Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali Aga Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng

  Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali Aga Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng

  I Gusti Made Dharma Hartawan a,*

  , I Dewa Made Joni b ab

  Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satya Dharma, Singaraja, Bali, Indonesia * (igm.dharmahartawan@gmail.com)

  ABSTRAK Cara berekonomi rumah tangga Bali Aga yang tergantung dengan keadaan alam, menunjukkan bahwa mereka telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan teknologi tradisional dalam menggunakan sumber daya untuk bertahan hidup. Karenanya, aktivitas ekonomi yang berasaskan kebersamaan dan kekeluargaan menjadi penting dipertahankan, yang dianalisis dengan pendekatan deskriptif kualitatif, di mana dokumen sebagai teknik pengumpulan data. Ada pun hasil yang diperoleh adalah pembangunan ekonomi dicapai dengan menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam aktivitas ekonomi secara berkesinambungan.

  Kata Kunci: nilai lokal, kebersamaan, ekonomi PENDAHULUAN

  Cara hidup masyarakat Bali Aga dari berburu dan meramu ke bercocok tanam hingga berdagang, menunjukkan bahwa mereka telah memiliki pengetahuan dan teknologi tradisional dalam menggunakan sumber daya untuk bertahan hidup. Begitu juga dari era sentralisasi ke desentralisasi hingga abad 21, dengan paradigma keamanan globalnya, dari geopolitik yang hard power ke geoekonomi yang soft power. Hal ini menegaskan, bahwa pembangunan yang menyisipkan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam aktivitas ekonomi merupakan cara yang smart power di tengah dinamika pasar yang kompetitif. Dengan kata lain, dalam situasi apa pun, bangunan dasar ekonomi harus berpegang pada lini yang mengandalkan struktur ekonomi yang tahan krisis, dengan tataran kebijakan yang berkultur kehati- hatian.

  Bergesernya domain politik ke domain ekonomi sebagai akibat proses globalisasi disinyalir telah mengubah konsep pembangunan eksklusif yang ekstraktif ke pembangunan inklusif yang pro- pertumbuhan, pro-orang miskin, dan

  Hartawan, Joni – Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali …

  pro-kesempatan kerja, di mana masyarakat lokal sebagai aktor utamanya, dengan harapan persoalan kemiskinan dan kesenjangan terpecahkan. Dengan demikian, peran kemandirian ekonomi menjadi penting dalam konteks pembangunan. Dasar pemikirannya adalah, makin inklusif pembangunan ekonomi, maka makin terbuka akses bagi masyarakat atas semua kesempatan dalam meningkatkan pendapatan, dan makin rendah tingkat kemiskinan maupun kesenjangan. Oleh karena itu, kemandirian ekonomi bertujuan untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektifitas dalam setiap proses ekonomi, yang kedap dengan keterbatasan sumber daya (adopsi pemikiran Giddens, 2003; Kemhan, 2010; Joseph, 2011; Ismail, Santosa, Yustika, 2014; Yusgiantoro, 2014; Ardika, Parimartha, Wirawan, 2015; Tambunan, 2016; Boediono, 2016; dan World Economic Forum, 2016).

  Atas dasar nilai-nilai kearifan lokal, masyarakat Bali Aga menempatkan konsep nyama braya (kebersamaan dan kekeluargaan) sebagai pandangan hidup yang berfungsi sebagai landasan filosofis dalam sistem perekonomian di tengah gempuran pasar global yang cenderung individualistik. Namun, kerisauan akan pudarnya asas nyama

  braya sebagai landasan filosofi

  menyeruak, bahwa Bali kini tengah mengalami pergolakan identitas, di mana kebudayaan Bali yang adiluhung perlahan terkikis oleh arus modernisasi dan westernisasi yang merusak jantung kehidupan masyarakatnya, di tengah meningkatnya sekularisasi dan komodifikasi dari berbagai aspek budaya Bali di era globalisasi (adopsi pemikiran Atmadja, 2010, dan Dibia, 2012). Oleh karena itu, kerisauan pudarnya asas nyama braya ke asas individu harus digeser menjadi keamanan akan menguatnya asas

