Pengaruh Pemberian Vitamin D Terhadap Konversi Sputum pada Pasien Tuberkulosis Paru Chapter III V
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah single-blind randomized controlled trial
dengan membandingkan efek suplementasi vitamin D antara 2 kelompok, dimana
kelompok I diberi OAT dan vitamin D dengan dosis 2,5 mg, dan kelompok ke II
diberikan OAT dan plasebo.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa puskesmas dan rumah sakit wilayah
Medan. Penelitian direncanakan selama 7 bulan dan untuk pengumpulan data
dilakukan selama 4 bulan.
3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah penderita TB paru adalah penderita TB paru yang
berobat ke puskesmas dan rumah sakit wilayah Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Penderita TB paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman BTA
positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan langsung.
2. Usia > 18 tahun.
3. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
consent).
37
Universitas Sumatera Utara
Kriteria eksklusi
1. Menderita HIV, Diabetes Melitus, penyakit ginjal dan penyakit hati serta
penyakit berat lainnya.
2. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D, obat imunosupresif seperti
kortikosteroid dan kemoterapi kanker.
3.3.3. Besar sampel
n1 =n2 =
((Zα√P(1-P) + Z √p1(1-p1)+p2(1-p2))2
(p1-p2)2
dimana:
n
= Besar sampel
Zα
= Deviat baku α (α = 0,05, Zα = 1,960)
Z
= Deviat baku
P
= p1+p2/2
p1
= Nilai proporsi kelompok perlakuan = 0,63 (Siswanto dkk. (2009))
p2
= Nilai proporsi kelompok kontrol =0,33 (Siswanto dkk. (2009))
( = 10%, Z = 0,84β)
Maka di dapatkan besar sampel satu kelompok (n) sebesar 34 orang. Dengan
perhitungan drop out 10% maka jumlah total sampel keseluruhan adalah 75
sampel, untuk memudahkan pembagian kelompok dibuat menjadi 76 sampel.
3.4 . Metode pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
non probability sampling dengan tehnik consecutive sampling , sampel yang sesuai
dengan kriteria inklusi dipilih dan dilakukan secara acak. TB aktif yang
memenuhi kriteria inklusi akan digunakan sebagai sampel dan dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok I diberikan vitamin D dan kelompok 2 diberikan plasebo.
Masing-masing kelompok diikuti sampai 2 bulan untuk dilihat konversi sputum
dan perbaikan foto toraks setelah pengobatan Oral Anti Tuberculosis (OAT).
38
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Kerangka Operasional
Meminta persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)
Menentukan sampel penelitian
n=76
Pasien TB Paru BTA (+)
Mengumpulkan data sampel penelitian
Mencatat data sampel penelitian dari rekam mendik hasil anamnesis,
hasil Pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan BTA
Mengambil sampel darah
Pengambilan sputum sebelum perlakuan
Foto RO toraks sebelum perlakuan
OAT
OAT
+
+
Plasebo
Vitamin D
(0,2,4,6)
(0,2,4,6)
Sentrifugasi
Pemeriksaan kadar vitamin D
dengan tehnik ELISA sebelum
Pemeriksaan sputum dilakukan
perlakuan
pada minggu ke 2, 4, 6, dan 8
Foto toraks setelah 2 bulan
Kadar vitamin D setelah 2
perlakuan
bulan perlakuan
Analisa Data
Gambar 3.1. Kerangka Operasional
39
Universitas Sumatera Utara
1. Variabel tergantung (dependen) :
- Konversi sputum
- Perbaikan radiologis
2. Variabel bebas (independen)
: Pengobatan supportive suplemen
vitamin D
3.6.
Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel
Definisi
Cara dan alat ukur
1.
Perubahan
Pemeriksaan
(konversi)
Sewaktu-Pagi-Sewaktu
perubahan
hasil
(SPS):
S(sewaktu): Dahak
(konversi)
sputum
dikumpulkan pada
perubahan
BTA
saat
(konversi)
penderita
datang berkunjung
TB
pertama kali. Pada
Konversi
dahak/sputum
BTA
hapusan
Paru
Kategori
dahak
suspek
TB
BTA positif
saat
menjadi
Suspek membawa
BTA
sebuah pot dahak
negative
untuk
setelah
mengumpulkan
menjalani
dahak pagi pada
masa
hari kedua.
intensif.
