelajaran yang dapat diambil oleh para

pembaca yang akan berguna di dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa disadari kisah

yang ada di dalam novel merupakan cerminan dari kehidupan manusia berupa

realitas yang terjadi pada setiap orang.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menganalisis novel Tokyo Zodiac

Murder karya Shoji Shimada, Novel ini mengungkapkan kehidupan anak tiri

yang bernama tokiko dan mendapat perlakuan deskriminasi dari ibu tiri dan

saudara tirinya. Sehingga menyebabkan terjadinya konflik sosial didalam

keluarganya. Di dalam novel ini digambarkan interaksi ibu tiri terhadap anak tiri.

Setelah perlakuan yang diterimanya tokiko pun mempunyai niat untuk membalas

dendam terhadap ibu dan saudara tirinya yaitu dengan membunuh saudaranya.

Akibatnya ibu tirinya hidup dalam penderitaan karena telah kehilangan semua

anak-anaknya. Dalam menganalisis penulis menggunakan teori sosiologi sastra

dan teori semiotik. teori sosiologi adalah menganalisis masalah-masalah sosial

yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya

dengan kenyataan yang pernah terjadi ini. Cara ini digunakan untuk mengetahui

refleksi dari kehidupan masyarakat yang ada di dalam novel Tokyo Zodiac


(12)

Teori semiotik adalah mempelajari tentang tanda atau sistem yang

mempunyai arti, dan tanda itu menunjukkan masalah yang diungkap pengarang

melalui interaksi yang terjadi antara ibu dan anak tirinya.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode mungumpulankan data

dengan studi kepustakaan yaitu pengumpulan data yang dengan cara

mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan masala penelitian. Selain dari

buku, data juga didapat dari situs internet. Kesimpulan dari novel “Tokyo Zodiac

Muder” dapat bahwa hubungan yang terjalin antara seorang anak dengan keluarga barunya adalah hubungan yang tidak baik atau buruk, keluarga barunya tidak

menerima dia sebagai satu keluarga. Melainkan memperlakukannya seperti

seorang pembantu atau pelayan tanpa ada rasa ibah. Dan sikap tidak senang

melihat anak tersebut berhasil dalam sekolahnya, serta sikap tidak suka melihat

anak tersebut hidup bahagia dengan ibu kandungnya. Interaksi antara anak dan ibu

kandungnya sangat baik, mereka saling menyanyangi dan berharap dapat hidup

bahagia hanya mereka berdua saja. Seorang anak yang tidak sanggup melihat

ibunya hidup dalam penderitaan, sehingga ia ingin melakukan sesuatu yang dapat

membahagiakan ibunya sebelum dia mati. Setelah menjalani hidup yang berat,

membuat anak tersebut ingin balas dendam kepada mereka yang membuat


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra merupakan salah satu cabang seni yang telah ada sejak dulu.

Sebuah karya sastra itu tidak tercipta dengan mudah atau terjadi begitu saja

melainkan melalui suatu proses yang panjang sampai karya sastra itu tercipta. Dan

karya sastra itu merupakan hasil kreasi atau imajinasi manusia. Sebagai hasil

karya cipta manusia karya sastra itu harus mengekspresikan nilai – nilai yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidup. Selain itu karya sastra juga

memberikan hiburan bagi para pembacanya.

Karya sastra menurut Panuti adalah karya lisan atau tulisan yang memiliki

berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartisikan, keindahan dalam isi

dan ungkapannya (dalam http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/

pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/). Bukan hanya itu saja

Semi juga mengatakan bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni

kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupanya, serta menggunakan

bahasa sebagai mediumnya (dalam http://asemmanis.wordpress. com

/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/ ). Sastra seni

kreatif yang terdiri dari berbagai macam genre (jenis).

Jenis dalam karya sastra terdiri dari puisi, prosa dan drama. Yang

termasuk ke prosa adalah novel, komik/manga dan cerpen. Novel adalah salah

satu hasil karya sastra yang bersifat fiksi. Badudu dan Zain (1994:949)


(14)

kehidupan manusia seperti yang di alami orang dalam kehidupan sehari-hari,

tentang suka-duka, benci, kasih dan watak yang ada di dalam novel. Di dalam

novel sendiri sarat akan pelajaran yang dapat dipetik oleh para pembaca yang

nantinya dapat berguna di dalam kehidupan sehari-hari. Dan tanpa disadari

berbagai kisah yang ada di dalam novel merupakan cerminan dari hidup manusia

berupa realitas yang terjadi pada setiap orang.

Dengan kata lain novel merupakan bentuk pengungkapan dengan secara

langsung, yang teratur (Yelland dalam Aziez, 2010:3). Penokohan yang ada dalam

novel diungkapkan dengan jelas oleh pengarang agar para pembaca memahami

dengan baik masing-masing tokoh yang diceritakan dan para tokoh tersebut

mendeskripsikan watak mereka sesuai dengan kehidupan yang ditunjukkan dalam

sebuah cerita. Dari kehidupan para tokoh dalam cerita inilah bisa dipelajari dan

ditelaah dengan menggunakan teori salah satunya teori sosiologi.

Menurut Abercrombie dalam kurniawan (2012:4) sosiologi mempunyai

akar kata: socius (dari bahasa Latin) yang berarti “teman” dan logos (dari bahasa

Yunani) yang berarti “ilmu tentang”. Secara harfiah, sosiologi berarti “ilmu

tentang pertemanan. Dalam sudut pandang ini, sosiologi bisa didefenisikan

sebagai “suatu ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara

aneka macam gejala sosial dalam masyarakat” (Sorokin, 1928:760).

Sosiologi adalah prilaku manusia selalu dilihat dalam kaitannya dengan

struktur kemasyarakatannya seperti interaksi sosial dan konflik sosial (Veeger

dalam Narwoko, 2007:3). Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi

adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam


(15)

digunakan sebagai alat untuk memecahkan masalah-masalah yang ada

dilingkungan masyarakat dan Sosiologi juga dapat dipakai untuk menganalisis

suatu cerita dalam novel, karena sosiologi adalah analisis mengenai struktur

hubungan sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial. Oleh karena itu antara

sosiologi dan sastra memiliki hubungan yang saling terikat.

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisa bagaimana hubungan atau

interaksi sosial yang ada dalam novel Tokyo Zodiac Murders. Sebagaimana

dikatakan Veeger bahwa sosiologi itu salah satunya membahas interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, yang

masing-masing diantaranya saling melakukan aksi, berhubungan, atau saling

mempengaruhi. Suryawati (2001:54) mengatakan bahwa dalam interaksi sosial

terjadi hubungan timbal balik yang melibatkan aspek sosial dan kemanusiaan

kedua belah pihak, seperti emosi, fisik, dan kepentingan.

Novel ini menceritakan kehidupan tokoh Tokiko dalam novel Tokyo

Zodiac Murders adalah seorang anak yang harus tinggal dengan ibu dan

saudara-saudara tirinya karena ayahnya yang menikah lagi dan harus hidup terpisah

dengan ibu kandungnya walaupun terkadang ia bisa bertemu dengan ibunya.

Tokiko digambarkan sebagai sosok anak yang baik, patuh, berbakti terhadap

keluarganya dan menjadi anak kesanyangan ayahnya. Namun selama

bertahun-tahun hidup dengan keluarga barunya, dia diperlakukan dengan penuh

kedengkian.

Ibu tirinya tidak pernah membelikan apapun untuk dirinya bahkan uang

saku pun tidak pernah diberikan. Dan dia harus memakai sweter yang telah


(16)

berpakaian rapi dengan baju-baju baru. Seluruh pekerjaan rumah tangga menjadi

tugas tokiko sejak ia masih kecil, sedangkan ibu dan saudara tirinya hidup

bergelimang kemewahan.

Adapun masalah yang menarik dalam novel ini untuk dikaji adalah

dimulai dari liku-liku kehidupan yang dijalani tokiko selama tinggal dengan

keluarga barunya. Dan ketika ia ingin hidup tenang dengan ibu kandungnya,

sehingga muncullah pemikiran untuk mewujudkanya.Maka ia harus membalaskan

dendamya dengan membuat ibu tirinya hidup menderita juga serta membunuh

ayahnya dan para saudara tirinya juga.

Dengan membuat sebuah cerita tentang Azot yaitu sang wanita sempurna

yang terbuat dari potongan-potongan tubuh wanita muda kerabatnya. Dimana

tokiko sendiri seolah-olah ikut terbunuh. Dan tokiko membuat seolah-olah

ayahnya yang menyusun rencana pembuatan Azot.

