Jebakan Kemiskinan Nelayan ( Studi Kasus Nelayan di Kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia )

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kemiskinan

2.1.1 Pengertian dan Bentuk Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya digambarkan sebagai gejala kekurangan pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Sekelompok anggota masyarakat dikatakan berada di
bawah garis kemiskinan jika pendapatan kelompok anggota masyarakat ini tidak cukup untu
memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian dan tempat tinggal.
Kemiskinan merupakan tema sentral perjuangan dari perjuangan bangsa. Garis kemiskinan yang
menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok
dapat dipengaruhi oleh tiga hal : (1). Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang
diperlukan. (2) Posisi manusia didalam lingkungan sekitar. (3) Kebutuhan objektif manusia
untuk dapat hidup secara manusiawi. (Setiadi 2011)
Di indonesia, salah satu tolok ukur yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang
termasuk kategori miskin atau tidak miskin yakni dengan mengacu pada kriteria yang di
keluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut BPS (2011), kemiskinan adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi standar tertentu dan kebutuhan dasar. Baik makanan
maupunbukan makanan. Standar ini disebut garis kemiskinan, yakni setra 2.100 kalori energi per

kaita per hari, di tambah nilai pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan yang paling
pokok.

13
Universitas Sumatera Utara

Menurut Setiadi (2011) Kemiskinan dapat dipahami dalam berbagai cara diantaranya:
1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang perumahan dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti inidipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpasrtisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan
dan informas. Keterkucilan sosial biasanya di bedakan dengan kemiskinan karena hal ini
mencakup masalah-masalah politik dan moral dan tidak dibatasi dalam bidang ekonomi.

3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
“memadai” di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di
seluruh dunia.


Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian kemiskinan ada baiknya memunculkan
beberapa kosa kata standar dalam kajian kemiskinan sebagaimana dikemukakan oleh Kuncoro
(dalam Setiadi 2011) adalah sebagai berikut:
1. Poverty Line (garis kemiskinan). Yaitu tingkat konsumsi rumah keluarga minimum yang
dapat diterima secara sosial. Ia biasanya dihitung berdasarkan income yang dua
pertiganya digunakan untuk “keranjang pangan” yang dihitung oleh ahli statistik
kesehjahteraan sebagai persediaan kalori dan protein utama yang paling murah.
2. Absolute and Relative Poverty (kemiskinan absolut dan relatif). Kemiskinan absolute
adalah kemiskinan yang jatuh dibawah standar konsumsi minimun dan karenanya

14
Universitas Sumatera Utara

tergantung pada kebaikan (karitas/amal). kemiskinan relative yang sering dianggap sebagai
kesenjangan antara kelompok miskin dan kelompok non miskin berdasarkan income relatif.
3. Deversing Poor adalah kaum miskin yang mau peduli dengan harapan orang-orang non
miskin, bersih, mau bertanggung jawab, dan mau menerima pekerjaan apa saja demi upah
yang ditawarkan.
4. Target Population (populasi dan sasaran) adalah sekelompok orang tertentu yang dijadikan
sebagai objek dan kebijakan serta program pemerintah. Mereka dapat berupa rumahtangga

yang di kepalai oleh perempuan, anak-anak, buruh tani yang tak punya lahan, petani
tradisional kecil, korban perang dan wabah, serta penghuni kampung kumuh perkotaan.
Selanjutanya Friedmann juga merumuskan kemiskinan sebagai minimnya
Selanjutnya menurut Baswir dan Sumodiningrat (dalam Setiadi 2011) kemiskinan secara
sosioekonomis, terdapat dua bentuk yaitu :
1. Kemiskinan Absolut adalah kemiskinan di mana orang miskin memiilki tingkat
pendapatan di bawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan hidup minimum antara lain di ukur
dengan kebututuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, kalori,
GNP per kapita dan pengeluaran konsumsi.
Kemiskinan Absolut diukkur dari satu set standar yang konsisten, tidak terpengaruh
oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut yaitu persentase
dari populasi yang mengkonsumsi makanan di bawah jumlah yang cukup menopang
kebutuhan tubuh manusia (kira-kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki-laki dewasa).
Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan absolut sebagai hidupdengan pendapatan di
bawah USD $1/hari dan kemiskinan menegah dengan pendapatan dibawah USD
$2/hari.
2. Kemiskinan Relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara
tingkat pendapatan dan tingkat pendapatan lainnya. Contoh, seseorang yang tergolong
kaya (mampu) pada masyarakat tertentu bisa jadi termiskin pada masyarakat desa lain.