P(Pagi):
Skala
ukur
Terjadi
Tidak
Nominal
terjadi
pulang,
Dahak
dikumpulkan di
Cara dan Alat Ukur
40
Universitas Sumatera Utara
No Variabel
Definisi
Skala
Ukur
Kategori
rumah pada pagi
hari kedua, segera
setelah
bangun
tidur.
Pot dibawa
dan
diserahkan
sendiri
kepada
petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak
dikumpulkan
UPK
pada
kedua,
di
hari
saat
menyerahkan
dahak pagi.
2.
Radiologis
Perubahan
Foto Rontgen dengan Melihat berapa zona Nominal
hasil
melakukan foto toraks paru
foto
toraks
posisi PA
setelah
2
yang
terlibat/mengalami
kerusakan, dengan
bulan
hasil:
pemberian
0=Tidak ada yang
vitamin D.
terlibat/bersih
Dilihat
1= Ada 1 zona yang
berapa zona
terlibat
paru
2= Ada 2 zona yang
yang
mengalami
terlibat
kerusakan
3= Ada 3 zona yang
dan
terlibat
Definisi
4= Ada 4 zona
Kategori
41
Universitas Sumatera Utara
No Variabel
Skala
Ukur
Cara dan Alat Ukur
perbaikan
yang terlibat
setelah
5=Ada 5 zona
pemberian
Kategori
vitamin
D
yang terlibat
atau
6= Ada 6 zona yang
perlakuan
terlibat
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
dan
spesialis
radiologi.
3.
Kadar Vitamin Kadar
D
25(OH)
vitamin
ELISA
kit
Kategorik
Dan
Nominal
dengan Insufisiensi
melakukan pemeriksaan Defisiensi
D vitamin D
Nilai kadar Vitamin
dalam
D dalam (ng/ml)
serum
Sufisiensi (20-30)
Optimal (>30)
Insufisiensi
(10-
20)
Defisiensi (30 ng/ml pada 49/76 orang).
Terdapat 51 orang (67,1%) memiliki hasil BTA +1 pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopi. Penilaian awal foto toraks pada kedua kelompok, sebagian
besar menunjukkan lesi far arvanced (44/76 orang, 57,89%).
4.1.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah pemberian vitamin D
Rerata kadar vitamin 25(OH)D sebelum dan sesudah pengobatan OAT
selama 2 bulan kelompok tanpa vitamin D berurutan 30,03± 6,36(ng/ml) dan
42,08±22,8 (ng/ml) dengan p value 0,822. Rerata kadar vitamin 25(OH)D
sebelum dan sesudah pengobatan OAT selama 2 bulan kelompok dengan vitamin
D berurutan 33,51± 7,98(ng/ml) dan 68,19±23,7 (ng/ml) dengan p value 0,001.
Pada grup vitamin D menunjukkan hasil yang bermakna kadar 25(OH)D. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3.
49
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Status vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok Kadar
Vit. D
Defisiensi
Insufisiensi
Plasebo
Sufisien
Optimal
Defisiensi
Insufisiensi
Vitamin D
Sufisien
Optimal
Sebelum
n
%
0
0.0
2
5.3
10
26.3
26
68.4
0
0.0
2
5.3
13
34.2
23
60.5
Sesudah
n
%
0
0.0
3
7.9
9
23.7
26
68.4
0
0.0
1
2.6
0
0.0
37
97.4
p - value
0.822
0.001*
*) Terdapat perbedaan signifikan status vitamin D antara pre dan post intervensi
pada kelompok yang mendapat vitamin D dengan uji Wilcoxon
Tabel 4.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok
Plasebo
Vitamin D
Sebelum
Mean
SD
30.03
6.36
33.51
7.98
Sesudah
Mean
SD
42.08
22.8
68.19
23.7
mean ∆
p-value
7.46
31.75
0.000*
*) Terdapat perbedaan signifikan kadar vitamin D antara pre-post intervensi
pada kelompok plasebo dibandingkan kelopok vitamin D dgn uji Mann Whitney
4.1.4 Perbandingan kecepatan waktu konversi sputum kelompok intervensi dan
pembanding
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna atara pemberian
vitamin D dengan waktu konversi sputum pada bulan pertama pengobatan OAT.
Pada kelompok vitamin D, rerata waktu konversi sputum pada 3,3 minggu dan 4,6
minggu pada kelompok kontrol. Proporsi pasien dengan konversi sputum negative
solid pada minggu ke 4 untuk kedua kelompok. Untuk menganalisa perbandingan
kecepatan konversi sputum antara kelompok intervensi dan placebo digunakan uji
Mann Whitney Hal ini dapat dilihar pada tabel 4.4. dan gambar 4.1.