Dari uraian cerita di atas menunjukkan bahwa hubungan yang terbentuk

melalui interaksi sosial yang dialami oleh tokoh Tokiko adalah interaksi sosial

dalam lingkungan keluarga. Yang mana tokoh tokiko diperlakukan berbeda dari

saudaranya yang lain. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk menganalisis

secara sosiologis cerita dalam novel ini. Untuk itu penulis akan membahasnya

dalam skripsi dengan judul”Analisis Cerita Dalam Novel Tokyo Zodiac Murders


(17)

1.2 Perumusan Masalah

Sosiologi sastra memandang karya sastra sebagai hasil interaksi pengarang

dengan msayarakat. Studi sosiologi didasarkan atas pengertian bahwa setiap fakta

kultural lahir dan berkembang dalam kondisi sosiohistoris tertentu. Sistem

produksi karya seni, karya sastra khususnya, dihasilkan melalui antar hubungan

bermakna dalam masyarakat ( Ratna, 2003:1). Masyarakat adalah orang-orang

yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Sastrawan biasanya

mengungkapkan kehidupan manusia dan masyarakat melalui emosi secara

subjektif. Sastra juga memanfaatkan pikiran , intelektualitas namun tetap

didominasi oleh emosionalitas. Begitu juga dengan karya sastra berupa novel

„Tokyo Zodiac Murders‟ karya Shoji Shimada.

Novel Tokyo Zodiac Murders merupakan sebuah novel yang

mengungkapkan kehidupan anak tiri yang bernama tokiko yang mendapat

perlakuan deskriminasi dari ibu tiri dan saudara tirinya, sehingga menyebabkan

terjadinya konflik sosial didalam keluarganya. Di dalam novel ini digambarkan

interaksi sosial ibu tiri terhadap anak tiri dan anak tiri terhadap ibunya. Setelah

perlakuan yang diterimanya tokiko pun mempunyai niat untuk membalas dendam

terhadap ibu dan saudara tirinya yaitu dengan membunuh saudaranya dan setelah

kematian saudaranya, ibu tirinya hidup dalam penderitaan karena telah kehilangan

semua anak-anaknya.Maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan berikut ini:

1. Bagaimana kehidupan seorang anak tiri di Jepang dalam


(18)

2. Bagaimana interaksi sosial tokoh utama sebagai anak tiri yang

mendapatkan prilaku deskriminasi dengan lingkungan keluarganya

sebagai adanya konflik.

1.3 Ruang LingkupPembahasan

Dalam melakukan suatu penelitian sebuah ruang lingkup sangat

dibutuhkan. Supaya penelitian yang dilakukan tidak meluas namun, tetap fokus

terhadap masalah yang diteliti dan mendapatkan hasil yang baik. Sehingga

diperlukan pembatasan masalah. Dalam analisis ini penulis membatasi

permasalahan, pada hal yang berkaitan dengan interaksi yang terjadi didalam

lingkungan keluarga.

Moelong mengatakan bahwa pembatasan masalah memberi bimbingan dan

arahan kepada peneliti untuk menentukan data yang perlu dikumpulkan dan data

yang tidak relevan(http://metodologi penelitian kualitatif.com./). Dalam penelitian

novel Tokyo Zodiac Murders yang ditulis oleh Shoji Shimada tahun 1987

sebanyak 354 halaman dan dalam edisi bahasa indonesia, penulis membatasi

masalah hanya pada interaksi sosial yang terjadi di dalam lingkungan keluarga

yang mana tokiko mendapat perlakuan deskriminasi dalam keluarga barunya.

Interaksi yang terjadi adalah antara ibu tiri dengan tokiko dengan saudara tirinya

serta ayah dan ibu kandungnya. Penulis mengalisis penelitian ini dengan

menggunakan pendekatan sosiologi dan pendekatan semiotik sebagai acuan

penelitian. Supaya pembahasan lebih jelas dan memiliki akurasi data yang tepat


(19)

Zodiac Murders, setting novel Tokyo Zodiac Murders, sosiologi sastra, dan

biografi pengarang.

1.4 Tinjauan Pustaka danKerangaka Teori

1.4.1 Tinjaun Pustaka

Menurut Seomardjo (http://www.pengertian-novel-apresiasi

kesustaraan.html) novel adalah jenis karya sastra yang berupa cerita, mudah

dibaca dan dicerna, juga banyak mengandung kerahasiaan dalam alur ceritanya,

yang mudah menimbulkan sikap penasaran bagi pembacanya. Dalam setiap karya

sastra terdapat unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan yaitu unsur

intrinsik dan ekstrinsik, seperti halnya dalam novel. Novel merupakan suatu prosa

yang sifatnya fiksi yang tersusun menjadi rangkaian cerita tentang kehidupan

seseorang dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya. Salah satu unsur yang

terdapat di novel adalah tokoh cerita.

Tokoh cerita dalam setiap karya sastra mempunyai peranan yang penting

yaitu menjadi objek dari karya tersebut. Menurut Nurgiyantoro

(http://www.penilaian dalam pengajaran bahasa dan sastra./),tokoh cerita adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti

yang diekspresikan dalam ucapan yang dilakukan dalam tindakan. Pengarang

dalam menggambarkan tokoh cerita biasanya dengan berbagai watak atau sifat


(20)

para pelaku pembunuhan yang memiliki sifat cenderung menakutkan, ada juga

tokoh yang menggambarkan realitas kehidupan nyata yang sebenarnya terjadi.

Menurut Endraswara (2008:87), setiap karya sastra berusaha

mengungkapkan atau merefeleksikan masyarakat di dalamnya dengan mencoba

merelevansikan dengan jaman yang sedang berjalan. Karya sastra yang cenderung

memantulkan keadaan masyarakat, mau tidak mau akan menjadi saksi zaman.

Melalui sastra, penulis ingin menyampaikan pesan tertentu agar diikuti

oleh para pembaca. Bahkan mungkin saja bagi mereka sastra dianggap mampu

memberikan pengalaman hidup dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur bagi

pembacanya. Pada tingkatan ini, berarti fungsi sastra bagi masyarakat dapat

dirasakan manakala pembaca terpengaruh,( Endraswara, 2008:87).

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam menganalisis cerita, diperlukan sebuah teori pendekatan yang

sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini, teori digunakan untuk

memecahkan atau menyoroti masalah yang ada dalam novel. Maka dari itu perlu

disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan

dari sudut mana penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:40).

Penelitian yang dilakukan terhadap novel „Tokyo Zodiac Murders‟ ini

merupakan penelitian sosiologi, yang merupakan proses pengungkapan

kebenaran, yang didasarkan pada penggunaan konsep-konsep dasar yang dikenal

dalam sosiologi sebagai ilmu. Konsep dasar tersebut merupakan sarana ilmiah

yang dipergunakan untuk mengungkap kebenaran yang ada dalam masyarakat


(21)

Zodiac Murders karya Shoji Shimada penulis menggunakan pendekatan sosiologi

sastra dan pendekatan semiotik.

Hubungan antara sastra dengan sosiologi menurut Endraswara (2008:79)

bahwa antara sosiologi dan sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah

manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam

menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.

Sedangkan Ratna (2004:60) mengatakan dasar filosofis pendekatan sosiologis

adalah adanya hubungan antara karya sastra dengan masyarakat.

Pendekatan sosiologi sastra menurut Endraswara (2008:80) Sosiologi

sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurang melalui tiga pandangan yaitu (1)

Pandangan terhadap teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah

refleksi dari kehidupan masyarakat dan sebaliknya, (2) Pandangan terhadap

biografis, yaitu peneliti menganalis pengarang dalam hal ini berhubungan dengan

life historis seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Terkadang analisis

ini terbentur pada kendala jika pengarang telah meninggal dunia, sehingga tidak

bisa ditanyai. Karena itu, teori ini diperuntukkan bagi pengarang yang masih

hidup dan mudah terjangkau, (3) Pandangan reseptif, yaitu peneliti menganalisis

penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

Pendekatan sosiologis sastra digunakan dalam menganalisis novel ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana refleksi dari kehidupan masyarakat yang

ada di dalam novel Tokyo Zodiac Murders, dan melihat sejauh mana kehidupan

anak tiri di Jepang. Dengan pendekatan sosiologi kita dapat melihat interaksi

sosial atau hubungan timbal-balik yang terjalin antar tokoh dalam novel Tokyo


(22)

dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan,maupun orang

perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2007:55). Dengan adanya

interaksi sosial kita dapat memperhatikan dan mempelajari berbagai masalah

dalam masyarakat.

Dengan menganalisis interaksi sosial tokoh dalam novel yang kemudian

dihubungkan dengan pendekatan semiotik yang digunakan untuk menjabarkan

keadaan serta tanda-tanda yang menunjukkan atau berkaitan dengan masalah

sosial dari tokoh yang terdapat dalam novel.

Selain menggunakan pendekatan sosiologis sastra, penulis juga

menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik adalah yang mempelajari tentang

tanda-tanda atau sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang

memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tanda itu tidak satu macam

saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya.