15
Universitas Sumatera Utara

Disamping itu terdapat bentuk-bentuk kemiskinan diantaranya :
1. Kemiskinan natural yakni kemiskinan yang sejak awal memang sudah miskin.
Kelompok masyarakat ini memang sudah miskin karena tidak memliki sumber daya
yang memadai baik SDA, manusia, maupun pembangunan mereka hanya mendapatkan
imbalan pendapatan yang rendah. Menurut Baswir kemiskinan natural adalah
kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia
lanjut, atau karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini menurut Kartasima
disebut “persisten poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun-temurun.
2. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu masyarakat ditengahtengah lingkungan alam yang mengandung cukup banyak sumberdaya yang dapat
dimanfaatkan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Kemiskinan ini disebabkan karena
kebudayaan masyarakat tidak memiliki ilmu pengetahuan, pengalaman, teknologi, jiwa
usaha dan dorongan sosial yang diperlukan untuk menggali kekayaan alam di
lingkungannya dan menggunakannya untuk keperluan masyarakat. Kemiskinan yang
dialami individu atau keluarga tidak dapat dilepaskan dari pencapaian tingkat
kesejahteraannya. Adanya kemiskinan dalam suatu masyarakat merupakan tanda dari
tidak tercapainya kesejahteraan individu atau rumah tangga.
3. Kemiskinan Struktural, kemiskinan ini dinamakan struktural karena disandang oleh suatu

golongan yang built in atau menjadi bagian yang seolah-olah tetap dalam struktur suatu
masyarakat. Di dalam konsep kemiskinan struktural ada suatu golongan sosial yang
menderita kekurangan-kekurangan fasilitas, modal, sikap mental atau jiwa usaha yang
diperlukan untuk melepaskan diri dari ikatan kemiskinan. Salah satu contoh dari
golongan yang menderita kemiskinan struktural yaitu nelayan yang tidak memiliki
alat tangkap yang memadai. Di dalam golongan ini banyak terdapat orang-orang yang
tidak mungkin hidup wajar hanya dari penghasilan kerjanya, akibatnya mereka harus
pinjam dan selama hidup terbelit hutang yang tak kunjung lunas. Ciri lain dari keberadaan
kemiskinan struktural adalah adanya ketergantungan yang tinggi kelompok miskin
terhadap kelompok sosial diatasnya. Ketergantungan ini yang mengurangi kemampuan
kelompok miskin untuk memiliki bargaining posisi dalam hubungan sosial yang memang
telah timpang.
Ketiga dimensi ini menggambarkan bahwa penyebab kemiskinan tidak lah tunggal, bisa
berasal dari faktor manusianya, seperti yang digambarkan pada kemiskinan secara natural.
Memang tidak menolak kemungkinan bahwa faktor fisik seperti cacat, penyakit membuat
seseorang menjadi tidak produktif. Sedangkan Kemiskinan kultural terindikasi dalam perilaku
16
Universitas Sumatera Utara

hidup boros, ketidakcakapan bekerja, dan tingkat tabungan rendah, serta adanya sikap pasrah

terhadap lingkungan kemiskinan. Kemiskinan model ini memiliki korelasi dengan budaya
masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada dirinya apa adanya, bahkan tidak
merespons usaha-usaha pihak lain yang membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.
Kemiskinan struktural karena kondisi yang dibentuk oleh manusia melalui struktur dan institusi
dalam masyarakat, seperti diperlihatkan dimensi kemiskinan struktural. Adanya kemiskinan
struktural dalam masyarakat dapat dilihat melalui beberapa karakteristik dari kemiskinan
structural itu sendiri. Ciri pertama yang mudah dilihat adalah tidak terjadinya mobilitas sosial
secara vertikal, jika punterjadi prosesnya berjalan sangat lamban. Tidak terjadinya mobilitas
secara vertikal menyebabkan kelompok yang miskin tetap hidup dengan kemiskinannya,
sedangkan kelompok yang kaya akan tetap menikmati kekayaannya. Kondisi ini disebabkan
karena adanya kungkungan struktural yang membuat tidak adanya keinginan untuk
meningkatkan taraf hidup.

