BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian - Analisis Kebutuhan Modal Usaha Tani bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Gambaran Umum Sektor Pertanian

  Sampai era reformasi sekarang, tampaknya sektor pertanian masih dan akan merupakan sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagian besar penduduk Indonesia (>60%) tinggal di pedesaan dan lebih dari separuh penduduk tersebut menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

  Sementara itu, kontribusi utama sektor pertanian terhadap pembangunan nasional selama PJP I telah berhasil secara nyata meningkatkan penyediaan bahan pangan khususnya beras, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang sektor non pertanian melalui penyediaan bahan baku untuk industri pengolahan. Sejalan dengan tahapan dan keberhasilan pembangunan pertanian yang telah dicapai, proses transformasi struktural perekonomian nasional akan terus berlangsung dengan ciri sebagai berikut: 1.

  Peran relatif sektor pertanian dan sumbangannya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja semakin menurun.

  2. Pangsa ekspor bahan setengah jadi dan jadi semakin besar.

  3. Keterkaitan antar berbagai sektor pertanian semakin tinggi.

  4. Daerah pedesaan semakin terbuka, baik berupa hubungan antar desa, serta antar desa dan kota, maupun berupa arus informasi sehingga pola pikir petani semakin kritis dan rasional.

  5. Terjadinya perubahan pola berusaha tani dari orientasi peningkatan produksi semata-mata ke orientasi pemanfaatan sumber daya yang optimal dalam rangka meraih nilai tambah hasil produksi pertanian yang lebih besar.

  Disisi lain, pembangunan pertanian dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis yang terus berkembang secara dinamis dan menjurus pada liberalisasi perdagangan internasional dan investasi. Secara prinsip, liberalisasi ekonomi akan mendorong iklim ekonomi internasional sedemikian rupa sehingga mekanisme pasar bekerja dengan hambatan minimum. Dengan demikian, persaingan dalam perdagangan internasional menjadi makin terbuka dan transparan. Pada dasarnya, liberalisasi perdagangan internasional merupakan proses tawar-menawar antar negara atau kelompok negara di dalam kesepakatan yang mengikat atas kepentingan masing-masing.

  Kesepakatan yang menyangkut perdagangan dan investasi yang telah diratifikasi oleh Indonesia yang bersifat mengikat antara lain:

1. Persetujuan GATT/WTO yang mencakup perdagangan barang dan jasa.

  2. Kerja sama APEC yang sudah direalisasikan tahun 2010 bagi negara anggota yang berkembang dan tahun 2020 bagi negara anggota yang sedang berkembang.

  3. Kesepakatan AFTA antar negara ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Semangat untuk mempercepat terwujudnya perdagangan bebas ini telah ditandai dengan dimulainya kerjasama dalam pembentukan tiga pusat pertumbuhan di kawasan ASEAN, yaitu IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Tahiland- Growth Triangel), IMS GT (Indonesia, Malaysia, Singapore – Growth Triangel), BIMP (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines – East Growth Area).

  Menghadapi perubahan lingkungan strategis tersebut serta untuk memanfaatkan peluang yang ditimbulkannya, maka pembangunan pertanian lebih difokuskan pada komoditas-komoditas unggulan yang dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional. Kondisi ini menjadi dasar yang kuat bagi pemerintah untuk mempercepat reorientasi arah pembangunan sektor pertanian dari orientasi semata-mata peningkatan produksi ke pertanian modern yang berorientasi agrobisnis, tanpa mengubah prioritas pokok yaitu memantapkan swasembada pangan sebagai dasar utama menjaga stabilitas nasional. Melihat potensi pasar domestik maupun internasional, pengembangan agrobisnis di Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah. Persoalanya adalah bagaimana kita ke depan membangun sistem agrobisnis supaya keunggulan kita dalam agrobisnis dapat didayagunakan untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan. Untuk mendayakan keunggulan Indonesia sebagai negara agraris dan maritim, serta menghadapi tantangan otonomi daerah, liberalisasi perdagangan, dan perubahan pasar internasional lainnya, Departemen Pertanian beserta departemen terkait sedang mempromosikan pembangunan sistem dan usaha agrobisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.

  Potensi pasar domestik Indonesia sangat besar bagi produk agrobisnis. Konsumsi produk agrobisnis masyarakat Indonesia masih tergolong terendah di dunia, kecuali beras, sehingga produk agrobisnis di Indonesia akan terus tumbuh setidak-tidaknya sampai 20 tahun ke depan. Dengan jumlah penduduk keempat terbesar dunia, disertai dengan peningkatan pendapatan, pasar domestik Indonesia untuk produk-produk agrobisnis akan tumbuh dengan market size yang sangat besar.