Tabel 4.4 Waktu konversi sputum pada kelompok intervensi dan pembanding
Waktu konversi
Vitamin D
3,3 weeks (± 1,7)
plasebo
4,6 weeks (± 1,5)
p-value
0,001*
50
Universitas Sumatera Utara
120%
Smear Positif (%)
100% 100%
86.80%
80%
Vit D
60%
Placebo
44.70%
40%
44.70%
21.05%
20%
15.70%
7.89%
0%
Minggu 0
Minggu 2
Minggu 4
Minggu 6
0%
Minggu 8
Waktu Konversi (Minggu)
Gambar 4.1 Perbandingan waktu konversi sputum
4.1.5 Perbandingan foto toraks pada kelompok intervensi dan pembanding
Secara foto radiologis toraks, rerata zona paru yang terlibat
pada
kelompok vitamin D lebih banyak (0,76±0,63) mengalami pengurangan dibanding
dengan kelompok tanpa vitamin D (0,55±0,82). Pada lesi kelainan, kelompok
vitamin D lebih banyak (39,4%) mengalami perbaikan dibanding kelompok tanpa
vitamin D (26,31%). Namun secara statistik, perbandingan antara kedua
kelompok tidak memiliki nilai yg signifikan antara keterlibatan zona paru (p value
0,057) dan perbaikan lesi paru (p value 0,222). Untuk menalisanya digunakan
dengan uji Chi Square. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Pengurangan zona dan perbaikan luas lesi pada toraks pada kelompok intervensi dan
pembanding
Pengurangan Zona
Perbaikan luas lesi
Vitamin D
0,76 ± 0,8
15 (39.4%)
Plasebo
0,55 ± 0,6
10 (26,31%)
p-value
0,057
0,222
51
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik subyek penelitian
Berdasarkan karakteristik penelitian untuk usia subyek penelitian tidak
berbeda antara dua kelompok dengan nilai median kelompok intervensi 35,8
tahun dan 38,07 tahun. Dari data ini menunjukkan pasien TB paru rata-rata pada
orang dewasa. Hal ini sejalan dengan data WHO tahun 2012 yang melaporkan
bahwa di Indonesia untuk presentase kelompok umur penderita TB paru BTA
positif terbanyak adalah usia 14-44 tahun sebesar 58,45%, diikuti kelompok umur
45-64 tahun sebesar 34,06%, ≥ 65 tahun sebesar 6,6 %, dan sisanya umur 0-14
tahun. (WHO,2012).
Jumlah pasien TB lebih tinggi pada kelompok usia tertentu kemungkinan
disebabkan proses fisiologis tubuh yang berbeda pada setiap tingkatan usia,
seperti peranan interaksi hormon terhadap infeksi TB. Penelitian Donald dkk,
2010 menyatakan adanya interaksi antara dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
glukokortikoid yang mempengaruhi beberapa fungsi limfosit. Hormon ini mulai
diproduksi pada usia 7 tahun dan akan meningkatkan setelah masa pubertas.
Konsentrasi DHEA berkorelasi dengan kadar interferon gamma. Penyakit TB
aktif ditandai dengan peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar DHEA.
Gangguan rasio kortisol terhadap DHEA mengakibatkan perubahan konsentrasi
sitokin kunci pada TB yaitu interferon gamma.
Berdasarkan jenis kelamin pasien TB yang menjadi subyek penelitian pada
kelompok intervensi dan pembading dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Selvaraj (2008) dan
Haddad (2014) menyatakan TB pada jenis laki-laki lebih rentan dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko seperti merokok, konsumsi
alkohol, pekerjaan, polusi udara, serta paparan industry. Allotey dkk (2008)
membuktikan faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan teradinya TB paru.
4.2.2. Kadar Vitamin D
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberi vitamin D mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum dan
52
Universitas Sumatera Utara
sesudah perlakuan pada kelompok yang diberikan vitamin D adalah 33,51 ± 6,36
dan 68,19±31,75, rerata perbedaan setelah diberikan vitamin D adalah 31,75
ng/ml.
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberikan plasebo juga mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum
dan sesudah perlakuan pada kelompok vitamin D adalah 30,03±6,36 dan
42,08±228. Rerata perbedaan vitamin D 7,46 ng/dl.