2.2 Pendekatan Kemiskinan

Menurut Robert Chambers ( dalam Setiadi 2011 : 805 ) inti dari masalah kemiskinan
sebenarnya terletak pada apa yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Secara
rinci, deprivation trap terdiri dari lima unsur, yaitu:

(1) Kemiskinan itu sendiri

(2) Kelemahan fisik
(3) Keterasingan atau kadar isolasi
(4) Kerentanan, dan

17
Universitas Sumatera Utara

(5) Ketidakberdayaan.
Kelima unsur ini seringkali saling berkait satu dengan yang lain sehingga merupakan
perangkap kemiskinan yang benar-benar berbahaya dan mematikan peluang hidup orang atau
keluarga miskin. Kemiskinan yang diderita keluarga miskin tak jarang harus memaksa mereka
bekerja membanting tulang untuk mencari nafkah. Kemiskinan telah membuat asupan makanan
keluarga miskin menjadi kurang, dan bisa berpengaruh terhadap kesehatan fisik mereka.
Sehingga masyarakat miskin sangat rentan dalam berbagai hal apapun yang bisa mengantarkan
mereka kedalam lingkaran kemiskinan).

Unsur perangkap kemiskinan telah menjadi perangkat yang menjerumuskan keluarga
miskin kedalam lingkaran kemiskinan. Lingkaran kemiskinan diartikan sebagai suatu bentuk
kungkungan kemiskinan yang saling kait-mengkait yang mendorong keluarga miskin semakin
terpuruk dalam kemiskinan dan sulit keluar dari kemiskinannya. Kemiskinan yang dialami

keluarga miskin telah membuat produktivitas mereka rendah, dan pada gilirannya juga akan
membuat pendapatan mereka rendah. Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Sedangkan kerentanan yakni ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna
menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit
yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin itu.

Ketidakberdayaan dapat dilukiskan sebagai ketidak mampuan golongan miskin untuk
menghadapi kungkungan struktur sosial yang telah merugikan dan memiskinkan mereka.

18
Universitas Sumatera Utara

Kemudian Kadar isolasi juga menjadi faktor penting dalam menjerumuskan keluarga miskin
dalam lingkaran kemiskinan. Kadar isolasi disini dapat diartikan sebagai isolasi keluarga miskin
yang dipandang dari aspek geografis yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat
yang terisolasidan yang terakhir adalah Kelemahan Fisik yakni Tubuh yang lemah menjadikan
orang merasa tidak berdaya, karena kekurangan tenaga dan waktu, untuk melakukan unjuk rasa,

berorganisasi dan politik, orang yang kelaparan dan sakit-sakitan tidak akan berani berbuat
macam-macam. Kemiskinan itu juga membuat daya tawar (bargainning position) maupun daya
kerja rendah. Sehingga karena produktivitas atau pendapatan rendah, maka kemiskinan akan
timbul. Kemiskinan cenderung akan bertambah parah dan membuat keluarga miskin semakin
terpuruk dan susuah untuk keluar dari kemiskinannya.
2.3

Indikator Kemiskinan
Salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yang

dialami seseorang atau sekelompok orang adalah indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS
tahun 2014 yakni :
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa
diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.


19
Universitas Sumatera Utara

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh
tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan
pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor.
2.4

Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Menurut Suharto (2009) faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan dapat di bagi

dua yaitu faktor alamiah dan faktor buatan/struktural.
1. Faktor alamiah yaitu faktor penyebab kemiskinan yang bersumber secara alamiah

yang terdapat dalam kehidupan manusia. Artinya bahwa penyebab kemiskinan
memang secara alamiah benar-benar ada dalam masyarakat. Kemiskinan alamiah
terjadi ketika sumber-sumber daya yang ada dalam masyarakat terbatas jumlahnya
dan juga perkembangan tegnologi yang masih rendah. Contoh dari kemiskinan
alamiah yaitu kemiskinan yang dialami masyarakat yang hidup di daerah-daerah
gersang. Kemiskinan ini secara alamiah terjadi karena sumberdaya produksi yang
ada dalam masyarakat kurang mendukung sehingga produktivitas pertanian tidak
dapat dikembangkan oleh petani. Selain kondisi geografis tersebut, kemiskinan ini