  Dari segi potensi pasar, pengembangan sistem agrobisnis di Indonesia juga cukup prospektif. Pengeluaran terbesar dari penduduk dunia adalah barang- barang pangan (makanan dan minuman), sandang, papan (bahan bangunan dari kayu dan kertas), energi, serta produk farmasi dan kosmetika. Kelima kelompok tersebut merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat dunia. Sebagian besar dari kelompok produk tersebut dihasilkan dari agrobisnis. Bahkan melihat kecenderungan perubahan di masa depan, bidang agrobisnis merupakan satu-satunya harapan untuk menyediakan kelima kelompok produk tersebut. Kecenderungan ini memberi peluang bagi agrobisnis Indonesia (Moehar Daniel, 2002: 161)

2.2. Faktor-Faktor Produksi

  Dalam usaha pertanian, produksi diperoleh melalui suatu proses yang cukup panjang dan penuh resiko. Panjangnya waktu yang dibutuhkan tidak sama tergantung pada jenis komoditas yang diusahakan. Tidak hanya waktu, kecukupan faktor produksi pun ikut sebagai penentu pencapaian produksi. Faktor produksi terdiri dari empat komponen yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan managemen (skill).

2.2.1 Tanah

  Tanah merupakan lapisan kulit bumi terluar yang tersusun dari bahan mineral dan bahan-bahan organik. Dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, bentuk wilayah, dan mikro organism. Unsur pembentukan tanah terdiri dari mineral (45%), udara (25%), air (25%) dan bahan organik (5%) (Indriani, 1993:11). Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil- hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil produksi keluar. Dalam pertanian terutama di negara kita, faktor produksi tanah mempunyai kedudukan paling penting. Hal ini terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya (Mubyarto, 1984:76).

  Tanah adalah faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk nilai tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi dalam pertanian tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang pula kesuburannya. Untuk mempertahankan kesuburan tanah petani harus mengadakan rotasi tanaman dan usaha- usaha konservasi tanah lainnya (Mubyarto, 1984:88).

  Unsur-unsur sosial ekonomi yang melekat pada tanah dan memiliki peranan dalam pengelolaan usaha tani cukup beragam, diantaranya adalah: 1.

  Kekuatan atau kemampuan potensil dan aktuil dari tanah.

  2. Kapasitas ekonomi, efesiensi ekonomis dan keunggulan bersaing dari tanah.

  3. Produktivitas tanah, yang dimaksud dengan produktivitas tanah adalah jumlah hasil total yang diperoleh dari satu kesatuan bidang tanah (satu hektar) selama satu tahun dihitung dengan uang.

  4. Nilai ekonomis dari tanah Bagi sebuah perusahaan lahan (tanah) memiliki peran penting terutama sebagai tempat pendirian perusahaan dan pabrik-pabrik yang dibutuhkan dalam proses produksi. Selain itu bagi perusahaan tertentu tanah ini dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku, misalnya melalui pemberdayaan lahan yang dapat mendukung penyediaan bahan baku yang dibutuhkan sekaligus akan mengurangi biaya produksi.

2.2.2 Tenaga Kerja

  Tenaga kerja sering disebut tenaga manusia mutlak dibutuhkan jika ingin menghasilkan sebuah produk. Tenaga kerja yang tersedia biasanya digunakan untuk mengoperasikan serta mengendalikan mesin/peralatan yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk kasus tenaga kerja ini terutama tidak dipandang dari kuantitas (jumlah), tetapi juga mutu (kualitas) yang sangat mempengaruhi kinerja perusahaan bersangkutan.

  Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan kedalam persoalan tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan (usaha tani pertanian rakyat) dan persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besaran yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Petani yang tidak memiliki lahan luas tidak membutuhkan tenaga kerja dari luar. Tetapi bagi petani yang memiliki lahan yang luas akan membutuhkan tenaga kerja dari luar (Mubyarto, 1984: 104).

  Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud tenaga kerja adalah suatu alat kekuatan fisik dan otak manusia, yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditunjukkan pada usaha produksi. Oleh karena itu, tenaga kerja tidak bisa dipisahkan dengan manusia atau penduduk. Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu.

