Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura

(1)

SKRIPSI

ANALISIS KEBUTUHAN MODAL BAGI USAHA KEBUN SAWIT DI DESA KUALA BANGKA KEC. KUALUH HILIR KAB. LABURA

OLEH Maria W Lb Gaol

120523006

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang potensial yang banyak dibudidayakan di Desa Kuala Bangka. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, kelapa sawit membutuhkan pemanfaatan faktor-faktor produksi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit dan pengaruh kebutuhan modal terhadap produksi kelapa sawit di Desa Kuala Bangka. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2014 di Desa Kuala Bangka. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan responden berjumlah 100 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) kemudian dianalisis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi sangat berpengaruh terhadap tanaman kelapa sawit karena dapat meningkatkan keuntungan. Kebutuhan modal awal bagi usahatani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka terhadap produksi juga sangat berpengaruh, dimana semakin besar modal yang dikeluarkan untuk usahatani kelapa sawit maka akan semakin besar pula hasil produksi kelapa sawit yang akan diterima ditinjau dari keuntungan hasil produksi yang didapat per hektar dalam setahun, serta kenaikan harga kelapa sawit juga berpengaruh besar terhadap pendapatan usahatani yang meningkat pesat sebanyak 200%.


(3)

ABSTRACT

Palm oil is one of the many potential commodities cultivated in the village of Kuala Bangka. To be able to grow and produce well, palm oil requires the use of the factors of production are optimally. The study aims to determine the factors that affect the production of oil palm plantations and the effect of capital

requirements on the production of oil palm trees in the village of Kuala Bangka. Assessment was conducted in June – August 2014 in the village of Kuala Bangka. Site selection is done deliberately by the respondent amounted to 100 people. Data collection was conducted using a survey of primary data and secondary data. Primary data obtained through information collected from respondents using a list of questions prepared in structured (questionnaire) and then analyzed. While the secondary data obtained from Office related institutions. The results showed that the factors of production influence on plant oil palm as it increase profits. Initial capital requirement for oil palm farming in the estuary village farts on production is also very influential, where the greater the capital cost of palm oil farming the gretear the production of palm oil that would be acceptable in terms of profits obtained yield per hectare in a year, as well as the rise in palm oil prices are also a major impact on farm income is rapidly increasing as much as 100 %.


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Pertanian ... 6

2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian ... 6

2.1.2 Sifat Ilmu Ekonomi Pertanian ... 6

2.1.3 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ... 9

2.2 Tanaman Kelapa Sawit ... 13

2.2.1. Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia ... 13

2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit ... 15

2.2.3 Keunggulan dan Manfaat Kelapa Sawit ... 22

2.3. Lahan ... 23

2.4 Modal Usaha ... 26


(5)

2.5.1 Pengertian Produksi ... 28

2.5.2 Faktor-faktor Produksi ... 29

2.6 Struktur Biaya Usahatani Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan ... 33

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Produksi ... 35

2.8 Penelitian Terdahulu ... 35

2.9 Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4 Populasi dan Sampel ... 40

3.5 Metode Analisis ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Desa Kuala Bangka ... 42

4.1.1 Keadaan Iklim ... 43

4.1.2 Pemerintahan ... 44

4.1.3 Penduduk ... 46

4.1.4 Sarana dan Prasarana ... 47

4.2 Hasil Analisis ... 48

4.2.1 Karakteristik Petani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka ... 48

4.2.2 Karakteristik Petani Kelapa Sawit Berdasarkan Penghasilan ... 50

4.2.3 Analisis Penngaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Sawit ... 51

4.2.4 Analisis Mengenai Peningkatan Produksi Kelapa Sawit ... 53

4.2.5 Analisis Biaya Produksi Per Hektar di Desa Kuala Bangka ... 58 4.2.6 Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kelapa Sawit


(6)

di Desa Kuala Bangka ... 59 4.2.7 Penerimaan Keuntungan Dari Hasil Produksi

Kelapa Sawit ... 64 4.3 Pembahasan ... 65 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 66 5.2 Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN I KUESIONER


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, sebab hanya karena kasihNya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura”.

Adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini teristimewa dipersembahkan kepada kedua orang tua terkasih, Ayahanda H. Lumban Gaol dan Ibunda T. br. Banjarnahor, untuk kasih sayang melimpah yang diberikan bagi penulis.

Proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Karena itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin S., S.E., M.Ec. selaku dosen pembimbing yang selama ini telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. DR. Azhar Maksum selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc. Sc, Ph. D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(8)

8. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas EkonomiUniversitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

9. Seluruh Staf/Pegawai Pemerintah Kantor Lurah Desa Kuala Bangka yang telah membantu memberi informasi dan masukan kepada penulis.

10.Seluruh masyarakat Desa Kuala Bangka yang telah ikut berpartisipasi dalam memberikan informasi kepada penulis.

11.Saudara-saudariku terkasih, keluarga besar Lumban Gaol yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

12.Rekan-rekan dan sahabat saya mahasiswa EP 2012 yang memberikan dukungan, semangat dan kebersamaan selama di bangku kuliah sampai menyelesaikan perkuliahan.

13.Orang yang kukasihi D. Sinaga yang telah setia membantu, memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Sobatku Isabella Hutagalung yang telah memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi.

15.Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, namun tidak dituliskan pada lembaran ini, penulis mohon maaf dan kelalaian ini tidak mengurangi rasa terimakasih penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun isinya, oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima kritikan sehat, saran dan masukan dari semua pihak. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Medan, September 2014 Penulis,


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Proses Pemupukan Kelapa Sawit TBM-TM ... 30

Tabel 3.1 Jumlah Petani Kelapa Sawit menurut Desa Kuala Bangka ... 31

Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah di Desa Kuala Bangka ... 39

Tabel 4.2 Jumlah Dusun di Desa Kuala Bangka ... 41

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42

Tabel 4.4 Jumlah Sekolah di Desa Kuala Bangka ... 42

Tabel 4.5 Sarana Prasarana ... 43

Tabel 4.6 Karakteristik Petani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka ... 44

Tabel 4.7 Karakteristik Petani Berdasarkan Penghasilan ... 45

Tabel 4.8 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Sawit ... 46

Tabel 4.9 Analisis Mengenai Peningkatan Produksi Kelapa Sawit ... 48

Tabel 4.10 Analisis Biaya Produksi Per Hektar di Desa Kuala Bangka ... 53

Tabel 4.11 Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kelapa Sawit di Desa Kuala bangka ... 54

Tabel 4.12 Analisis Kebutuhan Modal Untuk Tanaman Kelapa Sawit Menghasilkan di Desa Kuala Bangka ... 55

Tabel 4.13 Keuntungan Yang Diterima Selama 10 Tahun ... 57

Tabel 4.14 Penerimaan Keuntungan Dari Hasil Produksi Kelapa Sawit ... 58


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia ... 10

Gambar 2.2 Batang Kelapa Sawit ... 16

Gambar 2.3 Daun Kelapa Sawit ... 17

Gambar 2.4 Bunga Betina dan Bunga Jantan ... 18

Gambar 2.5 Buah Kelapa Sawit ... 20

Gambar 2.6 Benih Kelapa Sawit ... 21

Gambar 2.7 Lahan ... 29

Gambar 2.8 Bibit ... 32

Gambar 2.9 Skema Kerangka Pemikiran ... 38


(11)

ABSTRAK

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang potensial yang banyak dibudidayakan di Desa Kuala Bangka. Untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik, kelapa sawit membutuhkan pemanfaatan faktor-faktor produksi yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman kelapa sawit dan pengaruh kebutuhan modal terhadap produksi kelapa sawit di Desa Kuala Bangka. Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni - Agustus 2014 di Desa Kuala Bangka. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan responden berjumlah 100 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) kemudian dianalisis. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Instansi terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi sangat berpengaruh terhadap tanaman kelapa sawit karena dapat meningkatkan keuntungan. Kebutuhan modal awal bagi usahatani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka terhadap produksi juga sangat berpengaruh, dimana semakin besar modal yang dikeluarkan untuk usahatani kelapa sawit maka akan semakin besar pula hasil produksi kelapa sawit yang akan diterima ditinjau dari keuntungan hasil produksi yang didapat per hektar dalam setahun, serta kenaikan harga kelapa sawit juga berpengaruh besar terhadap pendapatan usahatani yang meningkat pesat sebanyak 200%.


(12)

ABSTRACT

Palm oil is one of the many potential commodities cultivated in the village of Kuala Bangka. To be able to grow and produce well, palm oil requires the use of the factors of production are optimally. The study aims to determine the factors that affect the production of oil palm plantations and the effect of capital

requirements on the production of oil palm trees in the village of Kuala Bangka. Assessment was conducted in June – August 2014 in the village of Kuala Bangka. Site selection is done deliberately by the respondent amounted to 100 people. Data collection was conducted using a survey of primary data and secondary data. Primary data obtained through information collected from respondents using a list of questions prepared in structured (questionnaire) and then analyzed. While the secondary data obtained from Office related institutions. The results showed that the factors of production influence on plant oil palm as it increase profits. Initial capital requirement for oil palm farming in the estuary village farts on production is also very influential, where the greater the capital cost of palm oil farming the gretear the production of palm oil that would be acceptable in terms of profits obtained yield per hectare in a year, as well as the rise in palm oil prices are also a major impact on farm income is rapidly increasing as much as 100 %.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

Indonesia sebagai negara yang tanahnya subur jika ditanami kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri kelapa sawit, terlebih lagi di tahun 2007 Indonesia tercatat sebagai penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar didunia. Dari hasil data Kementerian Pertanian, luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2007 mencapai 6,7 juta ha. Sebanyak 687.847 ha dikelola PT. Perkebunan Nusantara, 3.358.632 ha dikelola perkebunan swasta, dan rakyat memiliki sedikitnya 2,6 juta ha. Luas perkebunan kelapa sawit swasta saat ini telah bertambah menjadi 3.358.632 ha dari sebelumnya 2.742.000 ha pada tahun 2006.