20
Universitas Sumatera Utara

disebabkan karena teknologi yang masih rendah dan belum berkembang menjadi
faktor penyebab alamiah dari kemiskinan masyarakat.
2. Kemiskinan buatan yaitu kemiskinan yang dialami masyarakat karena struktur
sosial yang ada telah menyebabkan pemiskinan kelompok masyarakat tertentu.
Kemiskinan struktural ini terjadi karena distribusi terhadap sumber daya produksi
yang tidak merata di dalam masyarakat. Oleh karenanya menimbulkan golongan
tertentu yang tidak mendapatkan/menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas
yang sebenarnya tersedia dalam masyarakat, dan membuatnya masuk dalam
kemiskinan. Dengan adanya kesenjangan akan penguasaan sarana ekonomi dalam
masyarakat telah membuat kelompok tertentu menjadi miskin dan kelompok yang
lainnya semakin kaya. Sehingga dengan demikian struktur masyarakat telah
membuat sebagian besar anggota masyarakat tetap miskin, walau sebenarnya
jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata
dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan.
Contoh dari kemiskinan buatan yaitu kemiskinan yang dialami dikalangan masyarakat
nelayan di berbagai wilayah di Indonesia. Jika dianalisis lebih dalam tentang penyebab
kemiskinan yang diderita nelayan tradisional, sebenarnya bukan secara alamiah karena jumlah
sumberdaya alam yaitu ikan jumlahnya terbatas. Ataupun juga bukan karena mereka malas
bekerja/ tidak memiliki etos kerja yang baik. Namun dibalik itu, sebenarnya penyebab
kemiskinan adalah karena struktur sosial yang ada telah memarginalisasi mereka dan membuat
mereka tidak berdaya.
Struktur yang ada dalam masyarakat telah menjadikan nelayan tradisional kalah bersaing
dengan nelayan-nelayan modern. Dimana nelayan modern telah menguasai berbagai sarana
ekonomi di sektor perikanan yang membuat mereka dapat memonopoli kegiatan ekonomi.
Seperti misalnya yaitu bahwa nelayan modern adalah nelayan dengan skala besar yang telah
menggunakan teknologi modern peangkapan ikan dan dengan awak kapal yang lumayan banyak,
dimana nelayan modern ini mampu berlayar jauh ke laut lepas dan mampun mendapatkan ikan
yang banyak. Selain itu mereka tak jarang juga merangkap sebagai pengepul ikan dari nelayan-

21
Universitas Sumatera Utara

nelayan tradisional. Sehingga mereka dapat memonopoli perdagangan ikan terhadap nelayan
tradisonal.
Posisi yang kurang menguntungkan nelayan tradisonal telah membuat posisi tawar
(Bargaining position) mereka rendah dan tunduk pada struktur perdagangan ikan yang dikuasai
nelayan modern. Sehingga sudah pasti nelayan tradisional akan semakin terpuruk kedalam jurang
kemiskinan. Walaupun sebenarnya jika dihitung secara keseluruhan total hasil produksi ikan
sebenarnya jika dibagi secara rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari
kemiskinan.
Ketidakberdayaan masyarakat miskin dari kungkungan struktural telah memakasa mereka
terus terjerumus dalam lingkaran kemiskinan. Posisi yang tidak menguntungkan masyarakat
miskin telah menjadi seperti benang ruwet yang saling berkaitan dan menjadi penyebab
keruwetan kehidupan mereka. Posisi kemiskinan mereka telah membuatnya jauh dari peluang
memperbaiki kehidupannya ke posisi yang lebih baik. Sebagai keluarga miskin telah membuat
akses mereka terhadap pendidikan terputus, terbatasi dari akses modal produsksi, kurang
dipercaya dan lain sebagainya.
Kelangsungan pendidikan anak banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi keluarga dan
orang tuanya. Seringkali faktor kemiskinan keluarga telah memaksa anak-anak dari keluarga
miskin putus sekolah karena harus membantu orang tuanya mencari nafkah. Selain itu karena
tekanan kemiskinan orang tua dan juga tingkat pendidikan yang rendah, telah membuat anakanak di pedesaan ketinggalan dibanding teman-temannya, dan tak jarang pula mereka juga harus
putus sekolah ditengah jalan karena orang tuanya tidak memiliki biaya yang cukup untuk
mensekolahkan anaknya. (Suyanto, 2013:361-362).