  Menurut pakar ekonomi pertanian, tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja yaitu yang berumur antara 15-64 tahun, merupakan penduduk potensial yang dapat bekerja untuk memproduksi barang dan jasa. Dan disebut sebagai angkatan kerja (labor factor) adalah penduduk yang bekerja dan mereka yang tidak bekerja, tetapi siap untuk bekerja atau sedang mencari kerja (Moehar Daniel, 2002: 86).

2.2.3 Modal

  Menurut Von Bohm Bawerk, modal atau kapital adalah segala jenis barang yang dihasilkan dan dimiliki masyarakat, disebut dengan kekayaan masyarakat. Sebagian kekayaan itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan sebagian lagi digunakan untuk memproduksi barang-barang baru dan inilah yang disebut modal masyarakat atau modal sosial. Jadi modal adalah hasil atau produk atau kekayaan yang digunakan untuk memperoleh hasil selanjutnya (Moehar Daniel, 2002: 74).

  Pengertian modal adalah barang dan jasa yang bersama-sama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru. Barang-barang pertanian yang termasuk barang modal dapat berupa uang, ternak, pupuk, bibit, cangkul, investasi dalam mesin dan lain-lain. Biasanya semakin besar dan semakin baik kualitas modal yang dimiliki maka akan sangat mendukung terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1984:91). Modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah barang-barang yang digunakan beberapa kali, meskipun akhirnya barang-barang modal ini habis juga, tetapi tidak sama sekali terisap dalam hasil. Contoh modal tetap adalah mesin, pabrik, gedung dan lain-lain. Modal bergerakadalah barang- barang yang digunakan dalam proses produksi yang hanya bisa digunakan untuk sekali pakai, atau dengan kata lain barang-barang yang habis digunakan dalam proses produksi, misalnya bahan mentah, pupuk, bahan bakar, dan lain-lain. Perbedaan ini digunakan berhubungan dengan perhitungan biaya. Biaya modal bergerak harus sama sekali diperhitungkan melalui penyusutan nilai.

2.2.4 Manajemen (Skill)

  Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota serta penggunaan sumber daya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas maka faktor produksi ini tidaklah kalah penting dibanding faktor produksi lain. Perlu diketahui ada tiga alasan manajemen ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan, yaitu:

  1. Untuk mencapai tujuan perusahaan.

  2. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.

  3. Untuk mencapai efesiensi dan efektivitas.

2.3. Harga

  Harga atau kebijakan harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai harga ini. Kebijakan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan menstabilkan perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dan output dalam proses produksi suatu komoditas.

  Kebijakan harga dikatakan sangat efektif apabila harga pasar berada di antara harga dasar dan harga atap. Dengan kata lain, kebijaksanaan harga dimaksud untuk melindungi produsen dari tekanan pasar berada di antara harga dasar dan harga atap, maka baik produsen maupun konsumen masing- masing tidak dirugikan ( Moehar Daniel, 2002: 103). Melalui sistem ekonomi pasar (market mechanism) bahwa perkembangan ekonomi semata-mata ditentukan oleh kekuatan permintaan di satu sisi dan kekuatan penawaran di sisi lain. Dalam kondisi ini berarti bahwa harga barang ditentukan oleh kedua pelaku ekonomi ini sebagai keseimbangan di antara jumlah barang yang diminta dengan jumlah barang yang ditawarkan. Namun demikian dalam kenyataannya justru yang lebih berperan dalam menentukan harga barang secara umum bertumpu kepada supplier sebagaimana terkandung dalam konsep supply for demand.

  Tingkat harga barang dalam keberadaannya selalu mengalami fluktuasi sebagaimana perkembangan ekonomi yang tidak pernah stabil sehingga memunculkan excess demand yang membawa keberuntungan bagi pembeli sebagai costumer surplus dan sebaliknya excess supply membawa keuntungan bagi penjual. Demikian pula dalam perkembangannya bahwa campur tangan pemerintah diperlukan dalam perkembangan ekonomi (sistem ekonomi campuran) sebagai suatu kebijakan sektor riil, apakah dalam rangka perlindungan yang ditujukan kepada produsen (floor

  price) dan bentuk perlindungan yang diperuntukkan kepada konsumen (ceiling price) (Sumanjaya, 2001: 33).