  nyama braya dalam alokasi sumber

  daya. Tanpanya, perekonomian pedesaan Bali Aga kehilangan jati dirinya. Sebagai tatanan yang digunakan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, setidaknya asas nyama braya sanggup memberi arahan sekaligus pijakan bagi kegiatan ekonomi (adopsi pemikiran Lampert, 1994). Dalam kaidah kemandirian ekonomi, alokasi sumber daya harus terkait dengan skala prioritas pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Oleh karena itu, memperhatikan masalah pokok pembangunan, seperti pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan, dan kemiskinan sebagai ukuran kinerja masyarakat Bali Aga menjadi penting (adopsi pemikiran Arsyad, 1992). Paparan latar belakang mengantarkan kepada peneliti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana modal sosial yang berwujud nilai-nilai kearifan lokal mampu sebagai bangunan dasar perekonomian desa Bali Aga.

  TELAAH LITERATUR Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Landasan Filosofis Sistem Ekonomi

  Dimensi yang paling penting dari suatu sistem ekonomi adalah nilai- nilai dasar kehidupan yang berlaku di mana masyarakat itu bermukim. Sebab, nilai-nilai yang dianut dan yang bersifat turun temurun oleh masyarakat setempat cenderung mewarnai dan sekaligus menjiwai aktivitas ekonomi itu bekerja dan diatur. Dalam kajian ini, nilai-nilai dasar kehidupan yang bersifat ideologis dicerminkan oleh kearifan lokal masyarakat Bali Aga berbasis agama Hindu, mencakup: pertama, adat istiadat pengelolaan hutan terkait pengelolaan sumber daya alam. Kedua, adat istiadat tanah pertanian, yang terkait dengan pola bercocok tanam. Ketiga, adat istiadat memecahkan konflik warga, yang berperan dengan perebutan sumber daya ekonomi. Keempat, adat istiadat bala penyakit dan bencana alam, yang terkait dengan peran pemerintah desa dalam memberikan jaminan keselamatan bagi warganya. Kelima, adat istiadat memulihkan peran antara alam dengan manusia dan lingkungan, yang sangat terkait dengan cara menggunakan sumber daya ekonomi berbasis etika Hindu, khususnya Tri Hita Karana. Dan yang keenam, adalah adat istiadat penanggulangan kemiskinan, yang dikaitkan dengan peran pemerintah desa dalam memberikan jaminan sosial kepada warganya.

  Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali Aga selanjutnya menjadi pijakan yang mewarnai sekaligus menjiwai seluruh komponen sistem perekonomian pedesaan Bali

  Aga. Artinya, pondasi nilai-nilai

  kearifan lokal inilah yang menggerakkan masyarakat Bali Aga melakukan aktivitas ekonomi. Tanpa landasan yang bersifat ideologis tersebut, sistem perekonomian pedesan Bali Aga kehilangan ruh dan jati dirinya, dengan asas nyama braya yang identik dengan asas sistem ekonomi Indonesia, yakni kebersamaan dan kekeluargaan.

  Secara teoretis nilai-nilai kearifan lokal masuk kategori modal sosial, mengingat dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan modal sosial. Coleman (1988) dalam sebuah tulisan yang berjudul Social Capital in

  the Creation of Human Capital

  Hartawan, Joni – Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali …

  memperkenalkan modal sosial sebagai sarana konseptual untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial dengan mengaitkan komponen- komponen dari perspektif sosiologi dan ekonomi. Dari paparan konsep modal sosial tersebut, maka komponen nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali Aga mempunyai tiga kategori, yaitu: pertama, adat istiadat dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat. Kedua, kepercayaan (trust) masyarakat Bali Aga terkait pelaksanaan adat istiadat didasari oleh perasaan yakin, bahwa adat istiadat diharapkan dan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, dan tidak bertindak merugikan diri dan kelompok. Ketiga, penerapan adat istiadat berdampak pada peran sosial antar individu dan kelompok. Oleh sebab itu, eksistensi modal sosial relevan disisipkan ke dalam aktivitas ekonomi pedesaan Bali Aga yang berbasis Hindu.

