Pengaruh Pemberian Vitamin D Terhadap Konversi Sputum pada Pasien Tuberkulosis Paru Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah single-blind randomized controlled trial
dengan membandingkan efek suplementasi vitamin D antara 2 kelompok, dimana
kelompok I diberi OAT dan vitamin D dengan dosis 2,5 mg, dan kelompok ke II
diberikan OAT dan plasebo.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di beberapa puskesmas dan rumah sakit wilayah
Medan. Penelitian direncanakan selama 7 bulan dan untuk pengumpulan data
dilakukan selama 4 bulan.

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi penelitian adalah penderita TB paru adalah penderita TB paru yang
berobat ke puskesmas dan rumah sakit wilayah Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi sebagai berikut:

Kriteria inklusi:
1. Penderita TB paru kasus baru yang belum diobati, dengan kuman BTA
positif dalam dahak dengan cara pemeriksaan hapusan langsung.
2. Usia > 18 tahun.
3. Bersedia untuk mengikuti penelitian yang dinyatakan secara tertulis
setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini (informed
consent).

37

Universitas Sumatera Utara

Kriteria eksklusi
1. Menderita HIV, Diabetes Melitus, penyakit ginjal dan penyakit hati serta
penyakit berat lainnya.
2. Sedang mengkonsumsi suplemen vitamin D, obat imunosupresif seperti
kortikosteroid dan kemoterapi kanker.

3.3.3. Besar sampel
n1 =n2 =


((Zα√P(1-P) + Z √p1(1-p1)+p2(1-p2))2
(p1-p2)2

dimana:
n

= Besar sampel



= Deviat baku α (α = 0,05, Zα = 1,960)

Z

= Deviat baku

P

= p1+p2/2


p1

= Nilai proporsi kelompok perlakuan = 0,63 (Siswanto dkk. (2009))

p2

= Nilai proporsi kelompok kontrol =0,33 (Siswanto dkk. (2009))

( = 10%, Z = 0,84β)

Maka di dapatkan besar sampel satu kelompok (n) sebesar 34 orang. Dengan
perhitungan drop out 10% maka jumlah total sampel keseluruhan adalah 75
sampel, untuk memudahkan pembagian kelompok dibuat menjadi 76 sampel.
3.4 . Metode pengambilan sampel
Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan prinsip
non probability sampling dengan tehnik consecutive sampling , sampel yang sesuai

dengan kriteria inklusi dipilih dan dilakukan secara acak. TB aktif yang
memenuhi kriteria inklusi akan digunakan sebagai sampel dan dibagi menjadi 2

kelompok. Kelompok I diberikan vitamin D dan kelompok 2 diberikan plasebo.
Masing-masing kelompok diikuti sampai 2 bulan untuk dilihat konversi sputum
dan perbaikan foto toraks setelah pengobatan Oral Anti Tuberculosis (OAT).

38

Universitas Sumatera Utara

3.5.

Kerangka Operasional
Meminta persetujuan Majelis Komite Etik Penelitian (Ethical Clearance)

Menentukan sampel penelitian
n=76
Pasien TB Paru BTA (+)

Mengumpulkan data sampel penelitian
Mencatat data sampel penelitian dari rekam mendik hasil anamnesis,
hasil Pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan BTA





Mengambil sampel darah

Pengambilan sputum sebelum perlakuan
Foto RO toraks sebelum perlakuan

OAT

OAT

+

+

Plasebo

Vitamin D


(0,2,4,6)

(0,2,4,6)

Sentrifugasi

Pemeriksaan kadar vitamin D



dengan tehnik ELISA sebelum
Pemeriksaan sputum dilakukan

perlakuan

pada minggu ke 2, 4, 6, dan 8
Foto toraks setelah 2 bulan
Kadar vitamin D setelah 2


perlakuan

bulan perlakuan

Analisa Data
Gambar 3.1. Kerangka Operasional

39

Universitas Sumatera Utara

1. Variabel tergantung (dependen) :

- Konversi sputum
- Perbaikan radiologis

2. Variabel bebas (independen)

: Pengobatan supportive suplemen
vitamin D


3.6.

Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel

Definisi

Cara dan alat ukur

1.

Perubahan

Pemeriksaan

(konversi)


Sewaktu-Pagi-Sewaktu

perubahan

hasil

(SPS):

S(sewaktu): Dahak 

(konversi)

sputum

dikumpulkan pada

perubahan

BTA


saat

(konversi)

penderita

datang berkunjung

TB

pertama kali. Pada

Konversi
dahak/sputum
BTA

hapusan




Paru

Kategori
dahak 

suspek

TB

BTA positif

saat

menjadi

Suspek membawa

BTA

sebuah pot dahak

negative

untuk

setelah

mengumpulkan

menjalani

dahak pagi pada

masa

hari kedua.

intensif.