Sejalan dengan perkembangan areal, produksi kelapa sawit juga meningkat. Dalam hal industri pengolahan, industri pengolahan CPO telah berkembang dengan pesat dari hanya 181.000 ton CPO pada tahun 1968 menjadi 12,45 juta ton pada tahun 2005. Hingga tahun 2005, jumlah unit pengolahan di seluruh Indonesia mencapai 420 unit dengan kapasitas olah mencapai 18.268 ton TBS per jam yang setara dengan 17,6 juta ton CPO dan produksi aktual 12,45 juta ton CPO.


(14)

CPO (Crude Palm Oil) adalah hasil gilingan dari daging sawit yang merupakan jenis minyak kelapa sawit yang menjadi unggulan ekspor Indonesia dengan penggunaan utamanya sebagai bahan pangan (contohnya minyak goreng, sabun, dan margarin) dan oleokimia (bahan kimia yang mengandung lemak) seperti Fatty Acid, Fatty Alkohol, Glyserine, dan Stearic Acid. Dibanding CPO, produk oleochemical memiliki nilai tambah lebih tinggi da harga yang stabil, namun sebagian besar CPO di Indonesia tersebut diekspor dalam bentuk mentah, sehingga kita tidak mendapatkan nilai tambah lebih lanjut dari pengolahan produk hilir CPO.

Kelapa sawit salah satu produk perkebunan yang memiliki nilai tinggi dan industrinya termasuk padat karya. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman perkebunan berupa pohon yang menghasilkan minyak nabati yang paling efisien diantara beberapa tanaman sumber minyak nabati yang memiliki nilai ekonomi tinggi (seperti kedelai, zaitun, kelapa, dan bunga matahari). Kelapa sawit dapat menghasilkan minyak paling banyak (6-8 ton/ha), sedangkan tanaman sumber minyak nabati lainnya hanya menghasilkan kurang dari 2,5 ton/ha, jauh dibawah kelapa sawit. Tanaman ini mulai ditanam sebagai tanaman komersial di Indonesia sejak tahun 1911.

Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua didunia setelah Malaysia. Produksi minyak sawit Indonesia, sebagian besar diekspor ke berbagai negara, seperti negara-negara di Eropa, Amerika serta Asia, terutama India, Pakistan, Cina, dan Jepang. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Menurut Derom Bangun, Ketua GAPKI


(15)

(Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia), pada tahun 2008 diperkirakan Indonesia bisa menjadi produsen kelapa sawit terbesar didunia. Luas kebun kelapa sawit dari tahun ke tahun cenderung menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pada tahun 1968, luas areal hanya 120.000 ha dan menjadi 5,16 juta ha pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 telah mencapai 6,07 juta ha. Berdasarkan tingkat penguasaan lahan hingga tahun 2006, 10 juta petani menguasai 2.636.000 ha, 163 badan usaha milik usaha negara menguasai 697.000 ha, 761 swasta nasional menguasai 422.000 ha, dan 16 perusahaan asing lainnya menguasai 117.000 ha.

Desa Kuala Bangka selain kaya akan potensi dari perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet juga memiliki potensi yang dapat membantu meningkatkan perekonomian. Perkebunan kelapa sawit di Desa Kuala Bangka memiliki prospek yang masih cerah di masa yang akan datang untuk di kembangkan mengingat ekspor yang semakin meningkat tiap tahunnya. Kelapa sawit masih tetap menjadi salah satu usaha tani di Desa Kuala Bangka, sejak masa kolonial hingga era reformasi dewasa ini.

Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup menjanjikan, karena permintaan dari tahun-ketahun mengalami peningkatan yang cukup besar. Karena itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan yang cukup luas, Desa Kuala Bangka berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.

Menurut teori Ekonomi Produksi Pertanian menyatakan bahwa input produksi (lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan) mempengaruhi output (jumlah produksi) dari suatu kegiatan usahatani dan teori ekonomi produksi


(16)

Industri menyatakan bahwa input (bahan baku) mempengaruhi output (jumlah produk) yang dihasilkan. Dengan kata lain, semakin luas areal budidaya kelapa sawit maka semakin besar produksi CPO yang akan dihasilkan, karena bahan baku yang diperlukan dalam produksi CPO adalah TBS yang merupakan produk dari budidaya kelapa sawit (Fauzi, Y, dkk, 2002).

Modal untuk mengembangkan usaha perkebunan harus dipersiapkan sejak dini dan bersifat jangka panjang karena menjalankan usaha perkebunan kelapa sawit membutuhkan waktu relatif lama dan kondisi ekonomi yang baik. Modal digunakan tidak hanya keperluan penyediaan lahan, bibit dan tenaga kerja tetapi juga dalam upaya meningkatkan pengetahuan petani melalui penyuluhan agar suatu usaha perkebunan dapat berkembang dan mempunyai hasil yang dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Sehingga modal sangat menentukan berkembangnya suatu usahatani perkebunan rakyat.

Dengan melihat begitu pentingnya sumbangan yang diberikan oleh ekspor kelapa sawit maka secara ekonomis mutlak dilakukan pengembangan yang lebih lanjut guna meningkatkan ekspor dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi di Desa Kuala Bangka pada khususnya. Atas keterangan-keterangan tersebut diatas maka penulis tertarik memilih judul Proposal, “Analisis Kebutuhan Modal Bagi Usaha Kebun Sawit Di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura”.


(17)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian adalah :

a. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi tanaman sawit ?

b. Apakah kebutuhan modal bagi usaha kebun sawit di Desa Kuala Bangka berpengaruh terhadap produksi tanaman sawit ?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tanaman sawit.

b. Untuk mengetahui kebutuhan modal bagi usaha kebun sawit di Desa Kuala Bangka berpengaruh terhadap produksi tanaman sawit.

1.4Manfaat Penelitian

a. Tambahan wawasan bagi petani dalam mengembangkan perkebunan kelapa sawit lebih lanjut.

b. Sebagai bahan refrensi atau sumber informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

c. Bahan masukan bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekonomi Pertanian

2.1.1 Pengertian Ekonomi Pertanian

Menurut Mubyarto Ilmu Ekonomi Pertanian yaitu bagian dari ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro.

2.1.2 Sifat Ilmu Ekonomi Pertanian a. Merupakan Cabang Ilmu Pertanian

Yaitu bagian atau aspek-aspek sosial ekonomi dari persoalan-persoalan yang dipelajari oleh ilmu pertanian yaitu tataniaga, ekonomi produksi pertanian dan lain-lain.

b. Merupakan Cabang Ilmu Ekonomi

Manfaat Ilmu Ekonomi Pertanian Sebagai suatu cabang ilmu kemasyarakatan yang penting merupakan suatu alat analisa ilmiah untuk membahas dan mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan pertanian dan pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya. Unsur Pelengkap Dasar Pembangunan Ekonomi :

Pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian atau perkebunan serta ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar yaitu : (Michael.P.Todaro, 2000 : 432)


(19)

pemasaran yang mempengaruhi kegiatan tersebut. Yang termasuk dalam aspek-aspek lain adalah kebijaksanaan pemerintah dan faktor eksternalitas. Sepanjang produktivitas ini terjadi karena adanya faktor yang sulit diatasi petani seperti adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan adanya perbedaan lingkungan misalnya iklim, keadaan kendala biologi maupun kendala sosial ekonomi, seringkali berlainan untuk daerah satu dengan daerah lainnya. Pertanian dataran tinggi akan berbeda dengan situasi pertanian didataran rendah (misalnya varitas padi yang ditanam didaerah dataran tinggi akan berbeda dengan varitas padi yang ditanam di dataran rendah). Untuk meningkatkan upaya produktivitas itulah maka pemerintah membuat kebijakan perangsang berproduksi dan dikategorikan menjadi dua, yaitu kebijaksanaan harga dan non harga. Kebijaksanaan harga, seperti penetapan harga dasar, dimaksudkan merangsang petani untuk melakukan usaha taninya dengan baik. Kebijaksanaan non harga, misalnya dengan mendekatkan lokasi koperasi unit desa (KUD) ke lokasi sentra produksi atau ke lokasi tempat tinggal petani, dimaksudkan untuk memudahkan petani mendapatkan sarana produksi seperti pupuk, bibit, obat-obatan, serta memudahkan petani untuk memasarkan produksinya. Kebijaksanaan non harga lainnya misalnya dengan menempatkan seorang atau lebih petugas Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) di tiap wilayah unit desa, menempatkan kios saran produksi dan bank juga tersedia disetiap wilayah unit desa adalah sangat penting artinya bagi petani khususnya petani kecil.