Jenis-jenis tanda yang utama adalah Ikon ( adanya hubungan yang bersifat

alamiah), Indeks ( adanya hubungan kausal), Simbol ( hubungan yang terjadi

bersifat arbitrer) (Pradopo dkk 2001:71). Berdasakan pendekatan semiotik,

penulis akan menginterpretasikan tanda-tanda yang menunjukkan atau yang

memiliki indeksikal adanya masalah yang diungkapkan pengarang dalam interaksi

yang terjadi antara ibu dan anak tiri sebagai tanda yang ada dalam novel Tokyo


(23)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penilitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah karena adanya rasa

ingin tahu terhadap hal yang tidak dipahami. Untuk itu tujuan dari penelitian yang

dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kehidupan seorang anak tiri di Jepang dalam

lingkungan keluarga.

2. Untuk mengetahui interaksi sosial tokoh utama sebagai anak tiri

yang mendapatkan prilaku deskriminasi dengan lingkungan

keluarganya sebagai adanya konflik.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Sebagai suatu hasil karya ilmiah setiap hasil dari penelitian diharapkan

dapat bermanfaat bagi semua pihak. Secara praktis peneliti berharap hasil dari

penelitian ini dapat menberi manfaat, yakni:

1. Bagi peneliti dan pembaca dapat menambah wawasan tentang

sosiologis tokoh yang terdapat dalam karya sastra. Dan hasil dari

penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam wawasan

bersastra.

2. Untuk menambah informasi kepada pembaca tentang masalah

sosial atau mengenai kehidupan masyarakat Jepang khususnya

interaksi yang terjadi dalam keluarga dalam novel Tokyo Zodiac


(24)

1.6 Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian sangatlah dibutuhkan suatu metode penelitian

ssebagai bahan penunjang dakam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan

penelitian. Dalam melakukan penelitian ini, metode yang digunakan peneliti

adalah dengan menggunakan metode deskriptif.

Menurut Koentjaraningrat (1990:30), mengatakan bahwa penelitian yang

bersikap deskriptif yaitu memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu

individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Metode deskriptif juga

merupakan suatu metode yang menggambarkan keadaan atau objek penelitian

yang dilakukan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau

sebagaimana adanya dan dipakai untuk memecahkan masalah dengan cara

mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi, mengkaji, dan menginterpretasikan

data.

Dalam penelitian ini penulis akan menganalisis atau menjelaskan

mengenai masalah-masalah yang ada dalam novel Tokyo Zodiac Murders karya

Shoji Shimada dengan menggunakan teori-teori yang sudah ada. Teori-teori

tersebut adalah teori sosiologis dan teori semiotik. Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan teknik metode pengumpulan data-data dengan studi kepustakaan

(library research), pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan

buku-buku dari berbagai sumber atau referensi yang berkaitan dengan masalah

penelitian ini. Selain dari buku-buku, data juga diperoleh dari berbagi situs

internet.


(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DALAM NOVEL TOKYO ZODIAC MURDERS

2.1 Pengertian Novel

Novel sendiri berasal dari bahasa Italia, yaitu novella yang secara harafiah

berarti ”sebuah barang baru yang kecil” yang kemudian diartikan sebagai ”cerita pendek dalam bentuk prosa”. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut dengan

novel, istilah inilah yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia ( Abrams

dalam Nurgiantoro, 2007:9). Novel merupakan salah satu jenis dalam karya

sastra yang sangat diminati para pembaca. Dan novel juga disebut sebagai suatu

karya fiksi yang terkadang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan atau

khayalan.

Badudu dan Zain (1994:949) mengatakan Novel sebagai bentuk karangan

tentang peristiwa yang menyangkut kehidupan manusia seperti yang di alami

orang dalam kehidupan sehari-hari, tentang suka-duka, benci, kasih dan watak

yang ada di dalam novel. Di dalam novel sendiri sarat akan pelajaran yang dapat

dipetik oleh para pembaca yang nantinya dapat berguna di dalam kehidupan

sehari-hari. Dan tanpa disadari berbagai kisah yang ada di dalam novel merupakan

cerminan dari kehidupan manusia berupa realitas yang terjadi pada setiap orang.

Sudjiman (1998: 53) mengatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang


(26)

tersusun. Novel sebagai karya imajinatif mengugkapkan aspek-aspek

kemanusiaan yang mendalam dan menyajikannya secara halus. Novel tidak hanya

sebagai alat hiburan, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan

meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik buruk (moral) dalam kehidupan

ini dan mengarahkan pada pembaca tentang budi pekerti yang luhur.

Novel biasanya menggambarkan suatu cerita yang di kemas secara

kongrit, dan dibuat semenarik mungkin yang dapat menarik perhatian pembaca

untuk membacanya. Di dalam novel menceritakan kehidupan tokoh secara

menyeluruh dari awal hingga akhir. Yang mana setiap tokoh dalam cerita

mempunyai karakter atau penokohan yang berbeda-beda, sehingga cerita yang

dihasilkan tidak monoton. Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling

populer di dunia, dan novel juga memiliki berbagai macam genre yang disukai

pembacanya. Novel bentuk sastra yang paling banyak beredar, karena daya

komunikasinya yang luas yang menjangkau lapisan masyarakat tanpa mengenal

batasan umur dan jenis kelamin. Novel dapat mengemukakan suatu cerita secara

bebas dan merupakan hasil rekaan dari pengarang atau penulisnya, yang

menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci dan novel juga sering menawarkan

lebih dari satu tema dalam cerita.

2.1.1 Unsur-Unsur Dalam Novel

Novel merupakan sebuah totalitas hasil dari karya sastra yang di dalam

nya memiliki unsur-unsur pendukung yang berkaitan satu dengan yang lainnya

secara erat dan saling melengkapi hingga menjadi satu keutuhan, sehingga dengan

adanya unsur-unsur tersebut keterpaduan sebuah novel akan dapat terwujud


(27)

sebuah karya sastra adalah unsur intrinsik atau unsur-unsur yang ada di dalam

karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berda

di luar karya sastra itu sendiri.

1. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur dalam yang ikut mempengaruhi terciptanya

karya sastra atau unsur yang berada dalam karya sastra itu sendiri. Nurgiantoro

(2007:23) mengatakan unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir

sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai ketika

orang-orang membaca sebuah karya sastra.

Dan unsur intrinsik ini adalah unsur yang secara langsung turut serta

membangun sebuah cerita. Dengan perpaduan unsur yang terdapat di dalamnya

membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur yang dimaksud adalah unsur-unsur

yang membangun karya sastra dari dalam seperti tema, alur (plot), tokoh,

penokohan, latar (setting), amanat, dan sudut pandang (point of view) (Noor,

2005:29).

a. Tema

Setiap karya sastra yang dihasilkan termasuk novel di dalamnya akan

mengandung atau terdapat tema yang di tawarkan kepada para pembaca. Menurut

Stanton dalam Nurgiantoro (2007:88) Tema(thema) merupakan makna yang

dikandung oleh sebuah cerita. Namun ada banyak makna yang dikandung dan

ditawarkan oleh cerita (novel) itu.

Menurut Scharbach dalam Aminuddin (2000:91) mengungkapkan bahwa

istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti “tempat meletakkan suatu


(28)

sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan

karya fiksi yang diciptakannya.

Tema merupakan cerminan dari cerita yang sejajar dengan makna dalam

pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan pengalaman begitu diingat. Jadi,

dengan kata lain tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang

mendasari jalan cerita novel atau karya sastra. Oleh karena itu tema yang baik

pada hakekatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas,

sehingga membuat pembaca bertanya-tanya dan menyimpulkan sendiri tentang

tema yang diungkapkan oleh pengarang.

Sesuai dengan cerita yang ada dalam novel Tokyo Zodiac Murder yang

menggambarkan bagaimana kehidupan tokoh tokiko dalam menjalani hidup

dengan keluarga barunya, yang penuh dengan dendam yang membuatnya

membalaskan perlakuan tidak adil yang diterimanya dari keluarganya.

b.Plot

Plot adalah rangkaian suatu peristiwa berdasarkan urutan waktu,yang

menghubungkan urutan setiap kejadian peristiwa dalam cerita. Alur atau plot

adalah peristiwa yang menjalin berdasarkan atas urutan atau hubungan tertentu.

Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasarkan atas urutan waktu, urutan

kejadaian, atau hubungan sebab akibat. Peristiwa yang berkaitan baik secara linear

atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang

utuh, padu, dalam suatu prosa fiksi. (Nurgiantoro, 2007:113).

Sedangkan Aminuddin (2000:83) mengutarakan bahwa plot atau alur

adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga


(29)

Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel yang

dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju (progresif) yaitu apabila peristwa

bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita.

Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan

peristiwa yang sedang berlangsung (Paulus Tukan dalam

http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.html).

Berdasarkan defenisi plot diatas, maka plot dalam novel Tokyo Zodiac

Murder adalah termasuk dalam bagian alur mundur(flash back progresif) dimana

awal cerita dimulai dengan peristiwa menyebutkan bahwa telah terjadi

pembunuhan berantai dalam sebuah keluarga pelukis terkenal. Setelah itu,

barulah diceritakan bagaimana awalnya kejadian itu sampai terjadi atau apa yang

menjadi penyebab peristiwa itu dan masalah-masalah yang ada dalam novel.

c.Tokoh

Tokoh-tokoh merupakan bagian unsur instrinsik novel yang ikut

membangun terwujudnya sebuah cerita fiksi. Menurut Nurgiantoro (2007:165)

tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral ucapan dan yang dilakukun dalam

tindakan. Dilihat dari segi perasaan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah

cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga

terasa mendominasikan sebagian besar cerita.