22
Universitas Sumatera Utara

Pendidikan yang seharusnya menjadi pintu keluar keluarga miskin dari kungkungan
kemiskinan ternyata sulit diraih. Keterbatasan ekonomi keluarga telah membuat anak-anak putus
sekolah dan tidak mampu mencapai pendidikan yang tinggi. Pendidikan yang rendah yang harus
diterima anak-anak dari keluarga miskin, tak jarang nantinya akan mewariskan kemiskinan orang
tuanya kepadanya kelak. Dengan begitu kemiskinan yang dialami suatu keluarga dapat
menjadi “budaya kemiskinan”. Budaya kemiskinan dapat diartikan sebagai kemiskinan yang
diterima seseorang masyarakat yang disebabkan dari faktor internal orang itu sendiri. Budaya
kemiskinan telah mewariskan cara hidup dari satu generasi ke generasi lainnya melalui suatu
garis keluarga.
2.5

Nelayan
2.5.1 Pelapisan Sosial Nelayan
Penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan menurut Kusnadi (2002) pada

dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yakni:
1. Segi penguasaan alat produksi/peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan
terbagi dalam kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh.
Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dalam kegiatan sebuah unit
perahu, hanya menyumbangkan jasa

tenaganya

dan memperoleh hak- hak

terbatas.

2. Ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat
nelayan terbagi kedalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan besar
karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak,
sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.
23
Universitas Sumatera Utara

3. Dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,
masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan
nelayan

tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi

penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional.

Susunan masyarakat nelayan baik secara horizontal maupun vertikal sangat
dipengaruhi oleh organisasi penangkapan ikan dan tingkat pendapatan yang dicapai. Posisi
semakin strategis dalam organisasi kerja nelayan dan semakin besar pendapatan, semakin
besar pula kemungkinan menempati posisi yang tinggi dalam stratifikasi sosial.
Menurut Wahyuningsih (dalam Ratna Indrawarsih. 2004) masyarakat nelayan dapat
dibagi tiga jika dilihat dari sudut pemilikan modal, yaitu:
1. Nelayan juragan. Nelayan ini merupakan nelayan pemilik perahu dan alat
penangkap ikan yang mampu mengubah para nelayan pekerja sebagai pembantu
dalam usahanya menangkap ikan di laut. Nelayan ini mempunyai tanah yang
digarap pada waktu musim paceklik. Nelayan juragan ada tiga macam yaitu
nelayan juragan laut, nelayan juragan darat yang mengendalikan usahanya dari
daratan, dan orang yang memiliki perahu, alat penangkap ikan dan uang tetapi bukan
nelayan asli, yang disebut tauke (toke) atau cakong;
2.

Nelayan pekerja, yaitu nelayan yang tidak memiliki alat produksi dan modal,
tetapi memiliki tenaga yang dijual kepada nelayan juragan untuk membantu
menjalankan usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan ini disebut juga nelayan
penggarap atau sawi. Hubungan kerja antara nelayan ini berlaku perjanjian tidak
tertulis yang sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu. Juragan dalam hal
ini berkewajiban menyediakan bahan makanan dan bahan bakar untuk keperluan
operasi penangkapan ikan, dan bahan makanan untuk dapur keluarga yang
ditinggalkan selama berlayar. Hasil tangkapan di laut dibagi menurut peraturan
tertentu yang berbeda-beda antara juragan yang satu dengan juragan lainnya

3.

Nelayan pemilik merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya
mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan
sederhana, karena itu disebut juga nelayan perorangan atau nelayan miskin.
24
Universitas Sumatera Utara

Nelayan ini tidak memiliki tanah untuk digarap pada waktu musim paceklik (angin
barat).