2.4 Biaya Produksi Biaya produksi merupakan masukan atau input dikalikan dengan harganya.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ongos produksi adalah semua pengeluaran atau semua beban yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk menghasilkan suatu jenis barang atau jasa yang siap untuk dipakai konsumen. Biaya produksi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu biaya swasta (private

  

cost) dan biaya sosial (social cost). Pembedaan biaya iniada hubungannya

dengan penggolongan biaya menjadi internal (private) dan eksternal (social).

  Biaya produksi dibagi menjadi dua yaitu biaya produksi jangka pendek dan biaya produksi jangka panjang. Biaya produksi jangka pendek melputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya berubah (variabel cost).

  a.

  Biaya produksi jangka pendek 1.

  Biaya tetap dan biaya variabel Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak tergantung dari banyak sedikitnya jumlah output. Biaya variabel merupakan biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung dari banyak sedikitnya output yang dihasilkan. Semakin besar output semakin besar juga biaya variabel yang harus dikeluarkan. Biaya tetap dan biaya variabel jika dijumlahkan hasilnya merupakan biaya total. Jika digambarkan dalam kurva, maka pola biaya tetap total

  (TFC), biaya variabel total (TVC) dan biaya total (TC) dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 2.1 biaya tetap total (TFC)

  Rp n TFC Q

  Biaya variabel total (TVC) adalah biayayang besar kecilnya mengikuti banyak sedikitnya output yang dihasilkan. gambar 2.2 menunjukkan bahwa kurva variabel total terus menerus naik. Jadi semakn banyak output yang dihasilkan maka biaya variabel akan semakin tinggi.

Gambar 2.2 Biaya variabel total

  Rp TVC A Q

  Jika antara biaya tetap dan biaya variabel dijumlahkan, maka hasilnya disebut biaya total (TC). Jadi, TC = TFC + TVC. Kurva biaya total dapat dilihat pada gambar 2.3

Gambar 2.3 Total biaya (TC)

  Rp TC TVC n

  TFC Q 2.

  Biaya rata-rata Biaya rata-rata (Average Fixed Cost) dapat dihitung bengan membagi biaya tetaptotal (TFC) dengan jumlah output. Biaya tetap akan semkin menurun dengan semakin banyaknya output. Biaya tetap rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut:

  TFC AFC =

  Q AFC = Biaya tetap rata-rata TFC = Biaya tetap total Q = Jumlah output

Gambar 2.4 biaya tetap rata-rata (AFC)

  Rp AFC Q

  Biaya variabel rata-rata menggambarkan besarnya biaya variabel persatuan produk. Biaya variabel rata-rata dapat dihitung dengan rumus: TVC AVC =

  Q AVC = Biaya variabel rata-rata TVC = Biaya variabel total Q = Jumlah output

Gambar 2.5 Biaya variabel rata-rata

  Rp AVC Q

  Biaya rata-rata menggambarkan besarnya biaya per satuan produk. Besarnya biaya rata-rata per satuan produk (ATC) dapat dihitung dengan rumus: TC ATC =

  Q ATC = Biaya total rata-rata TC = Biaya total Q = Jumlah output

Gambar 2.6 Biaya total rata-rata (ATC)

  Rp ATC Q

  Biaya total rata-rata mempunyai prilaku yang sama dengan biaya rata- rata variabel, yaitu menurun dengan cepat pada kuantitas produksi rendah dan kemudian laju penurunannya semakin lambat sampai pada kuantitas produksi tertentu. Bila kuantitas produksi diperluas lagi, maka ATC akan naik lagi dengan laju kenaikan yang semakin cepat. Kecepatan laju kenaikan biaya yang disebabkan oleh kenaikansatu satuan outputperlu juga diketahui. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat kemiringan kurva biaya total (TC). Lereng kurva TC mencerminkan besarnya biaya yang harus ditanggung apabila produksi bertambah. Angka perbandingan antara tambahan biaya total dibagi dengan tambahan produk disebut dengan biaya marginal (marginal cost).

  Karena biaya tetap total tidak berubah, maka perhitungan biaya marginal biasanya dilakukan hanya dari biaya variabel total. Biaya marginal dapat dirumuskan:

  ΔTC ∂ TC MC = =

  ΔQ ∂ Q MC = Biaya maginal ΔTC = Perubahan biaya total ΔQ = Perubahan output Biaya marginal memegang peranan yang penting bagi produsen dalam mempertimbangkan penentuan berapa besarnya jumlah output yang perlu diproduksi. Setiap produsen bertujuan untuk mencapai keuntungan yang maksimum dengan biaya yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, untuk menentukan berapa besar output yang harus diproduksi agar tercapai keuntungan yang maksimum, ada beberapa cara, diantaranya: a.