  Aktivitas Ekonomi

  Materialisme historis (Marx, 1831) memandang akar masalah sosial adalah bagaimana memproduksi sumber daya yang kerap menyisakan penindasan, perselisihan dan pertentangan antar individu maupun kelompok. Teori ini mengurai bahwa cara produksi diperuntukkan memenuhi kebutuhan material sekaligus untuk mempertahankan keberadaan, yang melibatkan masyarakat dan peranan sosial sebagai basis ekonomi guna membentuk peran sosial. Sebab itu, penguasaan terhadap faktor produksi menjadi rebutan antar kelas (mengadopsi pemikiran Morisson, 1995 dikutip Damsar, 2015). Artinya, perubahan sosial dan budaya bersumber pada perubahan yang terjadi pada cara produksi. Perubahan cara produksi meliputi perkembangan teknologi, penemuan sumber daya baru atau perkembangan lain dalam bidang kegiatan produktif (Johnson, 1986:132) dikutip Damsar (2015).

  Materialisme historis yang ditawarkan Marx dalam konteks bangunan dasar ekonomi masyarakat

  Bali Aga koheren dengan gagasan

  Chambers (1983) dikutip Atmadja (2010) dengan paparannya, bahwa masyarakat Bali Aga memiliki pengetahuan dan teknologi tradisional yang disebut pengetahuan rakyat pedesaan yang diwariskan dari generasi ke generasi sehingga membentuk suatu tradisi (Giddens, 2003) dalam menggunakan sumber daya. Di mana tradisi memiliki karakteristik, diantaranya adalah terkait dengan memori kolektif, yang melibatkan ritual sebagai strategi pemertahanannya. Sedangkan yang terkait dengan gagasan kebenaran formulatif, tradisi memiliki penjaga serta muatan normatif atau moral yang merupakan pembentuk karakter pengikat. Sebab itu, orang mengikuti tradisi tanpa memerlukan pemikiran alternatif. Tradisi menyediakan kerangka acuan bertindak yang dianggap benar sehingga orang tidak perlu mempertanyakannya (Giddens, 2003, 2003a). Dalam konteks inilah gagasan Chambers dirangkul, di mana keberadaan masyarakat Bali Aga syarat dengan nilai kearifan tradisional yang dapat berbentuk kearifan sosial maupun berbentuk kearifan lingkungan (meminjam pemikiran Atmadja, 2010) sebagai akar dalam proses produksi menuju tindakan distribusi dan konsumsi dalam rangka penguatan kelembagaan daerah menuju kemandirian ekonomi yang berkelanjutan.

  Berbasis pada pemahaman etika Hindu yang menunjang tindakan, motif dan prinsip ekonomi, maka aktivitas ekonomi yang terdiri dari aktivitas produksi berlandaskan

  Karma Yoga, aktivitas distribusi

  berdasarkan Tri Kaya Parisudha dan aktivitas konsumsi berasaskan Artha

  Sastra.

  METODE

  Subyek kajian ini adalah mendeskripsikan nilai-nilai kearifan lokal sebagai bangunan dasar ekonomi masyarakat Bali Aga.

  Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi non-partisipan dan dokumen. Dokumen diperoleh dari pemerintah Kabupaten Buleleng, berupa data profil desa dan kelurahan di Badan Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan (BPMPB) dan BPS Kabupaten Buleleng, yang dikuatkan dokumen yang ada di Gedong Kirtya terkait masyarakat Bali Aga.