2.5.2 Hubungan Kerja Nelayan
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk saling berhubungan antar sesamanya di
dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa harus
melakukan interaksi antara satu sama lainnya. Di mana dasar hubungan tersebut adalah
dilakukan atas adanya kesadaran untuk saling mengenal, saling mengakui, dan saling berbuat.
Sehingga terjalinlah suatu hubungan baik berbentuk vertikal maupun horizontal atau yang dikenal
dengan jalinan sosial.
Sejalan dengan itu Kusnadi (2002 : 86) menyatakan “Jalinan sosial antar nelayan membentuk
pola hubungan yang dapat dijabarkan secara horizontal dan vertikal. Pola Horizontal adalah
hubungan sesama kerabat, saudara sedarah, dan bentuk-bentuk afinitas. Pola tersebut
menggambarkan bahwa individu-individu akan lebih kuat berinteraksi jika antara satu dengan
yang lain tidak mengalami kesenjangan sosial ekonomi yang terlalu lebar.
Sedangkan pola vertikal tergambar dalam interaksi nelayan yang membentuk pola
hubungan patron-klien yang umum terjadi antara nelayan kaya (juragan) dan tengkulak dengan
nelayan miskin (buruh). Pola vertikal terbentuk karena ada ketergantungan ekonomi antara buruh
dan juragan maupun tengkulak.
Hubungan patron-klien banyak ditemukan di kehidupan petani proletar. Patron-klien
melibatkan hubungan antara seorang individu dengan status sosial ekonomi lebih tinggi
(patron) yang menggunakan pengaruh dan sumber dayanya untuk menyediakan perlindungan
dan keuntungan bagi seseorang dengan status lebih rendah (klien). Selama masa menganggur
25
Universitas Sumatera Utara

itulah toke ikan atau toke perahu tetap menjamin kehidupan sehari-hari para nelayan
tradisional dan keluarganya. Pola hubungan kerja di antara unit alat tangkap akan menentukan
pola bagi hasil. Hasil penerimaan bersih dalam sistem bagi hasil, dibagi menjadi dua yaitu 50%
untuk pemilik perahu dan 50% bagian pandega. Bagi hasil ini diperoleh dari penerimaan
kotor yang telah dikurangi dengan retribusi, biaya operasi dan perawatan mesin. Bagian pandega
50% dibagi lagi sesuai dengan jumlah anak buah kapal yang turut melaut, sehingga penerimaan
pandega tergantung dari jumlah tenaga kerja yang

digunakan. Penerimaan yang diperoleh

pandega pada satu unit alat tangkap akan semakin kecil jika tenaga kerja yang bekerja semakin
banyak. Bagian pandega ini tetap 50%, berapapun jumlah pandega yang bekerja (Purwanti, 1994).
Dalam hal ini nelayan pemilik memperoleh bagian lebih besar dari pada nelayan buruh dalam
sistem bagi hasil. Bagi hasil ini berlaku pada setiap tingkat skala usaha penangkapan, bahkan dalam
unit penangkapan modern, tingkat kesenjangan perolehan pendapatan antara nelayan pemilik
dengan nelayan buruh sangat besar. Tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan buruh semakin
kecil karena biaya operasi dan pemeliharaan peralatan tangkap cukup besar. Biaya tersebut
harus ditanggung bersama antara nelayan pemilik dan nelayan buruh.

Nelayan khususnya yang tradisional, mempunyai perilaku yang khas dalam menjalankan
usahanya, yakni perilaku yang mengutamakan “pemerataan resiko“ usaha. Perilaku tersebut
terbentuk sebagai hasil adaptasi terhadap usaha penangkapan ikan yang beresiko tinggi dan pola
pendapatan yang tidak teratur. Perilaku adaptif tersebut, setelah melalui proses waktu,
melembaga dalam bentuk institusi, dan merupakan bagian dari kebudayaan nelayan. Institusiinstitusi yang dimaksud, yang merupakan aspek penting dalam pemberdayaan, adalah pola
pemilikan kelompok atas sarana produksi dan sistem bagi hasil. Pola pendapatan nelayan
tidak teratur menyebabkan perilaku mengutamakan pemerataan resiko tetap bertahan (Masyhuri,
26
Universitas Sumatera Utara