Tokoh utama merupakan tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan

terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian cerita, dan tokoh yang

paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai


(30)

cara yaitu : (a). Tokoh yang paling banyak terlibat dalam cerita, (b). Tokoh yang

paling banyak berhubungan dengan tokoh-tokoh yang lain, (c). Tokoh yang

paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

Menurut Sudjiman (1991:17-19) berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita

dibagi dua yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah

tokoh yang memegang peran pimpinan. Protagonis selalu menjadi sorotan dalam

cerita. Ciri-ciri dari tokoh protagonis adalah waktu yang digunakan untuk

pengisahannya lebih panjang, hubungan antar tokoh, judul cerita. Sedangkan

tokoh antagonis adalah tokoh penentang utama dari protagonis. Tokoh antagonis

mewakili pihakyang jahat atau yang salah, sehingga sifatnya selalu bertentangan

dengan tokoh protagonis. Jadi tokoh merupakan pelaku yang mempunyai peranan

penting dalam sebuah cerita.

Dalam novel Tokyo Zodiac Murder yang digunakan dalam analisis adalah

tokoh tokiko yang merupakan tokoh utama dalam novel. Tokiko adalah seorang

anak yang hidupnya menderita setelah ayahnya menikah lagi, oleh perlakuan yang

diberikan ibu dan saudara tirinya. Sehingga menimbulkan dendam yang akan

dibalaskannya.

d. Penokohan

Penokohan atau perwatakan adalah penggambaran bagaimana karakter

seorang tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita, dan setiap tokoh memiliki

karakter yang berbeda-beda disetiap. Oleh karena itu pelukisan tokoh sangatlah

penting, karena pembaca akan lebih mudah memaham alur cerita dengan


(31)

Dengan kata lain melalui penokohan itu pulalah pembaca dapat dengan

jelas menangkap wujud manusia yang kehidupannya sedang diceritakan

pengarang. Menurut Sudjiman (1991:23) penokohan adalah penyajian watak

tokoh dan penciptaan citra tokoh. Penokohan dilakukan dengan menggambarkan

ciri-ciri lahir dan sifat-sifat tokoh serta sikap batinnya sehingga tokoh

tergambarkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penokohan yang ada

dalam novel ini yaitu watak dari tokoh tokiko adalah anak yang penurut terhadap

ibu tirinya dan sangat menyangi ibu kandungnya. Namun karena di perlakukan

tidak adil oleh keluarga barunya, dia mempuyai sifat pendendam. Ibu tirinya

adalah seorang yang suka memerintah dan memanfaatkan anak tirinya sebagai

pembantu gratisan.

e. Setting

Latar atau setting menyangkut tempat, waktu, dan situasi yang mendukung

jalannya suatu cerita. Menurut Abrams dalam Nurgiantoro (2007: 216) latar atau

setting adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Dengan adanya setting dalam cerita memberikan kesan tersendiri bagi para

pembacanya, dimana kita merasakan seolah-olah suasana yang ada dalam novel

sungguh ada atau terasa nyata. Bukan hanya itu pembaca juga lebih mudah

menggunakan daya imajinasinya dan bertambahnya pengetahuan akan setting

tersebut. Begitu juga dengan setting yang terdapat dalam novel Tokyo Zodiac

Muder yang lebih jelasnya akan diuraikan pada sub bab 2.3 yang menjelaskan


(32)

f. Amanat

Amanat merupakan pesan moral atau hikmah yang hendak disampaikan

oleh pengarang kepada para pembacanya yang ada di dalam setiap jenis karya

sastra apapun. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan

hidup pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran

dalam hidup yang ingin disampaikan pada pembacanya.

Menurut kenny dalam Nurgiantoro (2007:89),moral dalam cerita

biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran

moral tertentu yang bersifat praktis, yang diambil melalui cerita oleh pembaca.

g. Sudut Pandang

Sudut pandang atau point of view merupakan strategi, teknik, siasat, yang

secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Menurut Wiyanto dalam Nurgiantoro (2007:83) mengemukakan sudut pandang

adalah posisi pencerita (pengarang) terhadap kisah yang diceritakannya.

Aminuddin (2000:90) mengatakan sudut pandang adalah cara pengarang

menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.

2. Unsur Ekstrinsik

unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berda di luar karya sastra itu

sendiri, namum secara tidak langsung mempengaruhi sistem atau struktur karya

sastra tersebut. Wellek dan Warren (1995:290) mengatakan unsur ekstrinsik

sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Unsur

ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri yang ikut

mempengaruhi penciptaan karya sastra. Wellek dan Warren mengklasifikasikan


(33)

1. Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan

dan pandangan hidup yang semuanya itu mempengaruhi penciptaan

sebuah karya sastra

2. Keadaan psikologis, baik psikologis pengarang, psikologis pembaca

maupun penerapan prinsip psikologis dalam karya. Keadaan psikologis

pengarang pasti akan memberi warna yang berbeda dari sebuah karya

sastra. Keadaan psikologis pengarang mempengaruhi pemilihan tema,

bahasa dan alur cerita karya sastra. Hasil karya sastrawan muda pastilah

berbeda dengan hasil karya sastrawan senior.

3. Keadaan lingkungan pengarang, baik sosial, ekonomi dan politik.

4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni, agama dan lain- lain.

Latar belakang keagamaan pengarang juga sangat berpengaruh pada

penciptaan karyasastra.

Singkatnya unsur ekstrinsik meliputi latar belakang pengarang, adat

istiadat yang berlaku, sistuasi politik, kenyakinan dan pandangan hidup

pengarang, agama,ekonomi dan sebagainya.

2.2. Kajian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal

dari akar kata sosio/socius(Yunani) yang berarti masyarakat, logi/logos yang

berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan

(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan


(34)

memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat,`sarana. Jadi, sastra

berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku pelajaran yang baik. Maka sastra

bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan ,

artinya kumpulan hasil karya sastra yang baik (Ratna, 2003:1)

Sastra merupakan pencerminan masyarakat. Melalui karya sastra, seorang

pengarang mengungkapkan problema kehidupan. Karya sastra menerima

pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap

masyarakat. Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang

sistematis tentang kehidupan berkelompok manusia dalam hubungannya dengan

manusia-manusia lainnya yang secara umum disebut masyarakat.

Hubungan antara sastra dengan sosiologi menurut Endraswara (2008:79)

bahwa antara sosiologi dan sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah

manusia karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam

menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.

Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertitik tolak dengan

orientasi kepada pengarang. Abrams dalam Nurgiantoro (2007 :178) mengatakan

sosiologi sastra dikenakan pada tulisan-tulisan para kritikus dan ahli sejarah sastra

yang utamanya ditujukan pada cara-cara seseorang pengarang dipengaruhi oleh

status kelasnya, ideologi masyarakat, keadaan-keadaan ekonomi yang

berhubungan dengan pekerjaannya, dan jenis pembaca yang dituju. Kesemuanya

itu terangkum dalam aspek yang membangun sebuah cipta sastra, salah satu aspek

yang membangun keutuhan sebuah cerita adalah menyangkut perwatakan

tokoh-tokohnya. Ciri-ciri perwatakan seorang tokoh selalu berkaitan dengan pengarang


(35)

tokohnya. Biasanya dalam setiap cerita selalu terdapat beberapa tokoh, dalam hal

inilah pengetahuan sosiologi berperan mengungkapkan isi sebuah karya sastra.

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis

oleh seorang pengarang. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh

masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam

masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki

keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatny dan

sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan

masyarakat dalam berbagai dimensinya.

Hal terpenting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror).

Dalam kaitan ini , sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati

demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.

Dari sini tentun sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah.

Sastra bukan sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan.

Ada beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat,

menurut Ratna (2004:332-333) yakni:

1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang

cerita, disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah

anggota masyarakat.

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan

yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh


(36)

3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui

kompetansi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung

masalah-masalah kemasyarakatan.

4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang

lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etik, bahkan logika.

Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra dalah hakikat intersubjektivitas,

masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

Sebagai multidisiplin, maka ilmu-ilmu yang terlibat dalam sosiologi sastra

adalah sastra dan sosiologi. Dengan perkembangan bahwa karya sastra juga

memasukkan aspek-aspek kebudayaan yang lain, maka ilmu-ilmu yang juga

terlibat adalah aspek sejarah, filsafah, agama, ekonomi, dan politik.