Titik pembangunan Indonesia diutamakan pada sektor pertanian. Namun lama-kelamaan beralih pada bidang industri serta jasa. Ini mngakibatkan banyak


(20)

lahan pertanian beralih fungsi menjadi tempat untuk pengembangan industri dan usaha lain yang sama sekali tidak punya hubungan dengan dunia pertanian, maka lahan pertanian menjadi berkurang. Selain itu perkembangan ilmu ekonomi juga kurang mendapat perhatian, sampai terjadi krisis moneter pada tahun 1998 sampai pemerintahan Orde Baru berakhir. Setelah era reformasi, pembangunan sektor pertanian mendapat perhatian dari pemerintah lagi. Namun yang menjadi masalah adalah hanya yang punya modal besarlah yang mampu menjadi subjek dari pembangunan bidang pertanian ini. Nasib petani kelas kecil sama sekali jauh dari peruntungan. Ini terjadi karena basis pengembangan ilmu ekonomi pertanian juga bertumpu pada ideologi kapitalisme yang sama sekali tidak sesuai dengan kepribadian dari bangsa kita yang sesungguhnya. Indonesia adalah salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduknya mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian mereka. Untuk itu ilmu ekonomi pertanian harus dirubah arahnya, menjadi salah satu cabang ilmu ekonomi yang pro pada rakyat kecil terutama kaum petani.

Prinsip dasar ekonomi pertanian :

a. Untuk mengidentifikasi peranan sumber daya alam (tanah), modal, tenaga kerja, dan manajemen.

b. Untuk mengidentifikasi peranan aspek kelembagaan dalam pertanian.

c. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan dan pembangunan pertanian.


(21)

2.1.3 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Pertanian mempunyai kaitan erat dengan sektor perekonomian lainnya seperti sektor industri, sektor pekerjan umum, sektor perdagangan, dan sebagainya. Dalam sektor pertanian, kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan informasi Pusat Data dan Informasi Pertanian, Departemen Pertanian luas areal kebun kelapa sawit Indonesia sampai dengan tahun 2006 telah mencapai 6,07 juta Ha. Dengan rasio penggunaan tenaga kerja sebesar 0,5 TK/Ha, maka jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 3,5 juta orang, ini belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub sistem seperti sistem penyedia samprotan, transportasi, pabrik pengolahan dan jasa pendukung lainnya.

Saat ini Indonesia telah menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia kemudian Malaysia di urutan kedua. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Produksi minyak sawit (CPO) Indonesia tahun 2006 sebesar 15,9 juta ton, dimana terjadi peningkatan rata-rata sebesar 52,9% dibandingkan produksi pada tahun 2003 yang hanya mencapai 10,4 juta ton.


(22)

Sumber : Pusat Data dan Informasi Pertanian

Gambar 2.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

Suatu strategi pembangunan ekonomi yang dilandaskan pada prioritas pertanian dan ketenagakerjaan paling tidak memerlukan tiga unsur pelengkap dasar, yakni:

a. Percepatan pertumbuhan output melalui serangkaian penyesuaian teknologi, institusional dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil;

b. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang di dasarkan pada strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan

c. Diversifikasi kegiatan pembangunan pedesaan padat karya non pertanian yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian.


(23)

Mengikuti analisis klasik dari Kuznets (1964 ), pertanian di negara-negara sedang berkembang (NSB) merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam 4 bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional, yaitu sebagai berikut:

a. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi di sektor-sektor nonpertanian tersebut, terutama industri pengolahan, seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Kuznets menyebut ini sebagai kontribusi produk.

b. Karena kuatnya bias garis dari ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi dari sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang untuk konsumen. Kuznets menyebutnya kontribusi pasar.

c. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk diinvestasi dalam ekonomi. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor


(24)

nonpertanian. Sama juga, seperti didalam teori penawaran tenaga kerja tak terbatas dari Arthur Lewis, dalam proses pembangunan jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Kuznets menyebutnya kontribusi faktor-faktor produksi.

d. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditi-komoditi pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Ini disebut oleh Kuznets sebagai kontribusi devisa.

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pembangunan tidak hanya memusatkan perhatian pada aspek ekonomi, melainkan juga aspek nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang adil dan merata. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).


(25)

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

2.2.1 Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia

Tanaman kelapa sawit (Elais Guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949, padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.


(26)

Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah meletakkan perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerjasama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit dunia terbesar tergeser oleh Malaysia.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat (PIR).

Luas areal tanaman kelapa sawit terus berkembang dengan pesat di Indonesia. Hal ini menunjukkan meningkatnya permintaan akan produk olahannya. Ekpsor minyak sawit (CPO) indonesia antara lain ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brasil.


(27)

2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit 1. Akar

Tanaman kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil berakar serabut. Susunan akar terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal ke dalam tanah dan horisontal kesamping. Serabut primer ini akan bercabang menjadi akar sekunder ke atas dan ke bawah. Akhirnya, cabang-cabang ini juga akan bercabang lagi menjadi akart tersier, dan begitu seterusnya, sehingga pertumbuhan akar ke samping lebih banyak dan lebih kuat.

Akar primer umumnya berdiameter sekitar 6-10 mm, sedangkan akar sekunder berdiameter sekitar 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier yang berdiameter 0.7-1.5 mm dan bercabang lagi membentuk akar kuartier. Akar kuartier panjangnya hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3 mm. Akar kuartier ini diasumsikan sebagai akar absorpsi utama. Dari akar tersier juga ada cabang akar yang panjangnya sampai 2 cm dengan diameter 0,2-0,8 mm.

Akar tersier dan kuartier memiliki jumlah yang sangat banyak dan membentuk masa yang sangat lebat dekat permukaan tanah. Tanaman kelapa sawit tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar-akar kuartier.

2. Batang

Batang pada kelapa sawit memiliki ciri yaitu tidak memiliki kambium dan umumnya tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah pafe muda terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia (Sunarko,2007). Batang tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai struktur


(28)

pendukung tajuk (daun, bunga, dan buah). Kemudian fungsi lainnya adalah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut unsur hara dan makanan bagi tanaman. Tinggi tanaman biasanya bertambah secara optimal sekitar 35-75 cm/tahun sesuai dengan keadaan lingkungan jika mendukung. Umur ekonomis tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang/tahun. Semakin rendah pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman kelapa sawit.

Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.2 Batang Kelapa Sawit. Ukuran batang bagian bawah relatif lebih besar dibandingkan dengan batang bagian atas


(29)

3. Daun

Daun merupakan pusat produksi energi dan bahan makanan bagi tanaman. Bentuk daun, jumlah daun dan susunannya sangat berpengaruhi terhadap tangkap sinar mantahari (Vidanarko,2011). Pada daun tanaman kelapa sawit memiliki ciri yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun kelapa sawit disanggah oleh pelepah yang panjangnya kurang lebih 9 meter. Jumlah anak daun di setiap pelepah sekitar 250-300 helai sesuai dengan jenis tanaman kelapa sawit. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Duduk pelepah daun pada batang tersusun dalam satu susunan yang melingkari batang dan membentuk spiral. Pohon kelapa sawit yang normal biasanya memiliki sekitar 40-50 pelepah daun. Pertumbuhan pelepah daun pada tanaman muda yang berumur 5-6 tahun mencapai 30-40 helai, sedangkan pada tanaman yang lebih tua antara 20-25 helai. Semakin pendek pelepah daun maka semakin banyak populasi kelapa sawit yang dapat ditanam persatuan luas sehingga semakin tinggi prokdutivitas hasilnya per satuan luas tanaman.


(30)

Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.3 Daun Kelapa Sawit. Tulang daunnya menyerupai lidi dengan susunan anak daun berbaris hingga ujung daun


(31)

4. Bunga

Tanaman kelapa sawit akan mulai berbunga pada umur sekitar 12-14 bulan. Bunga tanaman kelapa sawit termasuk monocious yang berarti bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada tandan yang sama. Tanaman kelapa sawit dapat menyerbuk silang ataupun menyerbuk sendiri karena memiliki daun jantan dan betina. Biasanya bunganya muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bungan majemuk). Biasanya, beberapa bakal infloresen melakukan gugur pada fase-fase awal perkembangannya sehinga pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen.


(32)

Tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun sudah mulai dewasa dan mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat.

5. Buah dan Biji

Buah kelapa sawit termasuk buah batu dengan ciri yang terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian luar (epicarpium) disebut kulit luar, lapisan tengah (mesocarpium) atau disebut daging buah, mengandung minyak kelapa sawit yang disebut Crude Palm Oil (CPO), dan lapisan dalam (endocarpium) disebut inti, mengandung minyak inti yang disebut PKO atau Palm Kernel Oil.

Proses pembentukan buah sejak pada saat penyerbukan sampai buah matang kurang lebih 6 bulan. Dalam 1 tandan terdapat lebih dari 2000 buah (Risza,1994). Biasanya buah ini yang digunakan untuk diolah menjadi minyak nabati yang digunakan oleh manusia. Buah sawit (Elaeis guineensis) adalah sumber dari kedua minyak sawit (diekstraksi dari buah kelapa) dan minyak inti sawit (diekstrak dari biji buah) (Mukherjee,2009).