2000). Lebih lanjut Masyuri menjelaskan pola pemilikan kelompok dan pola pemilikan
individu terhadap sarana penangkapan ikan mempunyai pengaruh besar pada pendapatan nelayan.
Pola pemilikan individu terhadap sarana produksi tersebut secara singkat dapat dikatakan dapat
mendorong terjadinya ketimpangan pendapatan diantara nelayan. Pemilikan kelompok lebih
mendorong terjadinya pemerataan pendapatan. Ketimpangan pembagian pendapatan ataupun
pemerataan pendapatan pada prinsipnya berpangkal pada sistem bagi hasil yang mentradisi di
kalangan nelayan.
2.6

Konsep Strategi Bertahan
Untuk meraih suatu tujuan seseorang harus menerapkan banyak taktik untuk hidup, serta

dimanifestasikan dalam suatu kesatuan sistematis. Oleh sebab itu seseorang harus benar-benar
paham apa yang disebut dengan strategi. Berdasarkan analisis kebijakan sosial, strategi adalah
satu set pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sebagai bagian dari teori pilihan rasional,
analisis strategi tidak hanya digunakan dalam kehidupan ekonomi, tetapi juga dalam politik,
kekuasaan dan pembangunan.
Strategi bertahan sebenarnya dibangun pada level individu, akan tetapi pada tujuannya
adalah untuk memperoleh ketahanan dan stabilitas bertahan hidup. Strategi bertahan dipandang
manusia. Termasuk didalamnya segala usaha yang dipersiapkan untuk menghadapi situasi–situasi
penting dan bertahan dalam keadaan sulit.
Snel dan Staring ( dalam Resmi Setia 2005:6) mengemukakan bahwa strategi bertahan
adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu secara sosial
ekonomi bisa dipandang sebagai perpaduan antara kegiatan sosial dan ekonomi yang bertujuan
menjaga eksistensi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan

27
Universitas Sumatera Utara

lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan
kuantitas dan kualitas barang dan jasa. Cara-cara indivvidu menyusun strategi dipegaruhi oleh
posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial
yang dipilih, termasuk keahlian dalam memobilisasi sumber daya yang ada, tingkat
keterampilan, kepemilikan asset, jenis pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Nampak
bahwa jaringan sosial dan kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada termasuk
didalamnya mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun
strategi bertahan, kususnya strategi dalam mempertahankan usaha tani.
Dalam menyusun strategi, individu tidak hanya menjalankan satu jenis strategi saja,
sehingga kemudian muncul istilah multiple survival strategi atau strategi bertahan jamak.
Selanjutnya Snel dan Staring mengartikan hal ini sebagai kecenderungan pelaku-pelaku untuk
memiliki pemasukan dari berbagai sumber daya yang berbeda, karena pemasukan tunggal
terbukti tidak memadai untuk menyokong kebutuhan hidupnya. Strategi yang berbeda-beda ini
dijalankan secara bersamaan dan akan saling membantu ketika ada strategi yang tidak bisa
berjalan dengan baik (dalam jurnal Nur Hidayah, halaman 3-4).
2.6

Strategi Adaptasi (Coping Strategi)
Strategi adaptasi menurut edi suharto (2009) yaitu Coping Strategi. Secara umum strategi

betahan (coping strategi) didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan
seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi hidupnya. Strategi
penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam
mengelola segenap aset yang dimilikinya.
Selanjutnya Edi Suharto (2009) menyatakan bahwa strategi bertahan (Coping Strategi)
yang dilakukan oleh keluarga atau rumah tangga dalam mengatasi goncangan dan tekanan
28
Universitas Sumatera Utara

ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan
menjadi tiga kategori yaitu:
1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk misalnya
melakukan aktifitas sendiri , memperpanjang jam kerja , memanfaatkan sumber atau
tanaman liar dilingkungan sekitar dan diversifikasi taman.
2. Strategi pasif: mengurangi pengeluaran keluarga misalnya biaya sandang, pangan,
pendidikan dan sebagainya.
3. Strategi jaringan pengaman: menjalin relasi baik secara informal maupun formal
dilingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya meminjam uang tetangga,
meminjam kewarung, memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke
rentenir, Bank dan gotong royong .