  Teknis analisis data yang digunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan teoritis, yakni telaah pustaka mendalam, yang disesuaikan dengan kenyataan yang diperoleh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Dengan label Bali Kuno yang bersarang di pegunungan, kehidupan masyarakat Bali Aga yang bermukim di desa Sidatapa, Cempaga, Tigawasa dan Pedawa (SCTP) Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng sangat tergantung kepada alam, seperti; tanah, air, dan hutan, sebagai akar aktivitas ekonomi. Untuk itu, ketersediaan dan keberlanjutannya sebagai bahan mentah untuk menghasilkan barang dan jasa harus dijaga dan diatur. Keadaan ini

  Hartawan, Joni – Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali …

  mencerminkan bahwa lingkungan ekonomi menjadi alasan kuat bagi masyarakat Bali Aga untuk menggunakan sumber daya dalam memproduksi barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup. Karenanya, prinsip nyama braya harus disisipkan ke dalam aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi dalam rangka kemandirian ekonomi yang berdaulat. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa faktor geografis-lah yang menentukan aktivitas ekonomi, yang berangkat dari keadaan alam sekitar, yang dikuatkan dengan kesadaran religius masyarakatnya. Pendapat tersebut bertentangan dengan Acemoglu dan Robinson (2012) yang menegaskan, penyebab kemajuan ekonomi tidak ditentukan oleh faktor geografis, iklim, nilai maupun etika yang diadopsi oleh suatu negara, namun ditentukan oleh desain institusi politik dan ekonomi. Bagi peneliti, hal ini memberi celah untuk mengaitkan nilai dan etika kearifan lokal dalam konteks pembangunan ekonomi, seperti yang dilukiskan Willimson (2000) dikutip Arsyad (2014), di mana adat, tradisi, norma dan agama yang disebutnya sebagai institusi informal memegang peranan penting dalam memengaruhi aturan formal yang berimbas pada terciptanya tata kelola yang baik, sehingga penggunaan sumber daya berjalan dengan baik.

  Oleh karena itu, pelibatan pengetahuan, teknologi dan keterampilan tradisional ke dalam aktivitas produksi, distribusi maupun konsumsi menjadi penting diungkap, yang kedap dengan dinamika harga sewa tanah, upah tenaga kerja dan bunga modal. Contoh dari pelibatan pengetahuan, teknologi dan keterampilan tradisional adalah adanya kelompok sosial yang bergerak di bidang pertanian, yang disebut Subak, sebagai suatu organisasi pertanian tradisional yang mempunyai tugas pokok mengurus dan mengatur sistem pengairan di sawah (Ardika, Parimartha dan Wirawan, 2015). Air juga berfungsi untuk upacara keagamaan, seperti sungai Pengangkidan di Desa Pedawa, yang airnya mengalir sepanjang tahun, digunakan untuk upacara

  ngaben (kematian). Desa Pedawa

  mempunyai sumber mata air yang relatif banyak, seperti 5 buah di dusun Desa, 17 buah di dusun Ingsakan, dan 7 buah di dusun Munduk Waban ditambah 1 buah air terjun.

  Umumnya sistem pertanian di keempat desa Bali Aga masih bersifat tradisional. Misal, persawahan di Desa Sidatapa dan Desa Cempaga masih menerapkan sistem tadah hujan, yang sangat tergantung dengan musim hujan, yang berdampak pada pola tanam dilakukan setahun sekali. Untuk peternakan, sebagian besar peruntukkannya sebagai tenaga pembantu untuk mengolah tanah persawahan dan ladang, disamping membantu dalam urusan adat dan upacara keagamaan (adopsi pemikiran Sridanti, 1995). Untuk pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal di Desa Tigawasa dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pertama, dengan memegang konsep dresta Bali Aga, dengan menjadikan hutan sebagai pura mretiwi (pura tanpa bangunan fisik). Kedua, melalui pelaksanaan upacara agama, seperti

  Sabha Ngubeng, Sabha Mamiut, Sabha Sabuh Baas, Sabha Nyeta dan Sabha Malguna. Ketiga, dengan

  mengembangkan mitos, bahwa hutan adalah alas tenget (hutan keramat) dan alas duwe (hutan berpenghuni). Keempat, melindunginya dengan

  awig-awig pengelolaan hutan (Wijana,

  2013). Sedangkan untuk pengerajin anyaman bambu, sebarannya hampir merata, yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai sumber mata pencaharian kedua. Pola distribusinya mulai dari pengerajin rumah tangga, kemudian dikumpulkan oleh pengepul dari desa setempat. Dengan kata lain, kepemilikan atas sumber daya yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan merupakan faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi (adopsi pemikiran Effendie, 2016, Sugiyanto dan Fikri, 2016).