Menurut Endraswara (2008:80) Pendekatan sosiologi sastra Sosiologi

sastra dapat meneliti sastra sekurang-kurang melalui tiga pandangan yaitu (1)

Pandangan terhadap teks sastra, artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah

refleksi dari kehidupan masyarakat dan sebaliknya, (2) Pandangan terhadap

biografis, yaitu peneliti menganalis pengarang dalam hal ini berhubungan dengan

life historis seorang pengarang dan latar belakang sosialnya. Terkadang analisis

ini terbentur pada kendala jika pengarang telah meninggal dunia, sehingga tidak

bisa ditanyai. Karena itu, teori ini diperuntukkan bagi pengarang yang masih

hidup dan mudah terjangkau, (3) Pandangan reseptif, yaitu peneliti menganalisis

penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.


(37)

Manusia diciptakan berbeda dengan manusia lainnya. Namun walaupun

perbedaan itu ada, tapi tetap saja ada suatu ikatan yang terjalin yaitu hubungan

untuk saling melengkapi satu sama lain yang ada dalam setiap diri manusia,

seperti hubungan sosial. Dan terkadang di dalam suatu hubungan ada saja

masalah-masalah yang muncul yang sering kali disebabkan karena perkara kecil

yang menjadi masalah besar, Seperti halnya masalah yang ada dalam lingkungan

keluarga maupun masalah yang ada dalam suatu organisasi sosial. Oleh karena

itu, timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia

dalam kelompok tersebut ( Soekanto, 2007:22). Dengan adanya peraturan yang

menginkat hubungan yang terjalin pun terkadang berjalan dengan baik, terkadang

tidak baik namun hanya bagi sebagian orang saja.

Dengan dengan mempertimbangkan bahwa sosiologi sastra adalah karya

sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat

dilakukan menurut Ratna (2004:339-340) meliputi tiga macam, yaitu:

1. Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya

sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang

pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model

hubungan yang terjadi disebut refleksi.

2. Sama dengan yang di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan

antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model yang hubungan

yang bersifat dialektika.

3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan memperoleh informasi tertentu,

dilakukan dengan disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada


(38)

Didalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra,

masyarakatlah yang lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan karya

sastra, bukan sebaliknya. Oleh karena itu berdasarkan metode penelitian sastra

inilah penulis burusaha menjadikan pedoman untuk dapat menganalisis

pembahasan pada bab III yang mana di dalamnya mencakup tentang bagaiman

hubungan interaksi sosial yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Sehingga apa

yang diharapkan penulis dalam keingintahuan tentang masalah diatas dapat

terjawab melalui penelitian ini.

2.3 Setting Novel Tokyo Zodiac Murder

Setiap karya sastra yang dihasilkan terdiri dari unsur-unsur pendukung

yang satu dengan yang lainnya menjadikan karya sastra itu sempurna. Seperti

yang terdapat dalam unsur intrinsik yaitu setting yang terdapat dalam sebuah

novel atau cerita. Latar adalah segala, keterangan, acuan yang terkait dengan

waktu, ruang, suasana terjadinya peristiwa. Latar sangat mudah diidentifikasi

yaitu dengan memperhatikan kapan dan dimana cerita berlangsung.

Unsur latar dibedakan menjadi tiga unsur yaitu tempat, waktu,dan sosial.

Ketiga unsur itu walaupun masing-masing menyajikan permasalahan yang

berbedadan dibicarakan secara sendiri, pada kenyataan saling berkaitan dan saling

berhubungani satu dengan yang lainnya (Nurgiantoro, 2007:216).

1).Latar Tempat

Latar tempat adalah wujud suatu tempat secara fisik atau lokasi terjadinya

peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Latar tempat menyarankan


(39)

tempat tanpa nama jelas biasanya hanya berupa penyebutan jenis dan sifat-sifat

tertentu, misalnya desa,sungai,jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan sebagainya.

Penggunaan latar tempat diharapkan dapat mencerminkan tradisi, tata

nilai, atau suasana masyarakat, atau tidak bertetangan dengan sifat dan keadaan

geografis tempat yang bersangkutan.Masing-masing tempat memiliki karakteristik

yang membedakan dengan tempat-tempat lain. Dalam novel „Tokyo Zodiac

Murder‟ mengambil latar tempat beberapa di Jepang antara lain seperti Tokyo,

Kyoto, Hokkaido dan lain sebagainya. Dan sebagian peristiwa juga terjadi di

hutan, pertambangan, sungai, kuil,restoran dan lain-lain.

2). Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Menurut Nurgiantoro, (2007:231)

masalah waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda disatu pihak

menyarankan pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan pihak lain

menunjukan pada waktu dan urutan waktu teradinya peristiwa. Latar waktu adalah

segala petunjuk, keteranagan, acuan yang terkait dengan waktu, ruang, suasana

terjadinya peristiwa. Latar sangat mudah diidentifikasi yaitu dengan

memperhatikan kapan dan dan dimana cerita berlangsung. Latar waktu dalam

novel „Tokyo Zodiac Murder‟ mengambil setting Jepang pada tahun 1936 pada

saat itu sebuah usaha perebutan kekuasaan (kudeta) terjadi di Jepang yang

dilakukan oleh kalangan militer ultra-nasionalis.

Kejadian yang dikenal sebagai “Insiden 26 Februari” tersebut dilakukan


(40)

politisi terbunuh dalam insiden tersebut dan pusat pemerintahan di Tokyo juga

sempat dikuasai oleh tentara pemberontak. Kalangan militer yang ikut andil besar

dalam Insiden 26 Februari adalah perwira-perwira muda (kebanyakan berpangkat

dibawah Mayor). Mereka gerah dengan tingkah politisi-politisi korup. Sementara

kemiskinan yang parah melanda pelosok-pelosok desa. Dengan berslogan

“Restorasi Showa” dan “Lindungi Kaisar, Ganyang Para Setan”, perwira-perwira

tadi merasa terpanggil untuk “menghancurkan hantu yang meracuni Jepang”.

Dikarenakan konsidisi zaman yang seperti ini banyak terjadi kasus bunuh

diri dan pembunuhan di Jepang. Begitu juga yang terjadi dalam novel ini tokiko

melakukan balas dendamnya dengan membunuh ibu dan saudara tirinya.

3).Latar Sosial

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat

disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial juga berhubungan

dengan status sosial tokoh yang bersangkutan misalnya rendah, menengah, atau

atas. Latar sosial penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial,

sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa,dan lain-lain yang ada dalam

peristiwa. Latar sosial yang terdapat dalam novel „Tokyo Zodiac Murder‟ terdapat

ruang lingkup tempat dan waktu sebagai wahana para tokoh mengalami berbagai

pengalaman dalam hidupnya. Peristiwa yang terdapat dalam novel ini terjadi di

Jepang dan berlangsung pada tahun 1936. Terjadinya “Insiden 26 Februari”

dimana pemberontakan terjadi memicu hal-hal buruk yang terjadi pada

masyarakat mereka bertindak sesuai kondisi zaman yang terjadi, bahwa


(41)

Pada masa ini juga banyak para gadis yang tertarik dengan gagasan untuk bunuh

diri sebelum mereka kehilangan keperawan mereka.

2.4 Biografi Pengarang

Shoji Shimada lahir di perpektur Hiroshima. Lulusan dari SMA Seishikan

di kota Fukuyama, perpektur Hiroshima. Setalah lulus melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Universitas kesenian Musashino mengambil

jurusan komersial desain utama. Kemudian setelah beberapa tahun lulus Shoji

Shimada bekerja sebagai supir truk pembuangan sampah, penulis bebas, dan

seorang musisi. Shoji Shimada debut sebagai seorang novelist dengan genre

misteri fiksion, novel pertamanya di tahun 1981 dengan novel Tokyo Zodiac

Murder (yang sebelumnya dikenal sebagai Astrologi Magic). Dengan novel ini

mengantarkannya masuk sebagai finalis dalam ajang penghargaan Edogawa

Rampo. Karya-karyanya sering melibatkan tema-tema seperti hukuman mati,

budaya baik Jepang maupun Internasional.