2.7 Penelitian terdahulu
Dalam penelitian ini penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti
tetang Jebakan Kemiskinan Nelayan yakni :
Pertama, M. Alie Humaedi (2012). Penelitian ini mengemukaka Kemiskinan masyarakat
nelayan secara faktual terjadi di mana-mana. Ia tidak hanya disebabkan oleh faktor internal
dalam mekanisme produksinya, tetapi juga oleh keadaan eksternal yang tercipta di
lingkungannya. Tradisi dan kelembagaan tradisi tidak selalu dianggap baik dan mampu menjaga
eksistensi kehidupan orang miskin. Bahkan, keduanya bisa menjerumuskan atau semakin
membenamkan orang miskin pada kemiskinan absolut. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode etnografi. Penelitian etnografi masyarakat nelayan ini berupaya
memberikan tawaran jalan keluar berdasarkan potensi dan karakter kebudayaan masyarakat
29
Universitas Sumatera Utara

dalam menghadapi kemiskinannya. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil
kajian adalah sebagai berikut. Buwoh dan bank titil di Kaliori Rembang Jawa Tengah telah
menjadi bukti otentik bagaimana tradisi yang dikemas oleh para pencari rente lebih kejam dari
jeratan utang bakul yang selama ini dituduh sebagai penyebab utama kemiskinan nelayan.
Meskipun kondisi faktual kemiskinan itu tidak serta merta mendorong nelayan menjadi penganut
konstruksi instrumental, peran pemerintah dalam menstimulasi tradisi dan kelembagaan tradisi
yang mereduksi kemiskinan harus dipacu dalam bentuk kebijakan dan program
Kedua, Nunung Nurwati (2008) Kemiskinan merukan masalah multidimensi karena berkaitan
dengan ketidakmampuan akses secara ekonomi, sosial budaya, politik dan partisipasi dalam
masyarakat.Bentuk-bentuk kemiskinan yang ada di Indonesia serta berbagai ragam faktor
penyebabnya, tentunya sangat mempengaruhi rumusan kebijakan yang dibuat. Berbagai kebijakan
dan program yang ada dirasakan masih kurang efektif dalam upaya menurunkan jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan, hal ini terbukti dengan adanya kecenderungan peningkatan
jumlah penduduk miskin dari masa ke masa. Tentunya rumusan kebijakan dan program perlu
dibenahi dan dilakukan rumusan kebijakan sesuai dengan pentahapan, dalam merumuskan
kebijakan tersebut harus diperhatikan dan dipahami karakteristik kemiskinan di masing-masing
daerah
Ketiga, Haris Hamdani (2013) Penelitian ini meneliti tentang Faktor Penyebab Kemiskinan
Nelayan Tradisional (The Factor Of Poverty Causes Traditional Fisherman). Perairan Selat Bali
merupakan kawasan over fishing (perairan lebih tangkap) serta pasokan ikan yang melimpah
khususnya Ikan Lemuru yang mendominasi, yaitu ±80% dari semua total hasil tangkapan ikan
nelayan. Serta menjadi daerah penangkapan ikan nelayan tradisional Desa Kedungringin.
Dengan keadaan over fishing (perairan lebih tangkap) serta didukung dengan keadaan trumbu
30
Universitas Sumatera Utara

karang yang masih baik di perairan selat bali seharusnya masyarakat nelayan tradisional desa
Kedungringin hidup sejahtera. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk Mendiskripsikan dan
menganalisis faktor penyebab kemiskinan Nelayan Tradisional di Desa Kedungringin Kecamatan
Muncar Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Deskriptif
dengan pendekatan Kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi, dan analisisnya dengan model interaktif yaitu reduksi data
penyajian data penarikan kesimpulan atau verifikasi. Faktor Penyebab kemiskinan di dalam
masyarakat nelayan tradisional disebabkan oleh pendidikan yang rendah, peran lembaga
ekonomi, kebiasaan nelayan, pekerjaan alternatif, kepemilikan modal, serta teknologi yang
digunakan.

31
Universitas Sumatera Utara