Cangkang kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai arang aktif. Arang aktif dapat dibuat dengan melalui proses karbonisasi pada suhu 550ºC selama kurang lebih tiga jam. Karakteristik arang aktif yang dihasilkan melalui proses tersebut memenuhi SII, kecuali kadar abu. Tingkat keaktifan arang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari daya serap iodnya sebesar 28,9% (Kurniati,2008).


(33)

Setiap jenis kelapa sawit biasanya memiliki ukuran dan bobot biji yang berbeda. Jenis biji dura panjangnya sekitar 2-3 cm dan bobot rata-rata mencapai 4 gram, sehingga dalam 1 kg terdapat 250 biji. Biji dura deli memiliki bobot 13 gram per biji, dan biji tenera afrika rata-rata memiliki bobot 2 gram per biji. Biji kelapa sawit umumnya memiliki periode dorman (masa non-aktif). Perkecambahannya dapat berlangsung lebih dari 6 bulan dengan keberhasilan sekitar 50%. Agar perkecambahan dapat berlangsung lebih cepat dan tingkat keberhasilannya lebih tinggi, biji kelapa sawit memerlukan pre-treatment.

Sumber : Kebun Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.5 Buah Kelapa Sawit. Menandakan siap panen apabila buah sudah berwarna merah


(34)

6. Kecambah

Lembaga (embrio) yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas mengikuti cahaya (fototropi), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun. Arah tegak lurus ke bawah mengikuti arah gravitasi (geotropi) disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar. Plumula tidak keluar sebelum radikula tumbuh sekitar 1 cm. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil dan seterusnya membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk memantapkan dirinya sebagai organisme yang mampu melakukan fotosintesis dan mengabsorpsi makanan dari dalam tanah.

Bahan tanaman atau bibit kelapa sawit dihasilkan oleh lembaga resmi yang ditunjuk atau diizinkan oleh pemerintah. Lembaga-lembaga tersebut menyediakan bahan tanaman dalam bentuk benih kecambah dari biji. Setiap pembelian benih harus hati-hati karena banyak beredar benih yang palsu. Pembelian benih dari lembaga-lembaga tersebut disertai label di setiap kantong dan bersertifikat. Setiap pengiriman kepada pembeli ditambah 2,5% dari jumlah pesanan. Pesanan kecambah diajukan 3 bulan sebelum tanggal penerimaan yang dikehendaki.


(35)

Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.6 Benih Kelapa Sawit. Harus berasal dari lembaga resmi yang telah ditunjuk oleh pemerintah agar kualitasnya terjamin

2.2.3 Keunggulan dan Manfaat Kelapa Sawit

Berbagai hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Menurut Yan Fauzi (2002) beberapa keunggulan minyak sawit yaitu :

1. Tingkat efisiensi minyak sawit tinggi sehingga mampu menempatkan CPO menjadi sumber minyak nabati termurah.

2. Produktivitas minyak sawit tinggi yaitu 3,2 ton/ha, sedangkan minyak kedelai, lobak, kopra, dan minyak bunga matahari masing-masing 0,34, 0,51, 0,57, dan 0,53 ton/ha.


(36)

3. Memiliki sifat yang cukup menonjol dibanding dengan minyak nabati lainnya, karena memiliki keluwesan dan keluasan dalam ragam kegunaan baik di bidang pangan maupun nonpangan.

4. Sekitar 80% dari penduduk dunia, khususnya di negara berkembang masih berpeluang meningkatkan konsumsi per kapita untuk minyak dan lemak terutama minyak yang harganya murah (minyak sawit).

5. Terjadinya pergeseran dalam industri yang menggunakan bahan baku minyak bumi ke bahan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yaitu oleokimia yang berbahan baku CPO, terutama di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa Barat. 26

Menurut Yan Fauzi (2002), pemanfaatan minyak sawit yaitu :

1. Minyak kelapa sawit untuk industri pangan, minyak kelapa sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin, butter, dan bahan untuk membuat kue-kue.

2. Minyak kelapa sawit untuk industri non-pangan, dalam hal ini minyak kelapa sawit antara lain digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kandungan minor antara lain karoten dan tokoferol sangat berguna untuk mencegah kebutaan (defisiensi vitamin A) dan pemusnahan radikal bebas yang selanjutnya juga bermanfaat untuk mencegah kanker, arterosklerosis, dan memperlambat proses penuaan. Minyak kelapa sawit juga digunakan sebagai bahan baku oleokimia; sebagai bahan baku industri kosmetik, aspal, dan detergen.


(37)

3. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif, Palm Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi (Petroleum Diesel) sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan Petroleum Diesel. Selain itu, penggunaan Palm Biodiesel dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum.

4. Manfaat kelapa sawit lainnya yaitu tempurung buah kelapa sawit untuk arang aktif, batang dan tandan sawit untuk pulp kertas, batang kelapa sawit untuk perabot dan papan partikel, dan batang dan pelepah kelapa sawit untuk pakan ternak.

2.3 Lahan

Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usahatani untuk memproduksi tanaman pertanian maupun hewan ternak. Lahan pertanian merupakan salah satu sumber daya utama pada usaha pertanian. Lahan pertanian tidak mencakup lahan yang tidak mampu ditanami seperti hutan, pegunungan curam, dan perairan. Lahan pertanian mencakup 33% total daratan yang ada di dunia, dengan lahan yang mampu digarap sepertiganya atau 9.3% total daratan dunia. Dalam konteks zonasi lahan, lahan pertanian merujuk kepada lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian dan tidak bergantung pada jenis dan kualitas lahan.

Dalam mempersiapkan lahan pertanaman sawit juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut adalah :


(38)

1. Survei dan blocking area. Pembangunan kebun kelapa sawit pada intinya adalah pembuatan petak-petak lahan kerja berupa blok untuk ditanami benih dan bibit kelapa sawit. Blok adalah manajemen terkecil dari suatu kebun yang kemudian secara kolektif membentuk afdeling atau divisi.

2. Pembukaan lahan. Metode pembukaan lahan akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan situasi setempat, seperti lahan berbukit, lahan datar dan lahan rendahan. Pembukaan lahan bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu manual, mekanis, dan kimia.

3. Memancang. Setelah pembukaan lahan selesai, dilakukan pemancangan untuk menentukan titik penanaman kelapa sawit dengan pola segitiga sama sisi. Pancang dibuat dari kayu kecil atau bambu setinggi 1 m, kompas dan tali atau kawat diperlukan untuk menentukan arah. Ditempat pancang tersebut, nantinya digali lubang untuk tanaman.

4. Membuat lubang tanam dan penanaman. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm (panjang, lebar, dan dalam) tepat pada titik pusat pancang yang sudah ada. Lubang tanam dibuat satu minggu sebelum ditanami.

5. Parit. Perlu dibuat parit dan drainase agar air yang tergenang dapat dialirkan keluar kebun. Apalagi pada areal gambut yng umumnya dekat sungai besar. Jumlah parit yang dibuat tergantung pada kondisi lahan, keadaan banjir, dan kedalaman gambut. Sebelum membangun parit, lebih dahulu harus dibuat perencanaan titik pembuangan, arah pembuangan, kedalaman, lebar, dan jenis parit yang diperlukan.


(39)

6. Jaringan jalan. Jaringan jalan dengan kondisi yang dapat dilalui setiap saat merupakan hal penting pada perkebunan kelapa sawit. Jalan ini akan dipakai untuk pengangkutan pupuk, karyawan, bibit, dan hasiuil (TBS), serta untuk pengawasan. Pembangunan jalan sangat dipengaruhi oleh topografi, sifat fisik, dan cuaca. Berdasarkan fungsinya, jalan diperkebunan dibagi menjadi jalan utama, jalan produksi, jalan kontrol, dan jalan panen.

a. Jalan utama (main road) adalah jalan yang menghubungkan afdeling ke pabrik atau pusat kebun dan keluar kebun. Lebar jalan ini sekitar 6-8 m dan diperlukan 25 m/ha, diperkeras dengan batu setebal 20-25 cm karena akan dilalui oleh kendaraan dengan muatan TBS mencapai berat 5-6 ton atau lebih.

b. Jalan produksi merupakan jalan panen yang letaknya berada di tengah blok, tegak lurus terhadap barisan tanaman. Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) terletak di tepi jalan ini. Jalan ini lebih kecil lebih kecil dibandingkan jalan utama, dengan lebr 5-6 m. Saat musim panas, jalan ini menjadi penting karena akan dilalui oleh kendaraan pengangkut TBS. c. Jalan kontrol merupakan jalan untuk pemeriksaan atau pengawasan yang

diperlukan oleh asisten, asisten kepala, atau manajer. Biasanya jalan ini merupakan batas blok atau batas pinggiran kebun.

d. Jalan panen/pasar pikul berfungsi secara permanen untuk mengangkut buah dari pohon ke TPH. Bagi karyawan, jalan ini berfungsi untuk merawat tanaman. Lebar jalan panen 1,0-1,2 m dibuat searah barisan tanaman dengan interval setiap satu gawangan.