  Sebagai sebuah sistem ekonomi, aktivitas perekonomian desa Bali Aga tidak lepas dari peran para pelaku ekonomi, yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: rumah tangga individu dan rumah tangga perusahaan yang terkonsentrasi pada industri kecil dan menengah, usaha jasa perdagangan, usaha jasa keterampilan, usaha gas, listrik dan bahan bakar minyak, lembaga simpan pinjam, serta unit usaha pengolahan pangan. Sedangkan untuk pelaku ekonomi dari pemerintah diwakili oleh BUMDES, LPD, pasar desa dan pasar

  Tenten sebagai institusi milik

  masyarakat desa. Secara teoritis kelembagaan ekonomi, baik dari rumah tangga individu, rumah tangga perusahaan maupun pemerintah berperan strategis dalam menciptakan, mengatur, menjaga kestabilan dan melegitimasi pasar secara efektif (adopsi pemikiran Rodrik dan Subramaniam, 2003 dikutip Arsyad, 2014). Hal ini dibuktikan dengan berjalannya pasar Desa di Desa Cempaga dan Desa

  Hartawan, Joni – Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali …

  Tigawasa serta pasar Tenten di desa Sidatapa dan Desa Pedawa, yang diikuti dengan maraknya unit usaha pengolahan pangan, industri usaha kecil dan menengah, usaha jasa perdagangan dan usaha jasa keterampilan serta usaha jasa gas dan air minum, yang diikuti juga dengan menggiatnya kelompok dan koperasi simpan pinjam. Dengan demikian, dapat dikatakan pelaku ekonomi di desa Bali Aga melakukan pertukaran yang membentuk perekonomian perdesaan.

  Untuk sumber ekonomi desa

  Bali Aga, diinformasikan bahwa

  pemilikan lahan pertanian tananam pangan terbanyak ada di Desa Pedawa sebanyak 910 keluarga dengan luas tanam Cengkeh 272 ha, yang disusul oleh Desa Cempaga 860 keluarga dengan luas tanam Cengkeh 26 ha, Desa Tigawasa 440 keluarga dengan luas tanam cengkeh 78 ha dan untuk Desa Sidatapa sebanyak 310 keluarga dengan luas tanam cengkeh 151 ha sebagai indikasi dari sumber daya alam. Untuk potensi sumber daya manusia Desa Sidatapa mempunyai tenaga kerja sebanyak 3.745 orang, Desa Cempaga 2.425 orang, Desa Tigawasa sebesar 2.892 orang dan untuk Desa Pedawa sebanyak 3.296 orang tenaga kerja. Sedangkan untuk potensi sumber daya buatan diwakili oleh jumlah unit usaha pengolahan pangan, di mana Desa Sidatapa mempunyai unit usaha pengolahan pangan sebanyak 26 unit, Desa Cempaga ada 8 unit, Desa Tigawasa sebanyak 14 unit dan untuk Desa Pedawa sebanyak 16 unit. Oleh karena itu, tidak heran kepemilikan sumber daya, seperti lahan cengkeh merupakan titik awal dari terciptanya sistem keadilan dalam perekonomian pedesaan Bali Aga.

  Peran Modal Sosial Sebagai Bangunan Dasar Ekonomi Masyarakat Bali Aga

  Makna yang diperoleh dari peran nilai-nilai kearifan lokal sebagai akar aktivitas ekonomi berbasis etika Hindu adalah konsep nyama braya merupakan landasan filosofi perekonomian perdesaan Bali Aga, yang bersifat turun temurun berfungsi sebagai sarana penilai sekaligus sarana penghukum yang kompatibel bagi aktivitas ekonomi dalam menggunakan sumber daya ekonomi guna memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi barang dan jasa. Semakin kuat dan dipercaya nilai-nilai kearifan lokal, makin patuh masyarakat Bali Aga dalam melakukan aktivitas ekonomi, sehingga aktivitas produksi berlandaskan Karma Yoga, aktivitas distribusi berdasarkan Tri Kaya

  Parisudha, dan aktivitas konsumsi berasaskan Artha Sastra terlaksana berdasarkan konsep kebersamaan dan kekeluargaan.