Analisa data dengan uji statistik kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah 2 bulan pemberian
vitamin D dengan jumlah pasien 38 orang nilai p=0,001 (p
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah single-blind randomized controlled trial
dengan membandingkan efek suplementasi vitamin D antara 2 kelompok, dimana
kelompok I diberi OAT dan vitamin D dengan dosis 2,5 mg, dan kelompok ke II
diberikan OAT dan plasebo.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa puskesmas dan rumah sakit wilayah
Medan. Penelitian direncanakan selama 7 bulan dan untuk pengumpulan data
dilakukan selama 4 bulan.
3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah penderita TB paru adalah penderita TB paru yang
berobat ke puskesmas dan rumah sakit wilayah Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi:
1. Penderita TB paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman BTA
positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan langsung.
2. Usia > 18 tahun.
3. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
consent).
37
Universitas Sumatera Utara
Kriteria eksklusi
1. Menderita HIV, Diabetes Melitus, penyakit ginjal dan penyakit hati serta
penyakit berat lainnya.
2. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D, obat imunosupresif seperti
kortikosteroid dan kemoterapi kanker.
3.3.3. Besar sampel
n1 =n2 =
((Zα√P(1-P) + Z √p1(1-p1)+p2(1-p2))2
(p1-p2)2
dimana:
n
= Besar sampel
Zα
= Deviat baku α (α = 0,05, Zα = 1,960)
Z
= Deviat baku
P
= p1+p2/2
p1
= Nilai proporsi kelompok perlakuan = 0,63 (Siswanto dkk. (2009))
p2
= Nilai proporsi kelompok kontrol =0,33 (Siswanto dkk. (2009))
( = 10%, Z = 0,84β)
Maka di dapatkan besar sampel satu kelompok (n) sebesar 34 orang. Dengan
perhitungan drop out 10% maka jumlah total sampel keseluruhan adalah 75
sampel, untuk memudahkan pembagian kelompok dibuat menjadi 76 sampel.
3.4 . Metode pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
non probability sampling dengan tehnik consecutive sampling , sampel yang sesuai
dengan kriteria inklusi dipilih dan dilakukan secara acak. TB aktif yang
memenuhi kriteria inklusi akan digunakan sebagai sampel dan dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok I diberikan vitamin D dan kelompok 2 diberikan plasebo.
Masing-masing kelompok diikuti sampai 2 bulan untuk dilihat konversi sputum
dan perbaikan foto toraks setelah pengobatan Oral Anti Tuberculosis (OAT).
38
Universitas Sumatera Utara
3.5.
Kerangka Operasional
Meminta persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)
Menentukan sampel penelitian
n=76
Pasien TB Paru BTA (+)
Mengumpulkan data sampel penelitian
Mencatat data sampel penelitian dari rekam mendik hasil anamnesis,
hasil Pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan BTA
Mengambil sampel darah
Pengambilan sputum sebelum perlakuan
Foto RO toraks sebelum perlakuan
OAT
OAT
+
+
Plasebo
Vitamin D
(0,2,4,6)
(0,2,4,6)
Sentrifugasi
Pemeriksaan kadar vitamin D
dengan tehnik ELISA sebelum
Pemeriksaan sputum dilakukan
perlakuan
pada minggu ke 2, 4, 6, dan 8
Foto toraks setelah 2 bulan
Kadar vitamin D setelah 2
perlakuan
bulan perlakuan
Analisa Data
Gambar 3.1. Kerangka Operasional
39
Universitas Sumatera Utara
1. Variabel tergantung (dependen) :
- Konversi sputum
- Perbaikan radiologis
2. Variabel bebas (independen)
: Pengobatan supportive suplemen
vitamin D
3.6.
Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No Variabel
Definisi
Cara dan alat ukur
1.
Perubahan
Pemeriksaan
(konversi)
Sewaktu-Pagi-Sewaktu
perubahan
hasil
(SPS):
S(sewaktu): Dahak
(konversi)
sputum
dikumpulkan pada
perubahan
BTA
saat
(konversi)
penderita
datang berkunjung
TB
pertama kali. Pada
Konversi
dahak/sputum
BTA
hapusan
Paru
Kategori
dahak
suspek
TB
BTA positif
saat
menjadi
Suspek membawa
BTA
sebuah pot dahak
negative
untuk
setelah
mengumpulkan
menjalani
dahak pagi pada
masa
hari kedua.
intensif.
P(Pagi):
Skala
ukur
Terjadi
Tidak
Nominal
terjadi
pulang,
Dahak
dikumpulkan di
Cara dan Alat Ukur
40
Universitas Sumatera Utara
No Variabel
Definisi
Skala
Ukur
Kategori
rumah pada pagi
hari kedua, segera
setelah
bangun
tidur.