  Dengan memproduksi output pada tingkat dimana perbedaan antara penerimaan total dengan biaya total mencapai jumlah yang paling maksimum. Jika keuntungan bersih sama dengan pendapatan kotor dikurangi dengan total biaya, maka: π = TR – TC dimana: π = Profit (pendapatan bersih) TR = Total revenue (pendapatan kotor) = P x Q TC = Biaya total (TFC + TVC)

  Jadi profit maksimum jika selisih antara TR dan TC adalah yang tebesar. Dengan gambar dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 2.7 Profit maksimum

  Rp B TC C TR A QE Q

  Profit maksimum dicapai pada saat produsen memproduksi output sebanyak QE. Besarnya profit maksimum tersebut adalah sebesar jarak dari titik B menjadi titik C. Jadi profit maksimum terletak pada jarak terlebar antara kurva TR dan kurva TC (pada saat Trberada diatas TC). Untuk mengetahui jarak terlebar antara TR dan TC harus dibuat garis sejajar dengan kurva TC. Jarak terlebar antara TR dan TC terletak pada kemiringan kurva yang sama antara kurva TR dan kurva TC. Sementara itu A menunjukkan titik Break Event Point (titikpulang pokok), yang berarti TR=TC atau kondisi dimana perusahaan tidak untung dan tidak rugi. b.

  Dengan memproduksi barang sampai pada tingkat dimana penerimaan marginal (MR) sama dengan ongkos marginal (MC) Δ TR ∂ TR

  Jika MR = = = TR Δ Q ∂ Q

  Δ TC ∂ TR MC = =

  Δ Q ∂ Q Sehingga profit maksimum dicapai pada saat MR = MC, atau pada waktu kemiringan kurva TR sama dengan kemiringan kurva TC (pada gambar diatas yaitu jarak B ke C).

  b.

  Biaya produksi jangka panjang Dalam jangka panjang, skala pabrik dapat berubah-rubah sehingga semua biaya juga dapat dirubah-rubah. Jadi biaya merupakan fungsi dari jumlah output yang dihasilkan atau C = f (Q), dimana c = biaya dan Q = output.

  Biaya rata-rata dalam jangka panjang merupakan amplop bagi biaya rata-rata jangka pendek. Agar produsen dapat mencapai profit maksimum, maka ia harus memproduksi barang sampai pada tingkat dimana biaya marginal sama dengan penerimaan marginal.

2.5 Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenaranya harus diuji secara empiris. Hal ini berarti hipotesa yang ada bukan jawaban akhir, namun menjadi kesimpulan sementara yang harus diuji kebenarannya dengan data-data yang mempunyai hubungan, ataupun dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan.

  Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1.

  Terdapat pengaruh positif antara tanah/luas lahan terhadap kesejahteraan petani padi sawah.

  2. Terdapat pengaruh positif antara tenaga kerja tehadap kesejahteraan petani padi sawah.

  3. Terdapat pengaruh positif antara modal terhadap kesejahteraan petani padi sawah.

  4. Terdapat pengaruh positif antara tingkat harga dengan kesejahteraan petani padi sawah.

Dokumen yang terkait

Analisis Kebutuhan Modal Usaha Tani bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Padi Sawah di Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

6 76 64

Evaluasi Pelaksanaan Metode Partisipatif Dalam Kegiatan Penyuluhan Program Sistem Legowo 4:1 Pada Petani Padi Sawah Di Desa Janggir Leto Kecamatan Panei Kabupaten Simalungun

5 71 96

Pola Pengembangan Usaha Tani Kentang Dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani di Kelurahan Saribudolok Kecamatan Silimakuta Kabupaten Simalungun

1 21 107

Pembangunan Sektor Pertanian dan Kaitannya Terhadap Peningkatan Pendapatan di Daerah Tingkat II Kabupaten Simalungun

1 46 88

Analisis Determinan Produksi Usaha Tani Padi Sawah Di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat

3 60 99

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Petani Padi di Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat

40 219 61

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kesejahteraan - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Petani Padi di Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Perhitutungan Biaya Sumberdaya Domestik Komoditi Padi Sawah di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 43

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Kerja Gotong royong Masyarakat Petani Padi di Indonesia - Memudarnya Sitem Kerja Bearian Pada Petani Padi Etnis Banjar(Di Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

1 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Implementasi Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Dan Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 25