P(Pagi):

Skala
ukur

Terjadi

Tidak

Nominal

terjadi

pulang,

Dahak

dikumpulkan di
Cara dan Alat Ukur

40

Universitas Sumatera Utara

No Variabel

Definisi

Skala
Ukur

Kategori
rumah pada pagi
hari kedua, segera
setelah

bangun

tidur.

Pot dibawa

dan

diserahkan

sendiri


kepada

petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak
dikumpulkan
UPK

pada

kedua,

di
hari
saat

menyerahkan
dahak pagi.
2.

Radiologis

Perubahan

Foto Rontgen dengan Melihat berapa zona Nominal

hasil

melakukan foto toraks paru

foto

toraks

posisi PA

setelah

2

yang

terlibat/mengalami
kerusakan, dengan

bulan

hasil:

pemberian

0=Tidak ada yang

vitamin D.

terlibat/bersih

Dilihat

1= Ada 1 zona yang

berapa zona

terlibat

paru

2= Ada 2 zona yang

yang

mengalami

terlibat

kerusakan

3= Ada 3 zona yang

dan

terlibat

Definisi

4= Ada 4 zona
Kategori

41

Universitas Sumatera Utara

No Variabel

Skala
Ukur

Cara dan Alat Ukur
perbaikan

yang terlibat

setelah

5=Ada 5 zona

pemberian

Kategori

vitamin

D

yang terlibat

atau

6= Ada 6 zona yang

perlakuan

terlibat

yang dinilai
oleh dokter
spesialis
paru

dan

spesialis
radiologi.
3.

Kadar Vitamin Kadar
D
25(OH)
vitamin

ELISA

kit

Kategorik
Dan
Nominal

dengan Insufisiensi

melakukan pemeriksaan Defisiensi
D vitamin D

Nilai kadar Vitamin

dalam

D dalam (ng/ml)

serum

 Sufisiensi (20-30)

 Optimal (>30)
 Insufisiensi

(10-

20)

 Defisiensi (30 ng/ml pada 49/76 orang).
Terdapat 51 orang (67,1%) memiliki hasil BTA +1 pada pemeriksaan dahak
secara mikroskopi. Penilaian awal foto toraks pada kedua kelompok, sebagian
besar menunjukkan lesi far arvanced (44/76 orang, 57,89%).

4.1.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah pemberian vitamin D
Rerata kadar vitamin 25(OH)D sebelum dan sesudah pengobatan OAT
selama 2 bulan kelompok tanpa vitamin D berurutan 30,03± 6,36(ng/ml) dan
42,08±22,8 (ng/ml) dengan p value 0,822. Rerata kadar vitamin 25(OH)D
sebelum dan sesudah pengobatan OAT selama 2 bulan kelompok dengan vitamin
D berurutan 33,51± 7,98(ng/ml) dan 68,19±23,7 (ng/ml) dengan p value 0,001.
Pada grup vitamin D menunjukkan hasil yang bermakna kadar 25(OH)D. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.2 dan tabel 4.3.

49

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Status vitamin D sebelum dan sesudah intervensi

Kelompok Kadar
Vit. D
Defisiensi
Insufisiensi
Plasebo
Sufisien
Optimal
Defisiensi
Insufisiensi
Vitamin D
Sufisien
Optimal

Sebelum
n
%
0
0.0
2
5.3
10
26.3
26
68.4
0
0.0
2
5.3
13
34.2
23
60.5

Sesudah
n
%
0
0.0
3
7.9
9
23.7
26
68.4
0
0.0
1
2.6
0
0.0
37
97.4

p - value

0.822

0.001*

*) Terdapat perbedaan signifikan status vitamin D antara pre dan post intervensi
pada kelompok yang mendapat vitamin D dengan uji Wilcoxon
Tabel 4.3 Kadar vitamin D sebelum dan sesudah intervensi

Kelompok
Plasebo
Vitamin D

Sebelum
Mean
SD
30.03
6.36
33.51
7.98

Sesudah
Mean
SD
42.08
22.8
68.19
23.7

mean ∆

p-value

7.46
31.75

0.000*

*) Terdapat perbedaan signifikan kadar vitamin D antara pre-post intervensi
pada kelompok plasebo dibandingkan kelopok vitamin D dgn uji Mann Whitney

4.1.4 Perbandingan kecepatan waktu konversi sputum kelompok intervensi dan
pembanding
Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang bermakna atara pemberian
vitamin D dengan waktu konversi sputum pada bulan pertama pengobatan OAT.
Pada kelompok vitamin D, rerata waktu konversi sputum pada 3,3 minggu dan 4,6
minggu pada kelompok kontrol. Proporsi pasien dengan konversi sputum negative
solid pada minggu ke 4 untuk kedua kelompok. Untuk menganalisa perbandingan
kecepatan konversi sputum antara kelompok intervensi dan placebo digunakan uji
Mann Whitney Hal ini dapat dilihar pada tabel 4.4. dan gambar 4.1.
Tabel 4.4 Waktu konversi sputum pada kelompok intervensi dan pembanding