Pot dibawa
dan
diserahkan
sendiri
kepada
petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak
dikumpulkan
UPK
pada
kedua,
di
hari
saat
menyerahkan
dahak pagi.
2.
Radiologis
Perubahan
Foto Rontgen dengan Melihat berapa zona Nominal
hasil
melakukan foto toraks paru
foto
toraks
posisi PA
setelah
2
yang
terlibat/mengalami
kerusakan, dengan
bulan
hasil:
pemberian
0=Tidak ada yang
vitamin D.
terlibat/bersih
Dilihat
1= Ada 1 zona yang
berapa zona
terlibat
paru
2= Ada 2 zona yang
yang
mengalami
terlibat
kerusakan
3= Ada 3 zona yang
dan
terlibat
Definisi
4= Ada 4 zona
Kategori
41
Universitas Sumatera Utara
No Variabel
Skala
Ukur
Cara dan Alat Ukur
perbaikan
yang terlibat
setelah
5=Ada 5 zona
pemberian
Kategori
vitamin
D
yang terlibat
atau
6= Ada 6 zona yang
perlakuan
terlibat
yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru
dan
spesialis
radiologi.
3.
Kadar Vitamin Kadar
D
25(OH)
vitamin
ELISA
kit
Kategorik
Dan
Nominal
dengan Insufisiensi
melakukan pemeriksaan Defisiensi
D vitamin D
Nilai kadar Vitamin
dalam
D dalam (ng/ml)
serum
Sufisiensi (20-30)
Optimal (>30)
Insufisiensi
(10-
20)
Defisiensi (30 ng/ml pada 49/76 orang).
Terdapat 51 orang (67,1%) memiliki hasil BTA +1 pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopi. Penilaian awal foto toraks pada kedua kelompok, sebagian
besar menunjukkan lesi far arvanced (44/76 orang, 57,89%).
4.1.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah pemberian vitamin D
Rerata kadar vitamin 25(OH)D sebelum dan sesudah pengobatan OAT
selama 2 bulan kelompok tanpa vitamin D berurutan 30,03± 6,36(ng/ml) dan
42,08±22,8 (ng/ml) dengan p value 0,822. Rerata kadar vitamin 25(OH)D
sebelum dan sesudah pengobatan OAT selama 2 bulan kelompok dengan vitamin
D berurutan 33,51± 7,98(ng/ml) dan 68,19±23,7 (ng/ml) dengan p value 0,001.
Pada grup vitamin D menunjukkan hasil yang bermakna kadar 25(OH)D. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3.
49
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Status vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok Kadar
Vit. D
Defisiensi
Insufisiensi
Plasebo
Sufisien
Optimal
Defisiensi
Insufisiensi
Vitamin D
Sufisien
Optimal
Sebelum
n
%
0
0.0
2
5.3
10
26.3
26
68.4
0
0.0
2
5.3
13
34.2
23
60.5
Sesudah
n
%
0
0.0
3
7.9
9
23.7
26
68.4
0
0.0
1
2.6
0
0.0
37
97.4
p - value
0.822
0.001*
*) Terdapat perbedaan signifikan status vitamin D antara pre dan post intervensi
pada kelompok yang mendapat vitamin D dengan uji Wilcoxon
Tabel 4.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah intervensi
Kelompok
Plasebo
Vitamin D
Sebelum
Mean
SD
30.03
6.36
33.51
7.98
Sesudah
Mean
SD
42.08
22.8
68.19
23.7
mean ∆
p-value
7.46
31.75
0.000*
*) Terdapat perbedaan signifikan kadar vitamin D antara pre-post intervensi
pada kelompok plasebo dibandingkan kelopok vitamin D dgn uji Mann Whitney
4.1.4 Perbandingan kecepatan waktu konversi sputum kelompok intervensi dan
pembanding
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna atara pemberian
vitamin D dengan waktu konversi sputum pada bulan pertama pengobatan OAT.
Pada kelompok vitamin D, rerata waktu konversi sputum pada 3,3 minggu dan 4,6
minggu pada kelompok kontrol. Proporsi pasien dengan konversi sputum negative
solid pada minggu ke 4 untuk kedua kelompok. Untuk menganalisa perbandingan
kecepatan konversi sputum antara kelompok intervensi dan placebo digunakan uji
Mann Whitney Hal ini dapat dilihar pada tabel 4.4. dan gambar 4.1.