(40)

2.4 Modal Usaha

Menurut Soekartawi (2001), modal dalam kegiatan proses produksi pertanian dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tidak bergerak (modal tetap) dan modal tidak tetap. Faktor produksi seperti lahan, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam kategori modal tetap, dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Sebaliknya modal tidak tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi tersebut. Fungsi modal yang paling penting adalah untuk memperbesar hasil produksi atau mempertinggi tingkat produktivitas. Usahatani pada skala usaha yang lluas pada umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat komersial dan sebaliknya usahatani skala kecil pada umumnya bermodal kecil pada umumnya bermodal pas-pas an, teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsistem, serta lebih bersifat memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut fungsinya modal dapat dibagi menjadi:

1. Modal masyarakat adalah modal yang tugasnya dalam masyarakat sebagai alat untuk membantu produksi.

2. Modal perorangan tugasnya untuk menghasilkan pendapatan bagi pemiliknya tanpa ikut serta bekerja dalam proses produksi.

Modal masyarakat itu tidak hanya menambah produksi saja tetapi juga berfungsi sebagai modal perorangan. Artinya modal tersebut dapat menghasilkan


(41)

pendapatan bagi pemiliknya sekaligus ikut membantu dalam proses produksi. Saham (modal perorangan) memberikan hasil bagi pemiliknya berupa deviden (bagian keuntungan perusahaan yang dibagi) sedangkan saham ini tidak ikut serta dalam proses produksi. Berdasarkan sifatnya modal dibagi menjadi:

1. Modal tetap, yaitu modal yang dapat dipakai dalam beberapa kali proses produksi.

2. Modal lancar, yaitu modal yang habis dalam satu kali proses produksi.

Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usahatani tergantung pada tujuannya. Pada akhirnya para petani dari setiap usahataninya mengharapkan pendapatan yang disebut dengan pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) atau dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Pd = TR – TC Dimana :

Pd = Pendapatan TR = Total penerimaan

TC = Total biaya (Soekartawi, 1995)

Fungsi produksi menunjukkan sifat berkaitan antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang ditingkatkan. Biaya kadang-kadang disebut beban, penurunan dalam modal pemilik, biasanya melalui pengeluaran uang atau


(42)

penggunaan aktiva yang terjadi sehubungan dengan usaha untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan (Soekartawi, 1999).

2.5 Produksi

2.5.1 Pengertian Produksi

Menurut Pierson dalam Tohir (1983), produksi adalah usaha manusia untuk menciptakan dan menambah nilai atas barang–barang itu berguna bagi manusia atau dengan kata lain usaha yang akhirnya dapat menambah faedah dari barang. Sebagian besar perkebunan yang ada di Indonesia adalah perkebunan rakyat, seperti halnya perkebunan sawit. Namun, petani rakyat ini sebagian besar tidak bisa menentukan besarnya pengeluaran, padahal sawit memerlukan penanganan sebaik-baiknya agar menguntungkan. Penanganan yang bisa menaikkan pendapatan petani.

Peningkatan produksi bisa dilakukan kapan saja dan untuk mencapainya perlu beberapa faktor lain seperti tenaga kerja, modal, keahlian dan lahan. Menyiapkan faktor-faktor yang saling menopang untuk menghasilkan keuntungan diperlukan biaya yang tidak sedikit. Pada tanaman sawit, penggunaan tenaga kerja, modal, dan keahlian yang tidak optimal akan menyebabkan pengeluaran biaya menjadi tinggi. Bila ingin menggunakan ketiga faktor ini sampai optimal, maka lahan hendaknya ditambah agar bisa seimbang dengan produksi dan pendapatannya.


(43)

2.5.2 Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi mempunyai peranan yang penting dalam melaksanakan usahatani. Pemilikan lahan yang semakin luas memberikan potensi yang besar dalam mengembangkan usahatani. Dalam berbagai pengalaman bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yaitu:

1. Lahan

Lahan merupakan sumber daya alam gabungan tanah, iklim, dan vegetasi yang ada dimana lahan berperan sebagai alat produksi perkebunan yang merupakan media tumbuh, gudang hara, dan sumber air.

Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Gambar 2.7 Lahan. Lahan kosong yang belum dibersihkan atau belum siap tanam

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi, beberapa hal yang perlu diperhatikan


(44)

pada faktor produksi ini adalah tersedianya tenaga kerja, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.

3. Bibit

Untuk memperoleh tanaman kelapa sawit yang berkualitas, salah satunya adalah dengan penggunaan benih yang berkualitas serta melakukan pembibitan yang benar. Karena pemilihan benih dan proses pembibitan akan sangat berpengaruh terhadap kualitas dan reproduksi dari tanaman kelapa sawit dikemudian harinya.

Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka Gambar 2.8 Bibit. Bibit kelapa sawit dengan usia tanaman 6 bulan


(45)

4. Pupuk

Adalah bahan-bahan organik maupun anorganik yang diberikan pada tanah untuk memperbaiki keadaan fisik tanah tersebut dan sekaligus melengkapi substansi anorganik yang esensial bagi tanaman. Pemupukan dilakukan sejak tanaman belum menghasilkan hingga tanaman menghasilkan.

Tabel 2.1 Proses Pemupukan Kelapa Sawit TBM-TM Kelompok Umur

(Tahun)

Dosis Pupuk (kg/pohon/tahun)

Jumlah Keterangan Urea KCL Borax Dolomit

0-3 0,60 0,50 0,05 0,50 1,65 Diberikan 2x aplikasi

4-8 2,00 1,50 0,1 1,50 5,1 Diberikan 2x aplikasi

9-13 2,50 2,25 0,5 2,00 7,25 Diberikan 2x aplikasi

14-20 1,50 2,00 0,3 2,00 5,8 Diberikan 1x aplikasi

Sumber : Usahatani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

5. Herbisida

Merupakan senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Contohnya : Alang-alang, dan rumput liar.

2.6 Struktur Biaya Usahatani Kelapa Sawit Tanaman Menghasilkan

Struktur biaya pada usahatani kelapa sawit adalah demikian penting pentingnya, sebab hanya struktur biaya yang dikelola dan dikontrol dengan tepat, usahatani kelapa sawit akan memperoleh hasil keuntungan yang lebih baik. Sistem akuntansi yang digunakan, umumnya menguraikan biaya produksi


(46)

kedalam beberapa kategori biaya, yang mana setiap kategori dibagi dalam beberapa group biaya. Adapun group biaya itu sendiri terdiri atas beberapa komponen biaya yang merupakan sejumlah elemen biaya sebagai dasar penghitungan pengeluaran biaya real. Beberapa kategori dan karakteristik biaya yaitu :

1. Fixed Cost

a. Rawat Tanaman Menghasilkan (TM), Biaya aktualnya per hektar atas seluruh komponen biaya yang muncul harus DI WASPADAI di perkebunan. Apabila tidak dilakukan kontrol yang ketat terhadap hasil kerja rawat ini, maka beban biaya akan tetap sama. Artinya hasil kerja rawat nol, beban tetap ada. Fluktuasi biaya rawat per hektar dalam per tahun terutama di pemupukan yang dilaksanakan berdasarkan hasil analisa daun.

b. Overhead, Biaya aktual overhead secara mayoritas adalah fixed cost, dengan gaji dan social expenses untuk karyawan kebun dibebankan pada overhead bersama-sama dengan komponen biaya lainnya seperti social expenses buruh harian, bulanan, borongan. Untuk selanjutnya biaya aktual overhead per hektar dapat dihitung berdasarkan luas kebun TM yang dikelola.

2. Variable Cost.

a. Panen dan Angkutan, Biaya panen per Kg TBS adalah tergantung kepada output tiap pemanen, gaji dan premi pemanen, sedangkan biaya angkutan TBS tergantung kepada output angkutan dan biaya operasi alat angkut (Truk atau Traktor). Total biaya panen dan angkutan per Kg TBS sangat bervariasi tergantung besarnya jumlah TBS yang dipanen. Secara progresif biaya panen


(47)

dan angkutan TBS per Kg TBS akan naik apabila upah panen naik dan biaya operasi alat transport juga naik.

2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Biaya Produksi

Unit Biaya Produksi ditentukan oleh besarnya Output Produksi dan Input Biaya Produksi, sehingga terhadap kedua hal tersebut perlu selalu di analisa.

1. Faktor Internal

- Detil Latar Belakang Perkebunan

- Organisasi Internal (Ratio tenaga kerja vs luas lahan, struktur organisasi, efsiensi)

- Skill tenaga kerja

- Cara kerja dan teknologi yang diterapkan di lapangan - Infrastruktur

2. Faktor Eksternal

- Kebijakan pajak, kontrol biaya pembelian material (Kebijakan pemerintah) - Inflasi

- Jarak kebun ke pelabuhan (Infrastruktur) - Permintaan pasar (Kebutuhan pasar naik)

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Mariyah (2004) yang berjudul “Analisis Kebutuhan Modal dan Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja di PT REA Kaltim Plantations” menghasilkan bahwa modal sangat diperlukan oleh perusahaan agar mampu meningkatkan produksi yang dihasilkan dan keberadaan perusahaan


(48)

mampu memberikan kontribusi bagi daerah dengan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat meskipun masih sangat kecil.

Enny S.L Situmorang (2010) yang berjudul “Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus PTPN II Kebun Bandar Klippa)” menghasilkan bahwa semakin luas lahan tanaman kelapa sawit akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja dan meningkatkan ekonomi lokal masyarakat sekitar perkebunan yang pada gilirannya dapat terjadi pembangunan suatu wilayah dan pengaruh PTPN II Kebun Bandar Klippa terhadap penyerapan tenaga kerja, dampak pemanfaatan lahan dan ekonomi lokal yang sangat berpengaruh terhadap pembangunan wilayah Kecamatan Bandar Klippa.