Shoji adalah pendukung kuat dari amatir Honkaku penulis misteri, yang

mengikuti tren “Shakaika Mystery” ( masyarakat logic misteri) yang dipimpin oleh Seicho Matsumoto. Shimada adalah pelopor dari “Shinhonkaku” logika

misteri bergenre. Shoji dibesarkan oleh penulis seperti Yukito Atsuji dan Shogo

Utano, Shoji memimpin booming misteri akhir tahun 1980-an. Karena Shoji

merupakan pencetu “Shinhonkaku”, Shimada kadang-kadang disebut sebagai

The Godfather of Shinhonkaku”. Meskipun Shoji seorang kritikus dan penulis, dia

tidak keras. Namum karena karakternya yang suram banyak orang

membayangkan dia sebagai seorang yang keras, tetapi pada kenyataannya, dia


(42)

memulai tantangan seri baru dalam animasi di “Novel Taiga”, berkolaborasi

dengan ilustrator terkenal Masamune Shirow. Setelah itu Shimada memegang

kolom di majalah terkenal seperti Shincho Weekly. Dia juga menuju dunia baru

dengan mendirikan amatir mystery, novel kontes pertama untuk para penulis

amatir di Jepang. Bahkan setelah melewati usia enam puluh tahun, gairah

Shimada untuk menulis telah menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

2.5 Gambaran Kehidupan anak tiri di Jepang dalam lingkungan keluarga

Penganiayaan atau penyiksaan yang dilakukan orang tua terhadap anak

semakin tahun semakin meningkat jumlahnya di Jepang. Otoriter yang dilakukan

terhadap anak tiri dalam keluarga di Jepang tertuang dalam artikel yang ditulis

oleh Sheryl Wuudun tahun 1999 dengan judul “Japan Admiting, and Figthting,

Child Abuse” dalam New York Times yang diakses dari www.nytimes.com

yakni: “Miho, seorang gadis kecil mengatakan bahwa dia dan adik laki-lakinya yang bernama Hiroki, dimasukkan ke dalam bak air oleh ayah tirinya, dalam

seminggu hal ini berlangsung selama 1 sampai dua kali. Bahkan ketika musim

dingin, Miho berkata ayah tirinya memenuhi bak air tersebut dengan air dingin

hingga keatas, hanya disisakan beberapa inci dari tutup bbak tersebut untuk

bernafas. Mereka tidak dapat mengangkat tutup bak air tersebut karena terdapat

sesuatu yang berat diatasnya. Tuan Kakuko mengatakan dia membantah

melakukan kekerasan pada anaknya sendiri, dia mengatakan hal ini untuk

mengajari bagaimana caranya berenang”.

Maka dari itu melihat banyaknya penyiksaan yang terjadi terhadap


(43)

disebut dengan jidou yougoshisetsu yang artinya institusi perlindungan anak.

Dalam kamus Jepang-Indonesia berarti rumah pemeliharaan anak-anak. Makna

yang lebih luasnya ada dalam pasal 41 Undang-undang kesehjahteraan anak tahun

1947 yang berbunyi “Jidou yougoshisetsu adalah institusi yang membantu dan melindungi anak-anak yang tidak punya wali, anak yang mengalami

penganiayaan, penyiksaan, dan membutuhkan perlindungan, serta bertujuan

memberikan konseling bagi mereka yang telah keluar dari yougoshisetsu”. Anak yang dititipkan di jidou yougoshisetsu adalah anak yang kehilangan orangtuanya,

ditinggalkan oleh orangtuanya, mangalami hal buruk dalam lingkungan

keluarganya seperti percerarian, orangtua ditahan dipenjara, orangtua yang sakit

jiwa, serta anak yang mengalami penganiayaan atau penyiksaan yang dilakukan

orangtua atau walinya.

Berdasarkan laporan data yang didapat dari Jidou yougoshisetsu di seluruh

jepang pada tahun 1999 diumumkan bahwa dari klasifikasi kasus-kasus

penyiksaan terhadap anak adalah sebagai berikut: 9337 kasus kekerasan secara

fisik, 6869 kasus pengabaian anak, 1901 penganiayaan secara psikologi, 697

kasus penganiayaan secara seksual. Dilihat dari pelakunya, 85.3% adalah ayah

atau ibu kandung dan 93.4% adalah ayah atau ibu tiri. Dan dilihat dari kategori

anak yang dianiaya dibawah usia 3 tahun sebanyak 3747 kasus, anak usia sekolah

dasar sebanyak 6570, dan anak usia sekolah menegah pertama sebanyak 2072.

Sebelum tahun 1990-an tidak seorangpun di Jepang yang mengakui

adanya penganiayaan terhadap anak di negara mereka sendiri. Karena keengganan

orangtua untuk melaporkan kejadian-kajadian yang dirasa itu adalah


(44)

mempermalukan keluarga. Maka dari itu, kasus-kasus penganiayaan atau


(45)

BAB III

ANALISIS CERITA DALAM NOVEL “TOKYO ZODIAC MUDERS” KARYA SHOJI SHIMADA

3.1 Sinopsis Cerita

Novel “Tokyo Zodiac Murders” menceritakan tentang bagaimana

kehidupan yang dijalani seorang anak yang bernama Tokiko yang ayahnya

menikah lagi, sehingga anak tersebut harus hidup dengan keluarga barunya yaitu

ibu tiri dan saudara tirinya. Dan harus hidup terpisah dari ibu kandungnya sejak ia

berumur satu bulan. Pernikahan kedua ayahnya melahirkan seorang putri yang

umurnya sama dengan Tokiko dan dari pernikahan sebelumnya ibu tirinya

memiliki 3 orang putri yang dibawanya tinggal bersamanya. Ayahnya adalah

seorang seniman terkenal aneh yang sangat menyukai astrologi dan manekin atau

boneka.

Ibu tirinya adalah salah satu modelnya, saat menjadi model mereka

menjalin hubungan gelap,maka lahirla seorang anak yang bernama Yukiko dan

pada saat itu istri pertamanya juga melahirkan anak yang bernama Tokiko. Lalu

ayahnya menceraikan ibu kandungnya dan mengambil hak asuh Tokiko karena

fisik ibunya terlalu lemah untuk mengasuhnya menurut ayahnya.

Dan bukan hanya kedua wanita itu saja yang ada di hidup ayahnya, tepat

sesaat sebelum menikah ayahnya juga menjalin hubungan dengan seseorang dan


(46)

bercerai ibu kandungnya hidup sendiri di Hoya di rumah yang di belikan ayahnya,

untuk memenuhi kebutuhan hidup ibunya berjualan rokok. Pada awalnya ayahnya

sempat mengkhawatirkan Tokiko yang akan hidup dengan gadis-gadis lain di

rumahnya. Tetapi ayahnya nyakin bahwa Tokiko dapat akur dengan mereka tanpa

menemui kesulitan. Dan setelah dua puluh tahun berlalu sejak perceraian itu

ayahnya tidak pernah mengunjungi ibunya karena masih merasah bersalah.

Ayahnya menghabiskan hidup terpisah dari orang lain dan pada

kenyataanya jarang bertemu dengan keluarganya, yang tinggal di rumah utama.

Yang mana ayahnya lebih sering menghabiskan waktu di studio di halaman

belakang rumahnya. Setelah pernikahan kedua ayahnya, ibu tirinya mencoba

untuk menguasai semua harta benda yang ada di rumah utama. Segala pekerjaan

di rumah itu dikerjakan oleh Tokiko semuanya menjadi tanggung jawabnya sejak

ia masih kecil. Tokiko juga lah yang menyediakan segala keperluaan ayahnya

seperti menyiapkan sarapan dan membawanya ke studio, dan apapun yang

dimasaknya selalu di santapnya dengan lahap.

Ayahnya juga sangat mempercayai Tokiko karena dia adalah putri

kandungnya. Tokiko digambarkan sebagai sosok anak yang baik, patuh, berbakti

terhadap keluarganya. Akan tetapi selama bertahun-tahun hidup dengan keluarga

barunya, dia merasa sedih karena perlakuan yang diterimanya tidak sebagaimana

mestinya, selayaknya sebuah keluarga pada umumnya. Tokiko selalu

diperlakukan dengan penuh kedengkian oleh ibu dan saudara tirinya. Ibu tirinya

tidak pernah membelikan apapun untuk dirinya, bahkan sampai uang saku pun

tidak pernah diberikan. Dan dia harus memakai sweter yang telah dimakan rayap,


(47)

yang tidak layak pakai.

Sementara yang lainnya selalu berpakaian rapi dengan baju-baju baru. Saat

Tokiko mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga, ibu dan saudara titinya

hidup dengan bergelimang kemewahan yang merupakan harta dari ayahnya, tetapi

hanya dia yang tidak ikut merasakannya. Bahkan saat Tokiko mengatakan ingin

mengunjungi ibu kandungnya, sang ibu tiri mencari-cari alasan agar Tokiko tidak

bisa pergi menjumpai ibunya. Tanpa sepengetahuan ibu tirinya Tokiko diam-diam

bekerja sambilan membantu ibu kandungnya mencari nafkah, mulai dari bekerja

di kelab malam hingga di rumah sakit universitas. Dia selalu melihat ibunya

begitu sedih dan kesepian bagaikan kaleng kosang yang diremukkan seseorang

dan dilempar ke tanah kosong.

Dan suatu ketika ia berpikir ingin hidup tenang dengan ibu kandungnya

saja, sehingga muncullah pemikiran untuk mewujudkannya. Tetapi ia merasa hal

ini tidak dapat terwujud apabila ibu tirinya masih ada. Maka untuk membuat

impiannya terwujud dia harus membalaskan dendamnya terlebih dahulu yaitu

dengan membuat ibu tirinya hidup menderita dengan membunuh anak-anaknya

atau saudara-saudara tirinya serta ayahnya juga. Untuk menjalankan misi balas

dendamnya ia mengarang sebuah cerita tentang Azot yaitu sang wanita sempurna

yang terbuat dari potongan-potongan tubuh wanita muda yang terdiri dari kepala,

dada, perut, pinggul, paha, dan kaki.