Tabel 4.4 Waktu konversi sputum pada kelompok intervensi dan pembanding
Waktu konversi
Vitamin D
3,3 weeks (± 1,7)
plasebo
4,6 weeks (± 1,5)
p-value
0,001*
50
Universitas Sumatera Utara
120%
Smear Positif (%)
100% 100%
86.80%
80%
Vit D
60%
Placebo
44.70%
40%
44.70%
21.05%
20%
15.70%
7.89%
0%
Minggu 0
Minggu 2
Minggu 4
Minggu 6
0%
Minggu 8
Waktu Konversi (Minggu)
Gambar 4.1 Perbandingan waktu konversi sputum
4.1.5 Perbandingan foto toraks pada kelompok intervensi dan pembanding
Secara foto radiologis toraks, rerata zona paru yang terlibat
pada
kelompok vitamin D lebih banyak (0,76±0,63) mengalami pengurangan dibanding
dengan kelompok tanpa vitamin D (0,55±0,82). Pada lesi kelainan, kelompok
vitamin D lebih banyak (39,4%) mengalami perbaikan dibanding kelompok tanpa
vitamin D (26,31%). Namun secara statistik, perbandingan antara kedua
kelompok tidak memiliki nilai yg signifikan antara keterlibatan zona paru (p value
0,057) dan perbaikan lesi paru (p value 0,222). Untuk menalisanya digunakan
dengan uji Chi Square. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Pengurangan zona dan perbaikan luas lesi pada toraks pada kelompok intervensi dan
pembanding
Pengurangan Zona
Perbaikan luas lesi
Vitamin D
0,76 ± 0,8
15 (39.4%)
Plasebo
0,55 ± 0,6
10 (26,31%)
p-value
0,057
0,222
51
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik subyek penelitian
Berdasarkan karakteristik penelitian untuk usia subyek penelitian tidak
berbeda antara dua kelompok dengan nilai median kelompok intervensi 35,8
tahun dan 38,07 tahun. Dari data ini menunjukkan pasien TB paru rata-rata pada
orang dewasa. Hal ini sejalan dengan data WHO tahun 2012 yang melaporkan
bahwa di Indonesia untuk presentase kelompok umur penderita TB paru BTA
positif terbanyak adalah usia 14-44 tahun sebesar 58,45%, diikuti kelompok umur
45-64 tahun sebesar 34,06%, ≥ 65 tahun sebesar 6,6 %, dan sisanya umur 0-14
tahun. (WHO,2012).
Jumlah pasien TB lebih tinggi pada kelompok usia tertentu kemungkinan
disebabkan proses fisiologis tubuh yang berbeda pada setiap tingkatan usia,
seperti peranan interaksi hormon terhadap infeksi TB. Penelitian Donald dkk,
2010 menyatakan adanya interaksi antara dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
glukokortikoid yang mempengaruhi beberapa fungsi limfosit. Hormon ini mulai
diproduksi pada usia 7 tahun dan akan meningkatkan setelah masa pubertas.
Konsentrasi DHEA berkorelasi dengan kadar interferon gamma. Penyakit TB
aktif ditandai dengan peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar DHEA.
Gangguan rasio kortisol terhadap DHEA mengakibatkan perubahan konsentrasi
sitokin kunci pada TB yaitu interferon gamma.
Berdasarkan jenis kelamin pasien TB yang menjadi subyek penelitian pada
kelompok intervensi dan pembading dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Selvaraj (2008) dan
Haddad (2014) menyatakan TB pada jenis laki-laki lebih rentan dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko seperti merokok, konsumsi
alkohol, pekerjaan, polusi udara, serta paparan industry. Allotey dkk (2008)
membuktikan faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan teradinya TB paru.
4.2.2. Kadar Vitamin D
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberi vitamin D mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum dan
52
Universitas Sumatera Utara
sesudah perlakuan pada kelompok yang diberikan vitamin D adalah 33,51 ± 6,36
dan 68,19±31,75, rerata perbedaan setelah diberikan vitamin D adalah 31,75
ng/ml.
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberikan plasebo juga mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum
dan sesudah perlakuan pada kelompok vitamin D adalah 30,03±6,36 dan
42,08±228. Rerata perbedaan vitamin D 7,46 ng/dl.
Analisa data dengan uji statistik kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah 2 bulan pemberian
vitamin D dengan jumlah pasien 38 orang nilai p=0,001 (p