Waktu konversi

Vitamin D
3,3 weeks (± 1,7)

plasebo
4,6 weeks (± 1,5)

p-value
0,001*

50

Universitas Sumatera Utara

120%

Smear Positif (%)

100% 100%
86.80%
80%
Vit D

60%

Placebo
44.70%

40%

44.70%

21.05%

20%

15.70%
7.89%

0%
Minggu 0

Minggu 2

Minggu 4

Minggu 6

0%
Minggu 8

Waktu Konversi (Minggu)
Gambar 4.1 Perbandingan waktu konversi sputum

4.1.5 Perbandingan foto toraks pada kelompok intervensi dan pembanding
Secara foto radiologis toraks, rerata zona paru yang terlibat

pada

kelompok vitamin D lebih banyak (0,76±0,63) mengalami pengurangan dibanding
dengan kelompok tanpa vitamin D (0,55±0,82). Pada lesi kelainan, kelompok
vitamin D lebih banyak (39,4%) mengalami perbaikan dibanding kelompok tanpa
vitamin D (26,31%). Namun secara statistik, perbandingan antara kedua
kelompok tidak memiliki nilai yg signifikan antara keterlibatan zona paru (p value
0,057) dan perbaikan lesi paru (p value 0,222). Untuk menalisanya digunakan
dengan uji Chi Square. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Pengurangan zona dan perbaikan luas lesi pada toraks pada kelompok intervensi dan
pembanding

Pengurangan Zona
Perbaikan luas lesi

Vitamin D
0,76 ± 0,8
15 (39.4%)

Plasebo
0,55 ± 0,6
10 (26,31%)

p-value
0,057
0,222

51

Universitas Sumatera Utara

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik subyek penelitian
Berdasarkan karakteristik penelitian untuk usia subyek penelitian tidak
berbeda antara dua kelompok dengan nilai median kelompok intervensi 35,8
tahun dan 38,07 tahun. Dari data ini menunjukkan pasien TB paru rata-rata pada
orang dewasa. Hal ini sejalan dengan data WHO tahun 2012 yang melaporkan
bahwa di Indonesia untuk presentase kelompok umur penderita TB paru BTA
positif terbanyak adalah usia 14-44 tahun sebesar 58,45%, diikuti kelompok umur
45-64 tahun sebesar 34,06%, ≥ 65 tahun sebesar 6,6 %, dan sisanya umur 0-14
tahun. (WHO,2012).
Jumlah pasien TB lebih tinggi pada kelompok usia tertentu kemungkinan
disebabkan proses fisiologis tubuh yang berbeda pada setiap tingkatan usia,
seperti peranan interaksi hormon terhadap infeksi TB. Penelitian Donald dkk,
2010 menyatakan adanya interaksi antara dehydroepiandrosterone (DHEA) dan
glukokortikoid yang mempengaruhi beberapa fungsi limfosit. Hormon ini mulai
diproduksi pada usia 7 tahun dan akan meningkatkan setelah masa pubertas.
Konsentrasi DHEA berkorelasi dengan kadar interferon gamma. Penyakit TB
aktif ditandai dengan peningkatan kadar kortisol dan penurunan kadar DHEA.
Gangguan rasio kortisol terhadap DHEA mengakibatkan perubahan konsentrasi
sitokin kunci pada TB yaitu interferon gamma.
Berdasarkan jenis kelamin pasien TB yang menjadi subyek penelitian pada
kelompok intervensi dan pembading dimana jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian Selvaraj (2008) dan
Haddad (2014) menyatakan TB pada jenis laki-laki lebih rentan dibandingkan
perempuan. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko seperti merokok, konsumsi
alkohol, pekerjaan, polusi udara, serta paparan industry. Allotey dkk (2008)
membuktikan faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan teradinya TB paru.

4.2.2. Kadar Vitamin D
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberi vitamin D mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum dan

52

Universitas Sumatera Utara

sesudah perlakuan pada kelompok yang diberikan vitamin D adalah 33,51 ± 6,36
dan 68,19±31,75, rerata perbedaan setelah diberikan vitamin D adalah 31,75
ng/ml.
Kadar vitamin D sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang
diberikan plasebo juga mengalami peningkatan. Rerata kadar vitamin D sebelum
dan sesudah perlakuan pada kelompok vitamin D adalah 30,03±6,36 dan
42,08±228. Rerata perbedaan vitamin D 7,46 ng/dl.
Analisa data dengan uji statistik kadar vitamin D sebelum dan sesudah
perlakuan terdapat perbedaan bermakna sebelum dan sesudah 2 bulan pemberian
vitamin D dengan jumlah pasien 38 orang nilai p=0,001 (p