Septianita (2009) yang berjudul “ Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jack) dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Makartitama Kec. Peninjauan Kab. OKU” menghasilkan bahwa Faktor produksi luas lahan, bibit, berpengaruh sangat nyata terhadap produksi kelapa sawit. Faktor produksi tenaga kerja, pupuk urea dan herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi kelapa sawit, dan Kontribusi pendapatan petani pada usahatani kelapa sawit terhadap pendapatan keluarga petani contoh adalah sebesar Rp. 7.718.341,66 ha/th atau 76,89 persen. Pendapatan keluarga rata-rata sebesar Rp. 9.904.757,216 ini didapat dari pendapatan lain seperti berdagang, dan menanam tanaman yang lain misalnya sayuran. Usahatani kelapa sawit memberikan hasil yang nyata terhadap pendapatan keluarga dilihat dari hasil perhitungan dengan R/C.


(49)

Modal usaha meliputi dari faktor-faktor produksi (lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan herbisida) yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output berupa tandan buah segar (TBS). Agar usahatani kelapa sawit dapat berjalan sebagaimana mestinya maka dibutuhkan beberapa input produksi yang dapat menunjang kegiatan modal usahatani kelapa sawit tersebut yang terdiri dari lahan, tenaga kerja, bibit, pupuk dan herbisida. Ada beberapa masalah yang dihadapi petani kelapa sawit dalam penyediaan input produksi yang kurang lancar akibat sarana transportasi ke sentra produksi kelapa sawit yang kurang memadai.

Produksi kelapa sawit akan meningkat apabila penggunaan input produksi sudah optimal sehingga produktivitas kelapa sawit juga akan meningkat. Namun yang menjadi masalah secara umum, seringnya terjadi pencurian buah kelapa sawit sehingga petani mengalami kerugian dan tidak sebandingnya harga penjualan kelapa sawit dengan harga pupuk yang tersedia. Disamping itu, harga kelapa sawit juga sangat fluktuatif menyebabkan pendapatan petani berubah-ubah atau tidak tetap karena tergantung pada siklus musimam panen kelapa sawit. Konsekuensinya adalah pendapatan bersih dari usahatani kelapa sawit tidak dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap total pendapatan keluarga. Untuk mengetahui sebuah usahatani merupakan pendapatan utama dalam keluarga, maka harus diketahui seberapa besar kontribusi/tambahan pendapatan usahatani dan juga bersifat kontinuitas dalam memberikan pendapatan keluarga.

Berdasarkan besar pendapatan bersih yang diterima oleh petani kelapa sawit pada akhir musim tanam, dapat diketahui seberapa besar keuntungan yang


(50)

didapat, ditinjau dari besarnya modal awal yang dikeluarkan dengan hasil produksi kelapa sawit. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usahatani yang dipengaruhi oleh hasil output (TBS) yaitu dengan cara melakukan perawatan yang termasuk kedalam biaya tetap/modal tetap, dengan tahap perawatan seperti pemupukan secara rutin setiap tahun, melakukan penyemprotan, dan melakukan penunasan. Hal ini dilakukan dengan baik maka akan dapat meningkatkan hasil output (TBS), sehingga pendapatan juga akan meningkat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema kerangka pemikiran berikut ini :


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura, Propinsi Sumatera Utara. Ruang lingkup dalam penelitian ini yakni kelompok petani kebun sawit di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura, Propinsi Sumatera Utara.

Waktu penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, yaitu mulai bulan Juni 2014 sampai dengan bulan Agustus 2014.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari petani kelapa sawit yang telah ditetapkan sebagai responden dengan bantuan alat daftar pertanyaan kuisioner. Data sekunder meliputi data-data penunjang yang diambil secara runtun waktu, yang didapatkan melalui studi eloktronik (internet) dan studi kepustakaan (jurnal-jurnal, buku-buku, arsip-arsip data dari lembaga/instansi pemerintahan antara lain bersumber dari Kelurahan Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara wawancara dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan mewawancarai langsung petani sebagai responden dengan menggunakan alat bantu daftar pertanyaan yang telah


(52)

data-data yang berkaitan dengan penelitian baik dari instansi terkait maupun internet.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah petani kelapa sawit yang ada di Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura, 80% dari jumlah penduduk yaitu 6.617 jiwa, yang diwakili oleh 100 orang usahatani. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel random sederhana (Simple Random Sampling) yaitu dimana setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. seperti yang terlihat pada tabel 3.1.


(53)

Tabel 3.1 Jumlah Petani Kelapa Sawit menurut Desa Kuala Bangka

No Dusun

Luas Lahan Perkebunan (Sawit) Ha

Populasi (Petani)

1 Pekan Kuala Bangka 25 2

2 Kampung Jawa 154 4

3 Serba Guna 26 3

4 Selat Pematang 253 8

5 Tanjung Gulama 354 15

6 Karya Tani 427 12

7 Teluk Ampean 156 5

8 Kampung Balige 455 13

9 Dosroha 127 4

10 Makmur Bersama 372 14

11 Tangkahan Manggis 254 10

12 Tangkahan Bosi 488 10

JUMLAH 3.071 100

Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

Adapun karakteristik sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Responden berdomisili di Desa Kuala Bangka

b. Responden mampu memahami pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner dengan baik


(54)

Tidak ada responden (petani) yang sama yang berada dalam satu keluarga.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode deskriptif, yaitu metode analisis dengan mengumpulkan data secara sistematis, menganalisis dan menginterpretasikan data dengan melalui gambaran-gambaran sehingga mendapat kesimpulan.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Desa Kuala Bangka

Sumber: BPS Labura

Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Kuala Bangka Kec. Kualuh Hilir Kab. Labura

Kuala Bangka merupakan salah satu desa yang ada di kec. Kualuh Hilir, Kab. Labura, provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ibukota kec Kualuh Hilir


(56)

terletak di Kampung Masjid, dengan jarak tempuh ±3 km menggunakan transportasi darat. Namun, jalan darat ini tidak optimal digunakan oleh rakyat, karena alat transportasi darat sangat minim. Jalan darat ini utamanya digunakan sebagai lalu lintas mengangkut berbagai hasil bumi seperti kelapa sawit, karet dan padi. Desa Kuala Bangka memiliki potensi yang cukup besar di bidang pertanian, banyak para agen – agen penampung hasil pertanian yang mendistribusikan hasil pertanian ke pabrik maupun ke kota. Desa Kuala Bangka terdapat beberapa aliran sungai yang menghubungkan kebeberapa kecamatan lainnya seperti Kualuh Hulu, Kualuh Ledong, Kualuh Selatan dan Aek Kuo, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1 diatas.

Untuk menuju Desa Kuala Bangka, melalui Ibukota Kabupaten Labuhan Batu Utara yaitu Aek Kanopan, dengan menggunakan tranportasi darat seperti mobil dan sepeda motor, yang menempuh jarak ±40 km atau menghabiskan waktu dalam perjalanan kira-kira 1,5 jam.

4.1.1 Keadaan Iklim

Secara umum kondisi iklim diwilayah desa kuala bangka dikategorikan pada iklim tropis dengan suhu 23º-30º C yang terletak pada ketinggian lebih 100-1500 m diatas permukaan laut. Iklim ini sangat mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit. Luas wilayah Desa Kuala Bangka sebanyak 11.120 Ha, dengan gambaran jenis penggunaan tanah dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:


(57)

Tabel 4.1 Jenis Penggunaan Tanah di Desa Kuala Bangka No Jenis Penggunaan

Tanah Luas (ha)

1 Tanah Perkebunan (Sawit)

3.071

2 Tanah ladang (Sawah) 795

3 Tanah Perkebunan (Kelapa Jawa)

6

Jumlah 3.872

Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

Penggunaan lahan desa penelitian menurut fungsinya terdiri perkebunan sawit, persawahan, dan kebun perkebunan kelapa jawa. Dapat dikemukakan bahwa penggunaan lahan di Desa Kuala Bangka lebih banyak digunakan untuk perkebunan kelapa sawit rakyat seluas 3.071 ha, yang kedua untuk tanah ladang (sawah) seluas 795 ha, dan tanah perkebunan kelapa jawa seluas 6 ha. Hal ini dapat dilihat bahwa hampir seluruh petani atau 80% penduduk Desa Kuala Bangka pengusaha kelapa sawit.

4.1.2 Pemerintahan

Kabupaten Labuhanbatu Utara dipimpin oleh Bupati H. Khairuddin Syah Sitorus, SE. Kabupaten Labuhanbatu Utara adalah kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Labuhanbatu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2008 pada 24 Juni 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara. Sejak 24 Juni 2008, jumlah kecamatan di kabupaten


(58)

Labuhanbatu berkurang dengan adanya pemekaran dari kabupaten ini, yaitu melalui pembentukan Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Studi Pemekaran Desa Kabupaten Labura telah dilakukan sejak tahun 2012 lalu. Dan hasil studi pemekaran tersebut, ada sebanyak 28 desa yang masuk dalam rencana pemekaran. Syarat-syarat desa yang rencanannya akan dimekarkan ditinjau berdasarkan jumlah penduduknya, luas wilayah dan geografisnya, potensi yang ada di desa serta dalam rangka peningkatan pelayanan publik.

Adapun desa yang masuk dalam studi pemakaran tersebut yaitu, di Kecamatan Kualuh Hilir terdiri dari desa Tanjung Mangedar, Kuala Bangka, Sei Apung, Sei Sentang dan Desa Teluk Binjai. Sedangkan di Kecamatan Kualuh Hulu terdiri dari Desa Kuala Beringin, Sukarame, Sukarame Baru dan Desa Sonomartani. Serta di Kecamatan Kualuh Leidong terdiri dari Desa Air Hitam, Teluk Pulai Dalam, Simandulang dan Tanjung Leidong.


(59)

Berikut jumlah dusun menurut Desa Kuala Bangka sebagai berikut : Tabel 4.2 Jumlah Dusun di Desa Kuala Bangka

No Dusun Kepala Dusun

1 Pekan Kuala Bangka Erwinsyah Ritonga

2 Kampung Jawa Ilham

3 Serba Guna Mehad

4 Selat Pematang Ahmad Sukardi

5 Tanjung Gulama Marolop Malau

6 Karya Tani Gunawan Sibarani

7 Teluk Ampean Nelson Simanjuntak

8 Kampung Balige Panolong Siahaan

9 Dosroha Jhonny Sitohang

10 Makmur Bersama Marale Samosir

11 Tangkahan Manggis Pardamean Limbong 12 Tangkahan Bosi Carles R. Ompusunggu Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

4.1.3 Penduduk

Sebahagian besar penduduk Desa Kuala Bangka adalah Suku Batak 70%, Suku Melayu 13%, Suku Jawa 7%, dan 10% suku lainnya. Jumlah penduduk sebesar 6.617 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 3.339 jiwa dan perempuan 3.178, dengan perincian sebagai berikut :


(60)

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Dusun

Jumlah Penduduk

Jumlah KK L P Jumlah

1 Pekan Kuala Bangka 828 822 1.650 397

2 Kampung Jawa 654 640 1.294 305

3 Serba Guna 139 141 280 75

4 Selat Pematang 224 237 461 140

5 Tanjung Gulama 146 163 309 68

6 Karya Tani 301 274 575 123

7 Teluk Ampean 126 135 261 72

8 Kampung Balige 180 204 384 86

9 Dosroha 269 218 487 93

10 Makmur Bersama 233 196 429 88

11 Tangkahan Manggis 147 151 298 67

12 Tangkahan Bosi 92 97 189 55

Jumlah 3.339 3.178 6.617 1.569 Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Pada tahun 2013 jumlah sarana pendidikan yang tersebar di Desa Kuala Bangka sebanyak 11 unit, diantaranya yaitu untuk tingkat SD negeri maupun swasta berjumlah 8 unit dan untuk tingkat SMP berjumlah 3 unit.

Tabel 4.4 Jumlah Sekolah di Desa Kuala Bangka

No Dusun SD SMP

Negeri

Jumlah Sekolah Negeri Swasta


(61)

1 Pekan Kuala Bangka 1 1 2 4

2 Kampung Jawa 1 1 - 2

3 Karya Tani 1 - - 1

4 Dos Roha - 2 1 3

5 Tangkahan Manggis - 1 - 1

Jumlah 3 5 3 11

Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

Selain sarana pendidikan ada juga sarana kesehatan, rumah ibadah, dan sarana pelayan masyarakat. Yang diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.5 Sarana Prasarana

No Uraian Jumlah

1 Pendidikan

SD Negeri 3 unit

SD Swasta 5 unit

SMP Negeri 3 unit

2 Kesehatan

Puskesmas 1 unit

Posyandu 3 unit

Dokter 1 unit

Bidan 2 unit

3 Rumah Ibadah

Gereja 8 unit

Musholah 1 unit

4 Sarana Pelayanan Masyarakat

Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka


(62)

Sumber : Kantor Kelurahan Desa Kuala Bangka (2013)

4.2 Hasil Analisis

4.2.1 Karakteristik Petani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

Petani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka didominasi oleh petani yang berusia antara 25-39 tahun dengan jumlah tanggungan keluarga paling banyak berkisar 3-5 orang. Umur merupakan salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan suatu kegiatan usaha karena berkaitan dengan semangat, tenaga, kondisi fisik seseorang serta tingkat produktifitas kerja dimana umur produktif seseorang berada pada kisaran umur antara 15-55 tahun (Rosman, 2000). Petani kelapa sawit di Desa Kuala Bangka rata-rata mengenyam pendidikan formal lebih dominan hanya tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 50%, tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 30% dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 20%. Dalam satu keluarga memiliki jumlah tanggungan paling banyak sekitar 3-5 orang, dan yang paling sedikit memiliki jumlah tanggungan sekitar 6-8 orang. Luas lahan kelapa sawit yang dimiliki petani paling banyak antara 1-3 ha atau 42%, dengan penghasilan rata-rata per bulan Rp 3.235.625 yang membutuhkan tenaga kerja maksimal 2 orang.

Tabel 4.6 Karakteristik Petani Kelapa Sawit di Desa Kuala Bangka

No Karakteristik Kelompok Jumlah

(Orang)

Persentase (%)

1 Umur (tahun) 25-39

40-59

48 37

48,0 37,0


(63)

60-70 15 15,0

2 Pendidikan (tahun) 6-12

12-15 15-18 50 20 30 50,0 20,0 30,0

3 Jumlah tanggungan (orang) 0-2

3-5 6-8 30 55 15 30,0 55,0 15,0

4 Luas Lahan 1-3

4-7 8-12 13-17 18-20 42 35 16 4 3 42,0 35,0 16,0 4,0 3,0

5 Jumlah Tenaga Kerja 2

5 8-12 35 45 20 35,0 45,0 20,0

Jumlah 100 100

Sumber : Data Primer Diolah (2014)

4.2.2 Karakteristik Petani Kelapa Sawit Berdasarkan Penghasilan

Berdasarkan penghasilan, untuk seluruh responden yang digolongkan ke dalam 17 kelompok mendapatkan penghasilan per bulan nya per hektar berkisar


(64)

Rp 3.235.625. Karakteristik responden berdasarkan penghasilan dijelaskan melalui tabel di bawah ini:

Tabel 4.7 Karakteristik Petani Kelapa Sawit Berdasarkan Penghasilan

No Penghasilan Petani per bulan (Rp) Jumlah Petani (Orang) Luas lahan kelapa sawit

1 3.235.625 x 8 = 25.885.000 8 1 Ha

2 7.556.786 x 28 = 211.590.008 28 2 Ha

3 10.193.333 x 6 = 61.159.998 6 3 Ha

4 13.245.000 x 10 = 132.450.000 10 4 Ha

5 17.087.778 x 9 = 153.790.002 9 5 Ha

6 18.230.000 x 14 = 255.220.000 14 6 Ha

7 21.650.000 x 2 = 43.300.000 2 7 Ha

8 22.800.000 x 1 = 22.800.000 1 8 Ha

9 25.475.385 x 13 = 331.180.005 13 9 Ha

10 27.200.000 x 1 = 27.200.000 1 10 Ha

11 36.000.000 x 1 = 36.000.000 1 12 Ha

12 39.400.000 x 1 = 39.400.000 1 13 Ha

13 47.440.000 x 2 = 94.880.000 2 15 Ha

14 53.000.000 x 1 = 53.000.000 1 17 Ha

15 50.000.000 x 1 = 50.000.000 1 18 Ha

16 68.700.000 x 1 = 68.700.000 1 19 Ha

17 71.300.000 x 1 = 71.300.000 1 20 Ha

Jumlah 100 20 Ha

Sumber : Data Primer Diolah (2014)

4.2.3 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Sawit Dalam menjalankan kegiatan ekonomi, faktor-faktor produksi sangatlah penting untuk meningkatkan produksi kelapa sawit atau memaksimumkan


(65)

keuntungan, dimana hubungan faktor-faktor produksi tersebut saling mempengaruhi. Adapun faktor-faktor produksi yang digunakan untuk bertanam kelapa sawit akan diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.8 Analisis Pengaruh Faktor Produksi Terhadap Produksi Kelapa Sawit

No Faktor Produksi Penggunaan Biaya (Rp)

1 Lahan (Ha) 1 ha 4.125.000

2 Tenaga Kerja 1500kg x Rp 100/kg 150.000

3 Bibit (Batang) 136 btg/ha (8x9) 3.400.000

4 Pupuk 1 ha = 3 sak 870.000

5 Herbisida 1 ha = 1,5 Liter 90.000

Sumber : Data Primer Diolah (2014)

Berdasarkan tabel 4.8 mengenai faktor-faktor produksi yang digunakan dalam satu kali panen kelapa sawit dalam penelitian ini dapat disimpulkan untuk penggunaan lahan pada umumnya seluruh petani memiliki lahan sendiri. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Walaupun demikian, kelapa sawit juga dapat tumbuh dengan baik di lahan gambut dengan syarat ketebalan gambut tidak lebih dari 1 meter (Sasongko, 2010). Kandungan bahan organik yang sangat tinggi pada gambut merupakan sumber unsur hara yang sangat potensial untuk mendukung produksi kelapa sawit (Listyanto, 2000). Jenis lahan kering memiliki potensi menghasilkan


(66)

untuk bertanam kelapa sawit, para petani mengeluarkan biaya kurang lebih berkisar Rp. 4.125.000/ha.