Dengan zodiac yang berbeda-beda, yang nantinya akan disatukan menjadi

satu kesatuan yang utuh layaknya manusia. Dan Tokiko sendiri seolah-olah ikut

terbunuh, Tokiko juga membuat seolah-olah ayahnya lah yang menyusun rencana


(48)

model ayahnya dan itu adalah rahasia diantara mereka berdua. Setelah

memasukkan obat tidur kedalam minuman ayahnya saat obatnya bekerja dia

menghatam kepala ayahnya dengan kotak kayu yang berisi campuran semen,

namun sebelumnya ia mengatakan kepada ibu tirinya bahwa ia bersama ibu

kandungnya.

Setelah berhasil membunuh ayahnya kini giliran para saudaranya, ia

mengajak mereka menemaninya ke salah satu rumah mereka, dengan alasan

disana nantinya mereka akan dilayani Tokiko dengan baik. Sesampainya Tokiko

bergegas dengan memasukkan racun kedalam minuman mereka sebelum hari

gelap seketika itu juga mereka tewas. Lalu dia mulai memotonginya membuatnya

seolah-olah mayat itu ada 6, setelah itu ia menguburnya ke 6 mayat itu dengan

tempat yang sangat berjauhan dan kedalaman yang berbeda-deba. Tujuannya agar

rencanya tidak ketahuan saat otopsi dilakukan dan alhasil semua mayat itu

ditemukan dalam kurun waktu lebih dari satu tahun. Setelah pembunuhan itu

terjadi ibu tirinya menjadi tersangka utama atas kematian ayahnya dan

anak-anaknya sendiri, ia pun meninggal di dalam penjara. Sedangkan ibu kandungnya

mewarisi banyak uang dari properti ayahnya.

Setelahnya Tokiko mengubah penampilanya dan identitas dirinya lalu

meninggalkan Jepang tanpa memberitahu ibu kandungnya bahwa sebenarnya ia

masih hidup. Ketika perang berakhir ia kembali ke Jepang dan tinggal di Kyoto

tempat impian ibu, pertama ia berpikir bahwa ibunya akan tinggal di kyoto

ternyata ia salah ibunya masih tetap di Hoya. Saat ia melihat ibunya lututnya

gemetar, ia melihat ibunya hanya berbaring saja di tempat tidur dan tidak dapat


(49)

matanya yang mengalir di pipi. Dan mengatakan „betapa bodohnya saya!‟ saya sadar bahwa balas dendam saya terhadap keluarga itu tidak membawa kebaikan

apa pun. Saya sama sekali tidak berhasil membuat ibu saya bahagia, saya juga

tidak bisa membuat hidupnya menjadi lebih baik. Saya benar-benar telah keliru.

Kemudian ia tinggal untuk merawat ibunya , menunggu dengan sabar, berharap ia

akan mengenalinya.

3.2 Analisi Cerita Dalam Novel Tokyo Zodiac Murders Karya Shoji Shimada

3.2.4 Bentuk deskriminasi yang terjadi di dalam Keluarga.

Cuplikan 1.

Tokiko adalah anak tunggal Tae (ibu kandungnya), istri pertama Heikichi

Umezawa (ayahnya). Diantara seluruh keluarga, hanya Tae yang tidak memiliki

latar belakang keluarga kaya, dan hanya Tae yang tidak hidup nyaman atau

dengan kemiskinan. Heikichi mendepak dan menceraikan Tae lalu menikahi

Masako (ibu tirinya). Ketika Masako dan ketiga putrinya pindah ke rumah

Umezawa, hidup Tokiko berubah, jelas bukan ke arah yang lebih baik. Bahkan

sepupunya sendiri yang memiliki hubungan darah dengan Tokiko bergabung

dengan mereka, menghianati ibu Tokiko.

Analisis:

Dari cuplikan di atas indeksikal yang menunjukkan deskriminasi yang di

alaminya melalui perlakuan yang diterima oleh ibu kandungnya, yang membuat

Tokiko pasti merasa muak dan terasing atas kondisi yang menimpa kehidupannya


(50)

memilih menikahi wanita yang menjalin hubungan gelap dengannya terlebih lagi

wanita itu telah memilki beberapa orang anak dan membawa mereka tinggal

bersama. Saya membayangkan betapa kesepian dan kebencian yang

dirasarakannya semakin menumpuk setiap harinya. Yang seharusnya ia bisa ikut

merasakan apa yang saudara dan ibu tirinya rasakan yaitu menikmati kekayaan

ayahnya, namun hal itu tidak berlaku baginya. Bahkan ayah kandunganya sendiri

membuat ibunya hidup dalam kesengsaraan, setelah mendepak Tae seperti halnya

seorang anak membuang mainannya setelah dia merasa bosan. Melihat ibunya

seperti itu sebagai seorang anak bagaimana ia dapat menahan semua itu. Seorang

anak amatlah sensitif mengenai hal semacam itu, terlebih lagi hal itu dilakukan

oleh mereka yang telah menjadi anggota baru di dalam hidupannya yaitu sebagai

satu keluarga.

Cuplikan 2.

Tae telah ditimpa banyak masalah sejak usaha orang tuanya bangkrut.

Nasib buruknnya seakan-akan berakhir ketika menikah dengan Heikchi, seorang

lelaki kaya; tetapi ia berselingkuh dan mencerikannya. Tae adalah wanita

sederhana, tidak pernah mengeluh. Saat bercerai Tae memohon dengan sangat

kepada Heikichi agar Tokiko tinggal bersamanya. Dan dengan alasan kondisi fisik

Tae yang lemah Heikichi menolaknya. Tokiko yang selalu melihat ibunya dalam

keadaan kesepian, miskin dan menderita, begitu juga yang terjadi pada dirinya.

Sementara para wanita Umezawa menikmati gaya hidup mereka yang penuh


(51)

Analisis:

Dari cuplikan di atas bisa disimpulkan jika wanita zaman sekarang amat

kuat dan cerdas, mereka akan melakukan apapun untuk mempertahankan

pernikahannya mereka, guna menghindari kesulitan keuangan maupun cercaan

sosial. Tetapi Tae adalah wanita yang tradisional yang tidak tau apa lagi yang bisa

di lakukan. Namun satu hal yang Tae tau apa yang harus dilakukannya sebagai

seorang ibu yaitu memohon dengan sangat agar ia dapat hak asuh atas anak

semata wayangnya, walaupun pada akhirnya dengan usaha yang dilakukannya dia

tidak mendapatkan anaknya. Jika memang benar kondisi fisik Tae yang lemah

sehingga tidak akan mampu merawat Tokiko, lalu mengapa Heikichi tega

membiarkan wanita malang hidup sendirian. Melihat perlakuan berbeda yang

diberikan ayahnya antara Tae dan keluarga barunya, serta perlakuan yang

diterimanya dari ibu dan saudara tirinya sehingga membuat Tokiko ingin

membalas dendam kepada mereka.

Tokiko membalas dendam untuk ibunya sekaligus bermaksud

memperbaiki kondisis keuangan ibunya. Karena tidak adil baginya menerima

begitu saja perlakuan-perlakuan buruk yang mereka berikan. Jadi wajar saja bila

keinginan untuk balas dendam itu muncul dalam benak dan pikiran mengingat

usianya telah menginjak 22.

Cuplikan 3.

Tak lama setelah Tae meninggalkan rumah Umezawa, wanita iblis itu

Masako memperlakukan saya dengan penuh kedengkian. Dian tidak pernah


(52)

saya. Semua pakaian, mainan, buku saya adalah lungsuran dari Tomoko atau

Akiko (saudara tirinya).

Analisis:

Cuplikan di atas menunjukkan indeksikal bahwa ibu tirinya

memperlakukan Tokiko tidak sebagaimana mestinya, seperti ia memperlakukan

anak kandungnya dengan sangat baik. Tetapi malah memperlakukan Tokiko

bagaikan orang asing saja tidak menganggapnya seperti keluarga sendiri.

Sampai-sampai dia menyebut Masako dengan sebutan wanita iblis, sungguh sebutan yang

sangat tepat untuk menggambarkan sosok Masako yang memperlakukannya

dengan sangat buruk. Bahkan jatah uang jajan saja pun dia tidak dapat,

bagaimana bisa seorang anak pergi sekolah tanpa bekal uang jajan. Hal ini akan

membuat dia iri, cemburu dengan teman-temannya disekolah saat yang lainnya

bisa membeli apa yang mereka mau, dan pada kenyataannya dia hanya dapat

melihat tanpa bisa merasakan apa yang temanya rasakan. Bukan hanya masalah

uang jajan saja buku yang dimilikinya pun merupakan turunan, Kalau itu buku

pelajaran bisa saja turunan dan masih bisa dipakai karena pelajaran disekolah

pastinya sama dengan apa yang telah dipelajari oleh kakak-kakaknya, namun

bagaiman jika itu buku yang dipakai untuk menulis bukankah hal itu sudah tidak

layak pakai lagi. Tapi di dalam novel ini tidak ada penjelasan mengenai buku apa

yang diturunkan untuknya apakah itu buku pelajaran atau buku tulis. Sama halnya

juga dengan pakaian dan mainan, memang tidak ada salahnya kalau yang Tokiko

gunakan itu merupkan turunan dari saudaranya, namun alangkah baiknya juga jika


(53)

mainan turunan tersebut masih layak digunakan sekali lagi sangatlah wajar kalau

dibelikan yang baru.