  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai-nilai kearifan lokal yang disisipkan ke dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat, yang dipercaya dan diyakini tidak merugikan aktivitas ekonomi. Demikian juga halnya dengan konsep

  nyama braya yang memperkuat

  efektifitas kelembagaan lokal secara berkesinambungan. Bahwa nilai-nilai kearifan lokal sanggup menguatkan kelembagaan ekonomi masyarakat

  Bali Aga yang berorientasi pada

  pemenuhan kebutuhan pokok secara mandiri, dengan masyarakat Bali Aga sebagai pelaku utamanya. Peran kearifan lokal terhadap aktivitas ekonomi berbasis etika Hindu dikuatkan oleh Gittelle (2001) yang menyatakan, modal sosial berperan penting dalam mencapai keberhasilan ekonomi, yang memperlihatkan bagaimana modal sosial berperan dalam menjalin kerjasama antara masyarakat dengan lembaga-lembaga ekonomi yang sanggup membantu pengembangan usaha masyarakat. Dengan kata lain, modal sosial yang kuat merupakan agunan yang dapat diandalkan demi bekerja aktivitas ekonomi.

  KESIMPULAN,

IMPLIKASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

  Nilai-nilai kearifan lokal sebagai landasan filosofi sistem ekonomi perdesaan Bali Aga yang disisipkan ke dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi dipatuhi dan diikuti oleh masyarakat, yang dipercaya dan diyakini tidak merugikan aktivitas ekonomi, yang sanggup menggiatkan ekonomi lokal secara berkesinambungan, yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pokok secara mandiri, dengan masyarakat

  Bali Aga sebagai aktor utamanya.

  Implikasi penelitian ini diharapkan sanggup menguatkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai akar perekonomian pedesaan Bali Aga yang berimbas pada aktivitas ekonomi berbasis etika Hindu. Untuk memperoleh hasil penelitian yang mendalam dan menyeluruh, hendaknya ke depan dilakukan penelitian secara kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perekonomian pedesaan Bali Aga.

DAFTAR PUSTAKA

  Acemoglu, Daron. And Robinson, James A. 2012. Why Nations Fail. Crown Publisher. New York.

  Ardika, I Wayan.Parimartha, I Gde.

  Wirawan, A.A Bagus. 2015. Udayana University Press.

  • . 2016. “Peran Kearifan Lokal Dalam Pembangunan Ekonomi” (materi seminar). Universitas Udayana.
    • . 2003a. Beyond Left and Right (Tarian “Ideologi alternative Di Atas Pusaran Sosialisme Dan Kapitalisme). (Imam Khoiri, terj.). Yogyakarta, IRCiSoD.

  • . 1996. Etika Hindu Dan Perilaku Organisasi.Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Satya Dharma dan Widya Kriya Gematama, Denpasar.

  • . 2014. Indikator Statistik Esensial. Penerbit: BPS Provinsi Bali.

  • . 2016. Kecamatan Banjar Dalam Angka. 2016. Penerbit: BPS Kabupaten Buleleng.
  • . 2016. Tejakula Dalam Angka.

  Fakultas Sastra Universitas Udayana. Laporan Profil Desa Dan Kelurahan

  “Kepercayaan Upacara Saba Malunin Bagi Masyarakat Desa Pedawa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng” (skripsi).

  Jakarta. Kusumawati Ni Nyoman. 1996.

  Yustika, Ahmad Erani. 2014. Sistem Ekonomi Indonesia.Tafsiran Pancasila dan UUD 1945.Erlangga.

  Ismail, Munawar. Santosa, Budi.

  Hettne, Bjorn. 2001. Teori Pembangunan Dan Tiga Dunia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  Gorda, I Gusti Ngurah. 1995. “Nilai- Nilai Agama Hindu Dan Etika Ekonomi Wirausahawan Bali” (disertasi). Universitas Airlangga.