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Tenaga kerja lebih penting dari faktor produksi lain seperti bibit, tanah dan air, sebab manusialah yang menggerakkan faktor-faktor tersebut untuk menghasilkan sesuatu jenis barang (Bukit dan Bakir (1998) dalam Mariyah (2004). Salah satu kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga kerja adalah kegiatan pemeliharaan tanaman

seperti pemupukan. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja

yang dibutuhkan. Dalam hal ini jumlah tenaga kerja kelapa sawit dipengaruhi oleh tingkat upah dan perubahan faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi kelapa sawit. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja sebanyak 2 orang adalah Rp 150.000 dengan jumlah hasil panen 1500 kg x Rp 100/kg dalam 1 ha dengan upah bersih 1 orang dalam sehari diberi Rp75.000.

Untuk mendapatkan hasil output yang unggul, maka dalam pemilihan bibit kelapa sawit harus diperhatikan. Penggunaan bibit kelapa sawit untuk lahan 1 ha diperlukan bibit kelapa sawit sebanyak 136 batang dengan ukuran jarak masing-masing 8m x 9m yang mengeluarkan biaya sebesar Rp. 3.400.000 dengan harga bibit per batang Rp. 25.000.

Kegiatan pemupukan merupakan salah satu kegiatan perawatan tanaman yang bertujuan untuk mendapatkan target produksi Tandan Buah Segar (TBS) yang optimal dan mendapatkan kualitas minyak yang baik (Adiwiganda dan Siahaan, 1994 dalam

Prihutami, 2011). Menurut Puslitbangbun (2010) pemupukan kelapa sawit sebaiknya dilakukan 2-3 kali tergantung pada kondisi lahan, jumlah pupuk, umur dan kondisi


(67)

diperlukan pupuk sebanyak 3 sak, dengan biaya pupuk 1 sak sebesar Rp. 290.000, maka seluruh biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 870.000.

Untuk penggunaan herbisida pada lahan 1 ha diperlukan hanya 1,5 liter saja dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 90.000 dimana harga herbisida berkisar Rp. 60.000 per liter.

Menurut petani setempat bahwa pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi kelapa sawit sangat signifikan karena dapat memberikan hasil produksi yang optimal sehingga mendapatkan keuntungan yang dipengaruhi oleh harga kelapa sawit.

4.2.4Analisis Mengenai Peningkatan Produksi Kelapa Sawit

Informasi mengenai peningkatan produksi kelapa sawit diperlukan untuk memberikan penjelasan bagaimana caranya supaya produksi kelapa sawit lebih produktif. Dengan mengetahui tahap-tahap penanaman, hingga perawatan tanaman kelapa sawit selama produksi maka dapat meningkatkan produksi kelapa sawit. Hal ini dapat berpengaruh terhadap penerimaan petani. Berikut disajikan tabel pendapat petani mengenai bagaimana cara peningkatan produksi kelapa sawit.


(68)

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Frekuensi 1. Apakah cuaca di Desa

Kuala Bangka mendukung pertanian kelapa sawit ?

A. Ya 100,0

B. Tidak 0,0

2. Apakah ada ketentuan tertentu langkah bertanam kelapa sawit terhadap cuaca?

A. Ya 0,0

B. Tidak 100,0

3. Pada saat kelapa sawit ditanam, ada sebagian yang tidak berbuah. Apakah penyebabnya?

A. Tanaman Jantan 50,0

B. Buah Cengkeh 15,0

C. Terserang Hama Penyakit / Kerdil

10,0

D. Semua benar 25,0

4. Dalam satu bulan berapa kali saudara panen kelapa sawit ?

A. 1 Kali 0,0

B. 2 Kali 75,0

C. 3 Kali 25,0

D. 4 kali 0,0

5. Dalam satu tahun berapa kali saudara melakukan penyemprotan pada tanaman kelapa sawit ?

A. 1 Kali 0,0

B. 2 Kali 75,0

C. 3 Kali 25,0

D. 4 Kali 0,0

6. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit dilakukan berapa kali dalam setahun ?

A. 1 Kali 0,0

B. 2 Kali 90,0

C. 3 Kali 10,0

D. 4 Kali 0,0

7. Jenis pupuk apa yang digunakan untuk

meningkatkan produktifitas kelapa sawit ?

A. Organik 0,0

B. Anorganik 100,0


(1)

Petunjuk Pengisian

1. Isilah Identitas Responden dengan data diri anda dengan benar dan lengkap pada tempat yang telah disediakan.

2. Beri tanda silang (X) pada jawaban yang anda pilih dan jangan sampai ada nomor yang terlewatkan.

Hormat Saya


(2)

I. Identitas Responden

1. Nama : ………

2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan

3. Status : a. Menikah b. Belum Menikah

4. Umur : ... Tahun 5. Pendidikan : ... Tahun

6. Alamat : ………

7. Jumlah Tanggungan : ... Orang 8. Luas Lahan : ... Ha

9. Penghasilan : Rp... / bulan 10.Jumlah Karyawan : ... Orang

II. Pertanyaan :

1. Apakah cuaca di Desa Kuala Bangka mendukung pertanian kelapa sawit ?

A.Ya B. Tidak

2. Apakah ada ketentuan tertentu langkah menanam kelapa sawit terhadap cuaca?

A.Ya B. Tidak

3. Berapa modal yang dibutuhkan dalam bertanam kelapa sawit (per ha) di Desa Kuala Bangka ?


(3)

E. Rp. 10.000.000,- C. Rp. 12.800.000,- F. Rp. 12.020.000,- D. Rp. 14.500.000,-

5. Menurut saudara apakah modal yang digunakan untuk menanam kelapa sawit menguntungkan hingga panen ?

A. Sangat menguntungkan B. Menguntungkan

C. Terkadang menguntungkan D. Merugikan

6. Dalam satu bulan berapa kali saudara panen kelapa sawit ?

A. 1 kali C. 3 kali

B. 2 kali D. 4 kali

7. Berapakah hasil panen kelapa sawit saudara yang diproduksi dalam satu kali panen ?

Pokok Kelapa Sawit Panen (Kg)

A. 136 800

B. 136 950

C. 136 1500

D. 136 1300

8. Pada saat kelapa sawit ditanam, ada sebagian yang tidak berbuah. Apakah penyebabnya ?

A.Tanaman Jantan B.Buah Cengkeh

C.Terserang Hama Penyakit / Kerdil D.Semua benar


(4)

9. Dalam satu tahun berapa kali saudara melakukan penyemprotan pada tanaman kelapa sawit ?

A. 1 kali C. 3 kali

B. 2 kali D. 4 kali

10. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit dilakukan berapa kali dalam setahun ?

A. 1 kali C. 3 kali

B. 2 kali D. 4 kali

11. Jenis pupuk apa yang digunakan untuk meningkatkan produktifitas kelapa sawit ?

A. Organik B. Anorganik C. Pupuk Kandang

12. Bagaimana menurut saudara prospek jangka panjang dalam bertanam kelapa sawit ?

C. Sangat baik dan akan berkembang pesat D. Kurang baik dan susah untuk berkembang E. Baik dan akan berkembang

F. Tidak baik dan tidak akan berkembang

13. Bagaimana menurut saudara perkembangan tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka pada saat ini?

C. Perkembangan tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka sangat meningkat

D. Perkembangan tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka kurang meningkat


(5)

E. Perkembangan tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka tidak meningkat

F. Perkembangan tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka biasa saja 14. Berapakah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam bertanam kelapa sawit (per

ha) di Desa Kuala Bangka ?

A. 2 C. 4

B. 3 D. 5

15. Menurut saudara cara apa yang dilakukan untuk meningkatkan hasil produksi tanaman kelapa sawit di Desa Kuala Bangka ?

A. Melakukan penyemprotan C. Melakukan penunasan

B. Melakukan pemupukan D. Semua benar

16. Bagaimana cara yang saudara lakukan terhadap proses penjualan kelapa sawit di Desa Kuala Bangka ?

A. Melalui agen B. Langsung ke PKS

17. Dari mana saudara memperoleh bibit kelapa sawit ? A. Pembibitan sendiri

B. Membeli bibit dari petani lain C. Mengambil bibit liar

D. Membeli bibit dari PT 18. Isilah tabel di bawah ini!

Jumlah faktor produksi yang digunakan dalam bertanam kelapa sawit

Faktor Produksi Penggunaan Biaya (Rp)


(6)

Tenaga Kerja ..…... (Orang) ………..…

Bibit ……….. (Batang) ………..…

Pupuk ..…... (Sak) ………..…

Herbisida ……….. (Liter) ………..…

19. Apakah dampak kenaikan harga kelapa sawit menunjukkan peningkatan pendapatan saudara?

A. Ya B. Tidak

20. Apakah penerimaan dari hasil produksi kelapa sawit telah memberikan keuntungan yang maksimal ?

No Jenis Aset Kepemilikan

Ya Tidak

1 Lahan

2 Tabungan

3 Kendaraan bermotor

4 mobil/truk