Cuplikan 4.

Saya harus memakai sweater yang sudah rusak dimakan rayap dan blus

serta rok yang kumal, sementara Yukiko (saudara yang seumuran) selalu

berpakaian rapi dengan baju-baju baru. Untuk melupakan kepedihan yang saya

rasakan, saya belajar mati-matian. Saya mulai mendapat nilai lebih tinggi dari

Yukiko. Akibatnya Masako dan Yukiko mengerahkan segala cara yang bisa

mereka pikirkan untuk mengganggu saya ketika sedang belajar.

Analisis:

Cuplikan di atas menunjukkan indeksikal bahwa perlakuan yang diterima

Tokiko dari ibu dan saudara sangat jelas dan nyata menunjukkan sikap

deskriminasi. Tokiko memakai pakaian yang sudah tidak layak pakai, pakaian

yang telah rusak bahkan dimakani oleh rayap, yang seharusnya atau pada

umumnya pakaian tersebut harusnya dibuang atau dijadikan sebagai lap kaki.

Tetapi pada kenyataannya yang terjadi pada keluarga ini tidaklah demikian,

barang-barang yang seperti itu diberikan kepada anak tirinya. Bisa saja ibu tirinya

berpikiran bahwa Tokiko memang layak memakainya dan sangat disayangkannya

jika dibuang begitu saja, atau ibu tirinya memang tidak ingin mengeluarkan

uangnya sepeserpun untuk anak yang hanyalah seorang anak tiri baginya.

Sungguh sangat ironis apa yang dirasakan oleh Tokiko, disaat Yukiko saudaranya

memakai pakaian yang baru yang diberikan oleh ibunya.


(54)

Untuk melupakan apa yang dirasakannya Tokiko melampiaskannya

dengan belajar, namun usahanya membuat ibu dan saudara tirinya semakin gigih

untuk membuat Tokiko menderita. Hal itu terbukti ketika Tokiko mendapat nilai

yang tinggi lebih dari apa yang didapat oleh Yukiko, buah dari usaha kerasnya.

Setelah mengetahui bahwa Tokiko mendapat nilai yang bagus mereka

mengerahkan segala cara untuk membuat Tokiko gagal dalam belajarnya. Saat

Tokiko belajar mereka masih tega mengganggunya. Pada hal dengan belajar lebih

keras, dilakukannya supaya ibu dan saudara tirinya dapat menghargai dirinya

dengan kerja kerasnya dalam meraih nilai yang bagus dan tidak mendapat

perlakuan yang semena-mena lagi.

Cuplikan 5.

Setiap kali saya bersiap-siap mengunjungi ibu saya, Masako dan

putri-putrinya akan melakukan berbagai kejailan untuk menghalangi saya. Tetapi hal itu

tidak pernah mencegah saya untuk tetap pergi. Alasan utamanya bukan karena

saya ingin bertemu ibu, tetapi karena saya diam-diam mendapatkan pekerjaan.

Saya harus membantu mencari nafkah untuk ibu saya dan saya sendiri, karena dia

tidak mungkin membiayai hidupnya dari hanya berjaulan rokok.

Analisis:

Cuplikan di atas menunjukkan indeksikal bahwa karena rasa cinta dan

sayangnya kepada sang ibu, membuat Tokiko menerima kejailan dari ibu dan

saudara tirinya saat dia hendak ingin menjumpai ibu kandungnya, mereka


(55)

diperbuat oleh keluarga tirinya tidak mengurungkan niatnya yang sudah bulat

untuk dapat bertemu dan membantu ibunya memenuhi kebutuhan untuk

melanjutkan hidup. Karena jika dia tidak membantu ibunya siapa lagi yang bisa

Tokiko harapkan untuk meringankan beban atau penderitaan yang dirasakan

ibunya, ayahnya saja tidak perduli dengan kondisi yang menimpa ibu

kandungnya.

Untuk meringankan beban ibunya dia rela kerja sambilan diberbagai

tempat dengan pekerjaan yang berbeda pula. Namun hal ini dilakukan secara

diam-diam agar tidak diketahui ibu dan saudara tiri, karena jika hal ini sampai

diketahui mereka akan menimbulkan masalah besar, Tokiko tidak akan lagi dapat

membantu ibunya mereka akan melarang keras Tokiko bekerja. Karena ibu dan

saudara tirinya tidak senang melihat dia dan ibunya hidup tenang dan bahagia,

sehingga Tokiko harus melakukan kerja sambilannya dengan diam-diam.

3.2.2 Bentuk Penyiksaan yang terjadi di dalam keluarga

Cuplikan 1.

Hari-hari saya bersama keluarga Umezawa, bertahun-tahun yang lalu,

amatlah sulit. Masako, ibu tiri saya, dan putri-putrinya dan sudara sepupunya yang

sangat kejam kepada saya. Meskipun saya telah membunuh gadis-gadis itu dan


(56)

Analisis:

Dari cuplikan di atas menunjukkan indeksikal bahwa apa yan telah

dialaminya dan penderitaan ibu kandungnya, pada akhirnya berubah menjadi

amukan kejam yang melibas seluruh anggota keluarganya sendiri, walaupun ada

atau tidaknya ikatan darah itu. Hal ini ditunjukkannya dengan membalas dendam

kepada ibu dan saudara tirinya yang telah memperlakukanya dengan buruk, yaitu

dengan membunuh mereka dan membuat ibu tirinya sendiri menjadi tersangka

utama atas terbunuhnya anaknya sendiri. Pada kenyataannya setelah Tokiko

membunuh mereka dia tidak merasakan perasaan bersalah atas apa yang telah

diperbuatnya. dikarenakan dia telah menjalani hidup yang sulit karena perlakuan

yang kejam yang diterimanya dari ibu dan saudara tirinya. Selain itu dengan

terjadinya pembunuhan ini menunjukkan bahwa niat dan tekatnya yang bulat

untuk membalaskan dendamnya sungguh kuat sampai rasa bersalah atau

penyelesalan itu mati bisa dikatakan mati rasa. Hal ini dikarenakan beban berat

yang telah dilaluinya semasa hidup dengan keluarga seperti itu. Wajar saja sampai

dia merasakan yang seperti itu. Menurut saya, Tokiko melakukan kejahatan itu

didorong rasa cinta dan simpatinya terhadap Tae, seorang ibu yang telah begitu

banyak hidup dalam penderitaan.

Cuplikan 2.

Kalau Masako tidak menyukai saya, mengapa dia menahan saya di

rumahnya? Mungkin dia takut di cap buruk oleh para tetangga, atau mungkin dia

senang memanfaatkan saya sebagai pelayannya. Seluruh pekerjaan rumah tangga

menjadi tugas saya sejak masih kecil. Suatu hari saya bertanya apakah saya bisa


(57)

tetangga maupun teman sekolah tidak ada yang tau apa yang tarjadi di dalam

rumah tangga Umezawa; mereka menyembunyikan kenyataan dengan begitu rapi.

Analisis:

Cuplikan di atas indeksikal yang menunjukkan bahwa Masako

mempertahankan Tokiko tinggal di rumah itu hanya untuk bisa dikatakan sebagai

pembantu yang mengurusi kehidupan orang-orang yang ada di dalamnya,

pembantu yang didapat dengan cuma-cuma tanpa mengeluarkan biaya sedikit

pun,dan seorang pesuruh yang dengan bebas diperlakukan sesuka hati mereka

tanpa adanya perasaan ibah atau bersalah kepada Tokiko.

Makanya Masako tetap mempertahankan Tokiko tinggal bersama mereka

dengan berbagai keuntungan yang didapatnya. Dan juga dia tidak mau di cap

buruk oleh para tetangga karena membiarkan atau mengizikan Tokiko tinggal

dengan ibu kandungnya yang hidup dalam kesusahan. Bisa-bisa tetangganya

menganggap Masako tidak memenuhi tanggung jawabnya atau melepas

kewajibannya dalam membesarka Tokiko. Bahkan setelah apa yang telah dialami

Tokiko para tetangganya tidak ada yang tau masalah dalam kehidupan rumah

tangga mereka, begitu juga dengan teman-teman disekolahnya karena mereka

sangat pandai menutupi kalau mereka memperlakukan Tokiko dengan buruk.

Cuplikan 3.

Ibu saya selalu terlihat begituh sedih dan kesepian. Setiap kali saya

melihatnya, sedang duduk di posisi yang sama di tempat yang sama. Kesadaran

bahwa hidupnya tidak akan pernah berubah begitu menyakitkan bagi saya.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)