  Post-Tradisional. Ali Noer Zaman, terj.). Yogyakarta, IRCiSoD.

  Suatu Tinjauan Teoritik dan Praktek. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Giddens, Anthony. 2003. Masyarakat

  Effendie. 2016. Ekonomi Lingkungan.

  Dibia, I Wayan.2012. Taksu Dalam Seni Dan Kehidupan Bali.Bali Mangsi Foundation.

  2016. Penerbit: BPS Kabupaten Buleleng. Bellah, Robert, N. 1992. Religi

  Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang. (Wardah Hafidz dan Wiladi Budiharga, Pentj).Karti Sarana dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Bali. 2016. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali.

  Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng. 2016. Kabupaten Buleleng Dalam Angka. 2016.

  2015. Indikator Statistik Esensial. Penerbit: BPS Provinsi Bali.

  Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

  Atmadja, Bawa Nengah. 2010. Ajeg Bali: Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi, LKiS Printing Cemerlang, Bantul, Yogyakarta.

  Ternate, 3-5 September 2014.

  XVII, Pembaharuan Institusi Ekonomi Dan Mutu Modal Manusia.

  ISE

  Prosiding Seminar Nasional dan Sidang Pleno

  Arsyad, Lincolin. 2014. Institusi, Biaya Transaksi, dam Kinerja Ekonomi: Sebuah Tinjauan Teoritis.Naskah Lengkap

  Hartawan, Joni – Bangunan Dasar Ekonomi Desa Bali …

  Pedawa. 2015. Departemen

  Ekonomi Pertahanan: Teori dan Praktik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

  2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng. Sugiyanto, Catur. 2008. Ekonomi

  Yusgiantoro, Purnomo. 2014.

  Sosial Dari Upacara Merebu Pada Kehidupan Masyarakat Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng” (skripsi). Jurusan Antropologi Fakultas Sastra, Universitas Udayana.

  Seminar Nasional FMIPA Undiksha III. Wirayudani, Gusti Ayu. 1998. “Fungsi

  Hutan Berbasis Kearifan Lokal Di Desa Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

  Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Wijana, Nyoman. 2013. Pengelolaan

  Dalam Memperkuat Ekonomi Kelembagaan Untuk Peningkatan Daya Saing SDM” (seminar). 27 Oktober 2016.

  Pembangunan Ekonomi Inklusif. LP3ES. Jakarta. Wiana. 2016. “Peran Kearifan Lokal

  Tambunan, Tulus. 2016.

  Sugiyanto, Catur. Fikri, Aula Ahmad Hafidah Saiful. 2016. Ekonomi Sumber Daya Alam. STIM YKPN. Yogyakarta.

  Mikro, Ringkasan Teori, Soal Trik Dan Jawaban. BPFE, Yogyakarta.

  Statistik Daerah Kecamatan Banjar.

  Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Kabupaten Buleleng.

  Buku Induk Ekonomi Islam. Penerbit Zahra.

  Shadr, Muhammad Baqir. 2008.

  • . Tigawasa. 2015. Departemen Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Kabupaten Buleleng.
  • . Cempaga. 2015. Departemen Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Kabupaten Buleleng.
  • . Sidatapa. 2015. Departemen Dalam Negeri. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa, Kabupaten Buleleng.
  • . 2016. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

  Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan.

  Konsepsi Produksi, Distribusi, Dan Konsumsi Dalam Pemenuhan Kebutuhan Penduduk. Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

  5.Num. 1.Pages 97-112. Prasetya, Sukma Perdana. 2016.

  Institutions.Journal of Economic Perspectives.Vol.

  North, Douglas C. 1991.

  Allocation of Energy Resources.Brookings Papers on Economic Activity.

  Basis XVI No. 3. Pantheon, New York. Nordhaus, William. D. 1973. The

  An Inquiry Into The Poverty of Nations, Terjemahan dalam

  Myrdall, Gunnar. 1968. Asian Drama: